TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Remaja

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Remaja"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Remaja Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu berumur antara 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja menunjukkan ke masa peralihan sampai tercapainya masa dewasa, maka sulit menentukan batas umurnya secara pasti. Masa remaja seperti banyak anggapan merupakan saat-saat yang tersulit dalam kehidupannya sebelum ia memasuki dunia kedewasaannya (Gunarsa & Gunarsa 1995). Remaja merupakan kelompok manusia yang berada diantara usia kanak-anak dan dewasa (Jones 1997). Pada umumnya mereka masih belajar di sekolah menengah atau perguruan tinggi. Bila mereka bekerja, mereka melakukan pekerjaan sambilan dan belum mempunyai pekerjaan tetap (Monks et al. 1992). Menurut Sarwono (1997), berdasarkan tahap perkembangannya masa remaja dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap remaja awal (14-17 tahun untuk laki-laki dan tahun untuk wanita) dan tahap remaja akhir (19-21 tahun untuk laki-laki dan wanita). Ciri-ciri tahap remaja awal yaitu terjadi perubahan fisik dan kejiwaan yang pesat. Perubahan kejiwaan menyebabkan perubahan sikap terhadap diri sendiri maupun orang lain sedangkan pertumbuhan fisik pada tahap ini terjadi sangat pesat dibandingkan tahap akhir, masa peningkatan emosi, masa tidak stabil (cepat bosan, sulit berkonsentrasi dan lainlain), merasa banyak masalah. Ciri-ciri tahap remaja akhir yaitu lebih stabil dalam emosi, minat, konsentrasi dan cara berpikir, bertambah realistis, bertambah kemampuan untuk memecahkan masalah, tidak terganggu lagi dengan perhatian orang tua yang kurang, dan pertumbuhan fisik pada tahap ini lambat. Hurlock (1991) menyatakan selama masa remaja terjadi perubahan eksternal dan internal tubuh. Perubahan ekternal tubuh meliputi perubahan dalam tinggi badan, berat badan, proporsi tubuh, organ seks, dan perkembangan ciri-ciri seks sekunder seperti payudara, suara, rambut dan sebagainya. Sedangkan perubahan internal tubuh yang terjadi pada masa remaja meliputi perkembangan sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernapasan, sistem endokrin, dan jaringan tubuh terutama otot. Menurut Husaini (1989) pada anak laki-laki

2 5 pertumbuhan otot lebih menonjol sedangkan pada perempuan deposit lemak yang lebih banyak. Menurut O Dea (1996), masa pubertas remaja mengalami pertumbuhan yang pesat dalam hal tinggi badan, berat badan, lemak tubuh dan otot serta penyempurnan berbagai sistem organ. Menurut Husaini (1989) pada laki-laki pertumbuhan otot lebih menonjol sedangkan pada perempuan deposit lemak lebih banyak. Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada remaja menyebabkan mereka memberi perhatian yang besar terhadap penampilan dirinya. Remaja mengharapkan gambaran tubuh yang ideal (body image), sehingga penyimpangan atau cacat anggota tubuh sangat merisaukan perasaannya terutama pada remaja putri (Monks et al. 1992). Salah satu upaya remaja untuk mencapai body image tersebut adalah menurunkan berat badan dengan mengubah kebiasaan makan. Perubahan kebiasaan makan yang tidak tepat memungkinkan terjadinya anorexia nervosa dan bulimia sebagai masalah kesehatan remaja (Heald et al.1998). Menurut Sediaoetama (1991) remaja berada pada tahap pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Pada masa ini, pemenuhan kebutuhan gizi sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini dapat dilakukan oleh orang lain (penyedia makanan di rumah) ataupun dirinya sendiri. Selanjutnya bila terjadi defisiensi zat gizi, akan dapat terlihat pada keadaan fisik, status kesehatan dan status gizi. Pengetahuan Gizi Kesehatan tubuh belum terjamin hanya dengan konsumsi makanan yang berkualitas baik. Tanpa mengetahui jumlah dan jenis bahan makanan yang baik dikonsumsi untuk kesehatan mustahil kesehatan tubuh dapat terjaga dengan baik. Untuk mengatasi hal itu dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan gizi. Pengetahuan gizi yang kurang akan menimbulkan anggapan bahwa makanan sehat adalah makanan mahal serta timbulnya kepercayaan dan kebiasaan yang merugikan (Martoatmojo 1978). Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selain itu juga dapat diperoleh dengan melihat dan mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi, seperti

