TINJAUAN PUSTAKA. Kelompok Umur Hemoglobin (g/dl) 5-11 tahun tahun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Kelompok Umur Hemoglobin (g/dl) 5-11 tahun tahun"

Transkripsi

1 4 TINJAUAN PUSTAKA Anemia Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Nilai tersebut berbedabeda untuk kelompok umur dan jenis kelamin sebagaimana ditetapkan oleh WHO seperti tercantum pada tabel 1. Tabel 1 Batas normal kadar hemoglobin Kelompok Umur Hemoglobin (g/dl) Anak 1-4 tahun 5-11 tahun tahun Dewasa * WHO (2001). Laki-laki (>15 tahun) Wanita (>15 tahun) Wanita hamil Penggolongan jenis anemia menjadi ringan, sedang, dan berat belum ada keseragaman mengenai batasannya, hal ini disebabkan oleh perbedaan kelompok umur, kondisi penderita, komplikasi dengan penyakit lain, keadaan umum gizi penderita, lamanya menderita anemia, dan lain-lain yang sulit dikelompokkan. Akan tetapi, menurut Husaini (1989) bahwa semakin rendah kadar Hb, makin berat anemia yang diderita. Secara umum, terdapat dua faktor yang menyebabkan anemia gizi yaitu faktor gizi dan non-gizi. Adapun faktor non gizi adalah sebagai berikut : 1. Banyak kehilangan darah. Pendarahan mengakibatkan tubuh kehilangan banyak sel darah merah. Pendarahan ada 2 jenis, yakni pendarahan eksternal (pendarahan yang terjadi secara mendadak dan dalam jumlah banyak) dan pendarahan kronis (pendarahan yang terjadi sedikit demi sedikit, tetapi berlangsung secara terus-menerus). Contoh pendarahan adalah investasi cacing tambang, kecelakaan, atau menstruasi. Wanita mengalami kehilangan darah sebanyak ml setiap bulannya akibat menstruasi (UNICEF 1998). 2. Rusaknya sel darah merah. Perusakan sel dapat berlangsung di dalam pembuluh darah akibat penyakit, seperti malaria atau thalasemia (UNICEF 1998)

2 5 3. Kurangnya produksi sel darah merah. Hal ini dapat disebabkan karena makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi, terutama besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan zat gizi lainnya (Wirakusumah 1998). Selanjutnya faktor gizi yang menjadi penyebab anemia antara lain : a. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang disebabkan karena kekurangan zat besi. Zat besi dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin dalam pembentukan sel darah merah (Allen & Sabel 2001). Anemia defisiensi besi ditandai dengan pengecilan ukuran sel darah merah (microcytic) dan penurunan kadar Hb (hypochromic). Anemia defisiensi besi merupakan penyebab anemia yang paling umum terjadi di negara sedang berkembang, khususnya Indonesia, meskipun defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12 dan protein, serta vitamin-vitamin lainnya dan trace elements berperan pula terhadap terjadinya anemia (Husaini 1999). Faktor risiko utama anemia gizi besi yaitu rendahnya intik besi, penyerapan besi yang rendah karena tingginya konsumsi komponen fitat atau fenol, dan periode kehidupan ketika kebutuhan besi tinggi (misalnya pertumbuhan dan kehamilan) (WHO 2008). b. Anemia akibat defisiensi asam folat. Folat atau vitamin B9 merupakan zat gizi yang ditemukan terutama pada buah-buahan citrus dan sayuran berdaun hijau. Bila secara lama kurang mengkosumsi pangan jenis tersebut maka dapat mengalami defisiensi asam folat. Ketidakmampuan menyerap asam folat dari pangan juga dapat mengalami defisiensi asam folat. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan terjadinya anemia megaloblastic, yaitu sel darah merah lebih besar dari normal dan memiliki nukleus yang belum terdiferensiasi secara sempurna (megaloblasts) (Allen & Sabel 2001). c. Anemia akibat defisiensi vitamin B12. Penyebab anemia karena kekurangan konsumsi pangan sumber vitamin B12 (daging, telur, dan susu) jarang terjadi, namun sering terjadi karena usus halus tidak dapat menyerap vitamin ini. Hal ini dikarenakan adanya pembedahan perut atau usus halus. Kekurangan karena vitamin ini juga dapat menyebabkan terjadinya anemia megaloblastic, yakni sel darah merah lebih besar dari normal dan memiliki nukleus yang belum terdiferensiasi secara sempurna (megaloblasts) (Wirakusumah 1998). d. Anemia akibat defisiensi vitamin C. Kekurangan konsumsi vitamin C juga dapat menyebabkan anemia. Tubuh memerlukan vitamin C untuk menghasilkan sel darah merah. Vitamin ini juga membantu tubuh menyerap zat besi yang penting sebagai pembangun blokade sel-sel darah merah

3 6 (Almatsier 2000). Selain itu, vitamin ini berperan dalam penyerapan besi sebagai reducing agent yang mengubah bentuk feri menjadi fero dan chelating agent yang mengikat besi sehingga daya larut besi meningkat (Allen & Sabel 2001). Tanda-tanda Anemia Adapun tanda-tanda dari anemia adalah (1) lesu, lemah, letih, lelah, lalai (5L), (2) Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang, (3) Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan menjadi pucat. Penderita anemia dapat mengalami salah satu tanda atau beberapa tanda anemia tersebut (Depkes 1998). Akibat Anemia Banyak dampak yang dapat ditimbulkan akibat anemia. Anemia pada remaja dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan dan konsentrasi belajar, mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal, menurunkan kemampuan fisik olahragawan dan olahragawati, dan mengakibatkan muka pucat, serta dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit (Grantham et al. 2001), sedangkan anemia pada kelompok dewasa dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit, menurunkan produktivitas kerja, dan menurunkan kebugaran (Hass & Brownlie 2001). Hemoglobin Hemoglobin ialah sejenis pigmen yang terdapat dalam sel darah merah, bertugas membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh (Brody 1994). Hemoglobin kaya akan zat besi (Pearce 1992 diacu dalam Puri 2007). Hemoglobin yang mewakili lebih dari 95% dari protein pada sel darah merah, mengandung 60% besi tubuh. Hemoglobin bersama dengan kofaktor heme, disintesis di dalam sel darah merah yang immature (belum dewasa) (Brody 1994). Hemoglobin memiliki berat molekul dan tersusun atas empat sub unit. Dua sub unit disebut α-globin, dan dua lainnya disebut β-globin. Masingmasing sub unit mengandung sebuah grup heme yang dapat mengikat sebuah molekul oksigen. Atom besi yang terdapat dalam kelompok heme tersebut harus dalam bentuk fero untuk mengikat oksigen (Brody 1994). Nilai hemoglobin darah merupakan salah satu indikator paling umum yang digunakan untuk mengetahui anemia gizi besi (Almatsier 2000). Berkurangnya kadar hemoglobin dalam darah merah berbanding lurus dengan

4 7 banyaknya zat besi yang tersedia dalam sel darah merah. Bila intake zat besi yang dikonsumsi dari bahan pangan sedikit maka produktivitas hemoglobin akan menurun (Depkes 1998). Nilai hemoglobin kurang peka terhadap tahap awal kekurangan besi, akan tetapi berguna untuk mengetahui beratnya anemia. Nilai hemoglobin yang rendah menggambarkan kekurangan besi yang sudah lanjut (Almatsier 2000). Hemoglobin merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk melihat defisiensi besi karena murah, mudah untuk dilakukan dan cepat. Tetapi, kadar hemoglobin juga dipengaruhi oleh faktor lain selain defisiensi besi. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia Karakteristik Umum Contoh Jenis Kelamin. Jumlah penderita anemia lebih banyak wanita dibanding pria. Beberapa alasan wanita lebih banyak terkena anemia yaitu 1) Pada umumnya masyarakat Indonesia lebih banyak mengonsumsi makanan nabati dibandingkan hewani, sehingga masih banyak yang menderita anemia; 2) Wanita lebih jarang makan makanan hewani dan sering melakukan diit pengurangan makan karena ingin langsing; 3) Mengalami haid setiap bulan, sehingga membutuhkan zat besi dua kali lebih banyak daripada pria (Depkes 1998). Besar Keluarga. Menurut Prihartini et al. (1996) besar keluarga sangat berpengaruh pada jumlah makanan yang harus disediakan. Semakin sedikit jumlah anggota kelurga maka semakin mudah terpenuhi kebutuhan makanan seluruh anggota keluarga. Demikian juga, apabila jumlah anggota keluarga banyak, maka makanan yang tersedia tidak mencukupi apabila pendapatan terbatas. Besar keluarga akan mempengaruhi konsumsi gizi di dalam suatu keluarga dan akan mempengaruhi pula pada kesehatan anak-anak dan ibu. Konsumsi pangan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi tetapi juga faktor non ekonomi. Faktor non ekonomi tersebut di antaranya besar keluarga dan komposisi umur dalam keluarga (Putri 2004). Sanjur (1982) diacu dalam Putri (2004) menyatakan bahwa besar keluarga mempunyai pengaruh pada belanja pangan. Pendapatan per kapita dan belanja pangan akan menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah anggota keluarga. Pendidikan. Faktor pendidikan dapat mempengaruhi status anemia seseorang sehubungan dengan pemilihan makanan yang dikonsumsi. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mempengaruhi pengetahuan dan informasi tentang gizi yang lebih baik dibandingkan seseorang yang berpendidikan lebih rendah

5 8 (Permaesih & Herman 2005). Menurut Atmarita dan Fallah (2004), tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi memudahkan seseorang untuk dapat menerima informasi dan menerapkannya dalam perilaku dan gaya hidup sehat sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Pekerjaan. Pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi besarnya pendapatan, selain itu juga lamanya waktu yang dipergunakan seseorang ibu untuk bekerja di dalam dan di luar rumah, jarak tempat kerja dapat mempengaruhi susunan makanan dalam keluarganya (Khumaidi 1989). Hasil penelitian Oktaviani (1989) diacu dalam Putri (2004) menunjukkan bahwa tingkat pendapatan yang berbeda akan menyebabkan alokasi pengeluaran yang berbeda. Golongan berpendapatan rendah, proporsi pengeluaran untuk pangan lebih besar dibandingkan pengeluaran lainnya, sedangkan pada golongan berpendapatan tinggi persentase pengeluaran pangan lebih kecil dibandingkan pengeluaran lainnya. Status Gizi Status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama (Supariasa et al. 2001). Menurut Thompson (2007) diacu dalam Arumsari (2008), status gizi mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin, artinya semakin buruk status gizi seseorang maka semakin rendah kadar Hbnya. Adapun penilaian status gizi berbeda-beda untuk setiap kelompok umur. Status Gizi Usia tahun. Status gizi penduduk umur tahun dapat dinilai berdasarkan IMT yang dibedakan menurut umur dan jenis kelamin. Rujukan untuk menentukan kurus, apabila nilai IMT kurang dari 2 standar deviasi (SD) dari nilai rerata, dan berat badan (BB) lebih jika nilai IMT lebih dari 2 SD nilai rerata standar WHO Tabel 2 Standar penentuan kurus dan berat badan (BB) lebih menurut nilai rerata IMT, umur, dan jenis kelamin Umur Laki-laki Perempuan (Tahun) Rerata -2SD +2SD Rerata IMT -2SD +2SD IMT *WHO 2007 diacu dalam Depkes (2008)

6 9 Status Gizi Usia >15 tahun. Pengukuran paling reliabel untuk ras spesifik dan populasi untuk menentukan status gizi adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan indeks berat badan seseorang dalam hubungannya dengan tinggi badan, yang ditentukan dengan membagi berat badan dalam satuan kilogram dengan kuadrat tinggi dalam satuan meter kuadrat (Riyadi 2003). IMT = Berat Badan (kg) Tinggi Badan 2 (m 2 ) Tabel 3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) Kategori IMT (kg/m2) Kurus <18.5 Normal Overweight Obese >27 *Depkes (1998) diacu dalam Depkes (2008) Intik dan Bioavailabilitas Zat Besi (Fe) Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yakni sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa (Almatsier 2000). Zat besi berperan sebagai pusat katalis untuk berbagai fungsi metabolik. Besi dibutuhkan tubuh dalam transportasi oksigen dalam bentuk hemoglobin yang penting untuk respirasi sel. Besi dalam bentuk mioglobin, dibutuhkan dalam penyimpanan oksigen di dalam otot. Zat besi juga merupakan komponen berbagai enzim jaringan, seperti sitokrom, yang penting dalam produksi energi (Strain & Cashman 2002). Besi bekerja sama dengan rantai protein-pengangkut elektron, yang berperan dalam metabolisme energi di dalam tiap sel. Protein pengangkut memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen sehingga membentuk air. Selanjutnya dalam proses tersebut dihasilkan ATP (Almatsier 2000). Tidak semua zat besi yang berada dalam makanan dapat diserap oleh tubuh karena bioavailabilitasnya yang rendah atau kurangnya asupan pangan hewani (UNICEF 1998). Zat besi yang berasal dari hewani, penyerapannya tidak banyak dipengaruhi oleh jenis kandungan makanan lain dan lebih mudah diabsorpsi dibandingkan zat besi yang berasal dari nabati. Makanan nabati, misalnya sayuran hijau tua, walaupun kaya akan zat besi namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh usus (Wirakusumah 1998). Namun pangan

7 10 sumber zat besi terutama zat besi hem, yang bioavailabilitasnya tinggi, sangat jarang dikonsumsi oleh masyarakat di negara berkembang. Kebanyakan masyarakat memenuhi kebutuhan besi dari produk nabati (Depkes 1998). Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh, yaitu ketersediaan zat besi di dalam tubuh, bioavailabitas zat besi, dan adanya faktor penghambat zat besi. Apabila jumlah zat besi yang berada di dalam tubuh menurun maka penyerapan zat besi akan meningkat. Pada laki-laki, penyerapan zat besi akan meningkat setelah pertumbuhan berhenti dan memasuki masa dewasa. Sebaliknya, pada wanita setelah masa menopause cadangan zat besi dalam tubuh meningkat dan penyerapannya menurun karena tidak mengalami menstruasi lagi (Wirakusumah 1998). Zat besi yang terdapat dalam bahan makanan dapat berasal dari hewan maupun tumbuhan. Zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan memiliki daya serap lebih rendah (5%) dibanding zat besi yang berasal dari hewan yang mempunyai daya serap tinggi (15%). Bentuk zat besi yang terdapat di dalam makanan dapat mempengaruhi penyerapan zat besi oleh tubuh. Ada dua macam bentuk zat besi dalam makanan, yaitu hem dan nonhem. Zat besi hem berasal dari hewan seperti daging, ikan, dan ayam, sedangkan zat besi non-hem terdapat pada pangan nabati, seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacangkacangan, dan buah-buahan. Walaupun kandungan zat besi hem dalam makanan hanya antara 5-10%, tetapi penyerapannya mencapai 15%, sedangkan zat besi nonhem penyerapannya hanya 5% (UNICEF 1998). Penyerapan zat besi non-hem sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor penghambat maupun pendorong, sedangkan besi hem tidak (Thankachan et al. 2008). Adapun faktor yang mempermudah penyerapan zat besi non-hem adalah vitamin C (asam askorbat) (UNICEF 1998). Vitamin C dapat meningkatkan penyerapan zat besi non-hem sampai empat kali lipat (Wirakusumah 1998). Zat besi diangkut melalui dinding usus dalam senyawa dengan asam amino atau dengan vitamin C. Vitamin C umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yakni sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nanas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat. Vitamin C juga banyak terdapat di dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol (Almatsier 2000). Namun pada sebuah percobaan intervensi bagian pengawasan di sebuah daerah di Meksiko, konsumsi 25 mg asam askorbat, misalnya jeruk limau dengan mengonsumsi 2 kali/hari selama 8

8 11 bulan gagal meningkatkan status besi pada wanita yang kekurangan besi (Garcia et al. 1999). Selain faktor yang mendorong penyerapan zat besi non-hem, terdapat pula faktor-faktor yang menghambat. Menurut Thankachan et al. (2008), zat yang menghambat penyerapan zat besi antara lain adalah asam fitat, asam oksalat, dan polifenol seperti tanin yang terdapat pada teh dan kopi. Asam phytat dan fosfat banyak terdapat pada bahan makanan yang berasal dari tumbuhtumbuhan, misalnya serealia. Seseorang yang banyak makan nasi, tetapi kurang makan sayur-sayuran serta buah-buahan dan lauk pauk, akan dapat menjadi anemia (Husaini 1978 diacu dalam Syarief 1994). Beberapa jenis sayuran hijau juga mengandung asam oksalat yang dapat menghambat penyerapan besi, namun efek menghambatnya relatif lebih kecil dibandingkan asam fitat dalam serealia dan tanin yang terdapat dalam teh dan kopi (Almatsier 2000). Kopi dapat menurunkan penyerapan besi bila dikonsumsi setelah makan sebesar 39 persen karena kopi mengandung zat polifenol yang dapat mengikat besi (Morck et al. 1983). Tanin yang terdapat dalam teh dan kopi dan beberapa jenis sayuran dan buah juga menghambat absorpsi besi dengan cara mengikatnya (Almatsier 2000). Absorpsi zat besi pada diet yang banyak mengandung makanan yang tinggi kandungan tanin akan menurun sekitar 1-2 persen (UNICEF 1998). Apabila makanan yang dikonsumsi setiap hari tidak cukup banyak mengandung zat besi atau absorpsinya rendah, maka ketersediaan zat besi untuk tubuh tidak cukup memenuhi kebutuhan akan zat besi. Hal ini terutama terjadi pada orang-orang yang mengonsumsi makanan yang kurang beragam, seperti menu makanan yang hanya terdiri dari nasi dan kacang-kacangan. Akan tetapi, apabila di dalam menu terdapat pula bahan-bahan makanan yang meninggikan absorpsi zat besi seperti daging, ayam, ikan, dan vitamin C, maka ketersediaan zat besi yang ada dalam makanan dapat ditingkatkan sehingga kebutuhan akan zat besi akan terpenuhi (Husaini 1989). Gaya Hidup Gaya hidup merupakan ciri pribadi yang dimiliki oleh setiap orang. Sebagai ciri atau karakteristik, gaya hidup banyak berpengaruh terhadap tingkah laku dalam kehidupan individu dan dengan kata lain, gaya hidup merupakan disposisi atau watak yang melatarbelakangi perilaku, reaksi atau respon seseorang terhadap diri dan lingkungan yang mempengaruhinya (Mulyono 1994

9 12 dalam Andiyani 2007). Selanjutnya menurut Sanjur (1982) dalam Andiyani (2007), gaya hidup adalah hasil pengaruh beragam peubah bebas yang terjadi di dalam keluarga atau keluarga. Peubah yang membentuk gaya hidup termasuk penyediaan materi, sifat situasi, kerangka ide budaya dan sifat-sifat psikologis serta kesehatan. Gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari sekumpulan interaksi sosial, budaya, keadaan dan hasil pengaruh beragam variabel bebas yang terjadi di dalam keluarga atau rumah tangga. Gaya hidup dapat diartikan sebagai cara hidup masyarakat. Gaya hidup seperti kegiatan merokok, konsumsi alkohol dan aktifitas fisik turut berperan dalam menentukan status kesehatan (Suharjo 1989). Konsumsi Alkohol Alkohol merupakan minuman yang hanya mengandung energi dan bersifat diuretik. Metabolisme alkohol akan membutuhkan vitamin B1 dan niasin. Sifat diuretik dari alkohol juga akan mengurangi vitamin-vitamin B, vitamin C, mineral kalsium, kalium, dan magnesium. Minum alkohol secara berlebihan dapat menurunkan penyerapan asam folat (Anonim 2007). Alkohol juga akan menurunkan nafsu makan sehingga tubuh terhalang untuk memperoleh asupan konsumsi gizi seimbang (Anonim 2009 & Khomsan 2002). Riwayat Penyakit Infeksi dan parasit dapat menyebabkan anemia melalui peningkatan kehilangan zat gizi terutama besi. Prevalensi anemia yang tinggi pada laki-laki sering disebabkan karena infeksi dan parasit (Yip 1994). Penyakit-penyakit yang dapat menjadi penyebab anemia antara lain malaria, HIV, cacing tambang, dan diare kronis. Malaria. Penyakit malaria dapat menyebabkan penurunan absorpsi besi selama periode sakit dan dari hasil hemolisis intravaskuler dapat menyebabkan rendahnya kadar hemoglobin. Plasmodium falciparum malaria merupakan penyebab utama dari anemia berat pada daerah Afrika tropis. Malaria berkontribusi sekitar 60% dari semua kasus anemia tingkat berat pada bayi di Tanzania, sementara kekurangan besi terhitung sebanyak 30%. Kekurangan besi dan malaria dapat memperberat anemia (Menendez et al. 1994). Infeksi HIV. Infeksi HIV secara kuat berhubungan dengan anemia, terutama di Afrika dan dapat meningkatkan risiko perkembangan penyakit lainnya. Lebih dari 70% individu yang AIDS mengalami anemia. Anemia mungkin disebabkan oleh penyakit kronis; defisiensi zat gizi; ketidakseimbangan faktor pertumbuhan yang

10 13 berakibat dari aksi HIV pada makrofag, fibroblas, dan sel T; infeksi parvovirus B19 yang tidak terkontrol; dan overdosis (Bain 1997). Infeksi Cacing Tambang. Cacing tambang menginfeksi hampir 1 milyar individu dan menyebabkan kehilangan darah dari mukosa usus (Stephenson 1987). Semakin banyak jumlah cacing tambang, maka semakin banyak darah dan besi yang hilang. Kehilangan darah akibat infestasi cacing tambang dapat menyebabkan anemia tingkat sedang dan berat (Gillespie & Johnston 1998). Jumlah cacing tambang yang cukup banyak dapat menyebabkan kehilangan besi yang lebih banyak dan kehilangan besi pada feses sebanyak 3.4 mg per hari. Remaja dan dewasa lebih mudah terinfeksi dibandingkan bayi dan anak-anak (Stephenson 1987). Diare. Menurut UNICEF (1998), diare dapat memperberat kejadian anemia. Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang dengan HIV sering mengalami diare. Diare dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang parah. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua. Adapun penyebab diare adalah 1) Infeksi dari berbagai bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air minum; 2) Infeksi berbagai macam virus; 3) Alergi makanan, khususnya susu atau laktosa (makanan yang mengandung susu) 4) Parasit yang masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman yang kotor (Yayasan Spiritia 2008). Tanda-tanda dari penyakit diare adalah 1) Buang air besar cair, 2) Muntah, 3) Tidak nafsu makan, 4) badan lesu dan lemah, 5) Mata cekung, 6) Bibir kering, 7) Tangan dan kaki dingin, dan 8) Kadang disertai kejang dan panas tinggi (Dinkes DKI Jakarta 2007). Citra Tubuh Citra tubuh adalah keyakinan individu terhadap tubuhnya, citra tubuh yang negatif dapat menimbulkan suatu gangguan citra tubuh. Salah satu gangguan citra tubuh adalah overestimation yaitu mempersepsikan tubuhnya lebih besar dari keadaan yang sesungguhnya. Hasil penelitian Santy (2006) menunjukkan bahwa sebanyak 52.6 persen remaja mengalami distorsi persepsi (overestimation) terhadap tubunya. Citra tubuh yang keliru sering diikuti oleh pembatasan konsumsi makanan dengan tidak memperhatikan kaidah gizi dan

11 14 kesehatan. Akibatnya, asupan gizi secara kuantitas dan kualitas tidak sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan (Santy 2006). Penelitian di kota Bogor menujukkan sekitar 20 persen perempuan dewasa yang memiliki status gizi normal beranggapan dirinya gemuk (Hardinsyah 1998 diacu dalam Hardinsyah 2007). Data survei IMT yang dilakukan oleh Depkes (2003) diacu dalam Hardinsyah (2007) menunjukkan bahwa seperenam jumlah perempuan yang bergizi baik merasa mengalami kegemukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Geografis Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi sekaligus ibu kota negara Indonesia. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA DAN DEWASA DI DKI JAKARTA TAHUN 2007 AGNITA INDAH YULIANASARI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA DAN DEWASA DI DKI JAKARTA TAHUN 2007 AGNITA INDAH YULIANASARI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA DAN DEWASA DI DKI JAKARTA TAHUN 2007 AGNITA INDAH YULIANASARI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia pada Remaja Putri Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu antara usia 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja menunjukkan ke masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi pada periode tahun 2012 mencapai 50-63% yang terjadi pada ibu hamil, survei yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan satu dari empat masalah gizi yang ada di indonesia disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah gangguan akibat kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik dan mental yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi Disusun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gizi adalah satu faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Kebutuhan gizi yang tidak tercukupi, baik zat gizi makro dan zat gizi mikro dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Gizi Besi Anemia gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan tahap di mana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanakkanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu golongan dari suatu kelompok usia yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan yang akan dikonsumsinya. Taraf kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK N 1 Sukoharjo 1. Keadaan Demografis SMK Negeri 1 Sukoharjo terletak di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol 15 KERANGKA PEMIKIRAN Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Anemia hampir dialami oleh semua tingkatan umur dan salah satunya

Lebih terperinci

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Kontribusi Tingkat Kontribusi Tingkat Protein Konsumsi Zat Pemilihan Konsumsi Protein Besi Besar Lauk Zat Lauk Daya Protein Hewani Pengetahuan Keluarga Lauk Sayuran Besi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang memiliki fisik tanggung, mental yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia yang berakibat buruk bagi penderita terutama golongan rawan gizi yaitu anak balita, anak sekolah, remaja, ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah suatu proses pembuahan dalam rangka melanjutkan keturunan sehingga menghasilkan janin yang tumbuh di dalam rahim seorang wanita (1). Di mana dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam

Lebih terperinci

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Anemia

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Anemia Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Anemia A. Topik : Sistem Hematologi B. Sub Topik : Anemia C. Tujuan Instruksional 1. Tujuan Umum : Setelah penyuluhan peserta diharapkan dapat mengtahui cara mengatasi terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Menyusui merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna mencapai tumbuh kembang bayi atau anak yang optimal. Sejak lahir bayi hanya diberikan ASI hingga

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan fisik dan perkembangan emosional antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 26 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosectional study. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder dari Program Perbaikan Anemia Gizi Besi di Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11) anemia. (14) Remaja putri berisiko anemia lebih besar daripada remaja putra, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah keadaan dimana jumlah eritrosit dalam darah kurang dari yang dibutuhkan

Lebih terperinci

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih Lampiran Kuesioner NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih PENGETAHUAN MENGENAI ANEMIA 1. Menurut kamu apakah itu anemia?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah atau jumlahnya kurang dari kadar normal. Di Indonesia prevalensi anemia pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia defisiensi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan negara miskin,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Status Anemia Kadar hemoglobin contoh yang terendah 9.20 g/dl dan yang tertinggi 14.0 g/dl dengan rata-rata kadar Hb 11.56 g/dl. Pada Tabel 6 berikut dapat diketahui sebaran contoh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu pembangunan yang telah memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan keadaan masa eritrosit dan masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani, 2008). Anemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi 2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan konseling kepada ibu hamil mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan sebagai deteksi dini ibu hamil risiko tinggi dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi (pembuahan) hingga permulaan persalinan. Ibu yang sedang hamil mengalami proses pertumbuhan yaitu pertumbuhan fetus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Remaja Putri tentang Anemia. penglihatan dan pendengaran (Notoadmodjo, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Remaja Putri tentang Anemia. penglihatan dan pendengaran (Notoadmodjo, 2007). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Remaja Putri tentang Anemia Pengetahuan adalah hasil dari tahu, yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

Lebih terperinci

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P. Pola Makan Sehat Oleh: Rika Hardani, S.P. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga melalui pemilihan dan pengolahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pekerja wanita usia subur (WUS) selama ini merupakan sumber daya manusia (SDM) yang utama di banyak industri, terutama industri pengolahan pangan yang pekerjaannya masih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia adalah penyebab kedua terkemuka didunia dari kecacatan dan dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius global ( WHO, 2014).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari normal, anemia merefleksikan eritrosit yang kurang dari normal di dalam sirkulasi dan anemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh,

Lebih terperinci

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA 1 GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA 2 PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunankesehatan Tdk sekaligus meningkat kan mutu kehidupan terlihat dari meningkatnya angka kematian orang dewasa karena penyakit degeneratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan tahap dimana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi (pembuahan) hingga permulaan persalinan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber

Lebih terperinci

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi anak usia sekolah disebabkan adanya ketidakseimbangan antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan pengaruh interaksi penyakit (infeksi).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia subur. Perdarahan menstruasi adalah pemicu paling umum. kekurangan zat besi yang dialami wanita.meski keluarnya darah saat

BAB I PENDAHULUAN. usia subur. Perdarahan menstruasi adalah pemicu paling umum. kekurangan zat besi yang dialami wanita.meski keluarnya darah saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia masih banyak ditemukan, baik masalah akibat kekurangan zat gizi maupun akibat kelebihan zat gizi. Masalah gizi akibat kekurangan zat gizi diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anemia Gizi Besi (AGB) masih menjadi masalah gizi yang utama di Indonesia. Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi baru pembangunan kesehatan direfleksikan dalam bentuk motto yang berbunyi Indonesia Sehat 2010. Tahun 2010 dipilih dengan pertimbangan bahwa satu dasawarsa merupakan

Lebih terperinci

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS persisten, RCT 2. Zn + Vit,mineral 3. plasebo, durasi 6 bln BB KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BB, PB Zn dan Zn + vit, min lebih tinggi drpd plasebo Kebutuhan gizi bayi yang tercukupi dengan baik dimanifestasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia 1. Definisi Anemia Menurut WHO, anemia gizi besi didefinisikan suatu keadaan dimana kadar Hb dalam darah hemotokrit atau jumlah eritrosit lebih rendah dari normal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007). 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah segala sesuatu yang ada dikepala kita. Kita dapat mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman yang kita miliki.

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN ZAT BESI HEM DAN NON HEM PADA DIET HARIAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI YANG MENGALAMI ANEMIA

PENGARUH PEMBERIAN ZAT BESI HEM DAN NON HEM PADA DIET HARIAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI YANG MENGALAMI ANEMIA PENGARUH PEMBERIAN ZAT BESI HEM DAN NON HEM PADA DIET HARIAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI YANG MENGALAMI ANEMIA Yeni Tutu Rohimah, Dwi Susi Haryati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang. Masalah kesehatan yang dihadapi negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang. Masalah kesehatan yang dihadapi negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia merupakan masalah dunia, dengan prevalensi tertinggi di negara sedang berkembang. Masalah kesehatan yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asupan Gizi Ibu Hamil 1. Kebutuhan Gizi Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh suatu organisme melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Remaja TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Remaja Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu berumur antara 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja menunjukkan ke masa peralihan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia yang tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penderita anemia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Anemia 1. Definisi Anemia gizi adalah keadaan kadar hemoglobin dalam darah yang lebih rendah dari normal akibat kekurangan satu macam atau lebih zat-zat gizi yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia bisa terjadi pada segala usia. Indonesia prevalensi anemia masih tinggi, insiden anemia 40,5% pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

DEFISIENSI ZAT GIZI SITI SULASTRI SST

DEFISIENSI ZAT GIZI SITI SULASTRI SST DEFISIENSI ZAT GIZI SITI SULASTRI SST PENGERTIAN Defisiensi : suatu keaadaan atau kondisi dimana tubuh mengalami kekurangan sesuatu dari yang seharusnya terpenuhi. Defisiensi zat gizi : suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang sampai saat ini masih terdapat di Indonesia yang dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang di nyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan pada masa itu menjadi penyebab utama munculnya masalah gizi remaja

BAB I PENDAHULUAN. makanan pada masa itu menjadi penyebab utama munculnya masalah gizi remaja 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya peningkatan status gizi untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas pada hakekatnya harus dimulai sedini mungkin, yakni sejak manusia itu masih berada

Lebih terperinci

MAKALAH GIZI ZAT BESI

MAKALAH GIZI ZAT BESI MAKALAH GIZI ZAT BESI Di Buat Oleh: Nama : Prima Hendri Cahyono Kelas/ NIM : PJKR A/ 08601241031 Dosen Pembimbing : Erwin Setyo K, M,Kes FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Setiap pasangan menginginkan kehamilan berlangsung dengan baik, bayi

Lebih terperinci

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui 1 / 11 Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Perubahan Berat Badan - IMT normal 18,25-25 tambah : 11, 5-16 kg - IMT underweight < 18,5 tambah : 12,5-18 kg - IMT

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi pada remaja dan dewasa yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. Prevalensi anemia di

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian proyek intevensi cookies muli gizi IPB, data yang diambil adalah data baseline penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia merupakan masalah yang sering ditemui pada remaja putri. Remaja putri termasuk dalam kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang. Berdasarkan Riskesdas (2013), dilaporkan bahwa angka

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang. Berdasarkan Riskesdas (2013), dilaporkan bahwa angka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang umum terjadi di dunia, terutama di negara berkembang. Berdasarkan Riskesdas (2013), dilaporkan bahwa angka kejadian anemia secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010-2015 dilakukan pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan 1. Pengertian Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan dan menggambarkan penggunaan obat sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan merupakan suatu kegiatan atau proses menyediakan makanan dalam jumlah yang banyak atau dalam jumlah yang besar. Pada institusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat, dan / atau vitamin B12, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN ( Studi Kasus di SMAN 3 Klaten dan SMAN 1 Bayat) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG ANEMIA DENGAN POLA MAKAN UNTUK PENCEGAHAN ANEMIA DI SMA SWASTA BINA BERSAUDARA MEDAN TAHUN 2014 No. Responden : A. IDENTITAS RESPONDEN

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KECUKUPAN KONSUMSI MAKANAN PADA SISWI SMP NEGERI 19 KOTA MAKASSAR TAHUN 2009

ABSTRAK GAMBARAN KECUKUPAN KONSUMSI MAKANAN PADA SISWI SMP NEGERI 19 KOTA MAKASSAR TAHUN 2009 ABSTRAK GAMBARAN KECUKUPAN KONSUMSI MAKANAN PADA SISWI SMP NEGERI 19 KOTA MAKASSAR TAHUN 2009 SRI SYATRIANI * & ASTRINA ARYANI** (*Dosen STIK Makassar & ** Alumni STIK Makassar) Masa remaja merupakan masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zat Besi 2.1.1. Fungsi Zat Besi Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat ini terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam

Lebih terperinci