TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan dalam bidang pertanian dan industri pertanian di Indonesia,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan dalam bidang pertanian dan industri pertanian di Indonesia,"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Residu Tanaman Perkembangan dalam bidang pertanian dan industri pertanian di Indonesia, seringkali menimbulkan peningkatan residu tanaman yang sebagian besar merupakan produk samping yang menandung lignoselulosa. Secara kimia produk samping pertanian mengandung lignoselulosa yang tinggi dapat diolah menjadi produk-produk yang bernilai ekonomis. Dari residu tanaman antara lain berupa sisa tanaman (jerami, brangkasan, gulma eceng gondok), sisa hasil pertanian (kulit kopi, kulit kakao, sekam padi, ampas tebu, residu tanaman kelapa sawit dll). Pupuk kandang berupa (kotoran sapi, kerbau, kambing, ayam dan kuda) (Kurnia et al 2001; Atmojo, 2002). Produk samping tanaman seperti jerami padi, serasah kacang tanah, serasah jagung dan sabut kelapa sangat berperan sebagai sumber hara (Alwi dan Nazemi, 2000). Penggunaan residu tanaman sebagai pupuk organik juga dapat memperbaiki struktur tanah terutama pada lahan marjinal sehingga mampu memberikan daya dukung yang lebih bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selanjutnya Djazuli (2002), mengatakan bahwa pengomposan produk samping nilam dengan cara menggunakan aktivator EM-4 1% dan pupuk kandang selama 3 minggu menghasilkan kompos produk samping nilam dengan status hara dan tingkat dekomposisi yang baik dan mampu meningkatkan bobot terna nilam secara nyata pada tiga taraf pemupukan NPK yang diberikan. 25

2 26 Kandungan hara beberapa residu tanaman ternyata cukup tinggi dan bermanfaat sebagai sumber energi utama mikroorganisme di dalam tanah. Hara dalam residu tanaman dapat dimanfaatkan setelah mengalami dekomposisi (Robin et al. 2001). Jerami padi Jerami padi adalah bagian vegetatif dari tanaman padi (batang, daun, tangkai malai), pada waktu tanaman padi dipanen, jerami adalah bagian tanaan yang tidak dipungut. Bobot jerami padi merupakan fungsi dari; rejim air, varietas. Namun apabila jerami padi diberikan perlakuan tertentu akan mempercepat terjadinya perubahan strukturnya. Di Indonesia, jerami padi belum dinilai sebagai produk yang memiliki nilai ekonomis. Pada sistem usaha tani yang intensif jerami sering dianggap sebagai sisa tanaman yang mengganggu pengolahan tanah dan penanaman padi. Oleh karena itu, 75-80% petani membakar jerami di tempat, beberapa hari setelah padi dipanen. Sebagian petani memotong jerami dan menimbunnya di pinggir petakan sawah, kemudian membakarnya. Tujuan utama petani membakar jerami adalah untuk menyingkirkan jerami dari petakan sawah dengan cara yang praktis. Perhitungan untung rugi atas tindakan pembakaran jerami belum dipertimbangkan. Menurut Makarim et al. (2007) akibat pembakaran jerami dapat meningkatkan suhu udara dipermukaan tanah mencapai 700 o C, sehingga dapat memusnahkan mikroba yang berguna dalam proses biologis, seperti perombak bahan organik, pengikat nitrogen dan

3 27 mikroba yang memiliki fungsi biologis lain, disamping beberapa jenis hara juga akan hilang akibat pengaruh suhu tinggi pada saat pembakaran jerami. Jumlah jerami padi memang cukup banyak tergantung pada luas pertanamannya. Perbandingan antara bobot gabah yang dipanen dengan jerami (grain straw ratio) pada saat panen padi umumnya 2 : 3. Dari satu hektar lahan sawah dihasilkan 5-8 ton jerami, tergantung pada varietas yang ditanam dan tingkat kesuburan tanah. Kalau produksi gabah nasional 54 juta ton pada tahun 2007, berarti terdapat 80 juta ton jerami pada tahun tersebut. Pada umumnya petani belum memperlakukan jerami sebagai bagian integral dari usaha tani padi. Hak kepemilikan jerami di sawah tidak jelas, kecuali pada khasus tertentu dan mereka menyatakan bahwa jerami padinya akan digunakan sendiri. Pengangkutan jerami keluar petakan sawah berarti kehilangan hara secara permanen dari lahan yang bersangkutan. Praktek yang demikian menguruskan tanah dan memiskinkan kandungan bahan organik tanah. Dengan dikembangkannya konsep pertanian ramah lingkungan seperti pertanian organik, SRI (System Rice Intensification), PTT (Pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu), dan agroekoteknologi, sudah selayaknya jerami didaur ulang di tempat asalnya (in situ), sehingga terjadi sistem pertanian nirproduk samping (zero waste rice production system). Manfaat jerami perlu digali dan dikembangkan menjadi barang berharga mengingat potensinya yang sangat besar dan tidak akan habis-habisnya. Jerami padi merupakan sumber bahan organik yang potensial, relatif murah dan mudah didapat. Tingginya kadar selulosa dan lignin merupakan kendala utama dalam pemanfaatan jerami

