BAB II PROFIL UNHCR. Negara Berdaulat dan diakui oleh dunia Internasional. Saat ini PBB memiliki

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PROFIL UNHCR. Negara Berdaulat dan diakui oleh dunia Internasional. Saat ini PBB memiliki"

Transkripsi

1 BAB II PROFIL UNHCR 2.1 UNHCR Sebagai Organisasi Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah suatu organisasi internasional terbesar di dunia yang beranggotakan hampir semua negara di dunia. Sejak berdiri hingga saat ini, PBB telah memiliki 193 negara anggota yang juga merupakan Negara Berdaulat dan diakui oleh dunia Internasional. Saat ini PBB memiliki beberapa badan organisasi yang bergerak di berbagai aspek kehidupan manusia, yaitu: Food and Agriculture Organization (FAO) International Atomic Energy Agency (IAEA) International Civil Aviation Organization (ICAO) International Labour Organisation (ILO) International Fund for Agricultural Development (IFAD) International Monetary Fund (IMF) InterGovernmental Maritime Consultative Organization (IMCO) International Telecommunication Union (ITU) United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) United Nations Development Programme (UNDP) United Nations International Drug Control Program (UNDCP)

2 United Nations Environment Programme (UNEP) nited Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) United Nations Fund for International Partnerships (UNFIP) United Nations Population Fund (UNFPA) United Nations Human Settlements Programme (UN HABITAT) United Nations Children's Fund (UNICEF) United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) World Tourism Organization (WTO) United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Salah satu badan organisasi PBB yang saat ini sangat diakui dan kinerjanya tampak jelas adalah UNHCR atau (United Nation High Commisioner for Refugee/ Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi). UNHCR adalah sebuah organisasi internasional yang merupakan badan PBB untuk urusan pengungsi. Badan itu diberi mandat untuk memimpin dan mengkoordinasikan langkah-langkah internasional untuk melindungi pengungsi dan menyelesaikan permasalahan pengungsi di seluruh duniaunhcr didirikan pada 14 Desember 1950 oleh Majelis Umum PBB dan resmi mulai bekerja pada tanggal 1 Januari 1951.

3 Organisasi ini memiliki tugas untuk memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan internasional dalam melindungi pengungsi, pencari suaka maupun orangorang tanpa kewarganegaraan dan menyelesaikan permasalahan pengungsi di dunia. UNHCR ini juga memastikan setiap pengungsi mendapatkan hak untuk memperoleh perlindungan. Dalam melaksanakan fungsinya, UNHCR berpedoman kepada Konvensi Jenewa tahun 1951 dan Protokol Tambahan 1967 sebagai pedoman acuhan. 2.2 Sejarah Berdirinya UNHCR UNHCR atau Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Uursan Pengungsi merupakan organisasi internsional yang berlandaskan asas kemanusiaan (humanity). Sesuai dengan namanya organisasi ini didirikan untuk membantu para pengungsi-pengungsi yang menjadi korban akibat adanya perang, bencana alam, penganiayaan, kekerasan dan lainnya yang membuat seseorang harus mengalami penderitaan dan membutuhkan perlindungan. Sejak awal didirikan sebenarnya organisasi ini hanya difokuskan pada penanganan terhadap orang-orang yang menjadi korban pengungsi akibat konflik Perang Dunia II, dimana wilayah penanganannya hanya terkonsentrasi di kawasan Benua Eropa saja. Pada dasarnya organisasi ini hanya diberi mandat selama 3 tahun untuk menjalankan tugasnya dalam membantu korban-korban pengungsian pasca Perang Dunia II. Namun ternyata, kehadiran UNHCR dirasakan sangat

4 membantu dalam melindungi umat manusia yang membutuhkan perlindungan dikarenakan konflik-konflik negara yang terjadi. Setelah lewat masa kerja UNHCR yang awalnya hanya dimandatkan 3 tahun, PBB merasa badan organisasi ini cukup penting mengingat semakin banyaknya konflik-konflik yang terjadi di dunia, semakin banyaknya perang, penganiayaan, pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang menjadikan rakyat yang tidak bersalah menjadi korban, maka UNHCR tidak dibubarkan melainkan tetap menjalankan tugasnya dalam memberikan perlindungan kepada orang-orang yang menjadi korban pengungsian akibat adanya konflik maupun perang. 2.3 Perkembangan UNHCR 14 Desember 1950 Majelis Umum PBB mendirikan organisasi Komisaris Tinggi untuk Pengungsi (UNHCR). Sesuai dengan kepengurusan nya, organisasi ini bersifat kemanusiaan dan sosial guna membantu orangorang yang menjadi pengungsi. Tahun 1951 Majelis Umum PBB mengadakan konferensi dengan Wakil- Wakil Negara Berkuasa Penuh untuk menyusun suatu dokumen tentang kepengurusan pengungsi dan menandatangani dokumen tersebut yang dirangkum dalam Konvensi Mengenai Status Pengungsi. Konvensi ini dilatarbelakangi banyaknya korban pengungsi pasca Perang Dunai II di Eropa.

5 Tahun 1954, UNHCR berhasil memenangkan penghargaan Nobel Peace atas peran dan kerja kerasnya ikut andil dalam membantu pengungsi di Eropa. Tahun 1956, terjadi peristiwa runtuhnya Revolusi Hungaria yang disebabkan oleh penyerangan Soviet. Karena peristiwa tersebut jumlah korban-korban pengungsi mengalami penaikan drastis, hal ini membuat UNHCR kesulitan dalam menangani banyaknya jumlah pengungsi saat itu. Melalui peristiwa tersebut, peran UNHCR dalam menangani pengungsi semakin tidak dapat dipandang sebelah mata, karena organisasi ini sangatlah dibutuhkan. Tahun 1960, peristiwa Dekolonisasi di Afrika menyebabkan krisis pengungsi dalam jumlah yang besar sehingga membutuhkan intervensi dan peran langsung dari UNHCR. Tahun 1967, dilakukan revisi terhadap Konvensi 1951 yang dikenal dengan Protokol Tambahan Dalam isi Protokol 1967 memperluas penerapan Konvensi Protokol 1967 menghapuskan batasan-batasan letak geografis dimana yang awalnya Konvensi 1951 membatasi pengakuan Konvensi atas pengungsi hanya kepada orang-orang di Eropa yang menjadi korban pengungsi dikarenakan kejadian pasca Perang Dunia II. Hal ini berlandaskan atas semakin banyaknya terjadi peristiwaperistiwa yang menyebabkan krisis pengungsi yang semakin banyak tidak

6 hanya di Eropa namun juga di berbagai wilayah seperti kawasan Asia dan Afrika. Tahun 1980 terjadi peperangan di wilayah Asia-Afrika yang menimbulkan banyak korban pengungsi (Libanon, Somalia, Srilanka, Afghanistan, Urganda). UNHCR melalui Konvensi 1951 dan Protokol 1967 melaksanakan fungsinya dalam penanggulangan pengungsi di kawasan Asia-Afrika tersebut. Tahun 1981 UNHCR kembali mendapatkan penghargaan atas kontribusinya berupa bantuan global dalam membantu para pengungsi. Selama 2 dekade dari tahun 1980an sampai awal tahun 2000an UNHCR membantu mengatasi pergerakan manusia di Asia dan Latin Amerika. Tahun 2000an UNHCR tetap terus menjalankan tugas untuk membantu para pengungsi di berbagai wilayah. Saat itu juga UNHCR dimintai bantuannya untuk membantu para pengungsi internal yang disebabkan oleh konflik. Peran UNHCR semakin meluas tidak hanya sebatas membantu pengungsi namun juga ditunjuk oleh Sidang Umum PBB agar UNHCR dapat menangani bantuan bagi orang-orang tanpa kewarganegaaran yaitu dengan memberikan bantuan hukum kepada orangorang yang tidak berkewarganegaraan dan membantu menghindari serta menghapus adanya orang tanpa status kewarganegaraan di dunia. Dalam penanganan orang tanpa kewarganegaraan, bertolak dari Konvensi 1954 mengenai Status Warga Tanpa Negara, UNHCR akan memberikan

7 bantuan kepada individu dengan membantu menyelesaikan masalah hukum mereka dan membantu memperoleh dokumen yang diperlukan, membantu negara untuk melaksanakan dan meperkuat hukumnya, menyebarkan informasi terkait serta menyusun dokumen pengawasan global. 34 Sampai saat ini UNHCR tetap menjalankan fungsinya dalam membantu pengungsi maupun orang-orang tanpa kewarganegaraan. Akhir tahun 2014 tercatat sekitar 9330 orang yang tergabung sebagai karyawan UNHCR yang tersebar di 125 negara di dunia, baik di daerah pusat maupun daerah terpencil, termasuk 702 orang yang bekerja di kantor pusat UNHCR di Geneva,Swiss. Saat ini UNHCR mengurus 36,4 juta orang yang diantaranya terdiri dari: 15,6 juta pengungsi internal, 10,4 juta pengungsi, sekitar 2,5 juta orang yang kembali ke negara asalnya, 6,5 juta orang tanpa kewarganegaraan, lebih dari 980,000 orang yang mencari suaka (perlindungan) dan lebih dari 400,000 orang yang menjadi perhatian UNHCR lainnya Fungsi dan Wewenang UNHCR 36 Dalam praktiknya, UNHCR di bawah naungan PBB memiliki fungsi memberikan perlindungan internasional kepada para pengungsi serta pencarian 34 UNHCR. September Orang Tanpa Kewarganegaraan di Seluruh Dunia. Hlm History of UNHCR. Diakses dari laman tanggal 04 April 2016 pkl UNHCR. September Statuta Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi. Hlm.10-15

8 solusi permanen masalah pengungsi dengan bekerja sama dengan pemerintahpemerintah negara dalam menangani urusan pengungsi. Jika di dalam melaksanakan fungsinya, UNHCR menemukan kesulitan misalnya tentang suatu kontroversi mengenai status internasional orang tersebut, maka UNHCR akan meminta kominte penasehat pengungsi jika komite itu dibentuk. Selama bekerja UNHCR akan selalu mengikuti petunjuk-petunjuk kebijakan yang diberikan oleh Majelis Umum atau Dewan Ekonomi dan Sosial PBB. Dewan Ekonomi dan Sosial nantinya dapat memutuskan setelah mendengar pendapat UNHCR terkait pokok yang bersangkutan guna membentuk sebuah komite penasehat tentang pengungsi yang akan terdiri dari wakil-wakil negara Anggota dan Negara-negara bukan anggota PBB yang nantinya akan diseleksi oleh Dewan Ekonomi dan Sosial atas dasar perhatian nyata dan pengabdian negara-negara tersebut pada solusi masalah kepengurusan pengungsi. Yang menjadi wewenang UNHCR dalam penanganan pengungsi meliputi: A. (i) Seseorang yang telah dianggap sebagai pengungsi menurut Pengaturan 12 Mei 1926 dan 30 Juni 1928 atau menurut Konvensi 20 Oktober 1933 dan 10 Februari Protokol 14 September 1939 atau Konstitusi Organisasi Internasional. (ii) Seseorang yang sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951 dan yang disebabkan oleh kecemasan yang sungguh-sungguh mendasar, mengalami persekusi-persekusi karena

9 alasan-alasan ras, agama, kebangsaan, atau opini politik, berada di luar negara kewarganegaraannya dan tidak dapat atau karena kecemasan tersebut atau karena alasan-alasan yang bukan alasan-alasan kenikmatan pribadi, tidak mau memanfaatkan perlindungan negara itu; atau seseorang yang tidak bekewarganegaraan dan berada di luar negara dimana ia sebelumnya bertempat tinggal tidak dapat atau karena kecemasan itu atau karena alasan-alasan yang bukan alasan-alasan kenikmatan pribadi tidak mau kembali ke negara itu. Keputusan mengenai terpenuhinya persyaratan yang diambil oleh organisasi pengungsi internasional dalam periode kegiatannya tidak akan mencegah status pengungsi yang diberikan kepada orang-orang yang memenuhi syarat-syarat paragraf ini; Wewenang UNHCR akan berhenti berlaku bagi seseorang yang ditetapkan dalam seksi A di atas jika: a.) Ia secara sukarela telah memanfaatkan kembali perlindungan negara kewarganegaraannya; atau b.) Setelah kehilangan kewarganegaraannya ia secara sukarela telah memperolehnya kembali; atau c.) Ia telah memperoleh kewarganegaraan baru, dan menikmati perlindungan negara kewarganegaraan barunya; atau

10 d.) Ia secara sukarela telah menetap kembali di negara yang telah ditinggalkannya atau di luar negara itu dimana ia tetap tinggal karena kecemasan akan perskusi; atau e.) Ia tidak dapat lagi lebih lama karena keadaan-keadaan yang berhubungan dengan pengakuan atas dirinya sebagai pengungsi sudah tidak ada lagi, mengajukan alasan-alasan yang bukan alasan-alasan kenikmatan pribadi untuk tetap menolak memanfaatkan perlindungan negara kewarganegaraannya. Alasan yang semata-mata bersifat ekonomis tidak dapat diajukan; atau f.) Sebagai seorang yang tidak mempunyai kewarganegaraan, ia tidak dapat lagi dan ia dapat lagi kembali ke negara dimana ia sebelumnya biasa bertempat tinggal, karena keadaan-keadaan yang berhubungan dengan pengakuan atas dirinya sebagai pengungsi sudah tidak ada lagi bertempat tinggal, mengajukan alasan-alasan yang bukan alasan kenikmatan pribadi untuk tetap menolak kembali ke negara tersebut. B. Seseorang lain yang berada di luar negara kewarganegaraanya atau ia tidak mempunyai kewarganegaraan dimana ia sebelumnya bertempat tinggal, karena ia mempunyai atau pernah mempunyai kecemasan yang sungguh-sungguh berdasar akan persekusi karena alasan ras, agama, kebangsaan atau opini politik dan tidak dapat atau karena kecemasan tersebut, tidak mau memanfaatkan perlindungan pemerintah negara

11 kewarganegaraannya, atau jika ia tidak mempunyai kewarganegaraan kembali ke negara dimana ia sebelumnya biasa bertempat tinggal. Dengan ketentuan bahwa wewenang UNHCR sebagaimana ditetapkan di atas tidak akan meliputi: a.) Yang merupakan warga negara lebih dari satu negara kecuali pabila ia memenuhi ketentuan paragraf terdahulu dalam hubungannya dengan tiap negara dimana ia adalah warga negara; atau b.) Yang diakui oleh instansi-instansi yang berwewenang dari negaranegara itu dimana ia telah bertempat tinggal mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terkait pada kewarganegaraan yang dimiliki negara itu; atau c.) Yang tetap menerima dari organ-organ atau badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa lainnya perlindungan atau bantuan; atau d.) Yang mengenai dirinya terdapat alasan-alasan serius untuk menganggap bahwa ia telah melakukan tindak pidana yang diliput oleh ketentuan-ketentuan perjanjian-perjanjian ekstradisi atau tindak pidana yang disebut dalam Pasal VI Piagam London dari Mahkamah Militer Internasional atau oleh ketentuan-ketentuan Pasal 14, paragraf 2, dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. UNHCR akan memberikan perlindungan kepada para pengungsi yang berada di bawah wewenang Komisariatnya dengan :

12 a.) Menggalangkan pembuatan dan pengesahan konvensi-konvensi internasional bagi perlindungan para pengungsi, mengawasi pelaksanaan konvensi-konvensi tersebut dan mengusulkan amandemen-amandemen terhadap konvensi itu; b.) Menggalangkan melalui persetujuan-persetujuan khusus dengan pemerintah-pemerintah pelaksanaan tiap tindakan yang diperkirakan akan memperbaiki keadaan pengungsi dan untuk mengurangi jumlah yang membutuhkan perlindungan; c.) Membantu upaya pemerintah dan swasta untuk menggalangkan repatriasi sukarela dalam komunitas-komunitas nasional baru. d.) Menggalangkan diterima masuknya para pengungsi, tidak terkecuali mereka yang termasuk dalam kategori-kategori paling kekurangan ke dalam wilayah-wilayah Negara-negara; e.) Berusaha keras untuk memperoleh izin bagi para pengungsi untuk memindahkan aset mereka dan terutama aset yang perlu bagi pemukiman mereka; f.) Memperoleh dari pemerintah-pemerintah informasi mengenai jumlah dan kondisi-kondisi para pengungsi dalam wilayah-wilayah mereka serta undang-undang dan peraturan-peraturan mengenai para pengungsi tersebut; g.) Berhubungan erat dengan pemerintah-pemerintah dan organisasiorganisasi antar pemerintah yang bersangkutan;

13 h.) Membina kontak dengan cara yang dianggapnya terbaik dengan organisasi-organisasi swasta yang menangani masalah-masalah pengungsi; i.) Memudahkan koordinasi upaya-upaya organisasi-organisasi swasta yang memperhatikan kesejahteraan para pengungsi. UNHCR akan melakukan kegiatan-kegiatan tambahan termasuk repatriasi dan pemukiman, yang mungkin ditetapkan oleh Majelis Umum dalam batas-batas sumber-sumber yang disediakan baginya. Juga akan mengelola tiap dana, publik atau privat, yang diterimanya untuk bantuan bagi para pengungsi dan akan membagikannya diantara badan-badan privat dan apabila dianggap tepat, badan-badan publik yang dianggapnya mempunyai kemampuan terbaik untuk mengelola bantuan termaksud. UNHCR dapat menolak setiap tawaran yang tidak dianggapnya tepat atau yang tidak dapat dipergunakan. UNHCR juga tidak akan meminta dana kepada pemerintah-pemerintah atau menyampaikan permintaan umum, tanpa persetujuan lebih dulu dari Majelis Umum. UNHCR akan memasukkan ke dalam laporan tahunannya pernyataanpernyataan dari kegiatannya di bidang ini. UNHCR akan berjak menyampaikan pandangan-pandangannya di depan Majelis Umum, Dewan Ekonomi dan Sosial dan badan-badan kedua organ tersebut. UNHCR juga akan melapor setiap tahun kepada Majelis

14 Umum melalui Dewan Ekonomi dan Sosial; laporannya akan dibahas sebagaimana acara terpisah dalam agenda Majelis Umum. UNHCR juga dapat meminta kerjasama berbagai badan khusus. 2.5 Sistem Keorganisasian dan Keuangan UNHCR Komisaris Tinggi (pemimpin) UNHCR akan dipilih oleh Majelis Umum PBB atas pencalonan dari Sekretaris Jenderal. Persyaratan pengangkatan Komisaris Tinggi akan diusulkan oleh Sekretaris Jenderal dan disetujui oleh Majelis Umum. Komisaris Tinggi akan dipilih untuk masa jabatan 3 tahun terhitung mulai 1 Januari Komisaris Tinggi akan mengangkat (untuk masa jabatan yang sama) seorang Wakil Komisaris Tinggi yang bekewarganegaraan lain dari kewarganegaraannya sendiri. 3. a.) Dalam batas-batas penyediaan anggaran yang diberikan, staf Komisariat Tinggi (UNHCR) akan diangkat oleh Komisaris Tinggi dan akan bertanggung jawab kepadanya dalam pelaksanaan fungsi-fungsi mereka. 37 Ibid. Hlm.16-18

15 b.) Staf termaksud akan dipilih dari orang-orang yang setia pada tujuantujuan Komisariat Tinggi. c.) Kondisi-kondisi pengerjaan mereka adalah kondisi-kondisi pengerjaan yang diatur menurut peraturan staf yang diterima oleh Majelis Umum dan ketentuan yang ditetapkan berdasarkan peraturan tersebut oleh Sekretaris Jendral. d.) Ketentuan dapat juga dibuat untuk memperkerjakan personel tanpa kompensasi. 4. Komisaris Tinggi akan berkonsultasi dengan pemerintah negara-negara tempat tinggal para pengungsi mengenai perlunya pengangkatan wakilwakil di negara-negara tersebut. Di negara yang mengakui keperluan termaksud dapat diangkat seorang wakil yang disetujui oleh pemerintah negara itu. Dengan ketentuan sebagaimana disebut terdahulu, wakil yang sama dapat bertugas di lebih dari satu negara. 5. Komisaris Tinggi dan Sekretaris Jenderal akan membuat pengaturan yang tepat bagi penyelenggaraan hubungan dan konsultasi mengenai masalahmasalah yang merupakan kepentingan bersama. 6. Sekretaris Jenderal akan memberikan kepada Komisaris Tinggi segala fasilitas yang perlu dalam batasan-batasan anggaran.

16 7. Komisaris Tinggi akan berkedudukan di Jenewa Swiss. 8. Komisaris Tinggi akan dibiayai dari anggaran Perserikatan Bangsa- Bangsa, kecuali Majelis Umum kemudian memutuskan lain, tidak ada pengeluaran selain pengeluaran administratif yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi Komisariat Tinggi akan dibebankan pada anggaran Perserikatan Bangsa-Bangsa dan segala pengeluaran lain yang berkaitan dengan kegiatan Komisaris Tinggi akan dibiayai oleh sumbangan sukarela. 9. Administrasi Komisariati Tinggi akan ditundukkan pada Peraturan Keuangan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pada ketentuan keuangan yang ditetapkan atas dasar itu oleh Sekretaris Jenderal. 10. Transaksi-transaksi yang berkaitan dengan dana Komisaris Tinggi akan dikenakan audit oleh dewan Auditor Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan ketentuan bahwa Dewan tersebut dapat menerima laporann-laporan yang sudah diaudit dari badan-badan yang mendapat alokasi dana. Pengaturan administratif bagi penahanan dana termaksud dan alokasinya akan disepakati antara Komisaris Tinggi dan Sekretaris Jenderal sesuai dengan peraturan Perserikatan Bangsa-Bangsa serta ketentuan yang ditetapkan atas dasar peraturan tersebut oleh Sekretaris Jenderal.

17 Daftar nama-nama Orang yang menjabat sebagai Komisaris Tinggi (Ketua) UNHCR: NO Nama Awal Jabatan Akhir Jabatan Asal Negara 1 Gerrit Jan van Heuven Belanda Goedhart 2 Auguste Lindt Swiss 3 Félix Schnyder Swiss 4 Sadruddin Aga Khan Iran 5 Poul Hartling Denmark 6 Jean-Pierre Hocké Swiss 7 Thorvald Stoltenberg Jan 1990 November 1990 Norwegia 8 Sadako Ogata Jepang 9 Ruud Lubbers Belanda 10 António Guterres 2005 Sekarang Portugal Tabel 1. Komisaris Tinggi UNHCR 2.6 Instrumen Hukum Dalam Perlindungan Pengungsi Sepanjang abad ke-20 masyarakat internasional secara terus menerus berusaha untuk menciptakan seperangkat pedoman, hukum, dan konvensi untuk memastikan adanya perlakuan yang layak bagi para pengungsi untuk melindungi

18 hak asasi mereka. 38 Realita akan adanya konflik, kekerasa, penganiayaan serta perkusi di berbagai wilayah menjadikan angka pengungsi semakin meningkat. Perlindungan terhadap hak-hak daripada kaum pengungsi telah diatur dalam berbagai instrumen hukum internasional. Instrumen hukum utama yang bersifat secara global mencakup segala aspek kehidupan pengungsi diatur dalam dokumen The 1951Convention Relating to the Status of Refugee (Konvensi Pengungsi 1951) dan 1967 Protocol Relating to the Status of Refugee (Protokol Tambahan 1967). 39 Selain Konvensi 1951 dan Protokol 1967, juga ada beberapa Konvensi dan Dekklarasi yang relevan terkait pengungsi di wilayah tertentu, ada beberapa instrumen hukum yang berlaku di Afrika, Amerika Latin dan Uni Eropa, serta isi hukum hak asasi manusia internasional yang melengkapi hak pengungsi dalam Konvensi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 pada prinsipnya hampir sama. Ada tiga hal pokok yang merupakan isi konvensi tersebut, yaitu : 1. Pengertian dasar pengungsi. Pengertian dasar Pengungsi diartikan dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 penting diketahui sebab diperlukan untuk menetapkan status pengungsi seseorang (termasuk pengungsi atau bukan). Penetapan ini ditetapkan oleh negara tempat orang itu berada dan bekerja sama dengan 38 UNHCR. September Konvensi 1951 dan Protokol 1967 Tentang Status Pengungsi 39 Direktorat HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri RI Penanganan Pencari Suaka dan Pengungsi dalam Konteks Hukum dan Kebijakan. Hlm. 6

19 UNHCR (United Nation High Commissioner For Refugee), yang menangani masalah pengungsi dari PBB. 2. Status hukum Pengungsi, hak dan kewajiban pengungsi di negara tempat pengungsian (hak dan kewajiban berlaku di tempat pengungsian itu berada). 3. Implementasi (pelaksanaan) perjanjian, terutama menyangkut administrasi dan hubungan diplomatik. Di sini titik beratnya administrasi dan hubungan diplomatik. Di sisni titik beratnya ialah pada hal-hal yang menyangkut kerja sama dengan UNHCR. Dengan demikian, UNHCR dapat melakukan tugasnya sendiri dan melakukan tugas pengawasan, terutama terhadap negara-negara tempat pengungsi itu berada. Ada sekitar 146 negara di dunia yang setuju dan ikut menandatangani Konvensi 1951 dan Protokol Tambahan 1967 terkait urusan pengungsi. Negaranegara Pihak tersebut nantinya akan menjadi negara tujuan akhir dari para pengungsi atau yang biasa disebut negara ketiga. Negara ketiga berkewajiban untuk menampung para pengungsi yang telah ditempatkan di negara ketiga tersebut setelah pengungsi tersebut melewati berbagai proses yang dilakukan oleh UNHCR sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tertulis di dalam Konvensi 1951.

20 2.6.1 Konvensi Pengungsi 1951 Konvensi pengungsi 1951 merupakan sebuah dokumen mengikat secara global yang di dalamnya berisikan tentang urusan pengungsi. Konvensi ini disahkan di Jenewa, Swiss pada 28 Juli 1951 dan mulai diberlakukan pada 22 April Awalnya Konvensi Pengungsi 1951 dibuat secara khusus hanya sebagai penanganan terhadap orang-orang yang menjadi pengungsi pasca terjadinya Perang Dunia II. Tetapi seiring berjalannya waktu semakin disadari bawa jumlah pengungsi akibat konflik di berbagai belahan dunia semakin meningkat. Isu pengungsi tidak hanya menjadi permasalahan di kawasan Eropa namun juga telah menjadi masalah global di seluruh dunia Dalam isi Konvensi 1951 ini selain menerangkan hak-hak pengungsi, juga dijabarkan kebebasan beragama dan kebebasan untuk bekerja, memperoleh pendidikan dan dokumen-dokumen perjalanan. Konvensi juga menggaris bawahi kewajiban-kewajiban pengungsi terhadap pemerintah negara tuan rumah yang ditempatinya. Persyaratan penting yang menjadi kunci perjanjian ini adalah bahwa pengungsi tidak boleh dikembalikan atau diperlakukan salah dan dikirim ke suatu negara dimana ia takut diganggu keselamatannya. Konvensi juga menjelaskan tentang golongan orang atau kelompok yang tidak berhak memperoleh perlindungan Konvensi. 40 Isi Pasal 1 dari Konvensi mendefenisikan pengungsi sebagai; 40 UNHCR. September Konvensi Pengungsi 1951, Pertanyaan dan Jawaban. Hlm. 6

21 orang yang berada di luar negara asalnya atau tempat tinggal aslinya; mempunyai dasar ketakutan yang beralasan akan diganggu keselamatannya sebagai akibat kesukuaan, agama, kewarganegaraan, keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu atau pendapat politik yang dianutnya; serta tidak mampu atau tidak ingin memperoleh perlindungan bagi dirinya dari negara asal tersebut, ataupun kembali kesana, karena mengkhawatirkan dirinya. Konvensi menjabarkan dengan rinci pokok-pokok dasar hak asasi manusia yang setidaknya harus sama dengan kebebasan yang dinikmati kaum ekspatriat yang hidup dengan sah di suatu negara dan juga dalam banyak hal harus sama dengan penduduk negara itu sendiri. Selain secara garis besar menerangkan arti istilah pengungsi dan menjabarkan hak-hak pengungsi termasuk kebebasan beragama dan kebebasan untuk bekerja, memperoleh pendidikan dan dokumendokumen perjalanan, konvensi juga menggaris bawahi kewajiban-kewajiban pengungsi terhadap pemerintah negara tuan rumah yang ditempatinya. 41 antara lain 42 : Adapun negara-negara pihak yang telah meratifikasi Konvensi 1951 ini No Negara Aksesi (a) No Negara Aksesi (a), Suksesi (d), Suksesi (d), Ratifikasi) Ratifikasi 1 Afganistan 30 Aug 2005 a 73 Kyrgistan 08 Okt 1966 a 2 Albania 18 Aug 1992 a 74 Latvia 31 Jul 1997 a 41 Ibid, Hlm.7 42 Direktorat HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri RI. Opcit. Hlm 14-19

22 3 Algeria 21 Feb 1963 d 75 Lesotho 14 Mei 1981 a 4 Angola 23 Jun 1981 a 76 Liberia 15 Okt 1964 a 5 Antingua and 07 Sept 1995 a 77 Liechteinsein 08-Mar-57 Barbuda 6 Argentina 15 Nov 1961 a 78 Lithunia 28 Apr 1997 a 7 Armenia 06 Jul 1993 a 79 Luxemburg 23-Jul-53 8 Australia 22 Jan 1954 a 80 Madagaskar 18 Des 1967 a 9 Austria 01 Nov Malawi 10 Des 1987 a 10 Azeirbaijan 12 Feb 1993 a 82 Mali 02 Feb 1973 d 11 Bahamas 15 Sept 993 a 83 Malta 17 Jun 1971 a 12 Belarus 23 Aug 2001 a 84 Mauritania 05 Mei 1987 a 13 Belgium 22 Jul1953 a 85 Mexico 07 Juni 2000 a 14 Belize 27 Jun 1953 a 86 Monaco 18 Mei 1954 a 15 Benin 4 Apr 1962 d 87 Montenegro 10 Okt 2006 d 16 Bolivia 9 Feb 1982 a 88 Morocco 07 Nov 1956 d 17 Bosnia and 1 Sept 1993 d 89 Mozambique 16 Des 1983 a Herzegovina 18 Botswana 06 Jan 1969 a 90 Nambia 17 Feb 1995 a 19 Brazil 16 Nov Nauru 28 Jun 2011 a 20 Bulgaria 12 Mei 1993 a 92 Netherlands 03-Mei Burkina Faso 18 Juni 1980 a 93 New Zealand 30 Jun 1960 a

23 22 Burundi 19 Juli 1963 a 94 Nicaragua 28 Mar 1980 a 23 Cambodia 15 0kt 1992 a 95 Niger 25 Aug 1961 d 24 Cameroon 23 Okt 1961 d 96 Nigeria 23 Okt 1967 a 25 Canada 4 Juni 1969 a 97 Norway 23 Mar 1953 a 26 Cent African 4 Des 1962 d 98 Panama 02 Aug 1978 a Replubic 27 Chad 19 Aug 1981 a 99 Papua NeGuinea 17 Jul 1986 a 28 Chili 28 Jan 1972 a 100 Paraguay 01 Apr 1970 a 29 China 24 Sep 1982 a 101 Peru 21 Des 1964 a 30 Columbia 10 Okt 1961 a 102 Philiphines 22 Jul 1981 a 31 Congo 15 Okt 1962 d 103 Poland 27 Sept 1991 a 32 Costarica 28 Mar 1978 a 104 Portugal 22 Des 1960 a 33 Cote d'ivore 8 Des 1961 d 105 Korea 03 Des 1992 a 34 Croatia 12 Okt 1992 d 106 Moldova 31 Jan 2002 a 35 Cyprus 16 Mei 1963 d 107 Romania 07 Aug 1991 a 36 Czech Republic 11 Mei 1993 d 108 Russian Federation 02 Feb 1993 a 37 Democratif 19 Jul 1965 a 109 Rwanda 03 Jan 1980 a Chongo 38 Denmark 04-Des Samoa 21 Sept 1988 a 39 Djibouti 09 Aug 1977 d 111 Sao Tome Princ 01 Feb 1978 a

24 40 Dominica 17 Feb 1994 a 112 Senegal 02 Mei 1963 d 41 Dominican 04 Jan 1978 a 113 Serbia 12 Mar 2001 d Republic 42 Equador 17 Aug 1955 a 114 Seychelles 23 Apr 1980 a 43 Egypt 22 Mei 1981 a 115 Sierra Leone 22 Mei 1981 a 44 El Salvador 28 Apr 1983 a 116 Slovakia 04 Feb 1993 d 45 Equatorial 07 Feb 1986 a 117 Slovenia 06 Jul 1992 d Guinea 46 Estonia 10 Apr 1997 a 118 Solomon Island 10 Okt 1978 a 47 Ethiopia 10 Nov 1969 a 119 Somalia 12 Jan 1996 a 48 Fiji 12 Jun 1972 d 120 South Afrika 14 Aug 1978 a 49 Finland 10 Okt 1968 a 121 Spain 14 Aug 1978 a 50 France 23 Jun St. Kitts and 01 Feb 2002 a Navis 51 Gabon 27 Apr 1964 a 123 St. Vincent 03 Nov 1993 a 52 Gambia 07Sept 1966 d 124 Sudan 22 Feb 1974 a 53 Georgia 09 Aug 1999 a 125 Suriname 29 Nov 1978 d 54 Germany 01 Des Swaziland 14 Feb 2000 a 55 Ghana 18 Mar 1963 a 127 Sweden 26 Okt Greece 05 Apr Switzeland 21 Jan Guatemala 22 Sep 1983 a 129 Tajikistan 07 Des 1993 a

25 58 Guinea 28 Des 1965 d 130 The Yugoslav 18 Jan 1994 d Macedonia 59 Guinea Bissau 11 Feb 1976 a 131 Timor Leste 07 Mei 2003 a 60 Haiti 25 Sept 1984 a 132 Togo 27 Feb 1962 d 61 Holy See 15 Mar Trinidad Tobago 10 Nov 2000 a 62 Honduras 23 Mar 1992 a 134 Tunisia 24 Okt 1957 d 63 Hungary 14 Mar 1989 a 135 Turkey 30 Mar Iceland 30 Nov 1955 a 136 Turkmenistan 02 Mar 1998 a 65 Iran 28 Jul 1976 a 137 Tuvalu 07 Mar 1986 d 66 Ireland 29 Nov 1956 a 138 Urganda 27 Sept 1976 a 67 Israel 01 Okt Ukraine 10 Jun 2002 a 68 Italy 15 Nov UK of Great 11 Mar 1954 a Britain&Nort Ireland 69 Jamaica 30 Jul 1964 d 141 United Republic 12 Mei 1964 a of Tanzania 70 Japan 03 Okt 1981 a 142 Uruguay 22 Sept 1970 a 71 Kazakhstan 15 Jan 1999 a 143 Yemen 18 Jan 1980 a 72 Kenya 16May 1966 a 144 Zambia 24 Sept 1969 d 145 Zimbabwe 25 Aug 1981 a Tabel 2. Negara Pihak Konvensi Pengungsi 1951

26 Konvensi 1951 berisikan sejumlah hak-hak yang diperoleh pengungsi juga menekankan kapa saja yang menjadi kewajiban-kewajiban bagi para pengungsi terhadap negara penerimanya. Dasar utama dari Konvensi 1951 ini adalah prinsip non-rerefoulement yang tertuang dalam Pasal 33 Konvensi Pasal 33: Larangan Pengusiran atau Pengembalian ( Refoulement ) 1.Tidak ada negara Pihak yang akan mengusir atau mengembalikan (refouler) pengungsi dengan cara apapun ke perbatasan wilayah-wilayah dimana hidup atau kebebsannya akan terancam karena ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau opini politiknya. 2. Namun, keuntungan ketentuan ini tidak boleh diklaim oleh pengungsi dimana terdapat alasan-alasan yang layak untuk menganggapnya sebagai bahaya terhadap keamanan negara dimana ia berada, atau karena telah dijatuhi hukuman oleh putusan hakim yang bersifat final atas tindak pidana sangat berat ia merupakan bahaya bagi masyarakat negara itu. Menurut prinsip ini jelas dikatakan bahwa seorang pengungsi sebaiknya tidak dikembalikan ke negara dimana ia akan menghadapi ancaman serius terhadap kelangsungan hidupnya, tetapi perlindungan seperti ini bisa tidak didapatkan oleh pengungsi yang dirinya terbukti dianggap sebagai ancaman, teroris, orang jahat yang merupakan suatu ancaman bahaya bagi keamanan negara, atau orang tersebut telah didakwa/tersangka melakukan kejahatan serius yang berbahaya bagi masyarakat.

27 Beberapa pasal yang penting terkait keberadaan pengungsi yang dituliskan dalam Konvensi 1951 adalah 43 : Hak untuk tidak dihukum karena masuk secara ilegal ke negara tertentu. (Pasal 31: Pengungsi yang Berada Secara Tidak Sah di Negara Pengungsian) 1. Negara-negara Pihak tidak akan mengenakan hukuman pada para pengungsi, karena masuk atau keberadaannya secara tidak sah, yang datang langsung dari wilayah dimana hidup atau kebebasannya terancam dalam arti Pasal I, masuk ke atau berada di wilayah negara-negara pihak tanpa izin, asalkan mereka segera melaporkan diri kepada instansi-instansi setempat dan menunjukkan alasan yang layak atas masuk atau keberadaan mereka secara tidak sah. 2. Negara-negara pihak tidak akan mengenakan pembatasan-pembatasan terhadap perpindahan para pengungsi termaksud kecuali pembatasanpembatsan yang perlu dan pembatasan-pembatasan demikian hanya akan diberlakukan sampai status mereka di negara itu disahkan atau mereka mendapat izin masuk ke negara lain. Negara-negara Pihak akan memberikan waktu yang layak dan segala kemudahan yang perlu kepada para pengungsi tersebut untuk medapatkan izin masuk ke negara lain. 43 UNHCR. September Konvensi 1951 dan Protokol 1967 Tentang Status Pengungsi, Hlm4, dengan melihat Isi Konvensi dan Protokol Mengenai Status Pengungsi

28 Hak untuk bekerja (Pasal 17: Pekerjaan yang Menghasilkan Upah) 1. Negara Pihak akan memberikan kepada para pengungsi yang tinggal secara sah di wilayah negara tersebut, perlakuan yang paling baik yang diberikan kepada warga negara dari negara asing dalam keadaan yang sama mengenai hak untuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan upah. 2. Biar bagaimanapun, tindakan-tindakan pembatasan yang diterapkan pada orang-orang asing atau pada penggunaan tenaga kerja orang asing untuk melindungi pasar kerja nasional tidak akan diterapkan pada pengungsi yang sudah bebas dari tindakan-tindakan pembatasan tersebut pada tanggal mulai berlakunya Konvensi ini bagi Negara Pihak yang bersangkutan, dan atau yang memenuhi salah satu dari syarat berikut : a. Ia telah bertempat tinggal selama 3 tahun di Negara Pihak tersebut. b. Ia mempunyai suami atau istri yang bekewarganegaraan negara setempat tinggalnya. Seorang pengungsi tidak boleh memohon keuntungan-keuntungan dari keuntungan ini jika ia telah meninggalkan istri atau suaminya. c. Ia mempunyai seorang anak atau lebih yang memiliki kewarganegaraan negara tempat tinggalnya. 3. Negaranegara Pihak akan mempertimbangkan secara simpatik asimilasi hak-hak semua pengungsi mengenai pekerjaan yang menghasilkan upah

29 dengan hak-hak warga negara mengenai hal tersebut, dan terutama pengungsi yang masuk ke dalam wilayah Negara-negara Pihak sesuai dengan program-program perekrutan pekerja atau berdasarkan rencanarencana keimigrasian. (Pasal 18: Swakarya) Negara-negara Pihak akan memberikan kepada pengungsi yang berada secara sah di wilayahnya perlakuan yang sebaik mungkin dan biar bagaimanapun tidak kurang baiknya daripada perlakuan yang diberikan kepada orang-orang asing pada umumnya dalam keadaan yang sama, mengenai hak untuk melakukan usaha sendiri dalam pertanian, industri \, kerajinan dan perdagangan dan untuk mendirikan perusahaan dagang dan perusahaan industri. (Pasal 19: Profesi Bebas) 1. Tiap negara Pihak akan memberikan kepada pengungsi yang tinggal secara sah di wilayahnya yang mempunyai ijazah yang diakui oleh instansi yang berwewenang Negara tersebut, dan yang ingin menjalankan profesi bebas perlakuan yan sebaik mungkin dan biar bagaimana pun tidak kurang baiknya daripada perlakuan yang diberikan kepada orang-orang asing umumnya dalam keadaan yang sama. 2. Negara-negara Pihak akan berusaha sebaik-baiknya sesuai dengan Undang-undang dan Konstitusinya untuk memukimkan para pengungsi

30 termaksud di wilayah-wilayah, selain wilayah metropolitan yang hubungan internasionalnya menjadi tanggung jawab Warga negara tersebut. Hak atas rumah (Pasal 21: Perumahan) Mengenai perumahan, negara-negara Pihak sejauh masalah itu diatur oleh undang-undang atau peraturan-peraturan atau ditempatkan di bawah pengawasan instansi-instansi publik, akan memberikan kepada para pengungsi yang tinggal secara sah di wilayahnya perlakuan yang sebaik mungkin dan biar bagaimanapun tidak kurang baiknya daripada perlakuan yang diberikan kepada orang-orang asing umumnya dalam keadaan yang sama. Hak atas pendidikan (Pasal 22: Pendidikan Umum) 1. Negara-negara Pihak akan memberikan kepada para pengungsi perlakuan yang sama dengan perlakuan yang diberikan kepada warga negara mengenai pendidikan dasar. 2. Negara-negara Pihak akan memberikan kepada para pengungsi perlakuan yang sebaik mungkin dan bagaimana pun tidak kurang baiknya daripada perlakuan yang diberikan kepada orang-orang asing umumnya dalam

31 keadaan yang sama, mengenai pendidikan selain pendidikan dasar dan terutama mengenai akses ke studi, pengakuan sertifikat-setifikat sekolah asing, ijazah dan gelar, pembebasan baiaya-biaya dan pungutan-pungutan suara pemberian beasiswa-beasiswa. Hak atas bantuan dan pertolongan publik (Pasal 23; Pertolongan Publik) Negara-negara Pihak akan memberikan kepada para pengungsi yang tinggal secara sah di wilayahnya, perlakuan yang sama mengenai pertolongan dan bantuan publik seperti yang diberikan kepada negaranegaranya. Hak kebebasan beragama (Pasal 4: Agama) Negara-negara Pihak akan memberikan kepada para pengungsi yang berada di dalam wilayahnya, perlakuan yang setidak-tidaknya sama dengan perlakuan yang diberikan kepada warganegaranya mengenai kebebasan-kebebasan menjalankan agama dan kebebasan tentang pendidikan anak-anak mereka.

32 Hak untuk mengakses pengadilan. (Pasal 16: Akses ke Pengadilan) 1. Seorang pengungsi akan mempunyai akses bebas ke pengadilanpengadilan di wilayah semua Negara Pihak. 2. Seorang pengungsi akan menikmati di Negara Pihak dimana ia biasanya bertempat tinggal perlakuan yang sama seperti warga negara dalam hal-hal yang berkaitan dengan akses ke Pengadilan-pengadikan termasuk bantuan hukum dan pembebasan dari cautio judicatum solvi. 3. Seorang pengungsi akan diberikan dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam ayat 2 di negara-negara selain negara dimana ia biasanya bertempat tinggal perlakuan yang diberikan kepada warga dari negara dimana ia biasanya bertempat tinggal. Hak atas kebebasan bergerak dalam suatu wilayah. (Pasal 26; Kebebasan Berpindah Tempat) Tiap Negara Pihak akan memberikan kepada para pengungsi yang berada secara sah di wilayahnya hak untuk memilih tempat tinggal mereka dan untuk berpindah tempat secara bebas dalam wilayahnya sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku bagi orang-orang asing umumnya dalam keadaan yang lama.

33 Hak untuk diberikan dokumen identitas dan perjalanan. (Pasal 27: Surat Identitas) Negara-negara Pihak akan mengeluarkan surat-surat identitas untuk tiap pengungsi di wilayahnya yang tidak memiliki dokumen perjalanan yang berlaku. Pasal 28: Dokumen Perjalanan) 1. Negara negara Pihak akan mengeluarkan untuk para pengungsi yang tinggal secara sah di wilayahnya, dokumen-dokumen perjalanan untuk maksud bepergian keluar wilayahnya, kecuali apabila alasan-alasan keamanan nasional atau ketertiban umum yang memaksa mengharuskan lain, dan ketentuan-ketentuan skedul yang terlampir pada Konvensi ini akan berlaku bagi dokumen-dokumen termaksud. Negara-negara pihak dapat mengeluarkan dokumen perjalanan termaksud untuk tiap pengungsi lain yang berada di wilayahnya yang tidak dapat memperoleh dokumen perjalanan di negara tempat tinggal mereka yang sah. 2. Dokumen-dokumen perjalanan yang dikeluarkan untuk pengungsi berdasarkan persetujuan-persetujuan internasional sebelumnya oleh pihakpihak pada persetujuan-persetujuan Internasional tersebut akan diakui dan diperlakukan oleh negara-negara Pihak secara seakan-akan perjalan itu dikeluarkan berdasarkan Pasal ini.

34 2.6.2 Protokol 1967 Protokol Tambahan 1967 merupakan penyempurnaan dari Konvensi 1951 yang telah ada. Pada Konvensi mengenai Status Pengungsi yang ditandatangani di Jenewa tanggal 28 Juli 1951 tersebut hanya mencakup orangorang yang menjadi pengungsi sebagaiakibat dari dampak peristiwa-peristiwa yang terjadi di tahun 1950-an tepatnya di wilayah Eropa, dimana saat itu telah terjadi Perang Dunia II yang menimbulkan banyak para pengungsi yang membutuhkan perlindungan. Dalam isi dokumen Protokol Tambahan 1967 menghilangkan faktor keterbatasan lokasi secara geografis dimana awalnya hanya mencakup kawasan Eropa saja yang khususnya terlibat dalam peristiwa di Eropa saat itu. Sehingga dalam dokumen Protokol 1967 ini tidak lagi membatasi perlindungan wilayah keberadaan para pengungsi. Semua orang yang dikategorikan sebagai pengungsi dan membutuhkan perlindungan atas adanya ancaman terhadap hidupnya di wilayah negara manapun, maka orang tersebut harus dilindungi sesuai dengan ketentuan Konvensi 1951 dan Protokol 1967 sebagai penyempurnaan konvensi tersebut.

35 Adapun negara yang telah meratifikasi Protokol 1967 ini antara lain 44 : N Negara Aksesi(a), No Negara Aksesi(a), o Suksesi (d) Suksesi 1 Afganistan 30 Aug 2005 a 74 Kyrgistan 8 Okt 1996 a 2 Albania 18 Aug 1992 a 75 Latvia 31 Jul 1997 a 3 Algeria 08 Nov 1967 a 76 Lesotho 14 Mei 1981 a 4 Angola 23 jun 1981 a 77 Liberia 27 Feb 1980 a 5 Antingua and Barbuda 07 Sept 1995 a 78 Liechteinsein 20 Mei 1986 a 6 Argentina 06 Des 1967 a 79 Lithunia 28 Apr 1997 a 7 Armenia 06 Jul 1993 a 80 Luxemburg 22 Ap 1971 a 8 Australia 13 Des 1973 a 81 Malawi 10 Des 1987 a 9 Austria 05 Sept Mali 02 Feb 1973 a a 10 Azeirbaijan 12 Feb 1993 a 83 Malta 15 Sept 1971 a 44 Direktorat HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri RI. Op.cit. Hlm 20-26

36 11 Bahamas 15 Sept Mauritania 05 Mei 1987 a a 12 Belarus 23 Aug 2001 a 85 Mexico 07 Jun 2000 a 13 Belgium 08 Apr 1969 a 86 Monaco 16 Jun 2010 a 14 Belize 27 Jun 1990 a 87 Montenegro 10 Okt 2006 d 15 Benin 06 Jul 1970 a 88 Morocco 20 Apr 1971 a 16 Bolivia 9 Feb 1982 a 89 Mozambique 01 Mei 1989 a 17 Bosnia and 1 Sept 1993 d 90 Nambia 17 Feb 1995 a Herzegovina 18 Botswana 06 Jan 1969 a 91 Nauru 28 Jun 2011 a 19 Brazil 07 Apr 1972 a 92 Netherlands 29 Nov 1968 a 20 Bulgaria 12 Mei 1993 a 93 New Zealand 06 Aug 1973 a 21 Burkina Faso 18 Jun 1980 a 94 Nicaragua 28 Mar 1980 a 22 Burundi 15 Mar 1971 a 95 Niger 02 Feb 1970 a 23 Cabo Verde 09 Jul 1987 a 96 Nigeria 02 Mei 1968 a

37 24 Cambodia 15 Okt 1992 a 97 Norway 28 Nov 1967 a 25 Cameroon 19 Sept Panama 02 Aug 1978 a a 26 Canada 04 Jun 1969 a 99 Papua New 17 Jul 1986 a Guinea 27 Central 30 Aug 1969 a 100 Paraguay 01 Apr 1970 a African Replubic 28 Chad 19 Aug 1981 a 101 Peru 21-Des Chili 27 Apr 1972 a 102 Philiphines 22 Jul 1981 a 30 China 24 Sept Poland 27 Sept 1991 a a 31 Columbia 04 Mar 1980 a 104 Portugal 22 Des 1960 a 32 Congo 10 Jul 1970 a 105 Korea 03 Des 1992 a 33 Costarica 28 Mar 1978 a 106 Moldova 31 Jan 2002 a 34 Cote d'ivore 16 Feb 1970 a 107 Romania 07 Aug 1991 a

38 35 Croatia 12 Okt 1992 d 108 Russian 02 Feb 1993 a Federation 36 Cyprus 09 Jul 1968 a 109 Rwanda 03 Jan 1980 a 37 Czech 11 Mei 1993 d 110 Samoa 21 Sept 1988 a Republic 38 Democratic 13 Jan 1975 a 111 Sao Tome and 01 Feb 1978 a Rep Chongo of Principe 39 Denmark 29 Jan 1968 a 112 Senegal 02 Mei 1963 d 40 Djibouti 09 Aug Serbia 12 Mar 2001 d d 41 Dominica 17 Feb 1994 a 114 Seychelles 23 Apr 1980 a 42 Dominican 04 Jan 1978 a 115 Sierra Leone 22 Mei 1981 a Republic 43 Equador 06 Mar 1969 a 116 Slovakia 04 Feb 1993 d 44 Egypt 22 Mei 1981 a 117 Slovenia 06 Jul 1992 d 45 El Salvador 28 Apr 1983 a 118 Solomon Island 12 Apr 1995 a

39 46 Equatorial 07 Feb 1986 a 119 Somalia 10 Okt 1978 a Guinea 47 Estonia 10 Apr 1969 a 120 South Afrika 12 Jan 1996 a 48 Ethiopia 10 Nov 1969 a 121 Spain 14 Aug 1978 a 49 Fiji 12 Jun 1972 d 122 St. Vincent 03 Nov 2003 a 50 Finland 10 Okt 1968 a 123 Sudan 23 Mei 2003 a 51 France 03 Feb 1971 a 124 Suriname 29 Nov 1978 d 52 Gabon 28 Aug 1973 a 125 Swaziland 28 Jan 1969 a 53 Gambia 29 Sept Sweden 04 Okt 1976 a a 54 Georgia 09 Aug 1999 a 127 Switzeland 20 Mei 1986 a 55 Germany 05 Nov 1969 a 128 Tajikistan 07 Des 1993 a 56 Ghana 30 Okt 1968 a 129 The Yugoslav 18 Jan 1994 d Macedonia 57 Greece 07 Aug 1968 a 130 Timor Leste 07 Mei 2003 a 58 Guatemala 22 Sept1983 a 131 Togo 01 Des 1969 a

40 59 Guinea 16 Mei 1968 a 132 Trinidad and 10 Nov 2000 a Tobago 60 Guinea Bissau 11 Feb 1976 a 133 Tunisia 16 Okt 1968 a 61 Haiti 25 Sept Turkey 31 Jul 1968 a a 62 Holy See 08 Jun 1967 a 135 Turkmenistan 02 Mar 1998 a 63 Honduras 23 Mar 1992 a 136 Tuvalu 07 Mar 1968 d 64 Hungary 14 Mar 1989 a 137 Urganda 27 Sept 1976 a 65 Iceland 26 Apr 1968 a 138 Ukraine 04 Apr 2002 a 66 Iran 28 Jul 1976 a 139 UK of Great 04 Sept 1968 a Britain&Nort Ireland 67 Ireland 06 Nov 1968 a 140 United Republic 04 Sept 1968 a of Tanzania 68 Israel 14 Jun 1968 a 141 United State of 01 Nov 1968 a America 69 Italy 26 Jan 1972 a 142 Uruguay 22 Sept 1970 a

41 70 Jamaica 30 Okt 1980 a 143 Venezuela 19 Sept 1968 a 71 Japan 01 Jan 1982 a 144 Yemen 18 Jan 1980 a 72 Kazakhstan 15 Jan 1999 a 145 Zambia 24 Sept 1969 a 73 Kenya 13 Nov 1981 a 146 Zimbabwe 25 Aug 1981 a Tabel 3. Negara Pihak Protokol Tambahan 1967 Ada beberapa pasal yang terdapat di Protokol 1967 sebagai bentuk penyempurnaan terhadap Konvensi 1951, yaitu : Pasal I (Ketentuan Umum) 1. Negara-negara Pihak pada Protokol ini berjanji untuk menerapkan Pasal 2 sampai dengan Pasal 34 Konvensi pada para pengungsi sebagaimana didefenisikan berikut ini. 2. Untuk maksud Protokol ini, istilah pengungsi kecuali mengenai pelaksanaan ayat 3 Pasal ini akan berarti tiap orang yang termasuk dalam definisi Pasal 1 Konvensi seakan-akan kata-kata Sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951dan... dan kata-kata... sebagai akibat peristiwa-perisstiwa termaksud, dalam pasal 1A (2) ditiadakan. 3. Protokol ini akan dilaksanakan oleh Negara-negara Pihak pada Protokol ini tanpa suatu pembatasan geografis, kecuali apabila deklarasi-deklarasi yang ada yang dibuat oleh Negara-negara yang

42 telah menjadi pihak pada Konvensi sesuai dengan Pasal 1B Konvensi, kecuali apabila; diperluas berdasarkan Pasal 13 Konvensi, akan berlaku juga berdasarkan Protokol ini. Pasal V (Aksesi) Protokol ini akan terbuka untuk aksesi bagi semua negara Pihak pada Konvensi dan tiap Negara Anggota Perserikatan Bangsa-bangsa lainnya atau tiap anggota badan khusus atau tiap negara yang mungkin diundang oleh Majelis Umum PBB untuk beraksesi. Aksesi akan diakukan dengan penyimpanan piagam aksesi pada Sekretari Jenderal PBB. Pasal VI (Klausul Federal) Dalam hal Negara Federal atau Negara yang bukan negara kesatuan akan berlaku ketentuan-ketentuan berikut: a.) Mengenai pasal-pasal Konvensi yang akan diterapkan sesuai dengan Pasal 1, ayat 1 Protokol ini yang termasuk dalam yuridiski legislatif kekuasaan legislatif federal, kewajibankewajiban Pemerintah Federal pada Tingkat ini sama dengan kewajiban-kewajiban Negara-negara Pihak yang bukan negaranegara Federal. b.) Mengenai pasal-pasal Konvensi yang akan diterapkan sesuai dengan Pasal I ayat 1 Protokol ini yang termasuk dalam

43 yuridiksi legislatif negara-negara bagian, provinsi-provinsi atau kantor, yang menurut sistem konstitusional federasi, Pemerintah Federal akan menyampaikan pasal-pasal termaksud dengan rekomendasi yang baik kepada instansi-instansi yang cocok dari Negara-negara bagian, provinsi-provinsi atau kanton secepat mungkin untuk diperhatikan; c.) Negara Federal Pihak pada Protokol ini atas permintaan Negara pihak lain pada Protokol ini yang disampaikan melalui Sekretaris Jenderal PBB akan memberikan keterangan tentang undang-undang dan praktik Federasi dan unit-unit bagiannya mengenai ketentuan tertentu Konvensi yang akan dilaksanakan sesuai dengan Pasal I ayat 1 Protokol ini yang menunjukkan jangkauan berlakunya ketentuan itu yang ditentukan oleh tindakan legislatif atau tindakan lain Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara Pihak 45 Negara-negara yang telah mengesahkan Konvensi Pengungsi dan Protokol wajib melindungi pengungsi di wilayah mereka sesuai dengan ketentuan konvensi itu. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain: 45 Direktorat HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri RI.Op.cit. Hal 11-12

44 Kerjasama dengan UNHCR Pasal 35 Konvensi Pengungsi dan Pasal 11 Protokol 1967 memuat kesepakatan bagi Negara Pihak untuk bekerjasama dengan UNHCR dalam melaksanakan fungsinya dan terutama untuk membantu UNHCR mengawasi pelaksanaan ketentuan yang terdapat dalam konvensi tersebut. Informasi tentang Peraturan Perundang-Undangan Nasional Negara Pihak pada Konvensi Pengungsi sepakat untuk menginformasikan Sekretaris Jenderal PBB undang-undang dan Peraturan yang mungkin mereka buat untuk memastikan pelaksanaan Konvensi itu. Pengecualian dari Resiprositas Apabila menurut hukum suatu negara pemberian hak kepada orang asing tunduk pada pemberian perlakuan yang sama oleh negara kewarganegaraan orang asing tersebut (resiprositas), ketentuan ini tidak akan berlaku bagi pengungsi. Konsepsi resiprositas tidak berlaku bagi pengungsi karena mereka tidak memiliki perlindungan negara asal mereka. 2.7 Orang-orang yang Dibantu oleh UNHCR Selayaknya ada beberapa golongan orang-orang yang menjadi perhatian dari UNHCR yaitu:

45 1. Pengungsi (refugee) Pengungsi adalah orang-orang yang terpaksa untuk meninggalkan negara asalnya karena adanya berbagai ancaman dari dalam negaranya yang membahayakan kelangsungan hidup dan kebebasannya, biasanya karena faktor adanya perbedaan ras, suku, agama, opini publik yang mengharuskan orang tersebut keluar dari negara tempat ia tinggal dan tidak bisa kembali lagi ke negara tersebut karena adan rasa ketakutan akan ancaman yang mebahayakan dirinya. Sampai saat ini UNHCR membantu lebih dari 33 juta orang dan ada sekitar jiwa pengungsi yang terdaftar di kantor UNHCR Indonesia. 2. Pencari suaka (asylum seeker) Pencari suaka adalah seorang atau sekelompok individu yang mencari perlindungan internasional secara individu maupun berkelompok melalui pengajuan permohonan untuk mendapatkan status pengungsi. Golongan pencari suaka belum tentu semuanya dapat dimasukkan ke dalam kategori pengungsi, namun pengungsi sudah pasti sebelumnya berasal dari golongan pencari suaka. Dalam mendapatkan status sebagai pengungsi, pencari suaka akan diseleksi dengan berbagai prosedur oleh UNHCR, apakah pencari suaka tersebut dapat dikategorikan pengungsi (sesuai dengan ketentuan pengungsi dalam Konvensi) atau tidak. Sampai saat ini di Indonesia, UNHCR telah mencatat sekitar jiwa pencari suaka.

46 3. Pengungsi dalam negara sendiri ( Internally Displaced Persons, IDP s) 46 IDP s adalah orang-orang atau kelompok individu yang telah dipaksa atau terpaksa pergi meninggalkan rumahnya atau tempatnya biasa tinggal, terutama sebagai akibat atau untuk menghindari dampak dari konflik bersenjata, kekerasan umum, pelanggaran terhadap hak asasi manusia atau bencana yang disebabkan oleh alam atau manusia, dan mereka yang belum melintasi perbatasan negara yang diakui secara internasional. Sekitar 24,5 juta jiwa pengungsi internal di 52 negara. UNHCR telah memberi bantuan kepada 12 juta jiwa dari kelompok ini, disamping 9,9 juta pengungsi yang ditanganinya. Dalam menangani IDP s UNHCR memimpin tanggung jawab untuk mengambil peran khusus untuk melindungi, menyediakan, dan mengkoordinasi penampungan darurat dan kamp bagi orang-orang IDP s. 4. Orang Tanpa Kewarganegaraan (Stateless Person) Orang tanpa kewarganegaraan adalah orang-orang yang menurut hukum setempat tidak menikmati hak sebagai warganegara, yaitu ikatan hukum antara pemerintah dengan individu manapun. Pada keadaan tertentu seorang warga tanpa kewarganegaraan bisa juga menjadi pengungsi jika orang tersebut dipaksa meninggalkan negara tempat asalnya karena dianiaya. 46 UNHCR. Pengungsi dalam Negeri Sendiri.Switzerland; Relasi Media dan Pelayanan Informasi Publik

LAMPIRAN. Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010

LAMPIRAN. Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010 LAMPIRAN Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010 No Kota IPK 1 Denpasar 6.71 2 Tegal 6.26 3 Surakarta 6.00 4 Yogyakarta 5.81 5 Manokwari 5.81 6 Gorontalo 5.69 7 Tasikmalaya 5.68 8 Balikpapan

Lebih terperinci

Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia

Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia Berikut ini adalah daftar negara-negara yang telah terkena atau telah, atau sedang maupun bom curah. Catatan disertakan di bagian bawah tabel untuk menunjukkan

Lebih terperinci

Statuta. Komisariat Tinggi

Statuta. Komisariat Tinggi Statuta Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan PengunGsi RESOLUSI MAJELIS UMUM 428 (V) 14 Desember 1950 STATUTA KOMISARIAT TINGGI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA URUSAN PENGUNGSI dengan suatu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.699, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea masuk. Impor. Benang kapas. Pengenaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PMK.011/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN

Lebih terperinci

2017, No Perdagangan Indonesia menerima permohonan perpanjangan Tindakan Pengamanan, maka Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia melakukan pe

2017, No Perdagangan Indonesia menerima permohonan perpanjangan Tindakan Pengamanan, maka Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia melakukan pe No.1292, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan. Impor Produk Canai Lantaian dari Besi atau Baja Bukan Paduan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Laporan Keluarga Angkat (sedikitnya diisi 1 kali selama Inbound tinggal bersama keluarga angkat, dan bila dirasa perlu)

Laporan Keluarga Angkat (sedikitnya diisi 1 kali selama Inbound tinggal bersama keluarga angkat, dan bila dirasa perlu) Laporan Keluarga Angkat (sedikitnya diisi 1 kali selama Inbound tinggal bersama keluarga angkat, dan bila dirasa perlu) Nama Inbound * Host Club * Nama Club Konselor * Lama tinggal sampai saat ini* Negara

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERI KEUANGAN SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 155/PMK.010/2015 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK STEEL WIRE ROD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER!

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 NO NEGARA LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 A F R I K A 2 0 2 2 AFGHANISTAN 61 63 124 3 ALJAZAIR

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015 NO NEGARA LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 A F R I K A 2 0 2 2 AFGHANISTAN 61 61 122 3

Lebih terperinci

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 87/PMK.011/2011 TENTANG : PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1142, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengamanan Impor Barang. Kawat Besi/Baja. Bea masuk. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.011/2012 TENTANG PENGENAAN

Lebih terperinci

1 of 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING

Lebih terperinci

Cluister di Oslo, pada tanggal 03 Desember Afganistan 3 Desember September Maret 2012

Cluister di Oslo, pada tanggal 03 Desember Afganistan 3 Desember September Maret 2012 LAMPIRAN Negara-negara yang sudah mendatangani dan meratifikasi konvensi Bom Cluister di Oslo, pada tanggal 03 Desember 2008 Convention on Cluster Munition Negara Penandatangan Meratifikasi Mulai Berlaku

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG Menimbang Mengingat PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF 7312.10.90.00

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN DUNIA. Nuhfil Hanani AR

PRODUKSI PANGAN DUNIA. Nuhfil Hanani AR 49 PRODUKSI PANGAN DUNIA Nuhfil Hanani AR Produksi Pangan dunia Berdasarkan data dari FAO, negara produsen pangan terbesar di dunia pada tahun 2004 untuk tanaman padi-padian, daging, sayuran dan buah disajikan

Lebih terperinci

Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011

Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011 Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011 DAFTAR NEGARA-NEGARA YANG DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017 MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CANAl LANTAIAN DARI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2016 HUKUM. Keimigrasian. Kunjungan. Bebas Visa. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG BEBAS VISA KUNJUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA

KETAHANAN PANGAN DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 1 KETAHANAN PANGAN DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA Pangan dan Hak Assasi Manusia Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sehingga pemenuhannya menjadi salah satu hak asasi yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF EX 7312.10.10.00 DENGAN

Lebih terperinci

7 Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estat, Usaha Persewaan, dan

7 Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estat, Usaha Persewaan, dan Tabel 8.4.4. Penggunaan Kerja Asing Di Indonesia Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Pekerjaan/Jabatan sampai dengan 31 Mei 2010 Jenis Pekerjaan/Jabatan Usaha Produksi, No Lapangan Usaha Kepemimpina Tata

Lebih terperinci

Realokasi Kursi Bukan Menambah Kursi Oleh. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi

Realokasi Kursi Bukan Menambah Kursi Oleh. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi Realokasi Kursi Bukan Menambah Kursi Oleh. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi Menambah jumlah kursi DPR menjadi wacana baru dalam formulasi Rancangan Undang- Undang Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu)

Lebih terperinci

Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara

Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara Gred Elaun Makan Hotel Lodging Utama/Khas A keatas 370.00 Actual (Standard Suite) Appendix 1 Utama/Khas B dan C 340.00 Actual (Standard Room) Appendix 1 53 to 54 320.00

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2/PMK.010/2018 TENT ANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2/PMK.010/2018 TENT ANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PMK.010/2018 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK I DAN H SECTION DARI

Lebih terperinci

Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya.

Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya. Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya. A. Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.268, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Bea Masuk. Impor. Dextrose. Monohydrate

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.268, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Bea Masuk. Impor. Dextrose. Monohydrate BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA 268, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Bea Masuk. Impor. Dextrose. Monohydrate PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133/PMK.011/2009 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi berbeda

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi berbeda BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Aplikasi Aplikasi dapat didefinisikan sebagai suatu program komputer yang dibuat untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi berbeda dengan sistem

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN TENTANG. Tindakan. Perdagangan. dan Tindakan. b. bahwaa. barang. yang.

MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN TENTANG. Tindakan. Perdagangan. dan Tindakan. b. bahwaa. barang. yang. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.011/2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR BARANG YANG BERBENTUK KOTAKK

Lebih terperinci

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 6 /PMK.OII/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT MENTERI I

Lebih terperinci

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Afrika Selatan Albania Algeria American Samoa Amerika Serikat Andorra Angola Anguilla Antartika Antigua & Barbuda Arab Saudi Argentina Armenia Aruba Ascension Australia

Lebih terperinci

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Afrika Selatan 27 sambungan telap $1.00 seluler $2.00 Albania 355 $14.44 Algeria 213 $15.00 American Samoa 684 $11.69 Amerika Serikat 1 $0.20 Andorra 376 $11.88 Angola

Lebih terperinci

A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others)

A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others) A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others) Kadar Elaun Makan, Bayaran Sewa Hotel Dan Elaun Lojing Semasa Berkursus Termasuk Menghadiri

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-3/BC/2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

Lebih terperinci

MENTER! KEUANGA.N REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 165/PMK.010/2015 TENT ANG

MENTER! KEUANGA.N REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 165/PMK.010/2015 TENT ANG MENTER! KEUANGA.N SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 165/PMK.010/2015 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK COATED PAPER DAN PAPER BOARD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) DENGAN

Lebih terperinci

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTER! KEUANGAN SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 12/PMK.Ol0/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK I DAN H SECTION DARI BAJA PADUAN LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KK/BP(S)/DS10/791/441/6 Jld.2(s.k. 3/2009)(8) KEMENTERIAN KEWANGAN SURAT PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 8 TAHUN 2010

KK/BP(S)/DS10/791/441/6 Jld.2(s.k. 3/2009)(8) KEMENTERIAN KEWANGAN SURAT PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 8 TAHUN 2010 KK/BP(S)/DS10/791/441/6 Jld.2(s.k. 3/2009)(8) KEMENTERIAN KEWANGAN SURAT PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 8 TAHUN 2010 Semua Ketua Setiausaha Kementerian Semua Ketua Jabatan Persekutuan PINDAAN PEKELILING

Lebih terperinci

fruiffly Dominica, Guyana, rance, Haiti, Jamaica, Puerto rico, USA 5. Bactrocera jarvisi Fiji fruitfly Oceania: Australia

fruiffly Dominica, Guyana, rance, Haiti, Jamaica, Puerto rico, USA 5. Bactrocera jarvisi Fiji fruitfly Oceania: Australia Lampiran 1 Lalat buah yang masuk daiam daftar OPTK beserta daerah sebar pada buah ape1 (Pyrus malus)'. No. Nama llmiah Nama Umum Daerah Sebar 1. Anastrepha fraterculus South American America: Argentina,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT MENTERIKEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI Organisasi internasional atau lembaga internasional memiliki peran sebagai pengatur pengungsi. Eksistensi lembaga

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187jPMK.Ollj2012

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187jPMK.Ollj2012 MENTERIKEUANGAN SALINAN '''. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 187jPMK.Ollj2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR BARANG YANG BERBENTUK KOTAK ATAU MATRAS ATAU SILINDER YANG

Lebih terperinci

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni Basic Fact: Diawali oleh Liga Bangsa-bangsa (LBB) 1919-1946. Didirikan di San Fransisco, 24-10-45, setelah Konfrensi Dumbatan Oaks. Anggota terdiri dari

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011 MENTER I KEUANGAN REPUBLIK INDONESiA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011 TENTANG PENGENAAN SEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK SERUPA KAIN TENUNAN DARI KAPAS YANG DIKELANTANG

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 4 kasus yaitu 2 (satu) kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG MENTERIKEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF 7312.10.90.00

Lebih terperinci

KONVENSI JENEWA 1951 TENTANG STATUS PENGUNGSI

KONVENSI JENEWA 1951 TENTANG STATUS PENGUNGSI 97 KONVENSI JENEWA 1951 TENTANG STATUS PENGUNGSI BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 DEFINISI ISTILAH PENGUNGSI A. Untuk maksud-maksud Konvensi ini, maka istilah pengungsi akan berlaku bagi setiap orang yang:

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN, REPUBUK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN, REPUBUK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMIC 011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BERUPA TERPAL DARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

Bagian II. Bab III Proses Eksekusi Anggaran

Bagian II. Bab III Proses Eksekusi Anggaran Bagian II Bab III Proses Eksekusi Anggaran Bab ini menyajikan gambaran prosedur dasar yang diikuti setiap pemerintah dalam mengeksekusi anggaran dan dokumen-dokumen yang diperlukan pemerintah untuk mencatat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N0. 177 A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara Anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merupakan organisasi perdamaian

Lebih terperinci

PP 60, pasal 2 ayat 3

PP 60, pasal 2 ayat 3 1 PP 60, pasal 2 ayat 3 TUJUAN SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 April 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 April 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 April 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 5 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

Profile Perusahaan CEIC DATA COMPANY (HK)Limited.

Profile Perusahaan CEIC DATA COMPANY (HK)Limited. Profile Perusahaan CEIC DATA COMPANY (HK)Limited. CEIC DATA Company HK Limited CEIC Data Company (Hongkong) Limited adalah perusahaan penyedia informasi online untuk data time-series statistik dengan cakupan

Lebih terperinci

Country Names - Bahasa Malay

Country Names - Bahasa Malay Country Names - Bahasa Malay English Afghanistan Åland Islands Albania Algeria American Samoa Andorra Angola Anguilla Antigua and Barbuda Argentina Armenia Aruba Ascension Island Australia Austria Azerbaijan

Lebih terperinci

Indonesia dalam Menyampaikan Energi. Hivos

Indonesia dalam Menyampaikan Energi. Hivos Mengkatalisasi Masyarakat Sipil Indonesia dalam Menyampaikan Energi Berkelanjutan untuk Semua Eco Matser Hivos Hivos 2011 1 Isi 1. Tujuan workshop SE4ALL 2. Latar belakang SE4ALL, apa, kapan, dan siapa?

Lebih terperinci

KETENTUAN INTERNASIONAL TENTANG HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 2. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

KETENTUAN INTERNASIONAL TENTANG HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 2. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia KETENTUAN INTERNASIONAL TENTANG HAK ASASI MANUSIA Lembar Fakta No. 2 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia 1 LATAR BELAKANG Ketentuan Internasional tentang Hak Asasi Manusia terdiri dari DUHAM, Kovenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA

POKOK BAHASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA POKOK BAHASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA 1 ISU STRATEGIS 1. KEMAKMURAN 2. Pembangunan Berkelanjutan 3. Keadilan Sosial di Era Desentralisasi 4. Faktor Kunci Daya Saing Bangsa 2 KONDISI EKONOMI Potret Indonesia

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137.1/PMK.Oll/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CANAl LANTAIAN DARI

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. OKI dan Kawasan Afrika sub-sahara Sumber : www.sesric.org (Economic Cooperation and Development Review, 2014) Gambar 4.1 Peta Negara Anggota OKI Organisasi Kerjasama Islam (OKI)

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68/PMK.011/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68/PMK.011/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68/PMK.011/2014 TENTANG PERUBAHAN KELIMA BELAS ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 89/KMK.04/2002 TENTANG

Lebih terperinci

MENTERII(EUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERII(EUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERII(EUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 151jPMICOllj2009 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAPIMPORPRODUKPAKU DENGAN RAHMAT TUI-IAN YANG MAf-IA ESA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Objek Penelitian Bank Mandiri didirikan pada 2 Oktober 1998, sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pada bulan Juli 1999,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM MENTERIKEUANGAN REPUBlIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 193/PMKOll/2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak Melindungi Hak-Hak Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan K o n v e n s i 1 9 5 4 t e n t a n g S t a t u s O r a n g - O r a n g T a n p a k e w a r g a n e g a r a a n SERUAN PRIBADI DARI KOMISIONER TINGGI

Lebih terperinci

Keterbukaan Informasi Publik Antara harapan dan realitas

Keterbukaan Informasi Publik Antara harapan dan realitas Keterbukaan Informasi Publik Antara harapan dan realitas Disampaikan dalam Workshop Jurnalistik bagi aparatur Kementerian Agama Provinsi Aceh tahun 2013 H. Hamdan Nurdin Banda Aceh, 20 Agustus 2013 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

M SA D E D P E A P N PE P R E T R ANIAN INDO D N O ES E IA? NUH U FI F L HAN A AN A I A R

M SA D E D P E A P N PE P R E T R ANIAN INDO D N O ES E IA? NUH U FI F L HAN A AN A I A R MASA DEPAN PERTANIAN INDONESIA? NUHFIL HANANI AR INDONESIA MERUPAKAN NEGARA YANG MEMILIKI KEANEKARAGAMAN HAYATI YANG BESAR NO. 2 DI DUNIA SETELAH BRAZIL 800 SPESIES TUMBUHAN PANGAN + 1000 SPESIES TUMBUHAN

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Foreign Trade Statistical Bulletin EKSPOR /EXPORTS ISSN : 0216-5775 No. Publikasi / Publication Number : 06110. 1331 Katalog BPS /

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

Lebih terperinci

M A K A L A H. Tentang : Negara Maju Dan Berkembang. Disusun Oleh :

M A K A L A H. Tentang : Negara Maju Dan Berkembang. Disusun Oleh : M A K A L A H Tentang : Negara Maju Dan Berkembang Disusun Oleh : KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr..Wb Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah dan

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005

KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005 KK/BP(8.00)443/1-4 SJ.1(sk.1/2003) KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005 KADAR DAN SYARAT TUNTUTAN ELAUN, KEMUDAHAN DAN BAYARAN KEPADA PEGAWAI PERKHIDMATAN AWAM SEMASA BERKURSUS

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 22 kasus. Kasus

Lebih terperinci

PASAL 4 PENENTUAN STATUS PENDUDUK

PASAL 4 PENENTUAN STATUS PENDUDUK PASAL 4 PENENTUAN STATUS PENDUDUK No Negara Perorangan Badan 1 Algeria a. tempat tinggal; tata cara persetujuan bersama b. kebiasaan tinggal; c. hubungan pribadi dan ekonomi. 2 Australia a. tempat tinggal;

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil LAPORAN MINGGU XXXIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 29 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 24 kasus. Kasus

Lebih terperinci

Posisi Human Development Indeks. (HDI) Indonesia (United Nations Development Program (UNDP) tahun 2008)

Posisi Human Development Indeks. (HDI) Indonesia (United Nations Development Program (UNDP) tahun 2008) GURU PENDIDIK PROFESIONAL Posisi Human Development Indeks High Human Development 1. Iceland 2. Norway 3. Australia 4. Canada 5. Ireland 8. Japan 9. Netherlands 25. Singapore 26. Korea, Rep. of 30. Brunei

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

w /w tp :/ ht go.i d ps..b w Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Foreign Trade Statistical Bulletin EKSPOR /EXPORTS ISSN : 0216-5775 No. Publikasi / Publication Number : 06110.1518 Katalog BPS /

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 Juli 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 Juli 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 Juli 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 32 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor.: P.3/II-KEU/2010 TENTANG

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor.: P.3/II-KEU/2010 TENTANG PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor.: P.3/II-KEU/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN NOMOR P.2/II-KEU/2010 TENTANG PEDOMAN HARGA SATUAN

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PAJAK PASCA TAX AMNESTY

PEMERIKSAAN PAJAK PASCA TAX AMNESTY PEMERIKSAAN PAJAK PASCA TAX AMNESTY DISAMPAIKAN PADA SEMINAR NASIONAL : PEMERIKSAAN PAJAK PASCA TAX AMNESTY, 27 JULI 2017 Program Studi Akuntansi STIE AMA SALATIGA Disampaikan oleh : SUGENG, M.SI., Ak.,

Lebih terperinci

ORGANISASI INTERNASIONAL ILO (INTERNASIONAL LABOUR ORGANIZATION) MAKALAH

ORGANISASI INTERNASIONAL ILO (INTERNASIONAL LABOUR ORGANIZATION) MAKALAH ORGANISASI INTERNASIONAL ILO (INTERNASIONAL LABOUR ORGANIZATION) MAKALAH Disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari Bapak Pepen Supendi, S.Pd., M.M., Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas

Lebih terperinci

Distr.: Terbatas 15 Oktober Asli: Bahasa Inggris

Distr.: Terbatas 15 Oktober Asli: Bahasa Inggris Perserikatan Bangsa-bangsa Majelis Umum Distr.: Terbatas 15 Oktober 2004 A/C.3/59/L.25 Asli: Bahasa Inggris Sidang kelimapuluhsembilan Komisi Ketiga Agenda urutan 98 Pemajuan wanita Australia, Austria,

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Foreign Trade Statistical Bulletin EKSPOR /EXPORTS ISSN : 0216-5775 No. Publikasi / Publication Number : 06110. 1412 Katalog BPS /

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM UNITED NATIONS CONVENTIONAGAINSTCORRUPTION (UNCAC)

BAB II TINJAUAN UMUM UNITED NATIONS CONVENTIONAGAINSTCORRUPTION (UNCAC) BAB II TINJAUAN UMUM UNITED NATIONS CONVENTIONAGAINSTCORRUPTION (UNCAC) A. Latar belakang dibentuknya United Nations Convention Againt Corruptions (UNCAC) Korupsi memperlemah lembaga-lembaga demokratis,

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU X PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Maret 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU X PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Maret 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU X PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Maret 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total jumlah kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 3 kasus yaitu 1 (satu)

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXVIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 17 Juli 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXVIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 17 Juli 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXVIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 17 Juli 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 34 kasus yaitu 3 (tiga) kasus

Lebih terperinci

PROSEDUR KOMUNIKASI. Lembar Fakta No. 7. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

PROSEDUR KOMUNIKASI. Lembar Fakta No. 7. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PROSEDUR KOMUNIKASI Lembar Fakta No. 7 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENGANTAR Siapapun dapat mengajukan masalah hak asasi manusia untuk diperhatikan PBB, dan ribuan orang di seluruh dunia melakukannya

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 Juni 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 Juni 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 Juni 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 11 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL Fitri Dwi Lestari UNIVERSITAS GUNADARMA 1 IF2151/Relasi dan Fungsi 2 KONSEP IDEOLOGI Ideologi sebagai penegas identitas bangsa atau untuk menciptakan rasa kebersamaan

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI Lembar Fakta No. 20 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN Masalah pengungsi dan pemindahan orang di dalam negeri merupakan persoalan yang paling pelik yang

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 31 kasus. Kasus

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil LAPORAN MINGGU XXXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 September 2016 pukul 15.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 28 kasus.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU I PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Januari 2018 pukul WIB

LAPORAN MINGGU I PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Januari 2018 pukul WIB LAPORAN MINGGU I PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Januari 2018 pukul 12.00 WIB I. Poliomielitis Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 107 kasus yaitu 13 (Dua Belas) kasus WPV1 di Afganistan,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.368, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Luar Negeri. Pengungsi. Penanganan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUSLIK INDONESIA 108/PMK.Oll/2013_ TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUSLIK INDONESIA 108/PMK.Oll/2013_ TENTANG MENTEAI I(EUANGAN AEPUOL/J( INDONESIA- SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUSLIK INDONESIA NOMOR 108/PMK.Oll/2013_ TENTANG PENGENAAN SEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CASING DAN TUBING

Lebih terperinci

PASAL 5 AGEN TIDAK BEBAS YANG DAPAT MENIMBULKAN BUT BAGI SUATU PERUSAHAAN

PASAL 5 AGEN TIDAK BEBAS YANG DAPAT MENIMBULKAN BUT BAGI SUATU PERUSAHAAN PASAL 5 AGEN TIDAK BEBAS YANG DAPAT MENIMBULKAN BUT BAGI SUATU PERUSAHAAN No Negara Memiliki wewenang untuk menutup kontrak atas nama Menyimpan dan melakukan pengiriman barang atau barang dagangan milik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci