HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEKERASAN DAN WAKTU PEMECAHAN DAGING BUAH KAKAO (Theobroma Cacao L) OLEH : MUH. IKHSAN G

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEKERASAN DAN WAKTU PEMECAHAN DAGING BUAH KAKAO (Theobroma Cacao L) OLEH : MUH. IKHSAN G"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEKERASAN DAN WAKTU PEMECAHAN DAGING BUAH KAKAO (Theobroma Cacao L) OLEH : MUH. IKHSAN G Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Teknologi Pertanian PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

2 HALAMAN PENGESAHAN Judul Nama Stambuk Program Studi Jurusan : Hubungan Antara Tingkat Kekerasan dan Waktu Pemecahan Daging Buah Kakao (Theobroma Cacao L) : Muh. Ikhsan : G : Keteknikan Pertanian : Teknologi Pertanian Disetujui Oleh Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Junaedi Muhidong, M.Sc NIP Olly S.Hutabarat, STP, M.Si NIP Mengetahui Ketua Jurusan Teknologi Pertanian Ketua Panitia Ujian Sarjana Prof. Dr. Ir. Mulyati M. Tahir, MS NIP Dr. Iqbal, STP, M.Si NIP Tanggal Pengesahan : Mei 2013

3 MUH. IKHSAN (G ). Hubungan Antara Tingkat Kekerasan dan Waktu Pemecahan Daging Buah Kakao (Theobroma Cacao L). Di Bawah Bimbingan: Junaedi Muhidong dan Olly Sanny Hutabarat. ABSTRAK Permasalahan kakao Indonesia sampai saat ini adalah mutu yang masih rendah. Hal ini disebabkan karena penanganan pasca panen kakao belum dipraktekkan dengan baik dan benar sehingga kakao yang dihasilkan oleh petani masih tercampur dengan benda-benda asing, pengeringan kurang sempurna, dan pemecahan kulit buah yang masih kurang efektif. Desain alat pemecah kulit buah telah diintroduksi oleh banyak pihak. Namun demikian, informasi detail tentang perilaku tingkat kekerasan daging buah kakao belum banyak tersedia. Penelitian ini didesain untuk melihat tingkat kekerasan daging buah kakao beberapa hari menjelang panen dan pada saat hari panen. Penelitian ini mencoba mengobservasi perilaku tingkat kekerasan buah pada saat terjadi penundaan pemecahan kulit buah. Perubahan tingkat kekerasan daging buah untuk buah yang dipanen lebih awal menunjukkan pola kuadratik sepanjang penundaan waktu pengukuran (waktu pemecahan kulit). Penundaan waktu pemecahan kulit untuk kakao yang dipanen tepat waktu menunjukkan pengaruh yang sangat siginifikan pada saat hari pemecahan kulit ditunda selama 15 hari. Penudaan yang kurang dari 15 hari tidak menunjukkan pengaruh yang berarti. Pola ini sejalan dengan pola perubahan kadar air daging buah dimana penundaan 15 hari menyebabkan penurunan kadar air daging buah yang signifikan. Pola tingkat kekerasan sepanjang daging buah menunjukkan bahwa tingkat kekerasan tertinggi dijumpai pada bagian tengah buah. Semakin lama waktu penundaan pengukuran maka semakin tinggi pula tingkat kekerasan kulit buah kakao. Hal ini disebabkan karena kadar air daging buah kakao semakin menurun selama waktu penundaan pengukuran. Kata Kunci: Kakao, Kadar Air, Tingkat Kekerasan

4 RIWAYAT HIDUP Muh. Ikhsan. Lahir pada tanggal 7 Oktober 1990, Pangkajene Sidrap. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara, dari pasangan Alm. H. Achmad Zakaria dan Hj. Dalle. Ikhsan menghabiskan masa kecilnya di Pangkajene Sidrap. Jenjang pendidikan formal yang pernah dilalui adalah : 1. Pada tahun 1997 sampai pada tahun 2003, terdaftar sebagai murid di SD Inpres 17 Pangsid 2. Pada tahun 2003 sampai pada tahun 2006, terdaftar sebagai siswa di SMP Negeri 1 Pangsid 3. Pada tahun 2006 sampai pada tahun 2009, terdaftar sebagai siswa di SMA Negeri 1 Pangsid 4. Pada tahun 2009 sampai pada tahun 2013, diterima dipendidikan Universitas Hasanuddin, Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi Keteknikan Pertanian. Selama menjadi mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian (Himatepa UH).

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana mestinya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. Penyusunan dan penulisan skripsi tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak dalam bentuk bantuan dan bimbingan. Olehnya itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Junaedi Muhidong, M.Sc sebagai pembimbing I yang telah memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis, sehingga laporan ini bisa terselesaikan. 2. Ibu Olly Sanny Hutabarat, STP, M.Si sebagai pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya dan turut membantu mengarahkan dan membimbing penulis dalam penulisan laporan. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Salengke, M.Sc dan Bapak Dr. Iqbal, STP, M.Si sebagai penguji yang memberi saran dan kritikannya demi sempurnanya laporan ini. 4. Orang tua penulis yang telah banyak memberikan dukungan, motivasi, dan doa selama penulis penelitian hingga ujian akhir penelitian. 5. Teman-temanku seiman yang kucintai karena Allah yang telah banyak memberikan dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada saudara Muh. Ali Akbar, I Wayan Balik, Umar Rabe, Ishak serta yang lainnya yang tidak dapat penulis tuliskan namanya satu persatu. Semoga segala bantuan, petunjuk, dorongan dan bimbingan yang telah diberikan mendapatkan imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Mungkin masih terdapat kekeliruan dan kesalahan pada laporan ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Makassar, Mei 2013 Penulis

6 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iii RIWAYAT HIDUP... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dan Kegunaan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kakao Fisiologi Buah Kakao Kadar Air Ukuran Biji Kadar Kulit Kadar Lemak Kadar Air III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian Parameter Pengamatan Pengukuran Tingkat Kekerasan Pengukuran Kadar Air Kulit Buah dan Biji Kakao Diagram alir penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A Kadar Air 7 Hari Sebelum Panen (early harvest) dan Saat Panen... 15

7 B Tingkat Kekerasan 7 Hari Sebelum Panen (early harvest) dan Saat Panen C Tingkat Kekerasan Sepanjang Daging 7 Hari Buah Sebelum Panen (early harvest) dan Saat Panen D Hubungan Kadar Air Dengan Tingkat Kekerasan 7 Hari Sebelum Panen (early harvest) dan Saat Panen V. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 25

8 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Komposisi kimia pulpa kakao... 7

9 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Bagan alir penelitian Kadar air 7 hari sebelum panen (early harvest) Kadar air saat panen Tingkat kekerasan 7 hari sebelum panen (early harvest) Tingkat kekerasan saat panen Tingkat kekerasan sepanjang daging buah 7 hari sebelum panen (early harvest) Tingkat kekerasan sepanjang daging buah saat panen Hubungan antara tingkat kekerasan dengan kadar air 7 hari sebelum Panen (early harvest) Hubungan antara tingkat kekerasan dengan kadar air saat panen... 22

10 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Teks Halaman 1. Hasil pengukuran kadar air 7 hari sebelum panen (early harvest) Hasil pengukuran rata-rata KABB (%) kulit buah dan KABB (%) biji 7 hari sebelum panen (early harvest) Hasil pengukuran kadar air saat penen Hasil pengukuran rata-rata KABB (%) kulit buah dan KABB (%) biji saat panen Hasil pengukuran tingkat kekerasan 7 hari sebelum panen Hasil pengukuran rata-rata tingkat kekerasan 7 hari sebelum panen Hubungan tingkat kekerasan dan waktu tunda 7 hari sebelum panen Hasil pengukuran tingkat kekerasan sepanjang daging buah Hubungan antara tingkat kekerasan F(N) dan KABB (%) Hasil pengukuran tingkat kekerasan saat panen Hasil pengukuran rata-rata kekerasan saat panen Hubungan tingkat kekerasan dan waktu tunda saat panen Hasil pengukuran tingkat kekerasan sepanjang daging buah Hubungan antara tingkat kekerasan F(N) dan KABB(%) Foto kegiatan penelitian... 39