4 28 padi sebagai pupuk organik, karena lamanya waktu pelapukan secara alamiah. Penggunaan jerami segar secara langsung akan mengganggu terhadap awal pertumbuhan tanaman dan menyulitkan pengolahan tanah (Pagi dan Kartaadmadja, 2003). Jerami segar memiliki nisbah C/N lebih besar dari 30. Menurut Tisdale dan Nelson (1975), bila nisbah C/N lebih besar dari 30 akan terjadi proses immobilisasi N oleh jasad renik untuk memenuhi kebutuhan akan unsur N. Sumbangan hara dari jerami padi ke tanah bergantung pada bobot komposisi hara jerami, pengelolaan dan rejim air tanah (Ponnamperuna, 1985). Bobot biomas juga tergantung pada rejim air,musim, varietas, kesuburan tanah, dan nisbah gabah /jerami. Jerami padi dapat digunakan sebagai sumber hara K, karena sekitar 80% K yang diserap tanaman berada dalam jerami. Oleh karena itu, jerami berpotensi sebagai pengganti pupuk K anorganik (Odjak, 1992). Jerami selain dapat menggantikan pupuk K pada tanaman tertentu, juga berperan penting dalam memperbaiki produktivitas tanah sawah yang dapat meningkatkan efesiensi pupuk dan menjamin kemantapan produksi (Rochayati at al. 1990; Wihardjaka et al. 2002). Pemberian jerami dapat meningkatkan kadar C-organik, K-dd, dan KTK tanah berturut-turut sebesar 13,2%, 28,6%, dan 153% (Widati et al, 2000). Menurut Adiningsih (1992), aplikasi jerami 5 ton tiap hektar dapat meningkatkan N,P,dan K tanah. Menurut Ponnamperuna (1985), pengembalian jerami ke tanah dapat meningkatkan hasil gabah, pemberian 5 ton jerami ke tanah memasok 100 kg K, 7 kg P, 20 kg Ca, 5 kg Mg, dan 300 kg Si.

5 29 Semakin mahal dan langkanya pupuk anorganik (urea, SP- 36, KCl, ZA) serta perlunya konservasi hara tanah melalui pendauran ulang maka pemanfaatan jerami padi yang berlimpah di lahan sawah perlu diperhitungkan kembali sebagai salah satu alternatif untuk subsitusi penggunaan pupuk kimia. Tanaman padi yang memproduksi 5 ton /ha gabah kering panen mengangkut hara dari tanah sekitar 150 kg N, 20 kg P, 150 kg K, dan 20 kg S. Pada saat panen, jerami mengandung sekitar 1/3 jumlah berat N, P, dan S dari total hara tanaman padi, sedangkan kandungan K rata-rata 89% (berkisar antara 85-92%) (Gunarto dkk. 2002). Oleh karena itu, jerami padi dapat dijadikan sebagai sumber hara makro tanaman. Pada tingkat hasil 5 ton/ha dihasilkan 2 ton C/ha yang secara tidak langsung merupakan sumber hara N. Kandungan hara jerami padi saat panen bergantung pada kesuburan tanah, kualitas dan kuantitas air irigasi, jumlah pupuk yang diberikan, kultivar dan musim/iklim. Ponnamperuna (1985) melaporkan kandungan hara jerami dari berbagai negara berkisar antara 0,38-1,01% N; 0,01-0,12% P; 1,0-3,0% K; dan 2,5-7,0% Si dengan rata-rata 0,57% N; 0,07% P; 1,5% K, dan 3,09 Si. Di Indonesia rata-rata kadar hara jerami padi adalah 0,4% N; 0,02% P; 1,4% K, dan 5,6% Si. Untuk setiap 1 ton gabah (GKG) dari pertanaman padi dihasilkan pula 1,5 ton jerami yang mengandung 9 kg N, 2 kg P, 25 kg K, 2 kg S, 70 kg Si, 5 kg Ca dan 2 kg Mg. Apabila konsentrasi hara tersebut mewakili nilai rata-arata jerami, maka produksi jerami di Indonesia sebesar 29 juta ton/bulan setara dengan ton N (setara 1,04 juta ton urea), ton P (setara 0,5 juta ton SP-36), 1,17 juta ton K (setara 1,95 juta ton KCl),

6 30 ton S, dan 3,9 juta ton Si. Jumlah hara potensial yang berasal dari jerami sisa panen tersebut sangat besar, namun pemrosesannya sulit, petani belum memiliki metode yang sederhana dan menguntungkan. Widati et al. (2000) mempelajari pengaruh penggunaan mikroba (Trichoderma sp., Aspergillus sp., Beijerinkia sp., Azotobacter sp., dan EM4) dan jerami padi (disebar atau dibenamkan) terhadap sifat tanah vertic tropaquespts dari Cimalaya Karawang, dan typic hapludox dari Bandar Abung Lampung, di rumah kaca. Kesimpulannya, pemberian jerami dengan cara disebar maupun dibenamkan ke tanah vertic tropaquespts Karawang nyata meningkatkan kandungan C, N, dan K-dd, sedangkan pada tanah typic hapludox Lampung meningkatkan kandungan N dan K-dd. Penggunaan 5 ton / bahan organik berupa jerami padi, Sesbania rostrata, atau pupuk kandang pada tanah aluvial Kepanjen Malang dan Banyuangi dengan tipe iklim masing-maisng C3 dan D2 dapat menggantikan pupuk N anorganik sebanyak 45 kg N/ha pada tanaman padi sawah. Dengan kata lain jerami padi di tempat tersebut mengandung 0,9% N (Isgianto dkk. 1992). Juliardi dan Suprihatno (1995) melaporkan bahwa bahan organik berupa Sesbania rostrata, jerami padi, azolla dan pupuk kandang dari kotoran domba, masing-masing diberikan sebanyak 5 ton/ha yang dikombinasikan dengan pupuk urea dengan takaran 0,45, dan 90 kg / N/ha meningkatkan kandungan N total C organik, P-tersedia, dan K-dd tanah. Jerami padi mengandung % C, senyawa C-N jerami merupakan subtrat bagi metabolisme mikroorganisme, meliputi gula, pati, selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin,

7 31 lemak, dan protein, Jerami yang dibenamkan ke tanah sawah akan menstimulir fiksasi N secara heterotrofik maupun fototropik (Ponnamperuna, 1985). Kandungan bahan organik tanah sawah bergantung pada volume masukan bahan organik dan koefisien humifikasi. Pemberian jerami padi sebanyak 825 kg/ha dengan kadar C 43 % dan humifikasi koefisien 0,23 akan menghasilkan 141 kg bukan organik per tahun. Mala dan Anas (1995) menguji kecepatan berbagai strain Trichoderma harzianum dalam mengubah jerami menjadi kompos. Tanpa inokulum, proses pemanfaatan jerami menjadi kompos (C/N rasio < 20) berlangsung selama 40 hari. Dengan inokulasi sebanyak 5% dari bobot jerami, perlakuan T. harzianum strain T dapat mengubah jerami segera menjadi kompos kurang dari 20 hari, strain K.13.2, T.21.2 dan T selama hari. Jerami padi dapat memperbaiki sifat fisik tanah atau disebut sebagai pembenah tanah. Brata (1998) melaporkan bahwa pembenaman jerami padi ke guludan ubi jalar dapat memperbaiki kondisi tanah, mengurangi kekerasan tanah dan penetrasi lebih ringan dibanding tanpa jerami. Menurut Bertham (2002), pemberian komps jeram padi hasil dekomposisi Gliocladium sp. dan pemberian pupuk P secara terpisah maupun secara bersama-sama dapat meningkatkan bobot kering akar, bobot kering bagian aas tanaman, jumlah polong total, bobot biji tanaman kedelai pada ultisol. Penelitian Arafah dan Sirappa (2003), menunjukkan bahwa penggunaan jerami padi dengan takaran 2 ton/ha menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding tanpa jerami pada berbagai perlakuan pemupukan. Sisworo (2006) memperlihatkan bahwa pengembalian jerami yang telah

8 32 dikomposkan kedalam sawah secara nyata dapat meningkatkan serapan N tanaman padi baik musim hujan ataupun musim kemarau. Kemudaian Las et al (1999) bahwa dalam meningkatkan produksi padi perlu dilakukan kelestarian lingkungan produksi,termasuk mempertahankankan kandungan bahan organik tanah dengan pemanfaatan jerami padi. Basyir et al. (1994) melaporkan hasil percobaan jangka panjang (tujuh musim) pemupukan dan pemberian jerami padi pada tanah regosol beriklim D3 di Mojosari tanah grumosol, iklim C.2 di Ngale, tanah aluvia iklim C3 di Kendalpayak, dan tanah latosal iklim C3 di Jambegede. Penggunaan hara S dan Zn serta penambahan 5 ton/ha bahan organik jerami padi, sesbania, azola atau pupuk kandang tidak meningkatkan hasil padi karena pupuk N dari urea telah diberikan dalam jumlah yang cukup (250 kg/ha) dan hasil gabah pada perlakuan ini 5 ton/ha. Di kabupaten Lebak, Banten, jenis tanah podsolik merah kuning, pemberian bahan organik berupa jerami padi + 50 Sesbania rostrata meningkatkan jumlah anakan, bobot kering tanaman dan serapan N,P,K dan Mg. Namun peningkatan hasil gabah dengan pemberian bahan organik sangat kecil (Suhartatik, et al. 1999). Mala dan Syaruddin (1990), menyatakan bahwa jerami padi diberi bioaktivator Trichoderma sebanyak 10 ton/ha, mampu menekan penggunaan pupuk kimia hingga 60% untuk tanaman padi. Eceng Gondok Eceng gondok Eichhornia crassipes (Mart) Solm), merupakan gulma air yang laju pertumbuhan yang sangat pesat dan dapat membentuk area penutupan yang luas pada

9 33 permukaan perairan. Eceng gondok merupakan tanaman herba air, perenial, perbanyakannya sangat cepat dengan bantuan stolon horizontal yang menghasilkan anakan tanaman. Stolon tersebut berkembang dari akar, yang perkembangannya didistribusikan oleh arus air, angin, jala ikan dan kapal kecil. Pertumbuhan optimum tanaman ini pada temperatur 28 o C-35 o C, tetapi tanaman ini toleran terhadap lingkungan yang ekstrim (Julien et al, 2001 ). Penutupan permukaan perairan oleh eceng gondok selain dapat mengganggu aktivitas masyarakat di sekitar perairan, juga mengurangi keanekaragaman spesies yang tumbuh di perairan. Perkembangan gulma eceng godok sudah sampai pada taraf yang membahayakan sehingga mengakibatkan timbulnya masalah lingkungan yang harus diwaspadai. Selain memberikan dampak negatif, eceng gondok juga memberikan dampak positif antara lain sebagai bahan baku pupuk. Produksi pupuk eceng gondok skala rumah tangga umumnya masih dilakukan dengan teknik pengomposan manual, yang memerlukan waktu lama (sekitar dua bulan) dan membutuhkan lahan yang luas. Kandungan N,P,K kompos eceng gondok (dalam % berat kering) masing-masing adalah 0,4 N; 0,114 P dan 7,53 K, sedangkan C-organik adalah 47,61 (Wahyu, 2008). Menurut Fryer dan Matsunaka (1988), eceng gondok merupakan bahan yang sangat potensial untuk digunakan sebagai pupuk organik karena berdasarkan hasil analisa di laboratorium mengandung antara lain 1,681% N, 0,275% P, 14,286% K, 37,654% C, dengan nilai C/N 22,339. Kemudian menurut Asrijal et al (2005), tanaman yang diberi 2 ton/ha kompos eceng gondok memberikan produksi tinggi pada tanaman padi

10 34 gogo dan kedelai, yang ditanam secara tunggal masing-masing sebesar 5, 267 ton/ha dan 2,056 ton/ha. Kulit Kopi Kulit kopi sebagai residu tanaman kopi terdiri atas kulit buah kopi (pulpa) dan kulit tanduk kopi. Dengan produksi kopi mencapai ton biji kopi, maka pulpa kopi yang berupa produk samping dapat mencapai ton, sedangkan produk samping kulit tanduk sebesar ton. Produk samping kulit tanduk kopi memiliki kadar air relatif rendah sehingga berpotensi digunakan sebaga bahan bakar untuk pengering kopi. Nilai kalori kulit tanduk kopi adalah sebesar 4600 kkal/kg, sedangkan pulpa kopi dengan kandungan air 5% nilai tersebut 3300 kkal/kg (Adams and Dougan, 1982). Akan tetapi jalan keluar ini agak sulit diterapkan pada pulpa kopi yang diperoleh dari cara pengolohan basah karena tinginya kadar air bahan tersebut sehingga menjadi masalah dalam pembuangannya. Selama musim pengolahan biji kopi, produk samping pulpa kopi menumpuk sehingga menyebabkan bau yang tidak sedap, sementara drainase dari timbunan pulpa dapat mencermati sumber air disekitarnya. Sebagai produk samping padat industri kopi, kulit kopi berpotensi untuk digunakan sebagai sumber bahan organik tanah dengan syarat telah dikomposkan terlebih dahulu. Hal ini mengingat bahwa nisbah C/N pulpa kulit kopi sekitar 40, sedangkan untuk kulit tanduk kopi sekitar 140, yang merupakan angka yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan nisbah (C/N tanah).

11 35 Pengomposan produk samping kopi padat mesti dilakukan untuk menghindari pengaruh negatifnya terhadap tanaman akibat nisbah C/N bahan yang tinggi, disamping untuk mengurangi volume bahan agar memudahkan dalam aplikasi serta menghindarkan terjadinya pencemaran lingkungan. Kandungan hara kompos dari kulit tanduk kopi adalah 0,82 % N, 52,4% C-organik, 0,05% P 2 O5, 0,84% K 2 O, 0,58 % CaO, 0,86 MgO, sedangkan kandungan hara kompos kulit buah kopi (pulpa) adalah 2,98 % N, 45,3 % C-organik, 0,018 % P 2 O5, 2,28% K 2 O, 1,22% CaO dan 0,21 % MgO (Baon et al. 2005). Kulit buah Kakao Komponen utama dari suatu kakao adalah kulit buah, plasenta, dan biji. Kulit buah merupakan komponen terbesar dari buah kakao, yaitu lebih dari 70% berat buah masak. Plasenta biji kakao didalam buah hanya sekitar 27-29%, sedangkan sisanya adalah plasenta yang merupakan pengikat dari biji (Widyotomo et al, 2007). Pada areal pertanian kakao akan menghasilkan produk samping segar kulit buah sekitar 5,8 ton setara dengan produksi tepung produk samping 912 kg. Berdasarkan data statistik perkebunan 2006, luas areal kakao di Indonesia tercatat ha, produksi ton dan tingkat produktivitas 657 kg/ha/tahun. Bobot buah kakao yang dipanen per ha akan diperoleh kg kulit buah dan kg biji basah. Produksi yang tinggi menghasilkan kulit buah kakao sebagai produk samping perkebunan meningkat. Menurut Darmono dan Panji (1999), produk samping kulit kakao

12 36 yang dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik. Produksi produk samping padat ini mencapai sekitar 60% dari total produksi buah. Menurut Spillane (1995), bahwa kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman dalam bentuk kompos, pakan ternak, produk biogas dan sumber pektin. Sebagai bahan organik, kulit buah kakao mempunyai komposisi hara senyawa yang sangat potensial sebagai media tumbuh tanaman. Setelah bijinya diambil, kulit buah merupakan sumber potensial sebagai bahan baku pupuk kompos. Potensi produk samping kulit buah kakao dari suatu pabrik pengolahan kakao sebesar m 3 /ha/tahun. Produk samping kulit buah kakao tersebut merupakan sumber bahan baku pupuk organik. Pengomposan produk samping bio massa dalam hal ini kulit buah kakao harus dilakukan untuk menghindari pengaruh negatif produk samping tersebut terhadap tanaman akibat nisbah C/N bahan yang tinggi, disamping untuk mengurangi volume bahan agar memudahkan dalam aplikasi serta menghindarkan terjadinya pencemaran lingkungan. Laju pengomposan tergantung pada ukuran partikel, kandungan bahan, pengadukan, aerasi dan volume tumpukan (Baon et al, 2005). Selanjutnya menurut Widyotomo et al (2007), produk samping kulit kakao dapat diolah menjadi kompos dan di aplikasikan pada perkebunan kakao atau tanaman keras lainnya. Dengan pengolahan produk samping kulit kakao menjadi kompos, maka akan diperoleh dua keuntungan yaitu hilangnya potensi timbunan produk samping sebanyak m3/tahun dari satu hektar perkebunan kakao dan dihasilkan pupuk kompos sebagai sumber hara bagi tanaman. Proses pengomposan kulit kakao lazimnya pengomposan bahan

