PENURUNAN KERUSAKAN HEPAR AKIBAT INFEKSI Toxoplasma gondii DENGAN PEMBERIAN IMUNOGLOBULIN Y (IGY) ANTI-MEMBRAN Toxoplasma gondii

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENURUNAN KERUSAKAN HEPAR AKIBAT INFEKSI Toxoplasma gondii DENGAN PEMBERIAN IMUNOGLOBULIN Y (IGY) ANTI-MEMBRAN Toxoplasma gondii"

Transkripsi

1 PENURUNAN KERUSAKAN HEPAR AKIBAT INFEKSI Toxoplasma gondii DENGAN PEMBERIAN IMUNOGLOBULIN Y (IGY) ANTI-MEMBRAN Toxoplasma gondii Heni Puspitasari 1, Lucia Tri Suwanti 12, Mufasirin 12 1 Kelompok Studi Toxoplasma, Lembaga Penyakit Tropis, Universitas Airlangga, Surabaya 60115, Indonesia; 2 Departemen Parasitologi, Fakultas kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya 60115, Indonesia ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan kerusakan hepar akibat infeksi T. gondii dengan pemberian IgY anti-membran T.gondiidan efektivitas waktu pemberian antibodi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium, dengan 5 perlakuan masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ulangan dan menggunakan mencit betina (Mus musculus) sebagai hewan coba. Perlakuan terdiri dari kelompok P0 (tidak diinfeksi dan tidak diberi IgY), P1 (diinfeksi tanpa diberikan IgY), P2 (pemberian IgY anti-membran T. gondii satu hari sebelum infeksi), P3 (pemberian IgY anti-membran T. gondii bersamaan dengan infeksi) dan P4 (pemberian IgY anti-membran T. gondii dua hari setelah infeksi), dengan dosis pemberian IgY anti-membran T. gondii sebesar 75 ug/ekor dan dosis infeksi sebesar 10 takizoit/ekor, empat hari setelah infeksi mencit dikorbankan, kemudian dilakukan pengamatan dan perhitungan indeks apoptosis pada histopatologi hepar mencit menggunakan apoptosis kit ApopTag Plus Peroksidase In Situ (Chemicon International, S7101) dan indeks nekrosis menggunakan pewarnaa HE. Persentase indeks apoptosis hepar pada kelompok P0 adalah 1,00%; P1 adalah 4,14%; 1,58% untuk P2; 2,16% untuk P3 dan 2,66% untuk P4 sedangkan prsentase indeks nekrosis masing-masing perlakuan P0 adalah 3,64%; P1 adalah 12,98%; 6,06% untuk P2; 7,73% untuk P3 dan 10,49% untuk P4. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penurunan kerusakan hepar dilihat dari indeks apoptosis dan indeks nekrosis adalah disebabkan oleh pemberian IgY anti-membran T. gondii dan penurunan yang paling besar bila diberikan sebelum dan bersama infeksi. Kata kunci: Toxoplasma gondii, imunoglobulin Y, kerusakan hepar. ISBN

2 PENDAHULUAN Toxoplasmosis pada manusia terutama wanita hamil berakibat pada janin berupa: resorbsi, abortus, lahir mati (stillbirth), kematian bayi (neonatal motality), lahir lemah dan kelainan kogenital berupa retardasi mental, kelainan mata ringan sampai buta dan hidrocefalus (Suwanti, 2005). Pada sakala ekperimental infeksi T. gondii strain RH pada mencit (Mus musculus) dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan kerusakan terparah adalah hepar (Mordue et al., 2001). Infeksi oleh takizoit strain RH dapat menyebabkan nekrosis pada sel hepar (Mordue; 2001 dan Sukthana; 2003). Sasmita (2006) juga berpendapat mencit yang diifeksi dengan ookista T. gondii juga menyebabkan nekrosis pada hepar. Begum-Haque et al. (2009) juga menyatakan bahwa infeksi T.gondii dapat menyebabkan apoptosis pada hepar. Infeksi akut Toxolasma gondii dapat menyerang jaringan dan pada infeksi buatan secara intraperitoneal takizoit dapat menyebabkan nekrosis hepar, lien, dan pankreas (Riganti et al., 2003). Bagian terbesar kerusakan jaringan pada toxoplasmosis adalah hepar. Kerusakan hepar berhubungan dengan kejadian apoptosis dan nekrosis sel hepar (Mordue et al., 2001) Pengendalian meliputi pencegahan dan pengobatan selama ini dipandang belum efektif. Menurut Hokelek (2003) Pengobatan dengan pyrimethamine dan sulfadiazine dapat menghambat sintesa asam folat yang diperlukan untuk replikasi parasit. Mufasirin (2013) menyatakan imunisasi dengan protein ESA antigenik dapat membangkitkan respon imun tetapi masih belum bisa memberikan perlindungan sebab masih terjadi kematian mencit pada hari ke delapan. Hal tersebut membuktikan bahwa pengobatan dan pencegahan masih perlu dievaluasi. Pemanfaatan Immunoglobulin Y (IgY) sebagai bahan imunisasi pasif pada beberapa penyakit telah banyak diteliti. Praptiwi (2011) telah berhasil memproduksi antibodi anti protein membran T. gondii. Imunoglobulin Y yang dikaitkan mampu berikatan dengan protein membran dengan berat molekul sekitar kda. Penelitian yang dilakukan Suwanti dkk (2012) melaporkan bahwa pemberian IgY dapat menurunkan tingkat kerusakan plasenta pada mencit yang diinfeksi T.gondii. Menguatkan temuan tersebut Fajarwati (2013) membuktikan bahwa Imunoglobulin Y anti-esa juga dapat menurunkan indeks apoptosis trofoblas pada mencit yang diinfeksi T.gondii stadium takizoit. Melihat penemuan-penemuan tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan imunoglobulin Y anti-membran apakah dapat menekan kejadian apoptosis pada sel hepar akibat infeksi Toxoplasma gondii. ISBN

3 Pemberian immunoglobulin Y anti-membran akan berikatan dengan protein P30 (SAG-1) pada takizoit. Protein P30 (SAG-1) memiliki fungsi untuk penempelan pada saat terjadinya invasi oleh T.gondii pada sel hospes (Praptiwi, 2011). Ikatan antara IgY anti-membran dengan protein P30 (SAG- 1) akan menghalangi takizoit untuk melakukan penempelan pada sel hospes, akibatnya sel tidak dapat terinfeksi. Sel yang terinfeksi akan merangsang produksi berlebih sitokin proinflamasi, dengan adanya ikatan antara IgY antimambran dengan protein P30 (SAG-1) maka tidak akan terjadi produksi sitokin proinfalamasi. Infeksi Toxoplasma gondii dapat merangsang reaksi imunologis seperti adanya induksi sitokin yang berlebih yaitu IFN γ, IL-18 dan TNF α (Mordue el al., 2001). Induksi berlebih dari sitokin-sitokin ini dapat menyebabkan kerusakan sel hepar termasuk apoptosis. Jalur intrinsik adalah jalur yang berasal dari mitokondria, sedangkan ekstrinsik melalui reaksi ligan dengan reseptornya. Menurut Canedes and Davies, (2000) mitokondria akan melepaskan ROS (reactive oxygen spesies). Pada jalur intrinsik infeksi T. gondii menyebabkan mitokondria memproduksi ROS melalui pelepasan sitokrom C (Nomura et al., 2000). Guacciardi et al (2005) menyatakan bahwa bagian dari efek citotoksik secara langsung pada hepatosis adalah TNF-α atau TNFR-1. Interaksi antara TNF dan TNFR-1 dapat memicu terjadinya apoptosis pada hepar (Yoon et al., 2002). Selain ikatan TNF- α dan TNFR-1 apoptosisi juga dipicu adanya ikatan antara FAS-L yang dihasilkan oleh sel T citolitic (CTL)dan sel NK dengan FAS yang dimiliki sel hepar (Mordue et al., 2001). METODE PENELITIAN Hewan coba dalam penelitian ini adalah 25 ekor mencit betina strain BALB/C yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan gram yang dikawinkan dengan 25 ekor mencit jantan umur 4-5 bulan dengan berat badan gram secara monogami. Mencit bunting sebanyak 25 ekor dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Pembagian kelompok tersebut antara lain P0 (mencit bunting yang tidak diinfeksi T. gondii), P1 (mencit bunting yang diinfeksi T. gondii), P2 (mencit bunting yang diberi IgY anti-membran T. gondii satu hari sebelum diinfeksi T. gondii), P3 (mencit bunting yang diberi IgY antimembran T. gondii bersamaan dengan infeksi T. gondii) dan P4 (mencit bunting yang diberi IgY anti-membran T. gondii dua hari setelah diinfeksi T. gondii). ISBN

4 Dosis infeksi adalah 10 takizoit (Mufasirin, 2011) setiap ekor mencit yang dilarutkan dalam 200 µl NaCl fisiologis dan diberikan secara intraperitoneal. Infeksi dilakukan bersamaan untuk semua kelompok kecuali kelompok perlakuan nol (P0) yaitu pada umur kebuntingan 9,5 hari. Pemberian IgY anti-membran T. gondii adalah 75 µg/ekor mencit yang diberikan secara peroral. Empat hari setelah infeksi mencit dikorbankan dan diperiksa adanya takizoit dalam cairan intraperitoneal kemudian dilakukan pemeriksaan secara natif. Mencit dikatakan positif terinfeksi T. gondii, apabila dalam cairan intraperitoneal didapatkan stadium takizoit T. gondii. Hepar disimpan dalam buffer formalin 10% dan selanjutnya dilakukan proses untuk histopatologi hepar dengan p e n g e c a t a n H E ( H e m a t o x i l i n E o s i n ) d a n uji apoptosis (uji TUNEL). HASIL DAN PEMBAHASAN Infeksi Toxoplasma gondii Hasil pemeriksaan natif dari cairan intraperitoneal, semua mencit dari kelompok P1, P2, P3, dan P4 yang diinfeksi takizoit T. gondii pada umur kebuntingan 9,5 hari, positif terinfeksi takizoit T. gondii. Gambar takizoit dari cairan intraperitoneal disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Pemeriksaan natif stadium takizoit T. gondii dari cairan intraperitoneal dilihat di mikroskop cahaya perbesaran 400X. ISBN

5 Indeks Apoptosis Hasil perhitungan menunjukkan terjadi penurunan indeks apoptosis sel hepar data disajikan pada Tabel 1.1. Pemberian IgY anti-membran T. gondii ternyata mampu menurunkan indeks apoptosis sel hepar hal tersebut terlihat dari persentase antara kelompok yang diberi IgY anti-membran T. gondii lebih rendah dibandingkan dengan kelompok P1 (keompok yang diinfeksi dan tidak diberi IgY. Kelompok yang diberikan IgY anti-membran T. gondii yaitu kelompok P2, P3 dan P4 memiliki perbedaan indeks apoptosis yang berbeda nyata (p<0,05), dimana kelompok P2 dan P3 memiliki persentase indeks apoptosis yang lebih rendah dibanding dengan kelompok P4. Tabel1.1 Rata-rata dan simpangan baku kerusakan hepar mencit akibat infeksi Toxoplasma gondii dan pemberian antibodi IgY anti-membran. PERLAKUAN INDEKS APOPTOSIS Mencit yang tidak diinfeksi 3,64 a ± 0,58 dan tidak diberi IgY (P0) 12,98 d ± 0,43 Mencit yang diinfeksi dan tidak diberi IgY (P1) 6,06 b ± 0,73 Mencit diberi IgY anti membrane T.gondii satu hari sebelum infeksi (P2). 7,73 b ± 0,79 Mencit diberi IgY anti membrane T.gondii satu hari bersama infeksi (P3). 10,49 c ± 1,73 Mencit diberi IgY anti membrane T.gondii satu hari setelah infeksi (P4). Keterangan: superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05). Pada penelitian ini indeks apoptosis tertinggi didapatkan pada hepar yang diinfeksi takizoit T. gondii dan tidak diterapi IgY anti-membran (kelompok P1) dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain. Hal ini menyatakan bahwa infeksi T. gondii meningkatkan apoptosis sel hepar. ISBN

6 Infeksi T.gondii dapat menyebabkan apoptosis pada sel hepar (Mordue et al., 2001; Begum-Haque et al., 2009). Penelitian Sarjono (2005) mengungkapkan bahwa infeksi T.gondii dapat meningkatkan indeks apoptosis sel desidua. Suwanti (2005) menyatakan infeksi T.gondii menyebabkan peningkatan indeks apoptosis pada trofoblas. Dalam penelitian ini tidak dilakukan penelitian mengenai mekanisme apoptosis dari sel hepar. Apoptosis sel hepar dapat melalui dua jalur yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Apoptosis melalui jalur intrinsik pada sel hepar disebabkan oleh faktor soluble dari parasit yang dapat menginduksi sel hospes sehingga bersifat sangat toksik terhadap sel lain (Mordue et al., 2001). Faktor soluble parasit ini menyebabkan mitokondria melepaskan ROS. Infeksi T. gondii menyebabkan mitokondria memproduksi ROS memicu pelepasan sitokrom C (Nomura et al., 2000). Sitokrom C akan memicu caspase 9 untuk berikatan dengan efektor caspase sehingga terjadi apoptosis (Yoon et al., 2002). Apoptosis sel hepar terjadi karena produksi berlebih dari sitokin-sitokin proinflamasi Mordue et al. (2001). Aktivasi sitokin-sitokin tersebut yaitu IL- 18 dan IL-2 akan menghasilkan IFN γ. Mordue et al (2001) juga mengatakan bahwa IL-10 juga mempunyai peranan mestimulasi IFN γ pada kasus endotoxemia. Interferon gamma (IFN γ) akan memicu makrofag memproduksi TNF-α. Denkers and Gazzinalli (1998) menyatakan bahwa makrofag yang teraktivasi oleh IFN-γ akan menghasilkan TNF-α. Seperti yang dikemukakan oleh Gaucciardi et al (2005) bahwa bagian dari efek sitotoksik secara langsung pada hepatosit adalah TNF-α atau TNFR-1. Interaksi antara TNF dan TNFR-1 dapat memicu terjadinya apoptosis pada hepar (Yoon et al., 2002). Selain ikatan TNF dan TNFR-1 apoptosisi juga dipicu adanya ikatan antara FAS-L yang dihasilkan oleh sel T sitolitik (CTL) dan sel NK dengan FAS yang dimiliki sel hepar (Mordue et al., 2001). Tumor nekrosis factor alfa (TNF-α) yang merupakan mediator apoptosis juga dapat memicu sel untuk mengekspresikan FAS sehingga menyebabkan apoptosis (Guicciardi et al., 2005). Pada kelompok yang mendapatkan IgY anti-membran T. gondii (P2, P3 dan P4) terjadi penurunan indeks apoptosis dibandingkan dengan mencit kelompok perlakuan satu (P1) yaitu diinfeksi tetapi tidak diberi IgY antimembran. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian IgY anti-membran dapat menekan indeks apoptosis sel hepar. Penurunan ini mungkin disebabkan IgY anti-membran dapat mengikat protein membran SAG-1 (P30) dari takizoit T.gondii yang berperan dalam penempelan pada saat invasi sehingga takizoit tidak dapat menempel dan menginfeksi sel hospes. Praptiwi (2011) mengungkapkan bahwa protein membran SAG-1 (P30) dapat bereaksi dengan IgY anti-membran. Reaksi ISBN

7 ikatan antara SAG-1 dengan IgY anti-membran dapat menghambat penempelan takizoit pada sel hospes, sehingga proses apoptosis yang melalui mitokondria pada sel yang terinfeksi tidak terjadi akibatnya infeksi terhadap sel tetangga juga tidak terjadi. Ikatan antara SAG-1 dengan IgY anti-membran juga dapat menghambat penempelan takizoit pada sel hospes, sehingga apoptosis yang melalui APC tidak terjadi. Diantara kelompok perlakuan mencit yang diberikan IgY antimembran (P2, P3, dan P4) ternyata P2 dan P3 memiliki indeks apoptosis yang lebih rendah dibandingkan kelompok perlakuan empat (P4). Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian IgY anti-membran sebelum dan bersama infeksi merupakan cara pemberian yang efektif. Fakta tersebut dimungkinkan karena sebelum takizoit mampu menginfeksi sel hospes, takizoit dapat dihambat oleh IgY anti-membran melalui ikatan antara SAG-1 dengan IgY anti-membran T. gondii sehingga takizoit tidak dapat melekat pada sel hospes. Suebekti (2006) Takizoit mampu mencapai sel target 4 (empat) hari pasca infeksi. Pemberian IgY anti-membran dua hari setelah infeksi (P4) kurang efektif karena kemungkinan takizoit sudah ada yang mampu masuk dan menginfeksi sel hospes sebelum terjadi ikatan antara SAG-1 dengan IgY antimembran, disamping itu waktu yang diperlukan takizoit untuk melakukan invasi lebih cepat dibandingkan waktu yang dibutuhkan makrofag untuk melakukan fagositosis. Masuknya takizoit kedalam sel target membutuhkan detik sedangkan waktu yang diperlukan untuk fagositosis yang dilakukan sel fagositik memerlukan 2-4 menit Subekti (2006). Hasil ini sesuai dengan Fajarwati (2013) bahwa pemberian IgY anti-membran T. gondii mampu menekan indeks apoptosis trofoblas, dan pemberian IgY anti-membran T. gondii satu hari sebelum infeksi lebih efektif dalam menekan indeks apoptosis sel hepar dibandingkan dengan IgY anti-membran pada saat bersamaan dengan infeksi dan dua hari setelah infeksi. Kelompok P2, P3 dan P4 masih memiliki indeks apoptosis lebih tinggi dibandingkan dengan P0, hal ini dimungkinkan karena pemberian dosis yang kurang besar dan faktor ulangan dari pemberian IgY anti-membran T. gondii, disamping itu selain SAG-1 terdapat protein lain yang berperan dalam invasi takizoit pada sel hospes. Protein yang berperanan dalam perlekatan takizoit pada sel hospes adalah SAG (surface antigen) dan MIC (Subekti dan Arrasyid, 2006). Protein SAG-1 mampu dihambat oleh IgY anti-membran tetapi protein MIC tidak mampu dihambat, sehingga masih ada takizoit yang berhasil menginfeksi sel hospes. Kelompok perlakuan P2 tidak berbeda nyata dengan ISBN

8 P3, hal ini kemungkinan disebabkan karena durasi waktu pemberian IgY anti-membran yang tidak terpaut jauh. ISBN

9 A B C D E Gambar 2 Gambaran histologi hepar mencit dengan pewarnaan apoptag dilihat di mikroskop cahaya perbesaran 400X. Tanda panah hijau menunjukkan sel apoptosis dan tanda panah biru menunjukkan sel normal Indeks Nekrosis Sel Hepar Pada hasil statistik menyatakan bahwa faktor perlakuan yaitu pemberian IgY anti-membran juga berpengaruh terhadap indeks nekrosis sel hepar. Nilai yang ditunjukkan p= 0,000 (p<0,05), kemudian dilanjutkan dengan uji Turkey HSD diperoleh hasil terdapat perbedaan antar perlakuan lihat table Hasil perhitungan indeks nekrosis disajikan pada Tabel 5.2 Perlakuan Rata-rata dan Simpangan Baku indeks apoptosis Hepar Mencit Kontrol Negatif (P0) 3,64 a ± 058 Kontrol Positif (P1) 12,98 d ± 0,43 Pemberian IgY anti-membran 6,06 b ± 0,73 T.gondii satu hari sebelum infeksi (P2) Pemberian IgY anti-membran 7,73 b ± 0,79 T.gondii bersama dengan infeksi (P3) Pemberian IgY anti-membran 10,49 c ± 1,73 T.gondii dua hari setelah infeksi (P4) ISBN

10 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (P< 0,05) Indeks nekrosis tertinggi terdapat pada kelompok kontrol positif yaitu kelompok yang diinfeksi oleh T.gondii tetapi tidak diberi IgY anti-membran T. gondii dan terendah pada kelompok mencit kontrol negatif. Hal ini menyatakan bahwa infeksi T. gondii dapat menyebabkan nekrosis pada hepar. Sejalan dengan penelitian Mordue et al. (2001) dan Sukthana et al (2003) yang menyatakan bahwa infeksi oleh takizoit strai RH dapat menyebabkan nekrosis pada sel hepar. Mencit yang diifeksi dengan ookista T. gondii juga menyebabkan nekrosis pada hepar Sasmita (2006). Menurut mordue et al. (2001) nekrosis pada hepar oleh infeksi takizoit T. gondii disebabkan adanya produksi berlebih dari sitokin proinflamasi. Produksi sitokin-sitokin proinflamasi tersebut dapat menyebabkan nekrosis dengan merangsang makrofag untuk memproduksi TNF-α.Indeks nekrosis dari kelompok yang mendapatkan IgY anti-membran (kelompok P1, P2, dan P3) menunjukkan penurunan indek nekrosis bila dibandingkan kelompok kontrol positif. Ini menunjukkan bahwa IgY dapat menekan nekrosis hepar. Penurunan indeks nekrosis ini mungkin disebabkan IgY anti-membran dapat mengikat protein membran SAG-1 (P30) takizoit yang berperan dalam proses perlekatan pada saat invasi kedalam sel hospes. Seperti yang dikemukakan Praptiwi (2011) bahwa protein membran SAG-1 (P30) berperan dalam proses penempelan saat invasi takizoit pada sel hospes. Ikatan antara IgY anti-membran dengan protein menbran takizoit menyebabkan takizoit tidak dapat melekat pada sel hospes, sehingga takizoit tidak dapat menginfeksi hospes dan reaksi imunologis yang menyebabkan terjadinya nekrosis tidak akan terjadi akibatnya nekrosis akan menurun. Sependapat dengan penelitian Takano et al. (2010) dan Zhen et al. (2011) yang menyatakan bahwa IgY dapat menurunkan nekrosis hepar. Zhen et al. (2011) menyatakan bahwa pemberian IgY anti-escherichia coli O111 mampu menekan kejadian nekrosis pada hepar melalui penekanan produksi TNF-α oleh IgY. Tumor Nekrosis Faktor α (TNF-α) adalah sitokin proinfalamasi yang berperan dalam penyebab nekrosis Mordue et al. (2001). Penurunan TNF α akan menyebabkan penurunan terhadap kejadian nekrosis. Diantara kelompok perlakuan indek nekrosis terendah adalah kelompok perlakuan 1 (P1). Hal ini menyatakan bahwa pemberian IgY antimembran T.gondii sebelum infeksi adalah cara yang paling efektif. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya ikatan oleh IgY anti-membran terhadap protein SAG-1 (P30) takizoit sehingga tidak dapat melekat pada sel hospes sebelum takizoit mencapai sel target, selain itu pemberian IgY anti-membran ISBN

11 sebelum infeksi akan membantu proses opsonisasi sehingga dapat meningkatkan proses fagositosis yang berakibat infeksi pada sel baru akan dihambat. Kelompok perlakuan 1 (P1) tidak berbeda nyata dengan kelompok perlakuan 2 sedangkan dengan Perlakuan 3 (P3) berbeda nyata, hal ini dimungkinkan faktor pemberian IgY anti-membran yang tidak terlalu jauh waktunya bila disbanding dengan pemberian pada perlakuan 3. Pada Perlakuan 3 (P3) nilai indeks nekrosis lebih tinggi dibanding perlakuan yang lain, hal ini disebabkan mungkin karena takizoit lebih dulu dapat mecapai target lebih banyak sebelum berikatan dengan IgY anti-membran. Suebekti (2006) takizoit dapat mencapai sel target empat hari pascainfeksi. Pemberian IgY anti-membran pada saat dan sesudah infeksi kurang efektif karena waktu yang diperlukan untuk invasi lebih cepat dibandingkan waktu yang dibutuhkan untuk fagositosis oleh makrofag. Subekti (2006) masuknya takizoit kedalam sel target membutuhkan detik sedangkan waktu yang diperlukan untuk fagositosis yang dilakukan sel fagositik memerlukan 2-4 menit. ISBN

12 A B P0 C P1 D P2 E P3 P3 Figure1. Histopatologi hepar dengan pewarnaan, dibawah mikroskup dengan perbesaran 400X. Tanda panah yang berwarna hijau menunjukkan sel yang mengalami nekrosis dan yang berwarna biru adalah sel normal.. A. Kontrol Negatif. B. Kontrol Positif. C. Pemberian IgY sehari sebelum infeksi. D. Pemberian IgY anti-membrane T.gondii bersamaan dengan infection. E. Pemberian IgY anti membrane T.gondii dua hari setelah infeksi.. ISBN

13 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa p e n u r u n a n k e r u s a k a n h e p a r m e n c i t a k i b a t i n f e k s i T o x o p l a s m a g o n d i i d i s e b a b k a n o l e h pemberian IgY anti-membran T. gondii dan p a l i n g e f e k t i f d i b e r i k a n s e b e l u m a t a u b e r s a m a i n f e k s i oleh sebab itu imunoglobilin Y anti-membran ini dapat digunakan sebagai alternatif pencegahan pada Toxoplasmosis. DAFTAR PUSTAKA Begum-Haque, S., A. Haque and L.H. Kasper Apoptosis in Toxoplasma gondii Activated T cells: The Role of IFNγ in Enhanced Alteration of Bcl-2 Expression and Mitochondrial Membrane Potential. Microb Pathog. 47 (5): Denkers, E.Y. and R.T. Gazzinelli Regulation and Function of T- Cell-mediated Immunity during Toxoplasma gondii Infection. Clinical Microbiology Review. 11 (4): Fajarwati, D Toxoplasmosis: Perubahan Indeks Apoptosis Trofoblas Mencit (Mus musculus) yang Diberi Immunoglobulin Y anti-esa (Excretory Secretory Antigen) Toxoplasma gondii. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. Guacciardi, M., E. Gores, G., J Apoptosis: A Mechanism of Acute Chronic Liver Injury. Recent Advance in Basic Science 54: Hokelek, M Toxoplasmosis. [2 Maret 2013]. Mordue, D.G., F. Monroy., M.L. Regina.,C.A. Dinarello and L.D. Sibley Acute Toxoplasmosis Leads to Lethal Overproduction of Th1 Cytokines. The American Association of Immunologists. 167: Mufasirin Vaksininasi Protein Ekskretori-Sekretori Toxoplasma gondii Hasil Biakan in vivo Membangkitkan Respons Imun Non Protektif. Jurnal Veteriner Universitas Airlangga. Surabaya. 14 : (72-77). ISBN

14 Nomura, K.,H. Imai,T. Koumura, T.Koebayashi, and Y. Nakagawa Mithochondrial Phospholipid hydroperoxide glutathione peroxidase inhibists the release of cytocrome c from mithichondrial by suppressing the peroxidation of cardiolipin in hypoglycaemia induced apoptosis. Biochem J. 351: Praptiwi, Y Karakterisasi dan Produksi Imunoglobulin Y Anti Antigen Membran Toxoplasma gondii [Tesis]. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Sardjono T.W Pengaruh infeksi Toxoplasma pada hasil kehamilan melalui Interferin gamma (IFN-γ), caspase-3 dan Apoptosis sel-sel plasenta [Disertasi]. Program pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya. Subekti, D.K dan N.K Arrasyid Imunopatogenesis Toxoplasma gondii Berdasarkan Perbedaan Galur. Wartazoa. Balai Penelitian Veteriner. Universitas Sumatera Utara. Medan.16 : Suwanti, L.T Mekanisme Peningkatan Apoptosis Trofoblas Mencit Terinfeksi Toxoplasma gondii Melalui Peningkatan Ekspresi IFN-γ, Suwanti, L.T., Suwarno dan H. Plummeriastuti Produksi dan Karakterisasi Imunoglobulin Y Anti-Toxoplasma gondii Sebagai Bahan Imunoplofilaksis dan Imunoterapi Toxoplasmosis Kongenital. Laporan Penelitian Hibah Penelitian Tim Pascasarjana (HPTP) Universitas Airlangga Surabaya. Yoon, J.H. and G.J. Gores Death Receptor-mediated apoptosis and the liver.journal of Hepatology. 37: ISBN

Pemberian Imunoglobulin Y (IgY) Anti-Membran Toxoplasma gondii Sebelum Infeksi Menurunkan Indeks Apoptosis Sel Hepar Mencit

Pemberian Imunoglobulin Y (IgY) Anti-Membran Toxoplasma gondii Sebelum Infeksi Menurunkan Indeks Apoptosis Sel Hepar Mencit Pemberian Imunoglobulin Y (IgY) Anti-Membran Toxoplasma gondii Sebelum Infeksi Menurunkan Indeks Apoptosis Sel Hepar Mencit The Giving of Anti- Toxoplasma gondii Membran Immunoglobulin Y Before Infection

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini BAB 6 PEMBAHASAN Phaleria macrocarpa merupakan salah satu tanaman obat tradisional Indonesia yang mempunyai efek anti kanker, namun masih belum memiliki acuan ilmiah yang cukup lengkap baik dari segi farmakologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular utama di sebagian wilayah Indonesia seperti di Maluku Utara, Papua Barat, dan Sumatera Utara. World Malaria Report - 2008,

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

] 2 (Steel dan Torrie, 1980)

] 2 (Steel dan Torrie, 1980) BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode post test only control group design. B. Tempat Penelitian Tempat pemeliharaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi penyakit endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis dunia. Pada tahun 2006, terjadi 247 juta kasus malaria,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, dapat menginfeksi pada hewan dan manusia dengan prevalensi yang bervariasi (Soulsby, 1982). Hospes

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

KONSEP DASAR IMUNOLOGI

KONSEP DASAR IMUNOLOGI KONSEP DASAR IMUNOLOGI Oleh : DR. I Ketut Sudiana,MS Staf Pengajar : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Program Pascasarjana Universitas Airlangga TUJUAN DARI PENULISAN INI ADALAH UNTUK MEMBANTU

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare merupakan penyebab kedua kematian pada anak usia dibawah 5. terdapat 1,7 milyar kasus diare baru pertahunnya (WHO, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare merupakan penyebab kedua kematian pada anak usia dibawah 5. terdapat 1,7 milyar kasus diare baru pertahunnya (WHO, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan penyebab kedua kematian pada anak usia dibawah 5 tahun. Setiap tahunnya 760.000 anak meninggal karena diare. Secara global, terdapat 1,7 milyar kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun.

ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun. ii ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Viusid Pet terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di Indonesia masalah penyakit hepar masih menjadi masalah kesehatan (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 1999). Kerusakan sel hepar dan fungsi hepar disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau setengah cair dengan kandungan air tinja lebih dari 200ml perhari atau buang air besar (defekasi)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini masyarakat tertarik pada usaha untuk mengobati diri sendiri ketika merasa mengalami keluhan kesehatan yang bersifat ringan. Dalam kurun waktu tahun 2000 hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap jejas yang terjadi dalam tubuh manusia. Inflamasi, bila terjadi terus menerus dalam waktu lama maka merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari 14 BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tantangan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat mengakibatkan stres pada manusia(garciá et al., 2008). Organ yang berperan penting dalam respon terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK SEL SISTEM IMUN SPESIFIK Diana Holidah Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember Components of the Immune System Nonspecific Specific Humoral Cellular Humoral Cellular complement,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan sistem imun dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Murphy et al.,

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium 49 BAB 5 PEMBAHASAN Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium Biokimia Universitas Muhammdiyah Jogjakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24 ekor, di mana tiap kelompok

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian paparan ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) pada mencit galur DDY selama 90 hari adalah sebagai berikut. 4.1.1 Deskripsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, misalnya bakteri, virus, jamur, fungus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher rahim. Di Indonesia 96% tumor payudara justru dikenali oleh penderita itu sendiri sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara berkembang seperti Indonesia masih disebabkan oleh penyakit infeksi. 1 Penyakit infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit menjadi penyakit endemis di negara-negara tropis, salah penyertanya

Lebih terperinci

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN BAB 10 RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN 10.1. PENDAHULUAN Virus, bakteri, parasit, dan fungi, masing-masing menggunakan strategi yang berbeda untuk mengembangkan dirinya dalam hospes dan akibatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki sistem imun sebagai pelindung dari berbagai jenis patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi. 1

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Preeklampsia adalah penyakit spesifik pada kehamilan didefinisikan adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini dapat dijumpai 5-8

Lebih terperinci

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM Pengertian Sistem Pertahanan Tubuh Pertahanan tubuh adalah seluruh sistem/ mekanisme untuk mencegah dan melawan gangguan tubuh (fisik, kimia, mikroorg) Imunitas Daya tahan tubuh terhadap penyakit dan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal. Penyebab berat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal. Penyebab berat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram) sampai saat ini masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal. Penyebab berat badan lahir yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan 20

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan kanker tersering kedua di negara negara barat, dan menyebabkan 55.000 kematian penduduk Amerika Serikat pada tahun 2005 (Gommeaux et al.,

Lebih terperinci

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kim et al., 2009). Tuberkulosis pada umumnya terjadi di paru-paru

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre test dan Post test Pemberian Induksi Asap Rokok dan Ekstrak Kulit Jeruk Manis

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konseptual dan Hipotesis LPS CD14 TLR 4 TRAF poliubikuitinisa IKK MN / PMN LPS EKSTRA SEL SITOSOL Degradasi IKB NFƙB aktif Migrasi ke dalam nukleus NLRP3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria masih menjadi masalah kesehatan di dunia baik di negara maju maupun di negara berkembang. Penyakit malaria telah menjangkiti 103 negara di dunia. Populasi orang

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga 54 BAB VI PEMBAHASAN Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga berperan sebagai Immunological recovery pada saat memulai terapi ARV sehingga dapat memaksimalkan respon

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian: a. Tempat pemeliharaan dan induksi hewan dilakukan di kandang hewan percobaan Laboratorium Histologis Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN EKSTRAK RIMPANG BANGLE

PENGEMBANGAN EKSTRAK RIMPANG BANGLE PENGEMBANGAN EKSTRAK RIMPANG BANGLE (Zingiber Cassumunar Roxb.) TERSTANDAR MENJADI GRANUL EFERVESEN SEBAGAI TERAPI AJUVAN UNTUK MENCEGAH KOMPLIKASI PADA MALARIA Peneliti : Yunita Armiyanti 1, Wiwien Sugih

Lebih terperinci

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

7.2 CIRI UMUM SITOKIN BAB 7 SITOKIN 7.1 PENDAHULUAN Defnisi: Sitokin adalah senyawa protein, dengan berat molekul kira-kira 8-80 kda, yang merupakan mediator larut fase efektor imun natural dan adaptif. Nama dari sitokin bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit intraseluler Protozoa, yaitu genus Plasmodium, menginfeksi 500 juta dan membunuh lebih dari 1 juta jiwa

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Vitamin A Terhadap Penurunan Parasitemia Mencit yang Diinfeksi Plasmodium berghei

Pengaruh Pemberian Vitamin A Terhadap Penurunan Parasitemia Mencit yang Diinfeksi Plasmodium berghei Unnes J Life Sci (1) (2012) Unnes Journal of life science http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ Unnes J Life Sci Pengaruh Pemberian Vitamin A Terhadap Penurunan Parasitemia Mencit yang Diinfeksi Plasmodium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur status kesehatan ibu disuatu negara. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap sama untuk

BAB III METODE PENELITIAN. test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap sama untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode post test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berat badan lahir merupakan berat bayi baru lahir yang diukur dalam satu jam pertama kehidupan. Bayi baru lahir normal adalah bayi baru lahir dari kehamilan yang aterm

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap tahun didiagnosa sekitar kasus kanker payudara baru dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap tahun didiagnosa sekitar kasus kanker payudara baru dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap tahun didiagnosa sekitar 600.000 kasus kanker payudara baru dan 250.000 kasus diantaranya ditemukan di negara berkembang, sedangkan 350.000 kasus lainnya ditemukan

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of theories, penelitian telah begitu banyak dilakukan namun angka kejadian Preeklampsia-eklampsia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

Respon imun adaptif : Respon humoral

Respon imun adaptif : Respon humoral Respon imun adaptif : Respon humoral Respon humoral dimediasi oleh antibodi yang disekresikan oleh sel plasma 3 cara antibodi untuk memproteksi tubuh : Netralisasi Opsonisasi Aktivasi komplemen 1 Dua cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah atopik pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat alergi/hipersensitivitas

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara termasuk Indonesia. Diperkirakan lebih dari 1,3 miliar serangan dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara termasuk Indonesia. Diperkirakan lebih dari 1,3 miliar serangan dan BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting karena merupakan penyebab utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak di berbagai negara termasuk

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT...

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN. KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT... BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia yang menjadi perhatian serius untuk segera ditangani. Rendahnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental analitik (ekspanatorik) dengan rancang bangun Randomized Control Trial (RCT). Dilakukan pada hewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi kronik memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya kanker. Salah satu penyakit inflamasi kronik adalah Inflammatory Bowel Disease (IBD) yang dipicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS INFEKSI VIRUS Port d entree Siklus replikasi virus Penyebaran virus didalam tubuh Respon sel terhadap infeksi Virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang kompleks dan berlapis-lapis dalam menghadapi invasi patogen yang masuk seperti bakteri, jamur, virus

Lebih terperinci

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017 138 DIAGNOSIS TOXOPLASMOSIS PADA KUCING LIAR (Felis silvestris catus) MENGGUNAKAN ANTIGEN RAPID TEST KIT DI PASAR KEPUTRAN SURABAYA Era Hari Mudji 1), Marek Yohana K. 1) 1)Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bahan alam berkhasiat obat yang banyak diteliti manfaatnya adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. Tanaman kembang

Lebih terperinci

PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA

PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA Secretory Leukocyte Protease Inhibitor (SLPI) MENURUNKAN ESKPRESI IL-1β MELALUI PENGHAMBATAN EKSPRESI SELULER NF-Kβ PADA PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA Rattus Novergicus ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai macam penyakit hati kronik. Istilah sirosis pertama kali diperkenalkan oleh Laennec

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun pelarut dan reagensia (Syabatini, 2008). Dalam dunia kesehatan

I. PENDAHULUAN. maupun pelarut dan reagensia (Syabatini, 2008). Dalam dunia kesehatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alkohol merupakan senyawa yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum dapat digunakan sebagai zat pembunuh kuman, bahan bakar maupun pelarut dan reagensia (Syabatini,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Efektivitas Ekstrak Kulit Manggis Terhadap Sel NK. kontrol mengalami kenaikan. Hal ini dapat kita lihat pada grafik berikut ini.

BAB VI PEMBAHASAN. Efektivitas Ekstrak Kulit Manggis Terhadap Sel NK. kontrol mengalami kenaikan. Hal ini dapat kita lihat pada grafik berikut ini. Jumlah Sel NK Jumlah Sel NK BAB VI PEMBAHASAN Efektivitas Ekstrak Kulit Manggis Terhadap Sel NK Hasil yang didapatkan pada pada pemeriksaan yang dilakukan pada sel NK, kelompok ekstrak/perlakuan mengalami

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

PERAN DOKTER HEWAN DALAM PENGENDALIAN TOXOPLASMOSIS MELALUI PENGEMBANGAN KIT DIAGNOSTIK DAN IMUNOTERAPI

PERAN DOKTER HEWAN DALAM PENGENDALIAN TOXOPLASMOSIS MELALUI PENGEMBANGAN KIT DIAGNOSTIK DAN IMUNOTERAPI PERAN DOKTER HEWAN DALAM PENGENDALIAN TOXOPLASMOSIS MELALUI PENGEMBANGAN KIT DIAGNOSTIK DAN IMUNOTERAPI Pidato Disampaikan pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Parasitologi dan Ilmu Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, cukup banyak laporan tentang kasus hepatotoksisitas; walaupun jumlah kematian akibat hepatotoksisitas tidaklah begitu tinggi. Salah satu penyebab hepatotoksisitas

Lebih terperinci

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai hubungan antara jumlah trombosit dengan kejadian pada pasien DBD (DSS) anak ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Bantul pada tanggal

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal adalah kanker ketiga tersering di dunia dan merupakan penyebab kematian akibat kanker kedua di Amerika Serikat, setelah kanker paru-paru. Pada tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

PENJELASAN IMUNOPATOLOGI. Oleh : I. Ketut Sudiana PADA POKOK BAHASAN INI AKAN DIBAHAS MEKANISME TERJADINYA PENYIMPANGAN SISTEM IMUN, YAITU MELIPUTI :

PENJELASAN IMUNOPATOLOGI. Oleh : I. Ketut Sudiana PADA POKOK BAHASAN INI AKAN DIBAHAS MEKANISME TERJADINYA PENYIMPANGAN SISTEM IMUN, YAITU MELIPUTI : IMUNOPATOLOGI Oleh : I. Ketut Sudiana PADA POKOK BAHASAN INI AKAN DIBAHAS MEKANISME TERJADINYA PENYIMPANGAN SISTEM IMUN, YAITU MELIPUTI : 1. REAKSI HIPERSENSITIVITAS 2. AUTO IMUN 3. IMUNODEFISIENSI PENJELASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal adalah suatu keganasan polip adenomatosa yang sering menyerang kolom dan rektum. Keganasan ini disebabkan mutasi protoonkogen K- RAS, hipometilasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia sulit terlepas dari kehidupan hewan, baik sebagai teman bermain atau untuk keperluan lain. Meskipun disadari bahwa kedekatan dengan hewan dapat menularkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika merupakan suatu penyakit yang sering kita jumpai di masyarakat yang dikenal juga sebagai dermatitis atopik (DA), yang mempunyai prevalensi 0,69%,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Pemberian asam lemak trans dosis 5 % dan 10 % selama 8 minggu dapat

BAB VI PEMBAHASAN. Pemberian asam lemak trans dosis 5 % dan 10 % selama 8 minggu dapat BAB VI PEMBAHASAN Pemberian asam lemak trans dosis 5 % dan 10 % selama 8 minggu dapat menyebabkan perlemakan hati non alkohol yang ditandai dengan steatosis hati, inflamasi dan degenerasi ballooning hepatosit

Lebih terperinci

Pemberian preparat daun G. procumbens peroral kepada mencit kelompok. Pengamatan terhadap jumlali makrofag intraperitoneal dilakukan pada hari

Pemberian preparat daun G. procumbens peroral kepada mencit kelompok. Pengamatan terhadap jumlali makrofag intraperitoneal dilakukan pada hari BABIV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENGAMATAN 4.1.1 Hasil Pengamatan Jumlah Makrofag Intraperitoneal Pemberian preparat daun G. procumbens peroral kepada mencit kelompok perlakukan dan aquadest kepada

Lebih terperinci