BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Profil Trans Jogja Salah satu usaha yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan transportasi di Yogyakarta adalah pengoperasian Trans Jogja sebagai moda transportasi terpadu. Trans Jogja melayani penumpang pada beberapa koridor jalan-jalan utama di Yogyakarta. Namun dalam perjalanannya masih ditemukan keluhan-keluhan dari pengguna Trans Jogja yang menunjukkan masih terdapat beberapa masalah dalam pengoperasiannya. Trans Jogja merupakan pelayanan transportasi publik yang bersubsidi dengan menerapkan Buy The Service. Sistem ini didasarkan pada kontrak kerjasama yang dilakukan konsorsium (PT. Jogja Tugu Trans) dengan UPTD Trans Jogja dan tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat memiliki harapan besar dalam pengembangan pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Operasional Trans Jogja dimulai pukul sampai dengan pukul setiap harinya, dalam usahanya melayani penumpang manajemen Trans Jogja menempatkan masing-masing dua orang petugas di sebuah shelter dan dua orang petugas di dalam bus sebagai supir dan juga petugas yang memandu naik dan turunnya penumpang, waktu tunggu bus dengan trayek yang sama adalah selama maksimal 15 menit, misalnya bus 1A melintas di shelter X maka untuk menunggu kedatangan bus 1A kembali dibutuhkan waktu 15 menit, sedangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh penumpang untuk menggunakan fasilitas Trans Jogja 56

2 57 adalah sebesar Rp ,- untuk satu kali perjalanan dari shelter asal hingga shelter tujuan. Manajemen Trans Jogja juga memberikan fasilitas kartu elektronik langganan, setiap orang bebas untuk memiliki kartu tersebut dengan persyaratan yang tidak terlalu rumit cukup dengan mengisi formulir permohonan, dan membayar sejumlah uang untuk mengisi saldo kartu yang terdiri dari jumlah Rp , , dan bagi penumpang yang memiliki fasilitas kartu tersebut biaya yang dikenakan sekali perjalanan hanya Rp ,- ditambah dengan fasilitas free charge apabila penumpang turun selama satu jam dan kemudian sebelum satu jam kembali menggunakan Trans Jogja. Secara umum, Trans Jogja beroperasi melalui rute-rute jalan utama di Yogyakarta, dan rute-rute yang dilalui di dalam Kota Yogyakarta. Untuk lebih mempermudah penumpang dalam menghafalkan jalur, setiap 2 jalur akan melewati rute yang sama, dengan arah yang berlawanan. Misalnya, jalur 1A akan melewati jalur yang kurang lebih sama dengan jalur 1B, hanya dalam perbedaan arah. Trans Jogja diimplementasikan untuk pertama kalinya pada tahun 2008 untuk mengatasi permasalahan transportasi di Yogyakarta. Permasalahannya antara lain sebagai berikut: a. Tingginya tingkat pertumbuhan lalu lintas sedangkan tingkat pertumbuhan jalan rendah. b. Model transportasi yang terdahulu, kebanyakan dimiliki oleh perusahaan pribadi, layanan dinilai kurang memuaskan. c. Pertumbuhan tinggi pada jenis sepeda motor, /bulan. d. Pertumbuhan generasi baru pusat lalu lintas.

3 58 e. Tingginya tingkat polusi udara. f. Tingginya tingkat biaya operasi kendaraan. Sistem pelayanan Trans Jogja dibuat untuk meningkatkan sistem transportasi umum di Yogyakarta. Oleh sebab itu aksesibilitas, keterjangkauan, kenyamanan, dan ketersediaan diintegrasikan dalam suatu sistem yang memuat sebagai berikut: a. Cakupan layanan Trans Jogja melayani daerah Yogyakarta mencakup wilayah utara, selatan, timur, barat pada kota Yogyakarta pada jalan arteri. b. Shelter Shelter Trans Jogja dirancang sesuai dengan yang ditunjukkan gambar 4.1. Gambar tersebut menunjukkan bahwa shelter dibuat tinggi agar sejajar dengan ketinggian bus. c. Kendaraan Gambar 2. Shelter Bus Trans Jogja Untuk memenuhi kualitas pelayanan kepada penumpang, bus Trans Jogja dirancang berbeda dari transportasi umum reguler lainnya. Spesifikasi bus Trans Jogja dapat dilihat dari Tabel 3.

4 59 Tabel 3. Spesifikasi Bus Trans Jogja No Kategori Spesifikasi 1 Tipe Bus Sedang, kendaraan baru (<1 tahun) 2 Kapasitas bus 22 kursi + 1 supir + 22 berdiri 3 Model Bus Kota 4 Dimensi a. Panjang b. Lebar c. Tinggi Sumber : Dinas Perhubungan (2008) P= mm L= mm T= mm d. Trayek Gambar 3. Bus Trans Jogja Secara umum, Trans Jogja beroperasi melalui rute-rute jalan utama di Yogyakarta, dalam kota Yogyakarta (perluasan trayek ke daerah Bantul dan Sleman). Sumber: Dishubkominfo Provinsi DIY, 2013 Gambar 4. Rute Perjalanan Bus Trans Jogja

5 60 Untuk lebih mempermudah penumpang dalam menghafalkan jalur, setiap 2 jalur akan melewati rute yang sama, dengan arah yang berlawanan. Jalur yang dilewati tidak selalu sama sebab kondisi jalan yang berbeda. Misalnya karena ada beberapa ruas jalan yang hanya satu arah. Kondisi lain yang perlu diketahui bahwa tidak semua halte berada selalu berseberangan, walaupun rata-rata berada tidak jauh satu sama lain.sampai dengan saat ini, ada 6 (enam) jalur Trans Jogja yang beroperasi yaitu: 1) Jalur 1A Candi Prambanan - Bandara Adisutjipto-Jembatan Layang Janti -Ambarukmo Plaza - UIN Sunan Kalijaga-Saphir Square - Bioskop XXI - Rumah Sakit (RS) Bethesda - Toko Buku (TB) Gramedia - Hotel Santika - Kantor Kedaulatan Rakyat - Stasiun Tugu - Jalan Malioboro - Pasar Beringharjo - Benteng Vredeburg - Monumen 1 Maret - Kantor Pos Besar - Keraton Yogyakarta - Alun-Alun Utara - Taman Parkir Bank Indonesia - Taman Pintar Gondomanan - Pasar Sentul - Jalan Taman Siswa - Taman Makam Pahlawan Kusumanegara - Balaikota Yogyakarta - Kebun Binatang Gembira Loka - Jogja Expo Center (JEC) - Jembatan Janti - kembali ke arah kalasan, Bandar Udara Adi Sucipto sampai Terminal Prambanan. 2) Jalur 1B Terminal Prambanan Kalasan Bandara Adisucipto Maguwoharjo Janti (lewat bawah) - Blok O JEC Babadan Gedongkuning -Gembira Loka SGM - Pasar Sentul Gondomanan - Kantor Pos Besar - RS PKU Muhammadiyah - Pasar Kembang Badran -Bundaran Samsat Kota

6 61 Yogyakarta Pingit Tugu - TB Gramedia -Bundaran UGM Kolombo Demangan - UIN Sunan Kalijaga Janti Maguwoharjo - Bandara Adisucipto Kalasan - Terminal Prambanan. 3) Jalur 2A Terminal Jombor Monjali Tugu - Stasiun Tugu Malioboro - Kantor Pos Besar Gondomanan - Jokteng Wetan Tungkak Gambiran Basen Rejowinangun Babadan Gedongkuning -Gembira Loka SGM Cendana - Mandala Krida Gayam -Jembatan Layang Lempuyangan Kridosono - Duta Wacana Galeria - TB Gramedia - Bunderan UGM Kolombo - Gejayan-Terminal Condong Catur Kentungan Monjali - Terminal Jombor. 4) Jalur 2B Terminal Jombor Monjali Kentungan - Terminal Condong Catur Gejayan Kolombo - Bundaran UGM - TB Gramedia Kridosono - Duta Wacana - Jembatan Layang Lempuyangan Gayam - Mandala Krida Cendana SGM - Gembira Loka Babadan Gedongkuning Rejowinangun Basen Tungkak - Jokteng Wetan Gondomanan - Kantor pos besar-rs PKU Muhammadiyah Ngabean Wirobrajan BPK Badran - Bundaran Samsat Kota Yogyakarta Pingit Tugu Monjali - Terminal Jombor. 5) Jalur 3A Terminal Giwangan Tegalgendu - HS Silver - Pegadaian Kotagede Basen Rejowinangun Babadan- Gedongkuning JEC - Blok O -Janti (lewat atas) Maguwoharjo - Ringroad Utara - Terminal Condong Catur Kentungan - MM UGM - Mirota Kampus Terban Gondolayu Tugu Pingit - Bundaran