11 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menjadi produsen kakao kedua terbesar di dunia dengan produksi ton per tahun setelah Pantai Gading ( ton per tahun). Ekspor kakao Indonesia yang mencapai ton dengan nilai US$ pada tahun 2009, menjadikan komoditas kakao sebagai penghasil devisa terbesar ketiga dalam sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit dan karet. Kakao merupakan salah satu komoditi yang cukup banyak dimanfaatkan pada dunia industri. Biji kakao dapat diolah menjadi berbagai macam produk. Produk utama dari biji kakao adalah bubuk dan lemak kakao yang kemudian dapat diolah menjadi beberapa produk baru yang bernilai ekonomi tinggi. Hal ini dikarenakan biji kakao mengandung cita rasa dan warna khas yang sangat digemari dan banyak diminati. Produk olahan kakao yang bermutu baik sangat dipengaruhi oleh mutu dari biji kakao yang digunakan. Bila biji kakao yang digunakan bermutu rendah, maka hasil yang diperoleh akan rendah pula. Kakao merupakan komoditas perkebunan yang penting bagi perekonomian nasional dengan perannya sebagai sumber penghasil devisa negara, menciptakan lapangan kerja, sumber pendapatan petani, pendorong perkembangan agroindustri dan agribisnis serta pengembangan wilayah. Salah satu permasalahan kakao Indonesia sampai saat ini adalah mutu yang masih rendah. Hal ini disebabkan karena penanganan pasca panen kakao belum dipraktekan dengan baik dan benar sehingga kakao yang dihasilkan oleh petani masih tercampur dengan benda-benda asing, pengeringan kurang sempurna dan pemecahan kulit buah yang masih kurang efektif. Mengenai pemecahan buah, petani umumnya menggunakan pemukul kayu, pemukul berpisau, atau dengan pisau bagi yang sudah berpengalaman. Walaupun pemecahan dengan pisau tidak direkomendasikan karena beresiko merusak biji, akan tetapi pemecahan dengan cara ini paling umum

12 dilakukan. Kerusakan biji segar karena terpotong pisau dapat meningkatkan biji terserang jamur. Oleh karena itu, syarat utama pemecahan adalah menghindari biji rusak oleh alat pemecah. Desain alat pemecah kulit buah juga telah diintroduksi oleh banyak pihak. Namun demikian, informasi detail tentang perilaku tingkat kekerasan daging buah kakao belum banyak tersedia. Penelitian ini didesain untuk melihat tingkat kekerasan daging buah kakao beberapa hari menjelang panen dan pada saat hari panen. Penelitian ini mencoba mengobservasi perilaku tingkat kekerasan buah pada saat terjadi penundaan pemecahan kulit buah. 1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku tingkat kekerasan daging buah kakao pada saat dilakukan penundaan pemecahan buah. Penelitian ini berguna untuk memperkaya informasi yang lebih akurat tentang sifat fisik daging buah kakao yang dapat bermanfaat antara lain pada saat mendesain alat pemecah kulit buah kakao.

13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kakao Theobroma cacao L adalah nama biologis yang diberikan pada pohon kakao oleh Linnaeus pada tahun Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan teduh. Dalam kondisi seperti ini Theobroma cacao jarang berbuah dan hanya sedikit menghasilkan biji (Spillane, 1995). Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berbentuk pohon yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat. Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10m. Meskipun demikian, dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5m tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang produktif (Anonim, 2012 a ). Menurut Susanto (1994), jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi coklat hanya 3 jenis, yaitu : 1. Jenis Criollo Jenis Criollo terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika Selatan. Jenis ini menghasilkan biji coklat yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai coklat mulia. Buahnya berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis dan berbintil bintil kasar dan lunak. Biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah. 2. Jenis Forastero Jenis ini menghasilkan biji coklat yang memiliki mutu sedang atau dikenal juga sebagai Ordinary cocoa. Buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal, biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledon berwarna ungu pada waktu basah.

14 3 Jenis Trinitario Trinitario merupakan campuran dari jenis Criollo dengan jenis Forastero. Coklat Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa dan ada yang termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau merah dan bentuknya bermacam macam. Biji buahnya juga bermacam macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah. Taksonomi tanaman kakao menurut Poedjiwidodo (1996), adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Malvales Famili : Sterculiaceae Genus : Theobroma Spesies : Theobroma cacao. L. Menurut Wahyudi dkk (2008), bentuk buah dan warna kulit buah kakao sangat bervariasi, tergantung pada kultivarnya. Namun, pada dasarnya hanya ada dua macam warna, yaitu : 1. Buah yang ketika muda berwarna hijau/hijau agak putih, bila sudah masak berwarna kuning. 2. Buah yang ketika masih muda berwarna merah, bila sudah masak berwarna orange. Tanaman kakao memiliki banyak manfaat. Tanaman kakao merupakan tanaman yang digunakan sebagai penyedap makanan juga sebagai sumber lemak nabati. Kakao ini juga digunakan sebagai bahan dalam pembuatan minuman, campuran gula-gula atau jenis makanan lainnya (Siregar dan Riyadi, 1994). Suatu produk cokelat yang dihasilkan berawal dari buah tanaman kakao kemudian diproses melalui beberapa tahapan yang relatif panjang. Tanaman kakao akan meghasilkan buah kakao yang di dalamnya terdapat biji-biji kakao. Melalui proses pascapanen yang meliputi proses pengolahan dan pengeringan, akan dihasilkan biji-biji kakao kering yang siap dikirim

15 ke pabrik pengolah. Oleh pengolah, biji kakao kemudian diolah menjadi produk-produk setengah jadi atau produk-produk yang sudah jadi (Wahyudi et al, 2008). Biji kakao yang dikeringkan tanpa fermentasi akan bermutu rendah karena tidak mempunyai calon cita rasa cokelat. Biji dalam kotak fermentasi ditutup dengan daun pisang atau karung goni. Tujuannya untuk mempertahankan panas. Pengadukan dilakukan cukup sekali saja setelah 48 jam (2 hari) proses fermentasi berlangsung. Fermentasi sebaiknya diakhiri setelah 5 hari dan tidak boleh lebih dari 7 hari. Biji kakao yang telah difermentasi harus segera dikeringkan untuk mendapatkan hasil fermentasi yang cukup baik. Pada proses pengeringan dengan penjemuran, biji dihamparkan di atas alas seperti terpal plastik, tikar, sesek bambu, atau lantai semen. Tebal lapisan biji mencapai 5 cm (2-3 lapis biji) dengan lama penjemuran pada cuaca panas dan cerah selama 7-8 jam sehari. Selama penjemuran, dilakukan pembalikan 1-2 kali. Lama penjemuran bisa berlangsung lebih dari 10 hari, tergantung keadaan cuaca dan lingkungannya. Tujuan utama pengeringan adalah mengurangi kadar air biji dari sekitar 60% menjadi 6-7% sehingga aman selama pengangkutan menuju pabrikan (Wahyudi et al, 2008). Minuman dan makanan yang mengandung cokelat dewasa ini bukan lagi merupakan bahan makanan mewah, yang hanya terjangkau oleh kalangan terbatas, melainkan sudah menjadi umum dan disenangi oleh banyak orang, mulai dari masyarakat lapisan bawah hingga lapisan atas. Kakao tidak hanya dikonsumsi karena rasa dan aromanya, tetapi juga konsumen mengetahui bahwa produk-produk kakao juga bahan makanan dengan kandungan lemak, protein, dan tepung yang cukup tinggi selain kandungan theobromine dan caffeine (Siswoputranto, 1993). Delapan negara penghasil kakao terbesar adalah (data tahun panen 2005) adalah Pantai Gading (38%), Ghana (19%), Indonesia (13%), Nigeria (5%), Brasil (5%), Kamerun (5%), Ekuador (4%), Malaysia (1%) dan negaranegara lain menghasilkan 9% sisanya. Kakao sebagai komoditas perdagangan biasanya dibedakan menjadi dua kelompok besar: kakao mulia ("edel cacao")

16 dan kakao curah ("bulk cacao"). Di Indonesia, kakao mulia dihasilkan oleh beberapa perkebunan tua di Jawa. Varietas penghasil kakao mulia berasal dari pemuliaan yang dilakukan pada masa kolonial Belanda, dan dikenal dari namanya yang berawalan "DR" (misalnya DR-38). Singkatan ini diambil dari singkatan nama perkebunan tempat dilakukannya seleksi (Djati Roenggo, di daerah Ungaran, Jawa Tengah). Varietas kakao mulia berpenyerbukan sendiri. Sebagian besar daerah produsen kakao di Indonesia menghasilkan kakao curah. Kakao curah berasal dari varietas-varietas yang self-incompatible. Kualitas kakao curah biasanya rendah, meskipun produksinya lebih tinggi. Bukan rasa yang diutamakan tetapi biasanya kandungan lemaknya 2.2 Fisiologi Buah Kakao Bentuk buah dan warna kulit buah kakao sangat bervariasi, tergantung pada kultivarnya. Pada dasarnya hanya ada dua macam warna yaitu: (a) Buah yang ketika muda berwarna hijau/hijau agak putih, bila sudah masak berwarna kuning, (b) Buah yang ketika masih muda berwarna merah, bila sudah masak berwarna oranye. Permukaan kulit buah ada yang halus dan ada yang kasar, tetapi pada dasarnya kulit buah beralur 10 yang letaknya berselang seling. Buah kakao akan masak setelah berumur 5-6 bulan, tergantung pada elevasi tempat penanaman. Pada saat buah masak, ukuran buah yang terbentuk cukup beragam dengan ukuran berkisar cm, diameter 7-15 cm, tetapi tergantung pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama proses perkembangan buah. Di dalam buah, biji tersusun dalam 5 baris mengelilingi poros buah, jumlahnya beragam antara biji per buah. Pada penampakan melintang biji, akan terlihat dua kotiledon yang saling melipat dan bagian pangkalnya menempel pada embrio axis. Embryo axis berperan sebagai poros lembaga berukuran sangat kecil yang terdiri atas 3 bagian, yaitu epikotil, hipokotil, dan radikula. Warna kutiledon kakao ada yang berwarna putih (pada jenis criollo) dan ada yang berwarna unggu (pada jenis forastero).

17 Biji kakao dilindungi oleh daging buah (pulpa) yang berwarna putih. Ketebalan daging buah bervariasi, ada yang tebal dan ada yang tipis. Pulpa merupakan jaringan halus berlendir dan melekat ketat pada biji kakao. Sebagian besar pulpa terdiri dari air dan sebagian kecil berupa gula. Keping biji meliputi 86% sampai 90% dari berat kering keping biji, sedangkan kulit biji sekitar 10 14%. Rasa buah kakao cenderung asam-manis dan mengandung zat penghambat perkecambahan. Di sebelah dalam daging buah terdapat kulit biji (testa) yang membungkus dua kutiledon dan embryo axis. Biji kakao bersifat rekalsitran dan tidak memiliki masa dorman. Walaupun daging buah mengandung zat penghambat perkecambahan, terkadang biji bisa berkecambah, yakni bila pada buah yang terlambat panen., daging buahnya telah mengering. Tabel 1. Komposisi Kimia Pulpa Kakao Kandungan Air (%) Albuminoid (%) Glukosa (%) 8 13 Pati (%) Sedikit Asam yang tidak menguap (%) Besi oksidasi (%) 0.03 Sukrosa (%) Garam-garam (%) Kulit buah kakao adalah kulit bagian terluar yang menyelubungi biji coklat dengan tekstur kasar, tebal dan agak keras. Kulit buah memiliki 10 alur dengan ketebalan 1 2 cm. Pada waktu muda, biji menempel pada bagian dalam kulit buah, tetapi saat masak biji akan terlepas dari kulit buah. Aktivitas enzim pektolitik yang menghidrolisis substrat pektin sehingga pulp rusak terdisintegrasi, membentuk cairan dan menetes keluar tumpukan biji. Pulp biji kakao mengandung pektin, sekitar 11,5%, sehingga dimungkinkan adanya enzim-enzim pektolitik endojinus, yaitu pektin metil esterase (PME) dan poligalakturonase (PG), dalam pulp biji kakao.

18 2.3 Karakteristik Fisik mutu meliputi: Beberapa karakteris fisik biji kakao yang masuk dalam standar Kadar air Kadar air merupakan sifat phisik yang sangat penting dan sangat diperhatikan oleh pembeli. Selain sangat berpengaruh terhadap randemen hasil (yield), kadar air berpengaruh pada daya tahan biji kakao terhadap kerusakan terutama saat penggudangan dan pengangkutan. Biji kakao, yang mempunyai kadar air tinggi, sangat rentan terhadap serangan jamur dan serangga. Keduanya sangat tidak disukai oleh konsumen karena cenderung menimbulkan kerusakan cita-rasa dan aroma dasar yang tidak dapat diperbaiki pada proses berikutnya. Standar kadar air biji kakao mutu ekspor adalah 6 7 %. Jika lebih tinggi dari nilai tersebut, biji kakao tidak aman disimpan dalam waktu lama, sedang jika kadar air terlalu rendah biji kakao cenderung menjadi rapuh Ukuran biji Seperti halnya kadar air, ukuran biji kakao sangat menentukan randemen hasil lemak. Makin besar ukuran biji kakao, makin tinggi randemen lemak dari dalam biji. Ukuran biji kakao dinyatakan dalam jumlah biji (beans account) per 100 g contoh uji yang diambil secara acak pada kadar air 6 7%. Ukuran biji rata-rata yang masuk kualitas eskpor adalah antara 1,0 1,2 gram atau setara dengan biji per 100 g contoh uji. Ukuran biji kakao kering sangat dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman, kondisi kebun (curah hujan) selama perkembangan buah, perlakuan agronomis dan cara pengolahan Tabel 5 menunjukkan klasifikasi mutu biji kakao atas dasar ukuran biji per 100 g contoh uji.

19 2.3.3 Kadar Kulit Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi oleh kulit (shell). Kadar kulit dihitung atas dasar perbandingan berat kulit dan berat total biji kakao (kulit + keping) pada kadar air 6 7%. Standar kadar kulit biji kakao yang umum adalah antara 11 13%. Namun, nilai kadar kulit umumnya tergantung pada permintaan konsumen. Beberapa konsumen bersedia membeli biji kakao dengan kadar kulit di atas nilai tersebut. Mereka akan memperhitungkan koreksi harga jika kadar kulit lebih tinggi dari ketentuan karena seperti halnya ukuran biji, kadar kulit berpengaruh pada randemen hasil lemak. Biji kakao dengan kadar kulit yang tinggi cenderung lebih kuat atau tidak rapuh saat ditumpuk di dalam gudang sehingga biji tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Sebaliknya, jika kadar kulit terlalu rendah, maka penjual (eksportir) biji kakao akan mengalami kerugian dalam bentuk kehilangan bobot. Jika kuantum pengiriman sangat besar, maka kehilangan kumulati dari selisih kadar kulit menjadi relatif besar. Kadar kulit biji kakao dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman dan cara pengolahan (fermentasi dan pencucian). Makin singkat waktu fermentasi, kadar kulit biji kakao makin tinggi karena sebagian besar sisa lendir (pulp) masih menempel pada biji. Namun demikian, kandungan kulit biji tersebut dapat dikurangi dengan proses pencucian Kadar Lemak Kadar lemak pada umumnya dinyatakan dalam persen dari berat kering keping biji. Lemak merupakan komponen termahal dari biji kakao sehingga nilai ini dipakai oleh konsumen sebagai salah satu tolok ukur penentuan harga. Selain oleh bahan tanam dan musim, kandungan lemak dipengaruhi oleh perlakuan

20 pengolahan, jenis bahan tanaman dan faktor musim. Biji kakao yang berasal dari pembuahan musim hujan umumya mempunyai kadar lemak lebih tinggi. Sedang, karakter phisik biji kakao pasca pengolahan, seperti kadar air, tingkat fermentasi dan kadar kulit, berpengaruh pada randemen lemak biji kakao. Kisaran kadar lemak biji kakao Indonesia adalah antara 49 52%. Lemak kakao merupakan campuran trigliserida, yaitu senyawa gliserol dan tiga asam lemak. Lebih dari 70% dari gliserida terdiri dari tiga senyawa tidak jenuh tunggal yaitu oleodipalmitin (POP), oleodistearin (SOS) dan oleopalmistearin (POS). Lemak kakao mengandung juga di-unsaturated trigliserida dalam jumlah yang sangat terbatas. Komposisi asam lemak kakao sangat berpengaruh pada titik leleh dan tingkat kekerasannya. Titik leleh lamak kakao yang baik untuk makanan cokelat mendekati suhu badan manusia dengan tingkat kekerasan minimum pada suhu kamar. Keberadaan asam lemak bebas di dalam lemak kakao harus dihindari karena hal itu merupakan salah satu indikator kerusakan mutu. Asam lemak bebas umumnya muncul jika biji kakao kering disimpan di gudang yang kurang bersih dan lembab. Kadar asam lemak bebas seharusnya kurang dari 1% Kadar Air Kadar air merupakan sifat fisik yang sangat penting dan sangat diperhatikan oleh pembeli. Selain sangat berpengaruh terhadap randemen hasil (yield), kadar air berpengaruh pada daya tahan biji kakao terhadap kerusakan terutama saat penggudangan dan pengangkutan. Biji kakao, yang mempunyai kadar air tinggi, sangat rentan terhadap serangan jamur dan serangga. Keduanya sangat tidak disukai oleh konsumen karena cenderung menimbulkan kerusakan cita-rasa dan aroma dasar yang tidak dapat diperbaiki pada proses berikutnya (Anonim 2012 ).