13 37 organik/produk samping pertanian lainnya yaitu pencacahan, penumpukan, pembalikan dan penyaringan. Pada dasarnya, kulit buah kakao dimanfaatkan sebagai sumber hara tanaman dalam bentuk kompos, pakan ternak, produksi biogas dan sumber pektin. Sebagai bahan organik kulit buah kakao mempunyai komposisi hara dan senyawa yang sagat potensial sebagai medium tumbuh tanaman. Kadar air dan bahan organik pada produk samping kakao sekitar 86%, ph, 5,4, N- total 1,30 %, C-organik 33,71%, P 2 O 5 0,186 %. K 2 O 5,5 %, CaO 0,23 %, dan MgO 0,59% (Soedarsono et al, 1997). Namun demikian, kulit buah kakao sampai saat ini belum banyak mendapat perhatian masyarakat atau perusahaan untuk dijadikan pupuk organik. Limbah kulit buah kakao dapat diolah menjadi kompos untuk menambah bahan organik tanah. Kandungan hara mineral kulit buah kakao cukup tinggi, khususnya hara kalium dan nitrogen. Dilaporkan bahwa 61% dari total nutrien buah kakao disimpan di dalam kulit buah. Kandungan hara kompos yang dibuat dari kulit buah kakao adalah 1,81% N, 26,61% C- organik, 0,31 P 2 O 5 6,08 % K 2 O, 1,22% CaO, 1,37% MgO dan 44,85 cmol/kg/ KTK (Goenadi dan Away 2004). Menurut Opeke (1984), kulit buak kakao mengandung protein 9,69%, glukosa 1,16%, sukrosa 0,18%, pektin 5,30% dan theobromin 0,20%.

14 38 Pengomposan Aerobik Pengomposan merupakan proses dekomposisi terkendali secara biologis terhadap produk samping padat organik dalam kondisi aerobik atau anaerobik. Pengomposan aerobik berlangsung dengan kondisi terbuka. Dalam hal ini, udara bebas bersentuhan langsung dengan bahan kompos. Pengontrolan terhadap kadar air, suhu, ph, kelembaban, ukuran bahan, volume tumpukan bahan, dan pemilihan bahan perlu dilakukan secara intensif untuk mempertahankan proses pengomposan agar stabil sehingga diperoleh proses pengomposan yang optimal, kualitas maupun kecepatannya. Pengomposan aerobik merupakan pengomposan dengan bantuan oksigen bebas dan hasil akhir berupa CO 2 H 2 O, panas, unsur hara dan sebagian humus (Gaur, 1983). Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai rasio C/N bahan organik menjadi sama dengan rasio C/N tanah. Nilai rasio C/N tanah adalah (Djuarnani, dkk, 2008). Laju dan efisiensi proses pengomposan merupakan fungsi dan jumlah dan aktivitas organisme yang terlibat dalam proses pengomposan tersebut. Beberapa mikroba seperti Trichoderma, Aspergillus dan Penicillium mampu merombak selulosa menjadi bahan senyawa-senyawa monosakarida, alkohol, CO 2 dan asam-asam organik lainnya dengan menggunakan enzim selulase (Rao, 1994). Karbon Dioksida dan Aktivitas Mikroba Karbohidarat merupakan kelompok besar dari senyawa bahan organik yang dapat didekomposisi. Hasil utama dari reaksi kimia selama dekomposisi karbihidrat adalah

15 39 volume karbon dioksida sama dengan volume oksigen yang diabsorbsi. Polisakarosa, selulosa dan hemiselulosa mengandung 44% karbon ( karbon) dan 50% oksigen. Senyawa tersebut didekomposisi menjadi monosakarosa secara hirolisa. (C 6 H 10 O 5 )n+nh 2 O nc 6 H 12 O 6 Pada reaksi tersebut tidak ada konsumsi oksigen dan tidak ada karbon dioksida yang dihasilkan. Karbon dioksida dalam jumlah besar khususnya dihasilkan pada tahap akhir dekomposisi dari asam asetat menjadi karbon dioksida dan air. Karbon dioksida yang dihasilkan dalam jumlah yang sama dengan oksigen yang dibutuhkan dan membentuk banyak energi. Dari reaksi di atas dapat disusun pernyataan: a. jika karbon dioksida dialirkan melalui pertukaran udara, reaksi akan berlangsung cepat karena monosakarosa mudah larut serta persediaan oksigen yang cukup. b. Jika terjadi akumulasi karbon dioksida, maka aktivitas mikroba terhenti dan asam asetat tidak terurai. c. Jika diberikan air akan mengabsorbsi karbon dioksida dan oksigen menjadi berkurang yang menyebabkan kondisi anaerob (Jakobsen, 1994). Reaksi kimia dekomposisi karbohidrat secara keseluruhan: C 6 H 10 O 5 + 6O 2 6CO H 2 O

16 40 Berdasarkan reaksi di atas dikemukakan bahwa aktivitas mikroba berkaitan dengan laju difusi dan karbon dioksida, akumulasi karbon dioksida yang dihasilkan sama dengan berkurangnya volume oksigen. Menurut Ljunggren,(1991) dalam Jakobsen, (1994) bahwa jika konsentrasi oksigen pada pengomposan berkurang dari 21% menjadi 18%, maka aktivitas mikroba terhenti. Proses pengomposan berhenti apabila konsentrasi oksigen menurun menjadi 17%. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan a. Ukuran Bahan Bahan yang berukuran kecil akan cepat didekomposisi karena luas permukaannya meningkat dan mempermudah aktivitas mikroorganisme perombak. Ukuran bahan mentah yang terlalu kecil akan menyebabkan rongga udara berkurang sehingga timbunan menjadi lebih mampat dan pasokan oksigen ke dalam timbunan akan semakin berkurang. Jika pasokan oksigen berkurang, mikroorganisme yang ada di dalamnya tidak bisa bekerja secara optimal (Djuarnani et al, 2008). Ukuran bahan yang dianjurkan pada pengomposan aerobik antara 1-7,5 cm (Yuwono, 2006). b. Rasio C/N Rasio C/N bahan organik merupakan faktor penting dalam pengomposan. Hal ini karena pengomposan tergantung pada kegiatan mikroba yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi. Jika rasio C/N tinggi, maka aktivitas biologi mikroorganisme untuk

17 41 menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memiliki mutu yang rendah, jika rasio C/N terlalu rendah (kurang dari 30), kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatilasi sebagai amonia atau terdenitrifikasi (Djuarnani et al. 2008). c. Komposisi Bahan Untuk mendapatkan rasio C/N sebesar 30, dilakukan dengan cara mencampur beberapa jenis bahan. Caranya dengan membuat perbandingan yang sangat bervariasi, misalnya 1 bagian bahan yang mempunyai kandungan unsur karbon yang tinggi dengan 2 bagian bahan yang mengandung kandungan unsur karbon yang tinggi dengan 2 bagian bahan yang mengandung karbon yang rendah (Yuwono, 2006). Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat. Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan kotoran hewan. Ada juga yang menambah bahan makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme sehingga selain dari bahan organik, mikroorganisme juga mendapatkan bahan tersebut dari luar (Indiriani, 2007). d. Kelembaban dan Aerasi Semua organisme memerlukan air untuk hidup. Pada kadar air di bawah 30% berdasarkan pada berat segar bahan, reaksi biokimia dalam tumpukan bahan kompos sangat

18 42 lambat. Pada kadar air yang terlalu tinggi ruang antar partikel bahan menjadi terpenuhi oleh air dan mencegah pergerakan udara dalam tumpukan bahan. Laju dekomposisi bahan organik bergantung pada kelembaban dan aerasi yang mendukung aktivitas mikroorganisme. Kelembaban bahan kompos dapat berkisar antara 40% -100%, tetapi kelembaban yang optimum untuk pengomposan aerobik berkisar antara 50-60% (Sangatana and Sangatanan, 1987; Mitchel, 1992). Kadar air berbagai bahan yang direkomendasikan agar proses pembuatan kompos berjalan baik tertera pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Kadar air berbagai bahan kompos yang direkomendasikan Bahan Kadar Air (%) Jerami Serbuk Gergaji Sekam Sampah Kota Pupuk Kandang Sumber : Djuarnani et al Kisaran kelembaban kompos yang baik harus dipertahankan karena jika tumpukan terlalu lembab, proses pengomposan menjadi lebih lambat. Kelebihan kandungan air akan menutupi rongga udara dalam tumpukan bahan kompos sehingga kadar oksigen yang ada berkurang. Namun, jika tumpukan terlalu kering, proses pengomposan, akan terganggu karena mikroorganisme perombak sangat membutuhkan air.

19 43 Udara mutlak diperlukan oleh mikroba aerobik. Pada pengomposan aerobik dikondisikan agar setiap bagian kompos mendapatkan suplai udara yang cukup. Aerasi yang tidak seimbang akan menyebabkan timbunan berada dalam keadaan anaerob dan akan menyebabkan bau busuk dari gas yang banyak mengandung belerang (Djuarnani et al. 2008). e. Temperatur Temperatur ideal untuk pengomposan aerobik adalah C (Yuwono, 2006). Pada pengomposan secara aerobik akan terjadi kenaikan temperatur yang cukup kuat selama 3-5 hari pertama dan temperatur kompos dapat mencapai C Kisaran temperatur tersebut merupakan yang terbaik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Pada kisaran temperatur ini, mikroorganisme dapat tumbuh tiga kali lipat dibandingkan dengan temperatur yang kurang dari 55 0 C. Selain itu, pada temperatur tersebut enzim yang dihasilkan juga paling efektif menguraikan bahan organik. Penurunan rasio C/N juga dapat berjalan dengan sempurna. (Djuarnani, et al. 2008). Pengomposan pada bahan yang memiliki rasio C/N tinggi seperti jerami padi atau jerami gandum, peningkatan temperatur tidak dapat melebihi 52 0 C keadaan ini menunjukkan bahwa peningkatan temperatur juga tergantung dari tipe bahan yang digunakan.