7 62 Samsat Kota Yogyakarta Badran - Pasar Kembang - Stasiun Tugu Malioboro - Kantor Pos Besar - RS PKU Muhammadiyah Ngabean - Jokteng Kulon - Plengkung Gading - Jokteng Wetan Tungkak Wirosaban Tegalgendu - Terminal Giwangan. 6) Jalur 3B Terminal giwangan Tegalgendu Wirosaban Tungkak - Jokteng Wetan - Plengkung Gading - Jokteng Kulon Ngabean - RS PKU Muhammadiyah - Pasar Kembang Badran - Bundaran Samsat Kota Yogyakarta Pingit Tugu Gondolayu - Mirota Kampus - MM UGM Kentungan - Terminal Condong Catur - Ringroad Utara Maguwoharjo - Bandara Adisucipto Maguwoharjo - Janti (lewat bawah) - Blok O JEC Babadan - Gedongkuning- Rejowinangun Basen - Pegadaian Kotagede - HS Silver Tegalgendu - Terminal Giwangan. Untuk jalur 4A dan 4 B yang beroperasi mulai Oktober 2010 lalu, telah ditutup pada Oktober e. Tiket Perjalanan Trans Jogja 1) Tiket Single Trip Sumber: Dishubkominfo DIY, 2013 Gambar 5.Tiket Single Trip

8 63 a) Tiket sebesar Rp ,00 untuk setiap perjalanan. b) Penumpang membeli tiket single trip di semua lokasi halte. c) Penumpang menerima tiket single trip dan tiket siap digunakan. 2) Tiket Reguler Umum Sumber: Dishubkominfo DIY, 2013 Gambar 6. Tiket Reguler Umum a) Tiket sebesar Rp.2.700,00 untuk setiap perjalanan. b) Penumpang membeli tiket reguler di halte bertanda POS/Card Center (Dinas Perhubungan Prov.DIY). c) Penumpang menerima tiket reguler sesuai nominal yang dibeli dan siap digunakan. d) Pilihan nominal pulsa/isi ulang Rp ,-, Rp , Rp ,-, dan Rp ,-.

9 64 3) Tiket Reguler Pelajar Sumber: Dishubkominfo DIY, 2013 Gambar 7. Tiket Reguler Pelajar a) Tiket sebesar Rp ,00 untuk setiap perjalanan. b) Pelajar mendaftar secara kolektif di sekolah. c) Pihak sekolah menghubungi Dinas perhubungan propinsi DIY dan petugas akan datang ke sekolah. d) Petugas menyerahkan tiket di sekolah dan tiket siap digunakan. e) Kartu tiket perdana bernilai Rp ,-. f) Pilihan nominal pulsa/isi ulang Rp ,-, Rp , Rp ,-, dan Rp ,-. Smartcard ini dapat dikategorikan indikator evaluasi William Dunn tentang dualitas nilai, dikarenakan cara ini mempunyai tujuan dan kualitas ganda. Smartcard hadir untuk memberikan paket harga sesuai dengan jenjang dan kondisi ekonomi penggunanya. Ini juga dimaksudkan untuk menarik masyarakat agar tertarik menggunakan Trans Jogja. Berdasarkan hasil evaluasi kinerja layanan Trans Jogja tahun 2011 sebagaimana disajikan dalam Tabel 4. yaitu hasil pengukuran load factor.

10 65 Tabel 4. Hasil Pengukuran Load Factor Tahun 2011 Trayek (%) Menuju Ruas Pengamatan Arah 1A 1B 2A 2B 3A 3B Jl. Imogiri Utara 19,06 15,00 Jl.Imogiri Selatan 8,00 20,83 Jl. Kusumanegara Barat 32,66 23,93 Jl. Kusumanegara Timur 23,64 61,11 Jl. Sultan Agung Barat 20,00 Jl. Sultan Agung Timur 18,06 Jl. Wahid Hasyim Utara 14,06 15,63 Jl.Wahid Hasyim Selatan 14,06 13,75 Jl. HOS. Cokroaminoto Utara 14,72 Jl. Kaliurang Utara 21,56 Jl.Kaliurang Selatan 24,64 Jl.Adisucipto Barat 57,95 Jl.Adisucipto Timur 15,71 Rata-rata 33,20 22,80 23,90 12,20 16,40 18,30 Sumber : Dishubkimfo, Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa trayek dengan load factor sangat rendah. Oleh sebab itu efektivitas dari pengoperasian bus pada beberapa trayek juga menjadi belum optimal. Terlihat bahwa load factor terbesar hanya 61,11% yang dialami Trayek 2B pada Jl. Kusumanegara menuju arah Timur, sedangkan load factor terendah berada pada Trayek 3A pada Jl. Imogiri menuju arah Selatan sebesar 8,00%. Rata-rata dari setiap trayek yaitu pada trayek 1A sebesar 33,20% dan untuk trayek 1B sebesar 22,80%. Pada trayek 2A load factor sebesar 23,90%, sedangkan untuk trayek 2B hanya sebesar 12,20. Pada trayek 3A rata-rata load factor sebesar 16,40% dan untuk trayek 3B sebesar 18,30%.

11 66 Load factor ini juga dapat dikategorikan indikator evaluasi pelaksanaan kebijakan William Dunn tentang orientasi masa kini dan masa lampau. Dapat dikatakan load factor ini menjadi acuan bagaimana jumlah, kepadatan shelter, dan pengguna Trans Jogja dari waktu ke waktu. Apabila rendah prosentasenya, berarti peminat Trans Jogja masih sedikit, begitupula sebaliknya. Berkaitan dengan kebijakan, landasan kebijakan Trans Jogja sendiri adalah Perda No 1 Tahun 2008 serta Undang-undang nomer 22 tahun 2009 tentang angkutan jalan. Undang undang adalah aturan negara, dikarenakan setiap daerah mempunyai otonomi daerah, muncullah Perda yang memungkinkan daerah mengatur dan mengoptimalkan suatu kebijakan itu sendiri. Trans Jogja disini adalah bentuk otonomi daerah yang mana di dalam undang-undang sudah tercantum bahwa angkutan umum adalah salah satu transportasi potensial penggerak perekonomian, sehingga Trans Jogja ini merupakan bentuk transformasi angkutan dalam kota yang ramah, aman, dan nyaman sesuai dengan motto Trans Jogja yang juga tercantum dalam Perda. Pada sisi lain, apabila dilihat dari aspek kelembagaan pengelolaan Trans Jogja dijalankan oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika DIY. Unit Pelaksana Teknis Daerah atau UPTD Trans Jogja ialah contracting agency dan PT. Jogja Tugu Trans ialah operator pengelola bus Trans Jogja.

12 67 Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta Unit Pelaksana Teknis Daerah Trans Jogja PT. JOGJA TUGU TRANS TTRANS (PT. JTT) Sumber: Dishubkominfo DIY, 2013 Gambar 8. Kelembagaan Trans Jogja Eksisting Selanjutnya, relasi kelembagaan dalam penyelenggaraan Trans Jogja ditunjukkan pada gambar berikut : DPRD DPRD Prov.DIY Gubernur DIY Organda DIY PemProv DIY PT. JOGJA Dishub DIY Kontrak 7 tahun DEWAN PENGAWAS PT. JOGJA TUGU UPTDTrans Jogja OPERATOR Sumber: Dishubkominfo DIY, Gambar 9 Skema Kelembagaan Trans Jogja

13 68 Berdasarkan Gambar 9 menunjukkan bahwa adanya struktur tersebut, masing-masing pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Trans Jogja memiliki tugas dan tanggung jawab yang juga diatur dalam MOU kerjasama, sebagai berikut: 1) Dewan Pengawas Dewan pengawas memiliki tugas untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian kerja sama, menetapkan standar kualitas pelayanan, serta mengendalikan pendapatan dari kegiatan operasionalisasi bus Trans Jogja yang bersumber dari hasil penjualan tiket. Tugas dewan pengawas tersebut dapat dilihat ditujukan untuk membuat pelaksanaan tanggung jawab pihak PT. Jogja Tugu Trans maupun UPTD Trans Jogja tetap pada koridornya masing-masing sehingga kualitas pelayanan bus Trans Jogja tetap terjaga. 2) Operasional PT. Jogja Tugu Trans Pengoperasian armada sesuai jumlah, jadwal dan SPM, yaitu tugas dan tanggung jawab PT. Jogja Tugu Trans untuk memanfaatkan secara optimal seluruh armada bus Trans Jogja yang telah ditentukan jumlah, jadwal, dan SPMnya. Jumlah armada bus Trans Jogja saat ini adalah 54 unit yang dioperasikan mulai pukul WIB sampai WIB dengan jarak antar bus maksimal 15 menit. Adapun kewajiban yang harus dilakukan yaitu: a) Memelihara sarana (kebersihan, kelayakan, kenyamanan sesuai SPM), yaitu tugas dan tanggung jawab PT JTT untuk memelihara sarana penunjang pelayanan Trans Jogja sehingga tetap bersih, layak, dan nyaman sesuai SPM pelayanan yang telah ditentukan.

14 69 b) Menjamin keamanan dan kenyamanan penumpang, yaitu tugas dan tanggung jawab PT. Jogja Tugu Trans untuk menyelenggarakan pelayanan bus yang tidak hanya menjamin kenyamana penumpang, tetapi juga keamanan. Keamanan yang dimaksud berkaitan dengan keamanan bus dari tindak kejahatan maupun keamanan dari keselamatan jiwa penumpang; c) Menggaji sopir bus, yaitu tugas dan tanggung jawab PT. Jogja Tugu Trans untuk membayarkan hak dari sopir armada bus Trans Jogja sebagai bagian dari karyawan PT JTT. 3) Operasional Unit Pelaksana Teknis Daerah Trans Jogja a) Menyediakan dan memelihara prasarana (shelter, bus lane, mesin tiket dll), yaitu tugas dan tanggung jawab UPTD Trans Jogja untuk menyediakan prasarana yang diperlukan PT. Jogja Tugu Trans dalam operasionalisasi pelayanan Trans Jogja. b) Melakukan promosi, yaitu tugas dan tanggung jawab UPTD Trans Jogja untuk mempromosikan pelayanan Trans Jogja pada masyarakat, termasuk upaya untuk bekerja sama dengan pihak lain dalam melakukan promosi tersebut. c) Melakukan pengawasan pelaksanaan SPM, yaitu tugas dan tanggung jawab UPTD Trans Jogja untuk mengawasi pelaksanaan tanggung jawab PT. Jogja Tugu Trans dalam memenuhi SPM ketika menyelenggarakan pelayanan Trans Jogja.

