BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Perikanan adalah sebagai tempat pelayanan umum bagi masyarakat nelayan dan usaha perikanan, sebagai pusat pembinaan dan peningkatan kegiatan ekonomi perikanan yang dilengkapi dengan fasilitas di darat dan di perairan sekitarnya untuk digunakan sebagai pangkalan operasional tempat berlabuh, bertambat, mendaratkan hasil, penanganan, pengolahan, distribusi dan pemasaran hasil perikanan (Departemen Pertanian dan Departemen Perhubungan, 1996) Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Menurut Murdiyanto (2004), klasifikasi besar-kecil usahanya pelabuhan perikanan dibedakan menjadi tiga tipe pelabuhan, yaitu : a. Pelabuhan Perikanan Tipe A (Pelabuhan Perikanan Samudera) Pelabuhan perikanan tipe ini adalah pelabuhan perikanan yang diperuntukkan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang beroperasi di perairan samudera yang lazim digolongkan ke dalam armada perikanan jarak jauh sampai ke perairan ZEEI (Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia) dan perairan internasional, mempunyai perlengkapan untuk menangani (handling) dan mengolah sumber daya ikan sesuai dengan kapasitasnya yaitu jumlah hasil ikan yang didaratkan. Adapun jumlah ikan yang didaratkan minimum sebanyak 200 ton/hari atau ton/tahun baik untuk pemasaran di dalam maupun di luar negeri (ekspor). Pelabuhan perikanan tipe A ini dirancang untuk bisa menampung kapal berukuran lebih besar daripada 60 GT (Gross Tonage) sebanyak sampai dengan 100 unit kapal sekaligus. Mempunyai cadangan lahan untuk pengembangan seluas 30 Ha. 5

2 b. Pelabuhan Perikanan Tipe B (Pelabuhan Perikanan Nusantara/PPN) Pelabuhan perikanan tipe ini adalah pelabuhan perikanan yang diperuntukkan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang beroperasi di perairan nusantara yang lazim digolongkan ke dalam armada perikanan jarak sedang ke perairan ZEEI, mempunyai perlengkapan untuk menangani dan/atau mengolah ikan sesuai dengan kapasitasnya yaitu jumlah ikan yang didaratkan. Adapun jumlah ikan yang didaratkan minimum sebanyak 50 ton/hari atau ton/tahun untuk pemasaan di dalam negeri. Pelabuhan perikanan tipe B ini dirancang untuk bisa menampung kapal berukuran sampai dengan 60 GT (Gross Tonage) sebanyak sampai dengan 50 unit kapal sekaligus. Mempunyai cadangan lahan untuk pengembangan seluas 10 Ha. c. Pelabuhan Perikanan Tipe C (Pelabuhan Perikanan Pantai) Pelabuhan perikanan tipe ini adalah pelabuhan perikanan yang diperuntukkan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang beroperasi di perairan pantai, mempunyai perlengkapan untuk menangani dan/atau mengolah ikan sesuai dengan kapasitasnya yaitu minimum sebanyak 20 ton/hari atau ton/tahun untuk pemasaran di daerah sekitarnya atau dikumpulkan dan dikirimkan ke pelabuhan perikanan yang lebih besar. Pelabuhan perikanan tipe C ini dirancang untuk bisa menampung kapal berukuran sampai dengan 15 GT (Gross Tonage) sebanyak sampai dengan 25 unit kapal sekaligus. Mempunyai cadangan lahan untuk pengembangan seluas 5 Ha. d. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dimaksudkan sebagai prasarana pendaratan ikan yang dapat menangani produksi ikan sampai dengan 5 ton/hari, dapat menampung kapal perikanan sampai dengan ukuran 5 GT sejumlah 15 unit sekaligus. Untuk pembangunan PPI ini diberikan lahan darat untuk pengembangan seluas 1 Ha. 6

3 2.1.2 Peran Alur Pelayaran dan Kolam Pelabuhan di Pelabuhan Perikanan Alur pelayaran memiliki peran penting dalam menciptakan kelancaran traffic kapal-kapal. Hal ini karena alur pelayaran merupakan bagian perairan pelabuhan yang berfungsi sebagai jalan keluar masuk kapal-kapal yang berlabuh dan menyandarkan kapalnya di pelabuhan perikanan. Karakteristik alur pelayaran tergantung dari traffic kapal, kondisi hidro-oseanografi area pelabuhan dan karakteristik kapal maksimum yang menggunakan fasilitas pelabuhan. Kolam pelabuhan perikanan merupakan fasilitas utama yang diperlukan untuk kapal-kapal agar terlindung dari pengaruh gelombang. Kolam pelabuhan perikanan harus mempunyai kedalaman yang cukup, agar keluar masuknya kapal-kapal tidak terpengaruh oleh pasang surut air laut. Perencanaan alur kolam pelabuhan juga ditentukan oleh kapal terbesar yang akan masuk ke pelabuhan dan kondisi hidrooseanografi di sekitar area pelabuhan. Apabila kolam pelabuhan perikanan mengalami masalah, maka operasional kapal-kapal akan terganggu dan terhambat. Masalah-masalah tersebut dapat berupa pendangkalan kolam pelabuhan akibat sedimentasi, pengaruh pasang surut terhadap syarat draft kapal minimum tidak terpenuhi, dan kondisi eksisting kolam pelabuhan yang belum terpenuhi terhadap kondisi hidro-oseanografi di sekitar area pelabuhan perikanan. 2.2 Hidro-oseanografi Menurut Triatmodjo (1999), tinjauan hidro-oseanografi adalah menyangkut tinjauan pengaruh hidrodinamika perairan laut. Parameter utama yang biasanya diperhitungkan adalah pasang surut, gelombang dan angin. Hidro-oseanografi merupakan ilmu yang mempelajari fenomena fisis dan dinamis air laut yang dapat diaplikasikan ke bidang-bidang lainnya seperti rekayasa, lingkungan, perikanan, bencana laut dan mitigasi (pengelolaan dan pencegahan) dan perencanaan pelabuhan. 7

4 2.2.1 Gelombang Gelombang adalah perubahan bentuk permukaan air akibat dari gaya gaya tertentu yang dipengaruhi oleh tegangan permukaan dan gaya gravitasi. Gelombang merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan letak suatu bangunan pantai. Karakteristik gelombang meliputi tinggi gelombang, amplitudo gelombang, panjang gelombang, kedalaman laut, periode gelombang, frekuensi gelombang, cepat rambat gelombang, angka gelombang dan fluktuasi muka air laut. Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam yang tergantung pada gaya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin yang dibangkitkan oleh tiupan angin di permukaan laut, gelombang pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik benda-benda langit terutama matahari dan bulan terhadap bumi, gelombang tsunami terjadi karena letusan gunung berapi atau gempa di laut, gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang bergerak, dan sebagainya (Triatmodjo, 1999) Pembangkitan Gelombang oleh Angin Angin merupakan salah satu faktor pembangkit gelombang. Hembusan angin pada permukaan air laut menghasilkan energi sehingga menimbulkan gelombang. Semakin lama dan kuat hembusan angin pada permukaan air laut, semakin besar pula gelombang yang terjadi. Tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan dipengaruhi oleh angin meliputi kecepatan angin U, lama hembus angin D, arah angin dan fetch F. Fetch adalah daerah dimana kecepatan dan arah angin adalah konstan. Arah angin masih bisa dianggap konstan apabila perubahan-perubahannya tidak lebih dari 15. Kemudian kecepatan angin masih dianggap konstan jika perubahannya tidak lebih dari 5 knot (2,5 m/dt) terhadap kecepatan rerata. Panjang fetch membatasi waktu yang diperlukan gelombang untuk terbentuk karena pengaruh angin, jadi mempengaruhi 8

5 waktu untuk mentransfer energi angin ke gelombang. Fetch ini berpengaruh pada periode dan tinggi gelombang yang dibangkitkan (Triatmodjo, 1999). a. Data Angin Data angin diperlukan dalam menentukan tinggi dan periode gelombang signifikan. Data angin dapat diperoleh melalui pengukuran langsung di atas permukaan laut atau dengan mengukur kecepatan angin didarat dimana lokasi pengukuran berdekatan dengan lokasi permukaan laut kemudian dilakukan konversi data kecepatan angin yang diperoleh menjadi data kecepatan angin di laut. Data angin dicatat setiap jam yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel. Untuk mempermudah mengetahui arah angin dominan, presentase kejadian dan kecepatan angin maksimum, data-data tersebut dapat diolah sehingga menghasilkan suatu diagram yang disebut mawar angin atau wind rose sehingga karakteristik angin lebih mudah dan cepat diketahui. Gambar 2. 1 Windrose Sumber : Triatmodjo (1999) 9

6 b. Distribusi dan Konversi Kecepatan Angin Beberapa rumus atau grafik untuk memprediksi gelombang didasarkan pada kecepatan angin yang diukur pada y = 10 m. Apabila angin tidak diukur pada elevasi 10 m, maka kecepatan angin harus dikonversi pada elevasi tersebut. Untuk itu digunakan persamaan: U(10) = U(y). ( ) ; y 20 m (2.1) Dimana : U = kecepatan angin (m/dt) y = elevasi terhadap permukaan air (m) Biasanya pengukuran angin dilakukan di daratan, padahal di dalam rumusrumus pembangkitan gelombang data angin yang digunakan adalah yang ada di atas permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi dari data angin di atas daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke data angin di atas permukaan laut. Hubungan antara angin di atas laut dan angin di atas daratan terdekat diberikan oleh persamaan berikut: RL = Dimana : Uw = kecepatan angin di laut (m/dt) UL = kecepatan angin di daratan (m/dt) (2.2) 10

7 Gambar 2. 2 Hubungan antara kecepatan angin di laut dan di darat Sumber : Triatmodjo (1999) c. Fetch Dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Di daerah pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Fetch rerata efektif diberikan oleh persamaan berikut: Feff = Dimana : (2.3) Feff = fetch rerata efektif xi = panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch. α = deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan 6 sampai sudut sebesar 42 pada kedua sisi dari arah angin. 11

8 Gambar 2. 3 Fetch Sumber : Triatmodjo (1999) d. Peramalan Gelombang di laut dalam Rumus-rumus dan grafik-grafik pembangkitan gelombang mengandung variabel U, yaitu faktor tegangan angin (wind-stress factor) yang dapat dihitung dari kecepatan angin. Setelah dilakukan berbagai konversi kecepatan angin, kecepatan angin dikonversikan pada faktor tegangan angin dengan persamaan berikut: U = 0,71. U, (2.4) Dimana : U U = kecepatan angin terkoreksi (m/dt) = kecepatan angin (m/dt) Berdasarkan pada kecepatan angin, lama hembus angin dan fetch, dilakukan peramalan gelombang dengan menggunakan grafik pada gambar

9 Gambar 2. 4 Grafik peramalan gelombang Sumber : Triatmodjo (1999) Dari grafik tersebut apabila panjang fetch (F), faktor tegangan angin (U ) dan durasi diketahui maka tinggi dan periode gelombang signifikan dapat dihitung. e. Gelombang Signifikan Cara lain dalam menentukan tinggi gelombang signifikan (H ) dan periode gelombang signifikan (T ), adalah dengan menggunakan analisis spektrum gelombang Pierson dan Moskowits yang diturunkan berdasarkan kondisi FDS (Fully Developed Sea). Dengan menentukan kecepatan angin rata-rata di atas permukaan laut, untuk menentukan tinggi gelombang signifikan dan periode gelombang signifikan, dapat digunakan rumus di bawah ini : H = 0,0056. U (2.5) T = 0,33. U (2.6) Dengan : H = tinggi gelombang signifikan (m) 13

10 T U = periode gelombang signifikan (dt) = kecepatan angin terkoreksi (m/dt) Perkiraan Gelombang Dengan Periode Ulang Untuk menentukan gelombang dengan periode ulang tertentu dibutuhkan data gelombang dalam jangka waktu pengukuran cukup panjang. Data tersebut dapat berupa data pengukuran gelombang atau data gelombang hasil prediksi berdasarkan data angin. Dari setiap tahun pencatatan dapat ditentukan gelombang representatif, seperti Hs, H10, H1, Hmaks dan sebagainya. Berdasarkan data representatif untuk beberapa tahun pengamatan dapat diperkirakan gelombang yang diharapkan disamai atau dilampaui satu kali dalam T tahun dan gelombang tersebut dikenal dengan periode ulang T tahun atau gelombang T tahunan. Perhitungan periode ulang gelombang dapat menggunakan beberapa metode yaitu : Fisher-Tippet Type I, Weibull dan Gumbel. 1. Fisher-Tippet Type I Distribusi Fisher-Tippet Type I, P (H < H ) = 1 - (2.7), H = A.y + B (2.8) y = ln ln 1. (2.9) 2. Weibull P (H < H ) = 1,,,, (2.10) y = {ln(lt )} (2.11) L = (2.12) 14

11 Dengan : P (H < H ) = probabilitas dari tinggi gelombang represebtatif ke m yang tidak dilampaui H m = tinggi gelombang urutan ke-m = nomor urut tinggi gelombang signifikan k = parameter bentuk (Tabel 2.1) N H T K L 3. Metode Gumbel = jumlah kejadian gelombang selama pencatatan = tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang = periode ulang (tahun) = panjang data (tahun) = rerata jumlah kejadian per tahun Menentukan periode ulang dengan metode Gumbel : H = H s (2.13) σ = ( ) (2.14) H = H + (Y Y ) (2.15) Dengan : H H H = Tinggi gelombang signifikan rerata. = Standar deviasi. = Tinggi gelombang rencana. Y = Reduced variate sebagai fungsi periode ulang T. Y = Reduced variate sebagai fungsi dari banyaknya data N. σ = Reduced standar deviasi sebagai fungsi dari banyaknya data N. Parameter bentuk dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini : 15

12 Tabel 2. 1 Koefisien untuk menghitung deviasi standar Distribusi k e ε FT 1 0,64 9,0 0,93 0,0 1,33 Weibull ( k = 0,75) 1,65 11,4-0,63 0,0 1,15 Weibull ( k = 1) 1,92 11,4 0,00 0,3 0,90 Weibull ( k = 1,4) 2,05 11,4 0,69 0,4 0,72 Weibull ( k = 2) 2,24 11,4 1,34 0,5 0,54 Sumber : Triatmodjo (1999) Refraksi Gelombang Refraksi terjadi karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Semakin dangkal perairan, pengaruh dasar laut semakin dirasakan oleh gelombang. Jadi refraksi merupakan fenomena perairan dangkal. Parameter-parameter yang penting dalam analisis refraksi gelombang adalah : Ks = Koefisien pendangkalan Kr = Koefisien refraksi Sehingga tinggi gelombang yang terjadi pada perairan dangkal (H) dapat dihitung dengan formula sebagai berikut : a. H = H o.k s.k r (2.16) b. Sudut Arah Datang Gelombang: sin α =. Sinα (2.17) Dengan : α = Sudut antara garis puncak gelombang dan garis kontur dasar laut di titik yang ditinjau. α 0 C C 0 = Sudut antara garis puncak gelombang di laut dalam dan garis pantai. = Cepat rambat gelombang di kedalaman tertentu (m/dt). = Cepat rambat gelombang di laut dalam (m/dt). 16

13 c. Koefisien Pendangkalan Koefisien pendangkalan Ks merupakan fungsi panjang gelombang, kedalaman air, sehingga dapat ditulis dengan persamaan :. Ks =. (2.18) Dengan : Ks = Koefisien Pendangkalan no = Koefisien gelombang dilaut dalam. Nilai = 0,5 Lo = Panjang gelombang di laut dalam L = Panjang gelombang di kedalaman tertentu. n = Koefisien gelombang di kedalaman tertentu. (Lampiran A.1 Tabel d/l). d. Koefisien Refraksi Analisis refraksi dapat dilakukan dengan cara analitis apabila garis kontur lurus dan saling sejajar dengan menggunakan Hukum Snell langsung. Kr = (2.19) Dengan : Kr = Koefisien refraksi. α = Sudut antara garis puncak gelombang dengan garis kontur dasar laut di titik yang ditinjau. α 0 = Sudut antara garis puncak gelombang di laut dalam dan garis pantai. e. Tinggi Gelombang H = Ks.Kr.Hs (2.20) Dengan : H = Tinggi gelombang di kedalaman tertentu Hs = Gelombang signifikan Ks = Koefisien Pendangkalan Kr = Koefisien Refraksi 17

14 Difraksi Gelombang Apabila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti pemecah gelombang atau pulau, maka gelombang tersebut akan membelok disekitar ujung rintangan dan masuk di daerah terlindung di belakangnya. Seperti terlihat pada gambar 2.5. Dalam proses difraksi ini terjadi transfer energi dalam arah tegak lurus penjalaran gelombang menuju daerah terlindung. Transfer energi ke daerah terlindung menyebabkan terbentuknya gelombang di daerah tersebut., meskipun tidak sebesar gelombang di daerah terlindung. Garis puncak gelombang di belakang rintangan membelok dan mempunyai bentuk busur lingkaran dengan pusatnya pada ujung rintangan. Gambar 2. 5 Difraksi gelombang Sumber : Triatmodjo (1999) Pada rintangan/pemecah gelombang tunggal, tinggi gelombang di suatu tempat di daerah terlindung tergantung pada jarak titik tersebut terhadap ujung rintangan r, sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik tersebut dengan ujung rintangan β, dan sudut antara arah penjalaran gelombang dan rintangan θ. Perbandingan antara tinggi gelombang di titik yang terletak di daerah terlindung dan tinggi gelombang datang disebut koefisien difraksi K. 18

15 HA = K. Hp ; (2.21) K = f(θ,β,r/l) (2.22) Dimana: K = koefisien difraksi HA Hp = tinggi gelombang di titik A = tinggi gelombang di ujung pemecah gelombang Gelombang Laut dalam Ekivalen Analisis transformasi gelombang sering dilakukan dengan konsep gelombang laut dalam apabila gelombang tidak mengalami refraksi. Pemakaian gelombang ini bertujuan untuk menetapkan tinggi gelombang yang mengalami refraksi, difraksi dan transformasi lainnya, sehingga perkiraan transformasi dan deformasi gelombang dapat dilakukan dengan lebih mudah. Tinggi gelombang laut dalam ekivalen diberikan oleh bentuk: H o = K.Kr.Ho (2.23) Dengan : Ho = Tinggi gelombang di laut dalam H o = Tinggi gelombang di laut dalam ekivalen K = Koefisien Difraksi Kr = Koefisien Refraksi Gelombang Pecah Gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringannya, yaitu perbandingan antara tinggi dan panjang gelombang. Di laut dalam kemiringan gelombang maksimum dimana gelombang mulai tidak stabil diberikan oleh persamaan: = 0,142 (2.24) Apabila gelombang bergerak menuju laut dangkal, kemiringan batas tersebut tergantung pada kedalaman relatif d/l dan kemiringan dasar laut m. Gelombang dari 19

16 laut dalam yang bergerak menuju pantai akan bertambah kemiringannya sampai akhirnya tidak stabil dan pecah pada kedalaman tertentu. Munk (1949) dalam CERC (1984) memberikan rumus untuk menghitung tinggi dan kedalaman gelombang pecah berikut ini: =, ( ) (2.25) = 1,28 (2.26) Dimana: Hb = Tinggi gelombang pecah (m) db = Kedalaman gelombang pecah (m) Gambar 2. 6 Penentuan tinggi gelombang pecah Sumber : Triatmodjo (1999) 20

17 Gambar 2. 7 Penentuan kedalaman gelombang pecah Sumber : Triatmodjo (1999) Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik bendabenda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Gaya tarik menarik ini tergantung dari jarak bumi dengan benda langit dan massa benda langit itu sendiri. Pasang surut merupakan faktor penting dari geomorfologi pantai, dalam hal ini berupa perubahan teratur muka air laut sepanjang pantai dan arus yang dibentuk oleh pasang surut. Selain itu pengetahuan tentang pasang surut adalah penting di dalam perencanaan bangunan pantai dan pelabuhan. Menurut Bambang Triatmojo (1999) pasang surut yang terjadi di berbagai daerah dibedakan menjadi empat tipe yaitu : 1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) Pasang surut tipe ini adalah dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. 21

18 2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) Pasang surut tipe ini apabila dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut dengan periode pasang surut 24 jam 50 menit. 3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing diurnal) Pasang surut tipe ini apabila dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda. 4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal) Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda. Gambar 2. 8 Kurva pasang surut dan beberapa elevasi muka air Sumber : Triatmodjo (1999) Elevasi Muka Air Pasang Surut Rencana Mengingat elevasi muka air laut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan suatu elevasi yang ditentukan berdasarkan data pasang surut yang dapat digunakan sebagai pedoman di dalam perencanaan suatu bangunan pantai. Beberapa elevasi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Muka air tinggi (high water level), yaitu muka air tertingi yang dicapai pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut. 2. Muka air rendah (low water level), yaitu muka air terendah yang dicapai pada saat air surut pada satu siklus pasang surut. 22

19 3. Muka air tinggi rata-rata (mean high water level, MHWL), yaitu rata-rata dari muka air tinggi selama periode 19 tahun. 4. Muka air rendah rata-rata (mean low water level, MLWL), yaitu rata-rata dari dari muka air rendah selama periode 19 tahun. 5. Muka air laut rata-rata (mean sea Level, MSL), yaitu muka air rata-rata antara muka air tinggi rata-rata dan muka air rendah rata-rata. Elevasi ini digunakan sebagai referensi untuk elevasi di daratan. 6. Muka air tinggi tertinggi (highes high water level, HHWL), yaitu muka air tertinggi pada saat pasang surut purnama dan pasang surut perbani. 7. Muka air rendah terendah (lowes low water level, LLWL), yaitu muka air terendah pada saat pasang surut purnama dan pasang surut perbani. 8. Low Water Springs (HWS), yaitu tinggi muka air dari dua air rendah berturutturut, yaitu jika tunggang (range) pasut itu terendah. 9. High Water Springs (LWS), yaitu tinggi muka air dari dua air tinggi berturutturut, yaitu jika tunggang (range) pasut itu tertinggi. Elevasi muka air laut (MHWL, MLWL, MSL) dapat ditentukan berdasarkan pengukuran pasang surut selama minimum 15 hari. Pengukuran dilakukan dengan sistem topografi lokal di suatu lokasi yang ditentukan Transpor Sedimen Transpor sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya. Transpor sedimen pantai dapat diklasifikasikan menjadi transpor sedimen menuju dan meninggalkan pantai dan transpor sepanjang pantai. Transpor sedimen menuju dan meninggalkan pantai mempunyai arah rata-rata tegak lurus garis pantai, sedangkan transpor sedimen sepanjang pantai mempunyai arah rata-rata sejajar pantai. 23

20 Ukuran Partikel Sedimen Sedimen pantai diklasifikasikan berdasarkan ukuran butir menjadi lempung, lumpur, pasir, kerikil, koral (pebble), cobble, dan batu (boulder). Tabel 2.2 menunjukan klasifikasi ukuran butir dan sedimen yang banyak digunakan dalam bidang teknik pantai (CERC, 1984). Tabel 2. 2 Klasifikasi ukuran butir dan sedimen Klasifikasi Diameter Partikel mm Satuan phi Batu Cobble Besar 32-5 Koral (Pebble) Sedang 16-4 Kecil 8-3 Sangat Kecil 4-2 Kerikil 2-1 Sangat Kasar 1 0 Kasar 0,5 1 Pasir Sedang 0,25 2 Halus 0,125 3 Sangat Halus 0,063 4 Kasar 0,031 5 Lumpur Sedang 0,015 6 Halus 0, Sangat Halus 0, Kasar 0, Lempung Sedang 0, Halus 0, Sangat Halus 0, Sumber : Triatmodjo (1999) 24

21 Analisa Gradasi Partikel Sedimen Analisa gradasi partikel sedimen bertujuan untuk mengetahui distribusi ukuran partikel sedimen. Untuk partikel sedimen yang butir butirnya lebih besar dari 0,075 mm (tertahan saringan no. 200), pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan saringan saringan (analisa saringan), sedangkan untuk partikel sedimen yang butirannya lebih kecil dari 0,075 mm (lewat saringan no. 200), pemeriksaan dilakukan dengan cara sedimentasi yang dapat menggunakan cara hidrometer atau dengan pipet. Tabel 2. 3 Contoh klasifikasi ukuran butir dan sedimen No Saringan Berat Tertahan Jumlah Persen % mm Inchi Tertahan Jumlah Tertahan lolos 9,500 No 3/ ,750 No ,000 No ,850 No ,425 No ,180 No ,150 No ,074 No pan Sumber : Praktikum Mekanika Tanah Kelompok 8 (2013) Transpor Sedimen Sepanjang Pantai Transpor sedimen sepanjang pantai terdiri dari dua komponen utama, yaitu transpor sedimen dalam bentuk mata gergaji di garis pantai dan transpor sedimen sepanjang pantai di surf zone. 25

22 Gambar 2. 9 Transpor sedimen sepanjang pantai Sumber : Triatmodjo (1999) Beberapa cara yang biasa digunakan untuk memprediksi transpor sedimen sepanjang pantai adalah sebagai berikut: a. Cara terbaik memperkirakan transpor sedimen sejajar pantai pada suatu tempat adalah mengukur debit sedimen di lokasi yang ditinjau. b. Peta atau pengukuran yang menunjukan perubahan elevasi dasar dalam suatu periode tertentu dapat memberikan petunjuk tentang angkutan sedimen. Cara ini terutama baik apabila di daerah yang ditinjau terdapat bangunan yang bisa menangkap transpor sedimen sepanjang pantai, misalnya groin, pemecah gelombang suatu pelabuhan, dan sebagainya. c. Rumus empiris yang didasarkan pada kondisi gelombang di daerah yang ditinjau. Rumus empiris yang ada untuk menghitung transpor sedimen sepanjang pantai dikembangkan berdasarkan data-data pengukuran model dan prototip pada pantai berpasir. Sebagian rumus-rumus tersebut merupakan hubungan yang sederhana antara transpor sedimen dan komponen fluks energi gelombang sepanjang pantai dalam bentuk: Qs = K P1 (2.27) P1 = Hb Cb sin αb cos αb (2.28) 26

23 Dimana: Qs = angkutan sedimen sepanjang pantai (m 3 /hari) P1 = komponen fluks energi gelombang sepanjang pantai pada saat pecah (Nm/dt/m) ρ = rapat massa air laut (kg/m 3 ) Hb = tinggi gelombang pecah (m) Cb = cepat rambat gelombang pecah (m/dt) = g db αb = sudut datang gelombang pecah K, n = konstanta CERC (1984) memberikan hubungan berikut: Qs = 1290 P1 (2.29) Dengan Qs mempunyai satuan m 3 /tahun. Apabila dikehendaki Qs dalam m 3 /hari maka persamaan tersebut menjadi: Qs = 3,534 P1 (2.30) Tabel 2. 4 Beberapa rumus transpor sedimen sepanjang pantai No Nama Rumus Keterangan 1 Caldwell Qs = 1,200 P1, 2 Savage Qs = 0,219 P1 3 Ijima,Sato,Aono,Ishii Qs = 0,130 P1, Qs (m 3 /hari) 4 Tanaka Qs = 0,120 P1 P1 (ton m/hari/m) 5 Das Qs = 0,325 P1 6 CERC Qs = 0,401 P1 Sumber :Triatmodjo (1999) Transpor Sedimen Menuju meninggalkan Pantai Transpor sedimen menuju meninggalkan pantai mempunyai arah rata-rata tegak lurus garis pantai. Gerak air di dekat dasar menimbulkan tegangan geser dasar lebih besar tegangan kritik erosi, partikel sedimen mulai bergerak. Dianggap bahwa 27

24 berat terendam partikel sedimen yang bergerak tiap satuan luas adalah sebanding dengan tegangan geser. N (ρs ρ)gd = k1 τb (2.30) Dimana: N = jumlah partikel yang bergerak tiap satuan luas ρs = rapat massa partikel D = diameter partikel ρ = rapat massa air g = percepatan gravitasi k1 = konstanta tak berdimensi τb = tegangan geser dasar Transpor sedimen menuju meninggalkan pantai terjadi apabila arah gelombang datang tidak membentuk sudut terhadap garis pantai. Jika hal ini terjadi, maka perhitungan transpor sedimen menuju meninggalkan pantai harus dilakukan. Transpor sedimen tipe ini memberikan kontribusi sedimentasi yang sedikit, jarang terjadi dan untuk arah gelombang datang yang membentuk sudut dapat diabaikan. 2.3 Fasilitas Pelabuhan dan Karakteristik Kapal Pelabuhan harus dapat berfungsi dengan baik yaitu dapat melindungi kapal yang berlabuh dan beraktivitas di dalam areal pelabuhan. Agar dapat memenuhi fungsinya pelabuhan perlu diperhatikan beberapa fasilitas-fasilitas pokok untuk menunjang keperluan operasional kapal-kapal pada saat berada di area pelabuhan Alur Pelayaran Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke kolam pelabuhan. Alur pelayaran harus cukup tenang terhadap pengaruh gelombang dan arus. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan karakteristik alur masuk ke pelabuhan adalah sebagai berikut: 1. Keadaan trafik kapal. 28

25 2. Keadaan geografi dan meteorologi di daerah alur Kedalaman Alur Pelayaran Untuk mendapatkan kondisi kedalaman alur pelayaran dan kedalaman kolam pelabuhan yang ideal, digunakan dasar perhitungan dengan formula (Triatmodjo, 1996 ) : H = d + G + R + P + S + K (2.31) Dimana : H = Kedalaman alur pelayaran (m) d = Draft kapal G = squat atau Gerak vertikal kapal karena gelombang (toleransi max 0,5 m) R = Ruang kebebasan bersih minimum 0,5 m (untuk dasar laut berpasir) P = Ketelitian pengukuran diambil 20 cm S = Pengendapan sedimen antara dua pengerukan K = Toleransi pengerukan Gambar Kedalaman alur pelayaran Sumber : Triatmodjo (1996) 29

26 Lebar Alur Pelayaran Alur pelayaran apakah digunakan untuk lalu lintas satu kapal atau dua kapal (one way traffic atau two way traffic), dihitung dengan formula sebagai berikut (Murdiyanto, 2004) : Alur dengan 1 kapal : W = 2 BC + ML Alur dengan 2 kapal : W = 2 (BC + ML) + SC Dimana : W = Lebar alur pelayaran BC = Bank Clearance ( Ruang aman sisi kapal ) 1,5 B ML = Manuevering Lane ( 1½ x Lebar kapal ) (1,2-1,5) B SC = Ship Clearance ( Ruang aman antar kapal ) minimal 0,5 m Gambar Lebar alur satu jalur Sumber : Triatmodjo (1996) Gambar Lebar alur dua jalur Sumber : Triatmodjo (1996) 30

27 Cara lain untuk menentukan lebar alur diberikan oleh OCDI (1991). Lebar untuk dua jalur diberikan oleh tabel 2.5. Untuk alur diluar pemecah gelombang, lebar alur harus lebih besar dari pada yang diberikan dalam tabel tersebut, supaya kapal bisa melakukan gerakan (manuver) dengan aman dibawah pengaruh gelombang, arus, topografi dan sebagainya. Tabel 2. 5 Lebar alur menurut OCDI Panjang Alur Kondisi pelayaran Lebar Relatif panjang Selain dari alur diatas Sumber : Triatmodjo (1996) Kapal sering bersimpangan Kapal tidak sering bersimpangan Kapal sering bersimpangan Kapal tidak sering bersimpangan 2 Loa 1,5 Loa 1,5 Loa Loa Kolam Pelabuhan Kolam Pelabuhan adalah lokasi perairan tempat kapal berlabuh, mengisi perbekalan atau melakukan aktivitas bongkar muat. Kondisi kolam pelabuhan yang tenang dan luas, menjamin efisiensi operasi pelabuhan. Kenyamanan dan ketenangan kolam pelabuhan dapat dipenuhi apabila memenuhi syarat : 1. Kolam pelabuhan cukup luas dan dapat menampung semua kapal yang datang dan masih tersedia cukup ruang bebas, agar kapal yang sedang melakukan manuver dapat bergerak bebas tanpa mengganggu aktivitas kapal yang sedang membongkar ikan di dermaga. 2. Kolam pelabuhan mempunyai kedalaman yang cukup, agar arus keluar masuknya kapal-kapal tidak terpengaruh pada pasang surut air laut. 3. Tersedianya bangunan peredam gelombang, sehingga kolam pelabuhan sebagai kolam perlindungan dari pengaruh gelombang. 4. Memiliki radius putar (turning basin) bagi kapal-kapal yang melakukan gerak putar berganti haluan, tanpa mengganggu aktivitas kapal-kapal lain yang ada di kolam pelabuhan. 31

28 Kedalaman Kolam Pelabuhan Dengan memperhitungkan gerak osilasi kapal karena pengaruh alam seperti gelombang, angin dan arus pasang surut, kedalaman kolam pelabuhan adalah 1,1 kali draft kapal pada muatan penuh di bawah elevasi muka air rencana Ketenangan di Kolam Pelabuhan Kolam pelabuhan harus cukup tenang baik dalam kondisi biasa maupun badai. Kolam di depan dermaga harus tenang untuk memungkinkan penambatan selama 95 % - 97,5 % dari hari atau lebih dalam satu tahun. Tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat barang di kolam pelabuhan di depan fasilitas tambatan ditentukan berdasarkan jenis kapal, ukuran dan kondisi bongkar muat, yang diberikan dalam tabel 2.5. Tabel 2. 6 Tinggi gelombang kritis di pelabuhan Tinggi gelombang kritis untuk bongkar Ukuran kapal muat (H 1/3) Kapal kecil 0,3 m Kapal sedang dan besar 0,5 m Kapal sangat besar 0,7-1,5 m Sumber : Triatmodjo (1996) Catatan: Kapal kecil: Kapal kurang dari 500 GRT yang selalu menggunakan kolam untuk kapal kecil. Kapal sedang dan besar: Kapal selain kapal kecil dan sangat besar. Kapal sangat besar: Kapal lebih dari GRT yang menggunakan dolphin besar dan tambatan di laut. 32

29 2.3.3 Karakteristik Kapal Jenis dan dimensi kapal yang akan masuk ke pelabuhan berhubungan langsung pada perencanaan pelabuhan seperti panjang dermaga, besarnya alur pelayaran dan gaya-gaya yang bekerja pada kapal. Beberapa istilah dimensi yang dipergunakan dalam perencanaan pelabuhan Displacement Tonnage (DPL)/ Ukuran Isi Tolak, yaitu volume air yang dipindahkan oleh kapal dan sama dengan berat kapal. Deadweight Tonnage (DWT)/ Bobot mati, yaitu berat total muatan dimana kapal dapat mengangkut dalam keadaan pelayaran optimal (draft maksimum). Gross Register Tons (GRT)/GT/ Ukuran Isi Kotor, yaitu volume keseluruhan ruangan kapal (untuk kapal ikan). 1 GRT = 2,83 m3 = 100 ft3 Netto Register Tons (NRT)/NT/ Ukuran Isi Bersih, yaitu ruangan yang disediakan untuk muatan dan penumpang, besarnya sama dengan GRT dikurangi dengan ruangan- ruangan yang disediakan untuk nahkoda dan anak buah kapal, ruang mesin, gang, kamar mandi, dapur dan ruang peta. Draft (sarat) yaitu bagian kapal yang terendam air pada keadaan muatan maksimum. Length Overall (Loa)/ Panjang Total, yaitu panjang kapal dihitung dari ujung depan (haluan) sampai ke ujung belakang (buritan) Length Between Perpendiculars (Lpp)/ Panjang Garis Air, yaitu panjang antara kedua garis air pada beban yang direncanakan Lpp = 0,846 Loa 1,0193 (untuk kapal barang) Lpp = 0,852 Loa 1,0201 (untuk kapal tanker) 33

30 Gambar Dimensi kapal Sumber : Triatmodjo (1996) Selain dimensi dan karakteristik kapal, hal lain yang penting juga adalah jumlah kapal yang bersandar di dermaga. Jumlah kapal yang bersandar sangat berguna untuk merencanakan luas kolam pelabuhan dan besarnya alur. 34

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah.

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah. BAB IV ANALISIS Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap ini memerlukan berbagai data meliputi : data peta topografi, oceanografi, data frekuensi kunjungan kapal dan data tanah. Data

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN III.1 ALUR PELABUHAN Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke dalam kolam pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Air Laut Menggenangi Rumah Penduduk

Gambar 4.1 Air Laut Menggenangi Rumah Penduduk 41 BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Analisis Masalah Kawasan sepanjang pantai di Kecamatan Sayung yang dijadikan daerah perencanaan mempunyai sejumlah permasalahan yang cukup berat dan kompleks.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan

BAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan BAB V ANALISIS DATA 5.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) ini memerlukan berbagai data meliputi : data frekuensi kunjungan kapal, data peta topografi, oceanografi, dan data tanah.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Garis Pantai Garis pantai merupakan batas pertemuan antara daratan dengan bagian laut saat terjadi air laut pasang tertinggi. Garis ini bisa berubah karena beberapa hal seperti

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Studi pustaka merupakan suatu pembahasan materi berdasarkan sumber dari referensi-referensi yang telah dipergunakan dengan tujuan untuk memperkuat isi materi maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai kepantaian

Lebih terperinci

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Bab 3 3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Sebelum pemodelan dilakukan, diperlukan data-data rinci mengenai kondisi fisik dari lokasi yang akan dimodelkan. Ketersediaan dan keakuratan data fisik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 52 BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 5.1. TINJAUAN UMUM Perencanaan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) ini memerlukan berbagai data meliputi : data peta Topografi, oceanografi, data frekuensi kunjungan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Pantai Sanur, Dermaga, Marina, Speedboat

ABSTRAK. Kata kunci: Pantai Sanur, Dermaga, Marina, Speedboat ABSTRAK Pantai Sanur selain sebagai tempat pariwisata juga merupakan tempat pelabuhan penyeberangan ke Pulau Nusa Penida. Namun sampai saat ini, Pantai Sanur belum memiliki dermaga yang berakibat mengganggu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk mempresentasikan data kecepatan angin dalam bentuk mawar angin sebagai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut,

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 5 BAB II 2.1 TINJAUAN UMUM Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan di

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA

BAB III DATA DAN ANALISA BAB III DATA DAN ANALISA 3.1. Umum Dalam studi kelayakan pembangunan pelabuhan peti kemas ini membutuhkan data teknis dan data ekonomi. Data-data teknis yang diperlukan adalah peta topografi, bathymetri,

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Bab ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam

Lebih terperinci

5. BAB V ANALISA DATA

5. BAB V ANALISA DATA 5. BAB V ANALISA DATA 5.1 KEBUTUHAN FASILITAS PELABUHAN PENGEMBANGAN Dengan memperhatikan pada tingkat pemanfaatan fasilitas PPSC saat ini yang belum optimal karena terutama permasalahan sedimentasi kolam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA 4.1.Tinjauan Umum Perencanaan pelabuhan perikanan Glagah ini memerlukan berbagai data meliputi: data angin, Hidro oceanografi, peta batimetri, data jumlah kunjungan kapal dan data

Lebih terperinci

KAJIAN BEBERAPA ALTERNATIF LAYOUT BREAKWATER DESA SUMBER ANYAR PROBOLINGGO

KAJIAN BEBERAPA ALTERNATIF LAYOUT BREAKWATER DESA SUMBER ANYAR PROBOLINGGO Pemanfaatan Metode Log Pearson III dan Mononobe Untuk 1 KAJIAN BEBERAPA ALTERNATIF LAYOUT BREAKWATER DESA SUMBER ANYAR PROBOLINGGO ABSTRAK Adhi Muhtadi, ST., SE., MSi. Untuk merealisir rencana pengembangan

Lebih terperinci

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Perencanaan Dermaga Data Lingkungan : 1. Data Topografi 2. Data Pasut 3. Data Batimetri 4. Data Kapal

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP Diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata - 1) pada Jurusan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI DAFTAR ISI ALAMAN JUDUL... i ALAMAN PENGESAAN... ii PERSEMBAAN... iii ALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMBANG... xiii INTISARI...

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 4.1 TINJAUAN UMUM Dalam perencanaan dermaga peti kemas dengan metode precast di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin ini, data yang dikumpulkan dan dianalisis, meliputi data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pantai BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pantai adalah daerah tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah, sedangkan pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Sebelah Utara : Berbatasan dengan laut Jawa. - Sebelah Timur : Berbatasan dengan DKI Jakarta. Kabupaten Lebak.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Sebelah Utara : Berbatasan dengan laut Jawa. - Sebelah Timur : Berbatasan dengan DKI Jakarta. Kabupaten Lebak. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian Analisis dan Identifikasi Kerusakan Garis Pantai di Kabupaten TangerangProvinsi Banten adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten. Kabupaten

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-280 Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek Dzakia Amalia Karima dan Bambang Sarwono Jurusan

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 PENGARUH GELOMBANG TERHADAP TRANSPOR SEDIMEN DI SEPANJANG PANTAI UTARA PERAIRAN BANGKALAN Dina Faradinka, Aries Dwi Siswanto, dan Zainul Hidayah Jurusan

Lebih terperinci

HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA

HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA PENGUSUL Dr. Eng. NI NYOMAN PUJIANIKI, ST. MT. MEng Ir. I

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 4 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum PPI Logending Pantai Ayah Kabupaten Kebumen menggunakan bangunan pengaman berupa pemecah gelombang dengan bentuk batuan buatan hexapod (Gambar 2.1). Pemecah gelombang

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA Ratna Parauba M. Ihsan Jasin, Jeffrey. D. Mamoto Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email : Parauba_ratna@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan tentang hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM 6 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Pada bab ini dibahas mengenai gambaran perencanaan suatu pekerjaan konstruksi yang dibutuhkan dasar-dasar perencanaan agar dapat diketahui spesifikasi yang menjadi

Lebih terperinci

Pengertian Pasang Surut

Pengertian Pasang Surut Pengertian Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi (gerakan naik turunnya) muka air laut secara berirama karena adanya gaya tarik benda-benda di lagit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. yang digunakan dalam perencanaan akan dijabarkan di bawah ini :

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. yang digunakan dalam perencanaan akan dijabarkan di bawah ini : BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Data Perencanaan Dalam perencanaan diperlukan asumsi asumsi yang didapat dari referensi data maupun nilai empiris. Nilai-nilai ini yang nantinya akan sangat menentukan hasil

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA IV - 1 BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Umum Analisis data yang dilakukan merupakan data-data yang akan digunakan sebagai input program GENESIS. Analisis data ini meliputi analisis data hidrooceanografi,

Lebih terperinci

BAB III ANGIN, PASANG SURUT DAN GELOMBANG

BAB III ANGIN, PASANG SURUT DAN GELOMBANG BAB III ANGIN, PASANG SURUT DAN GELOMBANG Perencanaan pelabuhan harus memperhatikan berbagai faktor yang akan berpengaruh pada bangunan-bangunan pelabuhan dan kapal-kapal yang berlabuh. angin pasut gelombang

Lebih terperinci

Erosi, revretment, breakwater, rubble mound.

Erosi, revretment, breakwater, rubble mound. ABSTRAK Pulau Bali yang memiliki panjang pantai 438 km, mengalami erosi sekitar 181,7 km atau setara dengan 41,5% panjang pantai. Upaya penanganan pantai yang dilakukan umumnya berupa revretment yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum 6 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan tentu dibutuhkan pustaka yang bisa dijadikan sebagai acuan dari perencanaan tersebut agar dapat terwujud bangunan pantai yang sesuai dengan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan BAB 2 DATA LINGKUNGAN 2.1 Batimetri Data batimetri adalah representasi dari kedalaman suatu perairan. Data ini diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan suatu proses yang disebut

Lebih terperinci

ANALISIS STATISTIK GELOMBANG YANG DIBANGKITKAN OLEH ANGIN UNTUK PELABUHAN BELAWAN DIO MEGA PUTRI

ANALISIS STATISTIK GELOMBANG YANG DIBANGKITKAN OLEH ANGIN UNTUK PELABUHAN BELAWAN DIO MEGA PUTRI ANALISIS STATISTIK GELOMBANG YANG DIBANGKITKAN OLEH ANGIN UNTUK PELABUHAN BELAWAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil Disusun

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya)

STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya) Studi Penentuan Draft dan Lebar Ideal Kapal Terhadap Alur Pelayaran STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN Putu Angga Bujana, Yuwono Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angin Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal maupun secara vertikal dengan kecepatan bervariasi dan berfluktuasi secara dinamis. Faktor

Lebih terperinci

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu DERMAGA Peranan Demaga sangat penting, karena harus dapat memenuhi semua aktifitas-aktifitas distribusi fisik di Pelabuhan, antara lain : 1. menaik turunkan penumpang dengan lancar, 2. mengangkut dan membongkar

Lebih terperinci

BAB IV IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA DATA

BAB IV IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA DATA BAB IV IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA DATA 4.. Identifikasi Masalah Secara Administratif Pantai Muarareja terletak di utara kota Tegal, Jawa Tengah tepatnya di Kelurahan Muarareja, Kecamatan Tegal Barat.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan adalah serangkaian kegiatan sebelum memulai tahap pengumpulan data dan pengolahan data. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA

STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA Anggi Cindy Wakkary M. Ihsan Jasin, A.K.T. Dundu Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email:

Lebih terperinci

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI Transpor sedimen pada bagian ini dipelajari dengan menggunakan model transpor sedimen tersuspensi dua dimensi horizontal. Dimana sedimen yang dimodelkan pada penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA Irnovia Berliana Pakpahan 1) 1) Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI 7.. Perhitungan Struktur Seawall Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, kran-kran untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, kran-kran untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Secara umum pelabuhan (port) merupakan daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang dan arus, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA

PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA DISUSUN OLEH Heron Surbakti dan Tim Assisten Praktikum Oseanografi Fisika LABORATORIUM OSEANOGRAFI PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 145 BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 6.1. Perhitungan Struktur Revetment dengan Tumpukan Batu Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan...

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... ii PERNYATAAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG Olga Catherina Pattipawaej 1, Edith Dwi Kurnia 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. drg. Suria

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 6 BAB II STUDI PUSTAKA. TINJAUAN UMUM Studi pustaka diperlukan sebagai dasar perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Adapun metode

Lebih terperinci

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT PROSES DAN TIPE PASANG SURUT MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan laut. Permasalahan di muara sungai dapat ditinjau dibagian mulut sungai (river mouth) dan estuari.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Daerah yang menjadi objek dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah pesisir Kecamatan Muara Gembong yang terletak di kawasan pantai utara Jawa Barat. Posisi geografisnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas, dirasakan sangat perlu akan kebutuhan adanya angkutan (transport) yang

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas, dirasakan sangat perlu akan kebutuhan adanya angkutan (transport) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Republik Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan daerah yang sangat luas, dirasakan sangat perlu akan kebutuhan adanya angkutan (transport) yang efektif dalam

Lebih terperinci

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Mario P. Suhana * * Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Email: msdciyoo@gmail.com

Lebih terperinci

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian Pasang Surut Pasang surut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir Langkah-langkah secara umum yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini dapat dilihat pada diagram alir

Lebih terperinci

Jurnal Gradien Vol.4 No. 2 Juli 2008 :

Jurnal Gradien Vol.4 No. 2 Juli 2008 : Jurnal Gradien Vol.4 No. Juli 8 : 349-353 nalisis Peramalan Ketinggian Gelombang Laut Dengan Periode Ulang Menggunakan Metode Gumbel Fisher Tippet-Tipe 1 Studi Kasus : Perairan Pulau Baai Bengkulu Supiyati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pantai Pantai adalah daerah tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah, sedangkan pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada diagram alir berikut: 74 dengan SMS Gambar 3.1 Diagram

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Permasalahan

I. PENDAHULUAN Permasalahan I. PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan Sedimentasi di pelabuhan merupakan permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian. Hal tersebut menjadi penting karena pelabuhan adalah unsur terpenting dari jaringan moda

Lebih terperinci

PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI

PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI Hansje J. Tawas, Pingkan A.K. Pratasis Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Pantai selalu menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE

OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE PROSIDING 20 13 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 Tamalanrea

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) MATA KULIAH : REKAYASA PANTAI KOPEL : SPL 442 / 2 (2 0) DOSEN PENGASUH : Ir. Ahmad Zakaria, Ph.D. DESKRIPSI SINGKAT : Mata kuliah Rekayasa Pantai merupakan mata kuliah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Beda Tinggi Antara Bench Mark Dengan Palem Dari hasil pengukuran beda tinggi dengan metode sipat datar didapatkan beda tinggi antara palem dan benchmark

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TIJAUAN UMUM Studi pustaka berisi teori-teori yang diperoleh dari referensi-referensi berkaitan dengan topik penelitian, yang digunakan untuk mendukung analisis dalam penellitian

Lebih terperinci

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah.

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah. PASANG SURUT Untuk apa data pasang surut Pengetahuan tentang pasang surut sangat diperlukan dalam transportasi laut, kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai, dan lain-lain. Mengingat

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai PASANG SURUT Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 5. PASANG SURUT TUJUAN

Lebih terperinci

KAJIAN HIDRO-OSEANOGRAFI DALAM MENDUKUNG OPERASIONAL DI BELAWAN INTERNATIONAL CONTAINER TERMINAL (BICT)

KAJIAN HIDRO-OSEANOGRAFI DALAM MENDUKUNG OPERASIONAL DI BELAWAN INTERNATIONAL CONTAINER TERMINAL (BICT) KAJIAN HIDRO-OSEANOGRAFI DALAM MENDUKUNG OPERASIONAL DI BELAWAN INTERNATIONAL CONTAINER TERMINAL (BICT) Khaidir Hafiz Ramadhan 1 dan Ahmad Perwira Mulia Tarigan 1 Mahasiswa Departemen Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory

KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 55 Vol. 1, No. 1 : 55-72, Maret 2014 KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory Baiq Septiarini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi luas perairan 3,1 juta km 2, terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai ± 81.000 km. (Dishidros,1992).

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI MANGGAR BARU

ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI MANGGAR BARU ejournal Teknik Sipil, 2016, 1 (1): 1-15 ISSN 0000-0000, ejournal.untag-smd.ac.id Copyright 2016 ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI MANGGAR BARU Dennis Eta Cendekia Abstrak Dennis Eta Cendekia, Analisa Perubahan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 6 BAB II 2.1 Tinjauan Umum Pada bab ini dibahas mengenai gambaran perencanaan dan perhitungan yang akan dipakai pada perencanaan pelabuhan ikan di Kendal. Pada perencanaan tersebut digunakan beberapa metode

Lebih terperinci

PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN PERINTIS WINDESI KAB. KEPULAUAN YAPEN, PAPUA

PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN PERINTIS WINDESI KAB. KEPULAUAN YAPEN, PAPUA Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN PERINTIS WINDESI KAB. KEPULAUAN YAPEN, PAPUA Riyan Aditya N., Ivan Kaleb S., Priyo Nugroho P. *), Purwanto *) Departemen

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Definisi dan Batasan Pantai

Gambar 2.1 Definisi dan Batasan Pantai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Mengenai Pantai 2.1.1 Definisi Pantai Pantai dapat diartikan sebagai suatu wilayah di mana wilayah daratan bertemu dengan wilayah lautan (CERC, 2007). Selain itu, pantai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. I.2 Tujuan

PENDAHULUAN. I.2 Tujuan I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut Ongkosongo (1989), pengetahuan mengenai pasang surut secara umum dapat memberikan informasi yang beraneka macam, baik untuk kepentingan ilmiah, maupun untuk pemanfaatan

Lebih terperinci

Analisis Transformasi Gelombang Di Pantai Matani Satu Minahasa Selatan

Analisis Transformasi Gelombang Di Pantai Matani Satu Minahasa Selatan Analisis Transformasi Gelombang Di Pantai Matani Satu Minahasa Selatan Hansje J. Tawas Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Mundurnya garis pantai pada Pantai Matani

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN TNI AL PONDOK DAYUNG JAKARTA UTARA

PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN TNI AL PONDOK DAYUNG JAKARTA UTARA LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN TNI AL PONDOK DAYUNG JAKARTA UTARA ( Breakwater Design of The Indonesian Navy Harbour Pondok Dayung - North Jakarta ) Disusun oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perlidungan pantai dapat ditimbulkan secara alami oleh pantai maupun dengan bantuan manusia. Perlindungan pantai secara alami dapat berupa dunes maupun karang laut ataupun lamun

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi G186 Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi Muhammad Didi Darmawan, Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini yang akan dibahas adalah gambaran perencanaan suatu

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini yang akan dibahas adalah gambaran perencanaan suatu 6 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pada bagian ini yang akan dibahas adalah gambaran perencanaan suatu pekerjaan konstruksi yang dibutuhkan untuk dasar-dasar perencanaan. Pada perencanaan tersebut

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Oseanografi Perairan Teluk Bone Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah Barat dan Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara di

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL / NOTASI

DAFTAR SIMBOL / NOTASI DAFTAR SIMBOL / NOTASI A : Luas atau dipakai sebagai koefisien, dapat ditempatkan pada garis bawah. ( m ; cm ; inci, dsb) B : Ukuran alas lateral terkecil ( adakalanya dinyatakan sebagai 2B ). ( m ; cm

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kecepatan Dan Arah Angin Untuk mengetahui perubahan garis pantai diperlukan data gelombang dan angkutan sedimen dalam periode yang panjang. Data pengukuran lapangan tinggi gelombang

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM FENDER DERMAGA (Studi Kasus Dermaga Penyeberangan Mukomuko, Provinsi Bengkulu) Oleh:

PERENCANAAN SISTEM FENDER DERMAGA (Studi Kasus Dermaga Penyeberangan Mukomuko, Provinsi Bengkulu) Oleh: PERENCANAAN SISTEM FENDER DERMAGA (Studi Kasus Dermaga Penyeberangan Mukomuko, Provinsi Bengkulu) Oleh: Derry Fatrah Sudarjo, Pembimbing Pertama : Ir. Puji Wiranto, MT. 1), Pembimbing Kedua : Ir. Wagisam.

Lebih terperinci

PERENCANAAN GROIN PANTAI TIKU KABUPATEN AGAM

PERENCANAAN GROIN PANTAI TIKU KABUPATEN AGAM PERENCANAAN GROIN PANTAI TIKU KABUPATEN AGAM PENDAHULUAN Secara umum bumi memiliki luas perairan yang jauh lebih besar dari pada luas daratan. Sebagaimana yang telah diketahui Indonesia memiliki ribuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum kegiatan pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini di susun hal-hal yang penting dengan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP

KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP Mifroul Tina Khotip 1, Aries Dwi Siswanto 2, Insafitri 2 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN METODA

BAB 2 DATA DAN METODA BAB 2 DATA DAN METODA 2.1 Pasut Laut Peristiwa pasang surut laut (pasut laut) adalah fenomena alami naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi bendabenda-benda

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM Dalam suatu perencanaan bangunan pengaman pelabuhan pendaratan ikan perlu dilakukan kajian berbagai aspek yang berkaitan dengannya. Baik aspek sedimentasi, fluktuasi

Lebih terperinci

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *)

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *) SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI Dian Savitri *) Abstrak Gerakan air di daerah pesisir pantai merupakan kombinasi dari gelombang

Lebih terperinci

BAB II KONDISI LAPANGAN

BAB II KONDISI LAPANGAN BAB II KONDISI LAPANGAN 2.1. Tinjauan Umum Pada bab ini merupakan pengumpulan data-data yang telah dikompilasi seperti data angin, pasang surut, batrimetri, topografi, morfologi sungai, geoteknik, jumlah

Lebih terperinci