BAB II DASAR TEORI. Aspek hidro-oceanografi meliputi gelombang, angin, fetch dan pasang surut.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR TEORI. Aspek hidro-oceanografi meliputi gelombang, angin, fetch dan pasang surut."

Transkripsi

1 BAB II DASAR TEORI.1 TINJAUAN UMUM Dalam suatu perencanaan bangunan pantai, tentu dibutuhkan teori yang dapat dijadikan sebagai acuan agar dapat terwujud bangunan pantai yang sesuai dengan ketentuan umum yang berlaku. Pada bab ini berisi tentang teori-teori yang berasal dari berbagai sumber sebagai dasar pembahasan dan acuan untuk menggunakan rumus-rumus tertentu dalam perencanaan konstruksi bangunan pantai.. ASPEK HIDRO-OCEANOGRAFI Aspek hidro-oceanografi meliputi gelombang, angin, fetch dan pasang surut...1 Gelombang Gelombang dapat dibangkitkan oleh tiupan angin di permukaan laut ataupun oleh gaya tarik benda-benda langit terutama matahari dan bulan terhadap bumi. Gelombang dapat menimbulkan energi untuk membentuk pantai, menimbulkan arus dan transpor sedimen dalam arah tegak lurus dan sepanjang pantai, serta menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pantai Klasifikasi Gelombang Menurut Kedalaman Relatif Gelombang menurut kedalaman relatif diklasifikasikan menjadi tiga (dalam Coastal Engineering Research Center, 1984), yaitu : 1. gelombang di laut dangkal jika d/l 1/5. gelombang di laut transisi jika 1/5 < d/l < ½ 3. gelombang di laut dalam jika d/l ½ Keterangan : 6

2 d L : Kedalaman air (m) : Panjang gelombang (m) (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999, hal ) Gambar.1. Gerak Orbit Partikel Air di Laut Dangkal, Transisi dan Dalam 7

3 Tabel.1 Teori Karakteristik Gelombang Laut Dangkal Laut Transisi Laut Dalam d 1 1 d 1 d 1 < < < > L 5 5 L L H πχ πτ H H η = cos Profil Muka Air L T = η = cos t H H πχ πτ H L T = cos θ η = cos L T = cos cos θ θ L L gt Cepat Rambat Gelombang C = = gd πd C = = tanh T T π L L gt C =C o = = T π Panjang Gelombang L = T gd = CT gt πd gt L = tanh L = L o = = Co T π L π Kecepatan Partikel Zat H g H gt cosh[ π ( z + d )/ L] πz a) Horisintal u = cosθ u = cosθ πh L u = e cosθ d L cosh( πd / L) T Hπ z H gt sinh[ π ( z + d )/ L] πz b) Vertikal w = 1 + sin θ w = sinθ πh L w = e sinθ T d L cosh( πd / L) T Percepatan Partikel πh g g πh cosh[ π ( z + d )/ L] πz a) Horisintal α x = sinθ α x = sinθ π L T d L cosh( πd / L) α x = H e sinθ T π z g πh sinh[ π ( z + d )/ L] πz b) Vertikal α z =-H 1 + cosθ α z = cosθ π L T d L cosh( πd / L) α z = H e cosθ T 8

4 Perpindahan Partikel Zat Cair HT g H gπh cosh[ π ( z + d )/ L] πz a) Horisintal ξ = sinθ ξ = sinθ H L ξ = e sinθ 4π d L sinh( πd / L) H z H gπh sinh[ π ( z + d )/ L] πz b) Vertikal ζ = 1 + cosθ ζ = cosθ H L ζ = e cosθ d L sinh( πd / L) ( Sumber : Coastal Engineering Research Center, 1984 halaman -3 ) Keterangan : H : Tinggi gelombang (m) T : Periode gelombang (s) L : Panjang gelombang (m) C : Cepat rambat gelombang (m/s) x : Jarak horizontal (m) z : Jarak vertikal (m) t : Waktu (s) g : Percepatan gravitasi (m/s ) u : Kecepatan partikel horizontal (m/s) w : Kecepatan partikel vertikal (m/s) 9

5 .1.1. Energi dan Tenaga Gelombang Energi total gelombang adalah jumlah dari energi kinetik dan energi potensial gelombang. Energi kinetik adalah energi yang disebabkan oleh kecepatan partikel air karena adanya gerak gelombang. Energi potensial adalah energi yang dihasilkan oleh perpindahan muka air karena adanya gelombang. Berikut besarnya energi yang bersumber dari buku Teknik Pantai Bambang Triatmodjo Energi kinetik total adalah : E k L 0 1 = ρ ( u + v )dydx 0 d Jika di subtitusikan menjadi : E k L 0 ρ πh cosh k( d + y) πh sinh k ( ) ( d + y) cos kx t sin( kx t) dydx σ + T sinh kd σ T sinh kd = 0 d ρgh L E k = 16 Apabila energi potensial dari gelombang dikurangi dengan energi potensial dari massa air diam, akan didapat energi potensial yang disebabkan oleh gerak gelombang. Dengan menggunakan dasar laut sebagai bidang referensi, energi potensial yang ditimbulkan oleh satu penjang gelombang tiap satu satuan lebar puncak gelombang E p adalah : E p L d + η d = ρ g 0 η = a cos Subtitusi diatas menjadi : ( d + η) dx ρgld ( kx σt) ρgh L E p = 16 Jadi energi kinetik dan energi potensial adalah sama, dan energi total tiap satu satuan lebar adalah : 10

6 E = E k + E p ρgh L = 8 Energi gelombang adalah berubah sari satu titik ke titik lain sepanjang satu panjang gelombang, dan energi rerata satu satuan luas adalah : E = E L ρgh = 8 Tenaga gelombang adalah energi galombang tiap satu satuan waktu yang menjalar dalam arah penjalaran gelombang. Untuk satu satuan lebar, tenaga gelombang rerata adalah : 1 P = T T 0 0 d ( p + ρ gy)udtdy ( d = y) ρgh cosh k p = ρgy + cos cosh kd ( kx σt) ( d + y) πh cosh k u = cos T sinh kd Subtitusi persamaan di atas, maka menjadi : Dengan : E 1 kd P = 1 + T sinh kd atau 1 kd n = 1 + sinh kd Keterangan : E k : Energi kinetik total (Newton) E p : Energi potensial (Newton) E : Energi total (Newton) k σ η : Angka gelombang (π/l) : Frekuensi gelombang (π/t) : Fluktuasi muka air (m) ρ : Rapat massa air laut (kg/m 3 ) ( kx σt) ne P = = T nel T 11

7 g : Percepatan gravitasi (m/s ) u : Kecepatan partikel horizontal (m/s) v : Kecepatan partikel vertikal (m/s) x : Jarak horizontal (m) y : Jarak vertikal suatu titik ditinjau terhadap muka air diam (m) P : Tekanan gelombang (N m/s) H : Tinggi gelombang (m) T : Periode gelombang (s) L : Panjang gelombang (m) t : Waktu (s) Gelombang Laut Dalam Ekivalen Analisis transformasi gelombang sering dilakukan dengan konsep gelombang laut dalam ekivalen, yaitu tinggi gelombang di laut dalam apabila gelombang tidak mengalami refraksi. Tinggi gelombang laut dalam ekivalen diberikan oleh bentuk: H o = K K r H o (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999) Keterangan : H o : tinggi gelombang laut dalam ekivalen (m) H o : tinggi gelombang laut dalam (m) K : koefisien difraksi K r : koefisien refraksi Refraksi Gelombang Refraksi dan pendangkalan gelombang (Wave Shoaling) dapat menentukan tinggi gelombang disuatu tempat berdasarkan karakteristik gelombang datang. Refraksi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tinggi dan arah gelombang serta distribusi energi gelombang di sepanjang pantai. Perubahan arah gelombang karena refraksi tersebut menghasilkan konvergensi (penguncupan) 1

8 atau divergensi (penyebaran) energi gelombang dan mempengaruhi energi gelombang yang terjadi di suatu tempat di daerah pantai. Berikut persamaan-persamaan yang dipakai yang bersumber pada buku Teknik Pantai Bambang Triatmodjo 1999 : Koefisien Refraksi Cosα K r = o Cosα Dimana pada hukum Snell berlaku apabila ditinjau gelombang di laut dalam dan di suatu titik yang ditinjau, yaitu: C Sin α = o C sinα o Keterangan : Kr : Koefisien Refraksi α : Sudut antara garis puncak gelombang dan garis kontur dasar laut di titik yang ditinjau ( ) α o : Sudut antara garis puncak gelombang di laut dalam dan garis pantai ( ) C : Kecepatan rambat gelombang (m/d) : Kecepatan rambat gelombang di laut dalam (m/d) C o Koefisien Shoaling K s = Keterangan : n o L o nl K s : Koefisien Pendangkalan (Shoaling) L : Panjang Gelombang (m) L o : Panjang Gelombang di laut dalam (m) Tinggi Gelombang Tinggi gelombang akibat pengaruh refraksi gelombang dan pendangkalan (wave shoaling ), diberikan oleh rumus : H = K s x K r x H o Keterangan : H o : Tinggi gelombang laut dalam (m) K s : Koefisien Pendangkalan (Shoaling) 13

9 K r : Koefisien Refraksi Difraksi Gelombang Fenomena difraksi gelombang terjadi bila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti pemecah gelombang atau pulau, maka gelombang itu akan membelok disekitar ujung rintangan dan masuk di daerah terlindung dibelakangnya. Dalam difraksi gelombang terjadi transfer energi dalam arah tegak lurus penjalaran gelombang menuju daerah terlindung. Apabila tidak terjadi difraksi gelombang, daerah di belakang gelombang akan tenang. Tetapi karena ada difraksi maka daerah tersebut terpengaruh oleh gelombang datang. Transfer energi ke daerah terlindung menyebabkan terbentuknya gelombang di daerah tersebut, meskipun tidak sebesar gelombang di luar daerah terlindung. Garis puncak gelombang di belakang rintangan mempunyai bentuk busur lingkaran. Dianggap bahwa kedalaman air adalah konstan. Apabila tidak maka selain difraksi juga terjadi refraksi gelombang. Biasanya tinggi gelombang berkurang sepanjang puncak gelombang menuju daerah terlindung. Pengetahuan tentang difraksi gelombang ini penting dalam perencanaan bangunan pengaman pantai. (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999, hal 79) Gambar.. Difraksi Gelombang di Belakang Rintangan. 14

10 Pada rintangan atau pemecah gelombang tunggal, tinggi gelombang disuatu tempat di daerah terlindung tergantung pada jarak titik tersebut terhadap ujung rintangan r, sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik tersebut dengan ujung rintangan β dan sudut antara arah penjalaran gelombang dan rintangan θ (Gambar.). Perbandingan antara tinggi gelombang di titik yang terletak di daerah terlindung dan tinggi gelombang datang disebut koefisien Refraksi K, dapat dijelaskan sebagai berikut : H A = K H P ; K = f (θ, β, r / L) (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999) Keterangan : H A = Tinggi gelombang di belakang rintangan (m) H P = Tinggi gelombang di ujung pemecah gelombang (m) K = Koefisien Refraksi θ = Sudut antara arah penjalaran gelombang dan rintangan ( o ) β = Sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik tersebut dengan ujung rintangan ( o ) r /L = Nilai yang terdapat dalam tabel 3. buku Teknik Pantai Bambang Triatmodjo Refleksi Gelombang Gelombang datang yang mengenai suatu rintangan akan dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang penting di dalam perencanaan bangunan pantai, terutama pada bangunan pelabuhan. Refleksi gelombang di dalam pelabuhan akan menyebabkan ketidaktenangan di dalam perairan. Untuk mendapatkan ketenangan di dalam perairan, maka bangunanbangunan yang ada di pantai harus dapat menyerap atau menghancurkan energi gelombang. Suatu bangunan yang mempunyai sisi miring dan terbuat dari 15

11 tumpukan batu akan bisa menyerap energi gelombang lebih banyak dibanding dengan bangunan tegak dan masif. Pada bangunan vertikal, halus dan dinding tidak permeabel, gelombang akan dipantulkan seluruhnya. Besar kemampuan suatu bangunan memantulkan gelombang diberikan oleh koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara tinggi gelombang refleksi H r dan tinggi gelombang datang H i : X = H H r i (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999) Koefisien refleksi bangunan diestimasi berdasarkan tes model. Koefisien refleksi berbagai tipe bangunan disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel.. Koefisien Refleksi Tipe bangunan Dinding vertikal dengan puncak di atas air Dinding vertikal dengan puncak terendam Tumpukan batu sisi miring Tumpukan balok beton Bangunan vertikal dengan peredam energi (diberi lubang) X 0,7 1,0 0,5 0,7 0,3 0,6 0,3 0,5 0,05 0, (sumber : Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999, hal 91) 16

12 Dinding Tanah dasar (Bambang Triatmodjo, Pelabuhan 003, hal 89) Gambar.3. Profil Muka Air di Depan Bangunan Vertikal Dinding vertikal dan tak permeabel memantulkan sebagian besar gelombang. Pada bangunan seperti itu koefisien refleksi adalah X=1; dan tinggi gelombang yang dipantulkan sama dengan tinggi gelombang datang. Gelombang di depan dinding vertikal merupakan superposisi dari kedua gelombang dengan periode, tinggi dan angka gelombang yang sama tetapi berlawanan arah. Menurut teori gelombang Airy, fluktuasi muka air gelombang datang η 1 (dalam buku Teknik Pantai Bambang Triatmodjo,1999) adalah : H i η 1 = cos( kx σ t) Dan fluktuasi muka air gelombang refleksi : H i η r = X cos( kx σt) Profil muka air di depan bangunan (η) diberikan oleh jumlah η i dan η r Hi Hi η = η I + η r = cos( kx σt) + X cos( kx σt) 17

13 Hi = ( 1+ X ) coskxcosσt Apabila refleksi adalah sempurna X=1 maka : η = H i cos kx cos σ t Gelombang Pecah Gelombang yang merambat dari dasar laut menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Perubahan tersebut ditandai dengan puncak gelombang semakin tajam sampai akhirnya pecah pada kedalaman tertentu. Gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringan, yaitu perbandingan antara tinggi dan panjang gelombang. Di laut dalam kemiringan gelombang maksimum dimana gelombang mulai tidak stabil diberikan oleh bentuk persamaan berikut ini (dalam buku Teknik Pantai Bambang Triatmodjo,1999) : H b. H L o o 1 = = 7 0,14 Kedalaman gelombang pecah diberi notasi d b dan tinggi gelombang pecah H b 1 = H ' H ' o 3,3( L o 1/ 3 ) o Parameter H b /H o disebut dengan indeks tinggi gelombang pecah. Pada Gambar.4 menunjukkan hubungan antara H b /H o dan H o /gt untuk berbagai kemiringan dasar laut. Sedangkan Gambar.5 menunjukkan hubungan antara d b /H b dan H b /gt untuk berbagai kemiringan dasar. Grafik dari Gambar.5 dapat ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut (dalam buku Teknik Pantai Bambang Triatmodjo, 1999) : d H b b 1 = ah b b gt 18

14 Dimana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai m dan diberikan oleh persamaan berikut (dalam buku Teknik Pantai Bambang Triatmodjo, 1999) : -19m a = 43,751- ( e ) b = 1,56-19,5m ( 1+ e ) (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999, hal 96) Gambar.4. Penentuan Tinggi Gelombang Pecah (H b ) (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999, hal 97) Gambar.5. Penentuan Kedalaman Gelombang Pecah (d b ) 19

15 .. Angin Kecepatan angin diukur dengan anemometer, dan biasanya dinyatakan dalam knot. Satu knot adalah panjang satu menit garis bujur melalui katulistiwa yang ditempuh dalam satu jam, atau 1 knot = 1,85 km/jam = 0,5 m/d....1 Distribusi Kecepatan Angin Pada daerah tegangan konstan, yaitu pada daerah diatas 1000 m, profil vertikal dari kecepatan angin mempunyai bentuk berikut : Dengan U ( y) U = ln y y * κ 0 y ψ L (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999) U * = kecepatan geser κ = koefisien von Karman ( 0,4 ) y = elevasi terhadap permukaan air ( m ) y 0 = tinggi kekasaran permukaan ( m ) L = pajang campur yang tergantungpada perbedaan temperatur antara air dan udara ( T as ) Ψ = fungsi yang tergantung pada perbedaan temperatur antara air dan udara. Di Indonesia, mengingat perbedaan temperatur antara air laut dan udara kecil, maka parameter ini bisa diabaikan. Untuk memperkirakan pengaruh kecepatan angin terhadap pembangkitan gelombang, parameter T as,u *, dan y 0 harus diketahui. Beberapa rumus atau grafik untuk memprediksi gelombang didasarkan pada kecepatan angin yang diukur pada y = 10 m. Apabila angin tidak diukur pada elevasi 10 m, maka kecepatan angin harus dikonversi pada elevasi tersebut. 1/ 7 10 U ( 10) = U ( y) (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999) y 0

16 U A = 0,71 U 1,3 (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999)... Konversi Kecepatan Angin Data angin dari pengukuran dengan kapal perlu dikoreksi dengan menggunakan persamaan : 7/9 U =,16 U s (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999) Dengan : U s = kecepatan angin yang diukur oleh kapal ( knot ) U = kecepatan angin terkoreksi ( knot ) Hubungan antara angin di atas laut dan angin di atas daratan terdekat diberikan oleh R L = U w /U L, seperti dalam gambar berikut yang merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Great Lake, Amerika Serikat. Grafik ini dapat digunakan untuk daerah lain kecuali apabila karakteristik daerah sangat berlainan. (Bambang Triatmodjo, Teknik pantai 1999, hal 154) Gambar.6. Grafik Hubungan Antara Kecepatan Angin di Laut dan di Darat Dari kecepatan angin yang didapat, dicari faktor tegangan angin (wind stress) dengan persamaan : Dimana U adalah kecepatan angin dalam m/d. 1

17 ..3 Fetch Fetch adalah panjang daerah di mana angin berhembus dengan kecepatan dan arah yang konstan. Di dalam peninjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh daratan yang mengelilingi. Di daerah pembangkitan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin, tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Cara menghitung fetch efektif adalah sebagai berikut : F eff = Xi cos α cos α (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999) Keterangan : F eff = Fetch rata rata efektif (km). Xi = Panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch (km). α = Deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan 6 0 sampai sudut sebesar 4 0 pada kedua sisi dari arah angin...4 Pasang Surut Perhitungan pasang surut menggunakan metode admiralty, yang kemudian akan di dapat muka air tinggi tertinggi ( highest high water level, HHWL ), muka air tinggi ( high water level, HWL ), muka air laut rerata ( mean water level, MWL), muka air rendah ( low water level, LWL )dan muka air rendah terendah ( lowest low water level, LLWL). Secara umum (Bambang Triatmojo, Teknik Pantai 1999, hal 119) pasang surut di berbagai daerah di Indonesia dapat dibagi menjadi 4 (empat) jenis, yaitu: 1. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide). Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)

18 3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (Mixed Tide Prevailling Semidiurnal) 4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (Mixed Tide Prevealling Diurnal) (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999, hal 10) Gambar.7. Tipe Pasang Surut yang Terjadi di Indonesia.3 SEDIMENTASI Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan yang dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai. Transport Sedimen sepanjang pantai diberikan dalam persamaan yang bersumber dari buku Teknik Pantai Bambang Triatmodjo 1999 berikut : n Qs = K P 1 P 1 = ρg 8 H b C b sin a b cos a b Keterangan : Qs P 1 : Angkutan sedimen sepanjang pantai (m 3 / hari) : Komponen fluks energi gelombang pada saat pecah (Nm/d/m) 3

19 ρ : Rapat massa air laut (kg/m 3 ) H b : Tinggi gelombang pecah (m) C b : Cepat rambat gelombang pecah (m/d) = gd b a b : Sudut datang gelombang pecah ( ) K, n : Konstanta.3.1 Ukuran Partikel Sedimen Distribusi ukuran butir dianalisis dengan saringan dan dipresentasikan dalam bentuk kurva presentase berat kumulatif seperti gambar di bawah ini : (Bambang Triatmodjo,Teknik Pantai 1999, hal168) Gambar.8. Distribusi Ukuran Butir.3. Kecepatan Endap Sedimen Kecepatan endap penting dalam mempelajari mekanisme transpor sedimen, terutama sedimen suspensi. 4

20 Tabel.3. Klasifikasi Ukuran Butir Berdasarkan Kecepatan Pengendapan No. Nama Kecepatan Pengendapan (mikron/det) Pasir sangat halus Lanau kasar Lanau sedang Lanau halus Lanau sangat halus Lempung kasar Lempung sedang Lempung Halus > < ( Koesomadinata, 1980 ) (diambil dari Laporan Tugas Akhir Eko Endarto dan Inrid Nugroho, Penanganan Erosi Pantai Depok Kabupaten Pekalongan 009).4 EROSI Erosi pantai terjadi karena ketidakseimbangan transportasi sedimen. Ketidakseimbangan tersebut terjadi karena berbagai hal, baik alami maupun buatan. Sebab-sebab alami erosi pantai antara lain karena : Sifat dataran pantai yang masih muda dan belum berimbang, dimana sumber sedimen (source) lebih kecil dari kehilangan sedimen (sink). Perubahan iklim gelombang. Hilangnya perlindungan pantai seperti bakau, terumbu karang dan sand dune. Naiknya paras air. 5

21 a) Kondisi Awal Terdapat Karang b) Kondisi Akhir Tanpa Karang c) Konsidi Awal Terdapat Mangrove d) Kondisi Akhir Tanpa Mangrove (diambil dari Laporan Tugas Akhir Eko Endarto dan Inrid Nugroho, Penanganan Erosi Pantai Depok Kabupaten Pekalongan 009) Gambar.9. Perubahan Garis Pantai Akibat Kerusakan Karang dan Mangrove Selain sebab alamiah, pada daerah pantai yang dikembangkan, seringkali sebab erosi pantai adalah karena sebab buatan. Penyebab itu antara lain : Perusakan perlindungan pantai alami, seperti kegiatan penebangan bakau, perusakan terumbu karang, pengambilan pasir, dan lain-lain. Perubahan keseimbangan transportasi sedimen sejajar pantai akibat pembuatan bangunan pantai, seperti : jetty, pemecah gelombang, pelabuhan, dan lain-lain. 6

22 Perubahan suplai sedimen dari daratan, contohnya : perubahan aliran sungai atau sudetan sungai, pembuatan bendungan di hulu sungai, dan lain-lain. Perubahan gaya gelombang yang mengenai pantai. Pengembangan pantai yang tidak sesuai dengan proses pantai..5 BANGUNAN PANTAI Bangunan pantai meliputi jetty, pemecah gelombang lepas pantai, groin, dinding pantai dan revetmen..5.1 Jetty Material dasar untuk jetty adalah batu alam maupun buatan (beton), baja dan kayu. Aspal kadang digunakan sebagai pengikat. Adapun tipe jetty yaitu (dalam Coastal Engineering Research Center, 1984): A. Rubble Mound Jetty Rubble mound jetty adalah gundukan dari batu dengan ukuran dan jenis yang berbeda sehingga terjadi ikatan yang saling mengisi. Keuntungan : - Bisa disesuaikan dengan berbagai kedalaman dan kondisi tanah dasar. - Penempatan campuran batu dapat meningkatkan stabilitas. - Kerusakan mudah diperbaiki. - Lebih dapat menyerap dari pada memantulkan energi gelombang. 7

23 Gambar.10. Rubble Mound Jetty (Coastal Engineering Research Center, 1984). B. Sheetpile Jetty Kayu dan baja digunakan untuk jetty dimana gelombang tidak keras. Untuk cellular steel sheetpile perawatan lebih ringan, kedalaman sampai dengan 1 m, lebih ekonomis dan lebih cepat. Usia rencana antara tahun. Mengingat fungsinya, jetty dibagi menjadi tiga jenis (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999): Jetty panjang Jetty ini ujungnya berada di luar gelombang pecah. Tipe ini efektif untuk menghalangi masuknya sedimen ke arah muara tetapi biaya konstruksinya sangat mahal. Jetty ini dibangun jika daerah yang dilindunginya sangat penting. Jetty sedang Jetty sedang ujungnya berada di antara muka air surut dan lokasi gelombang pecah dan dapat menahan transpor sedimen sepanjang pantai. Jetty pendek Jetty pendek ujungnya berada pada muka air surut. Fungsinya untuk menahan berbeloknya muara sungai dan mengkonsentrasikan aliran pada alur yang telah ditetapkan untuk bisa mengerosi endapan. 8

24 Gambar.11. Jenis-jenis Jetty (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999, hal ).5. Pemecah Gelombang Lepas Pantai (Offshore Breakwater) Pemecah gelombang lepas pantai adalah bangunan yang dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai. Tergantung pada panjang pantai yang akan dilindungi, pemecah gelombang lepas pantai dapat dibuat dari satu pemecah gelombang atau satu seri bangunan yang terdiri dari beberapa ruas pemecah gelombang yang dipisahkan oleh celah. Perlindungan oleh pemecah gelombang lepas pantai terjadi karena berkurangnya energi gelombang yang sampai di perairan di belakang bangunan. Berkurangnya energi gelombang di daerah terlindung akan mengurangi transpor sedimen di daerah tersebut. Transpor sedimen sepanjang pantai yang berasal dari daerah di sekitarnya akan diendapkan di belakang bangunan. Pengendapan tersebut menyebabkan terbentuknya cuspate. Apabila bangunan ini cukup panjang terhadap jaraknya dari garis pantai, maka akan terbentuk tombolo. 9

25 Gambar.1. Pemecah Gelombang Lepas Pantai ( Coastal Engineering Research Center, 1984 ).5.3 Groin Groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya dibuat tegak lurus garis pantai, dan berfungsi untuk menahan transpor sedimen sepanjang pantai, sehingga dapat mengurangi erosi yang terjadi. Groin diklasifikasikan berdasarkan permeabilitas tinggi dan panjang bangunan. Groin dibuat dari material konstruksi yang dapat dibuat permeable atau impermeable tinggi atau rendah. Material yang digunakan adalah batu, beton, kayu dan baja. Aspal dan nilon juga telah digunakan pada kondisi tertentu. A. Timber Groin Tipe ini impermeable. Semua kayu yang dipakai harus ditreatment dengan tekanan maksimum. B. Steel Groin Ada 3 jenis yaitu: a. Timber-steel sheet-pile groin b. Cantilever-steel sheet-pile groin Untuk gelombang dan daya dukung tanah sedang. c. Celullar-steel sheet pile groin 30

26 Dimana penetrasi dimungkinkan untuk memperoleh kestabilan struktur. C. Concrete Groin Penggunaan beton pada umumnya dibatasi untuk jenis struktur permeable sehingga pasir dapat menembus struktur. D. Rubble Mound Groin Dibangun dengan material batu pengisi dan ditutup dengan lapisan batu besar. Batu ini harus cukup berat untuk menyetabilkan struktur dari gelombang. Rongga antar batu bisa diisi dengan beton atau aspal untuk meningkatkan stabiltas. E. Asphalt Groin Aspal dapat digunakan sebagai lapisan kedap air. Dalam Asphalt institute ( 1964, 1965, 1969 dan 1976 ) dibahas penggunaan asphalt pada struktur hidro. Perencanaan groin berarti menentukan panjang groin, jarak groin dan tinggi groin disamping penentuan tipe groin (Yuwono, Teknik Pantai 199). 1. Panjang groin (L) Untuk pantai kerikil panjang groin (L) direncanakan dibangun sampai dasar pasir atau sampai ketinggian air terendah. Tidak perlu diperpanjang terlalu jauh dari titik pertemuan pasir dan kerikil. Gambar.13. Panjang Groin Pada Pantai Kerikil 31

27 Untuk pantai pasir groin dibangun sampai LWNT (Low Water Neap Tide atau surut terendah dalam permukaan air terendah). Gambar.14. Panjang Groin Pada Pantai Pasir. Tinggi groin Disebutkan tinggi groin berkisar antara cm di atas elevasi rencana. 3. Jarak groin (B) Jarak groin merupakan fungsi dari panjang groin, sudut datang gelombang, selisih pasut, material dan landai pantai. Bila terlalu dekat akan mahal sedangkan terlalu jauh akan tidak efektif. - Jarak groin pada Single beach bisanya diambil B = (1- ) L - Jarak groin pada Sand beach B = ( 4) L 3

28 Gambar.15. Sketsa Penentuan Jarak Groin Berikut adalah kriteria perencanaan groin (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999): 1. Panjang groin Groin dibuat sepanjang 40% sampai dengan 60% dari lebar surf zone.. Tinggi groin Tinggi groin menurut Thorn dan Robert antara cm di atas elevasi rencana, sedangkan berdasarkan Muir Wood dan Fleming antara 0,5-1,0 m di atas elevasi rencana. 3. Jarak Groin Jarak groin pada pantai kerikil biasanya diambil 1:3. 4. Elevasi groin Elevasi puncak groin dapat diambil di bawah HWL..5.4 Dinding Pantai dan Revetmen Dinding pantai atau revetmen adalah bangunan yang memisahkan daratan dan perairan pantai, terutama berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap erosi 33

29 dan limpasan gelombang (overtopping ) ke darat. Daerah yang dilindungi adalah daratan tepat di belakang bangunan. Permukaan bangunan yang menghadap arah datangnya gelombang dapat berupa sisi vertikal atau miring. Dinding pantai biasanya berbentuk dinding vertikal, sedang revetmen mempunyai sisi miring. Bangunan ini ditempatkan sejajar tau hampir sejajar dengan garis pantai, dan bisa terbuat dari pasangan batu, beton, tumpukan pipa beton, turap, kayu atau tumpukan batu. Dalam perencanaan dinding pantai atau revetmen perlu ditinjau fungsi dan bentuk bangunan, lokasi, panjang, tinggi, stabilitas bangunan dan tanah fondasi, elevasi muka air baik di depan maupun di belakang bangunan, ketersediaan bangunan dan sebagainya. Gambar.16. Salah Satu Bentuk Dinding Pantai (Coastal Engineering Research Center, 1984).6 DAYA DUKUNG TANAH DAN SETTLEMENT Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu: udara, air, dan bahan padat. Udara dianggap tak mempunyai pengaruh teknis, sedang air sangat mempengaruhi sifatsifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi oleh udara dan air, tanah kondisi 34

30 jenuh sebagian (partially saturated). Tanah kering adalah tanah yang tak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol. Berdasarkan kandungan butiran-butirannya, tanah dapat dibagi kedalam kelompok besar, yaitu tanah granular dan tanah kohesif. Tanah granular adalah tanah berbutir kasar yang tidak mempunyai komponen kohesi, maka kuat gesernya hanya bergantung pada gesekan antar butir tanahnya, seperti pasir dan kerikil. Sementara tanah kohesif mempunyai kandungan butiran yang halus, seperti lempung, lanau, dan koloid. Tanah Granular Tanah-tanah granular seperti pasir, kerikil, batuan dan campurannya umumnya mempunyai sifat-sifat teknis yang sangat baik. Sifat-sifat teknis tersebut antara lain: a. Merupakan material yang baik untuk mendukung bangunan dan jalan, karena mempunyai daya dukung yang tinggi dan penurunannya kecil asalkan tanahnya relatif padat. b. Merupakan material yang baik untuk tanah urug pada dinding penahan tanah, struktur bawah tanah, dan lain-lain, karena menghasilkan tekanan lateral yang kecil. Mudah dipadatkan dan merupakan material drainase yang baik. c. Tanah yang baik untuk timbunan, karena mempunyai kuat geser yang tinggi. d. Bila tidak dicampur dengan material kohesif, tidak dapat digunakan sebagai material untuk tanggul, bendungan, kolam, karena permeabilitasnya yang besar. Kuat geser dan kompresibilitas tanah granular tergantung dari kepadatan butiran yang biasanya dinyatakan dalam kerapatan relatif. Hal lain yang penting mengenai tanah granular adalah bentuk dan ukuran butirannya. Semakin besar dan kasar permukaan butiran, semakin besar kuat gesernya. Tanah granular juga mempunyai daya dukung yang tinggi. Tanah Kohesif Tanah kohesif umumnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 35

31 a. Kuat gesernya rendah, material kedap air b. Bila basah bersifat plastis dan mudah mampat c. Menyusut bila kering dan mengembang bila basah d. Berkurang kuat gesernya bila kadar air bertambah e. Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat rangkak (creep) pada beban konstan f. Material yang jelek untuk tanah urug karena menghasilkan tekanan lateral yang tinggi. Salah satu karakteristik tanah berbutir halus yang kohesif adalah plastisitas, yaitu kemampuan butiran untuk tetap melekat satu sama lain. Batas-batas keplastisan tanah bergantung pada sejarah terjadinya dan komposisi mineral yang dikandungnya. Kajian geoteknik dan mekanika tanah dalam hal ini adalah kajian terhadap sifat-sifat tanah dan hubungannya dengan daya dukung tanah. Daya dukung tanah adalah kemampuan tanah untuk mendukung beban. Pengujian di lapangan untuk mengetahui kuat dukung tanah dapat dilakukan dengan cara pengambilan sampel (boring), sondir maupun SPT (Standard Penetration Test). Perlu juga dilakukan vane shear test untuk tanah lempung. Pengujian di laboratorium dapat dilaksanakan dengan pengujian terhadap contoh sampel yang diambil saat pengeboran. Pengujian di laboratorium terhadap sampel tanah dapat digunakan untuk mengetahui parameter tanah seperti berat jenis tanah, sudut gesek internal tanah, indeks plastisitas, koefisien konsolidasi ataupun yang lain. Berdasarkan parameter tanah dapat dihitung daya dukung batas tanah (Q ult ) dengan menggunakan persamaan Terzaghi berikut ini: Q ult = C N c + D f γ N q +0,5B γ Nγ Keterangan : Q ult : Kuat dukung batas (kg/m ) N c,nγ,n q : Konstanta tanah tergantung dari φ D f B : Kedalaman pondasi (m) : Lebar Pondasi (m) C : Kohesi tanah (kg/m ) 36

32 γ : Berat jenis tanah (kg/m 3 ) Sedangkan untuk penurunan tanah atau settltment menggunakan rumus : cc * H ( Po + P) Sc = ( ) log 1+ eo Po Keterangan : Sc : Besar penurunan (m) cc : Indeks pemampatan (m) H : Tebal lapisan tanah (m) eo : Angka pori awal Po : Tekanan efektif rata-rata (ton/m ) P : Besar penambahan tekanan (ton/m ).7 PROGRAM GENESIS GENESIS (GENEralized Model For SImulating Shoreline Change), dipublikasikan oleh US Army Corps Of Engineers (ASCE). GENESIS menggunakan pemodelan numerik dalam menganalisa perubahan garis pantai. Genesis digunakan untuk melihat pengaruh perubahan garis pantai yang akan terjadi terhadap bangunan pengaman pantai yang disimulasi, sehingga bangunan yang dipilih adalah yang menimbulkan pengaruh paling efektif dalam menangani masalah perubahan garis pantai. Kapabilitas genesis : 1. Dapat meramalkan long term tren garis pantai akibat proses alami maupun yang diakibatkan oleh manusia.. Periode simulasi antara 6 bulan-0 tahun. 3. Interfal data gelombang yang digunakan (30 menit-6 jam). Kelemahan genesis : 1. Hanya dapat digunakan untuk meramalkan perubahan garis pantai yang diakibatkan oleh Coastal Structure, dan perubahan akibat gelombang.. Genesis tidak memperhitungkan adanya refleksi gelombang. 3. Tidak dapat menghitung perubahan akibat terjadinya badai. 4. Tidak dapat mensimulasikan adanya cuspate dan tombolo pada breakwater. 37

33 5. Efek pasang surut terhadap perubahan garis pantai tidak dapat diperhitungkan. Berikut bagan alir program genesis : MULAI ShorL = Koordinat awal garis pantai ShorM = Koordinat garis pantai yang akan dibandingkan Waves = Data gelombang (tinggi, arah,periode) SeawL = Koordinat dinding laut yang sudah ada Start = Kontrol simulasi, propertis pantai, jenis GENESIS ShorC Posisi garis pantai setelah simulasi SETUP Informasi input pada file START, hasil perhitungan dan kesalahan input pada Genesis OUTPUT Info perubahan garis pantai pertahun dan transpor sedimen SELESAI Gambar.17. Bagan Alir Program Genesis 38

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 5 BAB II 2.1 TINJAUAN UMUM Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan di

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Definisi Daerah Pantai Sumber: Triatmodjo (1999)

Gambar 2.1. Definisi Daerah Pantai Sumber: Triatmodjo (1999) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Pantai Daerah daratan adalah daerah yang terletak di atas dan dibawah permukaan darat dimulai dari batas garis pasang tertinggi. Daerah lautan adalah daerah yang terletak

Lebih terperinci

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK 96 BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK 6.1 Perlindungan Muara Pantai Secara alami pantai telah mempunyai perlindungan alami, tetapi seiring perkembangan waktu garis pantai

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA.1 TINJAUAN UMUM Secara alami pantai berfungsi sebagai pertahanan alami untuk daratan terhadap hempasan gelombang. Akumulasi sedimen di pantai menyerap/memantulkan energi yang berasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Garis Pantai Garis pantai merupakan batas pertemuan antara daratan dengan bagian laut saat terjadi air laut pasang tertinggi. Garis ini bisa berubah karena beberapa hal seperti

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 80 BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 5.1 Tinjauan Umum Bagian hilir muara Kali Silandak mengalami relokasi dan menjadi satu dengan Kali Jumbleng yang menyebabkan debit hilirnya menjadi lebih besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1. Teori Pantai Pantai adalah jalur yang merupakan batas antara darat dan laut, diukur pada saat pasang tertinggi dan surut terendah, dipengaruhi oleh fisik laut dan sosial ekonomi

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 6 BAB II STUDI PUSTAKA. TINJAUAN UMUM Studi pustaka diperlukan sebagai dasar perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Adapun metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai kepantaian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk mempresentasikan data kecepatan angin dalam bentuk mawar angin sebagai

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. Disusun oleh : DHANANG SAMATHA PUTRA L2A DWI RETNO ANGGRAENI L2A Disetujui pada : Hari : Tanggal : November 2009

LEMBAR PENGESAHAN. Disusun oleh : DHANANG SAMATHA PUTRA L2A DWI RETNO ANGGRAENI L2A Disetujui pada : Hari : Tanggal : November 2009 LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN BANGUNAN PANTAI DENGAN MEMPERHATIKAN PERUBAHAN GARIS PANTAI STUDI KASUS PANTAI MUARAREJA TEGAL (Design of Shore Construction Base on Shoreline Change Case

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA Irnovia Berliana Pakpahan 1) 1) Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut,

Lebih terperinci

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan...

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... ii PERNYATAAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 79 BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 5.1 Penggunaan Program GENESIS Model yang digunakan untuk mengevaluasi perubahan morfologi pantai adalah program GENESIS (Generalized Model for Simulating Shoreline

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Daerah yang menjadi objek dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah pesisir Kecamatan Muara Gembong yang terletak di kawasan pantai utara Jawa Barat. Posisi geografisnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 6 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Teori Pantai Definisi daerah pantai sangat penting dalam penanganan permasalahan pantai untuk menyamakan pandangan dan arti kata. Berdasarkan hasil lokakarya di Manado yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 4 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum PPI Logending Pantai Ayah Kabupaten Kebumen menggunakan bangunan pengaman berupa pemecah gelombang dengan bentuk batuan buatan hexapod (Gambar 2.1). Pemecah gelombang

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG Olga Catherina Pattipawaej 1, Edith Dwi Kurnia 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. drg. Suria

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Definisi Pantai dan Batasan Pantai. Muka air tinggi Muka air rendah. Sempadan. Pantai Perairan pantai Laut.

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Definisi Pantai dan Batasan Pantai. Muka air tinggi Muka air rendah. Sempadan. Pantai Perairan pantai Laut. BAB II DASAR TEORI.1 Tinjauan Umum Pembangunan pada hakekatnya merupakan rangkaian perubahan menuju kemajuan. Pembangunan bangunan pantai lebih ditujukan kepada terciptanya suatu sistem bangunan di pantai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah.

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah. BAB IV ANALISIS Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap ini memerlukan berbagai data meliputi : data peta topografi, oceanografi, data frekuensi kunjungan kapal dan data tanah. Data

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA Ratna Parauba M. Ihsan Jasin, Jeffrey. D. Mamoto Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email : Parauba_ratna@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA II- 1 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Reklamasi bertujuan untuk menambah luasan daratan untuk suatu aktivitas yang sesuai di wilayah tersebut. Sebagai contoh pemanfaatan lahan reklamasi adalah untuk

Lebih terperinci

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI 87 BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI 6.1 Perlindungan Pantai Secara alami pantai telah mempunyai perlindungan alami, tetapi seiring perkembangan waktu garis pantai selalu berubah. Perubahan garis

Lebih terperinci

BAB V Analisa Peramalan Garis Pantai

BAB V Analisa Peramalan Garis Pantai 155 BAB V ANALISA PERAMALAN GARIS PANTAI. 5.1 Bentuk Pantai. Pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian sehingga mampu menghancurkan energi gelombang yang datang. Penyesuaian bentuk tersebut

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. PERENCANAAN BANGUNAN PELINDUNG PANTAI TAMBAK MULYO, SEMARANG (Design of The Shore Protection for Tambak Mulyo, Semarang)

LEMBAR PENGESAHAN. PERENCANAAN BANGUNAN PELINDUNG PANTAI TAMBAK MULYO, SEMARANG (Design of The Shore Protection for Tambak Mulyo, Semarang) ii LEMBAR PENGESAHAN PERENCANAAN BANGUNAN PELINDUNG PANTAI TAMBAK MULYO, SEMARANG (Design of The Shore Protection for Tambak Mulyo, Semarang) Disusun Oleh : BASRINDU BURHAN UTOMO L2A 003 034 DWI PRASETYO

Lebih terperinci

SEDIMENTASI AKIBAT PEMBANGUNAN SHEET PILE BREAKWATER TELUK BINTUNI, PAPUA BARAT

SEDIMENTASI AKIBAT PEMBANGUNAN SHEET PILE BREAKWATER TELUK BINTUNI, PAPUA BARAT SEDIMENTASI AKIBAT PEMBANGUNAN SHEET PILE BREAKWATER TELUK BINTUNI, PAPUA BARAT Jundana Akhyar 1 dan Muslim Muin 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan

BAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan BAB V ANALISIS DATA 5.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) ini memerlukan berbagai data meliputi : data frekuensi kunjungan kapal, data peta topografi, oceanografi, dan data tanah.

Lebih terperinci

Erosi, revretment, breakwater, rubble mound.

Erosi, revretment, breakwater, rubble mound. ABSTRAK Pulau Bali yang memiliki panjang pantai 438 km, mengalami erosi sekitar 181,7 km atau setara dengan 41,5% panjang pantai. Upaya penanganan pantai yang dilakukan umumnya berupa revretment yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Teori Pantai Menurut Yuwono (1992), Pantai adalah jalur yang merupakan batas antara darat dan laut, diukur pada saat pasang tertinggi dan surut terendah, dipengaruhi oleh fisik

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 PENGARUH GELOMBANG TERHADAP TRANSPOR SEDIMEN DI SEPANJANG PANTAI UTARA PERAIRAN BANGKALAN Dina Faradinka, Aries Dwi Siswanto, dan Zainul Hidayah Jurusan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP Diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata - 1) pada Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Sebelah Utara : Berbatasan dengan laut Jawa. - Sebelah Timur : Berbatasan dengan DKI Jakarta. Kabupaten Lebak.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Sebelah Utara : Berbatasan dengan laut Jawa. - Sebelah Timur : Berbatasan dengan DKI Jakarta. Kabupaten Lebak. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian Analisis dan Identifikasi Kerusakan Garis Pantai di Kabupaten TangerangProvinsi Banten adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap pasir. buatan). Pemecah gelombang ini mempunyai beberapa keuntungan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap pasir. buatan). Pemecah gelombang ini mempunyai beberapa keuntungan, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Bangunan tanggul pemecah gelombang secara umum dapat diartikan suatu bangunan yang bertujuan melindungi pantai, kolam pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap

Lebih terperinci

Analisis Transformasi Gelombang Di Pantai Matani Satu Minahasa Selatan

Analisis Transformasi Gelombang Di Pantai Matani Satu Minahasa Selatan Analisis Transformasi Gelombang Di Pantai Matani Satu Minahasa Selatan Hansje J. Tawas Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Mundurnya garis pantai pada Pantai Matani

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angin Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal maupun secara vertikal dengan kecepatan bervariasi dan berfluktuasi secara dinamis. Faktor

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 4.1 TINJAUAN UMUM Dalam perencanaan dermaga peti kemas dengan metode precast di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin ini, data yang dikumpulkan dan dianalisis, meliputi data

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN

BAB VII PERENCANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN 117 BAB VII PERENCANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN 7.1 ANALISA MASALAH PENUTUPAN MUARA Permasalahan yang banyak di jumpai di muara sungai adalah pendangkalan/penutupan mulut sungai oleh transport sedimen sepanjang

Lebih terperinci

PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI PADA DAERAH PANTAI KIMA BAJO KABUPATEN MINAHASA UTARA

PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI PADA DAERAH PANTAI KIMA BAJO KABUPATEN MINAHASA UTARA PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI PADA DAERAH PANTAI KIMA BAJO KABUPATEN MINAHASA UTARA Injilia Christy Mamanua Tommy Jansen, A. K. T. Dundu Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Email

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perlidungan pantai dapat ditimbulkan secara alami oleh pantai maupun dengan bantuan manusia. Perlindungan pantai secara alami dapat berupa dunes maupun karang laut ataupun lamun

Lebih terperinci

(Design of The Shore Protection for Muarareja, Tegal)

(Design of The Shore Protection for Muarareja, Tegal) LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PELINDUNG PANTAI MUARAREJA, TEGAL (Design of The Shore Protection for Muarareja, Tegal) Disusun Oleh : BRAMUDYA ERSA M L2A 003 036 SASMITO WIHANTORO L2A 003 131

Lebih terperinci

PENGARUH FASILITAS PELABUHAN TERHADAP PANTAI LABUHAN HAJI The Effect of Port Structure on Labuhan Haji Beach

PENGARUH FASILITAS PELABUHAN TERHADAP PANTAI LABUHAN HAJI The Effect of Port Structure on Labuhan Haji Beach 68 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 Vol. 2, No. 1 : 68-78, Maret 2015 PENGARUH FASILITAS PELABUHAN TERHADAP PANTAI LABUHAN HAJI The Effect of Port Structure on Labuhan Haji Beach Eko Pradjoko*, Haris Prayoga*,

Lebih terperinci

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI Transpor sedimen pada bagian ini dipelajari dengan menggunakan model transpor sedimen tersuspensi dua dimensi horizontal. Dimana sedimen yang dimodelkan pada penelitian

Lebih terperinci

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 145 BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 6.1. Perhitungan Struktur Revetment dengan Tumpukan Batu Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA IV - 1 BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Umum Analisis data yang dilakukan merupakan data-data yang akan digunakan sebagai input program GENESIS. Analisis data ini meliputi analisis data hidrooceanografi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam perkembangan teknologi perangkat keras yang semakin maju, saat ini sudah mampu mensimulasikan fenomena alam dan membuat prediksinya. Beberapa tahun terakhir sudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Perikanan adalah sebagai tempat pelayanan umum bagi masyarakat nelayan dan usaha perikanan, sebagai pusat pembinaan dan peningkatan

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-280 Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek Dzakia Amalia Karima dan Bambang Sarwono Jurusan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Definisi dan Batasan Pantai

Gambar 2.1 Definisi dan Batasan Pantai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Mengenai Pantai 2.1.1 Definisi Pantai Pantai dapat diartikan sebagai suatu wilayah di mana wilayah daratan bertemu dengan wilayah lautan (CERC, 2007). Selain itu, pantai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI DAFTAR ISI ALAMAN JUDUL... i ALAMAN PENGESAAN... ii PERSEMBAAN... iii ALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMBANG... xiii INTISARI...

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Air Laut Menggenangi Rumah Penduduk

Gambar 4.1 Air Laut Menggenangi Rumah Penduduk 41 BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Analisis Masalah Kawasan sepanjang pantai di Kecamatan Sayung yang dijadikan daerah perencanaan mempunyai sejumlah permasalahan yang cukup berat dan kompleks.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan laut. Permasalahan di muara sungai dapat ditinjau dibagian mulut sungai (river mouth) dan estuari.

Lebih terperinci

1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada makalah ini adalah penjelasan mengenai bangunan pantai dan beberapa contohnya.

1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada makalah ini adalah penjelasan mengenai bangunan pantai dan beberapa contohnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi pantai merupakan salah satu masalah serius perubahan garis pantai. Selain proses alami, seperti angin, arus, dan gelombang, aktivitas manusia menjadi penyebab

Lebih terperinci

KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory

KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 55 Vol. 1, No. 1 : 55-72, Maret 2014 KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory Baiq Septiarini

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Lis Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Email: lisayuwidari@gmail.com Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam perencanaan dan pekerjaan suatu konstruksi bangunan sipil tanah

I. PENDAHULUAN. Dalam perencanaan dan pekerjaan suatu konstruksi bangunan sipil tanah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perencanaan dan pekerjaan suatu konstruksi bangunan sipil tanah mempunyai peranan yang sangat penting. Dalam hal ini, tanah berfungsi sebagai penahan beban akibat

Lebih terperinci

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) :

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) : TEKANAN TANAH LATERAL Tekanan tanah lateral ada 3 (tiga) macam, yaitu : 1. Tekanan tanah dalam keadaan diam atau keadaan statis ( at-rest earth pressure). Tekanan tanah yang terjadi akibat massa tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan tentang hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI 7.. Perhitungan Struktur Seawall Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan adalah sebagai

Lebih terperinci

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 KEKUATAN GESER TANAH PENGERTIAN Kekuatan tanah untuk memikul beban-beban atau gaya yang dapat menyebabkan kelongsoran, keruntuhan, gelincir dan pergeseran

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA

STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA Anggi Cindy Wakkary M. Ihsan Jasin, A.K.T. Dundu Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email:

Lebih terperinci

BAB VI ALTERNATIF PELINDUNG PANTAI

BAB VI ALTERNATIF PELINDUNG PANTAI BAB VI ALTERNATIF PELINDUNG PANTAI 6.1. Pemilihan Jenis Pelindung Pantai Perlindungan pantai dapat ditimbulkan secara alami oleh pantai maupun dengan bantuan manusia. Perlindungan pantai secara alami dapat

Lebih terperinci

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2 KUAT GESER Mekanika Tanah I Norma Puspita, ST. MT. 5/6/05 NORMA PUSPITA, ST. MT. KUAT GESER =.??? Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butiran tanah terhadap desakan atau tarikan.

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS Abstrak KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS Umar 1) Pantai Desa Matang Danau adalah pantai yang berhadapan langsung dengan Laut Natuna. Laut Natuna memang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim,

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA

BAB III DATA DAN ANALISA BAB III DATA DAN ANALISA 3.1. Umum Dalam studi kelayakan pembangunan pelabuhan peti kemas ini membutuhkan data teknis dan data ekonomi. Data-data teknis yang diperlukan adalah peta topografi, bathymetri,

Lebih terperinci

PEMODELAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN VARIASI PELINDUNG LAPISAN INTI PADA UJI LABORATORIUM DUA DIMENSI ABSTRAK

PEMODELAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN VARIASI PELINDUNG LAPISAN INTI PADA UJI LABORATORIUM DUA DIMENSI ABSTRAK PEMODELAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN VARIASI PELINDUNG LAPISAN INTI PADA UJI LABORATORIUM DUA DIMENSI Nurdiyana NRP: 1121022 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Pemecah

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Abdul Jalil 1), Khairul Adi 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

BAB II TEORI TERKAIT

BAB II TEORI TERKAIT II. TEORI TERKAIT BAB II TEORI TERKAIT 2.1 Pemodelan Penjalaran dan Transformasi Gelombang 2.1.1 Persamaan Pengatur Berkenaan dengan persamaan dasar yang digunakan model MIKE, baik deskripsi dari suku-suku

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAKSI... iv DAFTAR ISI...v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAKSI... iv DAFTAR ISI...v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAKSI... iv DAFTAR ISI...v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...1

Lebih terperinci

BAB VI PERENCANAAN STRUKTUR

BAB VI PERENCANAAN STRUKTUR BAB VI PERENCANAAN STRUKTUR VI - BAB VI PERENCANAAN STRUKTUR 6. Tinjauan Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan struktur bangunan pantai yang direncanakan dalam hal ini bangunan pengaman pantai

Lebih terperinci

PEMILIHAN JENIS BANGUNAN PENGAMAN PANTAI

PEMILIHAN JENIS BANGUNAN PENGAMAN PANTAI BAB VI PEMILIHAN JENIS BANGUNAN PENGAMAN PANTAI 176 BAB PEMILIHAN JENIS BANGUNAN PENGAMAN PANTAI VI 6.1. Umum Perlidungan pantai dapat ditimbulkan secara alami oleh pantai maupun dengan bantuan manusia.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG Fathu Rofi 1 dan Dr.Ir. Syawaluddin Hutahaean, MT. 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,

Lebih terperinci

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *)

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *) SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI Dian Savitri *) Abstrak Gerakan air di daerah pesisir pantai merupakan kombinasi dari gelombang

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Studi pustaka merupakan suatu pembahasan materi berdasarkan sumber dari referensi-referensi yang telah dipergunakan dengan tujuan untuk memperkuat isi materi maupun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Uji Sensitifitas Sensitifitas parameter diuji dengan melakukan pemodelan pada domain C selama rentang waktu 3 hari dan menggunakan 3 titik sampel di pesisir. (Tabel 4.1 dan

Lebih terperinci

Oleh: Darius Arkwright. Abstrak

Oleh: Darius Arkwright. Abstrak STUDI KOMPARATIF METODE ANALISIS LONG-SHORE SEDIMENT TRANSPORT DAN MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI Oleh: Darius Arkwright Abstrak Perubahan garis pantai merupakan implikasi dari proses-proses hidro-oseanografi

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Bab ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil simulasi model penjalaran gelombang ST-Wave berupa gradien stress radiasi yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan parameter gelombang yang menjalar memasuki perairan

Lebih terperinci

Pengertian Pasang Surut

Pengertian Pasang Surut Pengertian Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi (gerakan naik turunnya) muka air laut secara berirama karena adanya gaya tarik benda-benda di lagit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum 6 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan tentu dibutuhkan pustaka yang bisa dijadikan sebagai acuan dari perencanaan tersebut agar dapat terwujud bangunan pantai yang sesuai dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan sebanyak dua puluh sampel dengan jenis tanah yang sama

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 6 BAB II STUDI PUSTAKA.1 Tinjauan Umum Peta Bathimetri merupakan peta yang menggambarkan profil dasar laut, bentuk profil pantai sangat dipengaruhi oleh serangan gelombang, sifat-sifat

Lebih terperinci

PERENCANAAN GROIN PANTAI TIKU KABUPATEN AGAM

PERENCANAAN GROIN PANTAI TIKU KABUPATEN AGAM PERENCANAAN GROIN PANTAI TIKU KABUPATEN AGAM PENDAHULUAN Secara umum bumi memiliki luas perairan yang jauh lebih besar dari pada luas daratan. Sebagaimana yang telah diketahui Indonesia memiliki ribuan

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan BAB 2 DATA LINGKUNGAN 2.1 Batimetri Data batimetri adalah representasi dari kedalaman suatu perairan. Data ini diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan suatu proses yang disebut

Lebih terperinci

PENGAMANAN DAERAH PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN KEARIFAN LOKAL DI BATU PUTIH KOTA BITUNG. Ariestides K. T. Dundu ABSTRAK

PENGAMANAN DAERAH PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN KEARIFAN LOKAL DI BATU PUTIH KOTA BITUNG. Ariestides K. T. Dundu ABSTRAK PENGAMANAN DAERAH PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN KEARIFAN LOKAL DI BATU PUTIH KOTA BITUNG Ariestides K. T. Dundu Dosen Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Batu Putih terletak di paling utara dari

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 6 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Pantai Menurut Priyono (1996), pantai didefinisikan sebagai wilayah yang terbentang dari tempat terjadinya perubahan fisiografi seperti tebing pantai dune (tempat di mana tumbuh

Lebih terperinci

PROSES DI SHORE APPROACH

PROSES DI SHORE APPROACH BAB 3 PROSES DI SORE APPROAC 3.1 Pendahuluan Dalam disain stabilitas pipa (on-bottom stability) yang sebelumnya telah disinggung bahwa untuk dapat menghitung stabilitas pipa maka perlu diketahui beberapa

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN PERANCANGAN DINDING TURAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE MANUAL DAN PROGRAM OASYS GEO 18.1

STUDI PERBANDINGAN PERANCANGAN DINDING TURAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE MANUAL DAN PROGRAM OASYS GEO 18.1 STUDI PERBANDINGAN PERANCANGAN DINDING TURAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE MANUAL DAN PROGRAM OASYS GEO 18.1 Nama : Riwan Bicler Sinaga NRP : 0121018 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENGAMANANAN PANTAI DARI BAHAYA ABRASI DI KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENGAMANANAN PANTAI DARI BAHAYA ABRASI DI KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENGAMANANAN PANTAI DARI BAHAYA ABRASI DI KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana

Lebih terperinci

PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI

PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI Hansje J. Tawas, Pingkan A.K. Pratasis Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Pantai selalu menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 52 BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 5.1. TINJAUAN UMUM Perencanaan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) ini memerlukan berbagai data meliputi : data peta Topografi, oceanografi, data frekuensi kunjungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pantai Pantai adalah daerah tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah, sedangkan pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat

Lebih terperinci

Pengaruh Perkuatan Sheetpile terhadap Deformasi Area Sekitar Timbunan pada Tanah Lunak Menggunakan Metode Partial Floating Sheetpile (PFS)

Pengaruh Perkuatan Sheetpile terhadap Deformasi Area Sekitar Timbunan pada Tanah Lunak Menggunakan Metode Partial Floating Sheetpile (PFS) Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 3 Vol. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2017 Pengaruh Perkuatan Sheetpile terhadap Deformasi Area Sekitar Timbunan pada Tanah Lunak Menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada III. METODE PENELITIAN A. Pengambilan Sampel Sampel tanah yang dipakai dalam penelitian ini adalah tanah lempung lunak yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada kondisi tidak

Lebih terperinci

LINTASAN GELOMBANG LAUT MENUJU PELABUHAN PULAU BAAI BENGKULU. Birhami Akhir 1, Mas Mera 2 ABSTRAK

LINTASAN GELOMBANG LAUT MENUJU PELABUHAN PULAU BAAI BENGKULU. Birhami Akhir 1, Mas Mera 2 ABSTRAK VOLUME 7 NO. 2, OKTOBER 2011 LINTASAN GELOMBANG LAUT MENUJU PELABUHAN PULAU BAAI BENGKULU Birhami Akhir 1, Mas Mera 2 ABSTRAK Penelitian ini adalah tentang prediksi lintasan gelombang laut di pelabuhan

Lebih terperinci