CIRI MORFOLOGI DAN SIKLUS HIDUP PARASITOID

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "CIRI MORFOLOGI DAN SIKLUS HIDUP PARASITOID"

Transkripsi

1 CIRI MORFOLOGI DAN SIKLUS HIDUP PARASITOID Acerophagus papayae Noyes & Schauff (HYMENOPTERA: ENCYRTIDAE) PADA Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) SUSI SUTARDI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 ABSTRAK SUSI SUTARDI. Ciri Morfologi dan Siklus Hidup Parasitoid Acerophagus papayae Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae) pada Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). Dibimbing oleh PUDJIANTO dan DEWI SARTIAMI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid A. papayae pada P. marginatus. Penelitian dilakukan di laboratorium dengan mengambil P. marginatus yang terparasit dari lapangan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Imago parasitoid A. papayae betina yang muncul dimasukkan ke dalam kurungan plastik yang di dalamnya terdapat nimfa instar kedua P. marginatus. Untuk mengamati ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid, nimfa P. marginatus yang terparasit dipelihara pada daun pepaya yang ada pada tanaman kemudian, dilakukan pembedahan setiap hari. Untuk mengamati waktu kemunculan imago parasitoid, nimfa P. marginatus yang terparasit dipelihara dalam tabung reaksi. Imago parasitoid A. papayae (betina dan jantan) secara umum berwarna oranye kekuningan dengan sayap yang transparan. Imago parasitoid A. papayae betina dan jantan dapat dibedakan dengan mengamati bentuk antena, warna abdomen dan alat kelaminnya. Parasitoid A. papayae memiliki tipe telur encyrtiform, tipe larva hymenopteriform dan tipe pupa exarate. Siklus hidup parasitoid A. papayae umumnya berkisar hari. Waktu kemunculan tertinggi imago parasitoid A. papayae, baik betina maupun jantan, adalah pada kisaran jam WIB dengan nilai persentase lebih dari 85%. Lama hidup imago parasitoid A. papayae betina yang diberi madu rata-rata adalah 7,55 ± 2,54 hari dan lama hidup imago parasitoid A. papayae jantan rata-rata 7,25 ± 3,06 hari. Lama hidup imago parasitoid A. papayae betina dan jantan yang dipelihara tanpa madu berkisar 1-3 hari. Kata kunci: Morphological, Acerophagus papayae

3 CIRI MORFOLOGI DAN SIKLUS HIDUP PARASITOID Acerophagus papayae Noyes & Schauff (HYMENOPTERA: ENCYRTIDAE) PADA Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) SUSI SUTARDI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

4 Judul Skripsi : Ciri Morfologi dan Siklus Hidup Parasitoid Acerophagus papayae Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae) pada Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) Nama : Susi Sutardi NIM : A Program Studi : Proteksi Tanaman Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Pudjianto, M.Si. Dra. Dewi Sartiami, M.Si. NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman Dr. Ir. Dadang, M.Sc. NIP Tanggal Lulus :

5 PRAKATA Syukur Alhamdulillah kepada Allah Yang Maha Pengasih atas rahmat dan izin-nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi, dengan judul Ciri Morfologi dan Siklus Hidup Parasitoid Acerophagus papayae Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae) pada Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Dr. Ir. Pudjianto, M.Si. dan Dra. Dewi Sartiami, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih juga kepada Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS. sebagai dosen penguji tamu dan Ir. Djoko Prijono, M.Agr.Sc. atas saran dalam perbaikkan penulisan skripsi. Terimakasih kepada keluarga tercinta, Ayahanda Edi Sutardi, Ibunda Teriah, Kakak Siti Mulya Sutardi dan Adik Dian Tardiansyah Saputra atas dukungan, doa dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Allah membalasnya dengan balasan yang paling baik. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian dan penulisan skripsi, terutama kepada Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB atas bantuan penyediaan tanaman pepaya, keluarga besar Laboratorium Bioekologi Parasitoid & Predator dan Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada temanteman Wisma Aisyah Bara 6 dan teman-teman PTN 43 atas bantuan selama penelitian dan penulisan skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan informasi yang terkait. Bogor, Februari 2011 Susi Sutardi

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 29 Oktober 1988 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Edi Sutardi dan Ibu Teriah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Cirebon pada tahun Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama kuliah, penulis mengikuti Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB (2006/2007) sebagai pimpinan redaksi majalah dinding (Mading), Anggota Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) IPB (2007) dan Pengurus Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC) IPB (2008). Penulis melakukan Magang Kerja di Laboratorium Biosistematika Serangga (2008) dan menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Dasar-Dasar Proteksi Tanaman (2010). Penulis juga mengikuti Training for Indonesian and Austrian Students in Tropical Ecology and Rapid Biodiersity Assesment pada tahun 2010.

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN 1 Latar Belakang. 1 Tujuan Penelitian.. 2 Manfaat Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Kutu Putih Pepaya... 4 Taksonomi... 4 Morfologi... 4 Biologi... 5 Kisaran Inang... 6 Daerah Persebaran... 6 Parasitoid Acerophagus papayae... 7 Taksonomi... 7 Morfologi... 7 Peranan... 7 Morfologi Encyrtidae Pradewasa... 8 BAHAN DAN METODE. 10 Tempat dan Waktu Suhu dan Kelembaban Udara Metode Penelitian Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Pepaya Perbanyakan Kutu Putih Pepaya Penyiapan Parasitoid A. papayae Pengamatan Siklus Hidup dan Ciri Morfologi Parasitoid A. papayae. 12 Pengamatan Lama Hidup Parasitoid A. papayae Rancangan Percobaan dan Pengolahan Data HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Ciri-ciri Morfologi Parasitoid A. papayae Telur Larva Prapupa ix

8 vi Pupa Imago Siklus Hidup dan Reproduksi Parasitoid A. papayae Lama Hidup Imago Parasitoid A. papayae Perilaku Imago Parasitoid A. papayae Waktu Kemunculan Kopulasi Oviposisi Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 28

9 vii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Ukuran imago parasitoid A. papayae Perkiraan lama stadium parasitoid A. papayae Lama hidup imago parasitoid A. papayae dengan makanan madu 40% dan tanpa madu Waktu kemunculan imago parasitoid A. papayae... 23

10 viii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Daun tanaman pepaya yang dikurung Nimfa kutu putih pepaya yang terparasit Telur parasitoid A. papayae Larva parasitoid A. papayae Parasitoid A. papayae Imago parasitoid A. papayae Antena imago parasitoid A. papayae... 19

11 ix DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Uji t ukuran imago parasitoid A. papayae Uji t lama hidup imago parasitoid A. papayae Analisis ragam waktu kemunculan imago parasitoid A. papayae... 33

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) merupakan hama polifag yang berasal dari Amerika Tengah. Di Meksiko, kutu putih pepaya hidup pada tanaman singkong. Di daerah asalnya, kutu putih pepaya tidak menimbulkan kerusakan yang serius diduga karena terdapat musuh alami endemik. Pada tahun 1994, kutu putih pepaya menyebar ke Karibia dan telah menyebar dengan cepat di seluruh kepulauan tersebut (Miller et al. 1999). Setelah peristiwa itu, kutu putih pepaya dilaporkan telah menyebar di lebih dari 50 negara (Thangamalar et al. 2010), antara lain USA (Florida 1998 & Hawai ), Guam (2002), Republik Palau (2003), India (2007), dan Indonesia (2008) (Walker et al. 2003; Meyerdirk et al. 2004; Muniappan et al. 2006; Heu et al. 2007; Muniappan et al. 2008; Thangamalar et al. 2010). Di daerah persebarannya tersebut, kutu putih pepaya mengakibatkan kerusakan yang serius pada tanaman pepaya, kembang sepatu, kamboja dan tanaman lainnya (Meyerdirk et al. 2004). Keberadaan kutu putih pepaya di Indonesia pertama kali dilaporkan pada Mei 2008 oleh peneliti dari Integrated Pest Managemen Collaborative Research Support Program (IPM CRSP) pada pohon pepaya di Kebun Raya Bogor (Muniappan et al. 2008). Setelah adanya laporan hama ini, kutu putih pepaya dilaporkan merusak sejumlah sentra pertanaman pepaya di Indonesia, antara lain di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Rancabungur, Bogor. Hama ini menyebabkan ribuan pohon pepaya mati sehingga petani mengalami kerugian yang besar (Koran Tempo 2008). Di Boyolali, Jawa Tengah, 60% dari pohon pepaya mati akibat serangan hama tersebut. Keberadaan kutu putih pepaya dilaporkan telah menyebar di tiga belas provinsi di Indonesia (Koran Kompas 2009). Kutu putih pepaya dilaporkan telah menyerang 20 famili tanaman, mencakup tanaman yang bernilai ekonomi maupun gulma (Ben-Dov 2010). Tanaman pepaya merupakan tanaman inang yang paling banyak diserang (Muniappan et al. 2008). Hal ini didasarkan pada tingkat infestasi kutu putih

13 2 pepaya yang tinggi dan serangan yang parah pada tanaman tersebut (Direktorat Jendral Hortikultura, 22 September 2008). Kutu putih pepaya mengeluarkan racun ketika mengambil nutrisi dari tanaman inang sehingga mengakibatkan malformasi daun, klorosis, daun mengering serta daun dan buah muda rontok. Kutu putih pepaya juga mengeluarkan embun madu yang dapat memicu pertumbuhan cendawan jelaga. Pertumbuhan dan perkembangan cendawan jelaga yang menutupi daun tanaman akan menghambat proses fotosintesis. Infestasi kutu putih pepaya yang tinggi dapat menyebabkan kematian pada tanaman (Heu et al. 2007). Pengendalian kutu putih pepaya dengan menggunakan pestisida sintetik tidak menunjukkan hasil yang nyata (Meyerdirk et al. 2004). Selain itu, penggunaan pestisida sintetik juga dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap manusia maupun lingkungan. Di beberapa negara seperti USA, Guam dan Republik Palau, pengendalian telah dilakukan dengan mendatangkan musuh alami berupa parasitoid A. papayae, Anagyrus loecki, dan Pseudleptomastix mexicana (Hymenoptera: Encyrtidae). Parasitoid A. papayae menunjukkan hasil yang baik dalam mengendalikan kutu putih pepaya di lapangan (Meyerdirk et al. 2004; Muniappan et al. 2006; Amarasekare et al. 2009). Pemanfaatan parasitoid A. papayae untuk mengendalikan kutu putih pepaya memerlukan informasi dasar mengenai biologi dan ekologi parasitoid tersebut, termasuk ciri-ciri morfologi dan siklus hidupnya. Ciri-ciri biologi A. papayae, terutama morfologi pradewasa dan perkiraan lama perkembangan tiap fase masih belum banyak diteliti. Oleh karena itu, penelitian tentang tahapan perkembangan parasitoid A. papayae perlu dilakukan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid A. papayae pada P. marginatus.

14 3 Manfaat Penelitian Informasi tentang ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid A. papayae yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam identifikasi dan pengembangan strategi pemanfaatan parasitoid A. papayae sebagai agen pengendali P. marginatus.

15 TINJAUAN PUSTAKA Kutu Putih Pepaya Taksonomi Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink termasuk dalam Ordo Hemiptera, Superfamili Coccoidea dan Famili Pseudococcidae. Kutu putih pepaya pertama kali diidentifikasi di Meksiko pada tahun 1967, yang kemudian diyakini sebagai hama asli Amerika Tengah (Miller et al. 1999). Kutu putih pepaya pertama kali dideskripsi oleh Williams dan Granara de Willink pada tahun Spesimen kutu putih yang dikumpulkan berasal dari wilayah tropis di Belize, Costa Rica, Guatemala dan Meksiko (Williams dan Granara de Willink 1992). Pada tahun 2002, Miller dan Miller mendeskripsikan kembali kutu putih pepaya tersebut (Miller dan Miller 2002). Morfologi Imago betina kutu putih pepaya berwarna kuning dan dilapisi oleh lilin putih yang tidak terlalu tebal menutupi tubuhnya. Imago betina memiliki rangkaian filamen lilin pendek di sepanjang bagian tepi tubuh dan kantung telur berkembang di abdomen posterior bagian ventral. Imago jantan kutu putih pepaya memiliki sepasang sayap. Jenis kelamin serangga ini pada nimfa instar pertama belum dapat dibedakan. Kutu putih pepaya jantan pada nimfa instar kedua biasanya berwarna merah muda dan terkadang kuning (Miller dan Miller 2002). Nimfa instar pertama kutu putih pepaya berukuran panjang rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,5 mm dan lebar rata-rata 0,2 mm dengan kisaran 0,2-0,3 mm. Nimfa instar kedua betina berwarna kuning dengan panjang tubuh rata-rata 0,7 mm dengan kisaran 0,5-0,8 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,5 mm. Tubuh nimfa instar ketiga betina berukuran panjang rata-rata 1,1 mm dengan kisaran 0,7-1,8 mm dan lebar rata-rata 0,7 mm dengan kisaran 0,3-1,1 mm. Tubuh imago betina berukuran panjang rata-rata 2,2 mm dengan kisaran 1,5-2,7 mm dan lebar rata-rata 1,4 mm dengan kisaran 0,9-1,7 mm (Miller dan Miller 2002).

16 5 Tubuh nimfa instar kedua kutu putih pepaya jantan berukuran panjang rata-rata 0,6 mm dengan kisaran 0,5-1,0 mm dan lebar rata-rata 0,3 mm dengan kisaran 0,2-0,6 mm. Nimfa instar ketiga jantan disebut prapupa, dengan panjang tubuh rata-rata 0,9 mm dengan kisaran 0,8-1,1 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,4 mm. Nimfa instar keempat jantan disebut pupa, dengan panjang tubuh rata-rata 1,0 mm dengan kisaran 0,9-1,0 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,3 mm dengan kisaran 0,3-0,4 mm. Tubuh imago jantan berukuran panjang rata-rata 1,0 mm dengan kisaran 0,9-1,1 mm dan lebar pada toraks rata-rata 0,3 mm dengan kisaran 0,2-0,3 mm (Miller dan Miller 2002). Biologi Individu betina dan jantan kutu putih pepaya mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda. Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis bertahap), yaitu terdiri dari stadium telur, stadium nimfa yang terdiri dari instar pertama hingga ketiga dan stadium imago. Imago betina kutu putih pepaya tidak memiliki sayap. Individu jantan mengalami metamorfosis holometabola (metamorfosis sempurna), yaitu terdiri dari stadium telur, stadium nimfa yang terdiri dari instar pertama, instar kedua, instar ketiga yang disebut prapupa dan instar keempat berupa pupa serta imago yang memiliki sepasang sayap (Miller dan Miller 2002). Lama perkembangan tiap stadium kutu putih pepaya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan terutama suhu dan tanaman inang. Friamsa (2009), melaporkan bahwa pada suhu rata-rata 29,3 ± 0,6 C dengan kelembaban rata-rata 56,2 ± 4,7 C, rata-rata lama perkembangan setiap stadium P. marginatus pada tanaman pepaya adalah stadium telur selama 6,97 ± 0,93 hari, nimfa instar pertama selama 4,00 ± 0,71 hari. Nimfa instar kedua betina selama 3,74 ± 0,67 hari, nimfa instar kedua jantan selama 4,12 ± 0,83 hari, nimfa instar ketiga betina selama 4,00 ± 0,74 hari, nimfa instar ketiga jantan atau prapupa selama 2,25 ± 1,03 hari dan nimfa instar keempat atau pupa jantan selama 4,86 ± 1,21 hari. Lama hidup imago P. marginatus betina adalah 13,18 ± 2,70 dan imago jantan 3,00 hari. Rata-rata fekunditas P. marginatus adalah 233,27 ± 62,74 butir per induk.

17 6 Kisaran Inang Kutu putih pepaya merupakan hama yang bersifat polifag. Hama tersebut dilaporkan telah menyerang 20 famili tanaman, termasuk tanaman yang bernilai ekonomi maupun gulma. Tanaman inang tersebut antara lain, famili Annonaceae (Annona muricata dan Annona squamosa), Apocynaceae (Plumeria alba dan Plumeria rubra), Asteraceae (Ambrosia cumanensis dan Parthenium hysterophorus), Caricaceae (Carica papaya), Convolvulaceae (Ipomoea carnea), Euphorbiaceae (Acalypha wilkesiana, Jatropha integerrima, Manihot chloristica, Manihot esculenta dan Ricinus communis), Fabaceae (Acacia sp., Bauhinia sp., Cajanus cajan, Erythrina abyssinica, Gliricidia sepium, Mimosa pigra dan Tetramnus labialis), Malvaceae (Hibiscus rosa-sinensis, Malvasicus arboreus dan Sida sp.), Poaceae (Uniola paniculata dan Zea mays), Rutaceae (Citrus paradisi) dan Solanaceae (Cestrum nocturnum dan Solanum melongena) (Ben-Dov 2010). Di Indonesia, selain tanaman pepaya terdapat 21 spesies tanaman inang yang terserang kutu putih pepaya. Tanaman inang tersebut antara lain, Ipomoea aquatica Forsk, Jatropha curcas L, Manihot esculenta Caratz, Psidium guajava L, dan Solanum lycopersicum L. (Sartiami et al. 2009). Daerah Persebaran Keberadaan kutu putih pepaya di Indonesia dilaporkan telah menyebar di tiga belas provinsi. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, Departemen Pertanian melaporkan bahwa P. marginatus sudah menyebar di Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Timur, Lampung, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Banten, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Bali (Kompas, 10 November 2009). Di Jawa Barat, daerah persebarannya meliputi Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Majalengka, Kota Bogor dan Kota Depok (Sartiami et al. 2009; Direktorat Jendral Hortikultura, 22 September 2008). Di Kabupten Bogor, daerah persebarannya meliputi Kecamatan Gunung Putri, Sukaraja, Cigombong, Dramaga, Rancabungur, Cijeruk, Ciburui, Cibinong, dan Bojonggede. Di Kabupaten Sukabumi persebarannya meliputi Kecamatan Cicurug dan Cidahu. Di Kota Depok kutu putih pepaya telah ditemukan di Kecamatan Beji dan Pancoran Mas. Di wilayah DKI Jakarta kutu putih pepaya

18 7 ditemukan di Jakarta Selatan yaitu di Kecamatan Jagakarsa, Cilandak, Pasar Minggu dan Senayan. Di Propinsi Banten kutu putih pepaya dilaporkan telah ditemukan di Kabupaten Banten (Direktorat Jendral Hortikultura, 22 September 2008). Parasitoid Acerophagus papayae Taksonomi Acerophagus papayae Noyes & Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae) termasuk ke dalam Ordo Hymenoptera, Super Famili Chalcidoidea dan Famili Encyrtidae. Parasitoid A. papayae dinamai berdasarkan inang kutu putih tersebut yaitu tanaman pepaya. Parasitoid ini awalnya ditemukan pada P. marginatus di Amerika Tengah dan dideskripsikan untuk pertama kalinya oleh Noyes dan Schauff (2003). Morfologi Imago parasitoid betina A. papayae memiliki panjang tubuh (termasuk ovipositor) yang bervariasi dari 0,58-0,77 mm. Kepala memiliki antena yang umumnya berwarna oranye kekuningan dan ocelli yang berwarna merah. Antena memiliki 5 ruas funikel dengan pangkal klava berwarna agak kehitaman. Toraks dan abdomen umumnya berwarna oranye kekuningan, tetapi abdomen di dekat cercal plates dan bagian dorsal di sepanjang tepi posterior tergit berwarna coklat. Ovipositor berwarna oranye kekuningan dengan bagian ujung yang berwarna coklat. Imago jantan memiliki panjang berkisar antara 0,44-0,66 mm. Secara keseluruhan imago jantan mirip dengan imago betina, tetapi pada imago jantan tidak terdapat segmentasi pada klava dan berbeda pada alat kelaminnya (tidak terdapat ovipositor) serta abdomen di bagian ujung tergit umumnya berwarna lebih gelap dari imago betina (Noyes dan Schauff 2003). Peranan Di beberapa negara persebaran hama P. marginatus, pengendalian hama tersebut telah dilakukan dengan mendatangkan musuh alami dari negara asalnya,

19 8 salah satunya adalah parasitoid A. papayae. Parasitoid A. papayae mempunyai persentase parasitisasi sebesar 59,6% pada nimfa instar kedua P. marginatus (Amarasekare et al. 2009). Parasitoid A. papayae menunjukan hasil yang sangat baik dalam mengurangi populasi P. marginatus yaitu dapat menurunkan populasi P. marginatus lebih dari 99% di Guam (Meyerdirk et al. 2004). Morfologi Encyrtidae Pradewasa Famili Encyrtidae menampakkan keragaman yang sangat tinggi dalam bentuk tahapan pradewasa dan mengalami modifikasi adaptif yang sempurna. Dua tipe telur yang umum pada Famili Encyrtidae adalah tipe stalked (bertangkai) dan tipe encyrtiform. Telur tipe stalked mempunyai struktur seperti tabung yang memanjang pada salah satu ujungnya, sedangkan telur tipe encyrtiform merupakan modifikasi adaptif dari tipe bertangkai dan dibedakan oleh adanya aeroscopic plate yang memanjang pada tangkai telur (Clausen 1940). Jumlah instar larva Encyrtidae bervariasi antara dua sampai lima. Bentuk larva sangat beragam pada instar satu dan selanjutnya cenderung menjadi lebih seragam ketika larva mencapai instar akhir. Berdasarkan modifikasi morfologi dan kaitannya dengan fungsinya, bentuk larva instar satu yang berkembang secara monoembrioni dapat dikelompokkan menjadi empat tipe yaitu hymenopteriform, encyrtiform, caudate, dan vesiculate. Tubuh larva tipe hymenopteriform terdiri dari 12 atau 13 ruas dan tidak mempunyai sistem trakea yang terbuka. Larva hidup bebas dalam rongga tubuh inangnya. Dalam perkembangannya, larva mengalami beberapa ganti kulit tanpa mengalami banyak perubahan pada ciri-ciri utamanya. Larva tipe encyrtiform, yang berasosiasi dengan telur tipe encyrtiform, mempunyai tubuh yang terdiri dari ruas. Pada ruas terakhir terdapat sepasang spirakel. Empat atau lima ruas terakhir biasanya diselimuti oleh bekas kulit telur. Bekas kulit tetap ada pada sebagian besar tingkat perkembangannya. Larva tipe caudate berasosiasi dengan telur tipe stalked yang dicirikan oleh berkembangnya ruas terakhir abdomen menjadi organ seperti ekor yang kadangkadang melebihi panjang tubuhnya. Dalam perkembangannya, ekor tersebut berkurang ukurannya pada instar dua dan tidak tampak lagi pada instar tiga. Larva tipe vesiculate mirip dengan tipe hymenopteriform, tetapi terdapat penggentingan

20 9 pada abdomen sehingga membentuk kantung kauda. Larva tipe ini jarang ditemukan pada serangga dari Famili Encyrtidae (Clausen 1940).

21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid & Predator dan Laboratorium Biosistematika Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai April sampai dengan November Suhu dan Kelembaban Udara Suhu udara minimum di dalam laboratorium berkisar dari 23,0-26,0 C dan suhu udara maksimum berkisar dari 26,0-32,0 C dengan rata-rata suhu udara 26,4 C. Suhu udara minimum di luar ruangan laboratorium berkisar dari 25,0-29,9 C dan suhu udara maksimum berkisar antara 31,3-33,8 C dengan rata-rata suhu udara 29,4 C. Kelembaban udara minimum berkisar antara 43-58% dan kelembaban maksimum berkisar antara 74-89% dengan rata-rata kelembaban 67,2%. Metode Penelitian Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Pepaya Bibit tanaman pepaya diperoleh dari Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB yaitu pepaya varietas IPB 9 yang telah berumur 8 MST (minggu setelah tanam). Bibit tersebut kemudian dipindahkan ke dalam polybag berukuran 30 cm x 30 cm dengan menggunakan media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Tanaman pepaya dipelihara dengan cara disiram setiap dua hari sekali dan diberi pupuk NPK setiap 2 minggu sekali sebanyak 20 g pertanaman. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara ditabur di larikan sedalam 2-3 cm di sekeliling tanaman pepaya dengan jarak 7 cm dari batang tanaman pepaya. Setelah itu, larikan tersebut ditutup kembali dengan tanah hingga rata. Tanaman pepaya dipelihara sampai berumur 16 MST untuk dinfestasi dengan P. marginatus.

22 11 Perbanyakan Kutu Putih Pepaya Kutu putih pepaya, P. margintus diperoleh dari pohon pepaya di lapangan di daerah Bogor. Kutu putih pepaya tersebut kemudian dibawa untuk dipelihara di laboratorium dengan cara menginfestasikannya pada tanaman pepaya kemudian ditunggu hingga kutu putih pepaya berkembangbiak. Satu daun tanaman pepaya yang berada di polybag dikurung dengan menggunakan kurungan plastik, yang diberi jendela berupa lubang yang ditutupi kain organdi untuk aerasi (9 cm x 9 cm). Kurungan tersebut dari plastik mika dengan diameter 6 cm dan panjang 16 cm yang pada kedua ujungnya ditutup pula dengan kain organdi (Gambar 1). Gambar 1 Daun tanaman pepaya yang dikurung Ke dalam kurungan tersebut dimasukkan telur kutu putih pepaya yang berada di dalam kantung telur. Setelah telur menetas, nimfa kutu putih pepaya dipelihara sampai menjadi nimfa instar kedua. Nimfa kutu putih pepaya instar kedua dicirikan oleh warna tubuh nimfa kutu putih jantan yang berwarna merah muda atau nimfa telah berumur sekitar 5 hari setelah telur menetas. Penyiapan Parasitoid A. papayae Parasitoid A. papayae diperoleh dari lapangan dengan cara mengumpulkan kutu putih pepaya yang terparasit. Kutu putih pepaya yang terparasit dicirikan oleh tubuh kutu putih pepaya yang menjadi keras atau mengalami mumifikasi dan berwarna coklat kekuningan. Kutu putih pepaya tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi sampai imago parasitoid muncul. Setelah imago parasitoid muncul, parasitoid diberi makanan berupa larutan madu 40%. Larutan madu diberikan dengan cara mengoleskannya pada dinding tabung reaksi dengan menggunakan

23 12 jarum kemudian parasitoid dilepaskan pada tempat pemeliharaan yaitu pada tanaman pepaya yang telah terinfestasi kutu putih pepaya. Parasitoid yang digunakan diambil dari tempat pemeliharaan dengan cara mengumpulkan kutu putih pepaya yang terparasit. Kutu putih pepaya yang terparasit dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Satu tabung reaksi berisikan satu individu kutu putih pepaya yang telah terparasit. Setelah imago parasitoid muncul, parasitoid diberi larutan madu 40% dan dibedakan jenis kelaminnya dengan bantuan mikroskop. Sepasang imago parasitoid jantan dan betina dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 24 jam agar terjadi kopulasi. Pengamatan Siklus Hidup dan Ciri Morfologi Parasitoid A. papayae Imago parasitoid betina yang telah kopulasi (berumur 1-2 hari) dimasukkan ke dalam kurungan plastik yang di dalamnya terdapat nimfa instar kedua kutu putih pepaya selama 4 jam untuk meletakkan telur. Setelah 4 jam, imago parasitoid betina dikeluarkan dari kurungan tersebut. Periode sejak peletakan telur sampai kutu putih pepaya mengeras berwarna coklat kekuningan dan munculnya imago parasitoid diamati. Selain itu, diamati pula jenis kelamin imago dan waktu kemunculannya. Pengamatan kisaran jam kemunculan imago parasitoid dilakukan pada jam 06.00, 09.00, 12.00, dan WIB. Imago parasitoid yang muncul dipelihara lebih lanjut untuk diamati lama hidupnya. Untuk mengamati ciri-ciri morfologi telur, larva, prapupa, dan pupa serta menduga lama stadia masing-masing tingkat perkembangan parasitoid, nimfa kutu putih pepaya yang telah diumpankan dibedah dengan jarum halus bertangkai di bawah mikroskop. Pembedahan dilakukan pada hari ke-0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 setelah kutu putih pepaya terparasit. Pengamatan ciri morfologi telur diamati dari hasil pembedahan imago parasitoid betina. Pembedahan dilakukan sebanyak 20 ulangan. Pengamatan Lama Hidup Parasitoid A. papayae Untuk pengamatan lama hidup, imago parasitoid dipelihara sejak muncul sampai kematiannya di dalam tabung reaksi. Pengamatan lama hidup dilakukan terhadap imago parasitoid jantan dan betina yang tidak kopulasi dan tanpa oviposisi (betina) serta diberi makanan larutan madu 40% dan tidak diberi

24 13 makanan (tanpa madu dan air). Pemberian madu dilakukan dua hari sekali dengan mengoleskannya pada dinding tabung reaksi dengan menggunakan jarum. Imago parasitoid dipelihara secara terpisah antara parasitoid jantan dan betina (satu individu per tabung reaksi). Pengamatan lama hidup imago parasitoid dilakukan sebanyak 20 ulangan untuk setiap perlakuan. Rancangan Percobaan dan Pengolahan Data Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Data ukuran imago dan lama hidup imago parasitoid di uji dengan menggunakan uji t. Data kemunculan imago parasitoid dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA). Jika perlakuan menunjukan pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan software SPSS 15.

25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam tubuh kutu putih pepaya. Nimfa kutu putih pepaya yang baru terparasit tidak menunjukkan gejala luar yang spesifik yang dapat membedakannya dari kutu putih pepaya yang sehat. Gejala luar parasitisasi dengan jelas muncul pada hari ke-7 setelah kutu putih pepaya terparasit. Kutu putih pepaya yang terparasit tubuhnya mengeras atau mengalami mumifikasi berwarna coklat kekuningan (Gambar 2a). Meskipun demikian, gejala parasitisasi pada nimfa kutu putih pepaya instar kedua yang belum mengalami mumifikasi dapat diduga dengan ciri-ciri sebagai berikut: nimfa kutu putih pepaya menunjukan sedikit pergerakan pada saat diganggu; tubuh nimfa kutu putih pepaya agak menggembung pada bagian ventral; dan tubuh nimfa kutu putih pepaya berwarna kuning gelap atau kuning kecoklatan. Imago parasitoid A. papayae muncul dari lubang yang dibuat pada bagian posterior tubuh nimfa kutu putih pepaya (Gambar 2b). Lubang keluar imago parasitoid A. papayae dibuat dengan cara menggigit kulit inang yang telah mengalami mumifikasi. Imago parasitoid A. papayae umumnya muncul pada hari ke-13 sampai ke-15 setelah kutu putih pepaya terparasit. Parasitisasi A. papayae pada nimfa kutu putih pepaya tidak menggunakan nimfa kutu putih pepaya instar pertama karena berdasarkan penelitian Amarasekare (2010), diketahui bahwa parasitoid A. papayae dapat berkembang pada nimfa kutu putih pepaya instar kedua, nimfa instar ketiga betina dan betina dewasa kutu putih pepaya. Tidak ada keturunan yang muncul pada nimfa instar pertama kutu putih pepaya. Parasitoid menyeleksi tingkatan instar nimfa kutu putih pepaya pada saat melakukan oviposisi ketika parasitoid diberikan pilihan. Parasitoid A. papayae menunjukkan tingkat parasitisasi lebih tinggi pada nimfa kutu putih pepaya instar kedua.

26 15 a Gambar 2 Nimfa kutu putih pepaya yang terparasit. Mumi kutu putih pepaya (a) dan lubang keluar parasitoid (b) b Ciri-ciri Morfologi Parasitoid A. papayae Telur Telur parasitoid A. papayae berbentuk bulat agak lonjong dan berwarna transparan atau bening dengan tangkai yang lebih panjang dari panjang telur. Panjang, lebar dan panjang tangkai telur (termasuk aeroscopic plate) parasitoid A. papayae berturut-turut adalah 0,07 ± 0,02; 0,04 ± 0,01; dan 0,09 ± 0,01 mm. Ukuran telur tersebut diperoleh dari pengukuran telur parasitoid dari hasil pembedahan imago parasitoid betina. Telur parasitoid umumnya ditemukan pada hari ke-1 sampai hari ke-3 saat pembedahan inang yang terparasit. Namun, pada hari ke-4 juga masih dijumpai telur dengan jumlah yang relatif sangat sedikit. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, telur parasitoid A. papayae bertipe encyrtiform (Gambar 3). Clausen (1940) menyebutkan bahwa tipe telur ini merupakan modifikasi adaptif dari tipe bertangkai yang dibedakan oleh adanya aeroscopic plate yang memanjang pada tangkai telur. 0,05 mm Gambar 3 Telur parasitoid A. papayae

27 16 Larva Tubuh larva parasitoid A. papayae berwarna bening kekuningan. Larva parasitoid pada pembedahan hari ke-4 dan ke-5 setelah inang terparasit panjangnya berkisar antara 0,35-0,65 mm dengan bentuk tubuh yang beragam. Larva pada pembedahan hari ke-6 dan ke-7 panjangnya berkisar antara 0,70-1,08 mm dengan bentuk yang lebih seragam. Menurut Clausen (1940), parasitoid dari kelompok Famili Encyrtidae menampakkan keragaman yang sangat tinggi dalam bentuk tahapan pradewasa dan mengalami modifikasi adaptif yang sempurna. Bentuk larva sangat beragam pada instar satu dan selanjutnya cenderung menjadi lebih seragam ketika larva mencapai instar akhir. Ruas-ruas tubuh larva pada pembedahan hari ke-4 (Gambar 4a) dan ke-5 (Gambar 4b) masih belum jelas. Ruas-ruas tubuh larva semakin jelas pada pembedahan hari ke-6 (Gambar 4c) dan ke-7 (Gambar 4d). Tubuh larva terdiri dari 12 ruas, tidak bertungkai dengan kapsul kepala berkembang jelas pada pembedahan hari ke-7. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, tipe larva A. papayae dapat digolongkan kedalam tipe hymenopteriform. Menurut Clausen (1940), larva tipe hymenopteriform terdiri dari 12 atau 13 ruas dan tidak mempunyai sistem trakea yang terbuka. Larva hidup bebas dalam rongga tubuh inangnya. Dalam perkembangannya, larva parasitoi A. papayae mengalami perubahan bentuk, ukuran dan posisi dalam tubuh inang. Larva parasitoid A. papayae pada pembedahan hari ke-7, umumnya mengalami perubahan posisi dengan kepala mengarah ke posterior tubuh inang yang terparasit. a 0,2 mm 0,3 mm b c d 0,5 mm 0,5 mm Gambar 4 Larva parasitoid A. papayae. Pembedahan pada hari ke-4 (a), ke-5 (b), ke-6 (c) dan ke-7 (d) setelah inang terparasit

28 17 Prapupa Panjang tubuh prapupa parasitoid A. papayae adalah 0,75 ± 0,04 mm dengan kisaran 0,68-0,80 mm. Lebar kapsul kepala prapupa 0,27 ± 0,02 mm dengan kisaran 0,24-0,30 mm. Prapupa berwarna bening dan berbentuk seperti larva instar akhir dengan tubuh yang relatif langsing (Gambar 5a). Prapupa banyak dijumpai pada pembedahan hari ke-8 dan ke-9 setelah inang terparasit dengan kepala mengarah ke posterior tubuh inang. Pupa Panjang tubuh pupa parasitoid A. papayae adalah 0,77 ± 0,06 mm dengan kisaran 0,68-0,93 mm. Lebar kapsul kepala 0,27 ± 0,02 mm dengan kisaran 0,25-0,30 mm. Pada awalnya, pupa berwarna putih dan sangat lunak. Kepala pupa berangsur-angsur mengalami sklerotisasi dan berwarna oranye kekuningan dengan kepala mengarah ke posterior inangnya. Pupa umumnya dijumpai pada pembedahan hari ke-9 dan hari ke-10 setelah inang terparasit. Pupa parasitoid A. papayae bertipe exarate (Gambar 5b). Borror (1996) menyatakan bahwa, pupa tipe exarate mempunyai ciri yaitu embelan-embelan bebas dan tidak melekat pada tubuh. Pupa berada dalam tubuh inang yang telah mengalami mumifikasi dan umumnya tidak tertutup oleh kokon. 0,5 mm 0,5 mm a b Gambar 5 Parasitoid A. papayae. Prapupa (a) dan Pupa (b)

29 18 Imago Secara umum, tubuh imago parasitoid (betina dan jantan) berwarna oranye kekuningan dengan sayap yang transparan. Kepala dan antena umumnya berwarna oranye kekuningan dengan pangkal klava berwarna agak kehitam-hitaman serta mata tunggal yang berwarna merah. Toraks umumnya berwarna oranye kekuningan dengan pronotum yang berwarna coklat, sedangkan tungkai berwarna sedikit lebih muda dari pada toraks. Abdomen parasitoid A. papayae umumnya berwarna oranye kekuningan, kecuali pada bagian dorsal berwarna coklat. Ciriciri tersebut sesuai dengan ciri-ciri parasitoid A. papayae yang telah di deskripsikan oleh Noyes dan Schauff (2003). Antena imago parasitoid mempunyai tipe antena genikulat. Menurut Borror (1996), tipe antena ini berbentuk siku dengan ruas pertama panjang dan ruas-ruas berikutnya kecil dan membelok pada satu sudut dengan ruas yang pertama. 0,5 mm 0,5 mm a b Gambar 6 Imago parasitoid A. papayae. Betina (a) dan jantan (b) Imago parasitoid betina (Gambar 6a) dan jantan (Gambar 6b) dapat dibedakan dengan mengamati bentuk antena, warna abdomen dan alat kelamin. Antena imago betina terdiri dari 10 ruas, yaitu skapus, pedisel dan 8 ruas flagelum (5 ruas funikel dan 3 ruas klava), yang menggada pada ujungnya (Gambar 7a). Antena imago jantan terdiri dari 8 ruas, yaitu skapus, pedisel dan 6 ruas flagelum (5 ruas funikel dan klava yang tidak beruas) (Gambar 7b). Abdomen imago betina umumnya mempunyai warna yang lebih terang, sedangkan imago jantan berwarna lebih gelap pada bagian dorsal tubuhnya. Alat kelamin imago parasitoid dibedakan dengan adanya ovipositor pada imago betina di bagian ventral abdomennya, sedangkan imago jantan tidak. Ovipositor ini dapat terlihat di bawah

30 19 mikroskop kompon dengan panjang sekitar 0,05 mm yang diukur dari ujung abdomen imago betina. a b Gambar 7 Antena parasitoid A. papayae. Betina (a) dan jantan (b) Serangga betina umumnya mempunyai ukuran yang lebih besar dari pada yang jantan. Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa panjang tubuh dan rentang sayap imago betina berbeda nyata dengan panjang tubuh dan rentang sayap imago jantan (Tabel 1 dan Tabel Lampiran 1). Panjang tubuh dan rentang sayap imago betina lebih panjang dari imago jantan. Imago parasitoid betina A. papayae mempunyai panjang tubuh (tidak termasuk ovipositor) yaitu 0,64 ± 0,07 mm dengan kisaran 0,58-0,83 mm dan rentang sayap 1,43 ± 0,09 mm dengan kisaran 1,33-1,63 mm. Imago jantan mempunyai panjang tubuh 0,56 ± 0,03 mm dengan kisaran 0,50-0,60 mm dan rentang sayap 1,30 ± 0,06 mm dengan kisaran 1,23-1,48 mm. Tabel 1. Ukuran imago parasitoid A. papayae Jenis kelamin Tubuh Rata-rata panjang ± SD (mm) Sayap Betina 0,64 ± 0,07a 1,43 ± 0,09a Jantan 0,56 ± 0,03b 1,30 ± 0,06b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t (P> 0,05) Siklus Hidup dan Reproduksi Parasitoid A. papayae Siklus hidup parasitoid A. papayae adalah waktu yang diperlukan untuk perkembangan parasitoid sejak telur diletakkan sampai imago parasitoid

31 20 meletakkan telur kembali. Berdasarkan pada pembedahan terhadap inang terparasit, perkiraan lama stadium telur, larva, prapupa dan pupa A. papayae berturut-turut adalah 3,05; 4,41; 1,20; dan 5,38 hari (Tabel 2). Kutu putih pepaya umumnya mulai mengeras pada hari ke-7 setelah kutu putih pepaya terparasit. Siklus hidup parasitoid A. papayae berdasarkan hasil pengamatan umumnya berkisar hari. Hasil tersebut tidak berbeda dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Amarasekare (2007), yang menyatakan bahwa siklus hidup A. papayae berkisar hari dengan siklus hidup parasitoid jantan yang lebih pendek bila dibandingkan dengan siklus hidup parasitoid betina. Tabel 2. Perkiraan lama stadium parasitoid A. papayae Tingkat perkembangan parasitoid Rata-rata lama stadium ± SD (hari) Telur 3,05 ± 0,22 Larva 4,42 ± 0,49 Prapupa 1,21 ± 0,41 Pupa 5,37 ± 0,67 Siklus hidup A. papayae 14,05 ± 1,79 Informasi siklus hidup parasitoid dibutuhkan untuk mengetahui efisiensi parasitoid dalam mengendalikan inang (Amarasekare 2007). Siklus hidup agens hayati umumnya lebih pendek dari siklus hidup inangnya (Greathead 1986). Siklus hidup betina kutu putih pepaya pada tanaman pepaya rata-rata 25,24 ± 1,51 hari (Friamsa 2009). Siklus hidup parasitoid yang lebih pendek dari siklus hidup inang akan memberikan keuntungan bagi parasitoid. Siklus hidup parasitoid yang tumpang tindih dengan generasi inang akan memberikan peluang bagi parasitoid dalam menghasilkan keturunanan yang lebih cepat dari pada inangnya dan dapat memarasit populasi inang dalam waktu yang lebih singkat (Amarasekare 2007). Siklus hidup parasitoid A. papayae tumpang tindih dengan siklus hidup nimfa instar kedua kutu putih pepaya. Parasitoid A. papayae menunjukkan tingkat parasitasi lebih tinggi pada nimfa kutu putih pepaya instar kedua (Amarasekare 2010). Hal tersebut akan memungkinkan parasitoid dapat segera melakukan oviposisi sesaat setelah kemunculannya dari inang baik setelah kopulasi maupun tidak.

32 21 Berdasarkan hasil pengamatan, keturunan yang dihasilkan oleh imago betina yang tidak kopulasi atau tidak mengalami pembuahan semuanya berkelamin jantan. Imago betina yang mengalami kopulasi menghasilkan keturunan jantan dan betina. Hasil penelitian Amarasekare (2007) juga menyatakan bahwa keturunan yang dihasilkan oleh imago yang tidak kopulasi atau tidak mengalami pembuahan semuanya berjenis kelamin jantan. Keturunan yang dihasilkan parasitoid A. papayae yang mengalami kopulasi berjenis kelamin jantan dan betina dengan rata-rata nisbah kelamin 1:1. Keturunan yang dihasilkan pada kebanyakan kelompok Ordo Hymenoptera dikontrol oleh proses pembuahan telur. Telur yang telah dibuahi akan berkembang menjadi betina, sedangkan telur yang tidak dibuahi biasanya hanya akan berkembang menjadi imago jantan (Borror 1996). Tipe perkembangbiakan tersebut merupakan tipe arrhenotoky, sedangkan tipe perkembangbiakan telur tanpa mengalami pembuahan yang umumnya dihasilkan individu betina merupakan tipe perkembangbiakan thelytoky (Clausen 1940). Berdasarkan hal tersebut, tipe perkembangbiakan parasitoid A. papayae termasuk ke dalam tipe perkembangbiakan arrhenotoky. Imago betina kelompok Ordo Hymenoptera yang tidak kopulasi meletakkan telur tanpa mengalami pembuahan. Telur yang diletakkan akan berkembang menjadi imago jantan. Imago betina yang mengalami kopulasi, selain menghasilkan telur yang mengalami pembuahan juga menghasilkan telur yang tidak mengalami pembuahan. Telur yang tanpa mengalami pembuahan akan berkembang menjadi imago jantan, sedangkan telur yang mengalami pembuahan akan berkembang menjadi imago betina (Quicke 1997), sehingga imago betina yang mengalami kopulasi akan menghasilkan keturunan jantan dan betina. Lama Hidup Imago Parasitoid A. papayae Berdasarkan hasil pengamatan, lama hidup antara imago betina dan jantan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, baik yang diberi makanan madu 40% maupun tanpa diberi madu (Tabel 3 dan Tabel Lampiran 2). Meskipun demikian, berdasarkan nilai rataannya, lama hidup imago betina yang diberi madu dan tanpa diberi madu umumnya lebih tinggi dari imago jantan. Lama hidup

33 22 imago betina yang diberi madu adalah 7,55 ± 2,54 hari dengan kisaran dari 2 sampai 12 hari, sedangkan imago jantan yang diberi madu 7,25 ± 3,06 hari dengan kisaran dari 2 sampai 15 hari. Lama hidup imago betina tanpa madu yaitu 1,65 ± 0,67 hari, sedangkan lama hidup imago jantan tanpa madu 1,50 ± 0,61 hari dengan kisaran antara keduanya dari 1 sampai 3 hari. Hasil penelitian Amarasekare (2007) menunjukan bahwa lama hidup imago betina tidak kopulasi dan tanpa oviposisi lebih tinggi dari imago jantan yaitu sekitar 33 hari dan lama hidup imago jantan tanpa mengalami kopulasi sekitar 23 hari. Meskipun demikian, hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa lama hidup antara imago betina dan jantan menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata. Larutan madu sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup imago parasitoid. Kelangsungan hidup imago parasitoid sangat ditentukan oleh ketersediaan makanan berupa madu. Makanan akan menjadi sumber energi yang sangat dibutuhkan untuk pergerakan parasitoid dan mendukung produksi telur (Pudjianto 1994). Tabel 3. Lama hidup imago parasitoid A. papayae dengan makanan madu 40 dan tanpa madu Jenis kelamin Dengan madu Rata-rata lama hidup ± SD (hari) Tanpa madu Betina 7,55 ± 2,54a 1,65 ± 0,67b Jantan 7,25 ± 3,06a 1,50 ± 0,61b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t (P> 0,05) Perbedaan hasil penelitian lama hidup imago parasitoid berdasarkan informasi di atas, diduga bahwa kondisi dalam pemeliharaan lama hidup imago parasitoid dan persentase pemberian makanan berupa madu yang berbeda. Pada penelitian Amarasekare (2007), pemeliharaan lama hidup parasitoid A. papayae dilakukan dalam kondisi suhu yang telah diatur sebelumnya sehingga kondisi suhu menjadi konstan yaitu 25 ± 2 C dengan kelembaban udara 65 ± 2% dan pemberian makanan berupa madu 50%. Pada penelitian ini, kondisi suhu udara mengalami fluktuasi karena suhu diukur berdasarkan kondisi suhu yang terjadi. Suhu udara minimum di dalam laboratorium berkisar antara C dan suhu

34 23 udara maksimum yaitu berkisar antara C dengan pemberian makanan berupa madu 40%. Selain itu, penutup tabung pemeliharaan parasitoid dengan menggunakan penutup yang terbuat dari plastik diduga menyebabkan sirkulasi udara di dalam tabung menjadi kurang maksimal bila dibandingkan dengan penelitian Amarasekare (2007) yang menggunakan dua helai tisu sebagai penutup. Perilaku Imago Parasitoid A. papayae Waktu Kemunculan Berdasarkan hasil pengamatan, imago parasitoid muncul pada pagi hari sampai dengan sore hari (Tabel 4 dan Tabel Lampiran 3). Waktu kemunculan tertinggi imago parasitoid A. papayae, baik imago betina maupun imago jantan yaitu pada kisaran jam dengan nilai persentase lebih dari 85%. Setelah kisaran jam , kemunculan imago parasitoid mulai berkurang dan pada kisaran jam dan tidak ditemukan adanya imago parasitoid yang muncul baik imago betina maupun imago jantan. Tabel 4. Waktu kemunculan imago parasitoid A. papayae Jam kemunculan (WIB) Persentase kemunculan imago (%) Betina dan jantan Betina Jantan ,09a 91,12a 88,83a ,65b 6,80b 10,37b ,00c 0,00c 0,00c ,27c 2,09bc 0,81c ,00c 0,00c 0,00c Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan (P> 0,05) Kopulasi Kopulasi biasanya berlangsung selama kurang dari satu menit, yaitu sekitar 20 detik. Sebelum terjadi kopulasi, parasitoid jantan akan mendekati parasitoid betina. Parasitoid betina yang belum mengalami kopulasi akan mengurangi pergerakannya, kemudian parasitoid jantan menempatkan kepalanya di depan parasitoid betina dengan menggerak-gerakan antenanya. Setelah

35 24 beberapa detik, parasitoid jantan kemudian bergerak ke arah belakang parasitoid betina untuk melakukan kopulasi. Bila sebelumnya imago betina telah mengalami kopulasi, parasitoid betina akan diam sehingga terjadi kopulasi. Parasitoid betina yang sudah mengalami kopulasi akan bergerak menjauhi parasitoid jantan. Oviposisi Dalam mencari inangnya, parasitoid betina lebih banyak berjalan dan jarang sekali terbang. Sebelum terjadi oviposisi, parasitoid betina memeriksa inangnya dengan cara menggerak-gerakan antena dan menusuk-nusukkan ovipositornya pada tubuh inang. Parasitoid betina yang telah menemukan inang yang sesuai akan berusaha mengeluarkan ovipositor untuk meletakan telur. Oviposisi hanya berlangsung kurang dari satu menit yaitu sekitar 40 detik. Oviposisi terjadi pada seluruh bagian tubuh inang khususnya bagian abdomen inang.

36 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Imago parasitoid A. papayae (betina dan jantan) secara umum berwarna oranye kekuningan dengan sayap yang transparan. Parasitoid A. papayae betina dan jantan dapat dibedakan dengan mengamati bentuk antena, warna abdomen dan alat kelaminnya. Parasitoid A. papayae memiliki tipe telur encyrtiform, tipe larva hymenopteriform dan tipe pupa exarate. Siklus hidup parasitoid A. papayae umumnya berkisar dari 13 sampai 15 hari. Waktu kemunculan tertinggi imago parasitoid A. papayae, baik imago betina maupun imago jantan adalah pada kisaran jam WIB dengan nilai persentase lebih dari 85%. Lama hidup imago parasitoid A. papayae betina yang diberi madu yaitu 7,55 ± 2,54 hari dan lama hidup imago parasitoid A. papayae jantan 7,25 ± 3,06 hari. Lama hidup imago parasitoid A. papayae betina dan jantan yang dipelihara tanpa madu berkisar dari 1 sampai 3 hari. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk kelengkapan informasi biologi parasitoid A. papayae terutama keperidian parasitoid tersebut dalam strategi pemanfaatannya sebagai agen pengendali P. marginatus.

37 DAFTAR PUSTAKA Amarasekare KG, Mannion CM, Epsky ND Host instar susceptibility and selection and interspecific competition of three introduced parasitoids of the mealybug Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae). Environ. Entomol. 39(5): Amarasekare KG, Mannion CM, Epsky ND Efficiency and establisment of three introduced parasitoids of the mealybug Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae). Biological Control 55: Amarasekare KG Life history of papaya mealybug (Paracoccus marginatus), and the effectiveness of three introduced parasitoids (Acerophagus papayae, Anagyrus loecki, and Pseudleptomastix mexicana). [Disertasi]. University of Florida. Ben-Dov, Y ScaleNet, Paracoccus marginatus. [28 Oktober 2010]. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF An Introduction to the Study of Insects Sixth edition. Ohio: Saunders College Publishing. Clausen CP Entomophagous Insect. New York : McGraw Hill. 688p. [Dirjen Hortikultura] Direktorat Jendral Holtikultura Waspada Serangan Kutu Putih pada Tanaman Pepeya. [28 Oktober 2010]. Friamsa N Biologi dan statistik demografi kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) pada tanaman pepaya (Carica papaya L). [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Greathead DJ Parasitoids in classical biological control. Di dalam: Amarasekare KG Life History of Papaya Mealybug (Paracoccus marginatus), and the Effectiveness of Three Introduced Parasitoids (Acerophagus papayae, Anagyrus loecki, and Pseudleptomastix mexicana). Heu RA, Fukada MT, Conant P Papaya mealybug Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). State of Hawaii Department of Agriculture, Honolulu, H1. Kompas November 10. Kutu Putih Meksiko Sulit Dibasmi. wuih...kutu.putih.meksiko.sulit.dibasmi. [28 Oktober 2010]. Meyerdirk et al Biological control of the papaya mealybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) in Guam. Plant Protection Quarterly. 19(3): Miller DR, Miller GL Redescription of Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Hemiptera: Coccoidea: Pseudococcidae), including

38 27 deskription of the immature stages and adult male. Proc. Entomol. 104(1): Miller DR, Williams DJ, Hamon AB Notes on a new mealybug (Hemiptera: Coccoidea: Pseudococcidae) pest in Florida and the Caribbean: the papaya mealybug, Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink. Insecta Mundi. 13: 3-4. Muniappan R, Shepard BM, Watson GW, Carner GR, Sartiami D, Rauf A, Hammig MD First report of the papaya mealybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae), in Indonesia and India. J. Agric. Urban Entomol. 25(1): Muniappan R, Meyerdirk DE, Sengebau FM, Berringer DD, Reddy GVP Classical biological control of the papaya mealybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) in the Republic of Palau. Florida Entomologist. 89(2): Noyes JS, Schauff ME New Encyrtidae (Hymenoptera) from papaya mealybug (Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink) (Hemiptera: Sternorrhyncha: Pseudococcidae). Proc. Entomol. 105(1): Pudjianto Psyllaephagus yaseeni Noyes (Hymenoptera: Encyrtidae) pada kutu loncat lamtoro Heteropsylla cubana Crawford (Homoptera: Psyllidae). [Tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Quicke DLJ Parasitic Wasps. London: Chapman & Hall. Sartiami D, Dadang, Anwar R, Harahap IS Persebaran hama baru Paracoccus marginatus di Provinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta dalam Prosiding Seminar Nasional Perlindungan Tanaman. Bogor 5-6 Agustus 2009, (hal ). Tempo Agustus 15. Invasi kutu dari Meksiko. [28 Oktober 2010]. Thangamalar A, Subramanian S, Mahalingam CA Bionomics of papaya mealybug, Paracoccus marginatus and its predator Spalgius epius in mulberry ecosystem. Karnataka J. Agric. 23(1): Walker A, Hoy M, Meyerdirk D Papaya mealybug, Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Insecta: Hemiptera: Pseudococcidae). Featured creatures. Entomology and Nematology Departement, Florida Cooperative Extension Service, Institut of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. Williams DJ, Granara de Willink MC Mealybugs of Central and South America. Wallingford, Oxon, United Kingdom: CAB International.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Daerah Persebaran Kisaran Inang

TINJAUAN PUSTAKA Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Daerah Persebaran Kisaran Inang 3 TINJAUAN PUSTAKA Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Daerah Persebaran Kutu putih pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink merupakan hama yang berasal dari Meksiko. Kutu putih pepaya

Lebih terperinci

BIOLOGY OF PAPAYA MEALY BUG Paracoccus. CASSAVA (Manihot utilissima Pohl).

BIOLOGY OF PAPAYA MEALY BUG Paracoccus. CASSAVA (Manihot utilissima Pohl). Jurnal Natural Vol. 12, No. 2, September 2012 BIOLOGY OF PAPAYA MEALY BUG Paracoccus marginatus (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) IN CASSAVA (Manihot utilissima Pohl). Husni 1, Nur Pramayudi 1, Mutia Faridah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bioekologi Kutu Putih Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA. Bioekologi Kutu Putih Pepaya TINJAUAN PUSTAKA Bioekologi Kutu Putih Pepaya Kutu putih papaya (KPP), Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera:Pseudococcidae), merupakan hama yang berasal dari Meksiko.. Daerah

Lebih terperinci

BIOLOGI HAMA KUTU PUTIH PEPAYA (Paracoccus marginatus) PADA TANAMAN PEPAYA. The Biological Study of Papaya Mealybug (Paracoccus marginatus) on Papaya

BIOLOGI HAMA KUTU PUTIH PEPAYA (Paracoccus marginatus) PADA TANAMAN PEPAYA. The Biological Study of Papaya Mealybug (Paracoccus marginatus) on Papaya BIOLOGI HAMA KUTU PUTIH PEPAYA (Paracoccus marginatus) PADA TANAMAN PEPAYA The Biological Study of Papaya Mealybug (Paracoccus marginatus) on Papaya Nur Pramayudi dan Hartati Oktarina Prodi Agroteknologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB, dan berlangsung sejak Juli sampai Desember 2010. Metode

Lebih terperinci

BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI KUTU PUTIH PEPAYA

BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI KUTU PUTIH PEPAYA BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI KUTU PUTIH PEPAYA Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) PADA TANAMAN PEPAYA (Carica papaya L) NASRUL FRIAMSA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitoid yang ditemukan di Lapang Selama survei pendahuluan, telah ditemukan tiga jenis parasitoid yang tergolong dalam famili Eupelmidae, Pteromalidae dan Scelionidae. Data pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pepaya merupakan tanaman herba yang berasal dari Amerika. Tengah, Hindia Barat, Meksiko dan Costa Rica. Tanaman yang masuk ke

I. PENDAHULUAN. Tanaman pepaya merupakan tanaman herba yang berasal dari Amerika. Tengah, Hindia Barat, Meksiko dan Costa Rica. Tanaman yang masuk ke I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pepaya merupakan tanaman herba yang berasal dari Amerika Tengah, Hindia Barat, Meksiko dan Costa Rica. Tanaman yang masuk ke dalam famili Caricaceae ini dapat tumbuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pradewasa dan Imago

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pradewasa dan Imago HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pradewasa dan Imago Telur P. marginatus berwarna kekuningan yang diletakkan berkelompok didalam kantung telur (ovisac) yang diselimuti serabut lilin berwarna putih. Kantung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Fase Pradewasa Telur Secara umum bentuk dan ukuran pradewasa Opius sp. yang diamati dalam penelitian ini hampir sama dengan yang diperikan oleh Bordat et al. (1995) pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

MUSUH ALAMI KUTU PUTIH Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink, (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) PADA TANAMAN PEPAYA DI MINAHASA UTARA

MUSUH ALAMI KUTU PUTIH Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink, (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) PADA TANAMAN PEPAYA DI MINAHASA UTARA 62 MUSUH ALAMI KUTU PUTIH Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink, (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) PADA TANAMAN PEPAYA DI MINAHASA UTARA NATURAL ENEMIES OF MEALYBUG Paracoccus marginatus Williams

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid TINJAUAN PUSTAKA Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Faperta, Universitas Sriwijaya, Indralaya 2

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Faperta, Universitas Sriwijaya, Indralaya 2 J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 136 J. HPT Tropika Vol. 14, No. 2, 2014: 136-141 Vol. 14, No. 2: 136 141, September 2014 POPULASI DAN SERANGAN KUTU PUTIH PEPAYA PARACOCCUS MARGINATUS (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Kisaran Inang Paracoccus marginatus Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink, termasuk dalam Filum Arthropoda, Kelas Insecta, Ordo

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar 4 TINJAUAN PUSTAKA Pepaya (Carica papaya L.) Asal-usul Pepaya Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba yang diduga berasal dari Amerika Tropis, diantaranya Meksiko dan Nikaragua. Penyebaran tanaman pepaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Oleh Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kebugaran T. chilonis pada Dua Jenis Inang Pada kedua jenis inang, telur yang terparasit dapat diketahui pada 3-4 hari setelah parasitisasi. Telur yang terparasit ditandai dengan perubahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

WALKER (HYMENOPTERA: CHALCIDIDAE)

WALKER (HYMENOPTERA: CHALCIDIDAE) BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus WALKER (HYMENOPTERA: CHALCIDIDAE) PADA ULAT PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax LINNAEUS (LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE) JESSICA VALINDRIA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

Lebih terperinci

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI Oleh: NURFITRI YULIANAH A44103045 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NURFITRI YULIANAH. Tungau pada Tanaman

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Paracoccus marginatus

TINJAUAN PUSTAKA Paracoccus marginatus 3 TINJAUAN PUSTAKA Paracoccus marginatus Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink adalah serangga dari Ordo Hemiptera Famili Pseudococcidae (Cerver et al. 1991). Dua karakter

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

Pengorok Daun Manggis

Pengorok Daun Manggis Pengorok Daun Manggis Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan tanaman buah berpotensi ekspor yang termasuk famili Guttiferae. Tanaman manggis biasanya ditanam oleh masyarakat Indonesia di pertanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pepaya merupakan salah satu tanaman yang digemari oleh seluruh lapisan

I. PENDAHULUAN. Pepaya merupakan salah satu tanaman yang digemari oleh seluruh lapisan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu tanaman yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya di Indonesia. Buah ini tersedia sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian merupakan penelitian lapangan yang dilaksanakan pada bulan April 005 Februari 006. Penelitian biologi lapangan dilaksanakan di salah satu lahan di

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE) PADA TANAMAN KUBIS-KUBISAN

EVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE) PADA TANAMAN KUBIS-KUBISAN Wardani & Nazar: Parasitoid telur dan larva Plutella xylostella pada tanaman kubis-kubisan EVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE)

Lebih terperinci

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Oleh Feny Ernawati, SP dan Umiati, SP POPT Ahli Muda BBPPTP Surabaya Pendahuluan Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga atau binatang arthopoda

Lebih terperinci

INTERAKSI VARIETAS PEPAYA DAN PENYIRAMAN TERHADAP KUTU PUTIH Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink, (HEMIPTERA:PSEUDOCOCCIDAE)

INTERAKSI VARIETAS PEPAYA DAN PENYIRAMAN TERHADAP KUTU PUTIH Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink, (HEMIPTERA:PSEUDOCOCCIDAE) 99 INTERAKSI VARIETAS PEPAYA N PENYIRAMAN TERHAP KUTU PUTIH Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink, (HEMIPTERA:PSEUDOCOCCIE) INTERACTION VARIETIES OF PAPAYA AND WATERING REGIMES TO THE MEALYBUG

Lebih terperinci

KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA

KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens Stål. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) DENGAN KEPIK PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter. (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA PADI VARIETAS CIHERANG ZULFIRMAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pengoleksian Kutu Tanaman

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pengoleksian Kutu Tanaman BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dengan mengoleksi kutu putih dari berbagai tanaman hias di Bogor dan sekitarnya. Contoh diambil dari berbagai lokasi yaitu : Kelurahan Tanah baru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA. (Mangifera indica L.) SKRIPSI.

STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA. (Mangifera indica L.) SKRIPSI. STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA (Mangifera indica L.) SKRIPSI Oleh : NI KADEK NITA KARLINA ASTRIYANI NIM : 0805105020 KONSENTRASI PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Hama penghisap daun Aphis craccivora Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Buah-buahan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Buah-buahan 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah-buahan Taksonomi Tanaman Buah-buahan Tanaman buah-buahan termasuk ke dalam divisi Spermatophyta atau tumbuhan biji. Biji berasal dari bakal biji yang biasa disebut makrosporangium,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Hasil identifikasi dengan menggunakan preparat mikroskop pada kantung pupa kutukebul berdasarkan kunci identifikasi Martin (1987), ditemukan ciri morfologi B. tabaci

Lebih terperinci

JURNAL. SERANGGA HAMA YANG BERASOSIASI PADA TANAMAN PEPAYA (Carica papaya L.) DI DESA TALAWAAN KECAMATAN TALAWAAN KABUPATEN MINAHASA UTARA

JURNAL. SERANGGA HAMA YANG BERASOSIASI PADA TANAMAN PEPAYA (Carica papaya L.) DI DESA TALAWAAN KECAMATAN TALAWAAN KABUPATEN MINAHASA UTARA 0 JURNAL SERANGGA HAMA YANG BERASOSIASI PADA TANAMAN PEPAYA (Carica papaya L.) DI DESA TALAWAAN KECAMATAN TALAWAAN KABUPATEN MINAHASA UTARA FEYBRA S. SIGARLAKI 100318035 Dosen Pembimbing 1. Prof. Dr. Ir.

Lebih terperinci

Nur Pramayudi Program Studi Agrotekteknologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh ABSTRAK ABSTRACT

Nur Pramayudi Program Studi Agrotekteknologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh ABSTRAK ABSTRACT MASA PERKEMBANGAN DAN NERACA HAYATI CURINUS COERULEUS MULSANT (COLEOPTERA: COCCINELLIDAE) YANG MEMANGSA PARACOCCUS MARGINATUS WILLIAMS AND GRANARA DE WILLINK (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) DI LABORATORIUM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

PENYEBARAN DAN TINGKAT SERANGAN KUTU PUTIH PEPAYA DI SULAWESI UTARA

PENYEBARAN DAN TINGKAT SERANGAN KUTU PUTIH PEPAYA DI SULAWESI UTARA 16 PENYEBARAN DAN TINGKAT SERANGAN KUTU PUTIH PEPAYA DI SULAWESI UTARA SPREADING AND INTENSITY OF ATTACK OF PAPAYA MEALYBUG AT NORTH SULAWESI Nasution Suharto Anes 1), Max Tulung 2) dan Juliet M. Eva Mamahit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014):

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014): 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengisap Polong Kedelai (Riptortus linearis) Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014): Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hemiptera

Lebih terperinci

PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L.

PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. Merr) Oleh: AFIF FERDIANTO A44103058 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Persiapan Penelitian Koleksi dan Perbanyakan Parasitoid Perbanyakan Serangga Inang Corcyra cephalonica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Persiapan Penelitian Koleksi dan Perbanyakan Parasitoid Perbanyakan Serangga Inang Corcyra cephalonica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2005 sampai dengan Maret 2006 bertempat di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Ketinggian wilayah di Atas Permukaan Laut menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar tahun 215 Kecamatan Jumantono memiliki ketinggian terendah 3 m dpl

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI Arifin Kartohardjono Balai Besar Penelitian Tanaman padi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

HASIL. ujung tandan. tengah tandan. pangkal tandan

HASIL. ujung tandan. tengah tandan. pangkal tandan 2 dihitung jumlah kumbang. Jumlah kumbang per spikelet didapat dari rata-rata 9 spikelet yang diambil. Jumlah kumbang per tandan dihitung dari kumbang per spikelet dikali spikelet per tandan. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kerapatan Populasi, Banyaknya Telur dan Nisbah Kelamin Tanaman yang terinfestasi oleh KAS dicirikan oleh adanya koloni kutu. Pada serangan awal, KAS umumnya terdapat pada permukaan

Lebih terperinci

Endang Sulismini A

Endang Sulismini A Fluktuasi Asimetri Sayap Parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) Asal Pertanaman Kubis di Kecamatan Cibodas, Kabupaten Cianjur dan Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

Studi Biologi Kutu Sisik Lepidosaphes beckii N. (Homoptera: Diaspididae) Hama pada Tanaman Jeruk

Studi Biologi Kutu Sisik Lepidosaphes beckii N. (Homoptera: Diaspididae) Hama pada Tanaman Jeruk Studi Biologi Kutu Sisik Lepidosaphes beckii N. (Homoptera: Diaspididae) Hama pada Tanaman Jeruk Biological Study of Lepidosaphes beckii N. (Homoptera: Diaspididae) as Pest in Citrus Plant Otto Endarto

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) 1.1 Biologi Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara parallel pada permukaan daun yang hijau. Telur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT TANGGAP FUNGSIONAL PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis REUTER (HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens STÅL. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) RITA OKTARINA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption.

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption. ABSTRACT ESWA TRESNAWATI. The Life Cycle and Growth of Graphium agamemnon L. and Graphium doson C&R. Butterflies (Papilionidae: Lepidoptera) Fed by Cempaka (Michelia champaca) and Soursoup (Annona muricata).

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitiandilakukan di Laboratorium Penelitian dan Lahan Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan waktu pelaksanaan selama 3 bulan dimulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Paracoccus marginatus Persebaran Tanaman Inang dan Gejala Kerusakan

TINJAUAN PUSTAKA Paracoccus marginatus Persebaran Tanaman Inang dan Gejala Kerusakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Paracoccus marginatus Persebaran Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) merupakan hama yang berasal dari Amerika Tengah. Di

Lebih terperinci

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI Oleh : Mia Nuratni Yanti Rachman A44101051 PROGRAM STUDI HAMA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus

HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus Langkah awal yang harus dilakukan pada penangkaran kupu-kupu adalah penyiapan sarana pemeliharaan dari stadia telur sampai imago. Bahan, alat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tanaman tebu diduga berasal dari daerah Pasifik Selatan, yaitu New Guinea dan selanjutnya menyebar ke tiga arah yang berbeda. Penyebaran pertama dimulai pada 8000 SM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga Ordo Hymenoptera

TINJAUAN PUSTAKA Serangga Ordo Hymenoptera TINJAUAN PUSTAKA Serangga Ordo Hymenoptera Ordo Hymenoptera termasuk ke dalam kelas Insecta. Ordo ini merupakan salah satu dari 4 ordo terbesar dalam kelas Insecta, yang memiliki lebih dari 80 famili dan

Lebih terperinci