PEMETAAN PERSPEKTIF SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL DAN KONSEPTUALISASI PENDIDIKAN BERMUTU UNTUK MASA DEPAN 1. Tatang Suratno 2.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMETAAN PERSPEKTIF SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL DAN KONSEPTUALISASI PENDIDIKAN BERMUTU UNTUK MASA DEPAN 1. Tatang Suratno 2."

Transkripsi

1 PEMETAAN PERSPEKTIF SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL DAN KONSEPTUALISASI PENDIDIKAN BERMUTU UNTUK MASA DEPAN 1 Tatang Suratno 2 Abstrak Kebijakan tentang Sekolah Bertaraf Internasional dan pendidikan bermutu memerlukan perspektif yang tepat agar tidak menghasilkan disorientasi. Makalah ini mencoba mengkaji konsep SBI dari tiga perspektif dan memosisikan SBI sebagai ways of thinking. Selain itu diidentifikasi juga beberapa perubahan sosio-pendidikan dan relevansinya terhadap konseptualisasi pengajaran dan pendidikan untuk generasi masa depan. Analisis ini merubah secara radikal bentuk sekolah, kurikulum, peran guru dan peserta didik. Refleksi terhadap isu terkini dan prediksi masa depan disajikan untuk menstimulasi pemikiran bagaimana membentuk system pendidikan bermutu untuk generasi masa depan bangsa. Kata kunci: SBI, tren pendidikan/sekolah masa depan A. Pendahuluan Pelaksanaan awal Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) menyisakan kebingungan dan disorientasi di kalangan pendidik dan masyarakat. Kenyataan ini dapat dijelaskan dari perspektif international education dan sosiologi pendidikan yang menjelaskan status dan arah pendidikan persekolahan kita di era global. Pembahasan ini dapat memandu kita untuk memosisikan bagaimana konteks dari SBI dan apa hakikat dari SBI dari pandangan ideologis-empiris. 1 Makalah disajikan dalam Seminar Internasional Membangun Pendidikan Berkualitas: Mengembangkan Pendidikan Unggul dan Bertaraf Internasional. PGSD Bumi Siliwangi, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Balai Pertemuan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung 25 Januari Dosen Universitas Pendidikan Indonesia. Korespondensi: tatang.suratno@gmail.com ts0108 1

2 Mengantisipasi terhadap disorientasi tersebut, diperlukan upaya mengkonseptualisasikan pendidikan/sekolah untuk generasi era paruh kedua abad 21. Upaya tersebut dapat diarahkan dengan cara mengidentifikasi perubahan sosial pendidikan yang terjadi selama ini dan bagaimana keterkaitannya untuk mengkonseptualisasi pendidikan di masa depan. Analisis tersebut mendasari apa rasional dari pendidikan masa depan, perubahan apa saja dari segi peran guru, peserta didik dan kurikulum dan bagaimana mengelola masa transisi ini agar dapat mengarahkan situasi pendidikan kini ke masa depan. Mungkin sebagian besar dari pertanyaan yang diajukan belum tersedia jawabannya secara pasti. Namun demikian, pertanyaan-reflektif tersebut diperlukan untuk menstimulasi pemikiran tentang bagaimana menciptakan sistem pendidikan untuk generasi masa depan. Refleksi ini pada akhirnya kembali mempertanyakan relevansi dari konsep SBI dan bagaiamana membangun konsep, sistem dan aplikasi sekolah yang unggul untuk generasi penerus bangsa yang mengisi peradaban global. B. Tiga Perspektif Internasional : Memaknai SBI dan Implikasinya Globalisasi mendasari berkembangnya istilah internasional yang kini telah melekat pada berbagai aspek jasa dan produk. hotel internasional, rumah sakit internasionl dan kini sekolah internasional merupakan contoh yang terikat fatamorgana dari istilah tersebut. Tak heran bila dalam sistem pendidikan kita (lihat UU No. 20/2003 pasal 50 ayat 3; PP No. 19/2005 pasal 61 ayat 1) mensyaratkan pemerintah/pemda untuk mengembangkan suatu sekolah bertaraf internasional (SBI). Pada intinya, SBI memiliki karakteristik telah memenuhi standar nasional pendidikan (SNP), diperkaya melalui adaptasi maupun adopsi terhadap standar pendidikan negara anggota OECD maupun negara maju lainnya. Pada dasarnya, istilah bertaraf dari SBI itu sendiri sangat membingungkan. Apakah lebih dekat kepada istilah berstandar atau lebih ke istilah berwawasan. Isu tersebut saya coba uraikan melalui pemahaman terhadap beberapa peristilahan dan implikasinya secara sosial (Suratno, 2008a; 2008b). Pertama, istilah sekolah internasional dimana sekolah jenis ini berlaku hanya untuk sekolah perwakilan negara tertentu. Contohnya adalah sekolah internasional Indonesia di Saudi Arabia maupun ts0108 2

3 sekolah resmi negara lain di Indonesia. Biasanya sekolah jenis ini menggunakan standar pendidikan negara masing-masing. Kedua, istilah sekolah berstandar internasional, yaitu sekolah yang menggunakan standar pendidikan dari badan tertentu, berlisensi dan dikenal secara internasional misalnya Cambridge (CIE), International Baccalaurete (IB), Advance Placement (AP), dsb.. Contohnya adalah sekolah national plus yang kebanyakan menggunakan kurikulum IB. Ketiga, istilah sekolah berwawasan internasional, yaitu semua sekolah yang menjadikan internasionalisme/universalisme sebagai the way of thinking. Contohnya adalah semua sekolah dari negara manapun. Lantas dimana kedudukan sekolah bertaraf internasional? Pemahaman terhadap ketiga istilah tersebut perlu dimiliki baik oleh guru, pakar dan birokrat agar orientasi pendidikan sekolah kita tidak absurd. Sebagai contoh, dalam kunjungan ke sekolah yang ingin menjadi SBI, seorang guru pernah bertanya apa saja kriteria guru bertaraf internasional? Apakah ia layak sementara ia kurang begitu fasih berbahasa Inggris maupun menggunakan ICT? Pertanyaan mendasar dan dari situlah muncul guyonan SBI sebagai Sekolah Berbahasa Inggris atau Sekolah Berbasis ICT. Ketika saya coba memperhatikan cara guru tersebut mengajar, saya mengatakan bahwa ia sudah memiliki nilai dasar guru internasional karena memiliki intensi dan interaksi yang melibatkan siswa, suatu konsensus yang mendasari kualitas guru. Contoh lain adalah ketika berkunjung ke sekolah rintisan SBI dan pimpinan sekolah menyatakan bahwa kini beberapa ruangan sudah dilengkapi dengan AC, komputer dan LCD. Saya kira tidak hanya pimpinan sekolah tersebut, beberapa pejabat pendidikan pun seringkali memiliki konsepsi yang serupa ketika menjelaskan gambaran umum SBI. Sebuah pemahaman yang naif yang memunculkan istilah Sekolah Berfasilitas Istimewa. Memang, jika aspek penunjang tersebut tersedia merata tentunya menjadi harapan kita semua. Kebingunan tersebut semakin terlihat ketika sebagian besar SBI percontohan malah membeli lisensi standar pendidikan lembaga asing tertentu (Suratno 2008a; 2008b). Cukup besar memang untuk ukuran sekolah negeri. Pada awalnya, lembaga tersebut menyediakan guru khusus (baca: fasih berbahasa Inggris), tetapi kemudian sekolah mengembalikannya karena sebagian besar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya (mismatch). Bagaimana itu bisa terjadi? Selain itu, siswanya pun terikat untuk mengikuti sertifikasi yang dilakukan oleh lembaga tersebut, itu pun harus ts0108 3

4 membayar. Dalam hal ini, guru di SBI tersebut hanya mengajar untuk mempersiapkan mereka ujian sertifikasi. Esensi penilaian kelas yang dilakukan guru tidak bermakna lagi, mirip dengan kasus Ujian Nasional. Pelaksanaan SBI sejauh ini masih menarapkan model entry-exit di beberapa kelas bertaraf internasional (KBI) -untuk membedakannya dengan kelas reguler. Tetapi, saya melihat tidak ada perbedaan kualitas pengajaran diantara keduanya hanya beda bahasa pengantar, itupun terbatas. Dalam perspektif sosiologi pendidikan, inilah yang mendasari terciptanya inequality dan inequity di dunia pendidikan (Suratno, 2008b). Selain mengikuti ujian sertifikasi, siswa SBI tetap harus mengejar standar isi nasional karena mereka pun harus ikut Ujian Nasional. Ini menjadikan beban belajar mereka menjadi lebih berat, walaupun memiliki fasilitas yang lebih. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa praktik SBI lebih dekat ke istilah sekolah berstandar internasional. Memang, lulusan SBI versi ini dapat melanjutkan kuliah ke luar negeri, tetapi seberapa banyak? Toh angkatan lama yang menggunakan standar nasional lama banyak yang bisa melanjutkan kuliah di luar negeri. Ini merupakan pertanda dimana kemandirian kita sebagai bangsa terhadap pembangunan pendidikan terancam. Dalam tataran ini, SBI bukanlah tiga guyonan SBI yang saya sebutkan sebelumnya. Ini lebih serius. Ketergantungan sekolah terhadap pihak asing menjadikan SBI menjadi medium dari School-Based Imperialism. Selain itu, dari perspektif sosiologi pendidikan, praktik SBI ini mengarah pada segmentasi layanan pendidikan (Suratno, 2008b). Beberapa SBI akhirnya memperoleh sumberdaya yang lebih, sementara kebanyakan sekolah lainnya tidak sampai memenuhi SNP sekalipun! Dimanakah nilai pemerataan dan keadilan yang menjadi ruh pendidikan internasional? C. Sekolah Bertaraf Internasional: The Way of Thinking! Dalam suatu kesempatan, kolega saya dari Australia yang telah lama mengajar dan memimpin sekolah national plus di Jakarta menyatakan bahwa konsep dan praktik SBI dari pemerintah patut dipertanyakan. Dalam konteks sekolah national plus pun sebenarnya tidak menekankan pada aspek Bahasa Inggris, komputer dan hal lain yang ts0108 4

5 bersifat superfisial. Kolega lain dari New Zealand menyatakan bahwa sekolah-sekolah di Jepang memiliki kualitas terbaik di dunia, namun mereka tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar, bahkan mereka tidak menganggap mereka sebagai sekolah bertaraf internasional. Pada dasarnya, kedua kolega saya tersebut menekankan bahwa kualitas suatu sekolah didasarkan pada kualitas proses pengajaran dan pembelajarannya, ini menjadi konsensus internasional tentang sekolah. Kritik terhadap apa yang terjadi terhadap praktik SBI didasarkan pada prinsip pendidikan internasional (international education). Pada dasarnya, pendidikan internasional merupakan ruh dari prinsip cara berpikir kita tentang pendidikan dan kehidupan. International education is the way of thinking (Hills, 2003 dalam Armunando, 2008). Sebagai contoh, jika kita merasa sakit akibat dicubit, maka hal yang sama akan dirasakan orang lain. Berdasarkan itu ditambah pandangan dari UNESCO, maka pendidikan internasional mengedepankan nilai dan perspektif universal seperti kesatuan dalam keragaman, keadilan dan perdamaian, serta empati dan saling menghargai. Perspektif dan nilai-nilai tersebutlah yang mendasari hakikat pendidikan berwawasan internasional di sekolah. Saya lebih melihat SBI sebagai sekolah berwawasan internasional yang bertujuan menciptakan komunitas yang memiliki wawasan global yang berakar pada nilai-nilai lokal. Praktik SBI selama ini menjadikan sekolah dan peserta didik dihadapkan pada dua hal yang menjebak kreativitas: UN dan sertifikasi lembaga asing. Guru pada akhirnya menekankan pola drilling untuk memadatkan materi dari kedua kurikulum. Jika SBI sebagai the way of thingking yang dirujuk maka sekolah lebih memiliki ruang untuk mengembangkan pencapaian indikator kunci SBI -yakni standar nasional pendidikan. Hal ini lebih memudahkan fokus mereka dalam mengembangkan pendidikan berdasarkan nilai-nilai hakiki tersebut serta tidak disibukkan dengan urusan birokrasi baik dengan pemerintah maupun dengan badan yang mereka beli lisensinya. Selama ini, aktualisasi dari misalnya- standar isi belum banyak dikembangkan. Melalui wawasan ini konsep adaptasi dan adopsi lebih terfasilitasi. Sekolah memiliki kemandirian, daripada harus terikat, sehingga sekolah dapat berkembang dan mengkaji standar kualitas dari negara maju yang umumnya justru lebih memberikan ruang kemandirian, pengembangan ts0108 5

6 profesional guru dan peningkatan kualitas pengajaran dan pembelajaran (Suratno, 2008a; 2008b). Kiranya konsepsi dan praktik SBI perlu dipertimbangkan lagi dengan memandangnya sebagai the way of thinking (Helen, 2007). Disinilah kita dapat mengembangkan standar nilai dan norma internasionalisme yang dapat diberikan melalui sekolah. Kita sebaiknya memprioritaskan sebagian besar sekolah yang belum mencapai standar nasional pendidikan sehinga masyarakat memperoleh layanan pendidikan yang bermutu secara merata. D. Beberapa Perubahan Besar: Peranan IPTEK Jika kita memandang SBI sebagai the way of thinking, maka terdapat beberapa hal berkenaan dengan pemaknaan terhadap beberapa perubahan besar baik di tingkat masyarakat maupun di tingkat peserta didik yang terjadi selama dasawarsa terakhir. Pemahaman terhadap perubahan tersebut mendasari refleksi kita terhadap praktik persekolahan selama ini serta stimulasi pemikiran mengenai sekolah seperti apa yang relevan untuk calon pemimpin di paruh kedua abad 21. Upaya ini sangat membantu memahami implikasi dan mengarahkan perubahan sebagai dasar konseptualisasi bentuk sekolah di masa kini dan masa depan. Era global ditandai dengan berbagai perubahan/tren di berbagai aspek kehidupan, Ini yang menjadikan satu-satunya ciri tetap dari era global adalah perubahan. Gejala dari perubahan tersebut dapat dilacak dari pertanyaan berikut: berapa banyak penemuan terutama di bidang teknologi selama dasa warsa terakhir? Bagaimana penemuanpenemuan tersebut telah mengubah hidup Anda? Sebagai contoh adalah fenomena telepon genggam (HP). Kita dapat menelusuri perubahan fungsional dari sekedar alat bertelepon hingga alat pengirim pesan (SMS) dan kini diperkaya dengan berbagai fungsi hiburan musik, video, perekam, GPRS, dsb.. Fungsi terkini akan mengarah pada video calling yang memungkinkan interaksi tatap muka jarak jauh seperti video conference. Penemuan apa yang telah mengubah anda dalam kurun waktu 10 tahun terakhir? Perkembangan teknologi informasi telah mengubah gaya hidup fungsional masyarakat luas. Di awal perkembangannya, hanya beberapa orang saja yang mungkin ts0108 6

7 memiliki HP. Kini, sebagian besar masyarakat baik di kota maupun pelosok sudah memiliki HP. Fenomena yang sama akan terjadi pada internet yang mana kelak dapat menjadi sarana komunikasi antar wilayah. Penyebaran penemuan dan teknologi tersebut pada akhirnya sampai pada peserta didik. Teknologi informasi memfasilitasi masyarakat dunia untuk saling berkomunikasi dalam lingkup global. Gambaran perubahan tersebut menyiratkan beberapa tren di masa depan, diantaranya meliputi: 1) revolusi informasi dimana terjadi peningkatan pertumbuhan informasi dan komunikasi; 2) penemuan produk dan jasa inovatif yang terus up-date. 3) pasar global dan bahasa global; 4) penggunaan komputer dan internet semakin memasyarakat; 5) munculnya pengetahuan dan kompetensi baru; 6) melek teknologi menjadi keterampilan dasar; 7) tekanan hidup semakin tinggi sehingga diperkukan keseimbangan aspek emosional dan spiritual yang didasarkan pada tata nilai universal. Gambar 1 Distribusi penggunaan waktu yang dilakukan siswa terhadap aktivitas tertentu Implikasi dari tren tersebut dapat dilihat dari gejala awal yang ditunjukkan oleh anak usia sekolah berikut: (1) menghabiskan 10,000 jam untuk bermain video games ; 2) menonton televisi selama 20,000 jam; 3) mengirim 200,000 ; 4) menghabiskan 10,000 jam memakai telepon genggam. Data tersebut belum termasuk perubahan terkini terkait penggunaan internet seperti jumlah waktu yang digunakan untuk blogging, ts0108 7

8 tagging, podcast, dsb.. Namun, mereka meluangkan kurang dari 5,000 jam untuk membaca Oblinger, 2004). Perubahan penggunaan waktu yang dilakukan anak usia sekolah tersebut secara tidak langsung telah mereduksi waktu fokus mereka di sekolah. Perubahan penggunaan waktu menjadi tantangan utama bagaimana menjaga fokus siswa selama berada di sekolah. Lebih lanjut, isu ini berkenaan dengan akankah eksistensi sekolah tergeser oleh aktivitas lain seperti disajikan oleh data tersebut. Selain itu, beberapa isu yang mengemuka diantaranya: 1) Bagaimana peran dan eksistensi guru?; 2) Bagaimana peran teknologi dan dampak perubahan yang dihasilkannya dapat dimanfaatkan oleh sekolah? 3) Apa yang dibutuhkan siswa dari sekolah? Kini kita menyadari bahwa peserta didik lebih mengerti tentang teknologi dibandingkan gurunya. Mereka lebih melek dalam hal penggunaan HP dan internet serta gadget lainnya. Kenyataan ini yang mendasari tantangan tentang bagaimana dan kemana teknologi akan membawa kita dalam sepuluh tahun ke depan? Bagaimana implikasinya terhadap sekolah? E. Transisi Menuju Pendidikan untuk Masa Depan: Profil Radikal Sekolah Pemahaman kita terhadap perubahan yang terjadi baik di masyarakat maupun peserta didik sangat membantu dalam merekonseptualisasi hakikat pendidikan dan sekolah. Hal ini menyangkut isu peran dan eksistensi sekolah, guru dan peserta didik. Pemetaan peran dan eksistensi tersebut didasarkan pada tantangan pendidikan terkini dan utama, yaitu Bagaimana menjadikan murid-murid di sekolah kita saat ini menjadi pemimpin babak kedua dari abad 21. Tantangan tersebut berkenaan dengan Bagaimana kita dapat menyiapkan mereka untuk dunia dimasa depan, bukan dunia yang kita tinggal saat ini? Pertanyaan tersebut mendasari refleksi kita terhadap relevansi pendidikan sekolah saat ini. Apakah sekolah saat ini mampu untuk mempersiapkan peserta didik untuk hidup di masanya kelak? Pertanyaan ini dapat kita lihat dari beberapa praktik yang terjadi di sekolah. Secara umum, kurikulum dan penilaian yang dilakukan saat ini cenderung mempersiapkan siswa untuk menguasai konten mata pelajaran tertentu (Gambar 2) ts0108 8

9 (Partnership for 21 Century Skills, 2007). Akibatnya, pendekatan drilling menjadi karakteristik dari cara pengajaran guru. Fenomena tersebut tidaklah berbeda dengan kondisi sekolah di abad 19 yang mana pada saat itu sedang terjadi eksplorasi terhadap pengetahuan-pengetahuan baru. Pendekatan tersebut bersifat one-size fits all, sama rata, dari perspektif mata pelajaran. Padahal, secara normal pendekatan tersebut relevan hanya dengan segelintir populasi peserta didik. Tidak semuanya akan menjadi saintis atau pakar ilmu tertentu. Persekolahan seperti itu kurang mempertimbangkan keragaman potensi dan kapasitas peserta didik (personalized learning). Gambar 2. Karakteristik dari pendidikan sekolah di abad 19 dan 20 Pendekatan pendidikan sekolah di abad 19 dipandang kurang menghargai hak belajar serta otoritas belajar peserta didik. Hal ini yang menyebabkan relasi guru dan siswa bersifat kurang dialogis dan cenderung top-down. Guru dipandang menjadi satusatunya rujukan, dan perbedaan pendapat yang dimiliki siswa cenderung dipandang salah tanpa mempertimbangkan kondisi perkembangan peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari maraknya pendapat tentang miskonsepsi yang dimiliki oleh peserta didik. Contoh tersebut hanyalah segelintir dari aspek persekolahan masa kini, belum dari aspek pengelolaan dan sistem pendidikan secara umum. Kenyataan tersebut menyiratkan perlunya kita mengkonseptualisasikan profil sekolah seperti apa yang relevan untuk peserta didik masa kini yang membekali mereka untuk hidup dan memimpin masa depan. Oleh karena itu, rasional yang diajukan Helen ts0108 9

10 (2007) untuk pendidikan yang sesuai untuk abad 21 adalah: Untuk mendidik dan menghasilkan peserta didik yang kelak tidak sekedar menjadi penduduk dunia namun juga mencoba untuk menciptakan dunia masa depan yang cocok untuk semua penduduknya Memperhatikan rasional pendidikan abad 21 maka diperlukan pemikiran tentang bagaimana sifat dari kurikulum sekolah, yaitu kurikulum yang menekankan pada nilainilai universal, keterampilan hidup (life skills) yang membekali kemandirian siswa sebagai pemimpin dirinya sendiri dan pemimpin masyarakat dan pengetahuan dan kreativitas untuk inovasi. Inilah kiranya yang akan memperkaya pendidikan di sekolah yang tidak hanya sebatas pada penguasaan konten, tetapi lebih kepada penguasaan bagaimana hidup dan menciptakan kehidupan yang lebih baik. Berdasarkan hal tersebut maka kemungkinan ciri dari pendidikan masa depan (Helen, 2007) adalah: 1) Berfokus pada pemupukan potensi unggul setiap anak; 2) Keseimbangan beragam kecerdasan (Kognitif, Emosi, dan Spiritual); 3). Mengajarkan Life Skills; 4) Sistem penilaiannya bersifat integratif yang menekankan pada kinerja dan hasil karya siswa, bukan sekedar tes; 5). Pembelajaran berbasis kehidupan nyata dan praktek di lapangan, penekanan pemecahan masalah ril, bukan drilling; 6). Guru lebih berperan sebagai motivator dan fasilitator agar anak mengembangkan minatnya masingmasing; 7) Pembelajaran didasarkan pada kemampuan, cara/gaya belajar, dan perkembangan psikologi anak masing-masing yang beragam (personalized learning). Integrasi dari pemetaan ciri pendidikan masa depan ini dapat dilihat pada Gambar 3. Identifikasi ciri pendidikan masa depan tersebut mengarah pada perubahan peran dalam proses pendidikan terutama peran guru, peran peserta didik dan peran materi yang diajarkan (Partnership for 21 Century Skills, 2007). Dari segi guru, guru tidak lagi memberikan informasi dalam bentuk ceramah, drilling, dan buku teks. Guru akan berperan sebagai fasilitator, tutor dan sekaligus pembelajar. Selain itu, di era pengetahuan ini guru bukanlah sumber utama pembelajaran. Makna guru sebagai pembelajara dapat dilihat dari tren teknologi informasi dan komunikasi dimana guru kelak akan berkecimpung di dalam lingkungan belajar digital. Permasalahannya adalah bagaimana guru mempelajari lingkungan baru tersebut dan bagaimana guru mengajarkan keterampilan teknologi kepada peserta didik. Aspek pendidikan apa yang perlu ts

11 ditekankan ditengah arus pemanfaatan TIK? Apa yang perlu dipelajari agar dapat mengajar dengan lebih bermakna di masa mendatang? Dari sisi siswa, terjadi beberapa perubahan peran. Siswa tidak perlu lagi menjadi pengingat fakta dan prinsip tapi akan berperan sebagai researcher (dalam arti belajar mengkaji/meneliti suatu hal), problem-solver, dan strategic maker. Melalui peran tersebut, peserta didik belajar mengkaji masalah secara komprehensif dengan mempertimbangkan konteks dari permasalahan tersebut: Learners will engage in problems that are contextdependent, complicated, messy, and reappear in diverse guises) (Helen, 2007). Sementara itu, perubahan materi yang dipelajari tidak lagi berbentuk informasi atau fakta dari suatu bidang studi. Namun demikian, penekanan ke depan, dimana kelimpahan informasi menjadi tantangan tersendiri, bersifat bagaimana peserta didik mempelajari saling keterkaitan informasi dengan situasi nyata, bagaimana mengelola informasi agar terbentuk argumentasi yang sahih dan bagaimana menelusuri informasi untuk menemukan inti permasalahan dan mendasari berpikir kreatif dan kritis. Dengan demikian, ke depan materi yang diajarkan tidak bersifat subjek tunggal, melainkan menekankanpada pendekatan multidisciplinary thinking dan kemampuan melihat dari beragam perspektif: Memorization and disconnected facts will be replaced by bigconcept thinking, systemic analysis, and model building (Helen, 2007). Berdasarkan perubahan peran dari guru, peserta didik dan materi, maka teridentifikasi kemungkinan karakteristik dari situasi pembelajaran di masa depan. Karakteristik tersebut meliputi: 1) Pengembangan keterampilan bertanya; 2) Evolusi pola pemikiran/perkembangan kognitif; 3) Pengayaan rasa ingin tahu (curiousity); 4) learning dan learner centered/pengembangan epistemic; 5) Pengembangan bakat dan kepribadian peserta didik. Selain itu, beberapa keterampilan hidup yang diperlukan meliputi: 1) Kepemimpinan; 2) Etika; 3) Akuntabilitas; 4) Kemampuan beradaptasi dan keterampilan interpersonal; 5) Produktifitas individu; 6) Tanggungjawab individu; 7) Keterampilan personal; 8) Arah/tujuan hidup pribadi; dan 9) Tanggungjawab social (Helen, 2007; Cock, 2008). Jika kita perhatikan, karakteristik dan keterampilan hidup yang teridentifikasi sepertinya cukup rumit. Namun demikian, kiranya hal tersebut tidak dapat dihindari lagi. Tugas kita sebagai pendidik adalah menjadikannya sebagai sesuatu yang sederhana dalam ts

12 arti mudah dikonseptualisasikan dan mudah diterapkan. Sebagai langkah awal, Gambar 3 (Partnership for 21 th Century Skills, 2007) merangkum keseluruhan aspek dari karakteristik dan keterampilan hidup masa depan. Gambar 3. Karakteristik dari kurikulum untuk pendidikan masa depan Berdasarkan pemetaan karakteristik dari kurikulum untuk pendidikan masa depan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, penekanan pada materi bersifat terintegrasi yang mencakup: a) Global Awareness (Kesadaran global); b) Keterampilan dalam keuangan, ekonomi, bisnis dan kewirausahaan; c) Pemikiran, kesadaran dan perhatian terhadap kepentingan umum; d) Kesadaran akan kesehatan dan kesejahteraan. Kedua, penekanan dari keterampilan berpikir dan belajar mencakup: a) Berpikir kritis dan keterampilan mencari solusi; b) Kreatifitas dan keterampilan inovasi; c) Keterampilan komunikasi dan pengolahan informasi; d) Keterampilan untuk berkolaborasi; dan e) Pendidikan kontekstual dan analisis media/berita. Ketiga, keterampilan IT berkaitan dengan pemahaman akan teknologi informasi dan komunikasi adalah kemampuan untuk menggunakan teknologi dalam: a) Berpikir kritis-argumentatif; b) keterampilan networking; c) keterampilan menyajikan informasi dan media; dan d) keterampilan menyajikan diri (self marketing). ts

13 Selain hal tersebut, aspek terpenting dari keterampilan yang diperlukan oleh generasi (keterampilan utama) mendatang meliputi: 1) Keterampilan Penelitian; 2) Keterampilan Komunikasi; 3) Keterampilan Berpikir; 4) Keterampilan Sosial; dan 5) Keterampilan Mengatur Diri Sendiri (Cock, 2008). Berdasarkan identifikasi dari kurikulum serta analisis apa yang diperlukan untuk generasi masa depan maka diharapkan dapat terbentuk disposisi dari peserta didik abad 21 (Kay, 2007). Pertama, pemikir yang kritis, yaitu memiliki ciri: 1) Seorang penyelesai masalah; 2) Seorang innovator; 3) Dapat berkomunikasi secara efektif; 4) Dapat berkolaborasi secara efektif; 5) Dapat mengarahkan diri sendiri; 6) Paham akan informasi dan media; 7) Paham dan sadar akan masalah global; 8) Memikirkan kepentingan umum; 9) Terampil dalam keuangan, ekonomi dan kewirausahaan. Profil pendidikan masa depan tersebut perlu diupayakan realisasinya sedari kini. Inilah kiranya tantangan dari kita semua sebagai pendidik untuk menjalani transisi tersebut. Beberapa hal yang dapat dilakukan diantaranya: 1) Mengubah lingkungan kelas menjadi tempat dimana murid-murid terpanggil untuk berpendapat, membuat pilihan, dan merefleksikan tindakan mereka. 2) Membawa pembelajaran keluar dari ruang kelas dalam arti lebih memberikan pengalaman nyata dan kontekstual; dan 3). Membangun budaya pelayanan dan aksi (lawannya adalah budaya kepentingan individu dan budaya NATO No Action-Talk Only/omdo ) (Helen, 2007). Inilah kiranya yang menjadi paradigma kita dalam mengajar kepada peserta didik kita. F. Penutup Pada bagian ini saya tidak bermaksud untuk menyimpulkan dari apa yang telah dibahas. Hal ini dikarenakan masih terdapat beberapa hal yang bersifat penuh tanya, sesuatu yang terselubung namun berpotensi menjadi kenyataan. Oleh karena itu, pendekatan refleksi digunakan untuk menstimulasi kembali pemikiran untuk pendidikan bermutu di masa depan yang memuat nilai-nilai universal sebagai basis pemikiran internationalism dari pendidikan/sekolah. ts

14 Fenomena SBI kiranya perlu dikaji ulang dan dengan merujuk pada pemaparan pendidikan untuk masa depan maka pertanyaannya adalah apakah konsep SBI sudah mengarah seperti itu. Jika memang mengarah seperti itu, apakah perlu diberi label SBI? Kedua, pemahaman tentang prediksi pendidikan di masa depan merubah secara radikal konteks dari pendidikan sekolah. Di masa depan, bagaimana kita mendidik anak-anak kita akan terbukti lebih penting daripada seberapa banyak kita mendidik mereka. Kita tidak dapat mengajari orang apapun juga; kita hanya dapat membantu dirinya untuk menemukannya sendiri. Ketiga, arus globalisasi bukan berarti kita melupakan konteks kelokalan kita sendiri. Ini relevan dengan diktum globalisasi: Think Globally, Act Locally. Hal ini berarti bagaimana kita menemukan konteks keunikan lokal dari pendidikan kita dan mengkajinya dengan perspektif global-universal. Pertanyaan tersebut kiranya dapat memandu kita untuk menemukan cara bagaimana membentuk sistem pendidikan bermutu untuk generasi bangsa ke depan. Rujukan Armunando, W Nilai-nilai Universal Pendidikan. Makalah disajikan dalam workshop tentang Sekolah Bertaraf Internasional. Sampoerna Foundation Teacher Institute, Februari Cock, K National Plus Schools and SBI: A comparison. Makalah disajikan dalam workshop tentang Sekolah Bertaraf Internasional. Sampoerna Foundation Teacher Institute, Februari Helen Pendidikan Internasional. Makalah disajikan pada Konferensi Guru Indonesia Sampoerna Foundation Teacher Institute-Provisi Education. J Partnership for 21 th Skills th Century Learning. Suratno, T. 2008a. SBI: Stimulasi Pemikiran. Makalah dipresentasikan dalam workshop tentang Sekolah Bertaraf Internasional. Sampoerna Foundation Teacher Institute, Februari Suratno, T. 2008b. SBI: School Based Imperialism?. Artikel diajukan kepada Redaksi Kompas. Februaru ts

Pendidikan Masa Kini dan Masa Depan. Lintang Yuniar Banowosari

Pendidikan Masa Kini dan Masa Depan. Lintang Yuniar Banowosari Pendidikan Masa Kini dan Masa Depan Lintang Yuniar Banowosari http://lintang.staff.gunadarma.ac.id Trends of the future Rapid increase in the growth of information and communication. Information revolution

Lebih terperinci

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini disampaikan pendahuluan penelitian yang meliputi latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. miliar giga byte informasi baru di produksi pada tahun 2002 dan 92% dari

BAB I PENDAHULUAN. miliar giga byte informasi baru di produksi pada tahun 2002 dan 92% dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Informasi merupakan satu hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan karena dengan adanya informasi kita dapat mengambil keputusan secara tepat. Informasi berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah komunikasi dalam konteks pedagogi adalah hal yang penting karena ketika proses pembelajaran berlangsung didalamnya terdapat interaksi antara guru dengan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana berbagai informasi mudah didapatkan oleh semua orang di. Perkembangan IPTEK yang sangat pesat dapat berimbas pada tantangan

BAB I PENDAHULUAN. dimana berbagai informasi mudah didapatkan oleh semua orang di. Perkembangan IPTEK yang sangat pesat dapat berimbas pada tantangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah memasuki abad ke-21. Abad 21 merupakan abad dimana berbagai informasi mudah didapatkan oleh semua orang di penjuru dunia tanpa terkecuali. Batasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha sadar untuk membekali warga negara agar menjadi warga negara yang memiliki kecerdasan dan kepribadian yang baik. Hal tersebut sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dan kota di

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dan kota di BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini, peneliti akan membahas tentang: 1) latar belakang; 2) fokus penelitian; 3) rumusan masalah; 4) tujuan penelitian; 5) manfaat penelitian; dan 6) penegasan istilah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian RESTU NURPUSPA, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian RESTU NURPUSPA, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dilakukan secara berkesinambungan dan sampai saat ini terus dilaksanakan. Berbagai upaya telah ditempuh oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari seni dan budaya manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu perubahan atau perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN KAJIAN KETERBACAAN DAN NILAI KARAKTER TEKS ARTIKEL HARIAN KOMPAS SERTA UPAYA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR MEMBACA KRITIS

BAB I PENDAHULUAN KAJIAN KETERBACAAN DAN NILAI KARAKTER TEKS ARTIKEL HARIAN KOMPAS SERTA UPAYA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR MEMBACA KRITIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membaca merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan keterampilan dasar terpenting manusia yaitu berbahasa. Oleh karena itu, keterampilan membaca

Lebih terperinci

A. Program Magister Pendidikan Agama Islam (S2 PAI) 1. Standar Kompetensi Lulusan Jenjang Strata Dua (S2) Progam Magister

A. Program Magister Pendidikan Agama Islam (S2 PAI) 1. Standar Kompetensi Lulusan Jenjang Strata Dua (S2) Progam Magister A. Program Magister Pendidikan Agama Islam (S2 PAI) 1. Standar Kompetensi Lulusan Jenjang Strata Dua (S2) Progam Magister a. Profil Lulusan Profil utama lulusan Program Magister Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan dewasa ini dapat dilihat dari peningkatan sistem pelaksanaan pendidikan dan pengembangan pembelajaran yang selalu diusahakan

Lebih terperinci

dibakukan berdasarkan pengukuran tertentu. Dalam pendekatan kualitatif dilakukan pemahaman

dibakukan berdasarkan pengukuran tertentu. Dalam pendekatan kualitatif dilakukan pemahaman BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian mengenai Proses Penyesuaian Diri di Lingkungan Sosial pada Remaja Putus Sekolah. Metodologi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat. Dengan berkembangnya jaman, pendidikan turut serta berkembang. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran dalam pendidikan sains seperti yang diungkapkan Millar (2004b) yaitu untuk membantu peserta didik mengembangkan pemahamannya tentang pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) mengalami banyak perkembangan dan ini merupakan hasil dari usaha manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang bertujuan agar peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan terus menjadi topik yang sering diperbicangkan oleh banyak pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai dimensi dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional Indonesia menyatakan perlunya masyarakat melaksanakan program pembangunan nasional dalam upaya terciptanya kualitas manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan Arus kemajuan zaman dan teknologi pada era globalisasi saat ini pendidikan selalu suatu hal yang tidak dapat dihindari. Sama halnya dalam mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prihantini, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prihantini, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keberagaman potensi daerah. Potensi setiap daerah memiliki karakteristik keunggulan masing-masing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global sekarang ini menuntut individu untuk berkembang menjadi manusia berkualitas yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era perkembangan teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam dasawarsa ini. Bahkan teknologi seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era perkembangan teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam dasawarsa ini. Bahkan teknologi seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era perkembangan teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam dasawarsa ini. Bahkan teknologi seperti telah menjadi kebutuhan primer manusia saat ini. Perkembangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka sehingga terwujud keprofesionalan yang mantap. Seorang guru dituntut

BAB I PENDAHULUAN. mereka sehingga terwujud keprofesionalan yang mantap. Seorang guru dituntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini ketika kemajuan IPTEK semakin pesat, hal ini juga berimbas pada pentingnya seorang guru meningkatkan kinerja dan kemampuan mereka sehingga

Lebih terperinci

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010 PENGGUNAAN JURNAL BELAJAR UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP EMBRIOLOGI HEWAN MAHASISWA PRODI P.BIOLOGI FKIP UNS Harlita, Riezky Maya Probosari Dosen Prodi P.Biologi FKIP UNS Email: lita_uns@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) juga. persaingan global yang dihadapi oleh setiap negara, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) juga. persaingan global yang dihadapi oleh setiap negara, khususnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kini kita telah memasuki abad 21, abad dimana berbagai informasi dapat diperoleh oleh semua orang di penjuru dunia tanpa terkecuali. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang mendorong para peserta didik untuk mendapatkan prestasi terbaik. Pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sikap mental siswa (Wiyanarti, 2010: 2). Kesadaran sejarah berkaitan dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. sikap mental siswa (Wiyanarti, 2010: 2). Kesadaran sejarah berkaitan dengan upaya BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan sejarah di era global dewasa ini dituntut kontribusinya untuk dapat lebih menumbuhkan kesadaran sejarah dalam upaya membangun kepribadian dan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai suatu wadah yang berperan sebagai penyampaian ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai suatu wadah yang berperan sebagai penyampaian ilmu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sekolah sebagai suatu wadah yang berperan sebagai penyampaian ilmu pengetahuan pada umumnya, dan permasalahan pendidikan khususnya, memiliki andil yang sangat besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuntut agar selalu dapat aktif berpikir, kreatif dan kritis dalam menghadapi semua

BAB I PENDAHULUAN. tuntut agar selalu dapat aktif berpikir, kreatif dan kritis dalam menghadapi semua 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di masa sekarang ini saat perkembangan jaman semakin pesat, manusia di tuntut agar selalu dapat aktif berpikir, kreatif dan kritis dalam menghadapi semua tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan problem solving pada dasarnya merupakan hakikat tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan problem solving pada dasarnya merupakan hakikat tujuan A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kemampuan problem solving pada dasarnya merupakan hakikat tujuan pembelajaran yang menjadi kebutuhan peserta didik dalam menghadapi kehidupan nyata. Di dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan menjadi sarana yang paling penting dan efektif untuk membekali siswa dalam menghadapi masa depan. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang bermakna sangat

Lebih terperinci

CHAPTER 3 KETERAMPILAN UNTUK ABAD 21 DIAN PERMATASARI KUSUMA DAYU

CHAPTER 3 KETERAMPILAN UNTUK ABAD 21 DIAN PERMATASARI KUSUMA DAYU CHAPTER 3 KETERAMPILAN UNTUK ABAD 21 DIAN PERMATASARI KUSUMA DAYU Dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi didunia pendidikan dampaknya sangatlah terasa saat ini dan kedepan. Sehingga orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

KATALOG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PLS)

KATALOG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PLS) KATALOG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PLS) RASIONAL PROGRAM Layanan program PLS tumbuh subur dan tersebar luas di tengah masyarakat, baik program-program yang bersifat institusional, informasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak globalisasi adalah perkembangan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak globalisasi adalah perkembangan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi ditandai dengan perubahan paradigma masyarakat dari lokal menjadi global. Masyarakat awalnya hanya berinteraksi dalam suatu kelompok tertentu, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, setiap orang dihadapkan pada berbagai macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi Informasi berkembang sangat pesat seiring penemuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi Informasi berkembang sangat pesat seiring penemuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi Informasi berkembang sangat pesat seiring penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang informasi dan komunikasi sehingga mampu menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam bidang ekonomi, sosial, maupun budaya. Kondisi ini akan

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam bidang ekonomi, sosial, maupun budaya. Kondisi ini akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi telah membawa dampak bagi segala aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, sosial, maupun budaya. Kondisi ini akan membawa persaingan yang semakin

Lebih terperinci

LEARNING OUTCOME (CAPAIAN PEMBELAJARAN) PROGRAM STUDI S1, S2 DAN S3 ILMU LINGKUNGAN ASOSIASI PROGRAM STUDI ILMU-ILMU LINGKUNGAN INDONESIA (APSILI)

LEARNING OUTCOME (CAPAIAN PEMBELAJARAN) PROGRAM STUDI S1, S2 DAN S3 ILMU LINGKUNGAN ASOSIASI PROGRAM STUDI ILMU-ILMU LINGKUNGAN INDONESIA (APSILI) LEARNING OUTCOME (CAPAIAN PEMBELAJARAN) PROGRAM STUDI S1, S2 DAN S3 ILMU LINGKUNGAN ASOSIASI PROGRAM STUDI ILMU-ILMU LINGKUNGAN INDONESIA (APSILI) PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN SIKAP 1. Bertakwa kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang baik, yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, baik

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang baik, yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) merupakan mata pelajaran yang bertujuan mendidik siswanya untuk membina moral dan menjadikan warga Negara yang baik, yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

Profil Lulusan Program Studi Sosiologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS UDAYANA LAPORAN

Profil Lulusan Program Studi Sosiologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS UDAYANA LAPORAN Profil Lulusan Program Studi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS UDAYANA LAPORAN BADAN PENJAMIN MUTU UNIVERSITAS UNIVERSITAS UDAYANA 2012 KATA PENGANTAR Atas berkah dan rahmat-nya, Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fariz Eka Nurfu ad, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fariz Eka Nurfu ad, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang semakin pesat, menuntut masyarakat untuk mengikuti perkembangannya. Salah satu bidang yang mendapatkan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sangat berperan penting dalam kemajuan teknologi dan informasi di era globalisasi ini. Setiap negara berlomba-lomba dalam kemajuan teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Program telekomunikasi dalam bentuk Teknologi Informasi dan Komunikasi atau

I. PENDAHULUAN. Program telekomunikasi dalam bentuk Teknologi Informasi dan Komunikasi atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program telekomunikasi dalam bentuk Teknologi Informasi dan Komunikasi atau Information Communication and Technology (ICT) merupakan bagian dari teknologi pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Peradaban manusia akan sangat diwarnai oleh tingkat penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 216 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Pemaparan mengenai kesimpulan pada bagian ini dirumuskan sesuai dengan pertanyaan penelitian yang terdapat pada bab satu yang diuraian sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang Dasar RI Tahun 1945, sedangkan perbedaannya terletak pada penekanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang Dasar RI Tahun 1945, sedangkan perbedaannya terletak pada penekanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum digambarkan sebagai bahan tertulis yang digunakan oleh para pendidik dalam melaksanakan pembelajaran untuk anak didik. Semua kurikulum nasional dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I MENGENAL PENILAIAN KURIKULUM 2013

BAB I MENGENAL PENILAIAN KURIKULUM 2013 1 BAB I MENGENAL PENILAIAN KURIKULUM 2013 A. Sekilas Tentang Kurikulum 2013 Sebelum membahas mengenai penilaian dalam Kurikulum 2013, sebaiknya kita pahami dulu tentang latar belakang, arah, dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang masa depan dari saat ini, maka fokus perhatian kita adalah sejauh mana kesiapan sumber daya yang kita miliki saat ini dapat dikembangkan dan di tingkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu

I. PENDAHULUAN. rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk mulai secara sungguhsungguh dan berkelanjutan

Lebih terperinci

MGMP TIK JAWA BARAT. TIK JABAR: Kreatif dan Inovatif. Gatot Hari Priowirjanto Dewi Sopiah. Tjetjep Rony Budiman Rudi Haryadi.

MGMP TIK JAWA BARAT. TIK JABAR: Kreatif dan Inovatif. Gatot Hari Priowirjanto Dewi Sopiah. Tjetjep Rony Budiman Rudi Haryadi. MGMP TIK JAWA BARAT TIK JABAR: Kreatif dan Inovatif Gatot Hari Priowirjanto Dewi Sopiah (Seameo Seamolec) Tjetjep Rony Budiman Rudi Haryadi (SMK Bidang Keahlian TIK) Landasan Berpikir Standar Pengembangan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP No.19 tahun 2005). Salah satu

Lebih terperinci

memberikan jaminan mutu pendidikan dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Nasional Pendidikan.

memberikan jaminan mutu pendidikan dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Nasional Pendidikan. 1. UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 50 ayat (3) 2. PP no 19 tahun 2005 (Pasal 61 ayat 1), 3. Renstra Diknas 2005-2009 4. Bervariasinya penyelenggaraan 5. Rekomendasi kajian profil SBI tahun 2006 6. Buku Pedoman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang I. PENDAHULUAN Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II. BAB III ANALISIS Sesuai dengan permasalahan yang diangkat pada Tugas Akhir ini, maka dilakukan analisis pada beberapa hal sebagai berikut: 1. Analisis komunitas belajar. 2. Analisis penerapan prinsip psikologis

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT IV

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT IV PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT IV LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2013 PERATURAN KEPALA LEMBAGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial merupakan sebuah syarat terjadinya aktivitas sosial. Dalam melakukan interaksi terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu kontak sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju serta terbukanya pasar global akan menstimulus kita untuk selalu meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan salah satunya adalah bidang pendidikan. proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan salah satunya adalah bidang pendidikan. proses pembelajaran agar siswa secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu semakin pesat dan canggih didukung pula oleh arus globalisasi yang semakin hebat. Fenomena tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA di Indonesia saat ini bertumpu pada standar proses pendidikan dasar dan menengah yang mengatur mengenai kriteria pelaksanaan pembelajaran pada satuan

Lebih terperinci

II. PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN. A. Identitas Program Studi

II. PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN. A. Identitas Program Studi II. PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN A. Identitas Program Studi 1. NamaProgram Studi : Teknologi Pendidikan 2. Izin Pendirian : 423/DIKTI/Kep/1998 3. Status Akreditasi : B 4. Visi : Menjadi Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad ke-21 dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi informasi. Abad 21 ditandai dengan perubahan dan pergeseran dalam segala bidang yang berlangsung

Lebih terperinci

Evaluasi Kurikulum Prodi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia FTI UII Yogyakarta

Evaluasi Kurikulum Prodi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia FTI UII Yogyakarta Evaluasi Kurikulum Prodi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia FTI UII Yogyakarta Sejarah Kurikulum Prodi Teknik Informatika Hingga saat ini, Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan yang sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan untuk lepas dari tangan penjajah negara asing sudah selesai sekarang bagaimana membangun negara dengan melahirkan generasi-generasi berkarakter dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (information

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (information 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology) atau ICT serta meluasnya perkembangan infrastruktur informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kondusif bagi lahirnya pribadi yang kompetitif. (Tilaar, 2004)

BAB I PENDAHULUAN. yang kondusif bagi lahirnya pribadi yang kompetitif. (Tilaar, 2004) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pendidikan manusia yang berkualitas adalah manusia yang bisa bersaing di dalam arti yang baik. Di dalam persaingan diperlukan kualitas individu sehingga hasil karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 SISDIKNAS adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang Sekolah Dasar

Lebih terperinci

2014 PEMBELAJARAN TARI YUYU KANGKANG DALAM PROGRAM LIFE SKILL DI SMK KESENIAN PUTERA NUSANTARA MAJALENGKA

2014 PEMBELAJARAN TARI YUYU KANGKANG DALAM PROGRAM LIFE SKILL DI SMK KESENIAN PUTERA NUSANTARA MAJALENGKA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sebagai pondasi diri seseorang dalam kehidupan, mampu merubah kehidupan seseorang untuk berkembang. Pendidikan merupakan proses menuju perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, setiap orang dapat dengan mudah mengakses dan mendapatkan bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era globalisasi ini. Selain itu, dengan adanya pasar bebas AFTA dan AFLA serta APEC tentu saja telah

Lebih terperinci

KKN Terintegrasi Multisektoral BUKU PANDUAN KKN STAIN KUDUS TAHUN 2018

KKN Terintegrasi Multisektoral BUKU PANDUAN KKN STAIN KUDUS TAHUN 2018 BUKU PANDUAN KKN STAIN KUDUS TAHUN KKN Terintegrasi Multisektoral PUSAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT (P3M) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS KKN Terintegrasi Multi Sektoral BAB

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik Melalui Pembelajaran PKn Dalam Mengembangkan Kompetensi (Studi Kasus di SMA Negeri 2 Subang)

Lebih terperinci

Information Literacy Kunci Sukses Pembelajaran Di Era Informasi. Sri Andayani Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY

Information Literacy Kunci Sukses Pembelajaran Di Era Informasi. Sri Andayani Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Information Literacy Kunci Sukses Pembelajaran Di Era Informasi Sri Andayani Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Abstrak Pembelajaran di abad informasi menyebabkan terjadinya pergeseran fokus dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Program Studi S1 Pendidikan Geografi sebagai salah satu program studi di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta terus dituntut untuk selalu melakukan

Lebih terperinci

PENERAPAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL DI INDONESIA. Oleh Judyanto Sirait (Fisika, PMIPA, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak)

PENERAPAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL DI INDONESIA. Oleh Judyanto Sirait (Fisika, PMIPA, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak) 42 PENERAPAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL DI INDONESIA Oleh Judyanto Sirait (Fisika, PMIPA, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak) Abstrak: Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adala sebuah jenjang

Lebih terperinci

Kurikulum Berbasis TIK

Kurikulum Berbasis TIK PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang terus, bahkan dewasa ini berlangsung dengan pesat. Perkembangan itu bukan hanya dalam hitungan tahun, bulan, atau hari, melainkan jam, bahkan menit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang bersifat mendasar dalam menghadapi tantangan global salah satunya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KURIKULUM SBI Oleh: Dr. Cepi Safruddin Abdul Jabar 1

PENGEMBANGAN KURIKULUM SBI Oleh: Dr. Cepi Safruddin Abdul Jabar 1 PENGEMBANGAN KURIKULUM SBI Oleh: Dr. Cepi Safruddin Abdul Jabar 1 A. Pengertian Kurikulum SD Bertaraf Internasional harus memenuhi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang diperkaya dengan mangacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi peranan sumber daya manusia adalah. sumber penentu atau merupakan faktor dominan dalam pembangunan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi peranan sumber daya manusia adalah. sumber penentu atau merupakan faktor dominan dalam pembangunan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi peranan sumber daya manusia adalah sebagai sumber penentu atau merupakan faktor dominan dalam pembangunan suatu bangsa. Sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai peran penting dalam suatu bangsa. Mengingat akan pentingnya peranan pendidikan, pemerintah telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan seoptimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan yang begitu ketat dari berbagai macam bidang pada era globalisasi abad 21 ini, salah satunya adalah pada bidang pendidikan. Persaingan yang terjadi pada era

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional selain matematika dan bahasa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada kelas VIII-A cenderung text book oriented dan teacher oriented. Hal ini terlihat dari hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki abad ke 21 persaingan dan tantangan di semua aspek kehidupan semakin besar. Teknologi yang semakin maju dan pasar bebas yang semakin pesat berkembang mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah berstandar internasional dan menjadi contoh bagi sekolah dasar negeri lainnya, guru lebih

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN PBL ( PROBLEM BASED LEARNING)

MODEL PEMBELAJARAN PBL ( PROBLEM BASED LEARNING) MODEL PEMBELAJARAN PBL ( PROBLEM BASED LEARNING) MAKALAH INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS SEMINAR PENDIDIKAN DISUSUN OLEH KALAM SIDIK PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang tidak bisa hilang selama kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang tidak bisa hilang selama kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak bisa hilang selama kehidupan manusia masih ada. Pendidikan pada dasarnya sudah ada sejak manusia ada di bumi ini. Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu faktor penentu kualitas kehidupan suatu bangsa adalah bidang pendidikan. Pendidikan sangat diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, terbuka

Lebih terperinci