CAMPURAN BERASPAL PANAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "CAMPURAN BERASPAL PANAS"

Transkripsi

1 MODUL B.1.1 CAMPURAN BERASPAL PANAS Diselenggarakan dalam rangka : SOSIALISASI NSPM, PEMBERIAN ADVISTEKNIKDANUJIKEANDALAN MUTU TAHUN 2003 DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

2 DAFTAR ISI Ringkasan 1 Pendahuluan Permasalahan Jenis kerusakan dan perkiraan penyebabnya... 2 Cacat Permukaan... 2 Retak... 3 Deformasi Kasus pada pelaksanaan... 6 Kasus pengadaan dan penimbunan agregat... 6 Kasus ketidaklaikan peralatan dan pelaksanaan pencampuran di AMP 6 Kasus penghamparan dan pemadatan Pemecahan masalah Penyiapan peralatan Persiapan bahan Pelaksanaan konstruksi Pembuatan rancangan campuran kerja (FCK/JMF) Pelaksanaan pencampuran di AMP Penghamparan dan pemadatan Pekerjaan persiapan Penghamparan dan pemadatan campuran beraspal Pengendalian mutu NSPM yang terkait Daftar pustaka DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Deliminasi... 2 Gambar 2 Bleeding... 2 Gambar 3 Pengausan... 3 Gambar 4 Pelepasan butir... 3 Gambar 5 Lubang... 3 Gambar 6 Retak selip... 3 Gambar 7 Retak kulit buaya... 4 Gambar 8 Retak blok... 4 Gambar 9 Retak memanjang... 4 Gambar 10 Retak melintang... 4 Gambar 11 Alur... 5 Gambar 12 Keriting... 5 Gambar 13 Depresi (amblas)... 5 Gambar 14 Pergeseran (shoving)... 5 Gambar 15 Deformasi plastis... 6 Gambar 16 Stockpile batu gunung yang berlapis/lempengan untuk di pecah... 6 Campuran beraspal panas i

3 Gambar 17 Stockpile 2 jenis agregat... 6 Gambar 18 Pintu pengeluaran agregat bin dingin rusak... 6 Gambar 19 Penggetar bin dingin rusak... 6 Gambar 20 Pintu pengeluaran agregat Bin Dingin tersumbat... 7 Gambar 21 Pengisian agregat dengan bucket loader lebih lebar dari mulut Bin Dingin... 7 Gambar 22 Fraksi agregat di bin dingin tanpa pembatas... 7 Gambar 23 Pemasok agregat (ban berjalan) rusak... 7 Gambar 24 Kondisi dan kemiringan drum pemanas tidak baik... 7 Gambar 25 Lidah (sudu-sudu) pengering tidak terpelihara... 8 Gambar 26 Pembakaran tidak sempurna... 8 Gambar 27 Termometer aspal tidak terpelihara... 8 Gambar 28 Timbangan agregat dan aspal rusak... 8 Gambar 29 Saringan panas yang terpasang berbeda ukuran... 8 Gambar 30 Pedal dan dinding pencampur (mixer/pugmill) tidak terawatt... 8 Gambar 31 Penyiraman lapis perekat tidak merata... 9 Gambar 32 Hasil penyiraman lapis perekat kehujanan... 9 Gambar 33 Pengisian campuran ke Finisher berlebih... 9 Gambar 34 Penghamparan tambahan cara manual... 9 Gambar 35 Pemadatan saat hujan... 9 Gambar 36 Penghamparan malam hari dengan penerangan jelek... 9 Gambar 37 Pemeriksaan peralatan AMP Gambar 38 Pemeriksaan aspal distributor Gambar 39 Pemeriksaan alat penghampar Gambar 40 Cara penimbunan agregat Gambar 41 Bagan alir pelaksanaan konstruksi perkerasan beraspal Gambar 42 Bagan alir pembuatan rancangan campuran kerja (FCK/JMF) Gambar 43 Ilustrasi pembuatan campuran di AMP Gambar 44 Pemasangan lapis perekat (tack coat) Gambar 45 Proses penghamparan dan pemadatan Campuran beraspal panas ii

4 CAMPURAN BERASPAL PANAS Ringkasan Pembinaan jalan yang baik sangat penting guna terpenuhinya kinerja perkerasan beraspal yang sesuai dengan tuntutan masyarakat penguna jalan. Kinerja perkerasan yang baik yakni terpenuhinya persyaratan kondisi structural dan fungsional sehingga penguna jalan cukup nyaman, aman, cepat (singkat) dan biaya perjalan yang murah. Untuk memenuhi tuntutan masyarakat pengguna jalan tersebut tidaklah mudah karena terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiaki sehingga kegagalan konstruksi beraspal dapat dihindari. Kegagalan konstruksi beraspal tersebut dominan terjadi pada tahap pelaksanaan, yaitu karena kelaikan peralatan, proses pembuatan pencampuran di AMP yang tidak baik dan proses pelaksanaan penghamparan serta pemadatan yang tidak sesuai dengan persyaratan. Kualitas pelaksanaan konstruksi yang dapat memenuhi masyarakat pengguna jalan akar terwujud apabila peralatan selalu dikalibrasi dan dipelihara dengan baik dan pemahaman serta penerapan NSPM pada setiap tahapan pekerjaa. Pada tulisan ini disajikan yang terkait dengan permasalahan yang terjadi pada perkerasan lentur dan kiat-kiat yang perlu dilakukan untuk pemecahan permasalahan tersebut, ksusnya pada proses pelaksanaan.. 1 Pendahuluan Disadari bahwa pembinaan jalan yang hasilnya dapat memenuhi tuntutan masyarakat pengguna jalan bukanlah pekerjaan yang mudah, lebih-lebih pada saat kondisi anggaran terbatas serta beban kendaraan yang cenderung jauh melampaui batas dan kondisi cuaca yang kurang bersahabat. Di samping itu, makin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menyampaikan tuntutannya atas penyediaan prasarana jalan merupakan tantangan yang perlu mendapat perhatian dari pihak-pihak yang terkait dalam pembinaan jalan. Aspek-aspek tersebut merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindari dan perlu dijadikan pendorong untuk mencari upaya-upaya yang dapat meningkatkan pembinaan jalan secara efektif dan efisien, baik pada pembangunan jalan baru maupun pada pelaksanaan pemeliharaan/ peningkatan jalan yang ada. Pada saat menggunakan jalan, tuntutan pengguna jalan adalah kenyamanan, keselamatan dan kecepatan (singkat) yang akhirnya aspek-aspek tersebut ditunjukkan dengan biaya perjalanan yang murah. Untuk memenuhi tuntutan masyarakat pengguna jalan maka perkerasan harus memenuhi persyaratan kondisi fungsional dan struktural. Persyaratan kondisi fungsional menyangkut kerataan dan kekesatan permukaan perkerasan, sedangkan persyaratan kondisi struktural menyangkut kemampuan (dinyatakan dalam satuan waktu dan jumlah lalu-lintas) dalam mempertahankan kondisi fungsionalnya pada tingkat yang layak. Kondisi struktural ditunjukkan oleh kekuatan atau daya dukung perkerasan yang biasanya dinyatakan dalam nilai struktural (structural number) atau lendutan. Namun berdasarkan hasil pemantauan pada beberapa ruas jalan strategis (khususnya di Pulau Jawa) ditemukan beberapa kasus pada pelaksanaan yang dampaknya kualitas konstruksi perkerasan beraspal sangat rendah sehingga tidak memenuhi tuntutan lalu-lintas. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya ruas jalan yang mengalami kerusakan dini. Sebagai upaya untuk mewujudkan kualitas konstruksi jalan yang baik maka sangat penting untuk mengikuti ketentuan sesuai NSPM, baik untuk pembuatan rancangan campuran maupun pelaksanaan dilapangan. Pada tulisan ini, disajikan beberapa permasalah yang terjadi pada perkerasan beraspal, kemungkinan penyebabnya, contoh kasus yang terjadi pada saat pelaksanaan (baik di AMP maupun di tempat penghamparan) dan pemecahan masalahnya. Campuran beraspal panas 1-19