20 44 f. Keasaman (ph) Keasaman atau ph dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Kisaran ph pengomposan aerobik yang optimal adalah 6,0-8,0. derajat keasaman bahan pada permukaan pengomposan umumnya asam sampai dengan netral (ph 6,0-7,0). Jika derajat keasaman terlalu tinggi atau terlalu basah konsumsi oksisgen akan naik dan akan memberikan hasil yang buruk bagi lingkungan. Derajat keasamaan ang terlalu tinggi juga akan menyebabkan unsur nitrogen dalam bahan kompos berubah menjadi amonia. Sebaliknya, dalam keadaan asam akan menyebabkan sebagian mikroorganisme mati (Yuwono, 2006). g. Pengadukan / Pembalikan Pengadukan sangat diperlukan agar cepat tercipta kelembaban yang dibutuhkan saat proses pengomposan berlangsung. Pengadukanpun dapat menyebabkan terciptanya udara di bagian timbunan, terjadinya penguraian bahan organik yang mampat, dan proses penguraian berlangsung merata. Hal ini terjadi karena lapisan pada bagian tengah tumpukan akan terjadi pengomposan cepat. Pembalikan sebaiknya dilakukan dengan cara pemindahan lapisan atas ke lapisan tengah, lapisan tengah ke lapisan bawah dan lapisan bawah ke lapisan atas (Musnamar dan Ismawati, 2006).

21 45 h. Mikroorganisme Dilihat dari fungsinya, mikroorganisme mesofilik yang hidup pada temperatur rendah ( C) berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mempercepat proses pengomposan. Sementara itu, bakteri termofilik yang hidup pada temperatur tinggi ( C) yang tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi untuk mengonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat (Djuarnani et al. 2008). Kondisi optimal untuk proses pengomposan menurut Rynk, (1992) adalah seperti disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Kondisi optimal proses pengomposan Uraian Kondisi yang bisa diterima Ideal Rasio C/N Kelembaban Ukuran partikel ph Suhu Konsentrasi oksigen tersedia Densitas (kg/m 3 ) 20:1 s/d 40: % 1 inchi 5,5-9, C >5% <0, : % berat Bervariasi 6,5-8, C >10% - Produk dari proses pengomposan Kualitas kompos sangat ditentukan oleh tingkat kematangan kompos, di samping kandungan logam beratnya. Bahan organik yang tidak tedekomposisi secara sempurna akan menimbulkan efek yang merugikan pertumbuhan tanaman. Pemberian kompos yang belum matang ke dalam tanah dapat menyebabkan terjadinya persaingan bahan nutrien antara

22 46 tanaman dan mikroorganisme tanah. Keadaan ini dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Menurut Djuarnani et al. (2008) secara umum kompos yang sudah matang dapat dicirikan dengan sifat sebagai berikut: 1. Berwarna coklat tua hingga hitam dan remah 2. Tidak larut dalam air, meskipun sebagian dari kompos bisa membentuk suspensi 3. Sangat larut dalam pelarut alkali, natrium pirifosfat atau anonium oksalat dengan menghasilkan ekstrak berwarna gelap dan dapat difraksinasi lebih lanjut menjadi zat humic, fulfic dan humic. 4. Rasio C/N sebesar 20-40, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasi 5. Memiliki kapasitas pemindahan kation dan absorpsi terhadap air yang tinggi. 6. Jika digunakan pada tanah, kompos dapat memberikan efek menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Nilai pupuknya ditentukan oleh kandungan nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium. 7. Memiliki temperatur yang hampir sama dengan temperatur udara 8. Tidak mengandung asam lemak yang menguap 9. Tidak berbau

PENDAHULUAN. dalam tiga dasawarsa terakhir telah mencapai tingkat rendah bahkan sangat rendah.

PENDAHULUAN. dalam tiga dasawarsa terakhir telah mencapai tingkat rendah bahkan sangat rendah. 19 PENDAHULUAN Latar Belakang Kandungan bahan organik tanah pada sebagian besar lahan pertanian di Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir telah mencapai tingkat rendah bahkan sangat rendah. Menurut Karama,

Lebih terperinci

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi Latar Belakang Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi dan menonjol dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia, kecuali Cina, Jepang, dan Korea. Namun keberhasilan

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pupuk Organik Unsur hara merupakan salah satu faktor yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan pupuk sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang kesuburannya, hal tersebut dikarenakan penggunaan lahan dan pemakaian pupuk kimia yang terus menerus tanpa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas andalan yang berperan penting bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di Indonesia mencapai 1.774.463

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Menurut Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

PENGOMPOSAN JERAMI. Edisi Mei 2013 No.3508 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

PENGOMPOSAN JERAMI. Edisi Mei 2013 No.3508 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian PENGOMPOSAN JERAMI Dahulu, pada waktu panen padi menggunakan ani-ani, maka yang dimaksud dengan jerami adalah limbah pertanian mulai dari bagian bawah tanaman padi sampai dengan tangkai malai. Namun saat

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 1, Januari 2010, Halaman 43 54 ISSN: 2085 1227 Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DENGAN MOL LIMBAH ORGANIK Dini Rohmawati Jurdik Kimia, FMIPA UNY

PEMBUATAN KOMPOS DENGAN MOL LIMBAH ORGANIK Dini Rohmawati Jurdik Kimia, FMIPA UNY PEMBUATAN KOMPOS DENGAN MOL LIMBAH ORGANIK Dini Rohmawati Jurdik Kimia, FMIPA UNY Pendahuluan Salah satu sumber bahan organik yang dapat dikembalikan ke tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut 29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut mengandung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kompos adalah zat akhir suatu proses fermentasi tumpukan sampah/serasah tanaman dan adakalanya pula termasuk bangkai binatang. Sesuai dengan humifikasi fermentasi suatu pemupukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak

TINJAUAN PUSTAKA. diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak TINJAUAN PUSTAKA Sampah Sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan, telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak bermanfaat, dari segi ekonomi sudah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu tanaman pangan dan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu tanaman pangan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu tanaman pangan dan sumber protein nabati yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Permintaan kedelai dari tahun ke

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat alternatif karena memiliki kandungan karbohidrat dan kalori yang cukup tinggi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup tidak bisa dipisahkan dari sebuah pembangunan. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang makin meningkat drastis akan berdampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan menunjukkan dampak positif terhadap kenaikan produksi padi nasional. Produksi padi nasional yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMBUATAN PUPUK ORGANIK BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk sayuran unggulan nasional yang dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat, namun belum banyak keragaman varietasnya, baik varietas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Limbah Pertanian. menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Limbah Pertanian. menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos Limbah Pertanian Pengomposan merupakan salah satu metode pengelolaan sampah organik menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos. Pengomposan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang dibudidayakan secara komersial di daerah tropis. Hampir setiap hari produk ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura berjenis umbi lapis yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, sistem berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sedang digalakkan dalam sistem pertanian di Indonesia. Dengan semakin mahalnya

Lebih terperinci

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami definisi pupuk kandang, manfaat, sumber bahan baku, proses pembuatan, dan cara aplikasinya Mempelajari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup banyak digemari, karena memiliki kandungan gula yang relatif tinggi

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Medan, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Pada ketinggian tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gandum (Triticum aestivuml.) termasuk tanaman serealia dari family Poaceae yang berasal dari daerah subtropis. Salah satu keunggulan gandum adalah kandungan glutennya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kulit Buah Kakao Ada empat fungsi media tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri lainnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN PENDAHULUAN Tanah yang terlalu sering di gunakan dalam jangka waktu yang panjang dapat mengakibatkan persediaan unsur hara di dalamnya semakin berkurang, oleh karena itu pemupukan merupakan suatu keharusan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Limbah 2.1.1 Limbah Ternak Limbah adalah bahan buangan yang dihasilkan dari suatu aktivitas atau proses produksi yang sudah tidak digunakan lagi pada kegiatan/proses tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (±

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (± 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (± 45 hari), termasuk dalam famili Brassicaceae. Umumnya, pakchoy jarang dimakan mentah,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20.

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20. PENDAHULUAN Selama ini para petani telah banyak memanfaatkan bahan organik sebagai pupuk di lahan pertanian, karena bahan tersebut merupakan bahan yang cepat melapuk. Salah satu contoh bahan organik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, karena memiliki kandungan gizi cukup,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat,

TINJAUAN PUSTAKA. antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat, TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Beberapa masalah fisik yang sering dijumpai dalam pemanfaatan ultisol antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat, permeabilitas yang lambat dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus bermunculannya berbagai jenis industri yang mengolah bahan baku yang

I. PENDAHULUAN. terus bermunculannya berbagai jenis industri yang mengolah bahan baku yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Perkembangan pada sektor industri pertanian dan perkebunan ditandai dengan terus bermunculannya berbagai jenis industri yang mengolah bahan baku yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan pakannya berupa hijauan. Pakan hijauan dengan kualitas baik dan kuantitas yang cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan sampah yang diolah tidak seimbang. Sampah merupakan

Lebih terperinci

NERACA HARA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO

NERACA HARA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO NERACA HARA KEBUN KAKAO PRODUKSI = f (Tanaman, Tanah, Air, Cahaya) Tanaman = bahan tanam (klon, varietas, hibrida) Tanah = kesuburan tanah Air = ketersediaan air Cahaya = intensitas cahaya KOMPOSISI TANAH

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC 1 PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu. Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pupuk kimia merupakan bahan kimia yang sengaja diberikan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada umumnya mengandung

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Organik Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. Buah nenas merupakan produk terpenting kedua setelah pisang. Produksi nenas mencapai 20%

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan oleh para petani di Indonesia. Kacang hijau dapat dikonsumsi dalam berbagai macam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ampas Tebu. memiliki tinggi batangnya yang dapat mencapai 3-5 meter atau lebih. Termasuk

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ampas Tebu. memiliki tinggi batangnya yang dapat mencapai 3-5 meter atau lebih. Termasuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ampas Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini dapat tumbuh didaerah beriklim tropis. Tanaman tebu memiliki tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan pertambahan penduduk. Kenaikan konsumsi ini tidak dapat dikejar oleh produksi dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Padi. secara langsung atau melalui persemaian lebih dulu. Tanaman padi adalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Padi. secara langsung atau melalui persemaian lebih dulu. Tanaman padi adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi Tanaman padi termasuk keluarga rumput-rumputan dan ditanami dari biji secara langsung atau melalui persemaian lebih dulu. Tanaman padi adalah tanaman semusim. Bentuk

Lebih terperinci

PENGOLAHAN PUPUK PADAT DAN CAIR OLEH PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA

PENGOLAHAN PUPUK PADAT DAN CAIR OLEH PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA PENGOLAHAN PUPUK PADAT DAN CAIR OLEH PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA PENDAHULUAN Petani pakai pupuk kimia Tekstur & struktur tanah ( sulit diolah & asam) Mobilisasi unsur hara Suplai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung Manis. Tanaman jagung manis diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae (Tumbuhan),

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung Manis. Tanaman jagung manis diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae (Tumbuhan), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae (Tumbuhan), Divisi Spermatophyta (Tumbuhan berbiji), Subdivisi Angiospermae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berskala besar seperti limbah industri rokok, industri kertas, dan industri

BAB I PENDAHULUAN. yang berskala besar seperti limbah industri rokok, industri kertas, dan industri BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semakin meningkatnya sektor industri di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan perekonomian dan taraf hidup penduduk Indonesia, akan tetapi dengan munculnya berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci