BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENENTUAN NASIB SENDIRI MENURUT HUKUM INTERNASIONAL. Sejak tumbangnya komunisme di Uni Soviet dan negara-negara sosialis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENENTUAN NASIB SENDIRI MENURUT HUKUM INTERNASIONAL. Sejak tumbangnya komunisme di Uni Soviet dan negara-negara sosialis"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENENTUAN NASIB SENDIRI MENURUT HUKUM INTERNASIONAL 2.1. Penentuan Nasib Sendiri Sejak tumbangnya komunisme di Uni Soviet dan negara-negara sosialis lainnya di Eropa Timur pada akhir tahun 1990an, telah memberikan isyarat bagi berakhirnya Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur dan sekaligus telah berpengaruh terhadap hubungan antarnegara dan mempunyai dampak dalam tatanan hukum internasional. Namun, di pihak lain perubahan-perubahan yang cepat dan mendasar semacam itu juga telah menimbulkan fenomena-fenomena baru seperti timbulnya pertentangan etnis di banyak negara yang dapat memporak-porandakan kemerdekaan, kedaulatan dan keutuhan wilayah negara dan kemudian memicu terjadinya disintegrasi atau terpecah-pecahnya negara. 31 Hal itu terjadi pada negara bekas Uni Soviet yang kini telah terpecahpecah menjadi 15 negara dengan personalitas hukum yang baru. Termasuk juga apa yang telah terjadi di bekas Negara Republik Demokrasi Sosialis Yugoslavia yang kini telah terpecah menjadi lima negara baru seperti Serbia dan Montenegro, Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Macedonia, belum lagi yang terjadi di bekas Negara Cekoslovakia yang kemudian menjadi Republik Ceko dan Republik Slovakia. Kejadian-kejadian semacam ini sudah tentu bisa menimbulkan preseden yang sangat berbahaya bukan saja bagi perkembangan dan kelangsungan hidup Sumaryo Suryokusumo, 2001, Praktek Diplomasi, Universitas Indonesia, Jakarta, h.64-18

2 negara, tetapi juga kemerdekaan (independence), kedaulatan (sovereignity) serta yang terpenting lagi adalah keutuhan wilayah (territorial integrity) suatu negara. Hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan suatu prinsip hukum internasional yang dapat ditemukan sebagai norma dalam berbagai perjanjian internasional, seperti Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) yang memuat tentang Hak Asasi Manusia (HAM) tertentu dan hak ini menyatakan bahwa semua negara (all states) atau bangsa (peoples) mempunyai hak untuk membentuk sistem politiknya sendiri dan memiliki aturan internalnya sendiri; secara bebas untuk mengejar pembangunan ekonomi, sosial dan budaya mereka sendiri; dan untuk menggunakan sumber daya alam mereka yang dianggap cocok. Hak untuk menentukan nasib sendiri adalah hak dari suatu masyarakat kolektif tertentu seperti untuk menentukan masa depan politik dan ekonominya sendiri dari suatu bangsa, tunduk pada kewajibankewajiban menurut hukum internasional. 32 Dalam berbagai literatur hukum internasional belum didefinisikan secara jelas apa yang dimaksud dengan bangsa (peoples) dalam rangka menuntut (claiming) hak untuk menentukan nasib sendiri. Terdapat banyak kontroversi dan kebingungan dalam hal ruang lingkup (scope) dan penerapan dari hak ini. Namun, demikian hak untuk menentukan nasib sendiri secara normatif telah diatur dalam berbagai instrumen hukum internasional, antara lain, yaitu Pasal 1 ayat (2) Piagam PBB yang menyatakan bahwa salah satu tujuan dari PBB adalah untuk membangun hubungan baik antara bangsa-bangsa berdasarkan 32 H. Victor Conde, 1999, A Handbook of International Human Rights Terminology, University of Nebraska Press, Nebraska, h

3 kehormatan untuk prinsip kesamaan hak dan penentuan nasib sendiri dari rakyat. 33 Pasal 1 ayat (1) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (Internastional Covenant on Civil and Political Rights) dan Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Internasional Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) menyatakan bahwa semua orang telah diberikan kebebasan untuk menentukan status politik, perkembangan ekonomi, sosial dan kebudayaan. 34 Dengan kata lain, setiap bangsa adalah bebas untuk membangun institusi politik, membangun sumber daya ekonominya, dan untuk mengatur perubahan sosiokulturalnya sendiri, tanpa ada intervensi dari bangsa lain. Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1514 (XV) 14 Desember 1960 tentang Deklarasi Pemberian Kemerdekaan kepada bangsa dan negara terjajah; Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2625 (XXV) 24 Oktober 1970 mengenai Deklarasi tentang Prinsip-prinsip Hukum Internasional tentang Kerjasama dan Hubungan Bersahabat di antara negara-negara dan hubungan bersahabat sesuai dengan Piagam PBB; Deklarasi Wina Tahun 1993 yang mengkonfirmasi ulang dalam hubungannya dengan bagian Pasal 1 dari Kovenan PBB tentang HAM. Dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 1514/1960 dan Kovenan Hakhak SIpil dan Politik (ICCPR) memang tidak dibedakan antara right to dan right of self-determination. Juga dalam praktek, keduanya digunakan secara rancu. Sebenarnya terdapat dua jenis atau tingkatan penentuan nasib sendiri, yaitu Right to self-determination dan Right of self-determination Piagam PBB Pasal 1 ayat (2). 34 Kumbaro, Op.Cit, h Hassan Wirajuda, 1999, Hak Asasi Manusia Tanggung Jawab Negara Peran Institusi Nasional dan Masyarakat, Komnas HAM, Jakarta, h

4 Pengertian Right to Self-Determination Merupakan hak yang bersifat sekali dan tidak dapat dipecah, untuk membentuk suatu negara (Integrasi atau Asosiasi). Pelaksanaan right to selfdetermination yang diwujudkan melalui kemerdekaan dalam rangka membentuk atau mendirikan negara (state), baik untuk membebaskan diri dari penjajahan, maupun untuk berintegrasi atau berasosiasi dengan negara yang lain. Hal itu dilakukan hanya sekali dan untuk selamanya Pengertian Right of Self-Determination Hak menentukan nasib sendiri (right of self determination) diakui sebagai suatu norma yang mengikat dalam masyarakat internasional dan telah diakui menjadi prinsip dasar hukum internasional umum yang diterima yang sering disebut dengan Jus Cogens. 37 Prinsip ini membatasi kehendak bebas negara dalam menangani masalah gerakan separatis yang terjadi di wilayahnya dengan tetap mengacu pada kaidah hukum internasional yang mengancam validitas setiap persetujuan-persetujuan ataupun aturan dan cara-cara yang ditempuh negara yang bertentangan dengan hukum internasional, karena penentuan nasib sendiri diakui oleh masyarakat Internasional sebagai HAM yang harus dihormati. 38 Pengertian hak untuk menentukan nasib sendiri (the rights of self determination) dapat dijelaskan dalam dua arti. Pertama dapat diartikan sebagai hak dari suatu bangsa dalam sebuah negara untuk menentukan bentuk pemerintahannya sendiri. Hak demikian sudah diakui dalam hukum internasional. 36 Sugeng Bahagijo dan Asmara Nababan, 1999, Hak Asasi Manusia dan Tanggung Jawab Negara Peran Institusi Nasional dan Masyarakat, Jakarta, h Rafika Nur, Op.Cit, h Ibid. 21

5 Kedua, hak menentukan nasib sendiri dapat berarti sebagai hak dari sekelompok orang atau bangsa untuk mendirikan sendiri suatu negara yang merdeka. Konsep self determination ini menjadi perhatian serius oleh PBB ketika pada tanggal 26 Juni 1945 Piagam PBB ditandatangani di SanFransisco. Hak penentuan nasib sendiri (The Right of Self Determination) oleh suatu bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis di abad ke delapan belas. Hak ini berkembang sejalan dengan perkembangan politik dunia, permasalahan etnis, dan pemberontakan dari etnis di Amerika dan Eropa. Gagasan self determination yang dikemukakan oleh Presiden Wilson dalam pidatonya di depan Kongres Amerika serikat pada tanggal 8 Januari 1918, yang kemudian ditegaskan lagi dalam naskah Konvenan Liga Bangsa-bangsa (LBB) yang diusulkan, yang antara lain menyebutkan: The contracting powers unite guaranteeing...territorial readjustment...as many in the future become necessary by reason of change in the present social conditions and aspirations or present social and political relationship, pursuant to the principle of self determination. 39 Maksud dari gagasan tersebut sebenarnya adalah agar diberikan kesempatan pasca perang dunia I berdasarkan asas demokrasi kepada golongangolongan minoritas di Eropa untuk menentukan nasibnya sendiri dengan membentuk negara-negara merdeka yang tidak dimasukan dalam wilayah negaranegara yang menang perang. 39 Sefriani, 2009, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta, h

6 2.2. Pengaturan Penentuan Nasib Sendiri Dalam perkembangan selanjutnya, prinsip penentuan nasib sendiri telah dimasukkan dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 55 Piagam PBB. Dengan pencantuman prinsip tersebut sebagai aturan hukum internasional untuk menyetujui prinsip tersebut. Dengan demikian, pasal 1 ayat (2) dan Pasal 55 Piagam PBB mengenai prinsip penentuan nasib sendiri merupakan ketentuanketentuan dari suatu perjanjian internasional yang mengikat semua anggota negaranya. Hak menentukan nasib sendiri (the right to self-determination) untuk pertama kali dirumuskan dalam Piagam PBB yang ditandatangani tanggal 26 Juni Prinsip penentuan nasib sendiri merupakan salah satu dari empat tujuan PBB. Prinsip ini telah memainkan peran penting dalam pemberian kemerdekaan kepada negara-negara jajahan, wilayah-wilayah perwalian dan negara-negara yang tidak berpemerintahan sendiri yang lain. 40 Prinsip penentuan nasib sendiri memungkinkan bagi rakyat di satuan wilayah jajahan dapat menentukan secara bebas status politiknya sendiri. Penentuan nasib sendiri semacam itu dapat menciptakan kemerdekaan, bergabung dengan negara tetangga dan persekutuan secara bebas dengan suatu negara merdeka atau status politik lainnya yang diputuskan secara bebas oleh rakyat yang bersangkutan. Penentuan nasib sendiri juga mempunyai peranan dalam hubungannya dengan pembentukan negara, mempertahankan kedaulatan dan 40 Malcolm N. Shaw, 1997, International Law, Third Edition, Grotius Publication, Cambridge, England, h

7 kemerdekaan negara, dalam merumuskan kriteria untuk penyelesaian perselisihan dan di bidang kedaulatan yang tetap dari negara terhadap sumber alam. 41 Lebih dari 80 bangsa yang rakyatnya berada di bawah pemerintahan kolonial telah bergabung ke dalam PBB sebagai negara-negara merdeka yang berdaulat sejak organisasi dunia itu berdiri tahun Banyak wilayah lain yang telah mencapai penentuan nasib sendiri melalui penggabungan politik dengan negara-negara merdeka lainnya, atau melalui integrasi dengan negara-negara lain. PBB telah memainkan peran yang sangat penting dalam perubahan bersejarah tersebut dengan mendorong aspirasi bangsa-bangsa yang belum merdeka dan dengan menetapkan tujuan dan standar guna meningkatkan pencapaian kemerdekaan bagi mereka. PBB juga telah melakukan pengawasan terhadap pemilihan umum yang membuka pintu menuju kemerdekaan. 42 Instrumen-instrumen Hukum Internasional yang mengatur tentang hak menentukan nasib sendiri untuk dapat merdeka dan bebas dari kekuasaan asing antara lain sebagai berikut : 1. Piagam PBB Meskipun Piagam PBB hanya sedikit memberikan pengaturan tentang self-determination, akan tetapi Piagam PBB telah memberikan beberapa doktrin mengenai hak penentuan nasib sendiri. Prinsip-prinsip mengenai penentuan nasib sendiri dengan jelas 41 Tsani B. Maimoen S., 1997, Instrumen Internasional Pokok-Pokok Hak Asasi Manusia, Obor Indonesia, Jakarta, h The United Nation, 2003, Basic Fact About The United Nations (Pengetahuan dasar tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa), United Nations Department of Public Information, New York, h

8 disebutkan adalah pertama kali pada Pasal 1 ayat (2) dan kemudian pada Pasal 55 Piagam PBB. Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa salah satu tujuan dari PBB adalah untuk membangun hubungan baik antara bangsa-bangsa berdasarkan kehormatan untuk prinsip kesamaan hak dan penentuan nasib sendiri dari rakyat. Pasal 55 mendorong PBB untuk meningkatkan standar kehidupan masyarakat dunia, mencari solusi terhadap masalah kesehatan dan kebudayaan masyarakat dunia, serta penghormatan universal terhadap Hak Asasi Manusia; With a view to the creation of conditions of stability and well-being which are necessary for peaceful and friendly relations among nations based on respect for the principle of equal rights and self determination of peoples Pengaturan Piagam PBB ini secara keseluruhan masih belum lengkap dalam hal substansi dari self-determination. Penentuan nasib sendiri dalam Piagam PBB hanya terkesan sebagai sebuah prinsip saja dan bukan merupakan suatu hak yang dimiliki setiap bangsa di dunia. Piagam PBB tidak mengatur bagaimana hak suatu bangsa yang belum merdeka bisa mendapatkan kemerdekaannya. 43 Oleh karena itu, mengenai penentuan nasib sendiri diatur lebih lanjut dalam konvensikonvensi yang lahir berikutnya. 43 Thornberry P, 1993, The Democratic or Internal Aspect of Self-determination, dalam Tomuscat, C. (ed), Modern Law of Self-determination, Martinus Nijhoff Publishers, h

9 2. Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) (DUHAM) (1948) Menurut pokok-pokok hak asasi manusia dan kebebasan dasar, termasuk cita-cita manusia yang bebas untuk menikmati kebebasan sipil dan politik. Hal ini dapat dicapai salah satu dengan diciptakannya kondisi dimana setiap orang dapat menikmati hak-hak sipil dan politik yang diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan internasional. 3. Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant of Civil and Political Rights, Economic, Social and Cultural Rights) (ICCPR) (1966) Menurut Pasal 1 ayat 1 dari Kovenan, semua orang telah diberikan kebebasan untuk menentukan status politik, perkembangan ekonomi, sosial dan kebudayaan. Dengan kata lain, setiap bangsa adalah bebas untuk membangun institusi politik, membangun sumber daya ekonominya, dan untuk mengatur perubahan sosio-kulturalnya sendiri, tanpa ada intervensi dari bangsa lain. Meskipun demikian banyak usulan dari sarjana hukum internasional bahwa hak suatu bangsa untuk menentukan status politik harus dimasukkan dalam suatu pasal tersendiri di dalam ICCPR dan serupa dengan itu, hak untuk menentukan status ekonomi, sosial dan kebudayaan juga harus dimasukkan dalam pasal tersendiri di dalam ICCPR. 44 Suatu bangsa 44 Dajena Kumbaro, 2001, The Kosovo Crisis in an International Law Perspective; Self- Determination, Territorial Integrity and The NATO Intervention, NATO Office of Information and Press 2001, h.8. 26

10 atau negara yang tidak dapat menentukan sendiri status politiknya juga tidak dapat menentukan hak ekonomi, sosial, dan kebudayaannya sendiri dan sebaliknya Kasus-Kasus Penentuan Nasib Sendiri Kemerdekaan Kosovo atas Serbia dalam Perspektif Hukum Internasional Sejak berakhirnya perang dingin, mayoritas konflik yang terjadi di dunia muncul dalam bentuk pertentangan etnis, agama dan konflik yang bersifat lokal. Secara faktual, tatanan dunia dewasa ini ditandai dengan penghancuran suatu negara nasional sebagai akibat dari perang sipil antar etnis. 45 Hal tersebut dibuktikan dengan kenyataan yang terjadi di belahan Eropa Timur, antara lain, seperti yang terjadi di Republik Federal Yugoslavia, yaitu terjadinya pemecahan negara tersebut sebagai suatu kasus suksesi negara (state succession) dan kemudian negara Yugoslavia yang baru hanya terdiri dari Serbia dan Montenegro. Pada hari Minggu, tanggal 17 Februari 2008, Parlemen Kosovo secara unilateral mendeklarasikan kemerdekaannya serta menetapkan Hashim Taci sebagai Perdana Menteri dan Fatmir Sejdiu sebagai Presiden. Kemerdekaan secara sepihak ini, kemudian menimbulkan polemik dan reaksi yang 45 John A. Macinnis, 2006, The Role of United Nations with respect to the Means for Accomplishing the Maintenance and Restoration of Peace, 26 (1) Georgia Journal of International and Comparative Law, h.2 27

11 bermacam-macam (pro dan kontra), bahkan menimbulkan perpecahan di kalangan negara-negara yang duduk sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, padahal, kesatuan sikap sangat dibutuhkan untuk memutuskan status final dari Kosovo. Di dalam negara Serbia, kemerdekaan Kosovo justru telah menimbulkan masalah baru, yaitu timbulnya gejolak berupa protes hingga aksi kekerasan yang menolak kemerdekaan tersebut. Hal itu, misalnya, terjadi di wilayah yang didominasi oleh etnis Serbia seperti di Mitrovica, di mana dua granat tangan dilemparkan ke sebuah gedung pengadilan PBB dan kemudian meledak. Sementara yang satunya dilemparkan ke arah sebuah rumah misi Uni Eropa yang baru, tapi meleset. Kemudian di Belgrade, para demonstran yang berkisar orang telah melempari dengan batu dan merusak jendelajendela Kedutaan Besar Amerika. 46 Kosovo yang merupakan provinsi Yugoslavia/Serbia itu berpenduduk 2,1 juta, terdiri dari 90% etnis Albania yang Muslim, 5,3% etnis Serbia yang Katholik Ortodoks, selebihnya etnis Bosnia dan minoritas lan. Selama bertahun-tahun, etnis Albania merasa didiskriminasi oleh Pemerintah Serbia di Belgrade, menjadi sasaran kekerasan dan tindakan represif. Perkembangan situasi ini mendorong terjadinya perang antara /04/

12 23 Februari Ibid. kelompok etnis Albania yang menamakan diri Kosovo Liberation Army (KLA) melawan pasukan Yugoslavia yang dengan kekuatan militer ingin mencegah Kosovo memisahkan diri. Perang tahun dapat dihentikan dengan kampanye pengeboman NATO secara besar-besaran terhadap sasaran-sasaran Yugosalvia, dengan tujuan sebagaimana juru bicara NATO Serbs out, peacekeepers in, refugees back. 47 Keterlibatan Dewan Keamanan PBB baru terjadi dalam masalah Kosovo dengan diadopsinya Resolusi 1244 (1999) pada tanggal 10 Juni 1999, yang menempatkan Kosovo di bawah administrasi PBB dengan tugas membentuk pemerintahan sementara untuk Kosovo, agar rakyat Kosovo mendapat otonomi luas dan self-government di Kosovo dalam Republik Federal Yugoslavia, sementara penyelesaian final atas kasus Kosovo belum ditentukan. Resolusi tidak menyebut bentuk penyelesaian final atas masalah Kosovo, tetapi hanya memutuskan, solusi politik atas krisis Kosovo harus mempertimbangkan kedaulatan dan integritas territorial Republik Federal Yugoslavia. 48 Status final Kosovo dirintis melalui negosiasi yang dimulai tahun 2006 di bawah pimpinan Utusan Khusus Sekjen PBB yang merupakan mantan fasilitator Perundingan Helsinki 47 Nugroho Wisnumurti: Kosovo Merdeka, Hak atau Separatisme?. Kompas, Jakarta, 29

13 mengenai Aceh. Negosiasi amat alot karena kedua pihak, Serbia dan Kosovo bersikukuh pada posisinya, yakni Serbia hanya bisa menerima otonomi luas bagi Provinsi Kosovo, sedangkan Kosovo hanya bisa menerima kemerdekaan Kosovo. Akhirnya, pada tanggal 26 Maret 2007, kepada Dewan Keamanan PBB, Utusan Khusus Sekjen PBB melaporkan bahwa perundingan mengalami kemacetan. Namun, disampaikan draf penyelesaian status Kosovo yang mengusulkan agar Kosovo diberi kemerdekaan di bawah supervisi sementara Uni Eropa dengan angkatan perang NATO dan polisi Eropa. Usulan ini ditolak Rusia dan China. Karena itu, Dewan Keamanan tidak dapat menyetujui usulan mantan fasilitator tersebut. Upaya selanjutnya, perundingan langsung antara Serbia dan Kosovo diupayakan dalam waktu 120 hari yang difasilitasi Troica Contact Group (Amerika Serikat, Rusia dan Uni Eropa). Hasil perundingan dilaporkan oleh Sekjen kepada Dewan Keamanan PBB pada tanggal 19 Desember Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa di Dewan Keamanan menyatakan perundingan telah gagal dan mendesak agar status akhir Kosovo segera diputuskan. Sedangkan Rusia, China, Ghana, Kongo, Panaman dan Afrika Selatan menyarankan agar perundingan diteruskan. Namun, Amerika Serikat, Inggris dan negara-negara Barat lain 30

14 menolak. Perkembangan ini berujung pada deklarasi kemerdekaan Kosovo yang didukung oleh Amerika Serikat dan beberapa negara Uni Eropa, tetapi ditolak antara lain oleh Rusia, China, beberapa negara Uni Eropa dan Vietnam. 49 Berdasarkan hukum internasional, Serbia sebagai negara berdaulat mempuyai hak untuk menumpas gerakan separatisme yang terjadi di Kosovo. Namun tindakan represif yang dilakukan oleh pemerintah Serbia terhadap etnis Muslim Albania di Kosovo kemudian mengundang intervensi internasional (dalam hal ini NATO, PBB dan Uni-Eropa). Tindakan represif yang bertentangan dengan norma hukum HAM internasional maupun hukum humaniter inilah yang kemudian memicu terjadinya disintegrasi negara yang berujung pada dideklarasikannya kemerdekaan Kosovo atas Serbia. Tindakan-tindakan represif dalam wujud diskriminasi, sesungguhnya bukan merupakan sesuatu hal yang baru. Hal tersebut, misalnya pernah terjadi di Afrika Selatan ketika pemerintahan kulith putih yang berkuasa menerapkan kebijakan diskriminatif berdasarkan atas pembedaan warna kulit (apartheid). Golongan kulit hitam yang menjadi korban dari kebijakan tersebut, kemudian berjuang untuk mendapatkan kesetaraan (equality). Dihubungkan dengan apa yang terjadi di 49 Ibid. 31

15 Kosovo, apabila dasar persoalannya adalah masalah tindakan diskriminasi dari pemerintah Serbia, maka yang harus diperjuangkan adalah masalah kesetaraan (seperti halnya yang terjadi di Afrika Selatan). Hal ini justru sejalan dengan ketentuan atau prinsip-prinsip dasar hukum (HAM) internasional, yaitu setiap individu memiliki HAM yang sama tanpa membedakan agama maupun latar belakang etnis yang dimilikinya. Apalagi Serbia sebagai anggota PBB memiliki kewajiban hukum (legal obligation) yang bersifat wajib (mandatory) untuk melindungi HAM (khususnya terhdap etnis minoritas Muslim Albania) sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam Piagam PBB. Hal itu misalnya telah dinyatakan dalam bagian Preambul dari Piagam PBB. 50 Anggota PBB yang terus menerus mengadakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Piagam PBB dapat diusir keanggotaannya oleh Majelis Umum PBB atas rekomendasi Dewan Keamanan berdasarkan Pasal 6 Piagam PBB. Sanksi ini merupakan cara terakhir yang diambil jika suatu negara selalu membangkang dan terus menerus mengabaikan kewajiban internasional. Sanksi mengenai pengusiran ini telah diterapkan dalam tahun 1992 terhdap Yugoslavia (Resolusi 47/1) yang 50 Dalam bagian Preambul Piagam PBB dinyatakan bahwa : We the peoples of the United Nations determined, and to a reaffirm faith in fundamental human rights, in the dignity and worth of the human person, 32

16 isinya sebagai berikut: Yugoslavia yang terdiri dari Serbia dan Montenegro tidak dapat meneruskan keanggotaannya di PBB dan harus mengajukan lagi keangotaannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Piagam dan tidak lagi dapat ikut serta dalam persidangan. 51 Tindakan untuk memerdekakan diri Kosovo atas Serbia, di satu sisi, dapat dipahami sebagai bentuk kekecewaan atau rasa frustasi dari etnis Muslim Albania atas perlakuan sewenangwenang pemerintah Serbia. Namun, tindakan tersebut akan bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hukum internasional yang melarang pembentukan negara di dalam negara, karena hal itu merupakan preseden yang dapat membahayakan prinsipprinsip keutuhan wilayah (territorial integrity) dan kemerdekaan politik (political independence) dari negara. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka kenyataan yang terjadi di Kosovo sesungguhnya merupakan tindakan separatisme yang jelas-jelas dilarang oleh hukum internasional. Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Serbia tidak dapat digunakan sebagai alasan pembenar (justification) bagi etnis Muslim Kosovo untuk memerdekakan diri dari Serbia. Oleh karena itu, secara yuridis pendirian negara Kosovo adalah tidak sah dan bertentangan dengan hukum internasional. h Sumaryo Suryokusumo, 2007, Studi Kasus Hukum Internasional, PT Tatanusa, Jakarta, 33

17 Kemerdekaan juga tidak dapat ditentukan berdasarkan rekayasa secara ekstern berupa pemaksaan oleh pihak-pihak dari luar. Dalam kasus Kosovo terlihat, bahwa negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris dan beberapa negara Uni Eropa telah melakukan tindakan unilateralisme kolektif dengan mendukung kemerdekaan Kosovo. Tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional, khususnya terhadap Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB secara jelas mengatur bahwa negara-negara anggota PBB dalam kaitannya dengan hubungan-hubungan internasional harus menahan diri (shall refrain) dari mengancam atau menggunakan kekerasan terhadap keutuhan wilayah (territorial integrity) atau kemerdekaan politik (territorial independence) suatu negara. 52 Di samping itu, tindakan unilateral kolektif juga merupakan tindakan yang dapat mengurangi kredibilitas PBB sebagai organisasi internasional yang mempunyai wewenang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berpotensi akan menimbulkan ancaman terhadap stabilitas dan keamanan internasional. Namun, disadari atau tidak, terkait dengan kasus di Kosovo, sesungguhnya PBB telah dilemahkan oleh ulah 52 Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB mengatur bahwa All Members shall refrain in their relations from the threat or use of force against territorial integrity and political independence of any state, or in other manner inconsistent with the Purpose of the United Nations. 34

18 beberapa negara anggotanya sendiri yang memilih sikap sendiri-sendiri di luar kerangka PBB. Dalam kaitan ini, seharusnya Dewan Keamanan PBB dapat menggunakan kewenangannya untuk menyelesaikan masalah Kosovo. Namun, mekanisme veto dalam pengambilan keputusan seringkali digunakan oleh negara-negara besar (the big five), yaitu: Amerika Serikat, China, Inggris, Prancis dan Rusia, dalam rangka kepentingan politiknya, bukan demi kepentingan yang lebih besar. Berkaitan dengan pengakuan terhadap kemerdekaan Kosovo, Menteri Luar Negeri Indonesia, Hassan Wirajuda, menyatakan bahwa pemerintah tak terburu-buru untuk menyatakan dukungan atas kemerdekaan Kosovo. Selain akan melihat perkembangan kondisi negara pecahan Serbia itu, pemerintah dilematis jika mengakui Kosovo. Memang ada dilemanya dari masalah Kosovo. Di satu sisi, kita berharap semua negara menghormati prinsip keutuhan dan kedaulatan nasional, separatisme kita tak toleransi. Sebab itu bertentangan dengan prinsip kehormatan dan kedaulatan, ujar Hassan kepada pers seusai rapat koordinasi di Kantor Departemen Keuangan, Jakarta, Kamis, 21 Februari Kompas, Jakarta, 22 Februari

19 Kasus Papua dalam Perspektif Hukum Internasional untuk Penentuan Nasib Sendiri suatu bangsa Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) di Indonesia menyarankan penggunaan antropologi untuk lebih memahami aspirasi Papua dalam rangka membantu pemerintah menjaga stabilitas di daerah yang tidak stabil. Pandangan ini menyatakan bahwa antropologi diperlukan karena ada berbagai suku lebih dari 400 bahasa di Papua. Selain itu, perspektif anthropologic diperlukan untuk menentukan perilaku yang tepat untuk meningkatkan kesadaran di antara orang Papua tentang hubungan mereka dengan pemerintah pusat, yang telah diberikan hak otonomi khusus bagi provinsi Papua dan Papua Barat. 54 Di balik gagasan ini ada perlu untuk mengundang para ahli antropologi untuk penelitian ini sebagai bagian dari pendekatan lunak untuk pemahami aspirasi Papua yang lebih baik. Dalam beberapa tahun terakhir, hak asasi manusia memperoleh hak hidup, hubungan internasional, dalam hal politik internasional, hak penentuan nasib sendiri dianggap sebagai topik diperdebatkan saat ini. Tampaknya ada perang pendapat antara

20 realis dan liberalists yang percaya pada prinsip mereka sendiri antara hak negara absolut dan hak asasi manusia kolektif. 55 Amerika Serikat mantan Presiden Woodrow Wilson, dalam Empat belas Pasal Poin nya, memperkenalkan konsep Diri Penentuan-Nasional kepada dunia untuk pertama kalinya pada tanggal 8 Januari Salah satu tujuan utama Wilson adalah untuk menjaga perdamaian dunia. Dalam teorinya, Wilson berpendapat bahwa hak penentuan nasib masyarakat nasional dimaksudkan untuk administrate penduduk mereka. Dia menekankan hak masyarakat bukan hak-hak kelompok etnis. Dalam bukunya: Pendahuluan Kritis, Tom Campbell didefinisikan penentuan nasib sendiri sebagai hak masyarakat untuk menentukan nasib mereka sendiri dan bagaimana sesuai dengan pengalaman hidup mereka. Selain itu, penentuan nasib sendiri berarti orang lain tidak harus menentukan hidup seseorang karena itu adalah hak orang yang sangat universal. 56 Berdasarkan pengalaman bekas Yugoslavia tentang munculnya negara baru, hak penentuan nasib sendiri diakui seluruh dunia sebagai hak dasar. Di komunitas Internasional, kita dapat menemukan beberapa gerakan kemerdekaan, yang mengejar pemisahan seperti di Sudan di wilayah Afrika, Kosovo di Eropa Timur, dan Tibet di kawasan Asia. Di Asia, 55 Ibid. 56 Ibid. 37

21 perjuangan untuk penentuan nasib sendiri di wilayah Papua Indonesia adalah kasus nyata. Setelah sejarah singkat dan definisi penentuan nasib sendiri, sekarang saatnya untuk menjawab pertanyaan apakah penentuan nasib sendiri bagi Papua adalah resolusi alternatif yang memuaskan. 57 Penentuan Nasib Sendiri dalam Hukum Internasional Beberapa orang berpendapat bahwa penentuan nasib sendiri bagi Papua adalah tidak sah menurut prinsip-prinsip internasional PBB. Alasan mengapa PBB mengabaikan hak masyarakat untuk mengatur diri mereka sendiri dan memisahkan diri dari negara mereka saat ini adalah untuk menjaga perdamaian Untuk tujuan ini PBB hanya diakui negara sebagai aktor utama dalam urusan internasional. 58 Untuk tujuan ini PBB hanya diakui negara sebagai aktor utama dalam urusan internasional. Setiap partai di negaranegara yang ada yang mencoba untuk memisahkan akan menghadapi kendala. Dalam hal ini, beberapa orang percaya bahwa tidak ada kesempatan bagi orang Papua untuk memerintah diri mereka sendiri. Contoh Basque di Spanyol dan Quebec di Kanada menunjukkan skala hambatan. 57 Ibid

22 Namun, sejak Uni Soviet runtuh pada tahun 1991, persepsi baru dalam hukum internasional integritas wilayah negara muncul. Hal ini menyebabkan pengakuan penentuan nasib sendiri berdasarkan hak asasi manusia dan minoritas. 59 Sebagai negara Castellino dan Gilbert, hari ini permintaan untuk persepsi baru dari hak untuk menentukan nasib sendiri, yang akan kembali masyarakat pribumi terpinggirkan, merupakan prioritas tinggi. Pandangan konvensional penentuan nasib sendiri adalah bahwa ia harus reformasi melalui transformasi dalam upaya untuk mengakomodasi hak-hak penduduk asli untuk memerintah diri mereka sendiri melalui pendekatan hak asasi manusia. Ini adalah upaya terakhir untuk mendapatkan status politik baru PBB pendekatan pada kasus Yugoslavia adalah turunan dari ini. Walaupun ada ambiguitas dalam konvensi internasional tentang hak-hak politik rakyat, beberapa provinsi di Yugoslavia diakui sebagai negara merdeka dan mereka segera diatur sendiri. Jika orang Papua belajar dari pengalaman ini, ada celah dalam hukum internasional, yang dapat dimanfaatkan Ibid. 60 Ibid. 39

23 Otonomi Khusus VS Succesion Dalam upaya untuk menangani gerakan kemerdekaan, pemerintah Indonesia mengalokasikan status otonomi khusus untuk Papua pada tahun Nasionalis Indonesia membenarkan bahwa setiap masalah dalam semangat Papua termasuk penentuan nasib sendiri dapat diakomodasi dalam batas-batas nasional Indonesia melalui otonomi khusus. 61 Untuk membuktikan pembenaran mereka, Jakarta memberikan posisi politik penting untuk orang Papua dengan harapan besar ini akan mengurangi gerakan kemerdekaan di Papua Namun, penentuan nasib sendiri adalah pengakuan kemerdekaan dan sangat berbeda dari otonomi. Meskipun otonomi khusus hibah kebebasan, itu terbatas. Ini berarti bahwa Papua akan tetap dikendalikan oleh pemerintah pusat Indonesia dan ini kontradiktif dengan prinsip penentuan nasib sendiri, yang menawarkan hak mutlak bagi masyarakat untuk menentukan nasibnya sendiri di wilayah mereka. Isu-isu politik terbaru di Papua menunjukkan bahwa otonomi khusus telah gagal. Papua terpinggirkan di tanah mereka sendiri. Salah satu penyebabnya adalah ketidakseimbangan tumbuh antara jumlah transmigran dan

24 pribumi. Non-Papua mendominasi hampir semua sektor publik seperti pasar, perusahaan menengah dan transportasi. The Act of Free Choice Tahun 1969 Klaim militer Indonesia bahwa integritas Papua dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah legal dan final. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia tidak memungkinkan negosiasi apapun untuk transformasi status politik Papua. Pernyataan ini berasal dari tindakan pilihan bebas pada tahun 1969, yang memutuskan untuk mengintegrasikan Papua dengan anggota Indonesia dan PBB diterima. 62 Di sisi lain, penting untuk dicatat bahwa integrasi Papua ke Indonesia merupakan proses yang kontroversial. Ada pelanggaran hukum, yang dilakukan oleh PBB di bawah tekanan dari Amerika Serikat. Dalam konteks penyebaran komunisme di Asia Tenggara Amerika Serikat menekan Belanda dalam Perjanjian New York. Akhirnya, Belanda ditransfer Papua Barat ke Indonesia, setelah lima tahun oleh Otoritas pengawasan Nation Temporary Executive Serikat. Indonesia memutuskan untuk mengadakan referendum yang disebut Penentuan Pendapat Rakyat, secara harfiah, penentuan pendapat orang bertindak umumnya, yang 62 Ibid. 41

25 diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai tindakan dari pilihan bebas. Tindakan ini tidak dipegang oleh referendum benar, seperti tuntutan mayoritas penduduk Papua, atau bahkan oleh berbisik. Ini tidak digunakan secara langsung oleh Belanda di daerah pedesaan, di mana tingkat buta huruf sangat tinggi, tetapi dengan musyawarah, diskusi yang mengarah ke konsensus, sebuah sistem yang didasarkan pada tradisi Jawa. 63 Orang-orang Papua bahwa mereka yang menginginkan kebebasan harus pergi untuk menemukan sebuah pulau di Samudra Pasifik karena Irian (Papua Barat) adalah bagian dari Indonesia dan suara yang hanya formalitas. Ini adalah semacam teror dan intimidasi Indonesia. Sementara itu, sepupu Papua Barat, rakyat Papua Nugini, didorong oleh Australia untuk membangun sistem parlementer dan pengambilan keputusan yang demokratis. Di sisi lain, Indonesia mengatakan pada dunia bahwa Papua Barat terlalu primitif untuk menentukan nasib mereka. Bahkan, itu tidak logis untuk memanggil orang-orang Papua primitif karena dua tahun kemudian orang-orang Papua dianggap cukup maju untuk berpartisipasi dalam pemilu di Indonesia pada tahun Ibid. 42

26 Selain itu, bahwa tindakan pilihan bebas tidak lebih dari sebuah tindakan pilihan. Dengan demikian dasar hukum integrasi Papua ke dalam Indonesia dapat secara legal ditantang. pada saat itu (2juta) orang Papua hanya pemimpin kepala suku mewakili orang papua dengan jumlah penduduk asli Papua dan tidak ada perempuan. Tindakan pilihan bebas (pepera) ini terjadi pada saat teror militer Indonesia. Untuk alasan itu, Komisi Internasional Ahli Hukum membuat berusaha di tinjau ulang dari tindakan pilihan bebas Ini sejarah yang kontroversial memiliki kecenderungan untuk dibahas oleh lembaga internasional seperti Institut Internasional untuk Penentuan Nasib Sendiri (IISD). Keterlibatan internasional memainkan peran kunci, yang dapat menyebabkan tindakan nyata dari pilihan bebas. Pelaksanaan hak-hak penentuan nasib sendiri diperlukan karena orang Papua hidup di masa sekarang dan waktu mereka sekarang tidak menuntungkan masa depan mereka. Hak Adat Rakyat (Sosial, Politik, Ekonomi dan Budaya) Hak-hak masyarakat adat adalah hak asasi manusia. Masyarakat adat dan Pemerintah yang mendominasi mereka perlu bekerja sama untuk mencapai persamaan hak, 43

27 kesempatan dan perlakuan yang sama. Ini adalah tanggung jawab pemerintah, yang mengelola negara untuk mengambil prosedur dan alamat semua hak warga negara yang sipil, di bidang politik dan ekonomi baik pribumi dan imigran. 64 Tidak ada keraguan bahwa ada persepsi umum yang dibangun dalam pikiran para aktivis politik yang ingin memisahkan Papua dari Indonesia, pertanyaan tentang ilegalitas konstitusional, ketidakadilan politik, eksploitasi ekonomi, degradasi lingkungan, ketidakadilan sosial, penindasan budaya, perlakuan militer dan masif pelanggaran hak asasi manusia menjadi pemicu. Papua memiliki kompleks yang dihadapi masalah sosial, politik, ekonomi dan budaya sejak alih oleh Indonesia. Dalam aspek sosial-ekonomi misalnya, Freeport, korporasi multinasional Amerika Serikat telah beroperasi tambang emas terbesar di dunia di Papua. Freeport menghasilkan hampir $ pendapatan tahunan. Hal ini juga telah diukur cadangan emas lebih dari ton, 31 juta ton tembaga, dan 10 juta ton perak. Namun, ini tidak berpengaruh banyak pada standar hidup Papua. Data menunjukkan bahwa 60% dari populasi

28 Papua tidak memiliki akses ke pendidikan, 35,5% tidak memiliki akses ke fasilitas kesehatan, dan lebih dari 70% hidup tanpa air bersih. 45

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah memproklamasikan Kosovo sebagai Negara merdeka, lepas dari Serbia. Sebelumnya Kosovo adalah

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Islam, telah membawa pengaruh dala etnis dan agama yang dianut.

BAB V KESIMPULAN. Islam, telah membawa pengaruh dala etnis dan agama yang dianut. BAB V KESIMPULAN Yugoslavia merupakan sebuah negara yang pernah ada di daerah Balkan, di sebelah tenggara Eropa. Yugoslavia telah menoreh sejarah panjang yang telah menjadi tempat perebutan pengaruh antara

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri menurut Hukum Internasional dihubungkan dengan Gerakan Organisasi Papua Merdeka Right to Self-Determination Based on International

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA)

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP KESIMPULAN. Rangkaian perjalanan sejarah yang panjang terhadap upaya-upaya dan

BAB V PENUTUP KESIMPULAN. Rangkaian perjalanan sejarah yang panjang terhadap upaya-upaya dan BAB V PENUTUP KESIMPULAN Rangkaian perjalanan sejarah yang panjang terhadap upaya-upaya dan Strategi Republik Kosovo dalam Proses Mencapai Status Kedaulatannya pada Tahun 2008 telah berlangsung sejak didirikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM HAK AZASI MANUSIA Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri Latar Historis dan Filosofis (1) Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Pengantar Memahami Hak Ekosob M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Manusia dan Perjuangan Pemajuan Hak Asasinya Semua manusia memperjuangkan hak hidup layak. Agama menginspirasi perjuangan manusia itu. Berbagai

Lebih terperinci

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini. BAB V KESIMPULAN Melalui perjalanan panjang bertahun-tahun, Majelis Umum PBB berhasil mengadopsi Perjanjian Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty/ATT), perjanjian internasional pertama yang menetapkan

Lebih terperinci

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-6 INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI HAM Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Universal Declaration of Human Rights, 1948; Convention on

Lebih terperinci

HAK UNTUK MENENTUKAN NASIB SENDIRI DALAM HUKUM INTERNASIONAL (TINJAUAN TERHADAP PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT DI PAPUA BARAT TAHUN 1969)

HAK UNTUK MENENTUKAN NASIB SENDIRI DALAM HUKUM INTERNASIONAL (TINJAUAN TERHADAP PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT DI PAPUA BARAT TAHUN 1969) 1 HAK UNTUK MENENTUKAN NASIB SENDIRI DALAM HUKUM INTERNASIONAL (TINJAUAN TERHADAP PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT DI PAPUA BARAT TAHUN 1969) BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Konsepsi hak untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MEMBACA FENOMENA REFERENDUM UNTUK MERDEKA Oleh: Bisariyadi * Naskah Diterima: 5 Oktober 2017, Disetujui: 15 Oktober 2017

MEMBACA FENOMENA REFERENDUM UNTUK MERDEKA Oleh: Bisariyadi * Naskah Diterima: 5 Oktober 2017, Disetujui: 15 Oktober 2017 MEMBACA FENOMENA REFERENDUM UNTUK MERDEKA Oleh: Bisariyadi * Naskah Diterima: 5 Oktober 2017, Disetujui: 15 Oktober 2017 Katalonia, salah satu provinsi di Spanyol, pada tanggal 1 Oktober 2017 menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 119 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang penulis dapatkan dari hasil penulisan skripsi ini merupakan hasil kajian dan pembahasan dari bab-bab sebelumnya. Wilayaha Eritrea yang terletak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dasawarsa terakhir ini dengan dilumpuhkannya beberapa pemimpin-pemimpin dictator

BAB V KESIMPULAN. dasawarsa terakhir ini dengan dilumpuhkannya beberapa pemimpin-pemimpin dictator BAB V KESIMPULAN Amerika serikat adalah sebagai negara adidaya dan sangat berpengaruh di dunia internasional dalam kebijakan luar negerinya banyak melakukan berbagai intervensi bahkan invasi dikawasan

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

Materi Bahasan. n Pengertian HAM. n Generasi HAM. n Konsepsi Non-Barat. n Perdebatan Internasional tentang HAM.

Materi Bahasan. n Pengertian HAM. n Generasi HAM. n Konsepsi Non-Barat. n Perdebatan Internasional tentang HAM. Hak Asasi Manusia Cecep Hidayat cecep.hidayat@ui.ac.id - www.cecep.hidayat.com Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Materi Bahasan Pengertian HAM. Generasi

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia BAB V KESIMPULAN Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia berubah dari super power state menjadi middle-power state (negara dengan kekuatan menengah). Kebijakan luar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

Negara Hukum. Manusia

Negara Hukum. Manusia Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia Negara hukum / Rule of Law / Rechtsstaat yang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di Eropa Negara demokrasi adalah negara hukum, namun negara hukum belum

Lebih terperinci

SEJARAH HAK AZASI MANUSIA

SEJARAH HAK AZASI MANUSIA SEJARAH HAK AZASI MANUSIA Materi Perkuliahan Hukum dan HAM ke-2 FH Unsri URGENSI SEJARAH HAM Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia.

Lebih terperinci

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Bab IV Penutup A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Keberadaan Pasal 28 dan Pasal 28F UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari peristiwa diratifikasinya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 108

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI Disusun Oleh: TRI SARWINI 151070012 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN masih menyisakan satu persoalan yaitu masalah status Irian Barat. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN masih menyisakan satu persoalan yaitu masalah status Irian Barat. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil Perjanjian Komisi Meja Bundar antara Indonesia dengan Belanda pada tahun 1949 masih menyisakan satu persoalan yaitu masalah status Irian Barat. Indonesia

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. SIMPULAN Salah satu keputusan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan di Den Haag pada tanggal 23 Agustus sampai 2 September 1949 adalah kedudukan Irian Barat

Lebih terperinci

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA PASAL 1

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA PASAL 1 PENGERTIAN HAM Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu (Suria Kusuma, 1986). Istilah Hak asasi menunjukkan bahwa kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang tersebut

Lebih terperinci

Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Internet

Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Internet Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Internet Oleh Asep Mulyana Revolusi teknologi informasi yang ditandai oleh kehadiran Internet telah mengubah pola dan gaya hidup manusia yang hidup di abad modern,

Lebih terperinci

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA HAM MERUPAKAN BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL SUMBER HUKUM INTERNASIONAL: (Pasal 38.1 Statuta Mahkamah Internasional) Konvensi internasional; Kebiasaan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Oleh Asep Mulyana Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan

Lebih terperinci

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1 Abstrak Masalah kewarganegaraan dan tak berkewarganegaraan merupakan masalah yang asasi, dan menyangkut perlindungan

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari permasalahan konflik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

Nota Kesepahaman. antara Pemerintah Republik Indonesia Dan. Gerakan Aceh Merdeka

Nota Kesepahaman. antara Pemerintah Republik Indonesia Dan. Gerakan Aceh Merdeka Lampiran Terjemahan resmi ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Gerakan Aceh Merdeka Pemerintah Republik

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan

Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160906163356-21-156465/problem-papua-dan-rapuhnya-relasi-kebangsaan/ Arie Ruhyanto, CNN Indonesia Kamis, 15/09/2016 08:24

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 MUKADIMAH Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan dalam Piagam Perserikatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pembahasan dari bab ini adalah kesimpulan dan saran yang merujuk pada jawaban-jawaban permasalahan penelitian yang telah dikaji. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan

Lebih terperinci

POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Seri Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Rudi. M Rizki, SH, LLM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510

Lebih terperinci

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar RESUME SKRIPSI Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar negara yang melintasi batas negara. Sebagian besar negara-negara di dunia saling

Lebih terperinci

HAM KEWARGANEGARAAN. Hak Asasi Manusia FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

HAM KEWARGANEGARAAN. Hak Asasi Manusia FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KEWARGANEGARAAN HAM Hak Asasi Manusia Disusun oleh : Lanny Ariani (125100601111013) Khanza Jasmine (125100601111015) Budi Satriyo (125100601111017) Avia Intan Rafiqa (125100601111019) FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA. A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi

BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA. A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi Perundingan yang dilakukan pemimpin Republik Indonesia bertujuan untuk menciptakan

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

Demokrasi Berbasis HAM

Demokrasi Berbasis HAM Demokrasi Berbasis HAM Antonio Pradjasto Jika menelusuri sejarah demokrasi, maka antara hak asasi dan demokrasi memiliki korelasi yang erat sejak diperkenalkannya konsep civil liberties pada abad XIX.

Lebih terperinci

Eropa Pasca Perang Dingin.

Eropa Pasca Perang Dingin. Eropa Pasca Perang Dingin sudrajat@uny.ac.id/ Konstelasi Politik Global Runtuhnya Uni Soviet mengubah peta politik dunia dari bipolar menjadi multipolar. Amerika Serikat menjadi polisi dunia yang berusaha

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si Signifikasi Kawasan Asia Pasifik Yesi Marince, S.Ip., M.Si A NEW WORLD AND ASIA PACIFIC ORDER Bagaimana Berakhirnya Perang Dingin mempengaruhi kawasan Asia Pasifik? 1. Alasan pelaksanaan containment policy

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Diambil dan terbuka untuk ditandatangani, diratifikasi dan diaksesi oleh resolusi Mahkamah Umum 2200A (XXI) pada 16 Desember 1966, berlaku

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika Multikulturalisme Kanada ( ). Kesimpulan tersebut

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika Multikulturalisme Kanada ( ). Kesimpulan tersebut BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul. Kesimpulan tersebut merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikemukakan oleh penulis

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai BAB V PENUTUP Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai hubungan antara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dengan persepsi Amerika Serikat, yang

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA 151060046 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

POTENSI PELANGGARAN HAM DALAM BERBAGAI KEBIJAKAN NEGARA YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAK MASYARAKAT ADAT DALAM BIDANG HAK SIPOL

POTENSI PELANGGARAN HAM DALAM BERBAGAI KEBIJAKAN NEGARA YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAK MASYARAKAT ADAT DALAM BIDANG HAK SIPOL Makalah ADVANCED TRAINING Hak-hak Masyarakat Adat (Indigenous Peoples' Rights) Bagi Dosen Pengajar HAM di Indonesia Yogyakarta, 21 24 Agustus 2007 POTENSI PELANGGARAN HAM DALAM BERBAGAI KEBIJAKAN NEGARA

Lebih terperinci

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak Melindungi Hak-Hak Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan K o n v e n s i 1 9 5 4 t e n t a n g S t a t u s O r a n g - O r a n g T a n p a k e w a r g a n e g a r a a n SERUAN PRIBADI DARI KOMISIONER TINGGI

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL BABV EKSISTENSI NEGARA DALAM MASYARAKATINTERNASIONAL

BAGIAN KEDUA NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL BABV EKSISTENSI NEGARA DALAM MASYARAKATINTERNASIONAL BAGIAN KEDUA NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL BABV EKSISTENSI NEGARA DALAM MASYARAKATINTERNASIONAL A. Negara sebagai Subyek Hukuin Internasional 1. Pengertian Negara: - H Kelsen = Negara adalah identik

Lebih terperinci

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA.

HAK ASASI MANUSIA. HAK ASASI MANUSIA www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN HAM yaitu hak dasar yg dimiliki manusia sejak lahir sebagai anugrah Tuhan YME Menurut Tilaar, hak-hak yang melekat pada diri manusia dan tanpa hak-hak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Mukadimah Negara-negara Pihak Kovenan ini, Menimbang, bahwa sesuai dengan prinsip-prinsip yang diumumkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N0. 177 A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara Anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merupakan organisasi perdamaian

Lebih terperinci

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan

Lebih terperinci

Isi. Pro dan Kontra Palestina masuk PBB

Isi. Pro dan Kontra Palestina masuk PBB Isi Pro dan Kontra Palestina masuk PBB Dari 193 negara anggota Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 138 negara anggota menyetujui Palestina tidak lagi hanya berstatus sebagai entitas pengamat

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TANGGAL 11 MEI 2004 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2004 2009 I. Mukadimah 1. Sesungguhnya Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

dilibatkan, diminta pendapatnya sehingga materi konstitusi benar-benar mewakili masyarakat secara keseluruhan.

dilibatkan, diminta pendapatnya sehingga materi konstitusi benar-benar mewakili masyarakat secara keseluruhan. dilibatkan, diminta pendapatnya sehingga materi konstitusi benar-benar mewakili masyarakat secara keseluruhan. 3. Afrika Selatan Di Afrika Selatan, proses pembuatan konstitusi perlu waktu 3 tahun dan rakyat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNASIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHT (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD 1945 A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Dalam UUD 1945, pengaturan tentang pemerintah daerah diatur dalam Bab VI pasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pecahnya Uni Soviet telah meninggalkan berbagai permasalahan dibekas wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi pasca jatuhnya

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA ESTONIA LATVIA LITHUANIA DENMARK INGGRIS BELANDA IRLANDIA POLANDIA JERMAN BELGIA REPUBLIK CEKO SLOWAKIA HONGARIA

SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA ESTONIA LATVIA LITHUANIA DENMARK INGGRIS BELANDA IRLANDIA POLANDIA JERMAN BELGIA REPUBLIK CEKO SLOWAKIA HONGARIA SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA PORTUGAL IRLANDIA LUKSEMBURG INGGRIS BELGIA SPANYOL BELANDA PERANCIS DENMARK JERMAN SLOVENIA AUSTRIA ITALIA POLANDIA KROASIA RUMANIA BULGARIA YUNANI ESTONIA LATVIA LITHUANIA

Lebih terperinci