21 Pabrikan makanan cokelat membutuhkan biji kakao dengan kadar air antara 6-7%. Jika lebih dari 8%, yang turun bukan hanya hasil rendemennya saja, tetapi juga berisiko terhadap serangan bakteri dan jamur. Jika kadar air kurang dari 5%, kulit biji akan mudah pecah dan biji harus dipisahkan karena mengandung kadar biji pecah yang tinggi (Wahyudi dkk, 2008). Kadar air biji kakao ditentukan oleh cara pengeringan dan penyimpanannya. Kadar air biji kakao hasil pengeringan sebaiknya antara 6-7%. Namun, kadar air yang terlalu rendah juga tidak baik karena biji kakao menjadi sangat rapuh (Wahyudi et al, 2008). Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Anonim 2012 c ).

22 III.METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2012 di Laboratorium Processing Program Studi Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengering texture analyzer (probe 3 mm), desikator, oven, timbangan digital, kertas label, plastik kedap udara, kamera digital. Bahan yang digunakan adalah kakao jeis forastero yang diperoleh dari kebun petani di kelurahan Cabbengnge kecamatan Lilirilau kabupaten Soppeng. Lokasi ini dipilih mengingat kelurahan ini merupakan salah satu sentra kakao di Kabupaten Soppeng. 3.3 Prosedur Penelitian 1. Mensurvei dan menetapkan kebun kakao yang akan menjadi target sampel penelitian. 2. Memilih 20 pohon yang berbeda namun memiliki postur yang relatif seragam. 3. Memanen 20 buah kakao yang berumur sekitar satu minggu sebelum siap panen yang berada pada batang utama dari ke 20 pohon sampel. 4. Seluruh buah yang dipanen dibawa ke Laboratorium Processing Program Studi Keteknikan Pertanian Unhas pada hari yang sama dengan hari panen untuk dilakukan pengukuran tingkat kekerasan dan kadar air. 5. Mengukur tingkat kekerasan 5 buah sampel kakao masing-masing pada bagian pangkal, tengah, ujung dengan mengikuti waktu pengukuran: tanpa penundaan (tidak ada jarak waktu antara hari panen dengan hari pengukuran), penundaan selama 3, 6, 9, dan 12 hari dengan sampel yang sama.

23 6. Lima belas buah tersisa dibagi kedalam 5 bagian untuk pengukuran kadar air pada setiap hari pengukuran tingkat kekerasan kuliah buah. Untuk pengukuran ini, sebanyak 3 buah kakao untuk setiap kali pengukuran dilakukan. 7. Ketiga buah kakao di atas dipecah kulit buahnya, kemudian diambil sampel pada bagian pangkal, tengah dan ujung dengan ukuran sekitar 2x2 cm untuk dijadikan sampel pengukuran kadar air kulit buah. Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven (105 o C selama 72 jam). 8. Dari ketiga buah yang sama, pulp sampel biji kakao pada bagian pangkal, tengah dan ujung dibersihkan untuk kemudian ditimbang dan dioven (105 o C selama 72 jam) untuk mendapatkan kadar air biji. 9. Mengulang prosedur di atas untuk setiap penundaan waktu pengukuran 3, 6, 9, 12 hari. 10. Mengulang prsedur di atas untuk kakao yang dipanen tepat waktu (pada hari panen). 11. Mengolah data untuk mengetahui rata-rata tingkat kekerasan kulit buah, kadar air kulit buah dan biji buah kakao. 3.4 Parameter Pengamatan Adapun parameter yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Tingkat kekerasan 2. Kadar air kulit buah 3. Kadar air biji Pengukuran Tingkat Kekerasan Mengukur tingkat kekerasan kulit buah pada bagian pangkal, tengah, ujung dengan menggunakan alat Texture Analyzer yang ada di Laboratorium Processing Program Studi Keteknikan Pertanian Universitas Hasanuddin.

24 3.4.2 Pengukuran Kadar Air Kulit Buah dan Biji Kakao KABB (%) = x 100%... (1) Keterangan: KABB: Kadar Air Basis Basah (%) Diagram Alir Penelitian Mulai Mensurvei dan menetapkan kebun kakao yang akan menjadi target sampel penelitian Memilih 20 pohon yang berbeda namun memiliki postur yang relative seragam. n 20 buah kakao yang berumur sekitar satu minggu sebelum siap panen yang berada pada batang utama dari ke 20 pohon sampel. Mengambil kulit buah dan biji kakao masingmasing pada bagian pangkal, tengah dan ujung Mengoperasikan alat teksture analyzer Mengukur tingkat kekerasan Data Force, Distance dan Time Mengkonversi hasil grafik Mengukur berat awal kulit buah dan biji kakao dan memasukkan ke oven dengan suhu C selama 72 jam Pengukuran Berat Akhir Selesai Gambar 1. Bagan alir penelitian

25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Air 7 Hari Sebelum Panen (early harvest) dan Saat Panen Hasil pengamatan terhadap perilaku kadar air kulit buah dan biji kakao terhadap buah yang dipanen satu minggu sebelum hari panen disajikan pada Gambar KA BB (%) y = x R² = y = x R² = KA-bb Klt KA-Bb Biji Waktu Tunda (Hari) Gambar 2. Kadar Air 7 Hari Sebelum Panen (early harvest) Gambar 2 menunjukkan perubahan kadar air kulit buah dan kadar air biji pada saat dilakukan penundaan pengukuran selama 3, 6, 9, dan 12 hari setelah hari pemetikan buah. Pola penurunan kadar air baik untuk kulit buah maupun biji mengikuti pola linear dengan nilai R 2 yang cukup tinggi yakni Kadar air awal kulit buah sekitar 85%, sedangkan kadar air awal biji sekitar 55%. Kadar air yang dicapai setelah penundaan pengukuran selama 12 hari setelah pemetikan mencapai 70% untuk kulit buah dan 50% untuk biji. Informasi lainnya yang diperoleh adalah kadar air kulit buah dan biji memiliki penurunan sepanjang waktu penundaan pengukuran. Penurunan kadar air kulit buah dan biji kakao ini disebabkan oleh waktu penundaan hari pengukuran. Semakin lama waktu penundaan pengukuran, maka semakin rendah pula kadar air kulit buah dan biji kakao.

26 Hasil pengukuran pada Gambar 3 menunjukkan hasil pengamatan terhadap perilaku kadar air kulit buah dan biji kakao terhadap buah yang dipanen pada saat hari panen y = x R² = KA BB (%) y = 0.041x R² = KA-bb Klt 40 KA-Bb Biji Waktu Tunda (Hari) Gambar 3. Kadar Air Saat Panen Gambar 3 juga menunjukkan perubahan kadar air kulit buah dan biji pada saat dilakukan penundanaan pengukuran selama 3, 6, 9, dan 15 hari setelah hari pemetikan buah. Pola penurunan untuk kulit buah mengikuti pola linear dengan nilai R 2 yang cukup tinggi yakni Sedangkan kadar air untuk biji terlihat stabil dengan nilai R 2 yakni Kadar air awal kulit buah sekitar 82%, sedangkan kadar air biji sekitar 41%. Kadar air dicapai setelah penundaan pengukuran selama 15 hari setelah pemetikan mencapai 75% untuk kulit buah dan 41% untuk biji. Informasi lainnya yang diperoleh adalah kadar air kulit buah menurun sepanjang waktu penundaan pengukuran. Sedangkan untuk kadar air biji terlihat cukup stabil selama hari penundaan. Dilihat dari kedua Gambar di atas, kadar air kulit buah kakao baik 7 hari sebelum panen maupun saat panen memiliki pola yang sama yaitu pola linear dengan nilai masing-masing R 2 sama dengan dan Akan tetapi, kadar air kulit buah sebelum panen memiliki penurunan yang cukup cepat dibandingkan kadar air kulit buah saat panen. Untuk kadar air biji, kadar air biji sebelum panen memiliki pola linear dengan nilai R 2 yakni dan terlihat terjadi penurunan selama hari penundaan pengukuran, sedangkan

27 untuk kadar air biji saat panen, tidak ada hubungan linear. Selain itu tidak terjadi penurunan kadar air dan tampak terlihat cukup stabil selama hari penundaan dengan nilai R 2 yakni B. Tingkat Kekerasan 7 Hari Sebelum Panen (early harvest) dan Saat Panen Hasil pengukuran untuk perilaku tingkat kekerasan satu minggu sebelum panen dapat dilihat pada Gambar Tingkat Kekerasan F(N) Tingkat kekerasan Waktu Tunda (Hari) Gambar 4. Tingkat Kekerasan 7 Hari Sebelum Panen (early harvest) Gambar 4 menunjukkan perilaku dan perubahan tingkat kekerasan ketika dilakukan penundaan waktu pengkuran selama 0, 3, 6, 9, dan 12 hari setelah hari pemetikan buah. Pada Gambar ini dapat kita lihat pola yang yang diikuti yaitu pola kuadratik. Pengukuran tingkat kekerasan yang tertinggi terjadi pada 6 hari setelah waktu penundaan dengan nilai rata-rata F(N) yakni Sedangkan untuk pengukuran tingkat kekerasan terendah terjadi pada 12 hari setelah waktu penundaan dengan nilai rata-rata F(N) yakni Hasil pengukuran untuk perilaku tingkat kekerasan saat hari panen dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar ini menunjukkan perilaku dan perubahan tingkat kekerasan ketika dilakukan penundaan waktu pengkuran selama 0, 3, 6, 9, dan 15 hari setelah hari pemetikan buah.