3 6 membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio dan menyaksikan siaran televisi ataupun melalui penyuluhan kesehatan gizi (Suhardjo 1989). Konsumsi Pangan Menilai status gizi seseorang dapat melalui pola konsumsi yang ada. Pola konsumsi seseorang tidak lepas dari kebiasaan makan yang dilakukannya. Kebiasan makan seringkali merupakan suatu pola yang berulang atau bagian dari rangkaian panjang kebiasaan hidup secara keseluruhan yang dapat diukur dengan pola konsumsi pangan. Kebiasaan makan adalah cara-cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih dan memakan makanannya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh psikologis, fisiologis, serta budaya dan sosial (Harper et al. 1986). Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau sekelompok orang tertentu dengan tujuan tertentu. Sedangkan perilaku konsumsi pangan (food consumption behavior) dapat dirumuskan sebagai cara-cara atau tindakan yang dilakukan oleh individu, keluarga atau masyarakat di dalam pemilihan makanannya yang dilandasi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan tersebut (Susanto 1997). Dalam aspek gizi tujuan mengkonsumsi pangan adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh (Hardinsyah & Martianto 1989). Selanjutnya pola konsumsi pangan adalah jenis frekuensi beragam pangan yang biasa dikonsumsi, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang (Suhardjo 1989). Sedangkan tingkat konsumsi adalah perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui (Muhilal & Hardinsyah 2004). Kecukupan zat-zat gizi bagi remaja putri yang dianjurkan menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004) ditunjukkan dalam Tabel 1.

4 7 Tabel 1 Angka kecukupan energi dan zat gizi rata-rata yang dianjurkan (per orang per hari) Umur (th) BB (kg) TB (cm) Energi (kkal) Protein (g) Vit. C (mg) Besi (mg) th th th Sumber : WNPG 2004 Elizabeth dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989) berpendapat bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu: 1) karakter individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi dan kesehatan; 2) karakter makanan/pangan seperti rasa, rupa, tekstur, harga, tipe makanan, bentuk dan kombinasi makan; 3) karakter lingkungan seperti musim, pekerjaan, mobilitas dan tingkat sosial masyarakat. Selain beberapa faktor tersebut, Tarwotjo & Suyuti (1979) juga berpendapat bahwa konsumsi makanan dipengaruhi oleh status kesehatan. Cukup dan tidaknya konsumsi makanan ditentukan dengan menganalisis kandungan zat gizinya, kemudian dibandingkan dengan standar yang dianjurkan untuk mencapai suatu tingkat gizi dan kesehatan yang optimal. Standar yang dimaksud adalah Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan (Suhardjo 1989). Keperluan utama tubuh ialah energi yang apabila tidak terpenuhi, maka kemungkinan besar keperluan tubuh akan protein tidak dapat terpenuhi, karena sebagian dari protein yang ada dalam diet akan dipergunakan untuk memperoleh energi. Apabila keperluan akan energi sudah dapat tercukupi dengan makanan sehari-hari yang seimbang, maka persoalan tentang cukupnya protein, lemak, vitamin dan mineral tidak akan merupakan suatu persoalan lagi. Secara otomatis keperluan akan zat-zat gizi tadi akan dipenuhi dari makanan sehari-hari yang seimbang (Lie 1979). Survei yang dilakukan Hurlock (1991) menunjukkan bahwa remaja suka sekali jajan snack. Jenis makanan ringan yang dikonsumsi adalah kue-kue yang rasanya manis, pastry serta permen, sedangkan golongan sayur-sayuran dan buahbuahan yang mengandung banyak Vitamin C tidak populer atau jarang dikonsumsi, sehingga dalam diet mereka rendah akan vitamin C, serat dan lainlain. Disamping itu hasil survey juga menunjukkan bahwa remaja suka minum-

5 8 minuman ringan (soft drink), teh dan kopi yang frekuensinya lebih sering dibandingkan dengan minum susu. Penilaian Konsumsi Pangan Gibson (2005) mengklasifikasikan metode survei konsumsi pangan individu ke dalam dua kelompok besar yaitu secara kuantitatif yang terdiri dari recall (mengingat) dan record ( pencatatan). Kelompok yang kedua (kualitatif) meliputi riwayat makan dan frekuensi makan. Metode recall 24 jam, merupakan metode mengingat kembali jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada masa lalu. Tujuan dari metode ini adalah untuk mendapatkan informasi yang tepat tentang asupan makanan selama 24 jam yang lalu, atau yang dapat dijadikan patokan setiap hari. Informasi seperti ini dapat digunakan untuk menggambarkan rata-rata asupan makanan pada kelompok, jika kebiasaan makan individu merupakan gambaran kebutuhan yang sebenarnya selama 24 jam (Gibson 2005). Apabila pengukuran recall hanya dilakukan satu kali (1x24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu (Gibson 2005). Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang asupan harian individu (Sanjur 1982). Frekuensi pangan bertujuan untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi. Metode ini umumnya tidak digunakan untuk memperoleh data kuantitatif pangan ataupun intik konsumsi zat gizi (Gibson 2005). Dengan metode ini kita dapat menilai frekuensi penggunaan pangan atau kelompok pangan tertentu (misalnya : sumber lemak, sumber protein, dsb) selama kurun waktu tertentu ysng spesifik (misalnya : per hari, minggu, bulan, tahun). Kuesioner mempunyai dua komponen utama yaitu daftar pangan dan frekuensi penggunaan pangan. Status Gizi

6 9 Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik atau tidak baik (Gibson 2005). Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam jangka waktu yang cukup lama. Pada masa remaja kebutuhan akan zat gizi mencapai maksimum. Kebutuhan zat gizi yang tinggi ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan tubuh yang cepat. Jika kebutuhan zat gizi tersebut tidak terpenuhi maka akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tubuh (Williams 1980). Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung melalui pengukuran antropometri dan penilaian biokimia. Indikator yang digunakan tergantung pada waktu, biaya, tenaga dan tingkat ketelitian penelitian yang diharapkan serta banyaknya orang yang akan dinilai status gizinya (Riyadi 2003). Status Gizi Antropometri Salah satu indikator yang digunakan dalam pengukuran antropometri adalah indikator Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut umur. Menurut Riyadi (2003), indikator IMT menurut umur merupakan indikator terbaik untuk remaja. Indikator ini sudah divalidasi sebagai indikator lemak tubuh total pada persentil atas dan juga sejalan dengan indikator yang sudah direkomendasikan untuk orang dewasa serta data referensi yang bermutu tinggi tentang indikator ini sudah tersedia. Penentuan batasan berat badan normal pada orang dewasa berdasarkan nilai indeks massa tubuh dihitung menurut rumus berat badan dalam kilogram dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter. Batasan nilai IMT normal bagi wanita adalah 18,7-23,8, atau sekitar 20,8 (Atmarita & Veronica 1992). Depkes mengkategorikan nilai IMT menjadi lima, yaitu kurus sekali (IMT<17,0), kurus (IMT 17,0-18,4), normal (IMT 18,5-25,0), gemuk (IMT 25,1-27,0) dan gemuk sekali (IMT >27,0). Becker et al. (1999) menyatakan bahwa nilai IMT <20

7 10 dikategorikan underweight, nilai IMT 20 sampai 25 dikategorikan normal, nilai IMT 25 sampai 30 dikategorikan overweight, dan >30 dikategorikan obese. Status Gizi Biokimia Penilaian status gizi secara laboratorium atau biokimia digunakan untuk mendeteksi tahap defesiensi subklinis dan untuk mengkonfirmasi diagnosa klinis. Melalui cara ini dapat ditentukan status gizi secara obyektif, yakni bebas dari emosi dan faktor subyektif lainnya (Gibson 2005). Defisiensi zat gizi dalam tubuh biasanya berlangsung secara bertahap. Untuk mengetahui seberapa berat defisiensi zat gizi tersebut, maka dapat dilakukan dengan uji biokimia dalam cairan dan jaringan tubuh tertentu. Untuk menganalisis zat besi dalam darah dapat didekati dengan pengukuran kadar hemoglobin (Gibson 2005). Berdasarkan kadar Hb, maka individu dapat dikelompokkan menjadi anemia dan normal. Anemia merupakan suatu keadaan dimana sel-sel darah merah tidak mampu membawa oksigen yang diperlukan dalam pembentukan energi. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, yaitu kurang dari 12 g/dl (INACG 2004) dan berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin (Soekirman 2000). Remaja putri dikategorikan anemia apabila kadar Hb kurang dari 12 g/dl (WHO 1982). Hemoglobin (Hb) merupakan substansi di dalam eritrosit (sel darah merah) yang mengandung protein globin dan komponen nonprotein dalam pigmen merah heme yang mengandung zat besi dan merupakan 33 persen dari volume sel dan terlibat dalam transport oksigen (O 2 ) dan karbondioksida (CO 2 ) (Tortora & Anagnostakos 1990). Hb mengandung protein (globin) yang terdiri dari empat rantai polipeptida dan empat komponen nonprotein dalam pigmen merah (heme), masing-masing polipeptida tersebut mengandung zat besi (Fe +2 ). Masing-masing zat besi dalam Hb dapat berikatan dengan molekul oksigen pada saat eritrosit melewati paruparu. Pada tahap ini oksigen diangkut ke jaringan lain dalam tubuh. Di dalam jaringan tersebut reaksi zat besi-oksigen berbalik, sehingga oksigen dibebaskan untuk berdifusi ke dalam sel. Pada perjalanan sebaliknya, globin berkombinasi dengan karbondioksida. Kompleks ini diangkut ke paru-paru dan di dalam paru-

8 11 paru karbondioksida dibebaskan dan kemudian dikeluarkan dari tubuh (Tortora & Anagnostakos 1990). Penggunaan Hb sebagai indeks status zat besi memiliki beberapa keterbatasan (Gibson 2005), yaitu ketergantungan terhadap usia, jenis kelamin, dan ras, serta faktor lainnya. Sebagian besar penyebab anemia di Indonesia adalah kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin, sehingga disebut anemia kekurangan besi. Menurut Latham (1979), penyebab terjadinya anemia gizi adalah tidak cukupnya zat-zat gizi terutama yang diserap dalam makanan sehari-hari guna pembentukan sel darah merah maka terjadi keseimbangan negatif antara pemasukan dan pengeluaran zat besi dalam tubuh. Selain itu zat-zat penyerta yang meningkatkan daya serap, seperti protein dan vitamin C juga tidak cukup. CDC (1998) menyatakan bahwa anemia gizi dapat disebabkan oleh defisiensi zat gizi, infeksi dan pendarahan. Pendapat lain (Husaini 1989) menyatakan bahwa ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadi anemia, yaitu kehilangan darah karena pendarahan, kerusakan sel darah merah dan produksi darah merah tidak cukup. Pada Gambar 1 diuraikan penyebab langsung maupun tidak langsung dari anemia gizi besi. Kekurangan hemoglobin dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang ditransportasi ke sel tubuh maupun otak, sehingga menimbulkan gejalagejala letih, lesu, cepat lelah. Hal ini berakibat pada menurunnya kebugaran dan prestasi pada atlit, pada anak sekolah dapat menurunkan prestasi belajar dan dapat menurunkan produktivitas kerja pada pekerja yang berdampak pada rendahnya tingkat pendapatan (Soekirman 2000). Selain itu, kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan/hambatan pada pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak sehingga pada ibu hamil dapat mengalami keguguran, lahir sebelum waktunya, berat badan lahir rendah (BBLR), pendarahan sebelum dan pada waktu melahirkan serta pada anemia berat dapat menimbulkan kematian ibu dan bayi. Pada anak dan remaja yang menderita anemia dapat mengalami gangguan pertumbuhan yang optimal dan menjadi kurang cerdas. Penderita kekurangan zat besi akan turun daya tahan tubuhnya, akibatnya mudah terkena penyakit infeksi (Depkes RI 1996).

9 12 Penyebab tidak langsung Penyebab langsung Status besi Ketersediaan zat besi dalam makanan rendah Praktek pemberian makanan kurang baik Jumlah zat besi dalam makanan kurang Sosial ekonomi rendah Komposisi makanan kurang beragam Terdapat zat-zat yang menghambat absorpsi Pertumbuhan fisik Kehamilan dan menyusui Absorpsi zat besi rendah Kebutuhan naik Keadaan kurang besi Pendarahan Parasit, infeksi Pelayanan kesehatan rendah Kehilangan darah Gambar 1 Penyebab langsung dan tidak langsung anemia gizi besi remaja putri (Husaini 1989). Menurut Pollit (1985) dalam Almatsier (1989) menyatakan bahwa defisiensi besi dapat mempengaruhi pemusatan perhatian (atensi), kecerdasan (IQ), dan prestasi belajar di sekolah. Dengan diberikan besi, maka nilai kognitif tersebut naik secara nyata. Penelitian terhadap anak balita dan anak sekolah didapatkan hasil bahwa anak yang menderita anemia gizi besi mengalami gangguan intelektual, seperti kemampuan verbal, kemampuan mengingat, berkonsentrasi, berpikir analog dan sistematis serta prestasi belajar yang rendah. Sebelum zat besi diabsorpsi, zat besi ferri harus dirubah bentuk menjadi zat besi ferro melalui proses reduksi. Dalam proses perubahan ini harus ada asam,

10 13 baik HCl yang secara normal terdapat di dalam lambung atau adanya vitamin C yang berasal dari beberapa jenis buah-buhan dan sayuran, atau daging, atau ikan (Husaini 1989). Wirakusumah (1999) menyatakan bahwa zat besi dalam makanan dapat berasal dari hewan maupun tumbuhan. Bentuk zat besi yang terdapat dalam makanan juga mempengaruhi penyerapan zat besi oleh tubuh. Ada dua macam bentuk zat besi dalam makanan, yaitu: (a) zat besi heme yaitu zat besi yang berasal dari hewan seperti daging, ikan dan ayam. Penyerapannya tidak tergantung pada jenis kandungan makanan lain dan lebih mudah diabsorpsi. Walaupun kandungan zat besi heme dalam makanan hanya antara 5-10 persen, tetapi penyerapannya mencapai 25 persen; dan (b) zat besi non heme yang terdapat pada pangan nabati, seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan dan buah-buahan. Derajat absorpsi zat besi non heme termasuk rendah (hanya 5%) dan sangat tergantung pada jenis makanan lain atau menu yang bervariasi. Penyerapan zat besi non heme dipengaruhi oleh faktor-faktor penghambat maupun pendorong, sedangkan zat besi heme tidak. Vitamin C dan daging adalah faktor utama yang mendorong penyerapan zat besi non heme. Vitamin C dapat meningkatkan penyerapan sampai empat kali lipat, selain itu protein hewani juga ikut mempermudah absorpsi zat besi. Ada juga faktor-faktor yang menghambat penyerapan zat besi. Faktorfaktor tersebut adalah keadaan basa pada lambung karena adanya fitat yang terdapat dalam kacang-kacangan, biji-bijian dan kedelai, oksalat yang terdapat dalam sayuran dan fosfat yang membentuk senyawa tidak mudah larut dalam air sehingga sulit diabsorpsi (Wirakusumah 1999). Seseorang yang banyak makan nasi tetapi kurang makan sayur-sayuran serta buah-buahan dan lauk-pauk, akan dapat menjadi anemia walaupun zat besi yang dikomsumsi dari makanan seharihari cukup banyak (Husaini 1989). Hal tersebut kemungkinan karena tidak ada zat yang dapat membantu penyerapan. Tanin yang terdapat dalam teh dan kopi, beberapa jenis serat makanan juga menghambat absorpsi zat besi (Wirakusumah 1999). Tanin yang terdapat dalam teh dan kopi dapat menurunkan absorpsi zat besi sampai 40 persen untuk kopi dan 85 persen untuk teh. Minum teh satu jam

11 14 setelah makan dapat menurunkan absorpsi hingga 85 persen. Hal ini disebabkan karena terdapat polyphenol seperti tanin pada teh (Gutrie 1989). Status besi seseorang dapat dilihat dengan cara mengukur kadar feritin, jenuh transferin, eritrosit porfirin bebas. Pada umumnya untuk mengetahui apakah seseorang menderita anemia karena defisiensi besi, metode yang paling sering digunakan adalah dengan mengukur kadar hemoglobin. Standar yang ditetapkan oleh WHO (1982) untuk melihat seseorang menderita anemia adalah apabila kadar hemoglobin darah kurang dari 12 g/dl untuk wanita dewasa, kurang dari 11 g/dl pada balita dan wanita hamil, dan kurang dari 13 g/dl untuk pria dewasa. Sampel darah yang akan dianalisis lebih akurat apabila diambil dari darah vena dibandingkan sampel darah yang diambil dari darah tepi seperti jari tangan dan kaki maupun telinga. Konsentrasi hemoglobin yang berasal dari sampel darah yang diambil pagi hari cenderung lebih tinggi dibandingkan sampel yang diambil sore hari (Gibson 2005). Metode pengukuran yang direkomendasikan adalah dengan metode cyanmethemoglobin ICSH (1987) diacu dalam Gibson (2005). Kelemahan penentuan hemoglobin dengan cara ini adalah memerlukan spektrofotometer yang harga dan biaya pemeliharaannya mahal dan membawa spektrofotometer ke lapangan dapat menyebabkan kerusakan. Selain itu, pemakaian pereaksi yang membahayakan kesehatan karena mengandung sianida dan banyaknya perlengkapan yang harus dibawa bila bekerja di lapangan. Untuk itu bila cara ini tidak memungkinkan dilakukan, maka cara Sahli merupakan alternatif yang dapat digunakan (Muhilal & Saidin 1980). Cara lain yang sudah banyak dilakukan di berbagai laboratorium di Indonesia adalah cara Sahli. Banyak darah yang dibutuhkan sama dengan Cyanmethemoglobin yaitu 0.02 ml setelah diencerkan dengan 0.1 N HCl pada tabung sahli. Pengenceran dilakukan sampai warna sama dengan standar warna gelas disampingnya, kemudian kadar hemoglobin dapat langsung dibaca. Menurut Supariasa et al. (2001) untuk pemeriksaan di daerah yang belum mempunyai peralatan canggih atau pemeriksaan di lapangan, metode Sahli ini masih memadai dan bila pemeriksanya telah terlatih hasilnya dapat diandalkan.

12 15 Pengetahuan dan Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi Pengetahuan Reproduksi Menurut Media (1995) pengetahuan reproduksi meliputi kemampuan untuk mengetahui segala aspek yang mendukung proses reproduksi, seperti usia subur wanita, kehamilan, usia nikah yang dianjurkan dan jenis alat kontrasepsi. Affandi (1995) menyatakan pengetahuan reproduksi harus mencakup pemahaman terhadap tiga komponen pendukung kesehatan reproduksi yaitu kemampuan, keberhasilan dan keamanan reproduksi. Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi Istilah persepsi secara sederhana dapat diartikan sebagai pemaknaan dari hasil pengamatan individu mengenai suatu objek (Yusuf 1991). Persepsi terhadap kesehatan reproduksi merupakan pandangan atau pemahaman remaja terhadap segala aspek yang mendukung reproduksi sehat. Menurut Affandi (1995) kesehatan reproduksi mencakup tiga komponen, yaitu kemampuan (ability), keberhasilan (success), dan keamanan (safety). Persepsi remaja ini dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor struktural, faktor fungsional dan faktor kultural. Faktor struktural bersifat fisiologis, berkaitan dengan fungsi organ-organ persepsi seperti penglihatan, pendengaran, penciuman dan lain-lain. Faktor fungsional merupakan faktor yang dipengaruhi oleh ingatan, kebutuhan, kebiasaan, dan pengalaman yang diperoleh dari interaksi personal dan sosial. Sedangkan faktor kultural merupakan hal yang mempengaruhi individu dikaitkan dengan adat istiadat, norma, dan agama (Schiffman 1982). Muhadjir (1992) menyatakan persepsi merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari domain kognitif berupa ekspresi pendapat yang lebih tepat atau kurang tepat. Menurut Cshlosberg dalam Muhadjir (1992) pengukuran persepsi dapat disajikan dalam dua dimensi senang-tidak senang dan menerima-menolak. Selanjutnya Noeng dalam Muhadjir (1992) menyederhanakan pengukuran persepsi dalam bentuk skala penilaian setuju dan tidak setuju.

13 16 Kesehatan Reproduksi Reproduksi adalah merupakan proses perkembangbiakan dari suatu mahluk hidup untuk menghasilkan organisme lain yang sama jenisnya (Penghulu 1993). Reproduksi dimaksudkan sebagai peristiwa atau proses yang berkaitan dengan fungsi kembang biak atau meneruskan keturunan (Media 1995). Proses reproduksi manusia bermula dari pertemuan sperma pria dengan sel telur wanita melalui hubungan seksual kemudian berlanjut dengan kehamilan, dan berakhir pada persalinan (Chalik 1998). Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat yang mencakup keadaan fisik, mental, sosial, serta spiritual dan tidak adanya kecacatan yang terkait dengan sistem fungsi reproduksi dan prosesnya (Martodipuro 2000). Kesehatan reproduksi mengharapkan dapat tercapainya kepuasan dalam kehidupan seksual yang aman dan adanya kemampuan untuk berkembang biak dengan kebebasan untuk memutuskan sendiri sejak kapan dan berapa banyak. Penelitian yang dilakukan di Jakarta dan Yogyakarta menunjukkan proporsi remaja yang telah melakukan hubungan seksual 6.6 persen (Bandi 1992). Dari hasil penelitian terhadap 633 pelajar SLTA di Bali menunjukkan 27 persen siswa dan 18 persen siswi mengaku pernah melakukan hubungan seksual (Media 1995). Hubungan seksual yang dilakukan remaja sebelum menikah menyebabkan kehamilan dini atau kehamilan yang tidak diinginkan, yang beberapa diantaranya berakhir dengan aborsi dan terjangkitnya penyakit menular seksual termasuk diantaranya infeksi HIV (Friedman 1993). Pada tahun 1995 di Thailand masalah penyakit menular seksual atau PMS pada remaja usia tahun sebanyak 33 persen dari semua kasus PMS yang ada dan kehamilan di usia belasan tahun mencapai 14.7 persen dari total jumlah kehamilan (Sarwanto 2002). Kesiapan Reproduksi Kesiapan reproduksi berhubungan dengan tugas remaja nantinya sebagai calon ibu yang memilki tanggung jawab besar dalam kehidupan keluarga.mereka akan terlibat dalam proses pernikahan, dengan konsekuensi untuk hamil, melahirkan, merawat, mengasuh serta mendidik anak (Martodipuro 2000).

14 17 Untuk dapat memulai kehidupan keluarga dengan baik, diperlukan kesiapan fisik dan mental, diantaranya kesiapan dalam hal reproduksi. Kesiapan fisik remaja diukur dari status gizi remaja. Sedangkan kesiapan mental remaja terhadap reproduksi diukur dari pengetahuan reproduksi serta persepsi remaja mengenai kesehatan reproduksi.

POLA KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI DAN PENGETAHUAN REPRODUKSI REMAJA PUTRI ANITA RAHMIWATI

POLA KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI DAN PENGETAHUAN REPRODUKSI REMAJA PUTRI ANITA RAHMIWATI POLA KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI DAN PENGETAHUAN REPRODUKSI REMAJA PUTRI ANITA RAHMIWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia pada Remaja Putri Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu antara usia 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja menunjukkan ke masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 26 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosectional study. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder dari Program Perbaikan Anemia Gizi Besi di Sekolah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi pada periode tahun 2012 mencapai 50-63% yang terjadi pada ibu hamil, survei yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Indonesia,

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan satu dari empat masalah gizi yang ada di indonesia disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah gangguan akibat kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang memiliki fisik tanggung, mental yang kuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja. Remaja merupakan kelompok manusia yang berada diantara usia kanakkanak

TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja. Remaja merupakan kelompok manusia yang berada diantara usia kanakkanak TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja Penyertian Rernaja Remaja merupakan kelompok manusia yang berada diantara usia kanakkanak dan dewasa (Jones, 1997). Permulaan masa remaja dimulai saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu golongan dari suatu kelompok usia yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan yang akan dikonsumsinya. Taraf kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu pembangunan yang telah memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asupan Gizi Ibu Hamil 1. Kebutuhan Gizi Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh suatu organisme melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11) anemia. (14) Remaja putri berisiko anemia lebih besar daripada remaja putra, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah keadaan dimana jumlah eritrosit dalam darah kurang dari yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan fisik dan perkembangan emosional antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) 5 TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi baru pembangunan kesehatan direfleksikan dalam bentuk motto yang berbunyi Indonesia Sehat 2010. Tahun 2010 dipilih dengan pertimbangan bahwa satu dasawarsa merupakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian proyek intevensi cookies muli gizi IPB, data yang diambil adalah data baseline penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia yang tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penderita anemia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan keadaan masa eritrosit dan masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani, 2008). Anemia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Gizi Besi Anemia gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Sehat Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira, makannya teratur, bersih,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan merupakan suatu kegiatan atau proses menyediakan makanan dalam jumlah yang banyak atau dalam jumlah yang besar. Pada institusi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan. Dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan, salah satu aktivitas yang bersifat individual adalah konsumsi pangan. Bagi individu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia defisiensi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan negara miskin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu masalah gizi wanita yang berkaitan dengan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi atau tingkat konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi status kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh VIKA YUNIATI J 300 101

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan tahap dimana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja Produktivitas tenaga kerja sebagai suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara output (hasil kerja) dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi Energi dan Protein 1. Energi Tubuh memerlukan energi sebagai sumber tenaga untuk segala aktivitas. Energi diperoleh dari makanan sehari-hari yang terdiri dari berbagai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain Penelitian. Desain penelitian yang dilakukan untuk mengetahui status gizi, perilaku

METODE PENELITIAN. Desain Penelitian. Desain penelitian yang dilakukan untuk mengetahui status gizi, perilaku METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian yang dilakukan untuk mengetahui status gizi, perilaku konsumsi, dan persepsi remaja putri SMU dan SMK dikaitkan dengan kesiapan reproduksi adalah cross

Lebih terperinci

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR Hendrayati 1, Sitti Sahariah Rowa 1, Hj. Sumarny Mappeboki 2 1 Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia merupakan masalah yang sering ditemui pada remaja putri. Remaja putri termasuk dalam kelompok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin 4 TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Beastudi Etos merupakan sebuah beasiswa yang dikelola oleh Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa. Beasiswa ini berdiri sejak tahun 2005 hingga sekarang dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah suatu proses pembuahan dalam rangka melanjutkan keturunan sehingga menghasilkan janin yang tumbuh di dalam rahim seorang wanita (1). Di mana dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi (pembuahan) hingga permulaan persalinan. Ibu yang sedang hamil mengalami proses pertumbuhan yaitu pertumbuhan fetus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang

BAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang lebih modern. Dimana saat ini telah berkembang berbagai teknologi canggih yang dapat membantu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Geografis Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi sekaligus ibu kota negara Indonesia. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK N 1 Sukoharjo 1. Keadaan Demografis SMK Negeri 1 Sukoharjo terletak di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan tahap di mana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanakkanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gizi adalah satu faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Kebutuhan gizi yang tidak tercukupi, baik zat gizi makro dan zat gizi mikro dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia 1. Definisi Anemia Menurut WHO, anemia gizi besi didefinisikan suatu keadaan dimana kadar Hb dalam darah hemotokrit atau jumlah eritrosit lebih rendah dari normal sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Sekolah Dasar 2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah atau jumlahnya kurang dari kadar normal. Di Indonesia prevalensi anemia pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Status Anemia Kadar hemoglobin contoh yang terendah 9.20 g/dl dan yang tertinggi 14.0 g/dl dengan rata-rata kadar Hb 11.56 g/dl. Pada Tabel 6 berikut dapat diketahui sebaran contoh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik dan mental yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia yang berakibat buruk bagi penderita terutama golongan rawan gizi yaitu anak balita, anak sekolah, remaja, ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia karena defisiensi besi merupakan kelainan gizi yang paling sering ditemukan di dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat. Saat ini diperkirakan kurang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Anemia 1. Definisi Anemia gizi adalah keadaan kadar hemoglobin dalam darah yang lebih rendah dari normal akibat kekurangan satu macam atau lebih zat-zat gizi yang diperlukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi 2.1.1 Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n [(1.96) 2 x (0.188 x 0.812)] (0.1) 2. n 59 Keterangan: = jumlah contoh

METODE PENELITIAN. n [(1.96) 2 x (0.188 x 0.812)] (0.1) 2. n 59 Keterangan: = jumlah contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari penelitian payung Ajinomoto IPB Nutrition Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang berawal dari usia 9-10 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun. Remaja sebagai golongan individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Agus Yohena Zondha (2010), membahas mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Agus Yohena Zondha (2010), membahas mengenai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan pustaka Agus Yohena Zondha (2010), membahas mengenai Aplikasi Informasi Diet Berdasarkan Golongan Darah, aplikasi ini dirancang untuk dapat membantu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia masih berada pada pola konsumsi tunggal, yaitu beras. Tingginya ketergantungan pada beras tidak saja menyebabkan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk usia lanjut. Proporsi penduduk usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *) PENDAHULUAN Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Karakteristik contoh meliputi usia, pendidikan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, riwayat kehamilan serta pengeluaran/bulan untuk susu. Karakteristik contoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam

Lebih terperinci

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui 1 / 11 Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Perubahan Berat Badan - IMT normal 18,25-25 tambah : 11, 5-16 kg - IMT underweight < 18,5 tambah : 12,5-18 kg - IMT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan makan dan zat gizi yang digunakan oleh tubuh. Ketidakseimbangan asupan makan tersebut meliputi kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa, sedangkan menurut Depkes RI 2006 jumlah remaja meningkat yaitu 43 juta jiwa, dan menurut

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).

Lebih terperinci

GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA. CICA YULIA, S.Pd, M.Si

GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA. CICA YULIA, S.Pd, M.Si GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA CICA YULIA, S.Pd, M.Si Remaja merupakan kelompok manusia yang berada diantara usia kanak-kanak dan dewasa (Jones, 1997). Permulaan masa remaja dimulai saat anak secara seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelompok Umur Hemoglobin (g/dl) 5-11 tahun tahun

TINJAUAN PUSTAKA. Kelompok Umur Hemoglobin (g/dl) 5-11 tahun tahun 4 TINJAUAN PUSTAKA Anemia Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Nilai tersebut berbedabeda untuk kelompok umur dan jenis kelamin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Menyusui merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna mencapai tumbuh kembang bayi atau anak yang optimal. Sejak lahir bayi hanya diberikan ASI hingga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 = 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan di perguruan tinggi penyelenggara Beastudi Etos wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci