ANALISIS WACANA KRITIS TEKS BERITA KRIMINAL DI HARIAN GORONTALO POST (Pendekatan Critical Linguistic Model Theo Van Leewen) ARTIKEL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS WACANA KRITIS TEKS BERITA KRIMINAL DI HARIAN GORONTALO POST (Pendekatan Critical Linguistic Model Theo Van Leewen) ARTIKEL"

Transkripsi

1 ANALISIS WACANA KRITIS TEKS BERITA KRIMINAL DI HARIAN GORONTALO POST (Pendekatan Critical Linguistic Model Theo Van Leewen) ARTIKEL Oleh Ali Hamdin Asna Ntelu Fatmah AR. Umar UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2015 Abstrak Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis wacana teks berita kriminal yang direpresentasikan di harian Gorontalo Post dengan dua teknik, yaitu: (1) teknik eksklusi guna melihat apakah ada aktor di dalam peristiwa yang dikeluarkan dari teks berita; dan (2) teknik inklusi, untuk mendeskripsikan bagaimanakah aktor-aktor yang terlibat dalam peristiwa tersebut direpresentasikan sebagai bahan pemberitaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif kualitatif. Analisis data mengikuti model analisis wacana kritis dari Theo Van Leewen. Setelah dilakukan analisis data pemberitaan peristiwa Dugaan Pelecehan Seksual Terhadap Salah Seorang Mahasiswi UNG, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Pihak media GP menerapkan teknik eksklusi untuk menghilangkan/ menyembunyikan beberapa aktor yang terlibat di dalam peristiwa sehingga melindungi tindakan mereka dalam pemberitaan; dan (2) Teknik inklusi digunakan untuk lebih mengedepankan oknum dosen yang menjadi pelaku pelecehan. Ia justru digambarkan sebagai korban karena jabatannya sebagai dosen di UNG dipecat oleh pihak Rektorat. Pemberitaan lebih bersifat membujuk pembaca untuk menaruh rasa iba dan memaafkan tindakan oknum dosen. Ia juga direpresentasikan sebagai bahan pembicaraan buruk bagi masyarakat Gorontalo, sehingga kemudian ia membuat pengakuan dalam satu pemberitaan bahwa dirinya dijebak dalam peristiwa tersebut. Sementara itu, mahasiswi yang menjadi korban pelecehan justru digambarkan secara buruk sebagai orang lemah dan malas. Tergambar bahwa peristiwa pelecehan tersebut berawal dari atau disebabkan oleh mahasiswi. Pengakuan oknum dosen yang hadir secara sepihak sebagai pemberitaan, juga merepresentasikan mahasiswi yang dapat di-cap mau melakukan keinginan asusila dosennya. Kata Kunci: Analisis Wacana, Kriminal, Representasi. Pendahuluan Untuk memahami wacana harus selalu dikaitkan dengan konteksnya. Konteks tersebut menjadi ciri-ciri alam di luar bahasa yang akan menumbuhkan makna pada ujaran maupun tulisan. Menurut Van Dijk (dalam Sobur, 2009:71) sebuah wacana dapat berpotensi mendiskriminasi atau digunakan untuk mengajak orang lain melakukan 1

2 diskriminasi. Hal ini dapat dilihat dalam praktik wacana pemberitaan peristiwa kriminal di media massa. Menurut Nugroho (2008:102) peristiwa kriminal banyak digunakan sebagai bahan pemberitaan karena dianggap dapat menarik perhatian dari banyak pembaca. Berita-berita kriminal dalam surat kabar disusun sedemikian rupa dengan alur yang mengalir, layaknya sebuah cerita fiktif yang dramatis. Di dalamnya diandaikan ada tokoh protagonis dan antagonis yang saling bermusuhan. Selain itu, gaya pemberitaannya banyak dibumbui dengan kata-kata yang bombastis dan sensasional, sehingga tidak jarang ditemukan monopoli bahasa yang dilakukan oleh wartawan atau medianya bertentangan dengan kode etik jurnalistik. Sehubungan dengan proses pemberitaan, Lipmann (dalam Eriyanto, 2009:45) berpendapat bahwa wartawan cenderung akan memilih apa yang ingin dia lihat dan menulis apa yang ingin ditulis. Dalam hal ini, seorang wartawan akan menulis berdasarkan pendapatnya sendiri, perihal mana yang baik dan menarik dari sebuah peristiwa untuk diberitakan. Dalam konteks ini, sebuah berita tidak dapat dianggap sebagai fakta, melainkan hanya sebagai bentuk representasi atas peristiwa yang dijumpai wartawan dalam proses peliputannya. Hal-hal lain yang berkaitan dengan peristiwa dapat saja dikesampingkan oleh seorang wartawan. Akan tampak bentuk pemilihan dan penilaian wartawan atas pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa, apakah digambarkan sebagaimana mestinya di dalam teks berita? Ataukah ada yang digambarkan secara baik, sementara pihak lainnya justru digambarkan secara buruk. Penelitian ini merupakan aplikasi studi analisis wacana dengan formulasi judul Analisis Wacana Kritis Teks Berita Kriminal di Harian Gorontalo Post (Pendekatan Critical Linguistic Model Theo Van Leewen). Dua pusat perhatian utama pada model analisis wacana kritis dari Theo Van Leween yang sekaligus menjadi tujuan penelitian ini, yaitu: pertama, menganalisis wacana teks berita kriminal yang direpresentasikan di Harian GP dengan teknik exclusion, dan kedua, menganalisis wacana teks berita kriminal yang direpresentasikan di Harian GP dengan teknik inclusion. Tinjauan tentang Berita Kelayakan sebuah berita untuk dimuat, diuraikan dalam BAB II pasal 5 Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia tentang cara pemberitaan bahwa Wartawan menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari 2

3 kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini. Tulisan yang berisi interpretasi dan opini, disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya. Penafsiran pasal di atas, yaitu: (1) berita secara berimbang dan adil ialah penyajian berita yang bersumber dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan, penilaian atau sudut pandang masing-masing kasus secara proporsional; (2) mengutamakan kecermatan dari kecepatan, artinya setiap penulisan, penyiaran atau penayangan berita hendaknya selalu memastikan kebenaran dan ketepatan sesuatu peristiwa dan atau masalah yang diberitakan; (3) tidak mencapuradukkan fakta dan opini, artinya wartawan tidak menyajikan pendapatnya sebagai berita atau fakta. Apabila suatu berita ditulis atau disiarkan dengan opini, maka berita tersebut wajib disajikan dengan menyebutkan nama penulisnya (Kusumaningrat, 2009:307). Bahasa dan Teks Berita dalam Paradigma Kritis Dalam pemikiran kritis, tidaklah mungkin bahasa yang digunakan oleh seseorang atau masyarakat tanpa memiliki tujuan atau hanya memiliki satu tujuan. Akan tetapi, ketika bahasa digunakan pasti memiliki lebih dari satu tujuan. Ludwig Wittgenstein (dalam Wibowo, 2001: 37) mengungkapkan bahwa bahasa adalah bagaimana ia digunakan dalam konteks-konteks kehidupan. Dengan demikian, dari satu ungkapan bahasa apabila dihubungkan dengan konteks yang berbeda maka akan memiliki makna yang berbeda pula. Apabila di dalam pemberitaan ditemukan ungkapan yang dilakukan dengan gaya atau sekadar bermain-main dengan kata untuk menarik perhatian pembaca, hal ini tidak mendapat tempat dalam pandangan kritis jika pilihan kata atau kalimat dalam teks berita tersebut dapat mengaburkan makna atau menghina pihak-pihak yang terlibat di dalam peristiwa (Eriyanto, 2009: ). Representasi dalam Wacana Dalam pandangan kritis, isi berita tidaklah bisa diterima serta-merta sebagai kebenaran karena berita bukanlah fakta sesungguhnya. Ras Siregar (dalam Chaer, 2010:11) menyatakan bahwa berita hanyalah kejadian yang diulang dengan mengunakan kata-kata, biasa ditambah dengan gambar atau hanya berupa gambargambar saja. Berita hanyalah bentuk representasi untuk mengungkapkan kembali suatu peristiwa. Eriyanto (2009:6) mengungkapkan bahwa representasi dapat dipahami sebagai bentuk penggambaran yang dilakukan oleh wartawan atau pihak medianya atas sebuah peristiwa dan pendapat serta orang-orang yang terlibat di dalam peristiwa 3

4 tersebut. Sehubungan dengan hal ini, Mills (dalam Eryanto, 2008: ) berpendapat bahwa setiap tokoh dalam pemberitaan mempunyai kemungkinan untuk menjadi subjek atau objek pemberitaan. Akan tetapi, setiap orang tidak mempunyai akses yang sama terhadap media karena berbagai sebab. Akibatnya ada pihak yang berposisi sebagai subjek untuk menceritakan dirinya sendiri sedangkan pihak lain hanya berposisi sebagai objek dan menjadi bahan penceritaan. Analisis Wacana Kritis (AWK) Untuk memahami sebuah teks wacana, Hidayat (dalam Sobur, 2009:55) mengungkapkan bahwa seorang pembaca diharapkan dapat melakukan dialog imajinatif dengan pengarang teks yang dibacanya. Teks haruslah diteliti dan diinterogasi secara kritis agar kesadaran pembaca tidak terjajah. Dengan demikian, penelitian wacana kritis bertujuan untuk mengoreksi ketidakadilan dalam praktik wacana dalam masyarakat. Menurut Jorgensen dan Phillips (2010:120), atas nama emansipasi, pendekatan analisis wacana kritis memihak pada kelompok-kelompok sosial yang tertindas. Fairclough dan Wodak (dalam Eriyanto, 2009:14-20) membagi lima pendekatan utama yang digunakan dalam analisis wacana kritis, yaitu: (1). Analisis Bahasa Kritis (critical linguistic); (2) Analisis Wacana Pendekatan Prancis (French discourse analysis); (3) Pendekatan Kognisi Sosial (sosio cognitive approach); (4) Pendekatan Perubahan Sosial (sosiocultural change approach); dan (5) Pendekatan Wacana Sejarah (discourse historical approach). Dari kelima pendekatan ini, peneliti menyimpulkan bahwa semua model analisis wacana memusatkan perhatiannya pada bahasa yang membawa makna tertentu dalam pengunaannya di masyarakat. Isu sentral dalam semua model analisis mereka antara lain ialah ideologi, kekuasaan dan marginalisasi. Model Analisis Wacana Kritis Theo Van Leewen Theo van Leewen memperkenalkan sebuah model analisis wacana untuk mendeteksi apakah ada suatu kelompok atau seseorang yang dimarginalkan posisinya dalam suatu wacana. Ia mengungkapkan bahwa representations include or exclude social actors to suit their interests and purposes in relation to the readers for whom they are intended, representasi inklusi atau eksklusi aktor sosial disesuaikan dengan ketertarikan penulis dan tujuannya berhubungan dengan pembaca yang diinginkan oleh penulis (Van Leewen, 2008:28). Berdasarkan hal ini, maka setiap pernyataan orang 4

5 yang menjadi narasumber dalam pemberitaan merupakan pilihan seorang wartawan berdasarkan tujuan yang diinginkannya. Ada dua pusat perhatian dalam model analisis wacana ini, yaitu proses exclusion dan inclusion. Proses exclusion berarti proses pengeluaran, berhubungan dengan pertanyaan, apakah ada aktor (bisa berupa kelompok atau seseorang) yang dikeluarkan dari pemberitaan. Beberapa strategi untuk mengeluarkan aktor dalam pemberitaan, yaitu: (1) Pasivasi, proses pengubahan bentuk kata atau kalimat aktif menjadi pasi. Secara umum, proses ini tidak menggambarkan secara jelas tentang subjek atau pelaku di dalam peristiwa; (2) Nominalisasi, proses pengubahan kata kerja (verba) menjadi bentuk kata benda (nomina). Hal ini umumnya dapat dilakukan dengan pemberian imbuhan pe-an sehingga tidak membutuhkan subjek atas suatu tindakan; dan (3) Penggantian Anak Kalimat, proses penambahan keterangan pada kalimat untuk menggantikan posisi subjek. Proses yang kedua ialah inclusion, digunakan untuk mendeteksi penggambaran peristiwa/aktor sosial yang terlibat di dalam pemberitaan. Apakah digambarkan apa adanya dengan baik ataukah sebaliknya digambarkan secara buruk. Ada beberapa strategi wacana yang digunakan dalam proses ini, yaitu: (1) Diferensiasi-Indiferensiasi, untuk melihat apakah suatu peristiwa/aktor sosial ditampilkan secara mandiri di dalam teks sebagai peristiwa yang unik dan khas atau dikontraskan dengan aktor/peristiwa lain; (2) Objektivasi-Abstraksi, untuk melihat informasi mengenai suatu peristiwa/aktor sosial ditampilkan secara konkrit ataukah abstrak; (3) Nominasi-Kategorisasi, untuk melihat penggambaran peristiwa/aktor sosial dengan apa adanya ataukah menunjuk ciri pentingnya, misalnya: status sosial atau ciri fisik dan sebagainya; (4) Nominasi Identifikasi, untuk melihat penggambaran peristiwa/aktor sosial dengan apa adanya ataukah dengan penetapan berupa identitas seseorang, identifikasi peristiwa, benda dan sebagainya; (5) Determinasi-Indeterminasi, untuk melihat apakah wartawan membuat batasan dan menentukan secara jelas atau tidak mengenai peristiwa atau aktor yang terlibat dalam peristiwa; (6) Asimilasi-Individualisasi, untuk melihat apakah aktor sosial (pelaku atau korban) digambarkan secara individual ataukah dileburkan dalam komunitas atau kelompok sosialnya; dan (7) Asosiasi-Disosiasi, untuk melihat penggambaran suatu peristiwa apakah ditampilkan secara mandiri ataukah dihubungkan dengan peristiwa lain yang lebih besar. 5

6 Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan paradigma kritis. Populasi bahan analisisnya ialah teks-teks berita kriminal yang diterbitkan oleh Harian Gorontalo Pos pada bulan Februari tahun Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Peneliti memilih 4 buah teks berita berdasarkan karakteristik teks yang memiliki relevansi tekstual sebagaimana yang tampak setelah analisis data awal. Dalam penetapan sampel, peneliti membuat empat kriteria teks berita untuk dianalisis, yaitu: (1) menggambarkan peristiwa kriminal yang terjadi di Gorontalo; (2) menggambarkan kekuasaan top-down; (3) menggambarkan adanya aktor yang dihilangkan; dan (4) adanya permainan bahasa dalam teks berita sebagai gaya. Wacana pemberitaan dalam penelitian ini ialah dugaan pelecehan seksual terhadap salah seorang mahasiswi UNG, yang disingkat dengan DPS. Sementara itu, empat buah teks berita sebagai sampel, masing-masing dikodekan dengan TB1, TB2, TB3 dan TB4. Secara terurut berdasarkan tanggal terbitnya, judul masing-masing teks berita tersebut yaitu: (1) Oknum Dosen UNG Dipecat, Kamis, 2 Februari 2012; (2) Kasus Dosen, Jum at, 3 Februari 2012; (3) Dosen Juga Manusia, Senin, 6 Februari 2012; dan (4) Dugaan Cabul Mahasiswi, Senin, 6 Februari Prosedur analisis data mengacu pada pendapat Miles dan Hubermen (dalam Tuloli, dkk.2012:37-38), yaitu: (1) reduksi data; (2) penyajian data; dan (3) penarikan kesimpulan dan verifikasi. Analisis Data dan Pembahasan Berikut ini disajikan contoh-contoh hasil analisis data berdasarkan strategistrategi wacana yang diterapkan dalam pemberitaan peristiwa DPS. Representasi Peristiwa DPS dengan Strategi Pasivasi Dugaan Cabul Mahasiswi (Judul Berita) RL Ngaku Dijebak (Lead Berita). Setelah sempat menjadi buah bibir sebagian masyarakat, RL oknum dosen UNG yang dituduh mencoba melakukan perbuatan asusila terhadap seorang mahasiswi akhirnya angkat bicara. Kepada Gorontalo Post kemarin (5/2), RL mengaku dijebak dalam kasus tersebut. Kasus yang dituduhkan kepada dirinya itu seakan-akan sudah disetting (diatur, red). (TB4, Paragraf 1). Dalam teks ini, tampak ungkapan berbentuk pasif dijebak. Penjebakan ini mungkin benar adanya. Akan tetapi, siapa yang menjebak RL tidak digambarkan secara jelas di dalam teks berita. Tampak pula bahwa pihak media GP memandang oknum dosen RL menjadi korban dalam peristiwa DPS dengan idiom buah bibir. Ungkapan ini dapat memberi makna bahwa akibat dari jebakan dalam peristiwa DPS, akhirnya RL menjadi pergunjingan masyarakat. Gaya bahasa eufemisme ini dapat memperkuat 6

7 makna penderitaan yang dialami oleh RL. Sebab itulah ia perlu membuat pengakuan pada media agar diketahui oleh masyarakat. Kemudian, tampak pula pola pasivasi dituduhkan yang juga dapat menggambarkan bahwa RL begitu malang nasibnya. Hal ini dapat memperkuat makna penderitaannya sehingga dapat menggugah hati pembaca untuk lebih bersimpatik padanya. Ditambah lagi dengan keterangan bahwa penjebakan dan tuduhan pada dirinya tersebut telah diatur sebelumnya. Akan tetapi, masih dalam efek yang sama bahwa siapa orang yang menuduh dan siapa orang yang mengatur penjebakan terhadap RL tidak digambarkan secara jelas dalam teks berita. Selain itu, tampak pula kata ngaku pada lead berita. Kata ini bentuk dasarnya adalah kata benda (nomina) aku, yang akan berubah menjadi bentuk kata kerja aktif dengan imbuhan me- menjadi mengaku. Akan tetapi, pihak media hanya menuliskannnya dengan ngaku. Kata ini sebenarnya telah melewati proses afiksasi yang disebut dengan simulfiks. Proses ini dihasilkan dengan nasalisasi, yaitu penghasilan bunyi lewat hidung. Perubahan katanya termasuk dalam ragam non-standar dan berkecenderungan menjadi kata kerja pasif (Kridalaksana, 2007: 29-43). Salah satu dari muatan makna dengan bentuk ini ialah perbuatan tersebut dilakukan dengan penuh kenikmatan, seperti halnya makna yang termuat dalam kata ngopi, ngelamun, atau nyantai. Dengan demikian, penjebakan terhadap RL dalam teks di atas dapat bermakna sungguh sangat dirasakan sebagai derita. Hal ini tentulah dapat mempengaruhi kesadaran pembaca untuk lebih bersimpatik kepada nasib RL daripada nasib mahasiswi yang statusnya adalah korban pelecehan. Representasi Peristiwa DPS dengan Strategi Nominalisasi Oknum Dosen UNG Dipecat (Judul Berita). Terkait Dugaan Pelecehan Seksual Terhadap Salah Seorang Mahasiswi (Lead Berita). Pemecatan terhadap RL ini dilakukan setelah terkuaknya kasus dugaan pelecehan seksual terhadap salah seorang mahasiswi, Selasa (31/1) malam di salah satu hotel yang ada di Kota Gorontalo (TB1, Paragraf 2). Strategi nominalisasi yang tampak pada lead berita ditampilkan dengan frasa nominal dugaan pelecehan. Kata dugaan berasal dari bentuk dasar duga ditambah akhiran -an yang berarti hasil menduga. Kata ini tidak membutuhkan subjek/pelaku untuk menjelaskan secara khusus tentang orang yang membuat dugaan. Apakah dari pihak media, pihak kepolisian ataukah narasumber lainnya? Dengan demikian, ungkapan tersebut lebih bermakna sebagai sebuah peristiwa saja. Penyajian peristiwa 7

8 ini terasa dramatik karena pemahaman pembaca diarahkan pada sesuatu yang tak menentu. Ungkapan ini menyebar sebanyak 14 kali dalam 4 buah teks berita yang diteliti. Dalam pandangan peneliti, hal ini dapat memberi pengaruh yang kuat pada kesadaran publik. Dengan ungkapan kata ini, pembaca akan tergiring bersama-sama dengan pihak media GP selaku produser wacana untuk menduga-duga bahwa tindakan yang telah dilakukan oleh oknum dosen merupakan tindak pelecehan seksual. Kemudian, kata pelecehan berasal dari bentuk dasar leceh. Dalam KBBI, kata ini berarti remeh, tidak berharga, rendah sekali, buruk kelakuan, dan hina. Setelah memperoleh imbuhan pe-an, kata tersebut menjadi berarti proses, perbuatan atau cara melecehkan. Bentuk nominalisasi ini juga menghilangkan subjek/pelaku dalam peristiwa tersebut, yakni siapa sebenarnya orang yang bertindak melecehkan tidak tergambar jelas dalam teks berita. Tampak bahwa pihak media GP seolah-olah memandang secara terpisah antara peristiwa pemecatan RL dengan peristiwa pelecehan seksual terhadap mahasiswi. Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan frasa nominal yang tidak menuntut hadirnya subjek/pelaku di dalam teks. Kalimat pada paragraf 2 akan memberikan makna yang lebih jelas tentang orang yang melakukan pelecehan terhadap mahasiswi, apabila ditulis dengan kalimat aktif berikut ini: Pemecatan terhadap RL dilakukan karena diduga melecehkan salah seorang mahasiswinya, Selasa (31/1) malam di salah satu hotel yang ada di Kota Gorontalo. Dengan kalimat ini, kedua peristiwa tampak lebih berhubungan sebagai sebab akibat. Akhirnya, tampak bahwa pihak media GP lebih mengedepankan penggambaran pemecatan RL daripada peristiwa DPS. Representasi Peristiwa DPS dengan Strategi Diferensiasi Akan tetapi, kita juga sadar bahwa sebenarnya fenomena mesum seperti ini bukanlah hal yang baru dan tidak hanya terjadi di UNG. Beberapa tahun lalu kasus serupa pun pernah muncul di beberapa universitas tersohor di negeri ini. Meskipun demikian, ini sama sekali bukanlah dalih untuk melegitimasi bahwa skandal pelecehan seksual di ruang dan ranah akademik adalah kasus sepele dan ringan, yang sama saja ringannya dengan kasus yang lazim terjadi di ruang publik lain. Di sinilah letak perbedaan kampus dan kampung, antara universitas dengan terminal atau stasiun. (TB3, Paragraf 3). Dalam teks ini, tampak bahwa peristiwa DPS dipertentangkan dengan fenomena mesum yang terjadi di luar UNG. Penulisnya berasumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh oknum dosen merupakan hal lama yang sering dan biasa terjadi, bahkan di luar UNG pernah, sering, biasa atau banyak terjadi. Hal ini dapat mereduksi makna tindakan oknum dosen yang melecehkan mahasiswi karena tindakan seperti itu tampak biasa terjadi. Selain itu, penulisnya juga menyajikan persamaan peristiwa pelecehan 8

9 seksual secara konkret yang sekaligus membedakan tempat terjadinya, yaitu antara ruang akademik dengan ruang publik lain; antara kampus dan kampung; serta antara universitas dan terminal atau stasiun. Dalam pandangan peneliti, analogi ini dapat mempengaruhi dan menyesatkan kesadaran pembaca. Dari pernyataan ini tersirat makna bahwa penulisnya menganggap ringan dan sepele apabila peristiwa pelecehan seksual terjadi di kampung, terminal atau juga stasiun. Semestinya, dimanapun tempat terjadinya peristiwa pelecehan seksual tentulah tak bisa dipandang remeh, biasa atau sepele, melainkan harus dihindari adanya. Representasi Peristiwa DPS dengan Strategi Abstraksi Dari pertemuan itu akhirnya berlanjut terus, hingga kejadian pada malam di hotel itu. Menurut RL, ia berulang-ulang kali bertanya kepada Melati tentang apapun yang akan dilakukan termasuk menyangkut urusan intim. Jawabannya, apapun yang Bapak mau lakukan saya akan lakukan. Apapun itu katanya, ujar RL. (TB4, Paragraf 4). Bentuk numeralia abstrak berulang-ulang kali dalam teks ini tidak memberikan keterangan yang pasti seberapa persis RL bertanya kepada mahasiswi. Apakah dua kali, tiga kali, atau mungkin lebih. Kata ini dapat menggambarkan frekuensi yang sangat banyak atau bahkan tak terhingga jumlahnya. Semakin banyak frekuensi bertanya, maka pemahaman khalayak akan diarahkan pada kesimpulan berikut: Pertama, dapat memberikan pembelaan terhadap dosen karena ia banyak kali meyakinkan mahasiswa atas permintaanya; dan Kedua, dapat memburukkan penggambaran mahasiswa yang bisa dicap mau menuruti keinginan asusila dosennya. Simpulan yang kedua ini bahkan telah diungkapkan sendiri oleh RL bahwa jawaban mahaisiswi ialah apapun yang Bapak mau lakukan saya akan lakukan, apapun itu. Akan tetapi, penggambaran ini hadir secara sepihak dari oknum dosen RL sehingga tidak memberi ruang bagi mahasiswi untuk mendeskripsikan dirinya di dalam teks. Representasi Peristiwa DPS dengan Strategi Kategorisasi Dosen Juga Manusia-Catatan Kecil Atas Skandal seks di UNG (Judul dan Lead Teks Berita 3) Oleh: Sukardi Gau-Warga Gorontalo Jika kemudian kasus ini sah dan terbukti bersalah di pengadilan, rela atau tidak rela, peristiwa ini telah menorehkan catatan hitam historis akademik kampus tercinta ini. Walaupun demikian, kata orang bijak, kita memang tidak dapat mengubah masa lalu yang buruk, tetapi kita boleh mempersiapkan masa depan agar menjadi lebih baik. Apapun alasannya, dosen juga manusia. Wallahu alam.*** (TB3, Paragraf 10). Keseluruhan dari penggalan teks ini ialah sebuah berita berbentuk esai, ditulis sebagai bentuk representasi dari pandangan akademik. Dapat dipastikan bahwa esai ini dimuat untuk mempengaruhi publik. Rivers (2008: 232) mengungkapkan bahwa kolom opini merupakan salah satu dari tiga bentuk persuasi dalam media massa, dua lainnya 9

10 ialah iklan dan artikel informasi hiburan. Ungkapan pada judul tentulah tidak hanya sekadar mengkategorikan dosen sebagai kelompok manusia, akan tetapi lebih dari itu bahwa judul ini akan dipahami sebagai bentuk eufemisme untuk memperhalus tindakan oknum dosen yang telah melecehkan mahasiswi. Daya pengaruhnya ialah mengajak pembaca untuk memaklumi atau memaafkan tindakan oknum dosen karena tindakan tersebut masih dalam naluri manusiawi. Kemudian, tampak bahwa diulang kembali pada bagian penutup. Untuk memperkuat daya pengaruhnya, penulisnya mengutipkan kata-kata bijak. Ungkapan pada judul maupun pada bagian penutup ini kurang relevan dengan materi pembahasan pada isi berita. Dalam pandangan peneliti, ungkapan tersebut tidak pas bila digunakan untuk melegitimasi perbuatan asusila, kecuali konteksnya adalah isi berita memuat tentang permohonan maaf dari oknum dosen yang mengaku bahwa dirinya telah khilaf dalam tindakan melecehkan seks mahasiswinya. Permohonan maaf itu harus ditampilkan dalam teks guna memenuhi prinsip kerjasama dalam berbahasa sebgaimana dikemukakan oleh Grice (dalam Nadar, 2009: 24-25), berikut ini: hindari ungkapan yang tidak jelas dan membingungkan, harap relevan dan jangan memberikan informasi yang berlebihan. Representasi Peristiwa Dengan Strategi Indentifikasi Kasat Reserse Polres Gorontalo AKP Lesman Katili menjelaskan, kasus tersebut bukan tindakan percobaan pemerkosaan, karena tidak ditemukan adanya kekerasan terhadap korban. Ketika mereka duduk di dalam kamar hotel, mahasiswa sudah mendobrak pintu. Pada saat itu terlapor dan korban masih sebatas pegangan tangan. Jadi, tidak ada tindakan pemaksaan yang dilakukan terlapor, dan itu hal yang dikatakan oleh korban yakni pelapor. (TB1, Paragraf 9). Dalam teks ini tampak bahwa saat kejadian pelecehan di kamar hotel diidentifikasi dengan keterangan dari pihak kepolisian bahwa teman-teman mahasiswi mendobrak pintu. Hal ini tidak bersesuaian dengan pengakuan RL dalam TB4 bahwa ia membuka pintu tersebut. Kedua bentuk ungkapan ini memuat makna yang berbeda, bahwa mendobrak pintu dapat bermakna dibuka secara paksa, sedangkan membuka pintu lebih berarti bahwa pintu dibuka secara suka rela oleh RL tanpa tendensi adanya kekerasan atau paksaan. Dalam hal ini, tampak bentuk pembelaan diri yang dilakukan oleh RL di dalam TB4 yang terbit kemudian. Tampak pula bahwa pihak media GP mengutip langsung keterangan dari AKP Lesman Katili yang mengidentifikasi peristiwa dengan ungkapan masih sebatas pegangan tangan. Ungkapan ini dapat mereduksi makna tindakan RL dan DN yang telah dituliskan pada kalimat-kalimat sebelumnya. Pada kalimat 2 paragraf 2, teks menggambarkan niat jahat dari oknum dosen bahwa RL mengiming-imingi salah 10

11 seorang mahasiswi (Melati-samaran) bisa mendapatkan nilai baik asalkan mau berhubungan intim dengannya. Sementara itu, pada kalimat 3 paragraf 5 tertulis bahwa Meski ditolak, DN sempat memeluk dan mencium melati. Keterangan dari Arifin Tahir ini menggambarkan indikasi tindak pemaksaan dilakukan oleh oknum dosen DN. Representasi Peristiwa Dengan Strategi Indeterminasi Saya rasa saya dijebak, karena baru beberapa menit dan saat itu saya tidak melakukan apapun sudah ada yang ketuk pintu kamar. Karena saya kira itu petugas hotel saya buka, tetapi ternyata itu teman-temannya dan langsung menghajar saya, beber RL. (TB4, Paragraf 5). Dalam teks ini, strategi indeterminasi digunakan oleh RL untuk menggambarkan pelaku yang menghajar dirinya. Strategi itu diungkapkan dengan frasa teman-temannya, yang bermakna sekelompok orang teman mahasiswi. Referensi dari deiksis (kata tunjuk) nya pada frasa tersebut adalah mahasiswi. Frasa temantemannya ini tidak memberikan informasi yang jelas tentang siapa teman mahasiswi tersebut. Dengan frasa ini, teman mahasiswi digambarkan dalam jumlah banyak. Semua orang yang menjadi teman mahasiswi kemudian bisa dianggap atau diduga telah menghajar RL. Pihak media GP tampaknya tidak cermat untuk menanggapi bentuk indeterminasi yang diungkapkan oleh RL ini. Dengan penyajian frasa tersebut, maka tergambar bahwa pelaku yang menghajar RL digeneralisasi menjadi begitu banyak. Representasi Peristiwa Dengan Strategi Asimilasi 1) Oknum Dosen UNG Dipecat (Judul TB1) Terkait Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Terhadap Salah Seorang Mahasiswi (Lead TB1) Perjalanan Karir RL sebagai staf dosen di Universitas Negeri Gorontalo (UNG) berakhir sudah. Kemarin (1/2), Rektorat UNG secara resmi memecat RL sebagai dosen di salah satu fakultas. (TB1, Paragraf 1, Kalimat 2). 2) Kasus itu sendiri bermula ketika RL mengiming-imingi salah seorang mahasiswi (Melati-samaran) bisa mendapatkan nilai baik asalkan mau berhubungan intim dengannya. (TB1, Paragraf 2, Kalimat 2). Penyebutan profesi dapat berdampak pada penggambaran pelaku pelecehan seksual dalam peristiwa yang bersifat luar biasa, yakni seorang dosen yang berarti tenaga pengajar pada perguruan tinggi melecehkan mahasiswinya. Hal ini dapat mempengaruhi kesadaran publik bahwa peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa besar yang dilakukan oleh seseorang yang berpendidikan tinggi, seseorang yang mendidik calon guru, seseorang yang mendidik calon teknisi, atau beberapa asumsi lain yang akan muncul dari interpretasi pembaca. Pada teks 1 tampak bahwa status sosial RL dilebur dalam kelompok prosfesinya, yaitu staf dosen UNG. Begitu pula dengan DN digambarkan dalam kelompok profesi dosen dan diidentifikasi sebagai ketua program studi. Penggambaran dalam kelompok 11

12 prosfesi ini dapat merangsang reaksi besar dari banyak pembaca berita. Perhatian tersebut antara lain terbukti dengan diterbitkannya esay dari Sukardi Gau yang berjudul dosen juga manusia. Demikian pula dengan korban pelecehan, ia juga ditampilkan dalam kelompok sosialnya, yaitu mahasiswi. Pada kalimat yang telah digarisbawahi dalam teks 2, tampak dapat memancing respon dari banyak mahasiswi, baik dari UNG maupun mahasiswi di daerah Gorontalo seluruhnya. Teks tersebut menggambarkan bahwa bila nantinya ada mahasiswi yang akan memperoleh nilai buruk dari RL, maka nilai itu dapat diperbaiki dengan cara berhubungan intim. Kemungkinan ini tentulah tidak akan terjadi apabila pihak media GP tidak meleburkan korban dalam kelompok mahasiswi, melainkan ia digambarkan secara individual.. Representasi Peristiwa Dengan Strategi Asosiasi Kasus Dosen (Judul). Arif Muliyanto Klarifikasi Foto (Lead Berita). Salah seorang dosen UNG bernama Arif Mulyanto mengklarifikasi penayangan foto yang dimuat Gorontalo Post, edisi baru lalu terkait dugaan asusila yang dilakukan oknum dosen UNG berinisial RL dan DN. Arif mengatakan, orang yang terpampang dalam foto tersebut salah satu adalah dirinya, namun dengan tegas dikatakannya kalau ia bukanlah terduga pelaku dalam kasus tersebut. Sementara itu, kejadian yang mencoreng citra kampus berlabel perjuangan peradaban itu mengundang perhatian serius dari kalangan internal UNG, salah satunya datang dari unsur mahasiswa. Semua yang berbau dengan akademik harus diurus di kampus, dan itu lebih baik dari pada mengurus akademik diluar kampus, kata Chandra Setiawan, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial saat mendatangi kantor Gorontalo Post, Kamis (2/2).. (TB2, Paragraf 1-4). Pembahasan yang hendak disampaikan oleh keseluruhan teks ini ialah delik aduan berupa klarifikasi foto yang dilakukan oleh Arif Muliyanto kepada pihak media GP. Hal itu tergambar jelas pada judul dan teras berita. Akan tetapi, topik ini dibahas hanya sampai pada paragraf 3. Selanjutnya, pada paragraf 4 pembahasan masalah menyimpang jauh dari topik utama. Paragraf 1 sampai 3 menggambarkan kelalaian dan kekurangtelitian wartawan dalam meliput berita. Sementara pada paragraf 4, tampak bahwa pihak media GP telah beralih dari materi sebelumnya. Pihak media GP menghubungkan peristiwa pelecehan seksual dengan protes dan tuntutan-tuntutan yang diungkapkan oleh Chandra Setiawan. Candra mempermasalahkan pelayanan akademik di UNG yang dapat memperburuk dan membesar-besarkan peristiwa DPS. Lebih dari itu, detail-detail keterangan dari Candra Setiawan, menggambarkan peristiwa DPS tampak lebih dramatis. Candra Setiawan dalam teks ini tampaka dihadirkan sebagai tokoh HERO yang menuntut keadilan untuk mahasiswa. Akan tetapi, peristiwa tentang pelayanan akademik di UNG sebenarnya merupakan masalah lain dari kasus pelecehan. Kendatipun kedua peristiwa tersebut bisa 12

13 dihubungkan, masalah pelayanan akademik di UNG tidaklah menjadi alasan untuk melecehkan mahasiswi. Pembahasan Ada beberapa efek representasi dari keseluruhan teks berita yang telah dianalisis yaitu: (1) Berorientasi pada ketertarikan pembaca untuk membeli dan membaca teks berita karena disajikan dengan ungkapan yang dapat mendramatisasi peristiwa; (2) Meredusi makna tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen; (3) Memperburuk peristiwa DPS dengan penggunakan beberapa ungkapan yang tidak konsisten mengenai peristiwa; (3) Memperluas lingkup dan pelaku dalam peristiwa; (4) Membujuk untu mamaafkan tindakan oknum dosen; (5) Memberi ruang pembelaan pada oknum dosen dengan pengakuan yang sepihak; dan (6) Menyesatkan kesadaran pembaca dengan ungkapan ungkapan-ungkapan yang bias maknanya. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis data pada uraian di atas, penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Dalam pemberitaan peristiwa DPS diterapkan teknik eksklusi untuk menghilangkan/menyembunyikan pihak-pihak yang terlibat dalam peritiwa dengan strategi pasivasi dan nominalisasi; dan (2) Dalam pemberitaan peristiwa DPS diterapkan teknik inklusi untuk mengedepankan beberapa aktor yang terlibat dalam peristiwa dan menggambarkan secara buruk pihak lainnya dengan strategi diferensiasi, abstraksi, kategorisasi, identifikasi, indeterminasi, asimilasi dan asosiasi. Memperhatikan kemungkinan kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian ini, demi perbaikannya ke depan peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: (1) Penelitian wacana dengan paradigma kritis perlu terus dilakukan untuk memahami kompleksitas makna teks secara universal; (2) Penelitian ini dapat dikembangkan dengan metode intertekstual, yakni membandingkan pemberitaan DPS di harian GP dengan harian lainnya; (3) Pihak media Gorontalo Post diharapkan untuk menyajikan pemberitaan secara berimbang dan tidak menggeneralisasi peristiwa; dan (4) Pembelajarana dan pemahaman struktur teks wacana bagi siswa di sekolah, diharapkan dapat dilakukan dengan paradigma kritis agar siswa bisa berpikir secara terstruktur untuk dipraktekkan dalam memahami struktur kehidupan di masyarakat. 13

14 Daftar Pustaka Chaer, Abdul Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineka Cipta. Eriyanto Analisis Wacana (Pengantar Analisis Teks Media). Yogyakarta: LKiS. Jorgensen, Marianne W. dan Phillips, Louise J Analisis Wacana, Teori & Metode. Ditermeahkan oleh Imam Suyitno, Lilik Wahyuni, dan Suwarna. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline. Versi 1.4. Freeware by Ebta Setiawan. Kridalaksana, Harimurti Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Kusumaningrat, Hikmat Jurnalistik (Teori dan Praktik).Bandung: Remaja Rosdakarya. Nugroho, Anwar Riksono Dian Ketidakadilan dalam Informasi Kriminal (Wacana Pembandingan Aktor Berita Kriminal di Headline Surat Kabar Koran Merapi). Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 5 Nomor 1, Juni Rivers, William L., Jensen Jay W. dan Peterson, Theodore. Dialihbahasakan oleh Haris Munandar & Dudy Priatna (Edisi Kedua) Komunikasi Massa dan Masyarakat Modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sobur, Alex Analisis Teks Media (Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing). Bandung: Remaja Rosdakarya. Tuloli, Nani, dkk Materi Perkuliahan Metodologi Penelitian Bahasa Indonesia. Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo. Van Leeuwen, Theo Discourse And Practice (New Tools For Critical Doscourse Analysis. New York: Oxford University Press. (Buku Elektronik). Wibowo, Wahyu. Menuju Jurnalisme Beretika (Peran Bahasa, Bisnis, dan Politik di Era Mondial). Jakarta: Kompas Media Nusantara. 14

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau lebih membenarkan suatu kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kebutuhan utama bagi setiap individu karena dengan berbahasa kita dapat menyampaikan maksud yang ada di dalam pikiran untuk diucapkan dan tersampaikan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1) KAUM MARGINAL DALAM KONSTRUKSI MEDIA (Analisis Wacana tentang Relokasi PKL Pada Surat Kabar Jawa Pos dan Republika Edisi Mei 2010) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. penelitian yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB VI PENUTUP. penelitian yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Bertolak dari rumusan persolan penelitian, hasil analisis dan hasil interpretasi data penelitian yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang menyatakan perasaan serta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang menyatakan perasaan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang menyatakan perasaan serta pikiran. Bahasa memiliki fungsi sebagai identitas nasional, karena di Indonesia terdapat beribu-ribu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi dalam kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu misalnya dari yang paling sederhana

Lebih terperinci

KONSTRUKSI BERITA PERKOSAAN OLEH SITOK SRENGENGE DI MEDIA ONLINE TEMPO DAN REPUBLIKA

KONSTRUKSI BERITA PERKOSAAN OLEH SITOK SRENGENGE DI MEDIA ONLINE TEMPO DAN REPUBLIKA KONSTRUKSI BERITA PERKOSAAN OLEH SITOK SRENGENGE DI MEDIA ONLINE TEMPO DAN REPUBLIKA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta Sebagai Persyaratan

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA Subur Ismail Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ABSTRAK Analisis Wacana Kritis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

Lebih terperinci

WACANA LENGSERNYA MUHAMMAD MURSI DARI JABATAN PRESIDEN MESIR DALAM SURAT KABAR REPUBLIKA DAN KOMPAS (ANALISIS WACANA KRITIS MODEL THEO VAN LEEUWEEN)

WACANA LENGSERNYA MUHAMMAD MURSI DARI JABATAN PRESIDEN MESIR DALAM SURAT KABAR REPUBLIKA DAN KOMPAS (ANALISIS WACANA KRITIS MODEL THEO VAN LEEUWEEN) WACANA LENGSERNYA MUHAMMAD MURSI DARI JABATAN PRESIDEN MESIR DALAM SURAT KABAR REPUBLIKA DAN KOMPAS (ANALISIS WACANA KRITIS MODEL THEO VAN LEEUWEEN) Rianda Pringgandani Program Studi Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Modul ke: ANALISIS WACANA KRITIS Mengungkap realitas yang dibingkai media, pendekatan analisis kritis, dan model analisis kritis Fakultas 11Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Bertolak dari fokus kajian penelitian dan hasil analisis serta interpretasi peneliti,

BAB VI PENUTUP. Bertolak dari fokus kajian penelitian dan hasil analisis serta interpretasi peneliti, BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Bertolak dari fokus kajian penelitian dan hasil analisis serta interpretasi peneliti, mengenai bentuk marjinalisasi terhadap mahasiswa saat berunjuk rasa menolak kenaikan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini memiliki fokus penelitian yang kompleks dan luas. Ia bermaksud memberi makna

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sifat Penelitian Secara harafiah, metodologi dibentuk dari kata metodos, yang berarti cara, teknik, atau prosedur, dan logos yang berarti ilmu. Jadi metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan informasi yang terjadi setiap harinya, sudah menjadi kebutuhan penting di setiap harinya. Media massa merupakan wadah bagi semua informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai macam informasi. Media massa sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Manusia selalu memerlukan bahasa di setiap geraknya, hampir dapat dipastikan semua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang yang arbitrer yang digunakan oleh suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang yang arbitrer yang digunakan oleh suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah ungkapan seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa merupakan sistem lambang yang arbitrer yang digunakan oleh suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa pada masa kini telah menjadi salah satu komponen terpenting dalam kehidupan sosial manusia. Melalui media massa, masyarakat dapat mengetahui segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki kebutuhan yang cukup banyak. Mulai dari sandang, pangan dan kebutuhan lainnya. Tidak semua kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif. Menurut Maman (2002; 3) penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan

BAB III METODE PENELITIAN. analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebebasan pers merupakan salah satu indikator penting dalam membangun suatu negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Pasca reformasi 1998 media massa

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. Komunikasi akan berjalan dengan diterapkannya sebuah bahasa yang baik

Bab 1 PENDAHULUAN. Komunikasi akan berjalan dengan diterapkannya sebuah bahasa yang baik 1 Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komunikasi akan berjalan dengan diterapkannya sebuah bahasa yang baik dalam diri seseorang, terutama wartawan. Seorang wartawan sebagai penulis yang selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan paradigma kritis. Perspektif kritis ini bertolak dari asumsi umum bahwa realitas kehidupan bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berita cukup penting peranannya bagi kehidupan kita sehari-hari. Berita dapat digunakan sebagai sumber informasi atau sebagai hiburan bagi pembacanya. Saat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yaitu seperangkat pengetahuan tentang langkahlangkah yang sistematis dan logis tentang pencairan data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa sebagai four estate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Itulah yang kemudian dituangkan dalam media komunikasi, baik berupa media massa cetak

BAB I PENDAHULUAN. Itulah yang kemudian dituangkan dalam media komunikasi, baik berupa media massa cetak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita atau informasi yang muncul dalam pikiran manusia, sebenarnya, bukanlah suatu peristiwa, melainkan sesuatu yang diserap penulis atau wartawan terhadap peristiwa.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

EKSLUSI DAN INKLUSI PADA RUBRIK METROPOLITAN HARIAN KOMPAS: ANALISIS WACANA KRITIS BERDASARKAN SUDUT PANDANG THEO VAN LEEUWEN

EKSLUSI DAN INKLUSI PADA RUBRIK METROPOLITAN HARIAN KOMPAS: ANALISIS WACANA KRITIS BERDASARKAN SUDUT PANDANG THEO VAN LEEUWEN EKSLUSI DAN INKLUSI PADA RUBRIK METROPOLITAN HARIAN KOMPAS: ANALISIS WACANA KRITIS BERDASARKAN SUDUT PANDANG THEO VAN LEEUWEN Harry Andheska Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, 29111, Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pewarta. Dalam melakukan kerjanya, wartawan berhadapan dengan massa,

BAB I PENDAHULUAN. pewarta. Dalam melakukan kerjanya, wartawan berhadapan dengan massa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi pers di Indonesia dewasa ini mengalami berbagai problematika, seperti kekerasan terhadap pers hingga permasalahan somasi atau tuntutan. Dewan Pers menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis framing (bingkai), yang dalam penelitian ini selanjutnya menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari model analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penulis) maupun sebagai komunikan (mitra-bicara, penyimak, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. penulis) maupun sebagai komunikan (mitra-bicara, penyimak, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas tertentu selalu terlibat dalam komunikasi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini, dijelaskan desain penelitian yang digunakan dalam tesis ini. Desain yang dimaksud berkenaan dengan metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, data

Lebih terperinci

merupakan suatu berita singkat (tidak detail) yang hanya menyajikan informasi terpenting saja terhadap suatu peristiwa yang diberitakan. adalah berita yang menampilkan berita-berita ringan namun menarik.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai

III. METODE PENELITIAN. Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai politik di Provinsi Lampung terhadap wacana pemilihan gubernur oleh DPRD Provinsi, sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan & Jenis Penelitian Eriyanto (2001) menyatakan bahwa analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat kian tergantung dengan media massa, yang menjadi salah satu sumber informasi yang sangat dibutuhkan khalayak. Terlebih dengan kecanggihan teknologi di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hingga saat ini masih menjadi permasalahan utama pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hingga saat ini masih menjadi permasalahan utama pemerintah Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Isu korupsi, suap, pencucian uang, dan semua bentuk penggelapan uang negara hingga saat ini masih menjadi permasalahan utama pemerintah Indonesia. Para aparatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Media massa merupakan sarana manusia untuk memahami realitas. Oleh sebab itu, media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realitas dunia yang benar-benar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi konsumsi yang menguntungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Runtuhnya orde baru dan beralih menjadi era reformasi di Indonesia telah memberikan kebebasan, dalam arti wartawan bebas memberikan suatu informasi. Masyarakat pun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya.

BAB III METODE PENELITIAN. jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sedang terjadi, terutama yang berhubungan dengan sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sedang terjadi, terutama yang berhubungan dengan sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Informasi menjadi suatu kebutuhan yang tidak lepas dari kehidupan manusia, apalagi pada zaman sekarang yang sudah semakin modern membuat kebutuhan akan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, baik itu bahasa lisan, tulisan maupun isyarat, orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial.

Lebih terperinci

Etika Jurnalistik dan UU Pers

Etika Jurnalistik dan UU Pers Etika Jurnalistik dan UU Pers 1 KHOLID A.HARRAS Kontrol Hukum Formal: KUHP, UU Pers, UU Penyiaran Tidak Formal: Kode Etik Wartawan Indonesia 2 Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik dikembangkan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang 59 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskripsi tentang suatu fenomena atau deskripsi sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pengantar pesan. Setiap informasi yang dimuat dapat

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pengantar pesan. Setiap informasi yang dimuat dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media menjadi sarana informasi yang dibutuhkan masyarakat. Tujuannya memberikan gambaran mengenai alat komunikasi yang bekerja dari skala terbatas hingga melibatkan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. baik media cetak maupun elektronik. Demikian pula hal tersebut berlaku bagi

BAB IV PENUTUP. baik media cetak maupun elektronik. Demikian pula hal tersebut berlaku bagi BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Kode Etik Jurnalistik Indonesia adalah pedoman bagi setiap insan pers dalam melakukan tugasnya. Kode etik Jurnalistik pun berlaku untuk semua jenis berita, baik media cetak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah melakukan analisa dengan menggunakan analisis framing model Robert N.Entman dan Urs Dahinden terhadap teks berita di okezone.com dan kompas.com pada bab

Lebih terperinci

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep dan Model-Model Analisis Framing Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan untuk mengurai atau menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Menurut Crasswell, beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia yang senantiasa membutuhkan informasi yang dapat memperkaya hidupnya. Media merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sepak Bola memiliki peminat banyak dari penggemar olahraga. Sepak bola menjadi berita olahraga paling banyak diberitakan media massa. Penulisan berita sepak

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan selalu ingin berkomunikasi dengan manusia lain untuk mencapai tujuannya. Sebagai makhluk sosial, manusia harus taat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Sandungan Si Anak Emas Presiden. Menurut Pan dan Kosicki, berita merupakan

BAB VI PENUTUP. Sandungan Si Anak Emas Presiden. Menurut Pan dan Kosicki, berita merupakan BAB VI PENUTUP 5.3. Kesimpulan Menanggapi peristiwa pengunduran diri Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Alfian Mallarangeng, majalah Detik menurunkan berita dengan judul Sandungan Si Anak Emas Presiden.

Lebih terperinci

Oleh: Putri Budi Winarti 1 ABSTRAK

Oleh: Putri Budi Winarti 1 ABSTRAK 1 REPRESENTASI INTERTEKSTUAL (KUTIPAN LANGSUNG DAN KUTIPAN TIDAK LANGSUNG) DAN TEKSTUAL (KETRANSITIFAN) DALAM WACANA BERITA BOM BUNUH DIRI DI GEREJA BETHEL INJIL SEPENUH KEPUNTON, SOLO Oleh: Putri Budi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif ialah hanya melaporkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati dan

BAB III METODE PENELITIAN. upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati dan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah suatu cara atau teknis yang dilakukan dengan upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dalam teks produk jurnalistik termasuk tajuk rencana menunjukkan adanya representasi ide,

BAB VI PENUTUP. dalam teks produk jurnalistik termasuk tajuk rencana menunjukkan adanya representasi ide, BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Sesuai dengan asumsi awal yang dikemukakan peneliti bahwa pesan yang tertuang dalam teks produk jurnalistik termasuk tajuk rencana menunjukkan adanya representasi ide, kepentingan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian 3.1.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma dalam penelitian berita berjudul Maersk Line Wins European Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak adalah

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menyimak adalah satu di antara empat keterampilan berbahasa yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak adalah suatu proses yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berita sudah menjadi hal yang dapat dinikmati oleh masyarakat dengan berbagai macam bentuk media seperti media cetak dalam wujud koran dan berita gerak (media

Lebih terperinci

PERTARUNGAN WACANA DALAM PEMBERITAAN ANAS URBANINGRUM VS SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DI HARIAN KOMPAS

PERTARUNGAN WACANA DALAM PEMBERITAAN ANAS URBANINGRUM VS SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DI HARIAN KOMPAS PERTARUNGAN WACANA DALAM PEMBERITAAN ANAS URBANINGRUM VS SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DI HARIAN KOMPAS ARNOLD YOSHUA LASRO NAINGGOLAN (090904027) ABSTRAK Penelitian ini berjudul Pertarungan Wacana Dalam Pemberitaan

Lebih terperinci

Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik KEPRIBADIAN WARTAWAN INDONESIA Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak bertindak buruk. Penafsiran a. Independen berarti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konstruksi media dalam pemberitaan adalah model framing yang dikemukakan

BAB III METODE PENELITIAN. konstruksi media dalam pemberitaan adalah model framing yang dikemukakan BAB III METODE PENELITIAN Pendekatan Model framing yang digunakan dalam menganalisis konstruksi media dalam pemberitaan adalah model framing yang dikemukakan oleh Pan dan Kosicki. Dalam model ini, perangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam kehidupan sosial-ekonomi dan politik (Sobur, 2009: 30). Dalam hal ini, media digunakan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. PEMBERITAAN KASUS KELANGKAAN MINYAK TANAH DI PULAU JAWA (Analisis Wacana Mengenai Pemberitaan Kasus Kelangkaan Minyak Tanah di Pulau Jawa pada Harian KOMPAS) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan bahasa pers, merupakan salah satu ragam bahasa kreatif

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan bahasa pers, merupakan salah satu ragam bahasa kreatif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi. Bahasa jurnalistik atau biasa disebut dengan bahasa pers, merupakan salah satu ragam bahasa kreatif bahasa Indonesia di samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan. Seperti yang dinyatakan (Sumarlam, 2008:1) Sarana yang

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan. Seperti yang dinyatakan (Sumarlam, 2008:1) Sarana yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia tidak dapat lepas dari bahasa, tanpa bahasa manusia tidak dapat berkomunikasi atau berhubungan dengan yang lainnya. Hal itu di sebabkan manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme seperti yang diungkapkan oleh Suparno : pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme hipotesis; ketiga, konstruktivisme

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan Penelitian yang dilakukan, terdapat perbedaan di antra SKH

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan Penelitian yang dilakukan, terdapat perbedaan di antra SKH BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan Penelitian yang dilakukan, terdapat perbedaan di antra SKH Kompas dan SKh Solopos. SKH Kompas memiliki kecenderungan untuk bermain aman dan hati-hati dalam setiap

Lebih terperinci

Yunisa Oktavia dan Frangky Silitonga. Implementasi Analisis...Halaman Volume 1, No. 2, September 2016

Yunisa Oktavia dan Frangky Silitonga. Implementasi Analisis...Halaman Volume 1, No. 2, September 2016 Yunisa Oktavia dan Frangky Silitonga. Implementasi Analisis...Halaman 201 213 Volume 1, No. 2, September 2016 IMPLEMENTASI ANALISIS WACANA KRITIS PERSPEKTIF LEEUWEN DALAM BERITA POLITIK SURAT KABAR PADANG

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kehidupan sehari-harinya manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain. Melalui bahasalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan sehari-hari tidak terlepas dari yang namanya komunikasi. Antarindividu tentu melakukan kegiatan komunikasi. Kegiatan komunikasi bisa dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis, dan mengevaluasi media massa. Pada dasarnya media literasi

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis, dan mengevaluasi media massa. Pada dasarnya media literasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara sederhananya media literasi atau yang juga dikenal dengan melek media adalah kemampuan untuk memilih, menggunakan, memahami, menganalisis, dan mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 47

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 47 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yaitu seperangkat pengetahuan tentang langkahlangkah yang sistematis dan logis tentang pencairan data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang bersifat menjelaskan, menggambarkan atau menuturkan dan menafsirkan

BAB III METODE PENELITIAN. yang bersifat menjelaskan, menggambarkan atau menuturkan dan menafsirkan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif dengan metode pendekatan kualitatif, merupakan penelitian deskriptif

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENYUSUN KARYA ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA. Oleh Selvianingsih Salilama Fatmah AR Umar Supriyadi

KEMAMPUAN MENYUSUN KARYA ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA. Oleh Selvianingsih Salilama Fatmah AR Umar Supriyadi KEMAMPUAN MENYUSUN KARYA ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA Oleh Selvianingsih Salilama Fatmah AR Umar Supriyadi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas negeri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode riset berasal dari Bahasa Inggris. Metode berasal dari kata method, yang berarti ilmu yang menerangkan cara-cara. Kata penelitian merupakan terjemahan

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Media massa adalah sebuah media yang sangat penting pada jaman ini, karena

BAB 1. Pendahuluan. Media massa adalah sebuah media yang sangat penting pada jaman ini, karena BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Media massa adalah sebuah media yang sangat penting pada jaman ini, karena media massa dianggap paling sukses dalam menyebarkan informasi secara cepat kepada khalayak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Perancis bertujuan agar peserta didik memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Perancis bertujuan agar peserta didik memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Perancis bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dasar dalam keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rosihan Arsyad dalam Sinar Harapan online pun menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rosihan Arsyad dalam Sinar Harapan online pun menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun ini merupakan tahun demokrasi bagi masyarakat Indonesia. Menurut Rosihan Arsyad dalam Sinar Harapan online pun menyatakan bahwa tahun 2014 adalah tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu sastra merupakan ilmu yang menyelidiki karya sastra, beserta gejala yang menyertainya, secara ilmiah. Di samping teks karya sastra, juga semua peristiwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan media utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita berbahasa atau berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan capres dan cawapres dalam meraih suara tak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan capres dan cawapres dalam meraih suara tak lepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberhasilan capres dan cawapres dalam meraih suara tak lepas dari peranan media yang menyebarkan visi dan misi mereka dalam kampanye untuk meraih suara pemilih.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta atau

BAB III METODE PENELITIAN. lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta atau 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang peneliti lakukan yaitu jenis penelitian deskriptif kualitatif yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek

Lebih terperinci