5 2 Permasalahan Kerusakan pada perkerasan beraspal dapat dikelompokkan menjadi tiga modus, yaitu cacat permukaan, retak dan deformasi. Masing-masing modus dapat dibagi lagi ke dalam beberapa jenis, yaitu: a) Cacat permukaan Deliminasi Bleeding (kegemukan aspal) Pengausan Pelepasan butir Lubang c) Deformasi Alur Keriting Depresi (amblas) Pergeseran (shoving) Deformasi plastis b) Retak Retak selip Retak buaya Reatak blok Retak memanjang Retak melintang 2.1 Jenis kerusakan dan perkiraan penyebabnya Terjadinya kerusakan pada perkerasan beraspal dapat disebabkan oleh kualitas bahan yang tidak memenuhi persyaratan atau proses pelaksanaan yang tidak mengikuti ketentuan yang ditetapkan dalam spesifikasi. Untuk jelasnya, yang menjadi penyebab terjadinya kerusakan diuraikan berikut ini. Cacat Permukaan KERUSAKAN PERKIRAAN PENYEBAB Permukaan perkerasan lama kotor Pemasangan lapis perekat tidak merata Pemadatan saat hujan Rembesan air pada retakan Gambar 1. Deliminasi Penggunaan aspal berlebihan Penggunaan lapis perekat (tack coat) berlebihan Ekses dari lapisan bawahnya yang bleeding Gambar 2. Bleeding Campuran beraspal panas 2-19

6 Penggunaan agregat tidak tahan aus Penggunaan agregat (kelikil) sungai. Gambar 3. Pengausan Penggunaan agregat kotor Penggunaan agregat pipih (mudah pecah) Penggunaan aspal kurang Pelapukan (aging) aspal Pemadatan lintasannya kurang Temperatur pemadatan rendah Gambar 4. Pelepasan butir Penggunaan aspal kurang Penggunaan agregat kotor Penggunaan agregat pipih (mudah pecah) Rembesan para retakan Gambar 5. Lubang Retak Penggunaan tack coat kurang Pengaruh terdorond/terseret oleh Paver dimana temperatur campuran rendah Gambar 6. Retak selip Campuran beraspal panas 3-19

7 Pelapukan aspal Penggunaan aspal kurang Ketebalan kurang Gambar 7. Retak kulit buaya Pelapukan aspal Penggunaan aspal kurang Ketebalan kurang Gambar 8. Retak blok Repleksi dari retak dari lapisan bawah Sambungan pelaksanaan kurang baik Tanah dasar ekspansip Gambar 9. Retak memanjang Sambungan pelaksanaan kurang baik Retak repleksi atau susut pada lapisan bawah Gambar 10. Retak melintang Campuran beraspal panas 4-19

8 Deformasi Daya dukung tanah dasar rendah Pemadatan rendah Gambar 11. Alur Penggunaan aspal berlebih Pemadatan tidak baik Gambar 12. Keriting Pemadatan rendah Daya dukung lapisan pondasi dan tanah dasar tidak seragam Gambar 13. Depresi (amblas) Stabilitas lapisan beraspal rendah Pemasangan tack coat tidak baik Gambar 14. Pergeseran (shoving) Campuran beraspal panas 5-19

9 Penggunaan aspal berlebih atau kualitasnya rendah (penetrasi tinggi) Gambar 15. Deformasi plastis 2.2 Kasus pada pelaksanaan Berdasarkan hasil pemantauan permasalahan yang terjadi pada saat pelaksanaan adalah kelaikan peralatan, baik peralatan di pusat pencampur aspal (AMP) maupun peralatan lapangan, dan cara pelaksanaan pencampuran serta cara pelaksanaan dilapangan. Beberapa permasalahan yang ditemukan dilapangan ditunjukkan berikut ini. Kasus pengadaan dan penimbunan agregat Gambar 16. Stockpile batu gunung yang berlapis/lempengan untuk di pecah Gambar 17. Stockpile 2 jenis agregat Kasus ketidaklaikan peralatan dan pelaksanaan pencampuran di AMP Bin Dingin (Cold Bin) Gambar 18. Pintu pengeluaran agregat bin dingin rusak Gambar 19. Penggetar bin dingin rusak Campuran beraspal panas 6-19

10 Gambar 20. Pintu pengeluaran agregat Bin Dingin tersumbat Gambar 21. Pengisian agregat dengan bucket loader lebih lebar dari mulut Bin Dingin Gambar 22. Fraksi agregat di bin dingin tanpa pembatas Pemasok dan Pengering (drier) agregat Gambar 23. Pemasok agregat (ban berjalan) rusak Gambar 24. Kondisi dan kemiringan drum pemanas tidak baik Campuran beraspal panas 7-19

11 Gambar 25. Lidah (sudu-sudu) pengering tidak terpelihara Gambar 26. Pembakaran tidak sempurna Termometer aspal dan alat penimbang Gambar 27. Termometer aspal tidak terpelihara Gambar 28. Timbangan agregat dan aspal rusak Saringan panas dan pugmill / mixer Gambar 29. Saringan panas yang terpasang berbeda ukuran Gambar 30. Pedal dan dinding pencampur (mixer/pugmill) tidak terawat Campuran beraspal panas 8-19

12 Kasus penghamparan dan pemadatan Penyiraman lapis perekat (tack coat) Gambar 31. Penyiraman lapis perekat tidak merata Gambar 32. Hasil penyiraman lapis perekat kehujanan Penghamparan dan pemadatan Gambar 33. Pengisian campuran ke Finisher berlebih Gambar 34. Penghamparan tambahan cara manual Gambar 35. Pemadatan saat hujan Gambar 36. Penghamparan malam hari dengan penerangan jelek Campuran beraspal panas 9-19