15 70 d) Melakukan pembayaran Biaya Operasional Kendaraan, yaitu tugas dan tanggung jawab UPTD Trans Jogja untuk membayar BOK yang diklaim oleh PT JTT sebagai bentuk insentif sesuai ketentuan yang disepakati. e) Memungut tiket, yaitu tugas dan tanggung jawab UPTD Trans Jogja untuk menentukan mekanisme tiket, baik harga maupun jenisnya, serta mengelola seluruh hasil penjualan tiket. f) Melakukan evaluasi dan pengembangan sistem, yaitu tugas dan tanggung jawab UPTD Trans Jogja untuk mengevaluasi sistem penyelenggaraan pelayanan Trans Jogja yang telah dilakukan untuk kemudian merumuskan perbaikannya. B. Deskripsi Data Hasil Penelitian 1. Konsep kerjasama penyelenggaraan UPTD Trans Jogja dengan PT. Jogja Tugu Trans Kerja sama antara UPTD Trans Jogja Dishubkominfo Pemerintah DIY dengan PT Jogja Tugu Trans dalam pengelolaan layanan Trans Jogja secara resmi dimulai sejak tahun 2008 dengan penandatanganan perjanjian kerja sama nomor: 4/PERJ/GUB/II/2008 dan nomor: 31/JTT/G/II-2008 tentang Pengelolaan Sistem Pelayanan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum Wilayah Perkotaan dengan Sistem buy the service di DIY. Perjanjian kerja sama tersebut selalu diperbaharui setiap tahunnya. Berikut merupakan penuturan pihak PT. Jogja Tugu Trans mengenai hal tersebut: Kontraknya yang kita sepakati selama 7 tahun dari 2008 sampai 2015.Perjanjian kerja sama selama 7 tahun ini menggunakan anggaran dari APBD. APBD kan ditetapkan pertahun makanya diimplementasikan dalam kontrak per satu tahun. Jadi tiap tahun kita ada kontrak, karena berkaitan dengan anggaran tiap satu tahunnya walaupun di perjanjian kerjasama

16 71 tersebut sudah dianggarkan selama 7 tahun berapa besarnya. (Wawancara dengan Bapak Septa pada tanggal 20 Juni 2014). Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa kerja sama antara UPTD Trans Jogja dengan PT. Jogja Tugu Trans disepakati akan berlangsung untuk jangka waktu 7 tahun, yaitu mulai tahun 2008 sampai dengan tahun Terkait dengan penggunaan dana APBD dalam pelaksanaan kerja sama tersebut, maka dalam hal ini setiap tahun dilakukan penandatanganan kontrak baru di antara kedua belah pihak meskipun sejak awal anggaran dari APBD telah disepakati besaran jumlahnya untuk 7 tahun. Penyelenggaraan bus Trans Jogja dijalankan oleh UPTD Trans Jogja sedangkan operator yang melayani adalah PT. Jogja Tugu Trans. Pengelolaan bus Trans Jogja didasarkan pada perjanjian kerja sama tersebut. Apabila dilihat dari nama perjanjiannya, dapat dilihat bahwa dalam perjanjian kerja sama tersebut memuat istilah buy the service. Pengertian sistem buy the service dalam perjanjian kerjasama ini adalah sistem pembelian pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah DIY kepada operator angkutan perkotaan. Hal demikian menunjukkan bahwa pelaksanaan kerja sama tersebut diharapkan dapat membuat sistem pengelolaan bus kota yang sebelumnya berbasis pada sistem setoran menjadi lebih baik dengan penerapan sistem buy the service. Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Bus Trans Jogja secara garis besar mengatur mengenai beberapa hal bahwa para pihak sepakat mengadakan kerja sama pengelolaan sistem pelayanan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum wilayah perkotaan dengan sistem buy the service di Daerah Istimewa

17 72 Yogyakarta. Sementara tujuan dari perjanjian kerjasama pengelolaan bus Trans Jogja adalah: a. Memperbaiki sistem transportasi angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum wilayah perkotaan di DIY. b. Mengurangi kemacetan lalu lintas di wilayah DIY. c. Meningkatkan keamanan, kenyamanan dan ketepatan waktu dalam pelayanan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum wilayah perkotaan dengan sistem buy the service. d. Memberikan fasilitas kepada masyarakat dalam rangka menyediakan transportasi yang murah dan terjangkau. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan perjanjian dimaksudkan untuk pengelolaan Trans Jogja. Salah satu hal penting yang dapat dilihat adalah adanya sepakat mengadakan kerja sama. Hal demikian menunjukkan bahwa tidak hanya upaya kerja sama yang telah disepakati untuk dilaksanakan, tetapi seluruh aturan main dalam kerja sama tersebut juga merupakan bentuk kesepakatan kedua belah pihak sehingga seharusnya dilaksanakan dengan baik. Termasuk pula poin-poin dalam perjanjian kerja sama. Pada sisi lain, beberapa tujuan yang dirumuskan dalam perjanjian kerja sama tersebut akan menjadi penanda atas keberhasilan dari pelaksanaan kerja sama. Apabila tujuan tersebut seluruhnya tercapai maka dapat dikatakan kerja sama berjalan optimal. Sebaliknya, apabila terdapat tujuan yang belum tercapai maka dapat dikatakan terdapat suatu hal dalam pelaksanaan perjanjian yang belum berjalan baik.

18 73 Kerja sama pemerintah DIY dengan PT Jogja Tugu Trans merupakan tujuan-tujuan penyelenggaraan Trans Jogja. Dalam hal ini justru tidak termuat tujuan dari pengelolaan hubungan antara pemerintah dan swasta dalam menyelenggarakan pelayanan transportasi publik secara lebih baik, seperti misalnya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan angkutan umum perkotaan. Selain itu, apabila dilihat dari poin-poin tujuan tersebut maka dapat dilihat penyelenggaraan layanan Trans Jogja didesain untuk dua tujuan besar, yaitu mengurangi kemacetan dan memperbaiki layanan transportasi bus umum. Pengawasan internal dilakukan oleh pihak Pemerintah DIY dengan melihat kesesuaian antara SPM yang ditentukan dengan kinerja PT. Jogja Tugu Trans dalam mengelola operasionalisasi Trans Jogja. Sementara pengawasan eksternal dilakukan oleh pihak auditor independen dan publik terhadap hasil audit kinerja PT. Jogja Tugu Trans. Tujuan dari kerja sama antara PT Jogja Tugu Trans dengan UPTD Trans Jogja dalam hal ini tidak dapat dilepaskan dari latar belakang yang mendasari pelaksanaan kerja sama tersebut. Menurut pihak UPTD Trans Jogja tujuan kerja sama untuk operasionalisasi Trans Jogja dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut: Tujuan Trans Jogja itu kan jangka pendeknya adalah penyediaan angkutan yang nyaman, aman, tepat waktu, terjadwal. Sedangkan jangka panjangnya itu dia harus bisa menjadi sebuah transportasi andalan di kawasan perkotaan Yogyakarta. (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014). Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa tujuan kerja sama antara PT Jogja Tugu Trans dengan UPTD Trans Jogja dalam hal ini terbagi menjadi tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Secara jangka pendek, tujuan kerja

19 74 sama tersebut adalah untuk menyediakan angkutan yang nyaman, aman, tepat waktu, dan terjadwal. Sementara tujuan jangka panjangnya adalah untuk menyediakan suatu transportasi andalan di kawasan perkotaan Yogyakarta. Dapat dilihat bahwa dalam hal ini pihak UPTD Trans Jogja lebih menilai kerja sama dengan PT Jogja Tugu Trans sebagai salah satu upaya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan transportasi umum yang nyaman, aman, tepat waktu, dan terjadwal. Berbeda dengan penuturan pihak UPTD Trans Jogja tersebut, dalam hal ini pihak PT Jogja Tugu Trans lebih menilai bahwa tujuan dari kerja sama antara PT. Jogja Tugu Trans dengan UPTD Trans Jogja lebih cenderung berkaitan dengan berbagai hal negatif dari pengelolaan bus kota yang ada sebelumnya. Hal demikian dituturkan oleh pihak PT Jogja Tugu Trans sebagai berikut: Trans Jogja itu berfungsi merevolusi angkutan kota yang tadinya dahulunya berbasis setoran dengan sifat pelayanannya yang seperti itu, yang banyak negatifnya lah, yang banyak dikeluhkan, yang bikin ugal-ugalan, yang bikin polusi udara. Diganti dengan sistem Trans Jogja yang berorientasi pada pelayanan dan yang lebih ramah lingkungan. (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014). Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa dalam hal ini pihak PT. Jogja Tugu Trans lebih melihat tujuan kerja samanya dengan UPTD Trans Jogja guna memperbaiki kinerja angkutan kota yang ada sebelumnya. Hal demikian menunjukkan bahwa PT. Jogja Tugu Trans menilai tujuan utama dari pelaksanaan kerja sama adalah untuk mencapai pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat. Lebih lanjut pihak PT Jogja Tugu Trans menyatakan hal sebagai berikut: yang dulu angkutan kota itu mungkin dari masing-masing koperasi berjalan sesuai dengan yang sudah ada, kita menyebutnya angkutan reguler yang berbasis setoran, nah sekarang kita dikontrak pemerintah yang bukan

20 75 berbasis setoran artinya kita tidak memikirkan berapa jumlah penumpang yang diangkut, kita hanya disuruh melayani dari jam setengah enam pagi sampai jam setengah sepuluh malam terus begitu saja. Nanti atas pelayanan itu kita dibayar oleh pemerintah berdasarkan kilometer tempuhnya bukan jumlah penumpangnya. (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014). Kutipan wawancara tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa pihak PT. Jogja Tugu Trans memandang tujuan utama kerja samanya dengan pihak UPTD Trans Jogja adalah untuk meningkatkan pelayanan angkutan kota yang ada sebelumnya. Peningkatan pelayanan tersebut dilakukan dengan upaya mengubah sistem angkutan berbasis setoran dengan sistem pelayanan angkutan berdasarkan kilometer tempuh. Hal tersebut kembali ditegaskan oleh pihak PT. Jogja Tugu Trans sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan wawancara berikut: Ya kunci utamanya itu pelayanan. Sistem Trans Jogja itu kan buy the service artinya pemerintah membeli pelayanan, hal itu untuk memberikan kepastian kepada masyarakat, kita yang melayani, pemerintah membeli pelayanan kepada kita, yang kita layani adalah masyarakat, kita dikontrak oleh pemerintah untuk melayani itu. Dan tujuan utamanya adalah untuk pelayanan angkutan itu, ya untuk melayani masyarakat. Meningkatkan pelayanan kualitas yang dulu seperti itu sekarang dicoba seperti ini. (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014). Penuturan pihak PT. Jogja Tugu Trans dalam kutipan wawancara tersebut semakin memperjelas bahwa dari segi pandangan secara luas sudah ada perbedaan tujuan, sehingga dimungkinkan akan menjadi kendala yang berarti untuk kemajuan Trans Jogja apabila tidak segera diluruskan. Terlebih ini adalah masa akhir PT. Tugu Trans yang nantinya akan berakhir pada tahun 2015.

21 76 2. Pelaksanaan Kebijakan Trans Jogja Proses pelaksanaan dalam suatu kebijakan merupakan salah satu aspek yang menentukan keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Proses pelaksanaan merupakan salah satu tahap yang penting dimana untuk mengukur keberhasilan suatu kebijakan yang nantinya apabila menemui kendala ataupun masalah dapat di evaluasi untuk keberlanjutan yang lebih baik. Penyelenggaraan juga harus mempersiapkan tujuan dan secara matang dengan tahapan-tahapan apa saja yang perlu ditempuh dalam mencapai tujuan tersebut. Sistem buy the service diimplementasikan menuntut adanya pembelian layanan angkutan umum Trans Jogja oleh pemerintah dari operator. Operator merupakan badan usaha yang berdasarkan sistem lelang dipilih sebagai penyelenggara layanan angkutan umum Trans Jogja pada rute yang telah disediakan. PT. Jogja Tugu Trans adalah satu satunya operator yang menyelenggarakan layanan angkutan umum Trans Jogja saat ini. Pemerintah DIY, dalam hal ini Dinas Perhubungan yang dinaungi oleh UPTD Trans Jogja menjalin kerjasama dengan PT. Jogja Tugu Trans dengan perjanjian Gross Kontrak yang dituangkan dalam dokumen Perjanjian Kerjasama Sama (PKS). PKS tersebut mengalami pembaharuan setiap tahunnya. Penyelenggaraan layanan angkutan umum yang belum optimal mengakibatkan menurunnya minat para calon pengguna layanan angkutan umum. Hal tersebut menyebabkan okupansi penumpang belum dapat menghasilkan pendapatan dari tiket yang dapat menutup biaya operasional Trans Jogja. Pelaksanaan Trans Jogja memang sudah hampir 7 Tahun ini, dari segi implementasi memang sudah cukup, kami beserta operator selalu

22 77 mengoptimalkan dan berupaya seiring waktu berjalan agar Trans Jogja menjadi angkutan primadona di daerah sendiri. (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014). Tujuan utama dari penyelenggaraan layanan Trans Jogja adalah mendorong pengguna kendaraan bermotor pribadi, baik mobil dan sepeda motor, untuk berpindah menggunakan Trans Jogja. Dengan demikian, efektivitas penyediaan layanan bus angkutan umum massal Trans Jogja tidak hanya bergantung pada kualitas layanan semata, tetapi juga integrasi berbagai program yang diarahkan untuk mendorong masyarakat untuk tidak menggunakan kendaraan bermotor pribadi. Dalam kurun waktu hampir 7 tahun ini, pemerintah provinsi mempercayakan Dinas Perhubungan yang difokuskan oleh UPTD Trans Jogja untuk menunjuk operator, dan satu-satunya operator Trans Jogja yang terpilih adalah PT. Jogja Tugu Trans. Kita menunjuk PT. Jogja Tugu Trans sebagai operator Trans Jogja yang telah di kontrak selama 7 Tahun dengan periode , itupun bisa diperpanjang atau tidak, tergantung keputusan pemerintah daerah nantinya dan hasil kinerja PT. Jogja Tugu Trans sendiri yang menunjukkan (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014). Dalam perjalanannya Trans Jogja mengalami pasang surut perkembangannya. Peristiwa seperti ini lumrah terjadi, hanya saja yang perlu dikaji adalah ketika dalam posisi dan kondisi baik dan stabil dapat bertahan atau ditingkatkan lebih baik lagi. Terlebih Trans Jogja ini, yang sudah merupakan transportasi andalan, sudah seyogyanya selalu memantau setiap pelaksanaan yang terjadi, sehingga kekurangan dan masukan dapat tertampung dan dievaluasi yang memunculkan solusi yang tepat guna.

23 78 UPTD Trans Jogja yang berkolaborasi dengan PT. Jogja Tugu Trans memberikan hasil yang cukup baik dalam segi pelaksanaannya, hanya saja terdapat beberapa hal yang menjadi catatan misalnya catatan load factor, kondisi armada dan shelter, ketepatan waktu tersebut dapat menjadi salah satu hal yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan Trans Jogja karena pada dasarnya fasilitas publik yang menjadi sorotan paling tajam adalah infrastruktur fisiknya, dan aspek internal pasti akan dipandang setelahnya. Baik buruknya pelaksanaan hingga akhirnya proses evaluasi kebijakan Trans Jogja juga ditentukan dari bagaimana kolaborasi dan kerjasama antara UPTD Trans Jogja dan PT. Tugu Trans selaku operator. 3. Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Trans Jogja Berdasarkan fakta-fakta di lapangan yang terjadi, diperlukan evaluasi pelaksanaan menyeluruh terhadap sistem penyelenggaraan layanan angkutan umum Trans Jogja. Kebutuhan untuk mengevaluasi kinerja Trans Jogja dimulai dari konsep dasarnya menjadi penting mengingat konsep dasar tersebut merupakan dasar bagi penerapan sistem secara keseluruhan. Evaluasi kinerja dan prasyarat implementasi Trans Jogja dengan sistem buy the servise menjadi langkah awal sebelum melakukan perbaikan untuk meningkatkan kinerja Trans Jogja kedepan. Dalam agendanya, seluruh aktor yang terlibat mengadakan rapat tahunan, yang biasanya membahas kinerja selama setahun berjalannya pelaksanaan Trans

24 79 Jogja. Agenda ini rutin, dan difungsikan mengetahui tolok ukur dan problematika di setiap tahunnya. Rapat evaluasi pertama dilakukan di tahun 2010, untuk setelahnya kita biasanya melakukan evaluasi setiap setahun sekali dengan waktu antara bulan Oktober atau September. (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014). Dalam setiap rapat evaluasi biasanya diikuti oleh UPTD Trans Jogja sendiri dan dihadiri PT. Jogja Tugu Trans serta pemerintah daerah, sebelum rapat digelar biasanya kita sudah mempunyai pandangan hasil survey tentang Trans Jogja yang biasanya dilakukan oleh Pustral UGM yang mana akan dijadikan tolak ukur, yang mana menjadi pihak independent (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014). Rapat evaluasi biasanya membahas tentang penegasan dan pembaharuan kerjasama, laporan operasional per periode, laporan anggaran, dan gagasan kebijakan serta problematika yang terjadi selama satu periode (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014). Rapat evaluasi ini rutin diselenggarakan, dengan harapan segala problematika dan masalah yang terjadi selama setahun dapat menemukan solusi terbaik, dan untuk tahun kedepannya menjadi lebih efektif dan pembaharuan ke arah yang lebih baik untuk Trans Jogja. Akan tetapi, manfaat dari rapat evaluasi ini terkadang kurang dirasakan karena kebijakan bersifat top-down, usulan atau gagasan yang bersifat bottom-up memiliki respon yang cenderung lambat dan sulit untuk mendapatkan jalan keluar yang solutif. Tidak sedikit kami melayangkan usulan, tentang nasib SDM, usulan anggaran dan masih banyak lagi, akan tetapi respon dari pemerintah pusat kurang apresiatif dalam menanggapinya, terkadang malah muncul kebijakan baru yang mana kebijakan lama belum menemukan solusi yang tepat (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014). Sementara itu, di sisi lain pihak UPTD Trans Jogja menilai bahwa permasalahan mengenai penurunan pendapatan yang dialami PT. Jogja Tugu

25 80 Trans lebih karena kinerja perusahaan tersebut yang memang belum optimal. Berikut merupakan penuturan pihak UPTD Dishubkominfo DIY mengenai hal tersebut: Rencana kedepannya Trans Jogja nanti ada empat operator atau multi operator. Hal ini disebabkan karena selama ini dinilai masih terdapat kendala yang dialami oleh PT Jogja Tugu Trans yang dirasa kurang optimal dalam memberikan pelayanan sehingga harus dibentuk pesaing yang di dalamnya terdapat PT Jogja Tugu Trans. (wawancara dengan Ibu Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014). Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa menurut pihak UPTD Trans Jogja, penurunan pendapatan yang dialami PT. Jogja Tugu Trans terjadi karena kinerja perusahaan yang memang belum optimal. Sementara itu, perusahaan tersebut adalah satu-satunya perusahaan yang menangani kegiatan operasional bus Trans Jogja. Oleh sebab itu, guna meningkatkan daya kompetitif dari PT. Jogja Tugu Trans maka solusi yang diterapkan adalah penambahan perusahaan yang akan menjadi operator bus Trans Jogja. Hal demikian diharapkan dapat meningkatkan daya saing setiap perusahaan sebagai operator bus Trans Jogja sehingga kinerja perusahaan lebih optimal dan kualitas pelayanan dapat ditingkatkan. tersebut: Berikut merupakan penuturan dari pihak UPTD Trans Jogja mengenai hal Standar Operasional Prosedur sejauh ini sebenarnya sudah dipenuhi. Tapi ada juga yang belum, terutama tentang waktu tempuh itu sering lewat ya. Poin SOP yang lain saya rasa sudah dipenuhi. Hanya yang belum sepenuhnya maksimal itu untuk standar kendaraan. Tapi Ada beberapa armada yang sebenarnya memang perlu perawatan lebih. Tapi itukan dari awal sudah disepakati menjadi bagian tanggung jawab PT. Jogja Tugu Trans (wawancara dengan Ibu Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

26 81 Terus terang untuk SOP yang paling sulit dipenuhi saat ini itu tentang standar waktu tempuh. Tetapi sebenarnya ini memerlukan campur tangan pemerintah untuk solusinya sebab akar masalahnya itu kan jalanan yang semakin padat. Berbeda dengan Jakarta yang punya jalan sendiri, kita tidak punya jalan sendiri. Jadi otomatis kalau semakin jalanan padat ya mempengaruhi waktu tempuh bus. Akhirnya kilometer tempuh bus berkurang, BOK berkurang, penerimaan PT Jogja Tugu Trans berkurang. (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014). Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa penyelenggaraan layanan Trans Jogja terkait waktu tempuh tiap bus belum sepenuhnya dapat diimplementasikan dengan baik oleh PT. Jogja Tugu Trans. Bahkan dalam kutipan wawancara tersebut juga dapat diketahui bahwa semakin lama semakin sulit untuk mengimplementasikan standar waktu tempuh Trans Jogja sebab bus Trans Jogja tidak memiliki jalur khusus. Oleh sebab itu ketika volume kendaraan di jalanan meningkat semakin hari akan semakin membuat PT. Jogja Tugu Trans kesulitan mencapai standar waktu tempuh. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh penumpang, tetapi juga oleh PT. Jogja Tugu Trans sendiri. Hasil rapat evaluasi pelaksanaan terbaru yang didapat bahwasanya, akan ada penambahan armada dan pelebaran jalur koridor serta shelter. Ini memungkinkan bahwa cakupan Trans Jogja tidak hanya mencakup kawasan kota lagi, akan tetapi merambah daerah Bantul dan Sleman, berikut mengenai hal tersebut:...rencana kedepan, akan ada shelter nomaden, maksudnya shelter yang menyerupai truck terbuka yang didesain seperti shelter pada umumnya. Shelter dan koridor pun direncanakan akan diperluas tidak hanya dikota akan tetapi merambah di daerah Bantul dan Sleman, dan pastinya harus dibarengi dengan penambahan armada. Ini dimaksudkan karena tidak bisa dipungkiri transportasi massal di Jogja sangat minim dan hanya Trans Jogja ini. Dan kebijakan itu akan kami namakan New Trans Jogja (wawancara dengan Ibu Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

27 82 Berdasarkan tolok ukur teori evaluasi kebijakan William Dunn, evaluasi dibagi menjadi 4 karakteristik antara lain fokus nilai, interdependensi fakta nilai,orientasi masa kini dan lampau, dan dualitas nilai. Dalam pengertian fokus nilai, dapat diartikan bahwa tujuan dan target dari kebijakan Trans Jogja. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi dan tidak terantisipasi. Dalam hal ini, kami dibarengi dengan operator sudah berusaha secara optimal untuk Trans Jogja ini, tapi ya tidak bisa dipungkiri kendaraan pribadi lebih cepat berkembang dan lebih diperhatikan oleh pemerintah dibandingkan Trans Jogja yang difungsikan untuk transportasi massal. Secara tidak langsung citra transportasi massal menjadi berkurang karena kemudahan dan akses kendaraan pribadi yang lebih banyak dan mudah (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014). Kondisi jalan yang semakin ramai dan padat pula, ketercapaian waktu tempuh menjadi hal yang sulit kita raih, sehingga kadang banyak complain tentang waktu tunggu, tapi ya bagaimana lagi, Trans Jogja tidak punya jalur sendiri, dan tidak dimungkinkan mempunyai jalur sendiri, karena jalan-jalan di Jogja yang terbatas. (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014). Interdependensi fakta nilai dimaksudkan untuk mengetahui tingkat ketercapaian kebijakan serta hasil hasil dari kebijakan Trans Jogja. Oleh karena itu pemantauan merupakan prasyarat bagi evaluasi. Trans Jogja ini memberikan pembaharuan bagi Yogyakarta dalam transportasi umum, dari sistem pun berubah yang dulunya sistem setoran di Trans Jogja sekarang ini menjadi buy the servise, sistem pemberhentian yang jelas ditandai dengan adanya shelter. Bus pun kita buat senyaman mungkin, ditunjang dengan AC dan tulisan tempat pemberhentian. (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014). Akan tetapi kami juga tidak bisa mengelak bahwa SDM kami masih kurang, terlebih masalah utama adalah anggaran yang tidak menyesuaikan dengan keadaan terbaru. Sehingga peraturan yang ada terkadang tidak seiring dengan biaya yang dikeluarkan. (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

28 83 Seperti yang tercantum di teori Dunn, orientasi waktu pun diperhatikan. Ini dimaksudkan agar ada tolok ukur dan perbandingan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan. Rekomendasi yang juga mencakup premis-premis nilai, bersifak prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan. Orientasi waktu dari dulu sampai sekarang masih kami pakai buat acuan. Karena secara tidak langsung itu menjadi tolok ukur nantinya bahwa kebijakan Trans Jogja ini akan dibenahi dalam segi yang memang perlu dibenahi, terlebih masalah meningkatkan minat untuk menggunakan Trans Jogja. Orientasi juga bisa menjawab apakah kebijakan Trans Jogja berhasil ataupun tidak dalam segi implementasinya (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014). Orientasi yang dirasakan dari waktu ke waktu adalah peminat Trans Jogja yang masih minim. Padahal tidak bisa dipungkiri, meskipun Trans Jogja di subsidi, penjualan tiket tetap menjadi masukan dana bagi Trans Jogja. Dalam sebuah kebijakan, sering ditemui tujuan ganda dan cara ganda dari hasil yang diharapkan. Sehingga dengan fungsi dan manfaat ganda diharapkan pelaksanaan kebijakan dapat lebih menyeluruh dan multi guna. Dalam hal ini, Trans Jogja mempunyai program smartcard, ini sebenarnya adalah cara kami dalam menggaet para pelajar maupun mahasiswa agar lebih enjoy dan mau menggunakan Trans Jogja. Dengan harga yang beda dan relatif murah sesuai kemampuan siswa dan mahasiswa. Sistem deposit juga diberlakukan, sehingga mereka tidak perlu membayar ketika naik Trans Jogja, hanya menunjukkan kartu, ketika saldo habis tinggal deposit lagi. Begitu pula seterusnya. (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014). Memang sudah seharusnya sebuah kebijakan berkembang dan di evaluasi pelaksaan serta memberikan cara tersendiri dalam setiap waktu dan perubahannya, sehingga selalu bermunculan gagasan dan ide pembaharuan dari sebelumnya yang dapat menjadi inovasi dan perbaikan suatu kebijakan serta dapat menjadi jawaban jitu dalam setiap problematikanya. Penambahan armada, perluasan koridor dan shelter memang dituntut seiring laju perkembangan DIY yang semakin pesat dan untuk pengoptimalan Trans Jogja.

29 84 4. Ketercapaian Pemecahan Masalah Setelah hampir 7 tahun beroperasi, Trans Jogja tidak luput dari problematika yang terjadi. Problematika ini mencakup berbagai aspek yang dibagi menjadi dua aspek mendasar yaitu yang pertama adalah aspek internal, yang kedua adalah aspek ekternal. Problema ini pun harus menemukan solusi dan jalan keluar agar nantinya sebuah porblematika tidak menjadi sebuah masalah dan perbaikan mutlak dilakukan agar Trans Jogja dapat terus berkembang. Problematika pertama adalah aspek internal. Aspek internal sendiri adalah aspek problematika yang terjadi di instansi itu sendiri, yaitu antara UPTD Trans Jogja dan PT Jogja Tugu Trans, problematika internal yang dirasakan adalah tentang landasan hukum dan sanksi yang kurang tegas dalam penegakannya. Minimnya perawatan dari PT Tugu Trans dan monitoring dari UPTD sendiri merupakan masalah yang harus ditanggapi dan dibenahi. Dalam peraturan, PT. Jogja Tugu Trans selaku operator harus menaati dan komitmen terhadap standart yang diterapkan dan peraturan yang telah disepakati secara bersama-sama, berikut adalah tabel standart kendaraan:

30 85 Tabel 5. Standar Kendaraan yang Harus Dipenuhi PT JTT No Aspek Keterangan Exterior 1 Bodi Tanpa kerusakan, cat tidak rusak/pudar 2 Kaca Kaca pintu/jendela bersih, tidak rusak 3 Identitas Terpasang dengan tulisan jelas (nomor kendaraan, papan trayek, tanda informasi pengaduan) 4 Pintu Pintu utama & darurat baik, panel baik, cat tidak rusak 5 Papan Trayek Terpasang di depan dan belakang, mudah dilihat, dilengkapi lampu 6 Lampu Semua lampu berfungsi normal Intertior 7 Kabin Tanpa kerusakan dan bersih 8 Jok Tanpa kerusakan, bersih, kuat, ada jok untuk difabel 9 Handle Pegangan untuk penumpang berdiri terpasang kuat Sumber: Dokumen kerjasama PT JTT-PemProv DIY (2013) Sementara itu, untuk syarat umum kendaraan yang harus dipenuhi oleh PT JTT adalah sebagai berikut: a. Alat pemadam kebakaran api ringan berfungsi dengan baik; b. Palu pemecah kaca; c. Ban cadangan; d. Alat pendingin udara (suhu udara di kabin harus berada pada temperatur stabil yaitu 20 0 C); e. Kotak Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) standar. Dalam hal ini informasi tentang ketercapaian standar kendaraan dan syarat umum kendaraan tidak diketemukan data yang mendukung. Dapat diindikasikan bahwa kedua belah pihak antara UPTD dan PT. Jogja Tugu Trans tidak

31 86 menganggap penting dalam ketercapaian standar kelengkapan. Pelanggaran yang dilakukan pun dirasa tumpul sanksi, padahal sudah disepakati kedua belah pihak. Kami selaku operator selalu berupaya untuk mengoptimalan kinerja Trans Jogja, akan tetapi keterbatasan SDM dan anggaran yang diberikan membatasi kami dalam hal-hal yang sudah diatur sebelumnya, dalam hal penanganan sarana Trans Jogja itu, yang penting adalah hal yang bersifat mendesak dan harus diperbaiki (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014). Aspek pengawasan atau monitoring salah satunya dapat dilihat dari kesepakatan sanksi yang diberikan pada operator apabila tidak memenuhi SPM yang telah ditentukan. Apabila terdapat kondisi armada yang tidak memenuhi kriteria dalam hal ini diartikan sebagai tindakan pelanggaran oleh PT. Jogja Tugu Trans sehingga operator Trans Jogja tersebut akan dikenai sanksi. Berikut merupakan beberapa sanksi apabila tidak mematuhi SPM terkait kendaraan: Tabel 6. Sanksi untuk PT JTT Apabila Melanggar Standar Kendaraan No Deskripsi Pelanggaran Sanksi 1 Bus dalam keadaan kotor Denda Rp /bus/hari 2 Peralatan penunjang Denda Rp /bus/hari keselamatan tidak berfungsi 3 Suhu udara dalam kabin lebih dari 28 0 C Kilometer tempuh bus bersangkutan hanya dihitung 50% dari kilometer tempuh yang dicapai Denda sebesar Rp per 4 Identitas bus atau indentitas awak bus tidak ditampilkan pelanggaran 5 Kerusakan pada perlengkapan Denda Rp /item interior bus kerusakan/hari 6 Kerusakan pada pintu bus Denda sebesar Rp /bus Sumber: Dokumen kerjasama PT JTT-PemProv DIY (2013) Tabel tersebut menunjukkan beberapa sanksi yang harus diterima oleh PT. Jogja Tugu Trans apabila terdapat standar kendaraan yang tidak dipenuhi dalam operasionalisasi bus Trans Jogja. Dapat dilihat bahwa sanksi yang diatur cukup beragam. Mulai dari kebersihan bus, peralatan penunjang keselamatan dalam bus,

32 87 kelengkapan identitas bus maupun awak bus, interior bus, bahkan pintu bus juga diatur sanksinya apabila terdapat kerusakan. Sementara sanksi yang diatur sbagian besar merupakan sanksi berupa denda, namun adapula sanksi berupa pengurangan kilometer tempuh yang tercatat. Hal demikian juga dibenarkan oleh pihak PT. Jogja Tugu Trans yang mengungkapkan bahwa terdapat hambatan dalam pemenuhan standar kendaraan. Berikut adalah kutipan wawancara yang menunjukkan hal tersebut: Tidak saya pungkiri kalau memang terdapat beberapa armada yang seiring berjalannya waktu memerlukan perawatan lebih. Tapi kan BOK tidak kunjung disesuaikan. Jadi ya PT. Jogja Tugu Trans mau merawat dengan baik dari mana dananya. Selama ini yang jelas kami sudah mengupayakan semaksimal mungkin untuk perawatan agar armada tetap layak jalan. (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014). Kami selalu memonitoring keadaan dan kondisi bus sebelum bus beroperasi setiap pagi harinya. Dan kami mempunyai bus cadangan. Ini dimaksudkan agar jumlah armada tetap sama dan tidak menganggu perputaran trayek. Pengisian bahan bakar kami lakukan setiap malam hari setelah bus selesai beroperasi, sehingga di pagi harinya dapat beroperasi tepat di waktunya juga (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014). Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa untuk standar kendaraan dalam SPM pelayanan belum sepenuhnya mampu dipenuhi oleh PT. Jogja Tugu Trans. Alasan mendasar dalam hal ini adalah jumlah BOK yang tidak lagi mencukupi untuk perawatan armada bus saat ini. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, pada satu sisi BOK diberikan dalam jumlah tetap dan hanya diubah apabila terjadi perubahan harga BBM. Pada sisi lain, armada bus Trans Jogja seiring berjalannya waktu memerlukan biaya perawatan yang lebih besar. Oleh sebab itu, semakin hari yang terjadi adalah armada bus Trans Jogja menjadi semakin tidak terawat dengan baik akibat keterbatasan biaya.

33 88 Sementara itu, beberapa denda yang harus diterima PT. Jogja Tugu Trans apabila melanggar SPM tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 7. Sanksi untuk PT JTT Apabila Melanggar Standar Kendaraan No Deskripsi Pelanggaran Sanksi 1 Pengemudi menaikkan/menurunkan penumpang selain di shelter tanpa instruksi ruang kendali utama Denda Rp /bus/lokasi pelanggaran 2 Bus berputar arah dari rute yang ditentukan tanpa petunjuk ruang kendali utama 3 Melakukan operasi dan layanan di luar waktu operasi tanpa persetujuan Dishubkominfo 4 Tidak memenuhi jumlah bus operasi sesuai kesepakatan 5 Tidak parkir di lokasi yang telah disediakan 6 Keterlambatan dimulainya pelayanan operasional armada bus tanpa alasan/ di luar kondisi darurat Denda Rp /bus/pelanggaran Denda Rp /bus; kilometer tempuh tidak dihitung Denda Rp /bus Denda Rp /bus/pelanggaran Pengurangan kilometer tempuh sebesar 1 round trip tiap pelanggaran pada hari tersebut Sumber: Dokumen kerjasama PT JTT-PemProv DIY (2013) Berdasarkan data pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa terdapat berbagai jenis denda dan ketentuan pelanggaran. Ketentuan mengenai mekanisme sanksi dan SPM yang harus dipenuhi tersebut dapat dikatakan merupakan wujud kontrol atau pengendalian atas kinerja dari PT. Jogja Tugu Trans dalam operasionalisasi bus Trans Jogja. Selain berkaitan dengan ketentuan sanksi atas pelanggaran SPM yang telah diuraikan, pengawasan dalam hal ini juga dilakukan dengan bentuk audit. Operator bus Trans Jogja wajib untuk diaudit setiap tahun. Audit kinerja dilakukan setelah berakhirnya tahun anggaran oleh auditor independen. Hasil dari audit yang dilakukan tersebut akan menjadi dokumen publik yang nantinya bisa menjadi pandangan dan tolak ukur persepsi publik (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014). Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa pengawasan dalam hal ini dibedakan menjadi pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan

34 89 internal dilakukan oleh pihak Pemerintah DIY dengan melihat kesesuaian antara SPM yang ditentukan dengan kinerja PT. Jogja Tugu Trans dalam mengelola operasionalisasi Trans Jogja. Sementara pengawasan eksternal dilakukan oleh pihak auditor independen dan publik terhadap hasil audit kinerja PT. Jogja Tugu Trans. Permasalahan mengenai manajemen sumber daya manusia dalam PT. Jogja Tugu Trans tersebut dalam hal ini juga dibenarkan. Berikut merupakan keterangan dari pihak PT Jogja Tugu Trans mengenai hal tersebut: Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam manajemen sumber daya manusia kami masih mengalami hambatan. Kembali lagi ini terkait dengan masalah belum disesuaikannya BOK jadi memang ada keterbatasan anggaran. Disaat awal kontrak karyawan, didalam kontrak jelas tertulis besaran gaji yang akan didapat perbulannya dan gaji ini sudah diatas UMR, namun karena kami mengalami keterbatasan dalam anggaran, maka ada gaji karyawan yang akhirnya dipotong untuk menutupi biaya operasionalisasi armada dan disisi lain bila dilihat pertahunnya gaji belum mengalami kenaikan dan hal ini dimanfaatkan oleh segelintir oknum untuk menghasut karyawan yang sebenarnya bila dilihat nilai besaran gaji karyawan sudah diatas UMR Karyawan menuntut adanya kenaikan gaji dan sampai sekarang belum bisa direalisasikan. Tuntutan juga datang dalam hal peningkatan status pegawai kontrak menjadi pegawai tetap. (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014). Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa hambatan dalam manajemen sumber daya manusia di PT. Jogja Tugu Trans berkaitan dengan keterbatasan anggaran yang ada. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa PT. Jogja Tugu Trans telah mengajukan penyesuaian BOK namun belum ditindaklanjuti. Dapat dilihat bahwa dalam hal ini PT. Jogja Tugu Trans menilai bahwa hal demikian kemudian berdampak pula pada munculnya masalah di bidang pengelolaan sumber daya manusia karena terbatasnya dana yang ada.yang kedua adalah sektor ekternal, tidak sedikit mengalami problematika, antara lain

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, setiap manusia harus melaksanakan

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, setiap manusia harus melaksanakan BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, setiap manusia harus melaksanakan berbagai aktivitas yang tidak selalu berada di satu tempat. Untuk melakukan aktivitas tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian suatu dan transportasi daerah adalah satu kesatuan yang berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian di daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Sejarah berdirinya Trans Jogja 1. Tahun 2004 Lahirnya Bus Trans Jogja dimulai pada tahun 2004, dengan munculnya Studi Kelayakan Angkutan Eksekutif pada tahun Anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hamemayu Hayuning Bawana yang berarti menjaga kelestarian alam adalah slogan Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan kota pelajar dan budaya. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini mengkaji kerja sama antara PT. Jogja Tugu Trans dan Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan layanan Trans Jogja. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III KINERJA PT. JOGJA TUGU TRANS DALAM PELAYANAN TRANSPORTASI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2015

BAB III KINERJA PT. JOGJA TUGU TRANS DALAM PELAYANAN TRANSPORTASI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2015 66 BAB III KINERJA PT. JOGJA TUGU TRANS DALAM PELAYANAN TRANSPORTASI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2015 A. Analisa Kinerja berdasarkan Indikator Kinerja a. Indikator Aksesibilitas a) Keterjangkauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem tranportasi memiliki satu kesatuan definisi yang terdiri atas sistem, yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 UPTD Trans Jogja Dishubkominfo DIY UPTD Trans Jogja Dishubkominfo DIY merupakan unit pelaksana yang memonitori operasional Trans Jogja

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil Analisis Review Pengembangan Rute Trans Jogja ini, maka

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil Analisis Review Pengembangan Rute Trans Jogja ini, maka BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dari hasil Analisis Review Pengembangan Rute Trans Jogja ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Load factor bus Trans Jogja hanya mengalami fluktuasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi di kota-kota besar seperti di Yogyakarta. Untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi di kota-kota besar seperti di Yogyakarta. Untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan masalah kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar seperti di Yogyakarta. Untuk mengurangi kemacetan tersebut, diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. memegang peranan penting dalam aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. memegang peranan penting dalam aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dengan berkembangnya zaman yang kian maju, transportasi masih memegang peranan penting dalam aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan yang dimaksud disini meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Angkutan Umum Angkutan Umum dapat didefinisikan sebagai pemindahan manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Kendaraan umum adalah setiap

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN MULAI STUDI PUSTAKA OBSERVASI AWAL PROPOSAL DI SETUJUI PELAKSANAAN SURVEI DAN PENGUMPULAN DATA

BAB IV METODE PENELITIAN MULAI STUDI PUSTAKA OBSERVASI AWAL PROPOSAL DI SETUJUI PELAKSANAAN SURVEI DAN PENGUMPULAN DATA BAB IV METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian MULAI STUDI PUSTAKA OBSERVASI AWAL PROPOSAL DI SETUJUI PELAKSANAAN SURVEI DAN PENGUMPULAN DATA DATA SEKUNDER : DATA PRIMER : Standar Operasional Pelayanan

Lebih terperinci

POTENSI PENERAPAN ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN TANPA BAYAR DI YOGYAKARTA

POTENSI PENERAPAN ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN TANPA BAYAR DI YOGYAKARTA POTENSI PENERAPAN ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN TANPA BAYAR DI YOGYAKARTA Imam Basuki 1 dan Benidiktus Susanto 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl.Babarsari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sebagai kota yang terus berkembang, Yogyakarta dalam proses pembangunannya terus meningkatkan pertumbuhan pembangunan di berbagai sektor, seperti: sektor ekonomi,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. a) Load factor dinamis pada pagi hari saat weekend. Tabel 5.1 Load Factor Dinamis Pada Pagi Hari saat Weekend

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. a) Load factor dinamis pada pagi hari saat weekend. Tabel 5.1 Load Factor Dinamis Pada Pagi Hari saat Weekend BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Load Factor Dinamis a) Load factor dinamis pada pagi hari saat weekend Tabel 5.1 Load Factor Dinamis Pada Pagi Hari saat Weekend NO Nama / Lokasi Halte Rata Rata Weekend

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan ibukota Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY ) yang memiliki banyak obyek wisata. Kota Yogyakarta terkenal dengan kebudayaan yang sangat khas

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 76 TAHUN TENTANG JARINGAN TRAYEK PERKOTAAN REGULER

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 76 TAHUN TENTANG JARINGAN TRAYEK PERKOTAAN REGULER SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 76 TAHUN 2016. TENTANG JARINGAN TRAYEK PERKOTAAN REGULER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transjogja adalah sebuah sistem transportasi bus cepat, murah dan ber-ac di seputar Kota Yogyakarta. Transjogja merupakan salah satu bagian dari program penerapan Bus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu sebagai pintu masuk ke wilayah kota Yogyakarta, menyebabkan pertumbuhan di semua sektor mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling penting ialah transportasi. Transportasi sangatlah penting bagi masyarakat karena suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Transportasi diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat yang lain, di mana

Lebih terperinci

KINERJA TEKNIS DAN ANALISIS ATP WTP ANGKUTAN TRANS JOGJA

KINERJA TEKNIS DAN ANALISIS ATP WTP ANGKUTAN TRANS JOGJA KINERJA TEKNIS DAN ANALISIS ATP WTP ANGKUTAN TRANS JOGJA Risdiyanto 1*, Edo Fasha Nasution 2, Erni Ummi Hasanah 3 1,2 Jurusan Teknik Sipil Universitas Janabadra, 3 Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan suatu wilayah, yaitu memudahkan interaksi antar wilayah yang akan membawa manfaat ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan globalisasi yang semakin pesat sangat berpengaruh terhadap perkembangan arus transportasi pada beberapa daerah yang ada di Indonesia. Salah satu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek (manusia atau barang) dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL DI KOTA BOGOR Diundangkan dalam Berita Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SALINAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam sejarah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam sejarah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam sejarah perkembangannya, mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Hasil dari data Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

PERBAIKAN TATA KELOLA ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN TRANS JOGJA

PERBAIKAN TATA KELOLA ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN TRANS JOGJA PERBAIKAN TATA KELOLA ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN TRANS JOGJA Imam Basuki Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl.Babarsari 44 Yogyakarta Email: imbas@mail.uajy.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang. dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang. dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Umum Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan

BAB III LANDASAN TEORI. instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan BAB III LANDASAN TEORI A. Standar Operasional Prosedur ( SOP ) Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk disuatu negara akan berbanding lurus dengan kebutuhan sarana transportasi. Begitu pula di Indonesia, transportasi merupakan salah satu bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pembangunan disegala bidang yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pembangunan disegala bidang yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah yang memiliki laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pembangunan disegala bidang yang cukup besar. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN. Sektor transportasi sangat penting dalam menunjang kelancaran dalam

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN. Sektor transportasi sangat penting dalam menunjang kelancaran dalam BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Sektor transportasi sangat penting dalam menunjang kelancaran dalam dunia usaha maupun pendidikan, terutama untuk membantu para karyawan atau pelajar untuk

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. operasional suatu perusahaan ataupun badan pelayanan sektor publik dibutuhkan

BAB IV PEMBAHASAN. operasional suatu perusahaan ataupun badan pelayanan sektor publik dibutuhkan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Perencanaan Kegiatan Audit Kinerja Dalam melaksanakan audit kinerja terhadap suatu proses pelayanan atau operasional suatu perusahaan ataupun badan pelayanan sektor publik dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Umum Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan identik dengan fungsi sebagai tempat pelayanan, baik perdagangan maupun jasa. Hal ini membuat perkotaan menjadi tempat utama masyarakat beraktivitas setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia khususnya. Urbanisasi tersebut terjadi karena belum meratanya pertumbuhan wilayah terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi yang merupakan salah satu sektor industri yang bersentuhan langsung dengan lalu lintas dinyatakan sebagai salah satu industri dengan tingkat cedera dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi dan sosial politik di suatu tempat dan kota Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi dan sosial politik di suatu tempat dan kota Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi secara umum mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, pembangunan ekonomi dan sosial politik di suatu tempat dan kota Yogyakarta sebagai ibukota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat, sehingga terjadi. 1. manusia yang membutuhkan perangkutan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat, sehingga terjadi. 1. manusia yang membutuhkan perangkutan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Menurut Munawar (2005), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat dewasa ini menjadikan transportasi merupakan suatu sarana dan prasarana yang memegang peranan penting

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandar Lampung telah terus berkembang dari sisi jumlah penduduk, kewilayahan dan ekonomi. Perkembangan ini menuntut penyediaan sarana angkutan umum yang sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompetitif. Hal ini dibuktikan dengan banyak munculnya perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompetitif. Hal ini dibuktikan dengan banyak munculnya perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada saat seperti ini persaingan dibidang usaha terutama dibidang jasa semakin kompetitif. Hal ini dibuktikan dengan banyak munculnya perusahaan yang bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan pengembangan wilayah. Sistem transportasi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan pengembangan wilayah. Sistem transportasi yang ada BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Tranportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan terutama dalam mendukung kegiatan perekonomian masyarakat dan pengembangan wilayah.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.133,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. SPM. Angkutan Massal. Berbasis Jalan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 10 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi telah menjadi bagian penting dalam roda kehidupan. Memindahkan manusia atau barang dalam waktu cepat dengan jarak yang cukup jauh menjadi tantangan tersendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik (Public Service) merupakan segala macam kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik (Public Service) merupakan segala macam kegiatan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelayanan publik (Public Service) merupakan segala macam kegiatan dalam berbagai bentuk pelayanan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota-kota besar di Indonesia sebagai pusat pembangunan telah. banyak mengalami perubahan dan kemajuan baik dalam bidang politik,

BAB I PENDAHULUAN. Kota-kota besar di Indonesia sebagai pusat pembangunan telah. banyak mengalami perubahan dan kemajuan baik dalam bidang politik, 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di Indonesia sebagai pusat pembangunan telah banyak mengalami perubahan dan kemajuan baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Daerah Istimewa (DIY) dikenal akan kekayaan pesona alam dan budaya. Provinsi DIY merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang terkenal tidak hanya di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN TAKSI DAN ANGKUTAN SEWA KHUSUS MENGGUNAKAN APLIKASI BERBASIS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem setoran pada angkutan umum transportasi massa seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem setoran pada angkutan umum transportasi massa seperti BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem setoran pada angkutan umum transportasi massa seperti angkot/angkutan perkotaan, Bis/Bus, taksi/taxi, Ojek, becak, dan lain sebagainya adalah suatu sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sektor pelayanan publik yang perlu mendapatkan perhatian adalah sektor transportasi publik. Pengembangan transportasi sangat penting artinya dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tingginya kemacetan dan kepadatan jalan menghiasi kota-kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tingginya kemacetan dan kepadatan jalan menghiasi kota-kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya kemacetan dan kepadatan jalan menghiasi kota-kota besar di Indonesia. Begitu pula yang terjadi di kota Yogyakarta. Pertambahan penduduk dan tingginya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004)

I. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angkutan umum merupakan suatu bentuk transportasi kota yang sangat esensial dan komplementer terhadap angkutan pribadi, tetapi pada kenyataannya hal ini tidak dapat sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB I BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta adalah Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Yogyakarta 2005-2025,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, 1 WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa angkutan jalan sebagai salah

Lebih terperinci

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta J.D.ANSUSANTO 1* dan G.L.GESONG 2 1,2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Babarsari

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 23 TAHUN TENTANG JARINGAN TRAYEK PERKOTAAN REGULER

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 23 TAHUN TENTANG JARINGAN TRAYEK PERKOTAAN REGULER SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 23 TAHUN 2014. TENTANG JARINGAN TRAYEK PERKOTAAN REGULER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

selatan Ringroad dan sebagian Sleman yang berada di sebelah utara Ringroad. Meskipun demikian, kondisi wilayah perkotaan yang berada di dalam jalan

selatan Ringroad dan sebagian Sleman yang berada di sebelah utara Ringroad. Meskipun demikian, kondisi wilayah perkotaan yang berada di dalam jalan BAB I PENDAHULUAN Perkotaan merupakan suatu daerah yang memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi disertai dengan segala macam permasalahannya. Banyak permasalahan yang dapat dikaji dan diteliti mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan tataguna lahan yang kurang didukung oleh pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan tataguna lahan yang kurang didukung oleh pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bus perkotaan merupakan angkutan umum utama di berbagai kota di Indonesia. Kenaikkan jumlah kepemilikan kendaraan pribadi harus diimbangi dengan perbaikan angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perhubungan nasional pada hakekatnya adalah pencerminan dari sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan sebagai penunjang utama

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terkait evaluasi pelaksanaan kebijakan moda

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terkait evaluasi pelaksanaan kebijakan moda BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terkait evaluasi pelaksanaan kebijakan moda transportasi massal Trans Jogja sesuai data dan fakta di lapangan, peneliti dapat menarik

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI JANGKA PENDEK

RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI JANGKA PENDEK JANGKA PENDEK Meningkatkan dan memperluas pelayanan angkutan umum dengan sistem pembelian pelayanan oleh pemerintah (buy the service system). Penataan trayek dengan rute langsung sehingga memperpendek

Lebih terperinci

PILIHAN PELAYANAN PENUMPANG ANGKUTAN PERKOTAAN INDONESIA

PILIHAN PELAYANAN PENUMPANG ANGKUTAN PERKOTAAN INDONESIA Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 29 PILIHAN PELAYANAN PENUMPANG ANGKUTAN PERKOTAAN INDONESIA Imam Basuki 1 dan Siti Malkhamah 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin banyak pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan transportasi merupakan masalah dinamis yang hampir ada di kota-kota besar di Indonesia. Permasalahan ini berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi memegang peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi berhubungan dengan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa pengusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan masyarakat untuk menunjang aktivitas sehari-hari dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

ANGKUTAN KOTA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI DKI JAKARTA 26 MEI 2008

ANGKUTAN KOTA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI DKI JAKARTA 26 MEI 2008 RENCANA KENAIKAN TARIF ANGKUTAN KOTA SEBAGAI DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI DKI JAKARTA 26 MEI 2008 D A S A R 1. Berdasarkan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 16

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang namanya transportasi, transportasi sudah lama ada dan cukup memiliki peranannya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi adalah kendaraan pengangkut barang atau manusia di atas jarak yang diberikan (oleh kendaraan), misalnya transportasi manusia oleh kereta api, bis atau pesawat

Lebih terperinci

KEMUNGKINAN PENERAPAN SISTEM BUY THE SERVICE PADA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: TRI WURI ANGGOROWATI L2D

KEMUNGKINAN PENERAPAN SISTEM BUY THE SERVICE PADA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: TRI WURI ANGGOROWATI L2D KEMUNGKINAN PENERAPAN SISTEM BUY THE SERVICE PADA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: TRI WURI ANGGOROWATI L2D 306 025 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejak Februari 2008

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejak Februari 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan transportasi merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia, baik di bidang Transportasi Perkotaan maupun Transportasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 108 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun perkembangan jumlah penduduk kota Yogyakarta semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. tahun perkembangan jumlah penduduk kota Yogyakarta semakin meningkat BAB I PENDAHLAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, setiap tahun perkembangan jumlah penduduk kota Yogyakarta semakin meningkat dikarenakan banyak pelajar,

Lebih terperinci

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.306, 2015 KEMENHUB. Terminal. Penumpang Angkutan jalan. Pelayanan. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lalu lintas untuk mempermudah mobilitas masyarakat kota melalui sistem dan. maupun berpindah tempat untuk memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. lalu lintas untuk mempermudah mobilitas masyarakat kota melalui sistem dan. maupun berpindah tempat untuk memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan sebuah kota harus ditunjang dengan kelancaran lalu lintas untuk mempermudah mobilitas masyarakat kota melalui sistem dan pelayanan transportasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas angkutan barang dan jasa (orang) yang aman, nyaman, dan berdaya guna.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, sarana transportasi merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dan selalu dibutuhkan manusia. Transportasi digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi penilaian. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah 2.2 Angkutan Undang undang Nomer 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002) LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002) 1. Prasyarat Umum : a) Waktu tunggu rata-rata 5-10 menit dan maksimum 10-20 menit. b) Jarak pencapaian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur: TERMINAL Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

TRANS JOGJA SEBAGAI TRANSPORTASI PENUNJANG PARIWISATA YOGYAKARTA

TRANS JOGJA SEBAGAI TRANSPORTASI PENUNJANG PARIWISATA YOGYAKARTA TRANS JOGJA SEBAGAI TRANSPORTASI PENUNJANG PARIWISATA YOGYAKARTA LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Usaha Perjalanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bandara Adisucipto adalah bandar udara yang terletak di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Semula Bandara Adisucipto

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 137

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci