POTENSI PELANGGARAN HAM DALAM BERBAGAI KEBIJAKAN NEGARA YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAK MASYARAKAT ADAT DALAM BIDANG HAK SIPOL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI PELANGGARAN HAM DALAM BERBAGAI KEBIJAKAN NEGARA YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAK MASYARAKAT ADAT DALAM BIDANG HAK SIPOL"

Transkripsi

1 Makalah ADVANCED TRAINING Hak-hak Masyarakat Adat (Indigenous Peoples' Rights) Bagi Dosen Pengajar HAM di Indonesia Yogyakarta, Agustus 2007 POTENSI PELANGGARAN HAM DALAM BERBAGAI KEBIJAKAN NEGARA YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAK MASYARAKAT ADAT DALAM BIDANG HAK SIPOL OLEH: DR.IR.ADHI SANTIKA, MS, SH BALITBANG HAM DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM

2 POTENSI PELANGGARAN HAM DALAM BERBAGAI KEBIJAKAN NEGARA YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAK MASYARAKAT ADAT DALAM BIDANG HAK SIPOL OLEH: DR.IR.ADHI SANTIKA, MS, SH BALITBANG HAM DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM 1. Pada tanggal 29 Juni 2006, sidang perdana Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (Dewan HAM) di Jenewa telah menerima United Nations Declaration on the Right of Indigenous Peoples, melalui suatu pemungutan suara (roll-call vote), dengan hasil 30 negara mendukung (termasuk Indonesia, India, China, Cuba) 2 menentang (Canada dan Federasi Rusia), 12 abstain (termasuk Filipina, Algeria) dan 3 absen (Djibouti, Gabon, Mali). Adapun Dewan HAM merupakan badan baru yang dibentuk pada tanggal 15 Maret 2006 oleh Majelis Umum PBB untuk menggantikan Komisi HAM PBB yang dibentuk sejak 1946, sebagai bagian upaya reformasi PBB. 2. Penerima Deklarasi PBB mengenai Hak-Hak Masyarakat Asli (Indigenous Peoples), didasari oleh pertimbangan bahwa Kelompok Kerja Komisi Hak Asasi Manusia untuk mengkaji rancangan Deklarasi Hak-hak Masyarakat Asli telah dibentuk oleh Majelis Umum sejak tanggal 23 Desember 1994 melalui resolusi 49/214, dan telah bekerja selama 11 tahun untuk menyusun rancangan Deklarasi dimaksud. Dalam kaitan ini, hingga diajukan rancangan Deklarasi tersebut tidak mengatur definisi mengenai Indigenous, disamping itu hingga sidang terakhir Kelompok Kerja tidak dicapai konsensus kuat atas rancangan Deklarasi. 3. Mengingat sangat kuatnya desakan masyarakat internasional (khususnya NGOs dan komunitas indigenous dari berbagai belahan dunia yang hadir pada sidang perdana Dewan HAM) agar Dewan KHAM menerima rancangan Deklarasi, maka pada saat proses pengambilan keputusan atas rancangan Deklarasi pada Dewan HAM Delegasi Indonesia (juga India dan China) telah menyampaikan pernyataan untuk mendukung diadopsinya rancangan Deklarasi ini oleh Dewan HAM namun 1

3 dengan menyampaikan pula penjelasan-penjelasan berkenaan dengan penerapan Deklarasi ini pada tingkat domestik. Pokok-pokok penjelasan/explanation of vote before the vote yang telah disampaikan oleh Delegasi Indonesia, adalah sebagai berikut: a. Bahwa Indonesia merupakan bangsa multi budaya dengan 1072 kelompok etnik dan sub etnik yang tersebar di seluruh wilayah RI, yang semuanya memiliki hak yang sama dihadapan hukum dan Pemerintah Indonesia tidak mendiskriminasikan rakyatnya atas dasar apapun. b. Bahwa prinsip the right to self-determination yang diatur dalam Pasal 3 rancangan Deklarasi, tidak di tafsirkan sebagai pemberian kewenangan atau mendorong langkah apapun yang akan memecah belah atau merusak secara total maupun parsial integritas wilayah atau kesatuan politik dari negaranegara yang berdaulat dan independent. 4. Di Indonesia, secara de jure, identitas budaya dan hak masyarakat tradisional (adat) harus dilindungi (Pasal 28I UUD 1945). Selain itu, Pasal 6 Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 (UU 39/1999) secara khusus mengatur ketentuan tentang perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat (hukum) adat. Namun pada kenyataannya, persoalan perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat adat di Indonesia masih merupakan persoalan yang dilematis. Kemudian, dalam Prolegnas juga telah diatur mengenai upaya untuk melindungi hak masyarakat adat dengan direncanakannya pembuatan Rancangan Undangundang pada 2006 mengenai hak-hak masyarakat adat, tentang komunitas adat terpencil, serta pengakuan dan penghormatan masyarakat adat dan tradisinya. Lebih jauh lagi, Mahkamah Konstitusi juga memberikan perlindungan berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 (UU 24/2003) tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 51 (1) Permohonan (dalam hal ini masyarakat adat) adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-undang itu. 2

4 5. Namun secara de facto, hak masyarakat adat di Indonesia masih belum mendapat perlindungan dan pemenuhan secara maksimal. Keadaan ini disebabkan oleh perkembangan pembagian wilayah Indonesia sebelum, selama, dan sesudah penjajahan sampai kemerdekaan selama lebih dari 60 tahun ini. Dalam pembagian wilayah tersebut, masyarakat adat, adat istiadat, lingkungan hidup adat (tanah; air; udara; manusia; hewan; tumbuh-tumbuhan; serta sumber daya alam diatas, di permukaan, dan di dalam bumi) sebaiknya dijadikan salah satu faktor pertimbangan yang menentukan. Pembagian wilayah masyarakat adat ke dalam wilayah nasional dilakukan dengan membuat garis di atas peta, yang selanjutnya dibagi-bagi ke dalam provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa, yang menyebabkan orang-orang yang berasal dari satu masyarakat adat terbagi ke dalam beberapa wilayah. Pembagian ini, ditambah dengan adanya beberapa masyarakat adat di dalam suatu wilayah hasil pembagian tersebut, memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri satu sama lain. Terbagi-baginya masyarakat adat tersebut, dan juga letak geografi dan sumber daya alam yang berbeda-beda, dapat mempengaruhi upaya mengangkat harkat martabat dan kemuliaan diri serta keharmonisan lingkungan masyarakat adat. Sumber daya alam yang melimpah di bumi, udara, dan air di wilayah adat berpotensi besar pada sirnanya adat karena hal tersebut menjadi daya tarik ekploitasi untuk pembangunan yang tidak ramah pada kebutuhan masyarakat adat. 6. Tahun 2000 merupakan waktu bersejarah bagi keberadaan masyarakat hukum adat yang dalam sistem hukum nasional juga dikenal sebagai masyarakat adat atau masyarakat tradisional. Pada tahun tersebut, eksistensi, identitas budaya, dan haknya diakui secara konstitusional dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) Undang-Undang Dasar Namun perlakuan ini masih dikaitkan dengan empat syarat, yaitu: sepanjang masih hidup, sesuai dengan perkembangan masyarakat, zaman, dan peradaban, sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan diatur dalam undang-undang. Sebelum tahun tersebut, eksistensi masyarakat hukum adat hanya tercantum dalam Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar

5 7. Di satu pihak, pengakuan konstitusional kepada masyarakat hukum adat ini merupakan bagian dari pengakuan masyarakat dunia terhadap hak asasi manusia, yang secara formal di Indonesia berawal pada tahun Melalui pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sementara di pihak lain, pengakuan ini merupakan hasil perjuangan yang terus menerus dari para pegiat hak asasi manusia pada umumnya, dan pegiat hak masyarakat hukum adat pada khususnya. 8. Hal yang menjadi Masalah adalah bagaimana caranya untuk mewujudkan pengakuan konstitusional tersebut ke dalam kenyataan. Merupakan suatu kemustahilan untuk mempraanggapkan bahwa masyarakat hukum adat mampu melakukan sendiri, oleh karena bagaimana pun juga masyarakat hukum adat secara menyeluruh termasuk dalam kategori vulnerable groups, kelompok rentan, yang berhak memperoleh perlindungan khusus. Pengalaman selama ini telah menunjukkan bahwa berhadapan dengan kekuatan negara dan kekuatan pengusaha besar, masyarakat hukum adat berada pada posisi yang lemah, baik secara ekonomi, secara sosial, maupun - atau apalagi - secara politik. 9. Pemerintah Orde Baru mulai mewujudkan proses marjinalisasi masyarakat adat melalui berbagai peraturan dan kebijakan yang bersifat sentralistis. Kebijakankebijakan itu mengubah sistem wilayah kekuasaan dan kekayaan adat menjadi bentuk pemerintahan desa, seperti terlihat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun Aturan tersebut menjadi awal disfungsi pemerintahan adat. Disfungsi itu kemudian menyebabkan split personality di kalangan masyarakat, khususnya di luar Pulau Jawa. Di satu sisi, Kepala Desa menjadi penguasa tunggal yang lebih memperhatikan kepentingan pemerintah di atasnya. Kepala Desa bertindak berdasarkan otoritas legal formal. Di sisi lain ada kepala adat yang merupakan penguasa wilayah persekutuan masyarakat adat. Berbeda dari kepala desa, kepala adat memerintah berdasarkan otoritas informal yang diberikan masyarakat. Dualisme kepemimpinan seperti ini telah melemahkan potensi dan dinamika masyarakat desa untuk ikut serta secara aktif dalam pembangunan. 4

6 10. Di dalam UUPA (Penjelasan Umum II angka 3) digunakan istilah recognitie. Istilah ini sepadan dengan istilah dalam bahasa Inggris yakni recognition yang berarti pengakuan. Dalam UUPA, recognite digunakan untuk menjelaskan hak yang akan diperoleh atau diberikan kepada masyarakat hukum adat yang tanah ulayatnya akan digunakan untuk keperluan pembangunan. Istilah recognite yang dipakai oleh UUPA sebenarnya mengadopsi konsep hukum adat. Dalam hukum adat, istilah ini dipakai apabila ada orang yang bukan anggota persekutuan adat tertentu hendak menggunakan tanah ulayatnya. Orang tersebut diperbolehkan untuk menggunakan tanah tersebut, sampai penggunaannya tercapai, hanya apabila ia memberikan sesuatu. 11. Istilah masyarakat hukum adat merupakan terjemahan dari rechtsgemeenschap atau oleh beberapa referensi menyebutnya adatrechtsgemeenschap. Konsep masyarakat hukum adat untuk pertama kali diperkenalkan oleh Cornelius van Vollenhoven. Menurut pengikut van Vollenhoven,Ter Haar, persekutuan hukum adat (adatrechtsgemeenscap) adalah kesatuan-kesatuan yang mempunyai tata susunan sendiri yang teratur dan kekal serta memiliki pengurus kekayaan sendiri, baik materiil maupun immatriil. Sedangkan menurut pendapat lain, masyarakat hukum adat adalah kesatuan-kesatuan masyarakat yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri yang mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya. Istilah masyarakat hukum adat dan persekutuan hukum adat memiliki maksud yang sama. 12. Istilah masyarakat ada t cukup sukar melacak asal-usul kemunculannya. Sebagian kalangan mengatakan bahwa istilah itu adalah terjemahan langsung dari istilah indigenous people. Namun, sebagian juga menganggapnya bukan merupakan terjemahan dari istilah tersebut. Definisi mengenai istilah masyarakat adat pernah dirumuskan oleh Jaringan Pembela Hak-Hak Masyarakat Adat (Japhama), pada tahun Menurut Japhama, masyarakat adat adalah kelompok 5

7 masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis tertentu, serta memiliki nilai, ideoleogi, ekonomi, politik, budaya dan wilayah sendiri. Definisi ini secara resmi diadopsi oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pada konggres I, di tahun Sedangkan, pengertian indigenous people dalam Konvensi ILO 169 tahun 1989 mengenai Bahasa Pribumi dan Masyarakat Adat di Negara-Negara Merdeka adalah suku-suku bangsa yang berdiam di negara merdeka yang kondisi sosial, budaya dan ekonominya berbeda dengan kelompok masyarakat yang lain. Hal ini dapat diartikan pula sebagai suku-suku bangsa yang telah mendiami sebuah negara sejak kolonisasi yang memiliki kelembagaan ekonomi, budaya dan politik sendiri. Sementara Jose Martinez Cobo, pelapor khusus PBB untuk Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Kaum Minoritas, pada tahun 1981, dalam laporannya yang berjudul Diskriminasi Terhadap Masyarakat Ada t, mendefinisikan indigenous people sebagai kelompok masyarakat atau suku bangsa yang memiliki kelanjutan hubungan sejarah antara masa sebelum invasi dengan masa sesudah invasi yang berkembang di wilayah mereka, menganggap diri mereka berbeda dengan kelompok masyarakat lain atau bagian dari masyarakat yang lebih luas. 13. Masyarakat hukum adat tidak berwenang membentuk undang-undang, dan karena posisinya yang sangat rentan dalam berbagai segi juga tidak mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi pembentukan undang-undang. Dengan demikian, maka masyarakat hukum adat tidak dapat memanfaatkan peluang yang terbuka dalam Pasal 53 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tentang hak masyarakat untuk memberikan masukan secara lisan atau secara tertulis dalam rangka penetapan maupun pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah. 14. Pengalaman di beberapa daerah menunjukkan bahwa kepemimpinan birokratis formal yang dilahirkan undang-undang ini tidak sepenuhnya dapat menggantikan kepemimpinan kultural yang bersifat informal sebelumnya. Berbagai wujud 6

8 konflik sosial yang sebelumnya bisa diselesaikan dengan pendekatan kultural menjadi terbengkalai tidak tertangani, untuk kemudian berakumulasi dan meledak dalam bentuk kekerasan antar kelompok yang memakan korban. Untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak masyarakat hukum adat jenis pertama ini, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, perlu disusun sebuah Rancangan Undang-undang Tentang Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. 15. Dalam hubungan tersebut di atas, kita perlu berterima kasih bahwa Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat RI sudah mengambil langkahlangkah persiapan untuk memenuhi tanggung jawab luhur ini. Dari sisi Pemerintah secara berturut-turut untuk tahun dan telah ditetapkan Rencana Aksi Nasional Manusia Indonesia (RAN HAM) yang cakupan substansinya semakin lama semakin komprehensif dan dalam pelaksanaannya semakin menjangkau sampai ke daerah tingkat dua. Seperti kita ketahui bersama, melalui peraturan daerah, pemerintah daerah tingkat dua mempunyai peranan penting dalam melindungi eksistensi dan hak masyarakat hukum adat ini. Dari sisi Dewan Perwakilan Rakyat RI kami berterima kasih bahwa dalam agenda Rencana Legislatif Nasional telah tercantum rencana penyusunan beberapa rancangan undang-undang yang relevan dengan perlindungan eksistensi dan hak masyarakat hukum adat. Mengingat banyak hal yang masih harus dilakukan untuk mengatasi masalah pelik yang berasal dari kepentingan masyarakat adat dengan pembangunan nasional dan sektor swasta, antara kehidupan dan gaya hidup masyarakat yang bersangkutan dan kebijakan dan proyek publik, maka perlu bagi Indonesia untuk bercermin dan belajar dari pengalaman berbagai negara yang memiliki persoalan yang sama dengan Indonesia. Jakarta, 23 Agustus

9 POTENSI PELANGGARAN HAM DALAM BERBAGAI KEBIJAKAN NEGARA YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAK MASYARAKAT ADAT DALAM BIDANG HAK SIPOL Oleh: DR. Ir. Adhi Santika, MS., SH Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Departemen Hukum dan HAM YOGYAKARTA, 23 AGUSTUS

10 SUBYEK HUKUM Individu Kelompok Pemerintah Lembaga Legislatif HAK SIPOL HAM HAK MASYARAKAT ADAT Perlindungan Penghormatan Pemenuhan? HAK EKOSOB LANDASAN HUKUM UUD 1945 UU No. 39/1999 UU No. 10/2004 UU No. 32/2004 2

11 UUD 1945 ICCPR UU No. 12/2005 DUHAM MASYARAKAT ADAT UU ICESCR UU No. 11/2005 Kebijakan Strategy Rencana Aksi Pelaksanaan 3

12 4 SYARAT PENGAKUAN 1. Sepanjang masih hidup 2. Sesuai dengan perkembangan masyarakat, zaman, dan peradaban 3. Sesuai dengan prinsip NKRI 4. Diatur dalam Undang-undang 4

13 MASALAH UTAMA 1. Awal disfungsi pemerintahan adat 2. Cukup sukar melacak asal-usul kemunculannya. 3. Tidak dapat memanfaatkan peluang yang terbuka 4. Perlu disusun RUU 5

14 PROGRAM UTAMA RAN HAM (Keppres 40 Tahun 2004) 1. Pembentukan dan penguatan institusi pelaksana RANHAM; 2. Persiapan ratifikasi instrumen Hak Asasi Manusia internasional; 3. Persiapan harmonisasi peraturan perundang- undangan; 4. Diseminasi dan pendidikan Hak Asasi Manusia; 5. Penerapan norma dan standar Hak Asasi Manusia; dan 6. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan. 6

15 DISEMINASI DAN PENDIDIKAN 1. Peningkatan pemahaman dan kesadaran aparat penegak hukum dan aparat pemerintah akan pentingnya HAM dalam pelaksanaan tugasnya. 2. Penguatan pendidikan HAM di Perguruan Tinggi dan institusi HAM. 3. Peningkatan layanan informasi tentang HAM. 7

16 4 HAL YANG HARUS SEGERA DISELESAIKAN 1. Reaktualisasi sistem hukum 2. Penataan kelembagaan 3. Pemberdayaan masyarakat 4. Pemberdayaan birokrasi 8

17 9

the Right of Indigenous Peoples, melalui suatu pemungutan suara (roll-call vote),

the Right of Indigenous Peoples, melalui suatu pemungutan suara (roll-call vote), POTENSI PELANGGARAN HAM DALAM BERBAGAI KEBIJAKAN NEGARA YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAK MASYARAKAT ADAT DALAM BIDANG HAK SIPOL 1 OLEH: DR.IR.ADHI SANTIKA, MS, SH BALITBANG HAM DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM 1. Pada

Lebih terperinci

HAK MASYARAKAT ADAT. Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-5) Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

HAK MASYARAKAT ADAT. Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-5) Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM HAK MASYARAKAT ADAT Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-5) DEFINISI MASYARAKAT ADAT Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN HAK HAK ANAK: TINJAUAN HUKUM HAM

PENGARUSUTAMAAN HAK HAK ANAK: TINJAUAN HUKUM HAM PENGARUSUTAMAAN HAK HAK ANAK: TINJAUAN HUKUM HAM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 29 Januari 2008 Pokok Pembahasan 1. Bagaimana ketentuan hukum

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun 1945 Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA NASIONAL INTERNASIONAL LOKAL / DAERAH INTERNASIONAL dalam konteks pergaulan antar bangsa (Internasional) Penghargaan dan

Lebih terperinci

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DR. Wahiduddin Adams, SH., MA ** Pembentukkan Negara Kesatuan Republik Indonesia berawal dari bersatunya komunitas adat yang ada di seluruh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TANGGAL 11 MEI 2004 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2004 2009 I. Mukadimah 1. Sesungguhnya Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan I. PEMOHON 1. M. Nur bin (Alm) Abdul Razak; 2. AJ. Dahlan; 3. Theresia Yes Kuasa Hukum

Lebih terperinci

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 17/DPD RI/I/2013-2014 TENTANG PANDANGAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT JAKARTA 2013 KEPUTUSAN NOMOR 17/DPD RI/I/2013-2014

Lebih terperinci

Perlindungan Anak Menurut KHA Dan UU No.23 Th.2002

Perlindungan Anak Menurut KHA Dan UU No.23 Th.2002 Perlindungan Anak Menurut KHA Dan UU No.23 Th.2002 3/8/2013 1 Perlindungan Anak Sejak dalam kandungan s/d usia 18 tahun 3/8/2013 2 ANAK-ANAK ITU HASIL KARYA CIPTAAN TUHAN YANG PALING INDAH Lindungilah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

Oleh: Novianto Murti Hantoro Sulasi Rongiyati Denico Doly Monika Suhayati Trias Palupi Kurnianingrum

Oleh: Novianto Murti Hantoro Sulasi Rongiyati Denico Doly Monika Suhayati Trias Palupi Kurnianingrum LAPORAN HASIL PENELITIAN KELOMPOK TENTANG BENTUK PENGHORMATAN DAN PENGAKUAN NEGARA TERHADAP KESATUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT BESERTA HAK-HAK TRADISIONALNYA Oleh: Novianto Murti Hantoro Sulasi Rongiyati Denico

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Komitmen Negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Singkatan dalam Rujukan: PUTMK: Putusan Mahkamah Konstitusi HPMKRI 1A: Himpunan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Jilid 1A

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

Kompetensi. Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. hukum dengan HTSdP.

Kompetensi. Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. hukum dengan HTSdP. Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Andhika Danesjvara & Nur Widyastanti Kompetensi 1. Mampu menjelaskan pengertian tentang Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. 2. Mampu

Lebih terperinci

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Oleh Asep Mulyana Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan

Lebih terperinci

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan

Lebih terperinci

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) Perubahan kedua terhadap pasal-pasal UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan tahap kedua ini ini dilakukan terhadap beberapa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Posted by KuliahGratisIndonesia Materi soal Undang-undang merupakan salah satu komposisi dari Tes Kompetensi Dasar(TKD) yang mana merupakan

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh

Lebih terperinci

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) II 2016

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) II 2016 SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) II 2016 Mata Pelajaran Kelas Nama Guru : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan : SMK X : Nur Shollah, SH.I Pilihan Ganda : Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai

2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.144, 2015 HAM. Rencana Aksi. Nasional. Tahun 2015-2019. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hak Menguasai Dari Negara Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan hukum dan demokrasi sehingga

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold I. PEMOHON Partai Nasional Indonesia (PNI) KUASA HUKUM Bambang Suroso, S.H.,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI

Lebih terperinci

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN Pasal 19 s/d 37 Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan Yang dibina oleh Bapak Gatot Isnani Oleh Kelompok Ihwan Firdaus Ma rifatun Nadhiroh

Lebih terperinci

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Oleh Agung Putri Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Implementasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2000 (1/2000) TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember 1984 mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mennunjukan komitmennya untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1

PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 Negara-negara Pihak pada Protokol ini, Menimbang bahwa untuk lebih jauh mencapai tujuan Kovenan Internasional tentang

Lebih terperinci

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Bab IV Penutup A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Keberadaan Pasal 28 dan Pasal 28F UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari peristiwa diratifikasinya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 108

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 tanggal 25 Maret 2010 atas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, dengan hormat

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945-59 - - 60 - MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 Wewenang DPR Memanggil Paksa Setiap Orang Menggunakan Kepolisian Negara Dalam Rapat DPR Dalam Hal Pihak Tersebut Tidak Hadir Meskipun Telah Dipanggil

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2013 PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ANAK Hak Asasi Manusia atau yang dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM

KEPASTIAN HUKUM HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 KEPASTIAN HUKUM HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM Muslim Andi Yusuf 1 Universitas Cokroaminoto Palopo 1 Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN A. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women 1. Sejarah Convention on the Elimination of All Discrimination Against

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 1999 KONVENSI. TENAGA KERJA. HAK ASASI MANUSIA. ILO. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

Modul ke: Hak Asasi Manusia. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

Modul ke: Hak Asasi Manusia. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi. Modul ke: Hak Asasi Manusia Fakultas Rusmulyadi, M.Si. Program Studi www.mercubuana.ac.id Pengertian HAM Hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia

Lebih terperinci

KONSEP DASAR HAM. Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)

KONSEP DASAR HAM. Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) KONSEP DASAR HAM Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) Kompetensi Dasar : 3.1 Menganalisis upaya pemajuan, Penghormatan,

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI

Lebih terperinci

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT I. Pendahuluan Badan Legislasi telah menerima surat tertanggal 27 Juli 2017 perihal usulan Rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia (HAM) merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. Orang lain tidak

Lebih terperinci

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

perkebunan kelapa sawit di Indonesia Problem HAM perkebunan kelapa sawit di Indonesia Disampaikan oleh : Abdul Haris Semendawai, SH, LL.M Dalam Workshop : Penyusunan Manual Investigasi Sawit Diselenggaran oleh : Sawit Watch 18 Desember 2004,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RISALAH KEBIJAKAN. Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia

RISALAH KEBIJAKAN. Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia RISALAH KEBIJAKAN Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia LBH Jakarta November 2015 Tim Penyusun: Alldo Fellix Januardy, Yunita, & Riesqi Rahmadhiansyah RISALAH KEBIJAKAN

Lebih terperinci

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Pengantar Memahami Hak Ekosob M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Manusia dan Perjuangan Pemajuan Hak Asasinya Semua manusia memperjuangkan hak hidup layak. Agama menginspirasi perjuangan manusia itu. Berbagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN

Lebih terperinci

FPIC DAN REDD. Oleh : Ahmad Zazali

FPIC DAN REDD. Oleh : Ahmad Zazali FPIC DAN REDD Oleh : Ahmad Zazali SEMINAR DAN LOKAKARYA Skill share pengalaman mengembangkan proyek redd di berbagai wilayah di indonesia, dilaksanakan oleh scale up, dinas kehutanan riau dan fakultas

Lebih terperinci

RAN HAM SEBAGAI KERANGKA DASAR PROSES REKONSTRUKSI SOSIAL MEMASUKI ERA INDONFSIA BARU. Oleh: Dr Hafid Abbas Dirjen Perlindungan HAM

RAN HAM SEBAGAI KERANGKA DASAR PROSES REKONSTRUKSI SOSIAL MEMASUKI ERA INDONFSIA BARU. Oleh: Dr Hafid Abbas Dirjen Perlindungan HAM RAN HAM SEBAGAI KERANGKA DASAR PROSES REKONSTRUKSI SOSIAL MEMASUKI ERA INDONFSIA BARU Oleh: Dr Hafid Abbas Dirjen Perlindungan HAM RAN HAM SEBAGAI KERANGKA DASAR PROSES REKONSTRUKSI SOSIAL MEMASUKI ERA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan I. PEMOHON Barisan Advokat Bersatu (BARADATU) yang didirikan berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua/Papua Barat Yang Dipilih Oleh Masyarakat Adat Orang Asli Papua Dan Ditetapkan Melalui Mekanisme

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian

Lebih terperinci

K156 Konvensi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981

K156 Konvensi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 K156 Konvensi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 2 K-156 Konvensi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 K156 Konvensi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 Konvensi mengenai Kesempatan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017 Kelembagaan Penyelenggara Pemilu di Aceh I. PEMOHON 1. Hendra Fauzi (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Robby Syahputra (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden I. PEMOHON Partai Islam Damai Aman (Partai IDAMAN) Ramdansyah diwakili

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia* PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

Materi Kuliah HAK ASASI MANUSIA

Materi Kuliah HAK ASASI MANUSIA Rohdearni Tetty Yulietty Munthe, SH/08124446335 63 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Materi Kuliah HAK ASASI MANUSIA Modul 8 Oleh : Rohdearni Tetty Yulietty Munthe, SH/08124446335 63 Rohdearni Tetty Yulietty

Lebih terperinci

TEMA: PERAN DPR-RI DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI DI INDONESIA. Kamis, 12 November 2009

TEMA: PERAN DPR-RI DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI DI INDONESIA. Kamis, 12 November 2009 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIDATO KETUA DPR-RI PADA ACARA ULANG TAHUN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (FISIPOL) KE-15 UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA DAN DIES NATALIS KE-56 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 99/PUU-X/2012 Tentang Hak-hak Petani Dalam Melakukan Kegiatan Pemuliaan Tanaman

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 99/PUU-X/2012 Tentang Hak-hak Petani Dalam Melakukan Kegiatan Pemuliaan Tanaman RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 99/PUU-X/2012 Tentang Hak-hak Petani Dalam Melakukan Kegiatan Pemuliaan Tanaman I. PEMOHON 1. Indonesian Human Rights Committee For Social Justice

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

RABU, 20 JANUARI 2016

RABU, 20 JANUARI 2016 PENJELASAN KOMISI VIII DPR RI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG DISABILITAS RABU, 20 JANUARI 2016 JAKARTA KOMISI VIII DPR RI DEW AN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Assalamu'alaikum Wr.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan I. PEMOHON 1. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS); 2. Perkumpulan Sawit Watch; 3. Aliansi Petani Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju mensyaratkan para pekerja yang cakap, profesional dan terampil.

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju mensyaratkan para pekerja yang cakap, profesional dan terampil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Problem tenaga kerja di Indonesia sangatlah kompleks. Salah satu penyebabnya adalah ketersediaan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang. Jumlah pertumbuhan

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif I. PEMOHON Drs. H.M. Bambang Sukarno, yang selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon II. KEWENANGAN

Lebih terperinci

MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA

MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA Pengertian Hak Azazi Manusia Hak asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal Dasar-dasar HAM tertuang dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua,

Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua, KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR Disampaikan pada Kongres ke-4 Masyarakat Adat Nusantara (KMAN IV) Tobelo, Halmahera Utara, 19-25 April 2012 Assalamu alaikum Warohmatullahi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat I. PEMOHON 1. PT. Indikator Politik Indonesia, diwakili oleh Burhanuddin, selaku Direktur Utama, sebagai Pemohon I;

Lebih terperinci