13 3 Pemecahan masalah Untuk pemecahan masalah diperlukan beberapa upaya, baik oleh pihak pembina jalan maupun oleh pelaksana pekerjaan. Kegiatan yang perlu diperhatikan pada proses pelaksanaan adalah penyiapan peralatan, penyiapan bahan dan pelaksanaan konstruksi (pembuatan formula campuran kerja (FCK), proses pembuatan campuran, penghamparan dan pemadatan) serta pengendalian mutu yang baik. 3.1 Penyiapan peralatan Selama pelaksanaan pekerjaan semua peralatan, baik peralatan di AMP maupun dilapangan, harus selalu dalam kondisi laik pakai atau semua peralatan dikalibrasi dan dipelihara setiap saat. Ilustrasi pemeriksaan peralatan di AMP ditunjukkan pada Gambar 37, pemeriksaan alat Aspal Distributor ditunjukkan pada Gambar 38 dan pemeriksaan alat penghampar (Asphat Finisher) ditunjukkan pada Gambar 39. Disamping peralatan tersebut di atas, peralatan lainnya yang perlu disiapkan dan diuji kelaikannya adalah alat pemadat roda besi, pemadat roda karet dan peralatan laboratorium. Bin Dingin: - Pintu (gate) pengeluaran baik - Pengetar berfungsi baik - Termometer dan timbangan terkalibrasi - Saringan terpasang sesuai rencana produksi - Pengetar berfungsi baik - Pompa aspal berfungsi baik - Pemasok agregat baik - Kondisi drier, kemiringan dan sudu 2 nya baik - Pembakaran/pengapian sempurna. - Termometer berfungsi baik Gambar 37. Pemeriksaan peralatan AMP Pelat penghalang Pompa pengendali berfungsi baik Alat pemanas berfungsi baik Gambar 38. Pemeriksaan aspal distributor - Batang penyemprot tidak rusak - Semua nosel berfungsi baik Campuran beraspal panas 10-19

14 Sayap Hooper kondisi baik Semua peralatan pengendali bekerja baik Roda pendorong berputar baik Pintu masukan hopper kondisi baik - Ulir pembagi campuran berkerja baik - Penggetar Screed berfungsi baik Gambar 39. Pemeriksaan alat penghampar. 3.2 Persiapan bahan Agregat yang akan digunakan harus diupayakan berasal dari satu sumber agregat (kuari), apabila ada perubahan sumber maka penimbunannya harus dipisah dan harus dibuat rancangan campuran yang baru. Jumlah agregat dan aspal sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam dokumen kontrak dan harus memenuhi persyaratan (sesuai NSPM). Penimbunan setiap fraksi agregat harus terpisah dan penimbunannya tidak boleh terlalu tinggi karena dapat menimbulkan segregasi. Cara penimbunan agregat ditunjukkan pada Gambar 40. Gambar 40. Cara penimbunan agregat 3.3 Pelaksanaan konstruksi Proses pelaksanaan konstruksi perkerasan beraspal pada prinsipnya dimulai dari pemenuhan persyaratan manajemen dan teknis, kemudian dilanjutkan dengan langkahlangkah operasional seperti pembuatan campuran kerrja (FCK), kegiatan di unit pencampur aspal (AMP), kegiatan penghamparan dan pemadatan di lapangan. Tahapan pelaksanaan konstruksi perkerasan beraspal ditunjukkan pada Gambar 41. Campuran beraspal panas 11-19

15 Gambar 41. Bagan alir pelaksanaan konstruksi perkerasan beraspal Pembuatan rancangan campuran kerja (FCK/JMF) Pembuatan formula campuran kerja (FCK/JMF) meliputi tahapan pembuatan rancangan campuran berdasarkan agregat dari bin dingin (cold bin), pembuatan rancangan campuran berdasarkan agregat dari bin panas (hot bin), uji coba campuran di AMP dan selanjutnya uji coba penghamparan dan pemadatan. Pada Gambar 42. ditunjukkan bagan alir pelaksanaan pembuatan formula campuran kerja. Selama proses pembuatan formula campuran kerja (FCK/JMF), hal-hal penting yang harus diperhatikan adalah: a. Semua bahan (agregat dan aspal) harus memenuhi persyaratan. b. Peralatan laboratorium yang digunakan harus terkalibrasi. c. Unit pusat pencampur (AMP) sudah diperiksa kelaikannya (termometer dan alat timbang terkalibrasi) dan alat penghampar serta pemadat juga harus laik pakai. d. Setiap tahapan dalam proses pelaksanaan pembuatan formula campuran kerja, baik di AMP (seperti ditunjukkan pada Gambar 43) maupun dilapangan, harus sesuai dengan persyaratan. Campuran beraspal panas 12-19

16 Gambar 42. Bagan alir pembuatan rancangan campuran kerja (FCK/JMF) Pelaksanaan pencampuran di AMP Selama proses pembuatan campuran beraspal panas di AMP, beberapa hal yang perlu diperhatikan agar hasil campuran beraspal panas yang dihasilkan memenuhi persyaratan. Sebagai gambaran ringkas hal-hal yang perlu dilakukan pemeriksaan selama produksi ditunjukkan pada Gambar 43. Setiap peralatan yang ada di unit pusat pencampur yang perlu diperhatikan dan diperksa selama proses produksi diuraikan dibawah. Campuran beraspal panas 13-19

17 a. Bin dingin (cold bin) Kualitas dan lancarnya produksi campuran sangat tergantung dari kontinuitas pasokan agregat dari bin dingin. Untuk itu selama proses produksi, pada bin dingin perlu dilakukan pemeriksaan dan pengendalian yang cukup ketat. Pemerikasaan yang dilakukan pada bin dingin adalah: Pengisian agregat ke masing-masing bin dingin hendaknya menggunakan loader dengan ukuran bucket lebih kecil dari mulut bin dingin. Setiap fraksi agregat tidak tercampur, terutama agregat antara bin yang berdekatan. Untuk mengatasinya adalah pengisian tidak terlalu tinggi atau dipasang pemisah. Kalibrasi bukaan bin dingin secara periodik Perhatikan setiap agregat yang dipasok ke bin dingin jangan sampai ada agregat dari sumber yang berbeda dan bila ditemukan pasokan harus diberhentikan karena harus dilakukan pembuatan rancangan campuran kerja (FCK/JMF) ulang. Kontrol kecepatan aliran agregat pada ban berjalan. b. Pengering (dryer) Pemeriksaan yang diperlukan adalah: Pastikan bahwa alat pengukur suhu terkalibrasi Periksa suhu agregat yang dipanaskan Amati asap dari luaran cerobong apakah berasap hitam, jika berasap hitam maka pembakaran tidak sempurna atau minyak bakar tidak terbakar habis dan jika berasap putih berkabut (mengandung uap air) berarti agregat basah berarti ada kemungkinan setelah proses pengeringan agregat masih mengandung air (tidak kering sempurna). c. Unit saringan panas (hot screen) Pada proses penyaringan umumnya suka terjadi pelimpahan yang semestinya ke hot bin 1 tetapi terbawa ke hot bin 2. Hal demikian masih ditolerir bila jumlah agregat yang mengalami pelimpahan tersebut di bawah 5%. Biasanya pelimpahan tersebut sebagai akibat dari lubang saringan banyak yang tertutup agregat, kecepatan produksi tidak berimbang dengan kecepatan penyaringan, agregat halus basah/menggumpal dan lubang-lubang saringan sudah ada yang rusak. Pemeriksaan pada unit saringan panas adalah: Pastikan bahwa ukuran saringan sudah dipasang sesuai dengan rencana campuran yang akan diproduksi. Periksa kondisi dan kebersihannya. d. Bin panas (hot bin) Pemeriksaan yang diperlukan adalah: Periksa dinding bin dingin apakah sudah bersih. Pastikan juga bahwa tidak adanya bagian yang bocor e. Penimbangan (weigh hopper) Pemeriksaan yang diperlukan adalah: Periksa timbangan agregat dan aspal apakah kondisinya laik (terkalibrasi) Kotak timbangan (weigh box) tergantung bebas f. Pencampur (mixer/pugmill) Pemeriksaan yang diperlukan adalah: Periksa temperatur aspal (pada tangki aspal) Campuran beraspal panas 14-19

18 Perhatikan bahwa pedal mixer masih baik Tutup pugmill tidak bocor Lamanya pencampuran g. Pemeriksaan hasil produksi Pemeriksaan campuran beraspal panas hasil produksi sangat diperlukan untuk mengetahui secara dini jika terjadi penyimpangan, sehingga dapat segera diperbaiki untuk proses pembuatan campuran berikutnya. Pemeriksaan yang diperlukan adalah: Periksa secara visual, yaitu: Penyelimutan aspal pada agregat Apakah terjadi penggumpalan atau tidak, bila terjadi penggumpalan kemungkinan campuran kurang panas atau lamanya pencampuran kurang Warna asap (bila warna biru oveheating, putih berkabut kadar air relatif tinggi) Periksa temperatur di atas truk pengangkut (dunp truk) Ambil contoh uji untuk pengujian sifat fisik campuran dengan jenis, jumlah dan frekuensi sesuai dengan persyaratan. h. Truk pengangkut Pemeriksaan yang diperlukan adalah: Periksa bak truk pengangkut apakah bersih atau tidak (bebas dari bahan yang dapat merusak aspal, seperti solar) Setelah dimuati campuran beraspal panas, bak truk pengangkut harus segera ditutup (contoh dengan terpal) agar selama proses pengangkutan temperatur campuran tidak cepat turun. Pastikan jumlah truk yang disediakan jumlahnya cukup sehingga campuran yang diproduksi tidak tertunda (tersimpan) lama di pugmill karena akan merusak kualitas campuran. Bin dingin (cold bin) Kalibrasi bukaan Pasang pemisah antara bin Penggetar dan tenaga pembersih tersedia Pengering (dryer) Pembakaran sempurna Kontrol temperatur Kemiringan dan kondisi sudu 2 Penyaringan Saringan dan Pugmill Saringan baik dan ukurannya sesuai Timbangan dan termometer baik Temperatur dan lama pemcampuran Aspal Filler Bin dingin Penimbunan (Stockpile) Tidak segregasi/degradasi Tidak ada perubahan secara visual (kuari berbeda) Agregat kubikal dan bersih Penakaran Penakaran Campuran Bak truk bersih Tampak visual Temperatur di atas truk Pengangkutan ditutup terpal Gambar 43. Ilustrasi pembuatan campuran di AMP Campuran beraspal panas 15-19

19 4 Penghamparan dan pemadatan Tahapan kegiatan penghamparan dan pemadatan campuran beraspal termasuk pekerjaan persiapan. Pekerjaan persiapan Kegiatan yang dilakukan pada pekerjaan persiapan adalah: Mobilisasi alat penghampar (asphalt finisher) dan alat pemadat (pemadat roda baja dan pemadat roda karet). Pemeriksaan kerataan permukaan dan kemiringan melintang jalan Kerusakan-kerusakan pada permukaan perkerasan lama (seperti: lubang, deformasi lastis dan lainnya) harus diperbiki. Untuk penghamparan campuran beraspal di atas lapis pondasi, pemeriksaan yang harus dilakukan antara lain pengujian kepadatan, pengukuran kerataan permukaan dan pembersihan permukaan agar bebas tanah lempung. Pengendalian elevasi horisontal dan vertikal dapat dilakukan dengan pembuatan patok ketinggian. Jika mungkin digunakan alat penghampar yang mempunyai pengatur elevasi otomatis, yaitu dengan acuan kawat baja atau dengan acuan yang bergerak dan bila tidak memungkinkan dapat mengunakan acuan tetap dengan balok kayu atau kaso Setelah permukaan siap (bersih dan dipasang acuan), kegiatan selanjutnya adalah pemasangan lapis resap ikat (prime coats) atau lapis perekat (tack coats) seperti ditunjukkan pada Gambar 44. Gambar 44. Pemasangan lapis perekat (tack coat) Penghamparan dan pemadatan campuran beraspal Pelaksanaan penghamparan dan pemadatan harus sesuai dengan prosedur/tata cara pada NSPM. Adapun tahapan pelaksanaan penghamparan dan pemadatan ditunjukkan pada Gambar 45. Pada pelaksanaan penghamparan, pekerjaan penghamparan manual hanya boleh dilakukan bila penghamparan dengan alat finisher tidak bisa dilakukan dengan baik. Penebaran secara manual harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya segregasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses penghamparan dan pemadatan adalah: Atur screed agar sesuai dengan ketebalan padat yang direncanakan. Pengukuran temperatur campuran di atas truk pengangkut, setelah dihampar (sebelum dipadatkan) dan diperiksa kembali pada setiap tahapan pemadatan (pemadatan awal, pemadatan antara dan pemadatan akhir). Pengisian campuran ke bak finisher oleh truk pengangkut, usahakan tidak menimbulkan dorongan yang dapat mengakibatkan hasil hamparan tidak rata, sehingga harus hatihati/pelan. Usahakan kecepatan penghamparan tidak berubah-ubah atau harus konstan. Campuran beraspal panas 16-19

20 Bila diperlukan penambahan lebar hamparan maka pada bagian pelebaran tersebut harus masih terjangkau oleh ulir pembagi untuk menghindari terjadinya segregasi. Tekstur permukaan harus seragam, bila tekstur tidak seragam kemungkinan campuran beraspal sudah dingin. Kerataan permukaan harus sesuai dengan rencana, baik arah melintang maupun arah memanjang. Kemiringan melintang dan dan memanjang harus diperhatikan terlebih pada daerah tikungan. Sambungan melintang dan memanjang harus dibuat tegak lurus. Metoda yang dilakukan dapat berupa pemotongan sambungan sebelum dimulai penghamparan atau dengan menaruh balok kayu (kaso) pada bagian sambungan. Pemadatan hasil penghamparan dilakukan dengan tiga tahapa, yaitu pemadatan awal dengan pemadat roda besi, pemadatan antara dengan pemadat roda karet dan pemadatan akhir dengan pemadat roda besi. Rentang temperatur pemadatan harus memperhatikan jenis aspal yang digunakan. Hal tersebut karena erat kaitannya dengan viskositas pemadatan aspal yang digunakan. Dengan kata lain untuk setiap jenis aspal yang digunakan memiliki rentang viskositas (temperatur) pemadatan yang berbeda-beda. Urutan pemadatan harus dilakukan mulai dari sambungan melintang selanjutnya pindah ke daerah dan selanjutnya secara bertahap bergerak ke daerah yang tinggi. Setiap lintasan pemadatan harus di buat tumpang tindih (overlap). Untuk menghasilkan kualitas hamparan yang sesuai dengan rencana maka jumlah lintasan pemadatan harus sesuai dengan jumlah lintasan yang dilakukan saat pembuatan rancangan campuran kerja (FCK/JMF) atau saat trial section. Pemeriksaan hasil pemadatan yang dilakukan adalah: Kerataan permukaan; kerataan permukaan perkerasan diukur dengan mistar perata (straight edge) panjang 3 meter dan toleransi yang diijinkan sesuai dengan persyaratan. Kepadatan; pengukuran kepadatan lapangan dilakukan setiap interval 200 meter, pengambilan contoh uji dengan alat pengambilan contoh inti (core drill). a) Pengisian campuran ke mesin penghampar b) Proses penghamparan c) Pemadatan awal d) Pemadatan antara Gambar 45. Proses penghamparan dan pemadatan Campuran beraspal panas 17-19

21 4.1 Pengendalian mutu Pada setiap tahapan kegiatan pekerjaan campuran beraspal panas sebagaimana telah dibahas pada Butir 3.1, 3.2 dan 3.3 menunjukkan bahwa keberhasilan pekerjaan campuran beraspal panas tergantung dari ketepatan pelaksanaan pada setiap tahapan. Untuk tercapainya kualitas perkerasan beraspal maka peranan pengendalian mutu menjadi persyaratan yang mutlak. Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam proses pengendalian mutu adalah: Personil yang terlibat dalam masalah mutu harus memiliki kualitas yang disyaratkan sehingga memahami dan mengerti gambar rencana serta spesifikasi. Disamping itu, harus mengerti juga tata cara pengujian dan tata cara pelaksanaan. Tersedianya ruang laboratorium harus memadai sehingga menjamin kebenaran hasil. Tersedianya peralatan untuk pemeriksaan, pengujian dan pengendalian. Peralatan tersebut harus diperiksa kesesuaiannya dengan persyaratan yang digunakan dan dalam kondisi laik pakai serta telah dikalibrasi. Jenis dan frekuensi minimum pengujian untuk pengendalian proses adalah sebagai berikut: Bahan dan Pengujian Frekwensi pengujian a) Aspal - Aspal berbentuk drum 3 dari jumlah drum - Aspal curah Setiap tangki aspal - Jenis pengujian aspal drum dan curah mencakup: Penetrasi dan Titik Lembek b) Agregat - Abrasi dengan mesin Los Angeles Setiap m 3 - Gradasi agregat yang ditambahkan ke tumpukan Setiap m 3 - Gradasi agregat dari penampung panas (hot bin) Setiap 250 m 3 (min. 2 pengujian per hari) - Nilai setara pasir (sand equivalent) Setiap 250 m 3 c) Campuran - Suhu di AMP dan suhu saat sampai di lapangan Setiap jam - Gradasi dan kadar aspal Setiap 200 ton (min. 2 pengujian per hari) - Kepadatan, stabilitas, kelelehan, Marshall Quotient, Setiap 200 ton (min. 2 pengujian per rongga dalam campuran pd. 75 tumbukan hari) - Rongga dalam campuran pd. Kepadatan Membal Setiap ton - Campuran Rancangan (Mix Design) Marshall Setiap perubahan agregat/rancangan d) Lapisan yang dihampar : - Untuk pemeriksaan pemadatan maupun tebal lapisan : paling sedikit 2 benda uji inti per lajur dan 6 benda uji inti per 200 meter panjang. e) Toleransi Pelaksanaan : - Elevasi permukaan, untuk penampang melintang dari setiap jalur lalu lintas. Setiap 200 meter panjang Paling sedikit 3 titik yang diukur melintang pada paling sedikit setiap 12,5 meter memanjang sepanjang jalan tersebut. 5 NSPM yang terkait NSPM yang terkait dalam pekerjaan campuran beraspal panas adalah: Tata Cara Pelaksanaan Lapis Beton Aspal Untuk Jalan Raya (SNI ) Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas (Tahun 2002) Campuran beraspal panas 18-19

22 6 Daftar pustaka AUSTROADS (1987). A Guide to The Visual Assessment of Pavement Condition, Sydney. Epps, J.A. (1986). Pavement Densification Related to Asphalt Mix Characteristics, Paper presented Annual meeting of the Transportation Research Board, Washington DC. NAPA Research and Education Foundation (1996). Hot Mix Asphalt Materials, Mixture Design and Construction, Secon Edition, Lanham, Maryland. Paterson, William D.O. (1987). Road Deterioration and Maintenance Effects - Models for Planning and Maintenant, Baltimore and London. The Asphalt Institute (1983). Principles of Construction of Hot-mix Asphalt Pavements Manual Series No. 22 (MS-22), Maryland. The Asphalt Institute (1983). Asphalt Plant Manual, Manual Series No. 3 (MS-3), Maryland. The Asphalt Institute (1994). Mix Design Methods for Asphalt Concrete and Others Hot Mix Types, Manual Series No. 2. (MS-2) Second Edition, Maryland. Campuran beraspal panas 19-19

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN BAB I DESKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan 1.1.1. Maksud Tata cara ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam

Lebih terperinci

Cape Buton Seal (CBS)

Cape Buton Seal (CBS) Cape Buton Seal (CBS) 1 Umum Cape Buton Seal (CBS) ini pertama kali dikenalkan di Kabupaten Buton Utara, sama seperti Butur Seal Asbuton, pada tahun 2013. Cape Buton Seal adalah perpaduan aplikasi teknologi

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6 REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS MAKADAM ASBUTON LAWELE (SKh-3.6.6.1) SPESIFIKASI KHUSUS-3 INTERIM SEKSI 6.6.1 LAPIS

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan manual ini.

KATA PENGANTAR. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan manual ini. KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya penyusunan MANUAL PEKERJAAN CAMPURAN BERASPAL PANAS, dengan status saat ini RSNI - 2 (PRA-KONSENSUS). Manual disusun menjadi 3

Lebih terperinci

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) BAB V LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) 5.1. UMUM a. Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base / CTB) adalah Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B atau Kelas C yang diberi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL)

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SKh-2. 6.6.1 UMUM 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Lapis Penetrasi Macadam Asbuton Lawele adalah lapis perkerasan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton Lapis Aspal Beton adalah suatu lapisan pada konstuksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar

Lebih terperinci

SEKSI Skh 6.8 CAPE BUTON SEAL

SEKSI Skh 6.8 CAPE BUTON SEAL SEKSI Skh 6.8 CAPE BUTON SEAL Skh 6.8.1. UMUM 1) Uraian Cape Buton Seal (C BS) adalah jenis lapis permukaan yang dilaksanakan dengan pemberian lapisan aspal cair yang diikuti dengan penebaran dan pemadatan

Lebih terperinci

JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN

JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN PERKERASAN LENTUR 1.KEGEMUKAN ASPAL (BLEEDING) LOKASI : Dapat terjadi pada sebagian atau seluruh permukaan

Lebih terperinci

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT. Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013 90 TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT Raden Hendra Ariyapijati Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet Menurut Kementrian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari campuran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hot Rolled Sheet (HRS) Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari dari campuran agregat

Lebih terperinci

BAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran

BAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran BAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran 3.1. Pengertian Asphalt Mixing Plant ( AMP ) Asphalt Mixing Plant (AMP) atau unit produksi campuran beraspal adalah seperangkat perlalatan mekanik

Lebih terperinci

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS Dwinanta Utama Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unversitas Borobudur Jl. Raya Kali Malang No. 1,

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) ICS 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS FONDASI AGREGAT. 1) Standar Rujukan Metode Pengujian Kepadatan Berat untuk Tanah.

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS FONDASI AGREGAT. 1) Standar Rujukan Metode Pengujian Kepadatan Berat untuk Tanah. 5.1.1 UMUM DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS FONDASI AGREGAT 1) Uraian a) Lapis Fondasi Agregat adalah suatu lapisan pada struktur perkerasan jalan yang terletak diantara lapis

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 2008 SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.7 PEMELIHARAAN PERMUKAAN JALAN DENGAN BUBUR ASPAL EMULSI (SLURRY) DIMODIFIKASI LATEX

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN: KAJIAN PERBEDAAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS ANTARA JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS AUS (HRS-WC) BERGRADASI SENJANG DENGAN YANG BERGRADASI SEMI SENJANG Giavanny Hermanus Oscar H. Kaseke, Freddy

Lebih terperinci

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1 PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1 Windi Nugraening Pradana INTISARI Salah satu bidang industri yang

Lebih terperinci

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspal Aspal didefinisikan sebagai bahan yang berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, mempunyai sifat lekat baik dan berlemak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 4.1.1 UMUM 1) Uraian a) Pekerjaan ini harus mencakup penambahan lebar perkerasan lama sampai lebar jalur lalu lintas yang diperlukan

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN 4.1.1 UMUM DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Pelebaran Perkerasan adalah pekerjaan menambah lebar perkerasan pada jalan lama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat, pengujian

Lebih terperinci

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang berfungsi untuk mendukung beban lalulintas dan meneruskannya sampai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton (Laston) Lapis aspal beton adalah lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan

Lebih terperinci

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton 4.1. PENGERTIAN UMUM 4.1.1. Pendahuluan Empat elemen kompetensi

Lebih terperinci

EVALUASI BAHAN PRODUKSI ASPAL JALAN PROVINSI LUMPANGI BATULICIN. Asrul Arifin ABSTRAK

EVALUASI BAHAN PRODUKSI ASPAL JALAN PROVINSI LUMPANGI BATULICIN. Asrul Arifin ABSTRAK EVALUASI BAHAN PRODUKSI ASPAL JALAN PROVINSI LUMPANGI BATULICIN Asrul Arifin ABSTRAK Pengujian dilaboratorium terdiri dari Tes Ekstraksi, Uji Analisa Saringan dan Tes Marshall. Uji Ekstraksi harus dilakukan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Kondisi Perkerasan Nilai Kondisi Perkerasan dihitung berdasarkan data dari hasil pengamatan visual di lapangan yang diperoleh dalam bentuk luasan kerusakan, panjang

Lebih terperinci

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC Januardi 1) Abstrak Dalam Ditjen (2011), khusus pada sifat-sifat campuran perkerasan hanya terdapat standar untuk

Lebih terperinci

PEMADATAN LAPANGAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE (AC-BC) PADA PEMBANGUNAN JALAN SIMPANG KARYA MUKTI KABUPATEN BATANGHARI

PEMADATAN LAPANGAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE (AC-BC) PADA PEMBANGUNAN JALAN SIMPANG KARYA MUKTI KABUPATEN BATANGHARI Jurnal Talenta Sipil, Vol.1 No.1 Februari 2018 e-issn 2615-1634 PEMADATAN LAPANGAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE (AC-BC) PADA PEMBANGUNAN JALAN SIMPANG KARYA MUKTI KABUPATEN BATANGHARI Siswoyo, Fakhrul

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN LABURAN ASPAL SATU LAPIS (BURTU) UNTUK PERMUKAAN JALAN

TATA CARA PELAKSANAAN LABURAN ASPAL SATU LAPIS (BURTU) UNTUK PERMUKAAN JALAN TATA CARA PELAKSANAAN LABURAN ASPAL SATU LAPIS (BURTU) UNTUK PERMUKAAN JALAN BAB I DESKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan 1.1.1. Maksud Tata cara ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan bagi para pelaksana,pengawas

Lebih terperinci

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU (BAGASSE ASH OF SUGAR CANE) SEBAGAI BAHAN PENGISI (FILLER) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS ATB (ASPHALT TREATD BASE) Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memiliki peranan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memiliki peranan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memiliki peranan yang sangat penting. Di Indonesia sendiri, transportasi merupakan sarana penunjang berbagai aspek

Lebih terperinci

Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 07/SE/M/2009. tentang

Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 07/SE/M/2009. tentang Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 07/SE/M/2009 tentang Pemberlakukan Pedoman Pemeriksaan Peralatan Penghampar Campuran Beraspal (Asphalt Finisher) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM 0 Jakarta, 10 Nopember

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 04/SE/M/2016 TANGGAL 15 MARET 2016 TENTANG PEDOMAN PERANCANGAN PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN TELFORD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Aspal Beton Aspal Beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada

Lebih terperinci

MANUAL. Pekerjaan Lapis Pondasi Jalan Buku 8 PERMASALAHAN LAPANGAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA. Konstruksi dan Bangunan

MANUAL. Pekerjaan Lapis Pondasi Jalan Buku 8 PERMASALAHAN LAPANGAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA. Konstruksi dan Bangunan MANUAL Konstruksi dan Bangunan No: 002-08 / BM I 2006 Pekerjaan Lapis Pondasi Jalan Buku 8 PERMASALAHAN LAPANGAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA Prakata Salah satu aspek penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkerasan jalan merupakan suatu lapis perkerasan yang berada diantara permukaan tanah dengan roda kendaraan yang berfungsi memberikan rasa aman, nyaman dan ekonomis

Lebih terperinci

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas: 17 BABUI LANDASAN TEORI 3.1 Perkerasan Jalan Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas: 1. Konstmksi perkerasan lentur ("fleksibel pavement"), yaitu perkerasan yang menggunakan

Lebih terperinci

(Studi Kasus Jalan Nasional Pandaan - Malang dan Jalan Nasional Pilang - Probolinggo) Dipresentasikan Oleh: : Syarifuddin Harahab NRP :

(Studi Kasus Jalan Nasional Pandaan - Malang dan Jalan Nasional Pilang - Probolinggo) Dipresentasikan Oleh: : Syarifuddin Harahab NRP : Optimalisasi Penggunaan Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) Sebagai Bahan Campuran Beraspal Panas (Asphaltic Concrete) Tipe AC-Wearing Course (AC-WC) Gradasi Kasar Dengan Aspal Pen 60-70 dan Aspal Modifikasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Mulai Identifikasi Masalah Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan Pengujian Aspal Pengujian Agregat Pengujian filler Syarat Bahan Dasar Tidak Memenuhi Uji Marshall

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR INTISARI

NASKAH SEMINAR INTISARI NASKAH SEMINAR PENGARUH VARIASI PEMADATAN PADA UJI MARSHALL TERHADAP ASPHALT TREATED BASE (ATB) MODIFIED MENURUT SPESIFIKASI BINA MARGA 2010 (REV-2) 1 Angga Ramdhani K F 2, Anita Rahmawati 3, Anita Widianti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakkan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4 STUDI KOMPARASI PENGARUH VARIASI PENGGUNAAN NILAI KONSTANTA ASPAL RENCANA TERHADAP NILAI STABILITAS PADA CAMPURAN ASPAL BETON (HRSWC) TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHALL Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan

Lebih terperinci

CAMPURAN BERASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL MODIFIKASI SBMA

CAMPURAN BERASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL MODIFIKASI SBMA CAMPURAN BERASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL MODIFIKASI SBMA 1. Ruang Lingkup dan Kegunaan Petunjuk Teknis pekerjaan campuran beraspal panas ini digunakan sebagai acuan pelaksanaan untuk pekerjaan

Lebih terperinci

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SPESIFIKASI UMUM BIDANG JALAN DAN JEMBATAN FINAL April 2005 PUSAT LITBANG PRASARANA TRANSPORTASI BADAN PENELITIAN

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL SOAL UNTUK UJIAN KOMPETENSI

KUMPULAN SOAL SOAL UNTUK UJIAN KOMPETENSI KEMENTERIAN RISET, KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA JURUSAN TEKNIK SIPIL PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL KUMPULAN SOAL SOAL UNTUK UJIAN KOMPETENSI 2016 Materi I GEOMETRIK

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Pengujian Material 1. Agregat Kasar dan Steel Slag Agregat kasar merupakan agregat yang tertahan diatas saringan 2.36 mm (No.8), menurut saringan ASTM. a. Berat Jenis Curah

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANA LABURAN ASPAL DUA LAPIS (BURDA) UNTUK PERMUKAAN JALAN

TATA CARA PELAKSANA LABURAN ASPAL DUA LAPIS (BURDA) UNTUK PERMUKAAN JALAN TATA CARA PELAKSANA LABURAN ASPAL DUA LAPIS (BURDA) UNTUK PERMUKAAN JALAN BAB I DESKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan 1.1.1. Maksud Tata cara ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan bagi para pelaksana,

Lebih terperinci

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC)

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC) KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC) TUGAS AKHIR Oleh : I WAYAN JUNIARTHA NIM : 1104105072 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2 3 ABSTRAK Setiap

Lebih terperinci

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

Bab IV Penyajian Data dan Analisis 6 Bab IV Penyajian Data dan Analisis IV.1 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Agregat kasar, agregat halus dan filler abu batu yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari mesin pemecah batu,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan analisis data dan pembahasa, maka dapat diambil kesimpulan sebagi berikut :

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan analisis data dan pembahasa, maka dapat diambil kesimpulan sebagi berikut : BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah dilakukan analisis data dan pembahasa, maka dapat diambil kesimpulan sebagi berikut : 1. Berdasarkan pengambilan data dan analisis yang sudah dilakukan

Lebih terperinci

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN Prof. Dr.Ir.Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng.,DEA Workshop Continuing Profesional Development (CPD) Ahli Geoteknik Hotel Ambara - Jakarta 3-4 Oktober 2016

Lebih terperinci

SISTEM PEMANASAN AMP DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA TIDAK MEMPENGARUHI KINERJA CAMPURAN ASPAL. Sutoyo. PPK metropolitan Surabaya I

SISTEM PEMANASAN AMP DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA TIDAK MEMPENGARUHI KINERJA CAMPURAN ASPAL. Sutoyo. PPK metropolitan Surabaya I SISTEM PEMANASAN AMP DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA TIDAK MEMPENGARUHI KINERJA CAMPURAN ASPAL Sutoyo PPK metropolitan Surabaya I Staf DPU Bina Marga Prop. Jatim LATAR BELAKANG Terjadi kerusakan munculnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Konstruksi perkerasan lentur terdiri

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai penggunaan lateks pekat sebagai bahan tambah pada campuran aspal beton yang dilakukan di Laboratorium Transportasi Program Studi

Lebih terperinci

METODA PELAKSANAAN PEKERJAAN PAKET 34 (JALAN SERUNAI MALAM II, JALAN SERUNAI MALAM I, JALAN BERSAMA)

METODA PELAKSANAAN PEKERJAAN PAKET 34 (JALAN SERUNAI MALAM II, JALAN SERUNAI MALAM I, JALAN BERSAMA) METODA PELAKSANAAN PEKERJAAN PAKET 34 (JALAN SERUNAI MALAM II, JALAN SERUNAI MALAM I, JALAN BERSAMA) A. MOBILISASI & MANAGEMEN KESELAMATAN LALU LINTAS Mobilisasi adalah kegiatan yang diperlukan dalam kontrak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang tinggi memberikan tantangan tersendiri bagi pelayanan fasilitas umum yang dapat mendukung mobilitas penduduk. Salah satu

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik - Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Pelaksanaan pengujian dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu pengujian bahan seperti pengujian agregat dan aspal, penentuan gradasi campuran

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMELIHARAAN JALAN: 13. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMELIHARAAN BERKALA JEMBATAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMELIHARAAN JALAN: 13. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMELIHARAAN BERKALA JEMBATAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMELIHARAAN JALAN: 13. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMELIHARAAN BERKALA JEMBATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DAFTAR ISI 13. Standar Operasional Prosedur Pemeliharaan Berkala

Lebih terperinci

Kata kunci: HRS-Base, Pengendalian Mutu, Benda Uji, Uji Marshall, Uji Ekstraksi

Kata kunci: HRS-Base, Pengendalian Mutu, Benda Uji, Uji Marshall, Uji Ekstraksi PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 135 STUDI PENGENDALIAN MUTU (QUALITY CONTROL) CAMPURAN ASPAL PANAS JENIS HRS-BASE (STUDI KASUS PAKET KEGIATAN PENINGKATAN JALAN HAMPALIT PETAK BAHANDANG STA. 26+500 s.d.

Lebih terperinci

PEDOMAN. Asbuton campuran panas DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd T B

PEDOMAN. Asbuton campuran panas DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd T-07-2004-B Asbuton campuran panas DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi... i-iii Daftar tabel... iii Prakata... iv Pendahuluan... v 1 Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke tahun makin meningkat. Laston (Asphalt Concrete, AC) yang dibuat sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke tahun makin meningkat. Laston (Asphalt Concrete, AC) yang dibuat sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspal beton (Laston) sebagai bahan untuk konstruksi jalan sudah lama dikenal dan digunakan secara luas dalam pembuatan jalan. Penggunaannya pun di Indonesia dari tahun

Lebih terperinci

Lapisan-Lapisan Perkerasan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,seba

Lapisan-Lapisan Perkerasan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,seba BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Perkerasan Jalan 2.1.1.1 Pengertian Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar ar dan roda

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL Jurnal Teknik Sipil IT Vol. No. Januari 05 ISSN: 354-845 ENGARUH VARIASI KADAR ASAL TERHADA NILAI KARAKTERISTIK CAMURAN ANAS ASAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN ENGUJIAN MARSHALL Oleh : Misbah Dosen Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengaruh dan Kualitas Drainase Jalan Raya Drainase jalan raya adalah pengeringan atau pengendalian air dipermukaan jalan yang bertujuan untuk menghindari kerusakan pada badan

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS Prylita Rombot Oscar H. Kaseke, Mecky R. E. Manoppo Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC Rizky Mamangkey O.H. Kaseke, F. Jansen, M.R.E. Manoppo Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Perkerasan jalan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat ditemukan pertama kali di Babylon pada tahun 625 SM, tetapi perkerasan jenis ini tidak berkembang,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapis Aspal Beton Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus yang dicampur,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkerasan jalan yang sering digunakan saat ini terdiri dari dua macam perkerasan yaitu perkerasan kaku dan perkerasan lentur. Sedangkan sebagian besar dari

Lebih terperinci

BABII TINJAUAN PUSTAKA

BABII TINJAUAN PUSTAKA BABII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspal Secara urnum aspal dikenal sebagai material yang lengket, bersifat viscoelastic pada suhu kamar, dan berwarna coklat gelap sampai hitam. Aspal sebagai material penting

Lebih terperinci

1 PEKERJAAN PENDAHULUAN

1 PEKERJAAN PENDAHULUAN SPESIFIKASI TEKNIS Pasal 1 PEKERJAAN PENDAHULUAN Lingkup Pekerjaan Menyediakan tenaga kerja, bahan-bahan, peralatan dan alat- alat bantu lainnya untuk persiapan pelaksanaan pekerjaan agar pekerjaan konstruksi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapis Aspal Beton Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus yang dicampur

Lebih terperinci

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL Harry Kusharto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES) Gedung E4, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229

Lebih terperinci

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL Harry Kusharto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES) Gedung E4, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Material Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam campuran beton dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Agregat halus yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG Fergianti Suawah O. H. Kaseke, T. K. Sendow Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Totomihardjo (1995), perkerasan adalah suatu lapis tambahan yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR Michael Kevindie Setyawan 1, Paravita Sri Wulandari 2, Harry Patmadjaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi berlebihan (overload) atau disebabkan oleh Physical Damage Factor (P.D.F.)

BAB I PENDAHULUAN. terjadi berlebihan (overload) atau disebabkan oleh Physical Damage Factor (P.D.F.) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakkan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Menurut Sukirman, (2007), aspal didefinisikan sebagai material perekat berwarna hitam atau coklat tua, dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan kebutuhan hidup dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan kebutuhan hidup dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan sesama. Berdasarkan kebutuhan manusia akan pentingnya berkomunikasi maka jalan merupakan

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG Lalu Heru Ph. 1) Abstrak Penelitian dilakukan untuk memberikan gambaran

Lebih terperinci

PENGARUH KANDUNGAN AIR HUJAN TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK MARSHALL DAN INDEKS KEKUATAN SISA (IKS) CAMPURAN LAPISAN ASPAL BETON (LASTON)

PENGARUH KANDUNGAN AIR HUJAN TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK MARSHALL DAN INDEKS KEKUATAN SISA (IKS) CAMPURAN LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) PENGARUH KANDUNGAN AIR HUJAN TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK MARSHALL DAN INDEKS KEKUATAN SISA (IKS) CAMPURAN LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) M. Zainul Arifin, Ludfi Djakfar dan Gina Martina Jurusan Sipil Fakultas

Lebih terperinci

Outline Bahan Ajar. Prasyarat : MK Perancangan Geometri Jalan (TKS 7311/2 sks/smt V) Dosen Pengampu : Dr. Gito Sugiyanto, S.T., M.T.

Outline Bahan Ajar. Prasyarat : MK Perancangan Geometri Jalan (TKS 7311/2 sks/smt V) Dosen Pengampu : Dr. Gito Sugiyanto, S.T., M.T. Outline Bahan Ajar Kode Mata Kuliah : TKS 7323 Nama Mata Kuliah : Perencanaan Perkerasan Jalan Bobot SKS : 2 SKS Semester : VI (Enam) Prasyarat : MK Perancangan Geometri Jalan (TKS 7311/2 sks/smt V) Dosen

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN BUTIRAN MAKSIMUM 12,5 MM DAN 19 MM TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-WC

PENGARUH UKURAN BUTIRAN MAKSIMUM 12,5 MM DAN 19 MM TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-WC PENGARUH UKURAN BUTIRAN MAKSIMUM 12,5 MM DAN 19 MM TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-WC Ronni Olaswanda 1 Anton Ariyanto, M.Eng 2 dan Bambang Edison, S.Pd, MT 2 Program Studi Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

Revisi SNI Daftar isi

Revisi SNI Daftar isi isi isi... i Prakata...iv 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan definisi...2 4 Ketentuan umum...6 4.1 Uraian...6 4.2 Jenis campuran beraspal...6 4.3 Peralatan laboratorium...6 4.4 Peralatan

Lebih terperinci

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL M. Aminsyah Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Andalas Abstrak Dalam rangka peningkatan dan pengembangan

Lebih terperinci

JURNAL PORTAL, ISSN , Volume 4 No. 1, April 2012, halaman: 1

JURNAL PORTAL, ISSN , Volume 4 No. 1, April 2012, halaman: 1 KAJIAN VARIASI SUHU PEMADATAN PADA BETON ASPAL MENGGUNAKAN ASPAL RETONA BLEND 55 Syarwan Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Lhokseumawe E-mail: Syarwanst@yahoo.com Abstract The compaction

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR NTISARI BAB I PENDAHULUAN 1

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR NTISARI BAB I PENDAHULUAN 1 DAFTAR ISI HALAMAN JIJDUL, EEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR,-,-, DAFTAR ISI v DAFTAR LAMPIRAN vn) DAFTAR TABEL jx DAFTAR GAMBAR x DAFTAR 1STILAH XI NTISARI x, BAB I PENDAHULUAN 1 1 1 Latar Belakang I 1.2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkerasan jalan raya dibagi menjadi dua jenis yaitu perkerasan kaku (Rigid Pavement) dan perkerasan lentur (flexible Pavement) dan pada perkerasan lentur terdapat

Lebih terperinci