BAB I PENDAHULUAN. yakni mata (Putri, 2014). Pada tahun 2013 penderita tunanetra menunjukan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. yakni mata (Putri, 2014). Pada tahun 2013 penderita tunanetra menunjukan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan dengan indera yang akan membantu mereka untuk melihat, merasakan, mencium dan mendengar. Namun dari segala indera yang ada, mata memiliki peranan penting dengan fakta menakjubkan di dalamnya. Dengan mata, segala aktifitas kita di dunia dapat dilakukan seperti melihat, mengemudi, membaca dan banyak hal lainnya. Bahkan sekitar 80 persen dari semua informasi otak kita diperoleh dengan menggunakan indera penglihatan yakni mata (Putri, 2014). Pada tahun 2013 penderita tunanetra menunjukan prosentase tertinggi dibandingkan dengan penderita disabilitas lainnya. Menurut Direktur Utama Rumah Sakit Mata Cicendo Hikmat Wangsaatmadja, pada tahun 2013 sekitar satu persen penduduk Indonesia atau sekitar 3,5 juta orang mengidap kebutaan. Dari sekitar 45 juta penduduk dunia yang buta 3,5 jutanya adalah warga Indonesia. (Merdeka, 2012). Salah satu kebijakan pemerintah untuk para penyandang tunanetra adalah dengan membuat sekolah khusus. Salah satu sekolah khusus tersebut berlokasi di Bandung, yaitu SLBN-A Wyata Guna. Selain sekolah (SLBN-A) di Wyata Guna terdapat pula asrama atau yang biasa di sebut Panti Sosial Bina Netra (PSBN). Dalam sejarah berdirinya Wyata Guna, PSBN Wyata Guna berdiri terlebih dahulu yang kemudian di ikuti oleh berdirinya SLBN-A Wyata Guna. Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna didirikan oleh seorang dokter ahli mata berkebangsaan Belanda yaitu DR. Westhoff pada 6 Agustus Pada 25 April 1946 mulailah 1

2 2 dirintis sekolah khusus untuk orang buta yang dikenal dengan nama SR Istimewa. Pada tahun 1952, pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mulai membuka Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB). Pada tahun 1962 pemerintah memberikan status negeri sekolah ini dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 03/SK/B/III, 13 Maret Sistem pendidikan yang ada mulai dari tingkat persiapan (TK), Pendidikan Dasar (SD, SLTP). Pada tahun 1982 di bentuklah dengan pendidikan kejuruan musik setingkat SMA, yang sekarang menjadi jurusan tetap di SLBN A Wyata Guna tersebut (Slbna Bandung, 2013). Dengan keterbatasannya penyandang tunanetra memiliki karakteristik atau ciri khas. Karakteristik tersebut merupakan implikasi dari kehilangan informasi secara visual. Menurut Aqila Smart (2010: 39-40) karakteristik penyandang tunanetra yaitu sebagai berikut: 1) Perasaan mudah tersinggung. Perasaan mudah tersinggung yang dirasakan oleh penyandang tunanetra disebabkan kurangnya rangsangan visual yang diterimanya sehingga ia merasa emosional ketika seseorang membicarakan hal-hal yang tidak bisa ia lakukan dan dengar. Pengalaman kegagalan yang sering dirasakannya juga membuat emosinya semakin tidak stabil. 2) Mudah curiga. Pada tunanetra rasa kecurigaannya melebihi orang pada umumnya. Anak tunanetra merasa curiga terhadap orang yang ingin membantunya. Hal ini bahwa untuk mengurangi atau menghilangkan rasa curiganya, seseorang harus melakukan pendekatan terlebih dahulu kepadanya agar anak tunanetra mengenal dan memahami sikap orang lain. 3) Ketergantungan yang berlebihan. Anak tunanetra dalam melakukan suatu hal yang bersifat baru membutuhkan bantuan dan arahan agar dapat melakukannya, namun bantuan dan

3 3 arahan tersebut tidak dapat dilakukan secara terus menerus. Hal ini dilakukan oleh anak tunanetra yang memiliki asumsi bahwa dengan bantuan orang awas terutama mobilitas merasa lebih aman, sehingga akan menjadikan anak tunanetra memiliki ketergantungan secara berlebihan kepada orang awas terutama pada hal-hal yang anak tunanetra dapat melakukan secara mandiri. SMALB kota Bandung memiliki visi yaitu sebagai Resource Center untuk mewujudkan anak berkebutuhan khusus yang terampil, kreatif, cerdas, mandiri, beriman, bertaqwa serta berakhlak mulia melalui manajemen Pendidikan Layanan Khusus yang terbuka dan berkualitas. Untuk mendukung visi tersebut SMALB Wyata Guna memiliki fasilitas antara lain, terdapat dua penjurusan dari awal masuk yaitu jurusan bahasa dan musik; tiap kelas memiliki kapasitas maksimal delapan siswa, satu guru, dan fasilitas belajar mengajar lainnya; terdapat laboratorium komputer; dan ruang musik. Namun terdapat permasalahan seperti yang di utarakan oleh wakil kepala sekolah bagian kurikulum mengenai kewenangan lahan dimana tidak ada batasan jelas antara lahan SLBN-A, PSBN, dan Depsos yang membuat SLBN-A kesulitan untuk mengembangkan fasilitas secara fisik dan keamanan khusus untuk SLBN-A. Berdasarkan data yang di dapat dari jumlah total siswa SMA sebanyak 37 siswa, terdapat 14 siswa berumur pada rentang tahun. Dalam perkembangannya menurut Hurlock individu yang berumur pada rentang tahun termasuk pada kategori remaja. Dalam masa perkembangan ini Hurlock menjelaskan mengenai hal yang penting bagi indivdu pada masa remaja ini, beberapa diantaranya adalah individu diharapkan dapat mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab dan memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai

4 4 pegangan untuk berperilaku. Selanjutnya, 23 siswa lainnya berumur pada rentang tahun. Masa dewasa awal pada umumnya dimulai pada umur 18 sampai 40 tahun. Individu dewasa awal dituntut memulai kehidupannya memerankan peran ganda seperti suami/istri, orang tua dan peran dalam dunia kerja (berkarir), dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan- keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini (Hurlock, 2009). Siswa SMALB yang berada pada masa remaja dan dewasa dini diharapkan dapat mencapai visi yang di miliki oleh SMALB yaitu anak berkebutuhan khusus yang terampil, kreatif, cerdas, mandiri, beriman, bertaqwa serta berakhlak mulia. Salah satu bentuk nyata dari visi misi tersebut adalah bagaimana siswa dapat menerima dan menyesuaikan dengan perturan tertulis yang ada di sekolah, sehingga siswa dapat mandiri beriman, bertaqwa, dan terampil sebagai siswa. Peraturan tertulis yang ada mengatur dari berbagai segi antara lain, peraturan absensi, peraturan saat kegiatan belajar mengajar, dan peraturan mengenai sopan santun kepada guru dan teman sebaya. Peraturan mengenai absensi yaitu ketentuan bagi siswa untuk hadir dan mengikuti pelajaran dari awal sampai dengan akhir pelajaran, selain itu memberikan surat ijin yang telah di tanda tangani oleh orang tua atau wali pada wali kelas ketika tidak masuk kelas. Peraturan mengenai kegiatan belajar mengajar yaitu siswa secara aktif mengikuti kegiatan belajar mengajar dan mengerjakan tugas. Peraturan mengenai sopan santun terhadap pengajar dan teman sebaya, dimana siswa dapat menghormati, bertutur kata yang sopan, dan menjaga relasi yang baik kepada guru dan teman sebaya. Apabila siswa

5 5 melanggar peraturan di atas, siswa akan mendapatkan sanksi ringan berupa teguran dari guru atau wali kelas sampai dengan teguran keras dari pihak sekolah untuk meminta siswa mengundurkan diri dari sekolah. Dalam penerapan peraturan tertulis tersebut guru-guru mengeluhkan akan tingginya tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh siswa dalam absensi, seperti membolos dan tidak masuk pada suatu mata pelajaran tertentu. Selain itu kebanyakan siswa kerap pulang tidak pada waktunya apabila guru mata pelajaran tersebut tidak segera masuk saat pergantian jam pelajaran. Bahkan kegiatan belajar mengajar pernah ditiadakan karena tidak hadirnya siswa pada hari tersebut. Siswa juga kerap membujuk guru untuk mengakhiri pelajaran lebih awal dari jam seharusnya. Berdasarkan observasi yang di lakukan mayoritas murid tidak masuk tepat pada waktunya, siswa pulang saat pergantian pelajaran, terdapat data sebelumnya mengenai siswa yang tidak masuk satu mata pelajaran selama 1 semester, jumlah siswa saat awal jam pelajaran yang tidak sama saat usai jam istirahat, dan bahkan terdapat siswa yang baru masuk sekolah setelah jam istirahat. Guru juga mengeluhkan tinggi pelanggaran saat proses belajar mengajar dimana tidak jarang siswa mendengarkan musik di kelas, tidur, sibuk dengan sosial media, membaca majalah dan lain sebagainya. Selain itu guru mengeluhkan siswa tidak mendengarkan penjelasan guru dan siswa pasif saat penjelasan materi di kelas dan tidak mengerjakan tugas yang di berikan dengan memberikan alasan bahwa belum dijelaskan. Berdasarkan hasil observasi guru menerangkan dengan diam di depan kelas, terdapat siswa yang membaca majalah saat guru menyampaikan materi, siswa pasif saat pembelajaran, terdapat siswa yang

6 6 memarahi guru saat di tegur oleh guru, siswa memprotes saat guru memberikan tugas mendadak, dan guru tidak menegur siswa yang tidur atau tidak memperhatikan meski mengetahuinya. Perilaku siswa lainnya yang dikeluhkan oleh guru adalah mengenai perlakuan siswa kepada guru di kelas. Guru mengeluhkan bagaimana reaksi siswa saat di tegur karena tidak masuk pada pertemuan selanjutnya yaitu dengan balik memarahi guru tersebut karena telah memarahi temanya pada pertemuan sebelumnya. Berdasarkan observasipun siswa tidak jarang menjawab pertanyaan guru dengan nada tinggi dan bersikukuh dengan pendapatnya. Siswa juga kerap protes saat diberikan tugas dan siswa pun kerap mengeluh apabila di berikan tugas dan menolak menerima ajaran guru yang menurut mereka tidak sesuai. Sehingga dapat di lihat bahwa siswa tidak menerima otoritas guru. Ini diperkuat dengan hasil wawancara guru dimana siswa menjawab pertanyaan guru mengapa tidak masuk sekolah yang di rasa tidak sopan oleh guru. Selain itu berdasarkan observasi siswa tidak mendengarkan penjelasan guru dan menjawab pertanyaan guru dengan nada tinggi dan bersikukuh dengan pendapatnya. Dengan terdapat pelanggaran tersebut, sanksi yang kebanyakan berjalan adalah diberikan hanya teguran dan nasihat oleh guru. Berdasarkan peraturan tersebut dalam penerapannya guru memiliki peran sentral agar peraturan yang ada dapat berjalan sesuai dengan harapan sekolah. Guru berperan sentral karena guru intens berhadapan dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas. Namun, hanya sedikit guru yang memberikan sanksi yang serius seperti pengurangan nilai, tidak diperbolehkan mengikuti ujian, atau mencari siswa sampai ke asrama mereka. Adapun sanksi lain yang diberikan berkaitan dengan penyimpangan saat

7 7 proses belajar mengajar yaitu tergantung pada guru pada mata pelajaran yang bersangkutan. Pertimbangan diberikan sanksi tersebut adalah hanya sebagai peringatan umum untuk siswa agar lebih disiplin, selanjutnya untuk sanksi khusus diserahkan kembali kepada masing-masing guru mata pelajaran. Hanya pada beberapa kasus ekstrem yang ditangani oleh KSP (Ketua Satuan Pendidikan) dengan diberi peringatan dan menulis surat perjanjian untuk tidak melanggar lagi dan agar lebih disiplin. Selain itu, penanganan lainnya dengan siswa di panggil oleh pihak sekolah untuk tidak di naik kelaskan atau di minta untuk mengundurkan diri. Berdasarkan tingginya pelanggaran pada absensi, pelanggaran saat belajar mengajar, dan perlakuan siswa kepada guru. Dimana kebanyakan siswa tidak masuk kelas tepat waktu, kerap membolos, meninggalkan kelas atau sekolah tanpa ijin, mendengarkan musik, tidur di kelas, membaca majalah saat proses belajar mengajar berlangsung, dan menolak menerima ajaran guru yang menurut mereka tidak sesuai. Di sini siswa tidak bisa menyelaraskan keinginannya dengan tepat atas tuntutan di keadaan atau situasi yang ada. Siswa-siswa tetap melakukan pelanggaran tersebut meski mereka mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah dan khawatir saat melakukan pelanggaran tersebut. Berdasarkan pelanggaran yang siswa lakukan, di peroleh hasil wawancara yang di lakukan pada siswa yaitu alasan mereka melanggar aturan di karenakan mereka tidak suka dan merasa kesal dengan perlakuan guru saat mengajar. Siswa menilai guru tidak konsisten dalam menerapkan aturan. Guru tidak jarang mengangkat telepon saat mengajar, guru kerap masuk atau meninggalkan kelas tidak tepat waktu, dan guru kerap meninggalkan kelas tanpa alasan yang jelas.

8 8 Mereka pun bosan dengan cara guru mengajar yang monoton yaitu hanya membacakan materi. Siswa mengatakan bahwa guru kerap memberikan soal latihan yang banyak tanpa penjelasan materi terlebih dahulu dan hanya di berikan waktu 1 jam pelajaran baru di jelaskan, namun dengan cara belajar tersebut tidak membuat mereka mengerti materi yang di ajarkan sehingga mereka menilai cara belajar tersebut tidak tepat. Hal tersebut membuat mereka kesal karena harus mengerjakan tugas yang mereka tidak pahami bahkan di jadikan pekerjaan rumah bila tidak selesai. Selain itu, siswa mengatakan bahwa guru sering memarahi mereka saat tidak menuruti perintah guru (tidak mengerjakan tugas karena belum di jelaskan), siswa pun mengatakan guru hanya bisa mengkritik tanpa memberikan saran atas kesalahan siswa bahkan sampai mengatakan bodoh pada siswa. Siswa mengatakan bahwa guru kerap menuruti kemauan mereka untuk pulang lebih awal dengan memberikan tugas, ini mereka lakukan karena menurut siswa guru lebih sering memberikan tugas daripada menjelaskan materi sehingga menurut mereka lebih baik pulang lebih cepat di bandingkan tetap di kelas dan tidak mengerti materi yang di ajarkan. Siswa pun mengeluhkan bahwa terdapat 2 guru pada 1 pelajaran menjelaskan materi yang sama namun pemahaman yang berbeda atas materi yang sama sehingga membuat mereka bingung dan menjadi tidak tahu mana yang benar. Dari hasil wawancara kepada wakil kepala sekolah bidang kurikulum bahwa guru sebelumnya datang dan meninggalkan sekolah tanpa ijin. Setelah di terapkan peraturan baru di mana guru wajib mengisi absen pada jam masuk sekolah dan jam pulang sekolah melalui fingerprint dan akan di berikan sanksi yaitu penurunan gaji bila tingkat kehadiran tidak sesuai dengan standar yang ada.

9 9 Selain itu sekolah pun mengadakan pengawasan saat guru mengajar di kelas. Namun sekolah melakukan pengawasan tersebut dengan memberitahukan jadwal pelaksanaan pengawasan sebelumnya, sehingga guru selama pengawasan tetap berada di dalam kelas. Dengan demikian siswa merasa guru tidak adil dan tidak konsisten dalam menerapkan aturan. Dalam mengajar guru dinilai tidak mampu menjalankan perannya dengan baik. Dengan perilaku guru yang sering telat dan meninggalkan kelas tidak pada waktunya membuat mereka merasa percuma untuk masuk tepat waktu. Selain itu pun mereka tidak masuk pada suatu mata pelajaran di karenakan guru mata pelajaran tersebut sering memberikan tugas yang mereka tidak mengerti sebelum menjelaskan materi, meskipun mereka meminta untuk di jelaskan guru tersebut tetap memberikan tugas itu. Hal ini membuat mereka merasa percuma masuk kelas bila terus di berikan tugas yang tidak mereka mengerti. Selain itu karena mereka tahu bahwa guru sering mengangkat telepon saat mengajar, di saat mereka bosan dan mereka bermain handphone namun guru memarahi mereka. Sehingga dapat di lihat bahwa siswa tidak suka atas perlakuan guru saat proses belajar mengajar di kelas dan hal tersebut berkaitan dengan bagaimana guru mengajar di kelas. Perilaku tersebut menunjukan sebagai protes atas cara mengajar guru, selain itu menunjukkan pandangan siswa sehingga dapat dilihat bahwa siswa membentuk sikap terhadap cara mengajar guru di kelas. Dengan fenomena yang ada dapat di lihat bahwa perilaku yang di tampilkan siswa tidak sesuai dengan tuntutan yang ada, sehingga dapat di lihat bahwa siswa kesulitan untuk menyesuaikan dengan tuntutan di sekolah. Alasan siswa atas perilaku tersebut adalah di dasari oleh sikap mereka atas perlakuan

10 10 guru saat proses belajar mengajar di kelas, sehingga dapat di lihat bahwa siswa membentuk sikap atas cara mengajar guru saat proses belajar mengajar di kelas. Hal tersebut menjadi menarik dimana siswa yang kebanyakan berusia dewasa dini dan beberapa yang berusia remaja diharapkan mampu melakukan penyesuaian dengan optimal terhadap tuntutan sekolah. Akan tetapi yang terlihat, siswa menampilkan perilaku yang tidak sesuai dengan tuntutan sekolah, yang menggambarkan bagaimana pandangan siswa terhadap perilaku yang ditunjukkan untuk menyesuaikan tuntutan sekolah dengan keinginan mereka sebagai remaja maupun dewasa dini, bagaimana cara mereka merespon pada usia mereka akan tuntutan sekolah tersebut, dan pertimbangan akan perilaku yang diambil. Berdasarkan pemaparan diatas mengindikasikan bahwa Sikap terhadap cara mengajar guru ada hubungannya dengan penyesuaian sosial siswa di sekolah. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara Sikap Terhadap Cara Mengajar Guru dengan Penyesuaian Sosial di Sekolah Siswa SMALB Wyata Guna Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan fenomena di atas dapat dilihat bahwa siswa SMALB Wyata Guna memiliki pandangan-pandangan atas cara mengajar guru yang ada. Siswa menilai guru tidak konsisten dalam menerapkan aturan. Guru tidak jarang mengangkat telepon saat mengajar dan guru kerap masuk atau meninggalkan kelas tidak tepat waktu. Mereka pun bosan dengan cara guru mengajar yang monoton. Merekapun kesal karena guru sering memberikan tugas yang mereka tidak mengerti tanpa memberikan penjelasan terlebih dahulu. Selain itu, siswa

11 11 mengatakan bahwa guru sering memarahi mereka saat tidak menuruti perintah guru. Siswa mengatakan bahwa guru kerap menuruti kemauan mereka untuk pulang lebih awal dengan memberikan tugas. Perilaku-perilaku yang di tampilkan guru saat mengajar ini membuat siswa menilai bahwa guru tidak adil dan tidak konsisten dalam menerapkan aturan. Dalam mengajar guru dinilai tidak mampu menjalankan perannya dengan baik.. Sehingga dapat di lihat bahwa siswa tidak suka atas perlakuan guru saat proses belajar mengajar di kelas dan hal tersebut berkaitan dengan bagaimana guru mengajar di kelas. Perilaku tersebut menunjukan sebagai protes atas cara mengajar guru, selain itu menunjukkan pandangan siswa sehingga dapat dilihat bahwa siswa membentuk sikap terhadap cara mengajar guru di kelas Pengambilan keputusan pada siswa berdasarkan pandangannya tersebut yaitu menandakan bagaimana sikap siswa atas cara mengajar guru (Diaz, dalam Santrock 2008). Crano dan Prislin (2006) mendefinisikan sikap sebagai integrasi evaluatif kognisi dan pengalaman afek dalam kaitannya dengan suatu objek. Sikap adalah penilaian evaluatif yang mengintegrasikan dan meringkas reaksi kognitif / afektif. Di sini siswa menanggapi guru dengan tidak hanya merenungkan melainkan merespon pula dengan emosi mereka yang menyatakan ketidaksukaan dan ketidakpuasan akan cara mengajar yang di tampilkan oleh guru tersebut. Sebagai reaksi cara mengajar yang di tunjukkan oleh guru siswa menunjukkan perilaku-perilaku yang dianggap guru tidak sesuai dengan aturan yang ada. Pelanggaran pada absensi, dimana tingginya tingkat ketidak hadiran siswa saat proses belajar mengajar. Siswa kerap membolos dan tidak masuk pada jam mata pelajaran tertentu. Selain itu pun siswa kerap pulang tidak pada

12 12 waktunya apabila guru mata pelajaran tersebut tidak segera masuk saat pergantian jam pelajaran, bahkan kegiatan belajar mengengajar pernah di tiadakan karena tidak hadirnya siswa pada hari tersebut. Dalam proses belajar mengajar tidak jarang siswa mendengarkan musik di kelas, tidur, sibuk dengan sosial media, membaca majalah dan lain sebagainya. Ketika diberi tugas oleh guru, siswa tidak akan mengerjakannya apabila materi tersebut belum di ajarkan. Siswa juga kerap protes saat diberikan tugas, siswa pun kerap mengeluh apabila di berikan tugas, dan siswa menolak menerima ajaran guru yang menurut mereka tidak sesuai. Sehingga dapat di lihat bahwa siswa tidak menerima otoritas guru. Berdasarkan pelanggaran yang dilakukan oleh para siswa tersebut dapat di lihat bahwa siswa memiliki kesulitan dalam menyesuaikan dengan tuntutan sekolah. Siswa mengakui bahwa apa yang di lakukan adalah salah dan merasa khawatir saat melakukan pelanggaran tersebut. Menurut Schneider bahwa kehidupan sekolah merupakan bagian dari realita dan faktor-faktor seperti minimnya minat di sekolah, membolos, relasi emosional dengan guru yang tidak sehat, pemberontakan, perusakan dan menentang otoritas merupakan hambatan adjustment yang baik. Penyesuaian sosial diartikan oleh Schneiders (dalam Yusuf, 2000) sebagai kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, situasi, dan relasi. Di sini siswa tidak dapat menunjukkan reaksi yang tepat atas realitas sosial yang ada, dimana siswa masuk sekolah sering terlambat, siswa meninggalkan sekolah tanpa ijin, dan tidak masuk pada beberapa mata pelajaran. Siswa tidak dapat menunjukkan reaksi yang tepat atas situasi sosial, di sini siswa saat proses belajar mengajar berlangsung mendengarkan musik, tidur, dan membaca majalah. Siswa pun kerap mengeluh apabila di berikan tugas dan

13 13 menolak menerima ajaran guru yang menurut mereka tidak sesuai. Berdasarkan uraian tersebut maka perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah Seberapa Erat Hubungan Antara Sikap Terhadap Cara Mengajar Guru dengan Penyesuaian Sosial di Sekolah pada Siswa SMALB Wyata Guna Bandung? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian a. Maksud Penelitian Mengetahui gambaran mengenai seberapa erat hubungan antara Sikap terhadap cara mengajar guru dengan penyesuaian sosial di sekolah pada siswa SMALB Wyata Guna Bandung. b. Tujuan Penelitian Memperoleh bukti empiris mengenai hubungan sikap terhadap terhadap guru dengan penyesuaian sosial di sekolah pada siswa SMALB Wyata Guna Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan Praktis a. Memberikan informasi mengenai keeratan hubungan sikap terhadap cara mengajar guru dengan penyesuaian sosial di sekolah di SMALB Wyata Guna Bandung, sehingga sekolah mendapat data empiris mengetahui gambaran sikap dan penyesuaian sosial di sekolah. b. Berdasarkan hasil penelitian ini bisa di gunakan sebagai evaluasi dan perangcangan program bagi sekolah berkaitan dengan cara mengajar

14 14 sehingga dapat membantu siswa dalam penyesuaiannya di sekolah. c. Bagi guru melalui penelitian ini dapat menjadi umpan balik atas cara mengajar sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengevalusi cara mengajar guru. d. Untuk menambah informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya terutama bagi yang akan meneliti mengenai hubungan Sikap terhadap cara mengajar guru dengan Penyesuaian Sosial di Sekolah.

Hubungan Sikap terhadap Cara Mengajar Guru dengan Penyesuaian Sosial di Sekolah pada Siswa SMALB Wyata Guna Bandung

Hubungan Sikap terhadap Cara Mengajar Guru dengan Penyesuaian Sosial di Sekolah pada Siswa SMALB Wyata Guna Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan Sikap terhadap Cara Mengajar Guru dengan Penyesuaian Sosial di Sekolah pada Siswa SMALB Wyata Guna Bandung 1 Dimas Itna Haryo Tetuko, 2 Oki Mardiawan 1.2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semua jabatan, organ visual ini memainkan peranan yang menentukan. Badan

BAB 1 PENDAHULUAN. semua jabatan, organ visual ini memainkan peranan yang menentukan. Badan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Mata mengendalikan lebih dari 90 % kegiatan sehari-hari. Dalam hampir semua jabatan, organ visual ini memainkan peranan yang menentukan. Badan kesehatan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan orang lain. Kehidupan manusia mempunyai fase yang panjang, yang di dalamnya selalu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam hidup, karena pendidikan mempunyai peranan penting guna kelangsungan hidup manusia. Dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, pendidikan mampu melakukan proses

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut Piaget, remaja usia 11-20 tahun berada dalam tahap pemikiran formal operasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa tahap perkembangan. Keseluruhan tahap perkembangan itu merupakan proses yang berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari penjajahan. Walaupun terbebas dari penjajahan, seluruh warga negara Indonesia harus tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21, masyarakat Indonesia diharapkan mengalami perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan, teknologi, politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan manusia berjalan seiring dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi. Proses manusia menuju kedewasaannya, dipengaruhi oleh pola dan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat sekarang ini permasalahan remaja adalah masalah yang banyak di bicarakan oleh para ahli, seperti para ahli sosiologi, kriminologi, dan khususnya

Lebih terperinci

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik BABI ~ PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

Lebih terperinci

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebab melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, perlindungan anak termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa ini merupakan masa kritis dimana anak membutuhkan rangsanganrangsangan yang tepat untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah anak berkebutuhan khusus semakin mengalami peningkatan, beberapa tahun belakangan ini istilah anak berkebutuhan khusus semakin sering terdengar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang pada dasarnya merupakan suatu proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap tidak sopan dan tidak bertanggung jawab terhadap tindakannya. Hal ini bisa dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, jumlah penyandang cacat di dunia sangat banyak dan berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, jumlah penyandang cacat di dunia sangat banyak dan berbedabeda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, jumlah penyandang cacat di dunia sangat banyak dan berbedabeda jenisnya, diantaranya cacat tubuh (tunadaksa), cacat netra (tunanetra), cacat rungu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal utama dalam pembangunan bangsa Indonesia untuk dapat bertahan di era globalisasi. Peningkatan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya SDN Anjir Muara Kota Tengah SDN Anjir Muara Kota Tengah merupakan sekolah yang berada di wilayah Kecamatan Anjir

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1

LAMPIRAN. Lampiran 1 LAMPIRAN Lampiran Lampiran KATA PENGANTAR Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkomunikasi merupakan suatu hal yang mendasar bagi semua orang. Banyak orang yang menganggap bahwa berkomunikasi itu suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Namun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan rancangan kegiatan yang paling banyak berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang dan masyarakat luas. Menurut UU Sisdiknas tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia, karena dengan pendidikan manusia akan berdaya dan berkarya sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Pembicaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penandasan kembali terhadap falsafah Man behind the gun. Roda organisasi sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penandasan kembali terhadap falsafah Man behind the gun. Roda organisasi sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam suatu organisasi dipandang sebagai sumber daya. Artinya, sumber daya atau penggerak dari suatu organisasi. Penggerak dari sumber daya yang lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran penting dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran penting dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada masa sekarang ini merupakan kebutuhan yang memiliki peran penting dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas dan berdaya saing. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting dalam proses kehidupan manusia. Melalui pendidikan manusia dapat meningkatkan kemampuan, mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya organisasi bukan saja mengharapkan Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya organisasi bukan saja mengharapkan Sumber Daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan non formal menurut Coombs (Yusnadi, 2014:82) adalah setiap kegiatan yang diorganisasikan di luar sistem persekolahan yang mapan apakah dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 3 Warungasem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tataran perencanaan organisasi umumnya mendasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tataran perencanaan organisasi umumnya mendasarkan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tataran perencanaan organisasi umumnya mendasarkan pada perencanaan tujuan yang hendak dicapai di masa depan dengan perilaku yang diharapkan dari keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru

BAB I PENDAHULUAN. bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai usaha mengoptimalkan potensi-potensi luar biasa anak yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. sebagai usaha mengoptimalkan potensi-potensi luar biasa anak yang bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia dini merupakan periode awal yang paling mendasar dalam sepanjang rentang pertumbuhan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

1. PENDAHULUAN. menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan adalah usaha secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengambangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sarana utama untuk mempersiapkan diri dengan keterampilan dan pengetahuan dasar. Sekolah merupakan sarana yang diharapkan mampu menolong individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau usia dini dimana pada masa ini adalah masa penentuan. karakter usia dini yang salah satunya adalah masa berkelompok anakanak

BAB I PENDAHULUAN. atau usia dini dimana pada masa ini adalah masa penentuan. karakter usia dini yang salah satunya adalah masa berkelompok anakanak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain dan berinteraksi dengan orang lain dalam hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut individu dalam berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting untuk mempersiapkan kesuksesan dimasa depan. Pendidikan bisa diraih dengan berbagai cara salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu hal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerintah berusaha untuk mewujudkan pendidikan yang kedepan diharapkan muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya disiplin merupakan kebutuhan dasar bagi perkembangan perilaku anak mengingat masa ini merupakan masa yang sangat efektif untuk pembentukan perilaku moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang di kemukakan oleh Martoyo (2000), bahwa kepuasan kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang di kemukakan oleh Martoyo (2000), bahwa kepuasan kerja adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam setiap pekerjaan. Kepuasan kerja merupakan sisi afektif atau emosi. Seperti yang di kemukakan oleh Martoyo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hadist bekerja mencari rezeki yang halal itu wajib bagi setiap muslim.

BAB I PENDAHULUAN. dalam hadist bekerja mencari rezeki yang halal itu wajib bagi setiap muslim. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai tugas perkembangan masa dewasa salah satunya adalah bekerja. Selain menjadi tugas perkembangan individu, bekerja juga merupakan suatu tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana seseorang bertindak dan berprilaku. moral. Etika pergaulan perlu di terapkan misalnya (1) Berpakaian rapi di

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana seseorang bertindak dan berprilaku. moral. Etika pergaulan perlu di terapkan misalnya (1) Berpakaian rapi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam setiap pergaulan, baik bermasyarakat, berbangsa, bahkan sampai ke dunia internasional, dibutuhkan suatu etika sebagai alat menilai baik-buruknya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, oleh siswa dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pada jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan bidang pendidikan dilakukan guna memperluas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan bidang pendidikan dilakukan guna memperluas 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan bidang pendidikan dilakukan guna memperluas kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat, juga guna meningkatkan mutu dan relevansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan, karena unsur manusia dalam perusahaan sebagai perencana, pelaksana, dan pengendali

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Data yang disajikan dalam penelitian ini merupakan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi atau pengamatan langsung terhadap bimbingan beragama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk melanjutkan pendidikan tingkat yang lebih tinggi. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk melanjutkan pendidikan tingkat yang lebih tinggi. Salah satu masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah SMK bertujuan untuk mempersiapkan siswa memiliki keterampilan dalam memasuki lapangan kerja dan sekaligus memberikan bekal untuk melanjutkan pendidikan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dengan metode

BAB I PENDAHULUAN. alternatif untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dengan metode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah SMK ( Sekolah Menengah Kejuruan ) merupakan salah satu upaya alternatif untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dengan metode pembelajaran yang integral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3-4 bulan. Bila ibu merangsang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Pendidikan tidak hanya bertindak sebagai alat yang dapat meningkatkan kapasitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan era Globalisasi ini, remaja sering kali diselingi hal-hal

I. PENDAHULUAN. Kehidupan era Globalisasi ini, remaja sering kali diselingi hal-hal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan era Globalisasi ini, remaja sering kali diselingi hal-hal yang negatif dalam rangka penyesuaian dengan lingkungan sekitar baik lingkungan dengan teman-temannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa kanak-kanak adalah masa dimana potensi-potensi dipotret. Usia ini

BAB I PENDAHULUAN. Masa kanak-kanak adalah masa dimana potensi-potensi dipotret. Usia ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa kanak-kanak adalah masa dimana potensi-potensi dipotret. Usia ini merupakan usia perkembangan dan pertumbuhan yang sangat menentukan perkembangan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) pendidikan adalah : usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki untuk hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari tingkat TK sampai dengan

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) menyatakan bahwa Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahap perkembangannya, seperti pada tahap remaja.

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahap perkembangannya, seperti pada tahap remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa manusia lain. Sebagai makhluk sosial, manusia memiki keinginan untuk berkelompok. Keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk karakteristik seseorang agar menjadi lebih baik. Melalui jalur pendidikan formal, warga negara juga diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk lembaga pendidikan adalah sekolah. Sekolah sebagai suatu lembaga formal yang berperan dalam membantu siswa untuk mencapai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara sistematis adalah hal utama untuk mengubah pola pikir, meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, pengelolaan diri dan lingkungan, sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak terlepas dan bersifat sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak terlepas dan bersifat sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak terlepas dan bersifat sangat penting dalam kehidupan manusia, karena pendidikan memiliki peranan stategis dalam menyiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Melalui pendidikan dapat membentuk kepribadian seseorang sehingga

BAB I PENDAHULUAN. negara. Melalui pendidikan dapat membentuk kepribadian seseorang sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam segala segi kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun bangsa dan negara. Melalui

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN EVALUASI RANAH AFEKTIF DAN PROBLEMATIKANYA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA NASIMA SEMARANG

BAB III PELAKSANAAN EVALUASI RANAH AFEKTIF DAN PROBLEMATIKANYA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA NASIMA SEMARANG BAB III PELAKSANAAN EVALUASI RANAH AFEKTIF DAN PROBLEMATIKANYA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA NASIMA SEMARANG Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan evaluasi ranah afektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya suatu Negara dapat ditingkatkan. Dewasa ini sudah menjadi. kebutuhan di setiap Negara untuk terus berusaha meningkatkan

I. PENDAHULUAN. sumber daya suatu Negara dapat ditingkatkan. Dewasa ini sudah menjadi. kebutuhan di setiap Negara untuk terus berusaha meningkatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu bangsa. Karena melalui pendidikan inilah dapat tercipta generasi yang cerdas, berwawasan,

Lebih terperinci

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah merdeka sudah sepatutnya negara tersebut mampu untuk membangun dan memperkuat kekuatan sendiri tanpa harus bergantung pada negara lain. Maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak bagi setiap orang tanpa terkecuali. Pendidikan bisa diperoleh melalui jalur pendidikan formal, informal maupun non formal. Tanpa pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan merupakan tongkat estafet majunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia anak-anak merupakan usia yang sangat penting dalam perkembangan psikis seorang manusia. Pada usia anak-anak terjadi pematangan fisik yang siap merespon apa yang

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA SISTEM BERJALAN. 3.1 Kerangka Berpikir. Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

BAB 3 ANALISA SISTEM BERJALAN. 3.1 Kerangka Berpikir. Gambar 3.1 Kerangka Berpikir BAB 3 ANALISA SISTEM BERJALAN 3.1 Kerangka Berpikir Gambar 3.1 Kerangka Berpikir 48 49 3.2 Gambaran Perusahaan 3.2.1 Sejarah Singkat Perusahaan SMP Negri 5 sebelumnya adalah sebuah Asrama Belanda, kemudian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kesuksesan (keberhasilan, keberuntungan) yang berasal dari dasar kata sukses yang berarti berhasil, beruntung (Kamus Bahasa Indonesia,1998), seringkali menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak peserta didik yang berkualitas dari segi jasmani maupun rohani, mandiri sesuai dengan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang semakin modern seperti ini di dunia pendidikan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang semakin modern seperti ini di dunia pendidikan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era yang semakin modern seperti ini di dunia pendidikan setiap sekolah-sekolah mulai meningkatkan kualitas sekolahnya dengan tujuan agar siswa lulusannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 menyebutkan bahwa, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dan teknologi serta mampu bersaing pada era global ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dan teknologi serta mampu bersaing pada era global ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak pihak yang cukup memperhatikan berbagai kegiatan dan permasalahan yang ada di bidang pendidikan. Melalui kegiatan pendidikanakant erbentuk kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelahiran seorang anak di dunia ini adalah kebanggaan tersendiri bagi keluarga, manusia tidak dapat meminta anaknya berwajah cantik atau tampan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

BAB I PENDAHULUAN. diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

2014 PENGGUNAAN TEKNIK BEHAVIOR CONTRACT

2014 PENGGUNAAN TEKNIK BEHAVIOR CONTRACT 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku merupakan suatu bentuk perbuatan atau aktivitas yang dilakukan oleh individu dalam kehidupannya sehari-hari baik yang dapat diamati secara langsung maupun

Lebih terperinci

CURRICULUM VITAE. : Kusumaning Dwi Nuraini

CURRICULUM VITAE. : Kusumaning Dwi Nuraini LAMPIRAN-LAMPIRAN CURRICULUM VITAE Nama : Kusumaning Dwi Nuraini Jenis Kelamin : Perempuan Tempat, tanggal Lahir : Cilacap, 16 Juli 1994 Alamat Asal : Jl.Raya Buntu Desa Pageralang RT 03 RW 03 Kecamatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan belajar seseorang salah satunya dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan belajar seseorang salah satunya dipengaruhi oleh faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan belajar seseorang salah satunya dipengaruhi oleh faktor internal yaitu motivasi. Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah

Lebih terperinci