BAB I PENDAHULUAN. Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara 1945, mengatur tanggungjawab

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara 1945, mengatur tanggungjawab"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Landasan sistem ekonomi negara diatur dalam Pasal 33 dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara 1945, mengatur tanggungjawab yang dibebankan kepada negara dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selain ditujukan kepada negara, tanggungjawab juga dibebankan kepada golongan yang mampu berusaha, dan karena itu dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara 1945 memuat semangat kebersamaan (kekeluargaan), sumber-sumber kemakmuran dan kesejahteraan sosial, pelaku usaha, bangunan dan wadah/bentuk usaha, cara penggunaan/proses berusaha, serta tujuan akhir kegiatan usaha yaitu untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bersama. 1 Dalam proses pembangunan ekonomi nasional, sampai saat ini struktur ekonomi Indonesia disangga oleh para pelaku usaha yang tergabung dalam kelompok usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan kelompok usaha besar. Sumbangan dari kelompok ini sangat berarti dalam perekonomian nasional. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar utama perekonomian nasional yang berwawasan kemandirian memiliki potensi besar untuk 1 Tatang Astrarudin, 2008, Perjanjian Kemitraan Usaha Antara Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Dengan Usaha Besar Sebagai Upaya Memperkokoh Struktur Ekonomi Nasional Menurut Peraturan Perundang- Undangan Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung, h.1-2. Lihat juga Jimly Asshiddiqie, 1994, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, h (Selanjutnya disebut Jimly Asshidiqie I). 1

2 2 meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tanpa mengabaikan peran usaha besar, koperasi, maupun BUMN. Perkembangan UMKM memiliki potensi besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Hal mana ditunjukkan oleh keberadaan UMKM yang telah mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Peran UMKM yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja. Ditengah perkembangan ekonomi yang ada, UMKM sebagai pilar ekonomi nasional dari segi kuantitas belum diimbangi dengan peningkatan kualitas yang memadai. Masalah yang dihadapi adalah rendahnya produktivitas dan daya saing, sehingga menimbulkan kesenjangan besar antara UMKM dengan usaha berskala besar. Peningkatan produktivitas sangat dibutuhkan guna mendorong peningkatan daya saing UMKM untuk bisa berkompetensi, baik dalam kancah perekonomian domestik maupun global. Prolem krusial yang dihadapi UMKM adalah terbatasnya akses UMKM kepada sumber daya produktif, terutama terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pasar. Terbatasnya akses UMKM terhadap modal menyebabkan sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha dan mengembangkan produk-produk yang berdaya saing. Problem akses modal UMKM sumber penyebabnya justru karena keterbatasan UMKM itu sendiri baik dari segi pemasaran, penguasaan teknologi dan informasi, serta buruknya manajemen usaha.

3 3 Faktor tersebut menyebabkan rendahnya tingkat kepercayaan lembaga perbankan dan lembaga keuangan lainnya untuk memberikan bantuan permodalan dalam bentuk kredit terhadap UMKM. Selain itu, ketidakmampuan UMKM untuk menyediakan jaminan (agunan) telah menyulitkan UMKM untuk mengakses kredit dari perbankan. Semua negara, terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia mengalami problem yang sama berkaitan dengan terbatasnya akses UMKM terhadap modal. Hal yang sama juga dialami oleh UMKM yang bergerak di sektor usaha pariwisata, dan bila dicermati secara umum sumber masalahnya juga hampir sama. Pariwisata adalah suatu kegiatan yang menyediakan jasa akomodasi, transportasi, makanan, rekreasi serta jasa-jasa lainnya yang terkait. Sebagai suatu bentuk perdagangan jasa, pariwisata merupakan suatu sistem perdagangan jasa yang mencakup berbagai komponen perdagangan jasa, seperti; pelaku, bentuk jasa, konsumen jasa, dan transaksi jasa yang menghubungkan pemasok jasa dan konsumen jasa. 2 Kegiatan pariwisata di era globalisasi tidak dapat dipungkiri telah membawa dampak positif berupa keuntungan dibidang ekonomi, seperti; pemasukan dari sektor pajak dan perluasan kesempatan kerja, terutama bagi Negara yang menjadi tujuan wisata. Namun pada sisi lain pariwisata juga dapat membawa dampak negatif, seperti kerusakan 2 Wyasa Putra, Ida Bagus, 2010, Fungsi Hukum Dalam Pengaturan Pariwisata Sebagai Bentuk Perdagangan Jasa: Inkonsistensi Konsep Dalam Kebijakan Pariwisata dan Penyerapan General Agreement on Trade in Services Dalam Pengaturan Perdagangan Jasa Pariwisata Internasional Indonesia, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya, Malang, h (Selanjutnya disebut Wyasa Putra Ida Bagus I).

4 4 lingkungan, sebagaimana dikemukakan oleh Supasti Dharmawan, sebagai berikut; A many studies have shown that the growth and development of the tourism industry bring both positive and negative impacts for the destinations. The positive impacts of these activities are increased tax revenues, open job opportunities for communicates and for the construction of adequate infrastructure, etc. on the other hands, the negative impacts of it are environmental damage both environment in terms of natural ecosystems such as air pollution, exploitation of water resources, destruction of coral reef as well as environmental damage in the social dimensions such as the behavior of tourists which are sometimes inappropriate with the local cultures. 3 (Banyak studi menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan industri pariwisata memberikan baik dampak positif maupun negatif bagi daerah tujuannya. Dampak positif tersebut adalah peningkatan pendapatan pajak, terbukanya kesempatan pekerjaan, konstruksi infrastruktur yang memadia, dan lain-lain. Disisi lain dampak negatifnya adalah kerusakan lingkungan baik secara natural yang berdampak pada ekosistem seperti adanya polusi udara, eksploitasi sumber daya air, kerusakan terumbu karang dan juga kerusakan lingkungan dalam aspek sosial seperti perilaku para turis yang terkadang tidak sesuai dengan budaya lokal). Perdagangan jasa pariwisata melibatkan berbagai aspek. Aspekaspek tersebut antara lain aspek ekonomi, budaya, sosial, agama, lingkungan, keamanan, dan aspek lainnya. Aspek yang mendapat perhatian paling besar dalam pembangunan pariwisata adalah aspek ekonomi. Terkait dengan aspek ekonomi inilah pariwisata dikatakan sebagai suatu industri. Bahkan kegiatan pariwisata dikatakan sebagai 3 Supasti Dharmawan, Ni Ketut, 2012, Tourism and Enviroment; Toward Promoting Sustainable Development of Turist; A Human Rights Perspective, Indonesia Law Review, Year 2 vol. 1, January April 2012, h. 23 (Selanjutnya disebut Supasti Dharmawan Ni Ketut I)

5 5 suatu kegiatan bisnis 4, yang berorientasi dalam penyediaan jasa yang dibutuhkan wisatawan. Dewasa ini perkembangan pariwisata dunia mengarah ke Asia Pasifik, setelah Eropa mengalami jaman keemasan pada masa-masa terdahulu. Negara-negara dikawasan Asia Pasifik dan Karibia akan mewakili pengembangan pasar Internasional baru dan akan menjadi masa depan internasional. 5 Indonesia berada di kawasan Asia Pasifik, merupakan destinasi pariwisata yang sangat dikenal dunia. Pariwisata mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perekonomian masyarakat, dimana pariwisata mempunyai peranan positif dalam penciptaan pendapatan bagi masyarakat, penciptaan lapangan kerja, sebagai sumber penghasilan devisa, mendorong ekspor (khususnya barang-barang hasil industri kerajinan), dan mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih berimbang. Kegiatan pariwisata yang melibatkan usaha yang berskala besar maupun Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang selanjutnya disebut UMKM mempunyai peranan strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena disamping berperan dalam pertumbuhan 4 Gelgel, I Putu, 2009, Industri Pariwisata Indonesia Dalam Globalisasi Perdagangan Jasa (GATS-WTO) Implikasi Hukum dan Antisipasinya, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 23. (Selanjutnya disebut Gelgel I Putu I). Lihat juga Wyasa Putra Ida Bagus, 2003, Hukum Bisnis Pariwisata., PT. Refika Aditama, Bandung, h (Selanjutnya disebut Wyasa Putra Ida Bagus II). 5 Pitana I Gede, 2006, Kepariwisataan Bali Dalam Wacana Otonomi Daerah, Puslitbang Kepariwisataan Badan Pengembangan Sumber Daya Budpar Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta, h.3. (Selnjutnya disebut Pitana I Gede I).

6 6 ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Usaha mikro, kecil, dan menengah sebagai bagian dari usaha ekonomi kerakyatan penting untuk diberdayakan ditengah arus perkembangan pariwisata. Dalam penyelenggaraan kepariwisataan di era globalisasi, pemerintah perlu memberi dorongan agar kegiatan usaha dibidang pariwisata dapat memberi peluang dalam pemberdayaan ekonomi rakyat. 6 Bila UMKM sebagai bentuk ekonomi kerakyatan tidak diberikan peluang dan kurang diberdayakan, maka ia tidak akan mempunyai daya saing ketika berhadapan dengan kekuatan ekonomi global. Sebagai daerah destinasi wisata utama di Indonesia dengan sektor unggulan pariwisata, seperti Bali misalnya pernah mengalami krisis ekonomi, seperti pada waktu ledakan bom di Jl. Legian Kuta Tahun 2002 dan di Jimbaran tahun 2005, telah memporak-porandakan perekonomian di Bali. Korporat, hotel, restoran, agen perjalanan, dan aktivitas pariwisata lumpuh. Namun pada sisi lain UMKM mampu bertahan ditengah-tengah krisis tersebut. 7 6 Gelgel I Putu, 2006, Hukum Pariwisata Suatu Pengantar, Widya Dharma, Universitas Hindu Indonesia, Denpasar, h. 29. (Selanjutnya disebut I Putu Gelgel II). 7 Ibid. Lihat juga Wenegama I Wayan, Peranan Usaha Kecil dan Menengah Dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Tingkat Pendapatan Masyarakat Miskin di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung, Buletin Studi Ekonomi Volume 18 Nomor 1 Pebruari 2013, h. 79. Menurutnya krisis ekonomi yang pernah terjadi beberapa waktu yang lalu, dimana usaha besar banyak yang stagnasi dan bahkan berhenti aktivitasnya, sektor UMKM terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Oleh karena itu pemberdayaan perlu dilakukan oleh pemerintah agar UMKM dapat lebih berkembang dan kompetitif bersama pelaku usaha ekonomi lainnya.

7 7 Fakta menunjukkan bahwa kesempatan kerja yang diciptakan oleh kelompok UMKM jauh lebih banyak dibandingkan dengan tenaga kerja yang bisa diserap oleh usaha besar. Karena itu, diharapkan kelompok UMKM ini terus berperan optimal dalam upaya menangulangi pengangguran yang jumlahnya cenderung meningkat setiap tahunnya. 8 Dengan banyak menyerap tenaga kerja berarti UMKM yang bergerak di bidang usaha pariwisata mempunyai peran strategis dalam upaya Pemerintah Daerah memerangi kemiskinan di daerah. Bila dilihat dari eksistensi UMKM sebagai bagian dari ekonomi kerakyatan 9, telah menghadapi berbagai problematik, baik problematik sosiologis, filosofis maupun yuridis, terkait dengan upaya pemberdayaan UMKM dalam perekonomian nasional. Berbagai problematik dimaksud penting kiranya untuk dikaji mengingat begitu besarnya peran UMKM sebagai motor penggerak pembangunan dibidang ekonomi. Secara sosiologis problem yang dihadapi UMKM adalah masih kurang maksimalnya perhatian dari pemerintah terhadap UMKM, terutama dari segi akses permodalan usaha. Banyak produk deregulasi yang justru mengorbankan pengusaha yang masuk kategori UMKM, baik langsung maupun tidak langsung, padahal kalangan pengusaha ini 8 Tulus Tambunan, 2012, Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia, Isu-isu Penting, LP3ES, Jakarta, h.xvi. 9 Ekonomi kerakyatan lebih merupakan kata sifat, yakni upaya pemberdayaan (kelompok atau satuan) ekonomi yang mendominasi struktur dunia usaha. Rakyat yang dimaksud dalam perekonomian di Indonesia adalah rakyat yang berada pada kelas menengah ke bawah yang mendominasi, dengan modal kecil, teknologi sederhana, dan pada sektor agraris. Lihat Tara, Azwir, 2001, Strategi Membangun Ekonomi Rakyat, Nuansa Madani, Jakarta, h. 1.

8 8 dalam pelbagai peristiwa justru menjadi penggerak utama kekuatan sosial. 10 Modal merupakan kunci dari berlangsungnya usaha, sebab tanpa modal tidak mungkin UMKM dapat menjalankan usaha yang diinginkannya. Fenomena yang dihadapi UMKM memang tidak hanya menyangkut modal, tetapi juga lemah dari segi sumber daya manusia, teknologi, manajemen, maupun akses pasar, sehingga sulit untuk bersaing dan bermitra dengan usaha besar. 11 Permasalahan utama UMKM saat ini utamanya terkait dengan kesulitan dalam hal permodalan dan pemasaran. Menurut Ina Primiana, beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan bagi UMKM terkait permodalan, yaitu; 1. Kesulitan akses ke bank dikarenakan ketidakmampuan dalam hal menyediakan persyaratan agar bankable. Sebetulnya Bank Indonesia telah banyak membantu UMKM agar dapat lebih mudah untuk mendapatkan akses kredit dari bank, namun kenyataannya tidak semua UMKM dapat memenuhi persyaratan collateral. Artinya masih lebih banyak UMKM yang belum terjaring. 2. Ketidaktahuan UMKM terhadap cara memperoleh dana atau modal dari sumber-sumber lain, selain perbankan yang dapat menjadi sumber pembiayaan. 3. Tidak tersedianya modal pada saat pesanan datang. Artinya mereka membutuhkan dana cepat untuk memenuhi pesanan. Hal ini tidak mungkin bisa dipenuhi oleh perbankan, karena 10 Normin S. Pakpahan, Frans Limahelu, 1992, Peta Hukum Dibidang Kegiatan Ekonomi, Suatu Studi Tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah pada Sepuluh Provinsi di Indonesia, Kantor Menko Ekuin dan Pengawasan Pembangunan bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, h Mohammad Jafar Hafsah, 2000, Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h. 67. Lihat juga Budi Rachmat, 2005, Modal Ventura, Cara Mudah Meningkatkan Usaha Kecil dan Menengah, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 21.

9 9 pengajuan kredit bank membutuhkan waktu lama (bisa mencapai 2 3 bulan). 12 Terbatasnya akses pasar dan akses modal sebagaimana dikemukakan tersebut di atas juga dialami oleh UMKM di bidang usaha pariwisata. UMKM merupakan fenomena baru dimana eksistensinya dalam perekonomian Indonesia, menjadi isu penting sebagai pilar ekonomi disamping BUMN, Badan Usaha Swasta, dan bentuk badan usaha lainnya. Namun kenyataannya keberadaan UMKM masih sebagai kelompok usaha yang terpinggirkan dalam situasi kerasnya menghadapi persaingan bisnis domestik dan free trade global seperti Asean China Free Trade Agreement (ACFTA). 13 Bila dicermati dalam masyarakat ada beberapa fakta yang menunjukkan kelompok UMKM dibidang pariwisata terpinggirkan dan kalah bersaing dengan pelaku usaha besar, yaitu; 1. Pedagang kaki lima dan pedagang acung kelompok UMKM penjual barang-barang kerajinan yang dikejar-kejar Satpol PP ketika menggelar dagangannya didepan atau disekitar Artshop yang notabena milik pelaku usaha besar. Disini tentu perlu dipertanyakan tentang policy atau kebijakan Pemerintah Daerah dalam pembangunan ekonomi daerah yang sering mewacanakan slogan 12 Ina Primiana, 2009, Menggerakkan Sektor Riil UKM dan Industri, Alfabeta, Bandung, h Retno Murni et. all., Eksistensi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Sebagai Penopang Industri Pariwisata Berkelanjutan di Bali, Jurnal Elmiah Kertha Patrika, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Volume 36 No.2 September 2011, h. 103.

10 10 "community base tourism" atau pariwisata berbasis masyarakat dan pembangunan ekonomi kerakyatan. Semestinya para pedagang acung dan pedagang kaki lima ini difasilitasi akses pasarnya dengan menyediakan tempat berusaha untuk mereka, sehingga yang bersangkutan dapat ikut menikmati kemajuan ekonomi akibat pengaruh pariwisata. 2. Menjamurnya Artshop atau toko oleh-oleh yang menjual segala macam jenis souvenir dan makanan khas daerah setempat. Keberadaan mereka ini jelas-jelas telah mematikan pasar tradisional dan pasar seni yang umumnya terdiri dari para UMKM. Menyikapi fenomena tersebut, yang perlu dipertanyakan adalah mengenai keberpihakan dari Pemerintah Daerah yang nyata-nyata masih pada pelaku usaha besar. Pemerintah Daerah dan para pengusaha besar kurang memperhatikan kepentingan masyarakat yang pada umumnya sebagian besar terdiri dari UMKM. 3. Kondisi dibiarkannya hotel-hotel yang menjadikan dirinya sebagai tempat eksklusif menyediakan segala kebutuhan wisatawan, mulai dari makanan, souvenir, pakaian dan yang lainnya, sehingga hampir tidak ada sepeserpun uang wisatawan bisa dinikmati oleh UMKM. Pertanyaannya kenapa hotel sebagai tempat menginap justru sekaligus sebagai tempat berdagang dengan merampas lahan

11 11 tempat usaha masyarakat tradisional. Kondisi seperti ini bertentangan dengan prinsip "community base tourism" Kendala dan keterbatasan permodalan yang dialami oleh UMKM yang menyulitkan dirinya untuk bisa tumbuh dan berkembang secara wajar. Adanya order yang cukup besar dari pelanggan seringkali ditolak karena modal tidak mencukupi. Setiap pengajuan pinjaman melalui perbankan atau koperasi sering ditolak karena terkendala agunan. 15 Agunan merupakan barang-barang kebendaan milik debitur yang dijadikan jaminan untuk melunasi utangnya. 16 Pengertian agunan seperti diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yaitu ; a. Merupakan jaminan tambahan, b. Benda/barang milik nasabah debitur yang diserahkan kepada bank/kreditur, c. Untuk mendapatkan fasilitas kredit/ pembiayaan. 17 Fakta-fakta tersebut di atas menunjukkan betapa lemahnya posisi UMKM dari segi akses pasar karena tidak mampu bersaing dengan usaha besar yang bermodal kuat yang memiliki segala 14 Sutjipta I Nyoman, 2005, Pariwisata Revolusi di Pulau Dewata, Universitas Udayana, Denpasar, h. 62. Menurut Sutjipta Community Base Tourism adalah pariwisata yang berbasiskan kerakyatan atau pembangunan ekonomi kerakyatan, yang sering diwacanakan oleh para Pejabat Pemerintah dan para pengusaha pariwisata. Berbagai fakta di lapangan menunjukkan adanya kebijakan pariwisata yang dipertanyakan berpihak kemanakah pemerintah yang membuat policy atau kebijakan dalam bidang pariwisata? 15 Kipas Lukis Payangan Terkendala Modal, Nusa Bali, 28 Januari Suhariningsih, 2011, Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Barang Inventory dalam Bingkai Jaminan Fidusia, Universitas Wisnuwardana Press, Malang, h Ibid, Menurut Pasal 1 angka 23 Undang-Udang Nomor 10 Tahun 1998, Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

12 12 keunggulan. Tidak hanya akses pasar, UMKM juga lemah dari akses permodalan. Peranan modal menjadi sangat besar ketika UMKM akan ikut berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi sebagai dampak dari kegiatan pariwisata. Disini terasa betapa sulitnya kelompok usaha ini untuk mengembangkan usaha mereka karena adanya kendala dalam penyediaan modal. Kebutuhan dan pentingnya modal bagi UMKM dibidang usaha pariwisata yang pada umumnya dilakoni oleh masyarakat lokal juga diungkapkan oleh I Nyoman Madiun sebagai berikut : Tidak dapat dihindari untuk melakukan diversifikasi produk wisata, syarat utamanya adalah tersedianya cukup modal. Demikian pula halnya, ketika masyarakat lokal harus melakukan diversifikasi terhadap berbagai sumber daya yang dimiliki sebagai dampak meningkatnya kebutuhan wisatawan maupun masyarakat pendatang lainnya, peningkatan kebutuhan modal tersebut tidak dapat dihindari. 18 Tidak hanya sekedar terkendala modal, akibat derasnya aliran modal dari luar, masyarakat lokal yang notabena usaha kecil tidak mampu bersaing dengan pemilik modal dari luar tersebut yang tidak hanya menekuni usaha-usaha besar, tetapi juga mengambil alih usahausaha berskala kecil yang pada mulanya dilakukan oleh masyarakat lokal. Kurangnya permodalan dan terbatasnya akses permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan unit usaha UMKM. 19 Akses UMKM untuk mendapatkan modal yang berupa 18 Madiun I Nyoman, 2010, Nusa Dua Model Pengembangan Kawasan Wisata Modern, Udayana University Press, h http : //usahamodalkecil31.blogspot.com/2012/08kendalausahakecil menengah dan solusi.html, diakses tanggal 20 Juni 2013.

13 13 kredit dari bank sangat sulit untuk didapat, mengingat adanya persyaratan administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar adalah adanya ketentuan mengenai agunan, karena tidak semua UMKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan. 20 Sesungguhnya akses terhadap modal merupakan hak UMKM, karena merupakan bagian dari hak azasi manusia (HAM), yaitu hak ekonomi yang perlu diperjuangkan dalam konteks pembangunan dibidang ekonomi. Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), sehingga jelas bahwa jaminan hukum terhadap hak azasi manusia pasti dijunjung tinggi dan hak-hak azasi manusia, terutama hak-hak ekonomi dihormati dan dilindungi. 21 Pengertian hak-hak ekonomi cakupannya sangat luas, yang pada dasarnya berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat. Menurut A.A. Baramuli secara umum hak-hak ekonomi dapat dirumuskan sebagai berikut; Hak-hak azasi untuk hidup, hak memperoleh kehidupan yang layak, hak memperoleh pekerjaan dan upah yang wajar, hak memperoleh pendidikan, hak membangun atau turut dalam proses pembangunan negaranya, hak kaum lemah untuk dilindungi, hak persamaan akses dibidang ekonomi, hak persamaan kesempatan dalam tender/suplai kepada pemerintah, dan banyak lagi hak-hak 20 Ibid. 21 Dalam suatu negara hukum, salah satu unsurnya adalah adanya pengakuan dan jaminan Hak Azasi Manusia (HAM). Seperti dikemukakan ahli hukum Carl J. Frederick Jalius Starl, sebagaimana dikutip Moch. Mahfud MD, mengemukakan ciri-ciri rechtstaat/negara hukum adalah; 1) Adanya pengakuan hak-hak dasar manusia/hak-hak azasi manusia. 2) Adanya pembagian kekuasaan untuk menjamin hak azasi manusia. 3) pemerintah berdasarkan peraturanperaturan. 4) Peradilan administrasi dalam perselisihan/ Adanya peradilan Tata Usaha Negara. Lihat Moch. Mahfud MD, 2001, Demokrasi dan Konstitusi Indonesia Studi Tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, h. 28. (Selanjutnya disebut Moch. Mahfud MD. I)

14 14 yang diatur dalam konstitusi maupun peraturan perundangundangan, merupakan hak-hak azasi manusia sekaligus hak-hak ekonomi. 22 Pembangunan ekonomi sesungguhnya bertujuan untuk memenuhi hak-hak ekonomi dari setiap orang sesuai dengan prinsip persamaan, pemerataan, dan berkeadilan. Oleh karenanya kecenderungan pembangunan ekonomi yang hanya menguntungkan golongan kuat harus dikoreksi. Keseimbangan golongan kuat dan lemah harus diupayakan melalui penyediaan perangkat hukum yang memadai yang memberikan peluang terhadap kelompok lemah untuk memenuhi hak-hak ekonominya. Selanjutnya dari segi filosofis, problematik yang dihadapi adalah apa yang sudah diatur dalam Konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 ditingkat implementasi belum sepenuhnya dapat diwujudkan oleh para pengambil kebijakan berkaitan pembangunan dibidang ekonomi dengan prinsip demokrasi ekonomi. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial mengatur sebagai berikut; (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. 22 Baramuli A.A., 1977, Hak-Hak Azasi Manusia Dalam Konteks Hak- Hak Ekonomi, Dalam Hak Azasi Manusia Dalam Perspektif Budaya Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 129.

15 15 Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sendi utama politik ekonomi Indonesia. Ketentuan pasal ini mestinya menjiwai para penentu kebijakan dibidang ekonomi. Apa yang tertuang dalam pasal 33 Batang Tubuh dan Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tidak terurai secara substansial dan nyata dalam berbagai regulasi dan kebijakan pemerintah. 23 Sistem Ekonomi Kerakyatan hanya sebatas wacana dan belum sepenuhnya berpihak pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hingga saat ini Indonesia menurut Bernhard Limbong justru sangat giat mengembangkan ekonomi konglomerasi yang digerakkan kapital global, 24 yang berpihak pada usaha berskala besar yang dipandang bisa memberikan kontribusi yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional. Akibat dari semua itu, ekonomi kerakyatan yang didasarkan demokrasi ekonomi menjadi terpinggirkan dan UMKM tidak dapat ikut menikmati kesempatan dan peluang yang sama seperti usaha besar. Demokrasi ekonomi yang berintikan keadilan belum sepenuhnya dapat diwujudkan bila dikaitkan dengan hak UMKM untuk mendapatkan akses modal (capital) maupun akses pasar. Peluang dan kesempatan UMKM untuk mendapatkan akses modal maupun akses 23 Bernhard Limbong, tanpa tahun, Ekonomi Kerakyatan dan Nasionalisme Ekonomi, Margaretha Pustaka, Jakarta, h. iii. 24 Ibid.h.ii. Kapital global dapat pula dikaitkan dengan Kapitalisme Pasar Bebas. Kehadiran Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan antisipasi terhadap kapitalisme pasar bebas. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sangat sejalan dengan dengan visi membangun negara Indonesia Merdeka yaitu masyarakat adil dan makmur. Dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 itu yang paling diutamakan adalah sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini sangat berbeda dengan visi kapitalisme pasar bebas. Lihat juga Mubyarto, 1987, Ekonomi Pancasila; Gagasan dan Kemungkinan, Pustaka LP3ES, Jakarta, h

16 16 pasar sangat kecil bila dibandingkan usaha besar, sehingga menimbulkan kesenjangan dan ketidakseimbangan dalam bidang ekonomi. Bila dikaitkan manfaat pembangunan dibidang ekonomi, terutama akibat pengaruh pariwisata, hendaknya manfaat itu dapat dinikmati secara merata dan dapat didistribusikan secara adil antara usaha besar dan usaha kecil. Seperti dikemukakan oleh K. Sukardika sebagai berikut; Dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan, salah satunya harus memenuhi kriteria equalitas, yaitu keadilan, dalam arti pemerataan kesempatan untuk ambil bagian dalam berusaha, atau menikmati berbagai manfaat pembangunan. Manfaat pembangunan ekonomi harus didistribusikan secara adil, dan mereka yang menderita (the needy) harus mendapat prioritas lebih tinggi didalam memanfaatkan hasil-hasil pembangunan. 25 Terkait dengan hak UMKM atas akses modal yang merupakan bagian terpenting dari pemberdayaan UMKM, perlu kiranya dicermati beberapa peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, guna mengetahui problematik yuridis yang dihadapi dalam upaya pemberdayaan UMKM. Adapun peraturan perundang-undangan yang dimaksud diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Undang-Undang Nomor Sukardika K., 2004, Menata Bali ke Depan Kebijakan Kultural, Pendidikan dan Agama, CV. Bali Media Adhikarsa, Denpasar, h , Lebih lanjut Sukardika juga menyatakan bahwa distribusi manfaat ekonomi yang dibawa oleh pariwisata masih terlihat timpang, terutama antara masyarakat lokal dengan kapitalis dari luar maupun antar golongan di masyarakat, Ibid., h. 84.

17 17 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mengatur tentang kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan dan melindungi UMKM dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan membuat kebijakan pencadangan usaha dan memfasilitasi kemitraan UMKM dengan usaha skala besar. 26 Selengkapnya ketentuan pasal 17 dimaksud adalah sebagai berikut; Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan cara : a. Membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, dan b. Memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dengan usaha skala besar. Ketegasan tentang pemberdayaan UMKM ini juga dapat dilihat pada penjelasan umum dari Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Pembangunan kepariwisataan juga berorientasi pada upaya pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah didalam dan disekitar destinasi pariwisata. Pada Undang- Undang Pariwisata yang baru (Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009) 26 Violetta Simatupang, 2009, Pengaturan Hukum Kepariwisataan Indonesia, PT. Alumni, Bandung, h. 67.

18 18 tampak adanya upaya Pemerintah untuk mendorong usaha mikro, kecil dan menengah agar dapat tumbuh dan berkembang sehubungan dengan usaha yang dijalankan di bidang pariwisata. Ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Kepariwisataan tidak mengatur secara jelas tentang kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah dibidang permodalan UMKM. Ketentuan pasal ini hanya mengatur kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk membuat kebijakan pencadangan usaha dan kemitraan usaha bagi UMKM. Dalam kerangka liberealisasi dibidang pariwisata tentu sangat dibutuhkan adanya modal bagi UMKM agar dapat bersaing dengan usaha besar. Masalah yang berkaitan dengan modal yang dibutuhkan UMKM dapat ditemui pengaturnya dalam ketentuan Pasal 61 Undang-Undang Kepariwisataan, yang menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan peluang pendanaan bagi usaha mikro dan kecil dibidang kepariwisataan. Apa yang diatur dalam Pasal 61 hanya diperuntukkan bagi usaha mikro dan kecil saja dan tidak untuk usaha menengah. Selain itu tidak jelas dirumuskan tentang kewajiban dari Pemerintan dan Pemerintah Daerah dibidang penyediaan dana bagi UMKM. Apa bentuk dan bagaimana cara mendapatkan peluang pendanaan tersebut juga tidak dijabarkan secara kongkrit.

19 19 Liberalisasi pariwisata tentu menghadirkan pengusaha atau pemasok jasa asing di Indonesia yang umumnya dapat diklasifikasikan sebagai usaha berskala besar. 27 Dengan lompatan teknologi yang dimiliki, pendanaan (modal) yang tidak terbatas dan skill yang mumpuni, tentu tidaklah adil jika mereka nantinya bersaing dengan UMKM yang menjadi porsi terbesar dari bentuk usaha di Indonesia. 28 Pemerintah sebagai representasi negara kesejahteraan (welfare state) sudah barang tentu wajib melindungi keberadaan UMKM sehingga tidak tereliminasi di negara mereka sendiri. Perlu diketahui, yang dihadapi UMKM tidak saja pelaku usaha besar asing, tetapi juga pelaku besar domestik yang bermodal kuat. Guna meningkatkan daya saing, maka UMKM perlu diperkuat struktur permodalannya dengan membuka peluang seluas-luasnya untuk mendapatkan akses permodalan usaha. Intervensi atau campur tangan pemerintah sangat diperlukan dengan membuka akses untuk mendapatkan modal bagi UMKM, sehingga ada permainan atau pertarungan yang seimbang dalam mekanisme pasar. Pemerintah perlu mengambil kebijakan serta membuat peraturan perundang-undangan yang mengarah pada perlindungan pihak yang lemah. 27 Parikesit Widiatedja IGN., 2011, Kebijakan Liberalisasi Pariwisata, Konstruksi Konsep Ragam Masalah dan Alternatif Solusi, Udayana University Press, Denpasar, h. 99. (Selanjutnya disebut Parikesit Widiatedja IGN. I). 28 Ibid.

20 20 Kondisi tidak seimbang ini tidak dapat dibiarkan terus tanpa intervensi pemerintah. Strategi pembiaran dengan tingkat intervensi yang amat minimal dapat menjadi bumerang karena tingkat ajang pertarungan yang seimbang (level playing) dalam mekanisme pasar masih belum tercipta. 29 Apabila tidak ada akses bagi semua pihak untuk dapat berperan serta dan punya kesempatan yang sama dalam kegiatan ekonomi, maka pasar akan bermanifestasi sebagai alat perampasan ekonomi. Kalau sudah seperti itu, maka disitulah ketimpangan pendapatan dan kepincangan kesejahteraan dimulai. 30 Dalam rangka pemberdayaan UMKM, maka disusunlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Masalah yang menyangkut pembiayaan bagi UMKM dengan melibatkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 22, Pasal 23 ayat (1), dan Pasal 24, yang selengkapnya menyatakan; Pasal 21 ayat (1); Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil Pasal 21 ayat (4); Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk usaha mikro dan kecil. Pasal 22; Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil, pemerintah melakukan upaya; 29 Bustanul Arifin, Didik KJ. Rachbini, 2001, Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik, PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta, h Amartya Sen, Suara Kaum Jelata dari Tanah Damai, Tempo, 9 Desember 2001, h Lihat juga Parikesit Widiatedja IGN. I, Op.Cit, h. 12.

21 21 a. Pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank. b. Pengembangan lembaga modal ventura c. Pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang, d. Peningkatan kerjasama antara Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah, dan e. Pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 23 ayat (1); Untuk meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud Pasal 22 Pemerintah dan Pemerintah Daerah ; a. Menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan lembaga keuangan bukan bank. b. Menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jangkauan lembaga penjamin kredit, dan c. Memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan. Pasal 24; Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan usaha menengah dalam bidang pembiayaan dan penjaminan dengan; a. Memfasilitasi dan mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investasi melalui perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal, dan lembaga pembiayaan lainnya; dan b. Mengembangkan lembaga penjamin kredit, dan meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor. Ketentuan Pasal 21 ayat (1) khusus ditujukan untuk usaha mikro dan kecil yang memuat ketentuan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan untuk kelompok usaha tersebut. Ketentuan pasal ini tidak jelas dan tegas menyatakan penyediaan pembiayaan itu sebagai kewajiban dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

22 22 Selanjutnya apa yang diatur dalam Pasal 21 ayat (4), disamping Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dunia usaha juga dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, serta mengusahakan sumber pembiayaan lain bagi usaha mikro dan kecil. Kata dapat yang dirumuskan dalam pasal ini mengandung arti ganda, sehingga menimbulkan penafsiran, bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia usaha, dapat dan bisa juga tidak memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, serta mengusahakan sumber pembiayaan lain bagi usaha mikro dan kecil. Kemudian ketentuan Pasal 22 mengatur tentang upaya untuk meningkatkan sumber-sumber pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil oleh Pemerintah. Sumber-sumber pembiayaan dimaksud meliputi kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, modal ventura, anjak piutang, koperasi simpan pinjam dan pengembangan sumber pembiayaan lainnya. Guna meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap pembiayaan, maka Pemerintah dan Pemerintah Daerah berdasarkan Pasal 23 ayat 1 mengembangkan dan memperluas jaringan lembaga keuangan bukan bank, memperluas jangkauan lembaga penjamin kredit, serta memberi kemudahan persyaratan dalam memperoleh pembiayaan. Secara khusus ketentuan Pasal 24 mengatur pemberdayaan terhadap usaha menengah. Pemerintah dan Pemerintah Daerah

23 23 melakukan pemberdayaan dalam bidang pembiayaan dan penjaminan dengan meningkatkan pembiayaan modal kerja, akses pembiayaan melalui pasar modal, lembaga pembiayaan lainnya serta mengembangkan lembaga penjamin kredit. Apa yang diatur dalam beberapa pasal dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah tersebut diatas tidak mengatur secara jelas dan eksplisit peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam penyediaan modal bagi UMKM. Seharusnya masalah akses pendanaan atau modal merupakan bagian dari pengembangan usaha perlu diatur secara jelas dan operasional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 belum menjawab secara riil bagaimana UMKM mendapatkan akses modal atau pembiayaan dengan mudah dengan mempertimbangkan karakteristik dari UMKM itu sendiri. Selain itu, kejelasan mengenai agunan dan bentuk jaminan yang menjadi persoalan utama tidak dijabarkan secara kongkrit dalam Undang-Undang ini. Seperti telah dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa salah satu kendala UMKM untuk mendapatkan akses kredit atau pembiayaan dari lembaga perbankan disebabkan karena ketiadaan agunan sebagai salah satu persyaratan yang ditetapkan untuk mendapatkan kucuran kredit atau pembiayaan. Bila dikaitkan dengan pengembangan usaha dan juga mengemban misi pelestarian predikat ketangguhan, UMKM

24 24 mengharapkan kemudahan-kemudahan yang berkenaan dengan peningkatan modal. Untuk maksud ini akses ke lembaga perbankan sebagai sumber utama pembiayaan bagi UMKM seharusnya dibuka selebar-lebarnya. 31 Namun sayang harapan ini belum terakomodir pengaturannya dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun Selain itu, khusus dalam kontek penjaminan kredit bagi usaha mikro dan kecil diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b Undang-Undang UMKM dan untuk usaha menengah diatur dalam Pasal 24 huruf b Undang-Undang UMKM. Kedua ketentuan pasal tersebut memberikan peluang terbentuknya lembaga penjaminan kredit dengan Pemerintah Daerah bertindak sebagai penjamin kredit. Dengan adanya penjaminan kredit ini maka terbuka peluang bagi UMKM untuk mendapatkan akses modal melalui fasilitas kredit dari perbankan. Bila dicermati apa yang diatur dalam ketentuan pasal 23 ayat (1) huruf b dan pasal 24 huruf b Undang-Undang UMKM tersebut bertentangan dan tidak sinkron dengan ketentuan pasal 55 ayat 1 Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang menyatakan Pemerintah Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman 31 Yohanes Usfunan, et. al., 2007, Kajian Penggunaan Dana Pemerintah Daerah Untuk Penjaminan Kredit UMKM, Bank Indonesia Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 2. Dijelaskan lebih lanjut bahwa ketangguhan usaha yang telah dibuktikan, sehingga rata-rata masih tetap eksis hingga saat ini merupakan sifat yang paling karakteristik atau sudah menjadi jati diri UMKM. Karakter tersebut memang dibangun dari tekad untuk bersungguh-sungguh dan kemandirian dalam berusaha. Ketidakmampuan menyediakan agunan atau jaminan pada akhirnya menjadi masalah yang paling mendasar bagi UMKM, dan oleh karena itu sangat diperlukan kebijaksanaan pembinaan dari pemerintah.

25 25 pihak lain. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa Pemerintah Daerah tidak dapat bertindak sebagai penjamin kredit UMKM. Tidak diperbolehkannya Pemerintah Daerah sebagai penjamin atas pinjaman pihak lain juga diatur dalam ketentuan pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Pengembangan UMKM didaerah memerlukan Lembaga Penjaminan Kredit (LKP) dalam memperoleh akses permodalan dari perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya. 32 Saat ini sudah banyak Pemerintah Daerah menjalankan bisnis penjaminan kredit UMKM di daerah yang bekerjasama dengan LPK, namun perkembangannya relatif lambat dan belum optimal menjamin kredit UMKM. Salah satu permasalahannya adalah masih adanya keraguan Pemerintah Daerah untuk bertindak sebagai penjamin karena adanya ketentuan yang bertentangan (konflik) dan tidak harmonis tersebut, yaitu antara ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf b dan Pasal 24 huruf b Undang- Undang UMKM disatu pihak dengan ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 dan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2011 di pihak lain. 32 Pengembangan Lembaga Penjaminan Kredit di daerah ini juga diatur dalam Inpres Nomor 6 Tahun Melalui Inpres ini diinstruksikan kepada sejumlah institusi dan lembaga terkait, termasuk Pemerintah Daerah untuk melakukan Penguatan Permodalan bagi UMKM. Kebijakan tersebut mengharuskan peningkatan peran Lembaga Penjaminan Kredit bagi UMKM, seperti Perum sarana Pengembangan Usaha (SPU) dan PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo). Beberapa Daerah merespon kebijakan tersebut dengan cara mendirikan Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD) dan menyertakan permodalannya.

26 26 Berdasarkan ketentuan Pasal 8 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Terkait dengan peningkatan taraf hidup rakyat dan guna mengembangkan sektor koperasi dan golongan ekonomi lemah atau usaha kecil, maka ketentuan Pasal 12 dan Penjelasannya dari Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengaturnya sebagai berikut : Pasal 12 (1) Untuk menunjang pelaksanaan program peningkatan taraf hidup rakyat banyak melalui pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan menengah, Pemerintah bersama Bank Indonesia dapat melakukan kerjasama dengan Bank Umum. (2) Ketentuan mengenai kerjasama dengan Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Penjelasan Pasal 12 ayat (2); Pokok-pokok ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah memuat antara lain; a. Kewajiban Bank Umum untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada koperasi, usaha kecil dan menengah dengan prosedur dan persyaratan yang mudah dan lunak. b. Program peningkatan taraf hidup rakyat banyak yang berupa penyediaan kredit dengan bunga rendah atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dengan tingkat bagi hasil yang rendah. c. Subsidi bunga atau bagi hasil yang menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perkembangan layanan pemberian kredit yang beraneka ragam coraknya memberikan peluang kepada siapa saja pelaku usaha untuk mendapatkan tambahan modal melalui pinjaman yang disediakan

27 27 bank. 33 Pihak perbankan tanpa diskriminasi memberi kesempatan kepada pelaku usaha besar maupun pelaku usaha kecil untuk mendapatkan fasilitas kredit, dan bahkan memprioritaskan bagi pengusaha kecil dan menengah. Hal mana ditegaskan dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 sebagai berikut ; Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan fungsinya dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dengan lebih memperhatikan pembiayaan kegiatan sektor perekonomian nasional dengan prioritas kepada koperasi, pengusaha kecil dan menengah, serta berbagai lapisan masyarakat tanpa diskriminasi sehingga akan memperkuat struktur perekonomian nasional. Merujuk kepada ketentuan Pasal 12 ayat (2) dan Penjelasannya dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, sesungguhnya merupakan kewajiban dari bank umum untuk menyediakan atau menyalurkan kredit/pembiayaan kepada usaha kecil dan menengah dengan prosedur dan persyaratan yang mudah dan lunak. Hanya saja persoalannya Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ketentuan pasal 12 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum diterbitkan. Meskipun Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (2) hingga kini belum terbentuk, namun Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan BI Nomor 14/22/PBI/2012, yang dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) dari Peraturan tersebut dinyatakan bahwa Bank Umum wajib memberikan kredit atau pembiayaan UMKM. Yang menjadi pertanyaan kenapa kewajiban Bank Umum itu tidak diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah sebagaimana diamanatkan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun Suhariningsih, Op.Cit. h.1

28 28 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menunjukkan adanya norma kabur, karena tidak memberikan kejelasan tentang akses UMKM untuk mendapatkan modal melalui fasilitas kredit yang disalurkan perbankan kepada masyarakat. Melalui ketentuan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 hanya mengatur tentang kemungkinan Pemerintah bersama BI melakukan kerjasama dengan Bank Umum dalam rangka pemberdayaan UMKM, dan apa bentuk dari kerjasama itu tidak disebutkan secara jelas. Dalam upaya mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal juga memberikan perhatian terhadap bidang usaha yang dijalankan oleh UMKM. Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan pengembangan UMKM dan Koperasi. 34 Terkait dengan pengembangan penanaman modal bagi UMKM dan Koperasi dalam Pasal 13 Undang-Undang Penanaman Modal diatur hal-hal sebagai berikut : (1) Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar 34 Lihat ketentuan Pasal 3 ayat (2) huruf g dan huruf h Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

29 29 dengan syarat harus bekerjasama dengan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. (2) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi melalui program kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya. Apa yang diatur dalam ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Penanaman Modal hampir mirip dengan apa yang diatur dalam pasal 17 Undang-Undang Kepariwisataan berkaitan dengan upaya pemberdayaan UMKM. Undang-Undang Penanaman Modal hanya mengatur tentang kewajiban pemerintah untuk menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKM, dan bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar dengan syarat harus bekerjasama dengan UMKM. Selain itu, pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan UMKM melalui Program Kemitraan dan perluasan pasar. Ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Penanaman Modal tidak mengatur tentang peran Pemerintah dalam penyediaan modal bagi UMKM, padahal modal adalah merupakan asset dalam bentuk uang, barang, atau hak-hak yang sangat dibutuhkan oleh UMKM dalam merintis usahanya. Selain itu, dalam rangka mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan (ekonomi UMKM), sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakan atau memfasilitasi UMKM untuk mendapatkan akses permodalan. Sebetulnya kebutuhan hukum yang dapat membantu kepentingan UMKM dibidang akses modal tidak sepenuhnya terletak dibidang kekurangan peraturan perundang-undangan. Penelusuran

30 30 terhadap beberapa peraturan, seperti; Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, tidak diragukan tentang adanya niat Pemerintah dalam pemberdayaan terhadap UMKM. Hanya saja dari peraturan perundang-undangan tersebut tampak adanya problem norma yang menjadi salah satu kendalanya, dimana rumusan normanya ada yang tidak jelas, mengandung arti ganda (ambigu), maupun konflik norma, dalam arti rumusan normanya tidak sinkron karena bertentangan antara peraturan yang satu dengan peraturan yang lainnya. Secara teoritis peraturan perundang-undangan merupakan suatu sistem yang tidak menghendaki dan tidak membenarkan adanya pertentangan antara unsur-unsur atau bagian-bagian didalamnya. 35 Kebutuhan akan peraturan perundang-undangan yang jelas dan tegas, harmonis dan terintegrasi menjadi sangat diperlukan untuk mewujudkan ketertiban, menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap UMKM. Selain itu bila melihat karakteristik UMKM, maka problem umum UMKM, termasuk mereka yang bergerak di sektor pariwisata adalah rendahnya kapasitas produksi, lemahnya daya saing, terbatasnya 35 Kusno Goesniadhie, 2010, Harmonisasi Sistem Hukum Mewujudkan Tata Pemerintahan Yang Baik, Nasa Media, Malang. h.7

31 31 akses pasar, dan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang bergerak dalam bidang ini. Masalah tersebut bersumber dari berbagai sebab yang terus berkembang, mulai dari masalah pemarginalan melalui kebijakan pemerintah sampai pada masalah keterbatasan akses modal dan keterbatasan kapasitas mengelola modal. Sebab-sebab masalah sebagaimana dimaksud telah diatasi dengan berbagai regulasi dan kebijakan baik yang sifatnya internasional maupun domestik masing-masing negara. Seperti misalnya untuk Indonesia telah diterbitkan berbagai Peraturan Perundang-Undangan, seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Undang- Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentnag Penanaman Modal mengatur tentang kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk membuat kebijakan tentang pencadangan usaha dan program kemitraan bagi UMKM. Sementara ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

32 32 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang- Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM, Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, dan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, mengatur tentang akses UMKM untuk mendapatkan pembiayaan atau modal. Akses untuk mendapatkan modal bagi UMKM sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun UMKM tetap tidak berdaya karena tidak dapat mengelola modal dengan baik, sehingga tidak mampu menjaga keberlanjutan usaha. Ketidakberdayaan UMKM yang telah mendapat penguatan modal disebabkan karena kelemahan pengetahuan, teknologi, akses pasar, jaringan usaha, jaringan informasi, sistem kelembagaan usaha, Sumber Daya Manusia, yang merupakan bentuk lain dari modal selain uang, atau modal dalam pengertian yang luas. Peraturan perundang-undangan memang telah mengatur akses UMKM atas modal, namun akses itu belum mencakup modal dalam pengertian yang luas. Kebijakan akses modal menggunakan konsep modal dalam arti sempit, yaitu terbatas pada modal dalam bentuk uang, sehingga kebijakan akses modal UMKM sepenuhnya berorientasi pada pengaturan atas akses modal dan realisasi modal, tetapi tidak mencakup pengaturan terhadap upaya-upaya penguatan UMKM dalam mengelola modal dan memelihara keberlanjutan usaha.

PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN UMKM DALAM UNDANG-UNDANG NO. 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN

PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN UMKM DALAM UNDANG-UNDANG NO. 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN UMKM DALAM UNDANG-UNDANG NO. 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN Oleh : Ni Nyoman Tina Savitri I Ketut Wirawan Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH I. UMUM Pembangunan Daerah bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Koperasi dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya. Sejak digunjang krisis moneter pada tahun 1998 lalu,

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya. Sejak digunjang krisis moneter pada tahun 1998 lalu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan alam nomor satu di dunia, namun fakta tersebut seakan berbanding terbalik dengan kondisi perekonomiannya. Sejak digunjang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas bersama antara

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN bagian Menimbang huruf (a). Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN bagian Menimbang huruf (a). Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini juga sesuai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar perekonomian yang sangat berpotensi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkadang UMKM seolah tidak mendapat dukungan dan perhatian dari. selama memiliki izin usaha dan modal cukup.

BAB I PENDAHULUAN. terkadang UMKM seolah tidak mendapat dukungan dan perhatian dari. selama memiliki izin usaha dan modal cukup. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pilar perekonomian suatu negara tidak lepas dari bagaimana Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjalankan perannya demi meningkatkan taraf hidup orang banyak.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang diantaranya hukum, ekonomi, dan politik. Perkembangan perekonomian

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93) No.4866 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, kesinambungan dan peningkatan pelaksanaan

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 47 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/DPD RI/IV/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/DPD RI/IV/ TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 63/DPD RI/IV/2012-2013 TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDO- NESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Strategi dan Tiga Agenda Utama Strategi pembangunan daerah disusun dengan memperhatikan dua hal yakni permasalahan nyata yang dihadapi oleh Kota Samarinda dan visi

Lebih terperinci

PERAN UNDANG UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DALAM PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN OBJEK WISATA

PERAN UNDANG UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DALAM PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN OBJEK WISATA PERAN UNDANG UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DALAM PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN OBJEK WISATA Oleh : I Wayan Paramarta Jaya I Gede Putra Ariana Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN...

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN... BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN, DAN PEMBINAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi yang strategis serta tanggung jawab terhadap sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM Usaha Kecil dan Mikro (UKM) merupakan sektor yang penting dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

Abstrak. Kata Kunci : Efektivitas, KUR, Kesempatan Kerja, Pendapatan.

Abstrak. Kata Kunci : Efektivitas, KUR, Kesempatan Kerja, Pendapatan. Judul : Efektivitas dan Dampak Program Kredit Usaha Rakyat Terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan UMKM di Kabupaten Gianyar Nama : I Putu Arnadi Putra NIM : 1306105001 Abstrak Pada masa krisis ekonomi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peluang kerja di Indonesia sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk. Menurut hasil sensus penduduk pada tahun 2010 jumlah penduduk di Indonesia mencapai 237.556.363

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan, juga sebagai upaya untuk memeratakan hasil-hasil. pembangunan yang telah dicapai. Di sektor-sektor penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan, juga sebagai upaya untuk memeratakan hasil-hasil. pembangunan yang telah dicapai. Di sektor-sektor penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perekonomian Indonesia, sektor usaha kecil memegang peranan yang sangat penting, terutama bila dikaitkan dengan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung

BAB I PENDAHULUAN. Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ditinjau dari sudut jumlah pelaku usaha dan penyerapan tenaga kerja, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung perekonomian

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5835 EKONOMI. Penjaminan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 9). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam Abstrak UPAYA PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) Oleh : Dr. Ir. Mohammad Jafar Hafsah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena

Lebih terperinci

SISTEM EKONOMI INDONESIA. Ilmu Hubungan Internasional Semester III

SISTEM EKONOMI INDONESIA. Ilmu Hubungan Internasional Semester III SISTEM EKONOMI INDONESIA Ilmu Hubungan Internasional Semester III Suatu sistem ekonomi mencakup nilai-nilai, kebiasaan, adat istiadat, hukum, norma-norma, peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pemanfaatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH POLEWALI MANDAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 1 Peran UMKMK Jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebanyak 51,3 juta unit usaha UMKM menyerap tenaga

Lebih terperinci

penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah. 4.1.15 URUSAN WAJIB KOPERASI DAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH 4.1.15.1 KONDISI UMUM Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah atau yang sering disebut UMKM, merupakan salah satu bentuk organisasi ekonomi rakyat

Lebih terperinci

KREDIT TANPA JAMINAN

KREDIT TANPA JAMINAN KREDIT TANPA JAMINAN ( Studi Tentang Pola Pemberian Kredit Tanpa Jaminan Di PT. Bank Rakyat Indonesia ( Persero ) Tbk. ) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Syarat Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Untuk memelihara kesinambungan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA

UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA oleh Kezia Frederika Wasiyono I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus berdampak kurang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR.. TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR.. TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR.. TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

Lebih terperinci

A. Kesimpulan BAB I PENDAHULUAN

A. Kesimpulan BAB I PENDAHULUAN 5. Berakhirnya Perjanjian Kredit...... 30 C. Tinjauan Umum Tentang Kredit Usaha Rakyat...37 1. Pengertian Kredit Usaha Rakyat...37 2. Tujuan dan Lembaga Penjamin Kredit Usaha Rakyat...37 BAB III PEMBAHASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal bulan September 2015, pemerintah menerbitkan paket kebijakan ekonomi untuk mendorong perekonomian nasional. Kebijakan tersebut ditujukan kepada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemakmuran rakyat. Di Indonesia, berbagai macam investasi yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemakmuran rakyat. Di Indonesia, berbagai macam investasi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dengan menciptakan iklim investasi atau penanaman modal yang kondusif. Di samping itu,

Lebih terperinci

APBNP 2015 belum ProRakyat. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI DPR RI

APBNP 2015 belum ProRakyat. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI DPR RI APBNP 2015 belum ProRakyat Fadel Muhammad Ketua Komisi XI DPR RI Orientasi APBN P 2015 Semangat APBNP 2015 adalah melakukan koreksi total atas model belanja pemerintah di tahun-tahun sebelumnya. Fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dalam berbagai bidang dewasa saat ini sangatlah cepat. Hal

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dalam berbagai bidang dewasa saat ini sangatlah cepat. Hal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam berbagai bidang dewasa saat ini sangatlah cepat. Hal ini dapat dilihat dari perubahan-perubahan yang terjadi sekarang ini khususnya dalam bidang ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pergerakan perekonomian nasional. UMKM memiliki kontribusi dalam

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pergerakan perekonomian nasional. UMKM memiliki kontribusi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan pihak yang memiliki andil cukup besar dalam pergerakan perekonomian nasional. UMKM memiliki kontribusi dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia konstitusi negara memberikan landasan bagi penyusunan dan pengelolaan ekonomi nasional dalam rangka memberikan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis moneter pada tahun 1997 yang mengguncang perekonomian Indonesia telah membawa dampak terhadap sendi-sendi kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia (Yuli 2009). Pasca

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PASAL 18 PERDA KOTA MOJOKERTO NOMOR 7 TAHUN 2009 TERHADAP PERLINDUNGAN USAHA DI KOTA MOJOKERTO

IMPLEMENTASI PASAL 18 PERDA KOTA MOJOKERTO NOMOR 7 TAHUN 2009 TERHADAP PERLINDUNGAN USAHA DI KOTA MOJOKERTO IMPLEMENTASI PASAL 18 PERDA KOTA MOJOKERTO NOMOR 7 TAHUN 2009 TERHADAP PERLINDUNGAN USAHA DI KOTA MOJOKERTO (Studi di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto) JURNAL Untuk Memenuhi Syarat-Syarat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi secara internasional maupun domestik masing-masing Negara.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi secara internasional maupun domestik masing-masing Negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang paling penting dan memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian masyarakat. Tatanan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia secara nasional menunjukkan bahwa kegiatan usaha mikro merupakan salah satu bidang usaha yang konsisten dan berkembang. Bahkan sejarah telah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi jika dilihat kondisi UMKM di Indonesia, dapat dikatakan bahwa UMKM kurang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi jika dilihat kondisi UMKM di Indonesia, dapat dikatakan bahwa UMKM kurang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur dan karakter ekonomi yang didominasi oleh pelaku usaha tergolong kategori usaha kecil dan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategi berdasarkan tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan mengemukakan beberapa isu strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya pemberdayaan ekonomi rakyat adalah koperasi. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. upaya pemberdayaan ekonomi rakyat adalah koperasi. Hal ini dikarenakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu lembaga yang sesuai dengan pembangunan masyarakat dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat adalah koperasi. Hal ini dikarenakan koperasi memiliki

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN ALAT BANTU PRODUKSI LOKAL BAGI USAHA BIDANG PEREKONOMIAN

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN ALAT BANTU PRODUKSI LOKAL BAGI USAHA BIDANG PEREKONOMIAN GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN ALAT BANTU PRODUKSI LOKAL BAGI USAHA BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN A. Arah Kebijakan Nasional Pemerintah dalam Bidang Ketenagakerjaan Suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu negara sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI

PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN

Lebih terperinci

MEMILIH USAHA KECIL DAN PENGEMBANGANNYA

MEMILIH USAHA KECIL DAN PENGEMBANGANNYA 286 Memilih Usaha Kecil Dan Pengembangannya MEMILIH USAHA KECIL DAN PENGEMBANGANNYA Oleh Sri Wahyuningsih Abstract:Tulisan ini berusaha menjelaskan kiat memilih usaha kecil dan strategi pengembangannya.

Lebih terperinci

PENGARUH LABA USAHA DAN NILAI JAMINAN KREDIT TERHADAP KEPUTUSAN PEMBERIAN KREDIT INVESTASI

PENGARUH LABA USAHA DAN NILAI JAMINAN KREDIT TERHADAP KEPUTUSAN PEMBERIAN KREDIT INVESTASI PENGARUH LABA USAHA DAN NILAI JAMINAN KREDIT TERHADAP KEPUTUSAN PEMBERIAN KREDIT INVESTASI di PT.BANK RAKYAT INDONESIA(PERSERO)Tbk. KANTOR CABANG SIDOARJO SKRIPSI Diajukan oleh : Moch. Adam Sudharta 0513315044/FE/EA

Lebih terperinci

- 3 - Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO. dan BUPATI MOJOKERTO MEMUTUSKAN :

- 3 - Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO. dan BUPATI MOJOKERTO MEMUTUSKAN : PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR Menimbang

Lebih terperinci

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Oleh : Marsuki Disampaikan dalam Seminar Serial Kelompok TEMPO Media dan Bank Danamon dengan Tema : Peran Pemberdayaan dalam Pengembangan Ekonomi Daerah.

Lebih terperinci

melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya yang ada.

melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara luas pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang mempunyai multidimensi dari rangkaian suatu proses pembangunan. Pembangunan sektor pariwisata menyangkut aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta penggerak ekonomi masyarakat. Pada tahun 2010, pariwisata internasional tumbuh sebesar 7% dari 119

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro tergolong jenis usaha yang tidak mendapat tempat di bank, rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan dari pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci