BAB II TINJAUAN UMUM UNITED NATIONS CONVENTIONAGAINSTCORRUPTION (UNCAC)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM UNITED NATIONS CONVENTIONAGAINSTCORRUPTION (UNCAC)"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM UNITED NATIONS CONVENTIONAGAINSTCORRUPTION (UNCAC) A. Latar belakang dibentuknya United Nations Convention Againt Corruptions (UNCAC) Korupsi memperlemah lembaga-lembaga demokratis, menghambat pembangunan ekonomi dan memberikan kontribusi kepada pemerintah ketidakstabilan. Korupsi serangan dasar lembaga-lembaga demokratis dengan mendistorsi proses pemilihan, menyesatkan aturan hukum, dan menciptakan birokrasi yang hanya Quagmire alasan hidup adalah meminta suap. Pembangunan ekonomi terhambat karena investasi langsung di luar berkecil hati dan usaha kecil di dalam negeri sering menemukan mustahil untuk mengatasi "biaya awal" diperlukan karena korupsi. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi (LNCAC) menciptakan kesempatan untuk mengembangkan bahasa global tentang korupsi dan strategi pelaksanaan yang koheren. Sebuah banyak anti-korupsi internasional pedanjian ada, namun pelaksanaannya telah merata dan hanya sedikit yang sukses. The UNCAC memberikan kesempatan masyarakat global untuk mengatasi kelemahan kedua. dan mulai membangun set yang efektif standar efektif strategi anti-korupsi. Program Global Melawan Korupsi (GPAC) adalah sebuah katalis dan 34

2 35 sumber daya untuk membantu negara-negara secara efektif melaksanakan ketentuan Konvensi P1313 melawan Korupsi. 1 The United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) secara komprehensif telah membuat kerangka kerja yang berkesinambungan memerangi korupsi secara global. Hal ini telah ditetapkan pada Conference of State Parties (Ist CoSP) UNCAC di Yordania bulan Desember Pada saat itu telah diletakan pondasi yang kuat untuk meraih kesuksesan dalam memerangi korupsi dimasa yang akan datang. Merupakan saat yang penting untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang bebas korupsi dan sikap masyarakat yang anti korupsi. Sehingga terdapat beberapa ajakan yang populer melalui stiker pada konferensi ini antara lain:"corruption YOUR NO COUNTS" "YOU CAN STOP CORRUPTION" Dalam hal ini UNCAC bersama-sama mengajak seluruh negara untuk melawan korupsi. UNCAC memperkenalkan, memerangi atau melawan korupsi tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga melibatkan masyarakat (civil society). Dalam hal ini pemerintah harus memberdayakan masyarakat secara aktif berpartisipasi memerangi korupsi. Agenda Konferensi UNCAC kedua ini lebih menitikberatkan pada 4 aspek yaitu: 1 Alber USada, Sinergi Global antara UNCAC dan UNDOC sebagai Respon terhadap Masalah Korupsi Global, / LTNODC / en / korupsi / index.html diakses 23

3 36 1. Review of Implementation of the UNCAC Seluruh delegasi sepakat bahwa korupsi merupakan fenomena atau epidemi yang sangat berbahaya baik terhadap kehidupan sosial masyarakat maupun perekonomian suatu negara. Oleh karena itu harus dicegah dan diberantas melalui preventive measures dan criminalization measures. 2. Asset Recovery Kegiatan dilakukan dalam bentuk Workshop yang dibuka oleh HE. Andi Mattalata, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Kegiatan ini lebih diutamakan untuk berbagi pengalaman dan permasalahan yang dihadapi negara peserta. bcrkaitan dengan Mutual Legal 4ssistance (MLA). Kemudian diskusi mengenai pengalaman beberapa negara yang telah sukses melakukan asset recovery seperti Kuwait, Indonesia, Afrika Selatan, Swiss dan Amerika Serikat. Berkaitan dengan asset recovery, terjadi ketidaksepakatan negara maju dengan negara berkembang khususnya berkaitan dengan pembentukan kelompok ahli konsultasi dalam rangka asset recovery. Negara maju menginginkan difokuskan pada capacity building programs for officials from developing countries. Sementara negara berkembang berpendapat bahwa pengembangan capacity memang baik untuk masa datang, tapi saat ini negara berkembang maunya real action to recover asset mereka yang sudah dilarikan oleh koruptor dan ditempatkan di negara-negara maju. Permasalahan timbul karena ada

4 37 perbedaan hukum di tiap negara, oleh karena itu diharapkan MLA berperan secara efektif untuk menjembatani usaha asset recovery tersebut. Technical Assistance Hasil konferensi mengidentifikasi 4 prioritas yang berkaitan dengan: a. Prevention of corruption b. Criminalization and law enforcement c. International cooperation d. Asset recovery Pada umumnya peserta memerlukan adanya technical assistance tersebut, dengan menjelaskan jenis technical assistance yang diminta dan menentukan formulanya. Special events : Kegiatan ini dirancang dalam bentuk: a. Artists for Integrity b. Round table on corruption and development c. Forum for Parliamentarians d. Business coalition: The UNCAC as a new market force e. Peer-to-peer media forum : covering corruption with integrity f. Bribery of official public international organizations g. Ministerial round table on the Stolen Asset Recovery 2 2 Konferensi UNCAC-2 di Bali, diakses 23 November 2009

5 38 B. Konvensi Anti Korupsi PBB dan Negara-negara yang Meratifikasi UNCAC Tanggal berlaku: 14 Desember 2005, sesuai dengan. pasal 68 (1) yang berbunyi sebagai berikut: " 1. Konvensi ini akan mulai berlaku pada hari kesembilan pulub setelah. tanggal penyimpanan dari tiga puluh instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi. Untuk tujuan ayat ini, setiap instrumen disimpan oleh organisasi integrasi ekonomi regional tidak akan dihitung sebagai tambahan kepada orang-orang disetor oleh negara-negara anggota organisasi tersebut. 2. Bagi setiap Negara atau organisasi integrasi ekonomi regional yang meratifikasi, menerima, menyetujui atau aksesi pada Konvensi ini setelah disimpannya instrumen ketiga puluh tindakan tersebut, Konvensi ini akan mulai berlaku pada hari ketigapuluh setelah tanggal deposit oleh Negara, atau organisasi seperti dari instrumen yang relevan atau pada tanggal masuk Konvensi ini mulai berlaku sesuai dengan ayat I pasal ini, mana yang kemudian. "Status: penandatangan: 140, Pihak: 143. Teks: Dok. A/58/422. A/58/422. Konvensi ini diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 31 Oktober 2003 di Markas Besar PBB di New York. Itu akan terbuka bagi semua Negara untuk tanda tangan 9-11 Desember 2003 di Merida, Meksiko, dan setelah itu di Markas Besar PBB di New York sampai 9 Desember 2005, sesuai dengan pasal 67 (1) dari Konvensi ini. (2). Konvensi juga harus terbuka untuk ditandatangani oleh organisasi-organisasi integrasi ekonomi regional dengan ketentuan bahwa sekurang-kurangnya satu Negara anggota organisasi semacam itu telah menandatangani Konvensi ini sesuai dengan pasal 67(2).

6 39 Negara-negara yang meratifikasi United Nations Convention Againts Country Corruption (UNCAC) Signature Afghanistan 20 Feb Aug 2008 Albania 18 Dec May 2006 Algeria 9 Dec Aug 2004 Angola 10 Dec Aug 2006 Antigua and Barbuda Ratification, Acceptance (A), Approval (AA), Accession (a), Succession (d) 21 Jun 2006 a Argentina 10 Dec Aug 2006 Armenia 19 May Mar 2007 Australia 9 Dec Dec 2005 Austria 10 Dec Jan 2006 Azerbaijan 27 Feb Nov 2005 Bahamas Bahrain 8 Feb 2005 Bangladesh Barbados 10 Dec Jan 2008 a 27 Feb 2007 a Belarus 28 Apr Feb 2005 Belgium 10 Dec Sep 2008 Benin 10 Dec Oct 2004 Bhutan 15 Sep 2005 Bolivia 9 Dec Dec 2005 Bosnia and Herzegovina 16 Sep Oct 2006 Brazil 9 Dec Jun 2005 Brunei Darussalam 11 Dec Dec 2008 Bulgaria 10 Dec Sep 2006 Burkina Faso 10 Dec Oct 2006 Burundi Cambodia 10 Mar 2006 a 5 Sep 2007 a Cameroon 10 Dec Feb 2006 Canada 21 May Oct 2007

7 40 Cape Verde 9 Dec April 2008 Central African Republic 11 Feb Oct 2006 Chile 11 Dec Sep 2006 China 1 10 Dec Jan 2006 Colombia 10 Dec Oct 2006 Comoros 10 Dec 2003 Congo 13 Jul 2006 a Costa Rica 10 Dec Mar 2007 Côte d'ivoire 10 Dec 2003 Croatia 10 Dec Apr 2005 Cuba 9 Dec Feb 2007 Cyprus 9 Dec Feb 2009 Czech Republic 22 Apr 2005 Denmark 2 10 Dec Dec 2006 Djibouti 17 Jun Apr 2005 Dominican Republic 10 Dec Oct 2006 Ecuador 10 Dec Sep 2005 Egypt 9 Dec Feb 2005 El Salvador 10 Dec Jul 2004 Ethiopia 10 Dec Nov 2007 European Community 15 Sep Nov 2008 AA Fiji 14 May 2008 a Finland 9 Dec Jun 2006 A France 9 Dec Jul 2005 Gabon 10 Dec Oct 2007 Georgia 4 Nov 2008 a Germany 9 Dec 2003 Ghana 9 Dec Jun 2007 Greece 10 Dec Sep 2008 Guatemala 9 Dec Nov 2006 Guinea 15 Jul 2005 Guinea-Bissau 10 Sep 2007 a Guyana 16 Apr 2008 a

8 41 Haiti 10 Dec Sep 2009 Honduras 17 May May 2005 Hungary 10 Dec Apr 2005 India 9 Dec 2005 Indonesia 18 Dec Sep 2006 Iran (Islamic Republic of) 9 Dec Apr 2009 Iraq Ireland 9 Dec Mar 2008 a Israel 29 Nov Feb 2009 Italy 9 Dec Oct 2009 Jamaica 16 Sep Mar 2008 Japan 9 Dec 2003 Jordan 9 Dec Feb 2005 Kazakhstan 18 Jun 2008 a Kenya 9 Dec Dec 2003 Kuwait 9 Dec Feb 2007 Kyrgyzstan 10 Dec Sep 2005 Lao People's Democratic Republic 10 Dec Sep 2009 Latvia 19 May Jan 2006 Lebanon 22 Apr 2009 a Lesotho 16 Sep Sep 2005 Liberia 16 Sep 2005 a Libyan Arab Jamahiriya 23 Dec Jun 2005 Liechtenstein 10 Dec 2003 Lithuania 10 Dec Dec 2006 Luxembourg 10 Dec Nov 2007 Madagascar 10 Dec Sep 2004 Malawi 21 Sep Dec 2007 Malaysia 9 Dec Sep 2008 Maldives 22 Mar 2007 a Mali 9 Dec Apr 2008 Malta 12 May Apr 2008 Mauritania 25 Oct 2006 a

9 42 Mauritius 9 Dec Dec 2004 Mexico 9 Dec Jul 2004 Moldova 28 Sep Oct 2007 Mongolia 29 Apr Jan 2006 Montenegro 3 23 Oct 2006 d Morocco 9 Dec May 2007 Mozambique 25 May Apr 2008 Myanmar 2 Dec 2005 Namibia 9 Dec Aug 2004 Nepal 10 Dec 2003 Netherlands 4 10 Dec Oct 2006 A New Zealand 10 Dec 2003 Nicaragua 10 Dec Feb 2006 Niger 11 Aug 2008 a Nigeria 9 Dec Dec 2004 Norway 9 Dec Jun 2006 Pakistan 9 Dec Aug 2007 Palau 24 Mar 2009 a Panama 10 Dec Sep 2005 Papua New Guinea 22 Dec Jul 2007 Paraguay 9 Dec Jun 2005 Peru 10 Dec Nov 2004 Philippines 9 Dec Nov 2006 Poland 10 Dec Sep 2006 Portugal 11 Dec Sep 2007 Qatar 1 Dec Jan 2007 Republic of Korea 10 Dec Mar 2008 Romania 9 Dec Nov 2004 Russian Federation 9 Dec May 2006 Rwanda 30 Nov Oct 2006 Sao Tome and Principe 8 Dec Apr 2006 Saudi Arabia 9 Jan 2004 Senegal 9 Dec Nov 2005

10 43 Serbia 11 Dec Dec 2005 Seychelles 27 Feb Mar 2006 Sierra Leone 9 Dec Sep 2004 Singapore 11 Nov Nov 2009 Slovakia 9 Dec Jun 2006 Slovenia 1 Apr 2008 a South Africa 9 Dec Nov 2004 Spain 16 Sep Jun 2006 Sri Lanka 15 Mar Mar 2004 Sudan 14 Jan 2005 Swaziland 15 Sep 2005 Sweden 9 Dec Sep 2007 Switzerland 10 Dec Sep 2009 Syrian Arab Republic 9 Dec 2003 Tajikistan Thailand 9 Dec Sep 2006 a The Former Yugoslav Republic of Macedonia 18 Aug Apr 2007 Timor-Leste 10 Dec Mar 2009 Togo 10 Dec Jul 2005 Trinidad and Tobago 11 Dec May 2006 Tunisia 30 Mar Sep 2008 Turkey 10 Dec Nov 2006 Turkmenistan 28 Mar 2005 a Uganda 9 Dec Sep 2004 Ukraine 11 Dec Dec 2009 United Arab Emirates 10 Aug Feb 2006 United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland 5 9 Dec Feb 2006 United Republic of Tanzania 9 Dec May 2005 United States of America 9 Dec Oct 2006 Uruguay 9 Dec Jan 2007 Uzbekistan 29 Jul 2008 a Venezuela (Bolivarian 10 Dec Feb 2009

11 44 Republic of) Viet Nam 10 Dec Aug 2009 Yemen 11 Dec Nov 2005 Zambia 11 Dec Dec 2007 Zimbabwe 20 Feb Mar 2007 Sumber: C. Garis Besar Program United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC) 1. Pencegahan Korupsi dapat dituntut setelah fakta, tapi pertama-tama dan terutama, itu membutuhkan pencegahan. Satu bab dari Konvensi ini didedikasikan untuk pencegahan, dengan langkah-langkah baik diarahkan pada sektor publik dan swasta. Ini termasuk model kebijakan preventif, seperti pembentukan badan-badan anti korupsi dan peningkatan transparansi dalam pembiayaan kampanye pemilihan dan partai politik. Negara harus berusaha untuk memastikan bahwa pelayanan publik mereka tunduk pada pengamanan yang mendorong efisiensi, transparansi dan rekrutmen berdasarkan prestasi. Setelah direkrut, pegawai negeri harus tunduk pada kode etik, persyaratan untuk keuangan dan pengungkapan lainnya, dan tindakan disiplin yang sesuai. Transparansi dan akuntabilitas dalam hal keuangan publik juga harus dipromosikan, dan persyaratan khusus didirikan untuk pencegahan korupsi, di daerah-daerah kritis terutama dari sektor publik, seperti lembaga peradilan dan pengadaan publik. Mereka yang menggunakan layanan publik harus mengharapkan standar tinggi perilaku dari pelayan publik mereka. Mencegah korupsi publik juga

12 45 memerlukan upaya dari semua anggota masyarakat pada umumnya. Untuk alasan ini, Konvensi menyerukan kepada negara-negara untuk secara aktif mempromosikan keterlibatan non-pemerintah dan organisasi berbasis masyarakat, serta unsur-unsur lain dari masyarakat sipil, dan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap korupsi dan apa yang dapat dilakukan tentang hal ini. Pasal 5 dari Konvensi memerintahkan setiap Negara Pihak untuk membangun dan mempromosikan praktek-praktek yang efektif ditujukan untuk pencegahan korupsi. 2. Kriminalisasi Konvensi mewajibkan negara untuk mendirikan kriminal dan pelanggaran lain untuk menutupi berbagai tindak korupsi, jika ini belum kejahatan di bawah hukum domestik.. Dalam beberapa kasus, negara-negara secara hukum diwajibkan untuk mendirikan pelanggaran; dalam kasus lain, untuk memperhitungkan perbedaanperbedaan dalam hukum domestik, mereka diwajibkan untuk mempertimbangkan melakukannya. Konvensi melampaui alat-alat sebelumnya seperti ini, tidak hanya criminalizing bentuk dasar korupsi seperti suap dan penggelapan dana publik, tetapi juga perdagangan pengaruh dan persembunyian dan pencucian hasil korupsi.. Pelanggaran berkomitmen untuk mendukung korupsi, termasuk pencucian uang dan menghalangi keadilan, juga ditangani. Pelanggaran konvensi juga menangani masalah wilayah bermasalah sektor swasta korupsi. 3. Kerjasama internasional Negara setuju untuk bekerja sama dengan satu sama lain dalam setiap aspek perjuangan melawan korupsi, termasuk pencegahan, investigasi, dan penuntutan

13 46 pelanggar.. Negara terikat oleh Konvensi untuk membuat bentuk-bentuk khusus bantuan hukum timbal balik dalam mengumpulkan dan mentransfer bukti untuk digunakan di pengadilan, untuk mengekstradisi pelaku. Countries Negara-negara juga diminta untuk melakukan langkah-langkah yang akan mendukung pelacakan, pembekuan, perampasan dan penyitaan hasil korupsi. 4. Pengembalian aset Dalam sebuah terobosan besar, negara-negara sepakat pemulihan aset, yang dinyatakan secara eksplisit sebagai prinsip dasar dari Konvensi ini. Ini adalah masalah yang sangat penting bagi banyak negara berkembang di mana korupsi tingkat tinggi telah menjarah kekayaan nasional, dan di mana sumber daya yang sangat diperlukan untuk rekonstruksi dan rehabilitasi masyarakat di bawah pemerintahan baru. Mencapai kesepakatan mengenai bab ini telah terlibat perundingan intensif, karena kebutuhan negara-negara yang mencari aset haram itu harus diselaraskan dengan hukum dan prosedur pengamanan dari bantuan negara-negara yang dicari. Beberapa ketentuan kerja sama dan menentukan bagaimana bantuan akan diberikan. Secara khusus, dalam kasus penggelapan dana publik, properti yang disita akan dikembalikan ke negara yang meminta itu; dalam kasus hasil pelanggaran lain yang dicakup oleh Konvensi, properti akan dikembalikan menyediakan bukti kepemilikan atau pengakuan dari kerusakan yang ditimbulkan untuk negara yang meminta; dalam semua kasus lain, pertimbangan prioritas akan diberikan kepada kembalinya harta disita untuk negara yang meminta, untuk kembalinya harta tersebut kepada pemilik yang sah sebelum atau untuk kompensasi terhadap korban aset. Efektif

14 47 pemulihan aset-ketentuan akan mendukung upaya negara-negara untuk memperbaiki dampak terburuk korupsi saat mengirim pada saat yang sama, pesan untuk para pejabat yang korup tidak akan ada tempat untuk menyembunyikan aset ilegal mereka.. Oleh karena itu, pasal 51 memberikan untuk mengembalikan aset ke negara asal sebagai prinsip dasar Konvensi ini.. Pasal 43 mewajibkan negara pihak untuk memperluas kerjasama seluas mungkin satu sama lain dalam penyelidikan dan penuntutan pelanggaran yang didefinisikan dalam Konvensi.. Berkenaan dengan pemulihan aset secara khusus, artikel menyediakan antara lain bahwa "Dalam hal kerjasama internasional, setiap kali kriminalitas ganda dianggap sebagai persyaratan, itu akan dianggap dipenuhi terlepas dari apakah hukum Negara Pihak yang diminta pelanggaran di dalam tempat yang sama kategori menamakan pelanggaran atau pelanggaran oleh terminologi yang sama seperti yang meminta Negara Pihak, jika melakukan pelanggaran yang mendasari bantuan yang dicari adalah tindak pidana berdasarkan undang-undang kedua Negara yang bekerjasama ".

15 48 D. Pengembalian Aset Hasil Korupsi (Stolen Recovery Asset) UNCAC tidak dijelaskan pengertian pengembalian 3 aset. 4 Menurut Matthew H. Fleming 5, dalam dunia internasional tidak ada definisi pengembalian aset yang disepakati bersama. Fleming sendiri tidak mengemukakan rumusan definisi, tetapi menjelaskan bahwa pengembalian aset adalah proses pelaku-pelaku kejahatan yang dicabut, dirampas, dan dihilangkan haknya dari hasil tindak pidana. Pendapat Matthew Fleming dalam bukunya "Asset Recovery and Its Impact on Criminal Behavior, An Economic Taxonomy: Draft for Comments" 6, melihat pengembalian asset sebagai: pertama, pengembalian aset sebagai proses pencabutan, perampasan, penghilangan; kedua, yang dicabut, dirampas, dihilangkan adalah hasil atau keuntungan dari tindak pidana; ketiga, salah satu tujuan pencabutan, perampasan, penghilangan adalah agar pelaku tindak pidana tidak dapat menggunakan hasil serta keuntungan-keuntungan dari tindak pidana sebagai alat atau sarana untuk melakukan tindak pidana lainnya. Sebagaimana dijelaskan di atas, pengembalian aset tidak mempunyai definisi yang baku. Penulis menilai pengembalian aset tidak hanya merupakan proses saja, tetapi juga 3 Dalam Blacks'Law Dictionary, 8th ed, diberikan penjelasan bahwa kata "recovery" sebagai istilah hukum, yang diartikan sebagai: " 1. The regaining or restoration of something lost or restoration of something lost or taken away. 2. The obtained of a right to something by a judgement or decree. 3. An amount awarded in or collected from a judgement or decree." 4 Ibid., Aset berarti: " I - An item that is owned and has value. 2. The entries of property owned, including cash, inventory, real estate, accounts receivable, and goodwill. 3. All the property of a person available for paying debts." 5 Matthew H. Fleming, Asset Recovery and Its impact on Criminal Behavior, An Economic Taxonomy: Draft for Comments, Version Date (London: University College, 2005), hal Ibid., hal. 31

16 49 merupakan upaya penegakan hukum melalui serangkaian maknisme hukum tertentu. Untuk memberikan penjelasan yang komprehensif, berdasarkan pandangan-pandangan dari sebelumnya, penulis merumuskan pengertian pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi sebagai berikut: Pengembalian aset adalah sistem penegakan hukum yang dilakukan oleh negara korban (victim state) tindak pidana korupsi untuk mencabut, merampas, menghilangkan hak atas aset hasil tindak pidana korupsi dari pelaku tindak pidana korupsi melalui rangkaian proses dan mekanisme. Baik secara pidana maupun perdata, aset yang berada di dalam maupun disimpan di luar negeri, yang dilacak, dibekukan, dirampas, disita, dan dikembalikan kepada negara korban hasil tindak pidana korupsi, sehingga dapat mengembalikan kerugian keuangan akibat tindak pidana korupsi. Juga termasuk untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan/ atau calon pelaku tindak pidana korupsi." Terdapat pula mekanisme dalam melakukan proses pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, yaitu: pertama dengan melakukan pelacakan, selanjutnya aset yang sudah dilacak dan diketahui kemudian dibekukan, terakhir, aset yang dibekukan lalu disita dan dirampas oleh badan berwenang dari negara di mana aset tersebut berada, dan kemudian dikembalikan kepada negara tempat aset tersebut diambil melalui mekanisme-mekanisme tertentu. Kesepakatan tentang pengembalian aset tercapai karena kebutuhan untuk mendapatkan kembali aset-aset hasil tindak pidana korupsi sebagaimana harus direkonsiliasikan dengan hukum dan prosedur dari negara-negara yang dimintai

17 50 bantuan. Pentingnya pengembalian aset, terutama, bagi negara-negara berkembang didasarkan pada kenyataan bahwa tindak pidana, korupsi telah merampas kekayaan negara-negara tersebut, sementara sumber daya sangat dibutuhkan untuk merekonstruksi dan merehabil;.tasi masyarakat melalui pembangunan berkelanjutan. 7 Mengenai proses pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, para pelaku tindak pidana korupsi mampu melintasi dengan bebas batas yurisdiksi dan geografis antar negara. Sementara, para penegak hukum tidak mudah menembus batas-batas yurisdiksi dan melakukan penegakkan hukum di dalam yurisdiksi negara-negara lain. Untuk itu diperlukan kerjasama yang mengglobal dalam melakukan pengejaran serta pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi. Dengan diaturnya ketentuan mengenai bantuan hukum timbal balik di dalam UNCAC, maka upaya pengembalian aset dapat terlaksana dengan maksimal. Cara paling mudah dalam melakukan proses pengembalian aset yang berada di luar yurisdiksi negara korban adalah melalui bantuan hukum timbal balik. Ketika aset-aset hasil tindak pidana korupsi ditempatkan di luar negeri, negara korban yang diwakili oleh penyelidik, penyidik, atau lembaga otoritas dapat meminta kerjasama dengan negara penerima untuk melakukan proses pengembalian aset. hal ini sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 46 UNCAC, di mana negara-negara penerima aset harus memberikan bantuan kepada negara korban dalam rangka proses pengembalian aset. 7 7 Mukadimah Konvensi UNCAC

18 51 D. Kendala dalam Pemberantasan Korupsi dan Pengembalian Aset Korupsi di Luar Negeri Dalam perkembangannya. korupsi mempunyai kaitan dengan kejahatan-kejahatan lain yang terorganisasi, khususnya. dalam upaya koruptor menyembunyikan hasil korupsinya melalui pencucian uang dengan menggunakan transfer-transfer internasional yang efektif. Tidak sedikit asset publik yang dikorup, dilarikan dan disimpan pada, sentra-sentra finansial di negara-negara maju yang terlindungi oleh sistim hukum yang berlaku di negara. tersebut dan oleh j asa para profesional yang disewa. oleh koruptor, sehingga tidak mudah untuk melacak apalagi untuk memperoleh kembali aset tersebut. Negara-negara berkembang di mana. "grand corruption umumnya tedadi, sangat merasakan kenyataan tersebut sebagai kesulitan dalam upaya memperoleh kembali aset yang dicuri dan disembunyikan pada sentra-sentra. finansial dunia. Negara. berkembang yang berkeinginan memperoleh kembali aset yang dicuri akan menghadapi berbagai hal antara, lain: 1. Lemahnya institusi publik, belum berkembangnya checks and balances untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi; 2. Lemahnya kemampuan untuk mempersiapkan dakwaan; mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan bukti yang patut (cukup) untuk memperoleh keyakinan mentrasir hasil korupsi dan untuk memperoleh perintah pembekuan

19 52 dan penyitaannya; lemahnya penegakan hukum, penuntutan, dan wewenang pengadilan dalam sistem peradilan pidana untuk memenuhi internationally accepted legal standards; 3. Adanya perbedaan common law dan civil law menimbulkan komplikasi dan kesulitan dalam penyidikan, penyitaan, pembuktian; dual criminality condition dsb; Kenyataan bahwa setengah dari Negara G-8 dan sebagian besar sentra finansial belum meratifikasi UNCAC; Dan lain-lain masalah dalam lingkup manajemen finansial. Kondisi Negara Berkembang 1. Dari gambaran di atas ternyata StAR initiative bukanlah sarana yang mudah digunakan oleh negara berkembang untuk memperoleh kembali uang yang dicuri melalui korupsi dan disimpan di pusat-pusat finansial yang terdapat di negara-negara maju yang dibentengi dengan hukum, profesionalisme, teknologi serta politik. 2. Implementasi StAR initiative serta keberhasilannya sangat tergantung kepada keikutsertaan. dan kepatuhan negara maju serta negara berkembang tanpa kecuali. Tanpa ini, StAR initiative akan tetap tinggal sebagai 3. Indonesia yang telah meratifikasi UNCAC dengan UU No.7 Tahun 2006 seyogyanya mengikuti program StAR initiative. Conference of State Parties tahun 2007, di mana Indonesia menjadi tuan rumah, tentu bermanfhat dalam

20 53 hal Indonesia hendak berpartisipasi dalam program StAR initiative dan implementasi UNCAC, khususnya yang menyangkut asset recovery. 4. Dengan diberlakukannya United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) sejak 2003, pengembalian aset negara yang dilarikan koruptor ke negara lain, seharusnya tidak lagi menjadi masalah. Akses informasi yang tertutup dan dana operasional yang terbatas, semestinya bukan lagi alasan. Dengan meratifikasi konvensi ini, pemerintah Indonesia bisa lebih leluasa untuk mendapatkan akses di mana dan berapa jumlah aset koruptor yang tersebar di berbagai negara. Selain itu, pemerintah bisa mendapatkan bantuan dana dalam mengusut tuntas pengembalian aset melalui organisasi independen yang dibiayai oleh Bank Dunia. Melalui UNCAC, pemerintah bisa menemukan lobi diplomasi yang lebih mudah dan efisien. Pasalnya, sebagai resolusi PBB, UNCAC merupakan salah satu agenda terkini organisasi dunia. tersebut dalam usahanya memerangi praktek korupsi di berbagai negara anggota. UNCAC telah ditandatangani 140 negara, di mana 129 di antaranya termasuk Indonesia, telah meratifikasi pada 21 Maret 2006 silam melalui UU nomor 7 tahun Dengan UNCAC, konteks ketidaksepahaman dari negara-negara yang memiliki sistem hukum berbeda bisa tereliminasi. Karena ini sudah merupakan kesepakatan dunia internasional. Terdapat tiga upaya dalam usaha pengembalian aset luar negeri melalui LNCAC. Pertama, dengan menuntut para koruptor melalui civil allegation (perdata). Hal itu dimaksudkan untuk membekukan aset milik negara agar bisa

21 54 dibekukan di negara tempat aset tersebut disimpan. Selain itu, demi menghambat agar aset tersebut tidak lari, pemerintah pun akan melakukan ftfll disclosure agar tidak mampu tersentuh lagi oleh ulah koruptor. Kedua, pemerintah melalui UNCAC bisa melakukan perampasan paksa terhadap aset fisik yang dimiliki koruptor di luar negeri. Ketiga, menggunakan kekuatan konvensi tersebut di dalam negara-negara yang dicurigai sebagai tempat bersembunyinya koruptor. Asset Recovery dalam UNCAC menggunakan strategi langsung (direct recovery) dan tidak langsung (indirect recovery). Strategi pertama mengandung implikasi hukum yang dikenal sebagai civil recovery sedangkan strategi kedua, dikenal sebagai criminal recovery. Strategi direct recovery, dilaksanakan dengan gugatan perdata terhadap "pemilik harta kekayaan" yang diduga. berasal dari korupsi dan ditempatkan di negara lain. Gugatan semacam ini sudah tentu memerlukan bantuan pengacara negara setempat yang telah terbukti memerlukan biaya yang relatif besar. Sedangkan strategi indirect recovery, tidak memerlukan biaya besar karena proses peradilan pidana di negara yang berkepentingan atas aset korupsi aset dari luar negeri yang berasal dari hasil korupsi. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan umum UU No. 7 Tahun Asset recovery dengan demikian merupakan strategi baru dalam pemberantasan korupsi yang melengkapi strategi yang bersifat pencegahan, kriminalisasi dan kerjasama internasional. Asset recovery ini mengatur soal tindakan pengembalian aset negara yang dikorupsi yang berada di luar negeri

22 55 hingga mekanisme pengembalian aset. Sebagai kebijakan yang baru, asset recovery ini akan menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia. Apalagi, masalah ini tidak diatur dalam perangkat hukum kita, sehingga sangat mungkin akan menghadapi masalah hukum tersendiri, baik secara konsepsional maupun operasional Pengembalian Asset Negara Sebagai Pelaksanaan Konvensi Antikorupsi, 6 September 2007, diakses 1 Desember 2009

LAMPIRAN. Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010

LAMPIRAN. Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010 LAMPIRAN Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010 No Kota IPK 1 Denpasar 6.71 2 Tegal 6.26 3 Surakarta 6.00 4 Yogyakarta 5.81 5 Manokwari 5.81 6 Gorontalo 5.69 7 Tasikmalaya 5.68 8 Balikpapan

Lebih terperinci

2017, No Perdagangan Indonesia menerima permohonan perpanjangan Tindakan Pengamanan, maka Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia melakukan pe

2017, No Perdagangan Indonesia menerima permohonan perpanjangan Tindakan Pengamanan, maka Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia melakukan pe No.1292, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan. Impor Produk Canai Lantaian dari Besi atau Baja Bukan Paduan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN DUNIA. Nuhfil Hanani AR

PRODUKSI PANGAN DUNIA. Nuhfil Hanani AR 49 PRODUKSI PANGAN DUNIA Nuhfil Hanani AR Produksi Pangan dunia Berdasarkan data dari FAO, negara produsen pangan terbesar di dunia pada tahun 2004 untuk tanaman padi-padian, daging, sayuran dan buah disajikan

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015 NO NEGARA LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 A F R I K A 2 0 2 2 AFGHANISTAN 61 61 122 3

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 NO NEGARA LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 A F R I K A 2 0 2 2 AFGHANISTAN 61 63 124 3 ALJAZAIR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.699, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea masuk. Impor. Benang kapas. Pengenaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PMK.011/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN

Lebih terperinci

Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia

Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia Berikut ini adalah daftar negara-negara yang telah terkena atau telah, atau sedang maupun bom curah. Catatan disertakan di bagian bawah tabel untuk menunjukkan

Lebih terperinci

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 87/PMK.011/2011 TENTANG : PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD)

Lebih terperinci

1 of 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERI KEUANGAN SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 155/PMK.010/2015 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK STEEL WIRE ROD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER!

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1142, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengamanan Impor Barang. Kawat Besi/Baja. Bea masuk. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.011/2012 TENTANG PENGENAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG Menimbang Mengingat PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF 7312.10.90.00

Lebih terperinci

Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011

Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011 Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011 DAFTAR NEGARA-NEGARA YANG DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017 MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CANAl LANTAIAN DARI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF EX 7312.10.10.00 DENGAN

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2/PMK.010/2018 TENT ANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2/PMK.010/2018 TENT ANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PMK.010/2018 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK I DAN H SECTION DARI

Lebih terperinci

Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara

Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara Gred Elaun Makan Hotel Lodging Utama/Khas A keatas 370.00 Actual (Standard Suite) Appendix 1 Utama/Khas B dan C 340.00 Actual (Standard Room) Appendix 1 53 to 54 320.00

Lebih terperinci

A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others)

A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others) A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others) Kadar Elaun Makan, Bayaran Sewa Hotel Dan Elaun Lojing Semasa Berkursus Termasuk Menghadiri

Lebih terperinci

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 6 /PMK.OII/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT MENTERI I

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN TENTANG. Tindakan. Perdagangan. dan Tindakan. b. bahwaa. barang. yang.

MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN TENTANG. Tindakan. Perdagangan. dan Tindakan. b. bahwaa. barang. yang. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.011/2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR BARANG YANG BERBENTUK KOTAKK

Lebih terperinci

MENTER! KEUANGA.N REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 165/PMK.010/2015 TENT ANG

MENTER! KEUANGA.N REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 165/PMK.010/2015 TENT ANG MENTER! KEUANGA.N SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 165/PMK.010/2015 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK COATED PAPER DAN PAPER BOARD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Laporan Keluarga Angkat (sedikitnya diisi 1 kali selama Inbound tinggal bersama keluarga angkat, dan bila dirasa perlu)

Laporan Keluarga Angkat (sedikitnya diisi 1 kali selama Inbound tinggal bersama keluarga angkat, dan bila dirasa perlu) Laporan Keluarga Angkat (sedikitnya diisi 1 kali selama Inbound tinggal bersama keluarga angkat, dan bila dirasa perlu) Nama Inbound * Host Club * Nama Club Konselor * Lama tinggal sampai saat ini* Negara

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-3/BC/2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) DENGAN

Lebih terperinci

7 Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estat, Usaha Persewaan, dan

7 Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estat, Usaha Persewaan, dan Tabel 8.4.4. Penggunaan Kerja Asing Di Indonesia Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Pekerjaan/Jabatan sampai dengan 31 Mei 2010 Jenis Pekerjaan/Jabatan Usaha Produksi, No Lapangan Usaha Kepemimpina Tata

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA

KETAHANAN PANGAN DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 1 KETAHANAN PANGAN DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA Pangan dan Hak Assasi Manusia Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sehingga pemenuhannya menjadi salah satu hak asasi yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

KK/BP(S)/DS10/791/441/6 Jld.2(s.k. 3/2009)(8) KEMENTERIAN KEWANGAN SURAT PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 8 TAHUN 2010

KK/BP(S)/DS10/791/441/6 Jld.2(s.k. 3/2009)(8) KEMENTERIAN KEWANGAN SURAT PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 8 TAHUN 2010 KK/BP(S)/DS10/791/441/6 Jld.2(s.k. 3/2009)(8) KEMENTERIAN KEWANGAN SURAT PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 8 TAHUN 2010 Semua Ketua Setiausaha Kementerian Semua Ketua Jabatan Persekutuan PINDAAN PEKELILING

Lebih terperinci

Realokasi Kursi Bukan Menambah Kursi Oleh. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi

Realokasi Kursi Bukan Menambah Kursi Oleh. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi Realokasi Kursi Bukan Menambah Kursi Oleh. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi Menambah jumlah kursi DPR menjadi wacana baru dalam formulasi Rancangan Undang- Undang Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu)

Lebih terperinci

PASAL 4 PENENTUAN STATUS PENDUDUK

PASAL 4 PENENTUAN STATUS PENDUDUK PASAL 4 PENENTUAN STATUS PENDUDUK No Negara Perorangan Badan 1 Algeria a. tempat tinggal; tata cara persetujuan bersama b. kebiasaan tinggal; c. hubungan pribadi dan ekonomi. 2 Australia a. tempat tinggal;

Lebih terperinci

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTER! KEUANGAN SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 12/PMK.Ol0/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK I DAN H SECTION DARI BAJA PADUAN LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.268, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Bea Masuk. Impor. Dextrose. Monohydrate

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.268, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Bea Masuk. Impor. Dextrose. Monohydrate BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA 268, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Bea Masuk. Impor. Dextrose. Monohydrate PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133/PMK.011/2009 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2016 HUKUM. Keimigrasian. Kunjungan. Bebas Visa. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG BEBAS VISA KUNJUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT MENTERIKEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG MENTERIKEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF 7312.10.90.00

Lebih terperinci

Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya.

Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya. Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya. A. Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan

Lebih terperinci

PASAL 5 AGEN TIDAK BEBAS YANG DAPAT MENIMBULKAN BUT BAGI SUATU PERUSAHAAN

PASAL 5 AGEN TIDAK BEBAS YANG DAPAT MENIMBULKAN BUT BAGI SUATU PERUSAHAAN PASAL 5 AGEN TIDAK BEBAS YANG DAPAT MENIMBULKAN BUT BAGI SUATU PERUSAHAAN No Negara Memiliki wewenang untuk menutup kontrak atas nama Menyimpan dan melakukan pengiriman barang atau barang dagangan milik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi berbeda

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi berbeda BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Aplikasi Aplikasi dapat didefinisikan sebagai suatu program komputer yang dibuat untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi berbeda dengan sistem

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011 MENTER I KEUANGAN REPUBLIK INDONESiA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011 TENTANG PENGENAAN SEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK SERUPA KAIN TENUNAN DARI KAPAS YANG DIKELANTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187jPMK.Ollj2012

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187jPMK.Ollj2012 MENTERIKEUANGAN SALINAN '''. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 187jPMK.Ollj2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR BARANG YANG BERBENTUK KOTAK ATAU MATRAS ATAU SILINDER YANG

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN, REPUBUK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN, REPUBUK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMIC 011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BERUPA TERPAL DARI

Lebih terperinci

Profile Perusahaan CEIC DATA COMPANY (HK)Limited.

Profile Perusahaan CEIC DATA COMPANY (HK)Limited. Profile Perusahaan CEIC DATA COMPANY (HK)Limited. CEIC DATA Company HK Limited CEIC Data Company (Hongkong) Limited adalah perusahaan penyedia informasi online untuk data time-series statistik dengan cakupan

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Foreign Trade Statistical Bulletin EKSPOR /EXPORTS ISSN : 0216-5775 No. Publikasi / Publication Number : 06110. 1331 Katalog BPS /

Lebih terperinci

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Afrika Selatan Albania Algeria American Samoa Amerika Serikat Andorra Angola Anguilla Antartika Antigua & Barbuda Arab Saudi Argentina Armenia Aruba Ascension Australia

Lebih terperinci

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Afrika Selatan 27 sambungan telap $1.00 seluler $2.00 Albania 355 $14.44 Algeria 213 $15.00 American Samoa 684 $11.69 Amerika Serikat 1 $0.20 Andorra 376 $11.88 Angola

Lebih terperinci

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Perjanjian Penghindaran Berganda (P3B) Perjanjian Penghindaran Berganda (P3B) adalah perjanjian internasional di bidang perpajakan antar kedua negara guna menghindari pemajakan ganda agar tidak menghambat

Lebih terperinci

w /w tp :/ ht go.i d ps..b w Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Foreign Trade Statistical Bulletin EKSPOR /EXPORTS ISSN : 0216-5775 No. Publikasi / Publication Number : 06110.1518 Katalog BPS /

Lebih terperinci

M SA D E D P E A P N PE P R E T R ANIAN INDO D N O ES E IA? NUH U FI F L HAN A AN A I A R

M SA D E D P E A P N PE P R E T R ANIAN INDO D N O ES E IA? NUH U FI F L HAN A AN A I A R MASA DEPAN PERTANIAN INDONESIA? NUHFIL HANANI AR INDONESIA MERUPAKAN NEGARA YANG MEMILIKI KEANEKARAGAMAN HAYATI YANG BESAR NO. 2 DI DUNIA SETELAH BRAZIL 800 SPESIES TUMBUHAN PANGAN + 1000 SPESIES TUMBUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM MENTERIKEUANGAN REPUBlIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 193/PMKOll/2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia

Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia Latar belakang Special Safeguard Mechanism (SSM) adalah SSM adalah mekanisme yang memungkinkan negara-negara berkembang untuk memberikan perlindungan sementara

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA

POKOK BAHASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA POKOK BAHASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA 1 ISU STRATEGIS 1. KEMAKMURAN 2. Pembangunan Berkelanjutan 3. Keadilan Sosial di Era Desentralisasi 4. Faktor Kunci Daya Saing Bangsa 2 KONDISI EKONOMI Potret Indonesia

Lebih terperinci

KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005

KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005 KK/BP(8.00)443/1-4 SJ.1(sk.1/2003) KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005 KADAR DAN SYARAT TUNTUTAN ELAUN, KEMUDAHAN DAN BAYARAN KEPADA PEGAWAI PERKHIDMATAN AWAM SEMASA BERKURSUS

Lebih terperinci

Indonesia dalam Menyampaikan Energi. Hivos

Indonesia dalam Menyampaikan Energi. Hivos Mengkatalisasi Masyarakat Sipil Indonesia dalam Menyampaikan Energi Berkelanjutan untuk Semua Eco Matser Hivos Hivos 2011 1 Isi 1. Tujuan workshop SE4ALL 2. Latar belakang SE4ALL, apa, kapan, dan siapa?

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Foreign Trade Statistical Bulletin EKSPOR /EXPORTS ISSN : 0216-5775 No. Publikasi / Publication Number : 06110. 1412 Katalog BPS /

Lebih terperinci

Bagian II. Bab III Proses Eksekusi Anggaran

Bagian II. Bab III Proses Eksekusi Anggaran Bagian II Bab III Proses Eksekusi Anggaran Bab ini menyajikan gambaran prosedur dasar yang diikuti setiap pemerintah dalam mengeksekusi anggaran dan dokumen-dokumen yang diperlukan pemerintah untuk mencatat

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 4 kasus yaitu 2 (satu) kasus

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137.1/PMK.Oll/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CANAl LANTAIAN DARI

Lebih terperinci

fruiffly Dominica, Guyana, rance, Haiti, Jamaica, Puerto rico, USA 5. Bactrocera jarvisi Fiji fruitfly Oceania: Australia

fruiffly Dominica, Guyana, rance, Haiti, Jamaica, Puerto rico, USA 5. Bactrocera jarvisi Fiji fruitfly Oceania: Australia Lampiran 1 Lalat buah yang masuk daiam daftar OPTK beserta daerah sebar pada buah ape1 (Pyrus malus)'. No. Nama llmiah Nama Umum Daerah Sebar 1. Anastrepha fraterculus South American America: Argentina,

Lebih terperinci

Cluister di Oslo, pada tanggal 03 Desember Afganistan 3 Desember September Maret 2012

Cluister di Oslo, pada tanggal 03 Desember Afganistan 3 Desember September Maret 2012 LAMPIRAN Negara-negara yang sudah mendatangani dan meratifikasi konvensi Bom Cluister di Oslo, pada tanggal 03 Desember 2008 Convention on Cluster Munition Negara Penandatangan Meratifikasi Mulai Berlaku

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 31 kasus. Kasus

Lebih terperinci

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini. PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Objek Penelitian Bank Mandiri didirikan pada 2 Oktober 1998, sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pada bulan Juli 1999,

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 April 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 April 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 April 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 5 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

Keterbukaan Informasi Publik Antara harapan dan realitas

Keterbukaan Informasi Publik Antara harapan dan realitas Keterbukaan Informasi Publik Antara harapan dan realitas Disampaikan dalam Workshop Jurnalistik bagi aparatur Kementerian Agama Provinsi Aceh tahun 2013 H. Hamdan Nurdin Banda Aceh, 20 Agustus 2013 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

FOREIGN EMBASSIES IN INDONESIA

FOREIGN EMBASSIES IN INDONESIA FOREIGN EMBASSIES IN INDONESIA Afganistan Embassy of the Islamic State of Afganistan Jl. DR. Kusuma Atmaja SH. No. 15, Menteng, Jakarta 10310 Phones : (62-21) 314 3169 Fax : (62-21) 335 390 Algeria Embassy

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 22 kasus. Kasus

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDONESIA MERATIFIKASI United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC)

KEBIJAKAN INDONESIA MERATIFIKASI United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC) KEBIJAKAN INDONESIA MERATIFIKASI United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC) SKRIPSI Oleh UMMI KULSUM NIM. 030910101062 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PP 60, pasal 2 ayat 3

PP 60, pasal 2 ayat 3 1 PP 60, pasal 2 ayat 3 TUJUAN SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil LAPORAN MINGGU XXXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 September 2016 pukul 15.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 28 kasus.

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil LAPORAN MINGGU XXXIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 29 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 24 kasus. Kasus

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian dunia saat ini mendorong setiap penganut perekonomian terbuka didalamnya untuk merasakan dampak dari adanya dinamika ekonomi internasional yang dipandang

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PAJAK PASCA TAX AMNESTY

PEMERIKSAAN PAJAK PASCA TAX AMNESTY PEMERIKSAAN PAJAK PASCA TAX AMNESTY DISAMPAIKAN PADA SEMINAR NASIONAL : PEMERIKSAAN PAJAK PASCA TAX AMNESTY, 27 JULI 2017 Program Studi Akuntansi STIE AMA SALATIGA Disampaikan oleh : SUGENG, M.SI., Ak.,

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU X PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Maret 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU X PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Maret 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU X PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Maret 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total jumlah kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 3 kasus yaitu 1 (satu)

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XLIX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Desember 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XLIX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Desember 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XLIX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Desember 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 37 kasus. Kasus

Lebih terperinci

Country Names - Bahasa Malay

Country Names - Bahasa Malay Country Names - Bahasa Malay English Afghanistan Åland Islands Albania Algeria American Samoa Andorra Angola Anguilla Antigua and Barbuda Argentina Armenia Aruba Ascension Island Australia Austria Azerbaijan

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU IX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 Maret 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU IX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 Maret 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU IX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 Maret 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total jumlah kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 3 kasus yaitu 1 (satu)

Lebih terperinci

KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2003

KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2003 KK/BP10/656/2-1 S.K 1/2003( ) KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2003 KADAR DAN SYARAT TUNTUTAN ELAUN, KEMUDAHAN DAN BAYARAN KEPADA PEGAWAI PERKHIDMATAN AWAM KERANA MENJALANKAN TUGAS

Lebih terperinci

PASAL 11 & 12 TARIF PPh PASAL 26 ATAS BUNGA DAN ROYALTI UNTUK P3B YANG SUDAH BERLAKU EFEKTIF MAUPUN YANG BARU DIRATIFIKASI

PASAL 11 & 12 TARIF PPh PASAL 26 ATAS BUNGA DAN ROYALTI UNTUK P3B YANG SUDAH BERLAKU EFEKTIF MAUPUN YANG BARU DIRATIFIKASI PASAL 11 & 12 TARIF PPh PASAL 26 ATAS BUNGA DAN ROYALTI UNTUK P3B YANG SUDAH BERLAKU EFEKTIF MAUPUN YANG BARU DIRATIFIKASI NO NEGARA BUNGA ROYALTI Umum Khusus* Umum Khusus* 1 2 3 4 5 6 1. Algeria 15% -

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil. C. Informasi minggu ini

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil. C. Informasi minggu ini LAPORAN MINGGU XXX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 1 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 21 kasus. Kasus

Lebih terperinci

KOLEJ UNKOLEJ UNIVERSITI TEKNIKAL KEBANGSAAN MALAYSIA PEKELILING BENDAHARI BILANGAN 1/2007

KOLEJ UNKOLEJ UNIVERSITI TEKNIKAL KEBANGSAAN MALAYSIA PEKELILING BENDAHARI BILANGAN 1/2007 KOLEJ UNKOLEJ UNIVERSITI TEKNIKAL KEBANGSAAN MALAYSIA Karung Berkunci 1200, Ayer Keroh, 75450 Melaka. Tel : 06-233 2197/2158 Faks : 06-233 2197 Email : Bendahari@kutkm.edu.my PEJABAT BENDAHARI Rujukan

Lebih terperinci

Posisi Human Development Indeks. (HDI) Indonesia (United Nations Development Program (UNDP) tahun 2008)

Posisi Human Development Indeks. (HDI) Indonesia (United Nations Development Program (UNDP) tahun 2008) GURU PENDIDIK PROFESIONAL Posisi Human Development Indeks High Human Development 1. Iceland 2. Norway 3. Australia 4. Canada 5. Ireland 8. Japan 9. Netherlands 25. Singapore 26. Korea, Rep. of 30. Brunei

Lebih terperinci

PENILAIAN STANDAR KUALIFIKASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PENILAIAN STANDAR KUALIFIKASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BKPM NOMOR : 6 TAHUN 2011 TANGGAL : 18 JULI 2011 PENILAIAN STANDAR KUALIFIKASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL A. IDENTITAS Instansi penyelenggara

Lebih terperinci

BAB II PROFIL UNHCR. Negara Berdaulat dan diakui oleh dunia Internasional. Saat ini PBB memiliki

BAB II PROFIL UNHCR. Negara Berdaulat dan diakui oleh dunia Internasional. Saat ini PBB memiliki BAB II PROFIL UNHCR 2.1 UNHCR Sebagai Organisasi Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah suatu organisasi internasional terbesar di dunia yang beranggotakan hampir semua negara di dunia.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUSLIK INDONESIA 108/PMK.Oll/2013_ TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUSLIK INDONESIA 108/PMK.Oll/2013_ TENTANG MENTEAI I(EUANGAN AEPUOL/J( INDONESIA- SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUSLIK INDONESIA NOMOR 108/PMK.Oll/2013_ TENTANG PENGENAAN SEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CASING DAN TUBING

Lebih terperinci

KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005

KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005 KK/BP(8.00)443/1-4 SJ.1(sk.1/2003) KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005 KADAR DAN SYARAT TUNTUTAN ELAUN, KEMUDAHAN DAN BAYARAN KEPADA PEGAWAI PERKHIDMATAN AWAM SEMASA BERKURSUS

Lebih terperinci

KESEPAKATAN INTERNATIONAL CONFERENCE ON NUTRITION KE 2 DI ROMA DAN GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI (GERAKAN 1000 HPK)

KESEPAKATAN INTERNATIONAL CONFERENCE ON NUTRITION KE 2 DI ROMA DAN GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI (GERAKAN 1000 HPK) KESEPAKATAN INTERNATIONAL CONFERENCE ON NUTRITION KE 2 DI ROMA DAN GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI (GERAKAN 1000 HPK) oleh: Deputi Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan Bappenas Disampaikan pada

Lebih terperinci

JASO Presentasi. PROMOSPAIN SERVICES LTD., Pondok Indah Office Tower I, 3rd floor, room 304. Jakarta, Indonesia

JASO Presentasi. PROMOSPAIN SERVICES LTD., Pondok Indah Office Tower I, 3rd floor, room 304. Jakarta, Indonesia JASO Presentasi 1 1. Profil perusahaan 2. Peralatan Konstruksi JASO 3. Kualifikasi 4. Gallery 5. Kontak Kami 2 1. Profil Perusahaan Perusahaan Spanyol dengan pengalaman lebih dari 50 tahun Ekspor 90 %

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 Juli 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 Juli 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 Juli 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 32 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

MENTERII(EUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERII(EUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERII(EUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 151jPMICOllj2009 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAPIMPORPRODUKPAKU DENGAN RAHMAT TUI-IAN YANG MAf-IA ESA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARIANS CONFERENCE ON ENVIRONMENT AND DEVELOPMENT (APPCED)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARIANS CONFERENCE ON ENVIRONMENT AND DEVELOPMENT (APPCED) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARIANS CONFERENCE ON ENVIRONMENT AND DEVELOPMENT (APPCED) Latar Belakang The Asia-Pacific Parliamentarians' Conference on Environment and Development (APPCED) didirikan oleh Parlemen

Lebih terperinci

PENGURUSAN TABUNG AMANAH RA & COE

PENGURUSAN TABUNG AMANAH RA & COE PENGURUSAN TABUNG AMANAH RA & COE BENGKEL PENGURUSAN KEWANGAN DAN PENYEDIAAN BELANJAWAN HOLIDAY INN MELAKA 10-12 SEPTEMBER 2012 OLEH : AMYRUDIN BIN MOHAMAD MALI amyrudin@utm.my, Ext : 30571 PENGENALAN

Lebih terperinci

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 13 Mei Agustus 2013

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 13 Mei Agustus 2013 lembaga ekstrayudisial. Hal ini mengingat beberapa hal: Pertama, pengembalian aset tidak selamanya berkaitan dengan kejahatan atau pidana, dapat saja aset yang akan dikembalikan berada dalam wilayah rezim

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXVIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 17 Juli 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXVIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 17 Juli 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXVIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 17 Juli 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 34 kasus yaitu 3 (tiga) kasus

Lebih terperinci

Pondasi Operasi yang Lancar

Pondasi Operasi yang Lancar Pondasi Operasi yang Lancar Untuk bisa menjalankan kegiatan sehari-hari di sebuah perusahaan dengan lancar dan baik, maka manajemen perusahaan harus membangun dan menerapkan sistem yang baku, sehingga

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK DAFTAR ISI/CONTENTS DAFTAR GRAFIK/LIST OF FIGURE DAFTAR TABEL/LIST OF TABLE I. Tabel-1 Table-1 KEDATANGAN WISATAWAN MANCANEGARA KE INDONESIA MENURUT

Lebih terperinci

BAB IV KEBERHASILAN AMERIKA SERIKAT DALAM KEBIJAKAN TVPRA MENGGUNAKAN PRINSIP 3P

BAB IV KEBERHASILAN AMERIKA SERIKAT DALAM KEBIJAKAN TVPRA MENGGUNAKAN PRINSIP 3P BAB IV KEBERHASILAN AMERIKA SERIKAT DALAM KEBIJAKAN TVPRA MENGGUNAKAN PRINSIP 3P Memerangi perdagangan manusia bukan merupakan pekerjaan yang mudah, namun Amerika Serikat sudah memulai ini sejak tahun

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 Juni 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 Juni 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 Juni 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 11 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

Tinjauan Ketimpangan Ekonomi di Negeri-Negeri Islam

Tinjauan Ketimpangan Ekonomi di Negeri-Negeri Islam Tinjauan Ketimpangan Ekonomi di Negeri-Negeri Islam Hidayatullah Muttaqin Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin hidayatullah@muttaq.in Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyempurnaan yang terjadi pada setiap aspek pendidikan. Penyempurnaan

BAB I PENDAHULUAN. penyempurnaan yang terjadi pada setiap aspek pendidikan. Penyempurnaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas pendidikan nasional ditandai dengan penyempurnaan yang terjadi pada setiap aspek pendidikan. Penyempurnaan kurikulum dari kurikulum 1994

Lebih terperinci