28 70 Tingkat Kekerasan F (N) Tingkat Kekerasan Waktu Tunda (Hari) Gambar 5. Tingkat Kekerasan Saat Panen Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa pengukuran yang dilakukan pada saat penundaan 0 sampai dengan 9 hari memperoleh hasil tingkat kekerasan yang cukup stabil dengan nilai F(N) rata-rata 24. Akan tetapi, setelah terjadi penundaan yang cukup lama yaitu 15 hari, terjadi kenaikan tingkat kekerasan yang cukup drastis dengan nilai F(N) yakni Kenaikan tingkat kekerasan ini disebabkan karena hari penundaan yang lama. Hal ini juga dapat kita lihat pada perubahan warna kulit buah kakao yang berubah menjadi agak kecoklatan setelah waktu penundaan 15 hari. Dilihat dari Gambar 4 dan 5, tingkat kekerasan pada saat panen terlihat lebih tinggi dibanding dengan tingkat kekerasan 7 hari sebelum panen, dimana tingkat kekerasan yang paling tertinggi ditunjukkan pada saat panen dengan waktu penundaan pengukuran selama 15 hari dengan nilai F(N) yaitu , sedangkan tingkat kekerasan yang teringgi ditunjukkan sebelum panen dengan waktu penundaan pengukuran selama 6 hari dengan nilai F(N) yaitu Pola yang diikuti dari tingkat kekerasan sebelum panen yaitu pola kuadratik, sedangkan pada tingkat kekerasan pada saat panen dapat dilihat cenderung stabil mulai dari hari 0 sampai dengan hari 9, akan tetapi pada saat penundaan pengukuran yang cukup lama yaitu selama 15 hari, tingkat kekerasannya meningkat drastis. Hal ini disebabkan karena buah sudah mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan yang kemungkinan besar menjadi penyebab meningkatnya tingkat kekerasan kulit buah.

29 C. Tingkat Kekerasan Sepanjang Daging 7 Hari Buah Sebelum Panen (early harvest) dan Saat Panen Hasil pengukuran tingkat kekerasan sepanjang daging buah sebelum buah (pangkal, tengah, ujung) dapat kita lihat pada Gambar 6. Pada gambar ini ditunjukkan hubungan tingkat kekerasan kulit buah antara pangkal, tengah, ujung dengan masing-masing 5 sampel buah yang dilakukan pengukuran. 30 Tingkat Kekerasan F(N) Pangkal Tengah Ujung Waktu Tunda (Hari) Gambar 6. Tingkat Kekerasan Sepanjang Daging Buah 7 Hari Sebelum Panen (early harvest) Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa bagian tengah buah kakao cenderung memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi daripada bagian pangkal dan ujung buah. Untuk tingkat kekerasan yang lebih rendah ditunjukkan pada bagian ujung. Akan tetapi, setelah dilakukan penundaan waktu pengukuran, tingkat kekerasan pada bagian ujung terlihat meningkat dan dapat kita lihat pada hari ke-9. Pada bagian pangkal, tingkat kekerasan yang tertinggi diperoleh pada hari ke-6 dengan nilai F(N) yakni dan tingkat kekerasan yang terendah diperoleh pada hari ke-12 dengan nilai F(N) yakni Pada bagian tengah, tingkat kekerasan yang tertinggi diperoleh pada hari ke-6 dengan nilai F(N) yakni dan tingkat kekerasan yang terendah diperoleh pada hari ke-12 dengan nilai F(N) yakni Pada bagian ujung, tingkat kekerasan yang tertinggi diperoleh pada hari ke-9 dengan nilai F(N) yakni dan tingkat kekerasan yang terendah diperoleh pada saat yakni tidak dilakukan penundaan pengukuran dengan nilai F(N)

30 Hasil pengukuran tingkat kekerasan sepanjang daging buah sebelum buah (pangkal, tengah, ujung) dapat kita lihat pada Gambar 7. Pada Gambar 7 ditunjukkan hubungan tingkat kekerasan kulit buah antara pangkal, tengah, ujung dengan masing-masing 5 sampel buah yang dilakukan pengukuran Tingkat Kekerasan F(N) Pangkal Tengah Ujung Waktu Tunda (Hari) Gambar 7. Tingkat Kekerasan Sepanjang Daging Buah Saat Panen Pada gambar tersebut dapat kita lihat bahwa bagian tengah buah kakao cenderung memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi daripada bagian pangkal dan ujung buah. Untuk tingkat kekerasan yang lebih rendah ditunjukkan pada bagian ujung. Pada bagian pangkal, tingkat kekerasan yang tertinggi diperoleh pada hari ke-15 dengan nilai F(N) yakni dan tingkat kekerasan yang terendah diperoleh pada hari ke-3 dengan nilai F(N) yakni Pada bagian tengah, tingkat kekerasan yang tertinggi diperoleh pada hari ke-15 dengan nilai F(N) yakni dan tingkat kekerasan yang terendah diperoleh pada saat tidak dilakukan waktu penundaan pengukuran dengan nilai F(N) yakni Pada bagian ujung, tingkat kekerasan yang tertinggi diperoleh pada hari ke-15 dengan nilai F(N) yakni dan tingkat kekerasan yang terendah diperoleh pada hari ke-9 dengan nilai F(N)

31 yakni Pada hari ke-15 dengan bagian pangkal, tengah, maupun ujung, memiliki tingkat kekerasan yang cukup tinggi dibanding dengan sampel yang lainnya karena disebabkan oleh penundaan pengukuran yang cukup lama yaitu 15 hari. Dilihat dari Gambar 6 dan 7, tingkat kekerasan pada saat panen terlihat lebih tinggi dibanding dengan tingkat kekerasan sebelum panen. Dimana tingkat kekerasan yang paling tertinggi ditunjukkan pada saat panen dengan waktu penundaan pengukuran selama 15 hari dengan nilai F(N) yaitu , sedangkan tingkat kekerasan yang teringgi ditunjukkan sebelum panen dengan waktu penundaan pengukuran selama 9 hari pada dengan nilai F(N) yaitu Dari kedua gambar tersebut dapat juga kita lihat bahwa rata-rata tingkat kekerasan pada bagian tengah lebih tinggi dibanding dengan bagian pangkal dan ujung, baik itu pada saat sebelum panen maupun saat panen dan bagian yang memiliki rata-rata tingkat kekerasan yang terendah yakni bagian ujung. D. Hubungan Kadar Air Dengan Tingkat Kekerasan 7 Hari Sebelum Panen (early harvest) dan Saat Panen Hubungan antara tingkat kekerasan daging buah dengan kadar air daging buah untuk perlakuan pemanenan satu minggu sebelum hari panen disajikan pada Gambar Tingkat Kekerasan F(N) Kadar Air vs Tingkat Kekerasan Kadar Air (%) Gambar 8. Hubungan Antara Tingkat Kekerasan dengan Kadar Air 7 Hari Sebelum Panen (early harvest)

32 Gambar ini menunjukkan bahwa tingkat kekerasan memiliki pola yang mendekati kuadratik sejalan dengan perubahan kadar air. Tingkat kekerasan tertinggi dicapai pada kadar air sekitar 80% yang terjadi pada penundaan pengukuran selama 6 hari. Tingkat kekerasan ini menurun pada penundaan pengukuran selama 9 dan 12 hari. Hubungan antara tingkat kekerasan daging buah dengan kadar air daging buah untuk perlakuan pada saat hari panen disajikan pada Gambar Tingkat Kekerasan F(N) Tingkat Kekerasan vs KA Kadar Air (%) Gambar 9. Hubungan Antara Tingkat Kekerasan dengan Kadar Air Panen Saat Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa perubahan kadar air terlihat stabil, akan tetapi setelah penundaan pengukuran selama 15 hari, tingkat kekerasan meningkat pada kadar air sekitar 76%. Dilihat dari kedua gambar di atas menunjukkan bahwa hubungan antara tingkat kekerasan dangan kadar air saat panen memiliki nilai lebih tinggi dibanding dengan hubungan antara tingkat kekerasan dangan kadar air sebelum panen. Pada saat panen menunjukkan bahwa semakin rendah kadar air maka tingkat kekerasan semakin tinggi. Begitu juga pula pada saat sebelum panen, mestinya menunjukkan hal yang sama tetapi gambar tersebut mengikuti pola kuadratik.

33 V. KESIMPULAN 1. Perubahan tingkat kekerasan daging buah untuk buah yang dipanen lebih awal menunjukkan pola kuadratik sepanjang penundaan waktu pengukuran (waktu pemecahan kulit). 2. Penundaan waktu pemecahan kulit untuk kakao yang dipanen tepat waktu menunjukkan pengaruh yang sangat siginifikan pada saat hari pemecahan kulit ditunda selama 15 hari. Penudaan yang kurang dari 15 hari tidak menunjukkan pengaruh yang berarti. Pola ini sejalan dengan pola perubahan kadar air daging buah dimana penundaan 15 hari menyebabkan penurunan kadar air daging buah yang signifikan. 3. Pola tingkat kekerasan sepanjang daging buah menunjukkan bahwa tingkat kekerasan tertinggi dijumpai pada bagian tengah buah. 4. Semakin lama waktu penundaan pengukuran maka semakin tinggi pula tingkat kekerasan kulit buah kakao. Hal ini disebabkan karena kadar air daging buah kakao semakin menurun selama waktu penundaan pengukuran. 5. Jangan menyimpan buah kakao lebih dari 9 hari karena dapat mengakibatkan tingkat kekerasan semakin tinggi.

34 DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2012 a. Standar Operasional Fermentasi Kakao. tani. litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 7 Oktober Anonim, 2012 b. Standar Mutu Biji Kakao. mutu kakao. Diakses pada tanggal 7 Oktober Anonim, 2012 c. Proses cara pengolahan biji kakao menjadi coklat. Diakses pada tanggal 7 Oktober J. Spillane, James Dr Komoditi Kakao (Peranannya dalam Perekonomian) Kanisius. Yogyakarta. Poedjiwidodo, Gembong Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Siregar, Tumpal., Slamet Riyadi., Laeli Nuraeni Budidaya, pengolahan, dan pemasaran Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta. Siswoputranto, P. S. 1983). Budidaya dan Pengolahan Coklat. Balai Penelitian Bogor, Sub Balai Penelitian Budidaya, Jember. Susanto, Hatta Cokelat Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius Yogyakarta. Wahyudi, T. T.R Pangabean., dan Pujianto Panduan Lengkap Kakao Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.

35 LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil pengukuran kadar air 7 hari sebelum panen Tanggal pengamatan Sampel Bagian Berat sebelum di oven Berat total (gr) Berat kasa (gr) Berat basa (gr) pangkal A tengah ujung biji pangkal /11/2012 B tengah ujung biji pangkal C tengah ujung biji pangkal D tengah ujung biji pangkal /11/2012 E tengah ujung biji pangkal F tengah ujung biji pangkal G tengah ujung biji pangkal /11/2012 H tengah ujung biji pangkal I tengah ujung biji

36 pangkal J tengah ujung biji pangkal /11/2012 K tengah ujung biji pangkal L tengah ujung biji pangkal M tengah ujung biji pangkal /12/2012 N tengah ujung biji pangkal O tengah ujung Biji Sumber: Data primer setelah diolah, 2013

37 Lampiran 1. Lanjutan Tanggal pengamatan 26/11/ /11/ /11/2012 Sampel A B C D E F G H I Bagian Berat sesudah di oven KADAR Berat Berat Berat AIR total (gr) kasa (gr) kering (gr) pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji

38 pangkal J tengah ujung biji pangkal /12/2012 K tengah ujung biji pangkal L tengah ujung biji pangkal M tengah ujung biji pangkal /12/2012 N tengah ujung biji pangkal O tengah ujung biji Sumber: Data primer setelah diolah, 2013 Lampiran 2. Hasil pengukuran rata-rata KABB (%) kulit buah dan KABB (%) biji 7 hari sebelum panen Tanggal pengukuran Hari Petik KA-bb Klt KA-Bb Biji 21/11/ /11/ /11/ /11/ /12/

39 Lampiran 3. Hasil pengukuran kadar air saat panen Tanggal pengamatan 11/12/ /12/ /12/2012 Sampel A B C D E F G H I Bagian Berat sebelum di oven Berat total (gr) Berat kasa (gr) Berat basa (gr) pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji

40 pangkal J tengah ujung biji pangkal /12/2012 K tengah ujung biji pangkal L tengah ujung biji pangkal M tengah ujung biji pangkal /12/2012 N tengah ujung biji pangkal O tengah ujung biji Sumber: Data primer setelah diolah, 2013

41 Lampiran 3. Lanjutan Berat sesudah di oven Tanggal pengamatan Sampel Bagian Berat Berat Berat total (gr) kasa (gr) kering (gr) 26/11/ /12/ /12/2012 A B C D E F G H I Kadar Air pangkal tengah ujung Biji pangkal tengah ujung Biji pangkal tengah ujung Biji pangkal tengah ujung Biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji pangkal tengah ujung biji

42 pangkal J tengah ujung biji pangkal /12/2012 K tengah ujung biji pangkal L tengah ujung biji pangkal M tengah ujung biji pangkal /12/2012 N tengah ujung biji pangkal O tengah ujung biji Sumber: Data primer setelah diolah, 2013 Lampiran 4. Hasil pengukuran rata-rata KABB (%) kulit buah dan KABB (%) biji saat panen Tanggal pengukuran Hari Petik KA-Bb Klt KA-Bb Biji 11/12/ /12/ /12/ /12/ /12/ Sumber: Data primer setelah diolah, 2013

43 Lampiran 5. Hasil pengukuran tingkat kekerasan 7 hari sebelum panen Tanggal pengamatan Sampel Bagian F (kg) F(N) D (mm) T (dtk) Pangkal A Tengah Ujung Pangkal B Tengah Ujung Pangkal /11/2012 C Tengah Ujung Pangkal D Tengah Ujung Pangkal E Tengah Ujung Pangkal A Tengah Ujung Pangkal B Tengah Ujung Pangkal /11/2012 C Tengah Ujung Pangkal D Tengah Ujung Pangkal E Tengah Ujung Pangkal A Tengah Ujung Pangkal /11/2012 B Tengah Ujung Pangkal C Tengah Ujung

44 Pangkal D Tengah Ujung Pangkal E Tengah Ujung Pangkal A Tengah Ujung Pangkal B Tengah Ujung Pangkal /11/2012 C Tengah Ujung Pangkal D Tengah Ujung Pangkal E Tengah Ujung Pangkal A Tengah Ujung Pangkal B Tengah Ujung Pangkal /12/2012 C Tengah Ujung Pangkal D Tengah Ujung Pangkal E Tengah Ujung Sumber: Data primer setelah diolah, 2013

45 Lampiran 6. Hasil pengukuran rata-rata tingkat kekerasan 7 hari sebelum panen Bagian Rata-rata F(N) 1 (20/11/2012) 2 (23/11/2012) 3 (26/11/2012) 4 ( ) 5 (3/12/2012) Pangkal Tengah Ujung rata-rata Sumber: Data primer setelah diolah, 2013 Lampiran 7. Hubungan tingkat kekerasan dan waktu tunda 7 hari sebelum panen Waktu tunda (hari) Tingkat kekerasan F(N) Sumber: Data primer setelah diolah, 2013 Lampiran 8. Hasil pengukuran tingkat kekerasan sepanjang daging buah Waktu tunda (hari) Pangkal Tengah Ujung Sumber: Data primer setelah diolah, 2013 Lampiran 9. Hubungan antara tingkat kekerasan F(N) dan KABB (%) Rata-rata tingkat KA BB F(N) kekerasan F(N) Sumber: Data primer setelah diolah, 2013

46 Lampiran 10. Hasil pengukuran tingkat kekerasan saat panen Tanggal pengamatan Sampel Bagian F (kg) F(N) D (mm) T (dtk) Pangkal A Tengah Ujung Pangkal B Tengah Ujung Pangkal /12/2012 C Tengah Ujung Pangkal D Tengah Ujung Pangkal E Tengah Ujung Pangkal A Tengah Ujung Pangkal B Tengah Ujung Pangkal /12/2012 C Tengah Ujung Pangkal D Tengah Ujung Pangkal E Tengah Ujung Pangkal A Tengah Ujung Pangkal /12/2012 B Tengah Ujung Pangkal C Tengah Ujung

47 Pangkal D Tengah Ujung Pangkal E Tengah Ujung Pangkal A Tengah Ujung Pangkal B Tengah Ujung Pangkal /12/2012 C Tengah Ujung Pangkal D Tengah Ujung Pangkal E Tengah Ujung Pangkal A Tengah Ujung Pangkal B Tengah Ujung Pangkal /12/2012 C Tengah Ujung Pangkal D Tengah Ujung Pangkal E Tengah Ujung Sumber: Data primer setelah diolah, 2013

48 Lampiran 11. Hasil pengukuran rata-rata tingkat kekerasan saat panen Bagian Rata-rata F(N) 1 (11/12/2012) 2 ( ) 3 ( ) 4 ( ) 5 ( ) Pangkal Tengah Ujung Rata Sumber: Data primer setelah diolah, 2013 Lampiran 12. Hubungan tingkat kekerasan dan waktu tunda saat panen Waktu tunda (Hari) Tingkat kekerasan F(N) Sumber: Data primer setelah diolah, 2013 Lampiran 13. Hasil pengukuran tingkat kekerasan sepanjang daging buah Waktu tunda (Hari) Pangkal Tengah Ujung Sumber: Data primer setelah diolah, 2013 Lampiran 14. Hubungan antara tingkat kekerasan F(N) dan KABB (%) Rata-rata tingkat KA BB kekerasan F(N) Sumber: Data primer setelah diolah, 2013

49 Lampiran 15. Foto Kegiatan Penelitian 1. Sampel Buah Kakao 2. Biji Kakao + Pulp 3. Biji Kakao Tanpa Pulp 4. Daging Buah 5. Oven 6. Biji Kering

50 7. Penyimpanan Biji Padatan 8. Pengukuran 1 Texture Analyzer 9. Pengukuran 2 Texture Analyzer 10. Pengukuran 3 Texture Analyzer 11. Pengukuran 4 Texture Analyzer 12. Pengukuran 5 Texture Analyzer

ABSTRAK II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN

ABSTRAK II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEKERASAN DAN WAKTU PEMECAHAN DAGING BUAH KAKAO (THEOBROMA CACAO L) 1) MUH. IKHSAN (G 411 9 272) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan OLLY SANNY HUTABARAT 3) ABSTRAK Permasalahan kakao Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis-Jenis Kakao Tanaman kakao (Theobroma cacao, L) atau lebih dikenal dengan nama cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai macam tetapi

Lebih terperinci

BAHAN PENYEGAR. Definisi KAKAO COCOA & CHOCOLATE COKLAT 10/27/2011

BAHAN PENYEGAR. Definisi KAKAO COCOA & CHOCOLATE COKLAT 10/27/2011 KAKAO BAHAN PENYEGAR COKLAT COCOA & CHOCOLATE Definisi Kakao : biji coklat yang belum mengalami pengolahan dan kadar air masih tinggi (>15%) Cocoa : biji coklat yang sudah dikeringkan dengan kadar air

Lebih terperinci

SURVEY PEMBUATAN KOPRA PETANI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR, SULAWESI BARAT OLEH ADRIANTO TAMBING G

SURVEY PEMBUATAN KOPRA PETANI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR, SULAWESI BARAT OLEH ADRIANTO TAMBING G SURVEY PEMBUATAN KOPRA PETANI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR, SULAWESI BARAT OLEH ADRIANTO TAMBING G62107004 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERUBAHAN WARNA PADA SALAK (Salacca edulis) SELAMA PENGERINGAN LAPISAN TIPIS. Oleh : NURUL FADHILAH YAMIN G

PERUBAHAN WARNA PADA SALAK (Salacca edulis) SELAMA PENGERINGAN LAPISAN TIPIS. Oleh : NURUL FADHILAH YAMIN G PERUBAHAN WARNA PADA SALAK (Salacca edulis) SELAMA PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Oleh : NURUL FADHILAH YAMIN G 621 08 285 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara dari Asia

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara dari Asia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara dari

Lebih terperinci

":1 ",_,.!.\.,~,. ""~J ;)"'" BABI PENDAHULUAN. Tanaman coklat (Theobroma cocoa L) adalah tanaman yang berasal dari

:1 ,_,.!.\.,~,. ~J ;)' BABI PENDAHULUAN. Tanaman coklat (Theobroma cocoa L) adalah tanaman yang berasal dari Bab 1. Pendahuluan \ ":1 ",_,.!.\.,~,. ""~J ;)"'" BABI ". '" ~ '. i --_/ I-I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman coklat (Theobroma cocoa L) adalah tanaman yang berasal dari daerah antara perairan sungai

Lebih terperinci

MEMPELAJARI TINGKAT KEKERASAN BIJI JAGUNG SELAMA PENGERINGAN LAPISAN TIPIS. Oleh : RESKI FAUZI G

MEMPELAJARI TINGKAT KEKERASAN BIJI JAGUNG SELAMA PENGERINGAN LAPISAN TIPIS. Oleh : RESKI FAUZI G MEMPELAJARI TINGKAT KEKERASAN BIJI JAGUNG SELAMA PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Oleh : RESKI FAUZI G 621 08 005 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari bahan cokelat karena kandungan

PENDAHULUAN. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari bahan cokelat karena kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Pada abad modern hampir semua orang mengenal cokelat, merupakan bahan makanan yang banyak digemari masyarakat, terutama bagi anak-anak dan remaja. Salah satu keunikan dan keunggulan

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

STUDI TENTANG ASAM ASETAT DAN ASAM LAKTAT YANG DIHASILKAN SELAMA PROSES FERMENTASI PELURUHAN BUAH KAKAO

STUDI TENTANG ASAM ASETAT DAN ASAM LAKTAT YANG DIHASILKAN SELAMA PROSES FERMENTASI PELURUHAN BUAH KAKAO STUDI TENTANG ASAM ASETAT DAN ASAM LAKTAT YANG DIHASILKAN SELAMA PROSES FERMENTASI PELURUHAN BUAH KAKAO PENELITIAN Disusun Oleh : RIZKY DWI PUSPITA NINGRUM NPM : 0531010029 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

Disusun oleh A. Rahman, A. Purwanti, A. W. Ritonga, B. D. Puspita, R. K. Dewi, R. Ernawan i., Y. Sari BAB 1 PENDAHULUAN

Disusun oleh A. Rahman, A. Purwanti, A. W. Ritonga, B. D. Puspita, R. K. Dewi, R. Ernawan i., Y. Sari BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan manusia modern saat ini tidak terlepas dari berbagai jenis makanan yang salah satunya adalah cokelat yang berasal dari buah kakao.kakao merupakan salah satu komoditas

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao TANAMAN PERKEBUNAN Kelapa Melinjo Kakao 1. KELAPA Di Sumatera Barat di tanam 3 (tiga) jenis varietas kelapa, yaitu (a) kelapa dalam, (b) kelapa genyah, (c) kelapa hibrida. Masing-masing mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

PERUBAHAN WARNA PADA CABAI RAWIT (Capsicum frutescense) SELAMA PENGERINGAN LAPISAN TIPIS

PERUBAHAN WARNA PADA CABAI RAWIT (Capsicum frutescense) SELAMA PENGERINGAN LAPISAN TIPIS PERUBAHAN WARNA PADA CABAI RAWIT (Capsicum frutescense) SELAMA PENGERINGAN LAPISAN TIPIS OLEH : NUZLUL MUSDALIFAH G 621 08 006 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pada Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia, yakni sebagai penghasil devisa negara, penyedia

Lebih terperinci

POLA SEBARAN KARAKTERISTIK FISIK BIJI KAKAO (Theobroma Cacao L.) BERDASARKAN POSISI BUAH PADA POHON OLEH : JURNIATI G

POLA SEBARAN KARAKTERISTIK FISIK BIJI KAKAO (Theobroma Cacao L.) BERDASARKAN POSISI BUAH PADA POHON OLEH : JURNIATI G POLA SEBARAN KARAKTERISTIK FISIK BIJI KAKAO (Theobroma Cacao L.) BERDASARKAN POSISI BUAH PADA POHON OLEH : JURNIATI G 621 07 038 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKTERI ASAM LAKTAT PENGHASIL SENYAWA ANTIKAPANG PADA FERMENTASI KAKAO

KARAKTERISTIK BAKTERI ASAM LAKTAT PENGHASIL SENYAWA ANTIKAPANG PADA FERMENTASI KAKAO KARAKTERISTIK BAKTERI ASAM LAKTAT PENGHASIL SENYAWA ANTIKAPANG PADA FERMENTASI KAKAO SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Strata Satu

Lebih terperinci

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI Secangkir kopi dihasilkan melalui proses yang sangat panjang. Mulai dari teknik budidaya, pengolahan pasca panen hingga ke penyajian akhir. Hanya

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER DAN SEKUNDER BIJI KAKAO

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER DAN SEKUNDER BIJI KAKAO TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER DAN SEKUNDER BIJI KAKAO Biji kakao merupakan biji dari buah tanaman kakao (Theobroma cacao LINN) yang telah difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan. Lebih dari 76% kakao yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pantai Gading dan Ghana. Hasil panen dari perkebunan coklat yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. Pantai Gading dan Ghana. Hasil panen dari perkebunan coklat yang ada di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini Indonesia adalah penghasil kakao terbesar di dunia ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Hasil panen dari perkebunan coklat yang ada di Indonesia cukup tinggi

Lebih terperinci

Penangan Pascapanen Kakao di Desa Tarobok Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara

Penangan Pascapanen Kakao di Desa Tarobok Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara VOLUME 4 NO. 2 JUNI 2016 Penangan Pascapanen Kakao di Desa Tarobok Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara Sumantri 1 dan Sri Hastuty, S. 2 Email : sumantri_sp@yahoo.com Universitas Cokroaminoto Palopo

Lebih terperinci

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Jl. Samarinda Paal Lima Kota Baru Jambi 30128

Lebih terperinci

PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK

PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK Oleh : AGUNG SETIAWAN F14102082 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR AGUNG SETIAWAN. F14102082. Penentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN. Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN. Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu semenanjung Malaysia, Thailand, Myanmar dan

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai

Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai VARIETAS ANJASMORO KABA SINABUNG No. Galur MANSURIAV395-49-4 MSC 9524-IV-C-7 MSC 9526-IV-C-4 Asal Seleksi massa dari populasi Silang ganda 16 tetua Silang ganda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan Indonesia yang memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Dairi merupakan salah satu daerah

Dairi merupakan salah satu daerah Produksi Kopi Sidikalang di Sumatera Utara Novie Pranata Erdiansyah 1), Djoko Soemarno 1), dan Surip Mawardi 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118. Kopi Sidikalang

Lebih terperinci

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Bagi Indonesia kopi (Coffea sp) merupakan salah satu komoditas yang sangat diharapkan peranannya sebagai sumber penghasil devisa di luar sektor minyak dan gas bumi. Disamping sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Tanaman Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Tanaman Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditi BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Aspek Agronomi Kakao Tanaman Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditi Perkebunan Unggulan, hal ini tergambar dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kakao Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Karena itu tanaman ini digolongkan kedalam kelompok tanaman Caulifloris. Adapun sistimatika

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Oleh: Ir. Nur Asni, MS PENDAHULUAN Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai

Lebih terperinci

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan KOPI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BAHAN PENYEGAR Mutu kopi dipengaruhi pengolahan dari awal - pemasaran. Kadar air kopi kering adalah 12-13% 13% Pada kadar air ini : 1. mutu berkecambah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kakao Tanaman kakao mempunyai sistematika sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1988 dalam Syakir et al., 2010) Divisi Sub Divisi Kelas Sub Kelas Famili Ordo Genus : Spermatophyta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dari buah kakao (Theobroma cacao. L) yang tumbuh di berbagai

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dari buah kakao (Theobroma cacao. L) yang tumbuh di berbagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Biji kakao merupakan bahan baku utama pembuatan produk cokelat, dihasilkan dari buah kakao (Theobroma cacao. L) yang tumbuh di berbagai daerah beriklim tropis. Kakao

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

Peningkatan Mutu Biji Kakao Dengan Cara Perlakuan Perendaman Kapur Pada Saat Fermentasi

Peningkatan Mutu Biji Kakao Dengan Cara Perlakuan Perendaman Kapur Pada Saat Fermentasi Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Politeknik Negeri Lampung 29 April 2015 ISBN 978-602-70530-2-1 halaman 330-336 Peningkatan Mutu Biji Kakao Dengan Cara Perlakuan Perendaman Kapur Pada Saat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *)

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *) Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif Oleh : Sri Purwanti *) Pendahuluan Pangan produk peternakan terutama daging, telur dan susu merupakan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan secara nasional adalah kakao (Sufri, 2007; Faisal Assad dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan secara nasional adalah kakao (Sufri, 2007; Faisal Assad dkk., BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Analisis daya saing ekspor beberapa komoditas pertanian dengan berbagai pendekatan parameter komparatif, trade mapping, tren pertumbuhan, kontribusi devisa dan sebaran

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil penentuan mutu biji kakao yang diperoleh dengan berdasarkan uji

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil penentuan mutu biji kakao yang diperoleh dengan berdasarkan uji BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari hasil penentuan mutu biji kakao yang diperoleh dengan berdasarkan uji visual dan kadar air dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 2 hasil yang di dapat No Jenis

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan bagi. perekonomian Indonesia, karena menghasilkan devisa negara, menyediakan

I. PENDAHULUAN. Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan bagi. perekonomian Indonesia, karena menghasilkan devisa negara, menyediakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan bagi perekonomian Indonesia, karena menghasilkan devisa negara, menyediakan lapangan kerja dan mendorong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nama latin Carica pubescens atau Carica candamarcencis. Tanaman ini masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nama latin Carica pubescens atau Carica candamarcencis. Tanaman ini masih 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komoditas Tanaman Carica Tanaman carica atau biasa disebut papaya dieng atau gandul dieng memiliki nama latin Carica pubescens atau Carica candamarcencis. Tanaman ini masih

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat 20 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan ekspor non migas. Selain itu juga kakao juga digunakan

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan ekspor non migas. Selain itu juga kakao juga digunakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao Linn) atau lazim pula disebut tanaman cokelat, merupakan komoditas perkebunan yang terus dipacu perkembangannya, terutama untuk meningkatkan ekspor

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 di Desa Margototo Metro Kibang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 di Desa Margototo Metro Kibang 18 III. METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 di Desa Margototo Metro Kibang dan Laboratorium Tanaman I, Politeknik Negeri Lampung. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

RESKI FEBYANTI RAUF G

RESKI FEBYANTI RAUF G MODEL PENGERINGAN LAPISAN TIPIS DAN IDENTIFIKASI PERUBAHAN WARNA SELAMA PROSES PENGERINGAN BIJI SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) VARIETAS NUMBU SKRIPSI Oleh RESKI FEBYANTI RAUF G 621 08 271 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

4.3.10. Pokok Bahasan 10: Pengamatan Panen. Tujuan Intruksional Khusus:

4.3.10. Pokok Bahasan 10: Pengamatan Panen. Tujuan Intruksional Khusus: 108 4.3.10. Pokok Bahasan 10: Pengamatan Panen Tujuan Intruksional Khusus: Setelah mengikuti course content ini mahasiswa dapat menjelaskan kriteria, komponen dan cara panen tanaman semusim dan tahunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi. merupakan tanaman unggulan yang sudah dikembangkan dan juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi. merupakan tanaman unggulan yang sudah dikembangkan dan juga menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon dan termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi merupakan tanaman unggulan yang sudah dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

MUTU BIJI KAKAO LINDAK PADA BERBAGAI LAMA WAKTU FERMENTASI

MUTU BIJI KAKAO LINDAK PADA BERBAGAI LAMA WAKTU FERMENTASI J. Agrisains 6 (2) : 73-80, Agustus 2005 ISSN : 1412-3657 MUTU BIJI KAKAO LINDAK PADA BERBAGAI LAMA WAKTU FERMENTASI Oleh : Nursalam *) ABSTRACT The purposes of the research were to know the quality of

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005 PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN Malang, 13 Desember 2005 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN

Lebih terperinci

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM Penanganan dan Pengelolaan Saat Panen Mengingat produk tanaman obat dapat berasal dari hasil budidaya dan dari hasil eksplorasi alam maka penanganan

Lebih terperinci

Manajemen Sortasi dan Pemecahan Buah Kakao (Theobroma cacao L.) di Jawa Tengah. Management of Handling Cocoa Pod (Theobroma cacao L.

Manajemen Sortasi dan Pemecahan Buah Kakao (Theobroma cacao L.) di Jawa Tengah. Management of Handling Cocoa Pod (Theobroma cacao L. Manajemen Sortasi dan Pemecahan Buah Kakao (Theobroma cacao L.) di Jawa Tengah Management of Handling Cocoa Pod (Theobroma cacao L.) in Central Java Ruswandi Rinaldo, dan M.A. Chozin 1* Departemen Agronomi

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biji kakao merupakan bahan baku pembuatan produk cokelat yang bernilai

BAB I PENDAHULUAN. Biji kakao merupakan bahan baku pembuatan produk cokelat yang bernilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biji kakao merupakan bahan baku pembuatan produk cokelat yang bernilai ekonomi tinggi. Menurut Wahyudi dkk. (2008), biji kakao diperoleh dari biji buah tanaman kakao

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dosis ragi dan frekuensi pengadukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dosis ragi dan frekuensi pengadukan 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kadar Air Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dosis ragi dan frekuensi pengadukan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air biji kakao serta tidak

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry.

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu hasil perkebunan Indonesia yang cukup potensial. Di tingkat dunia, kakao Indonesia menempati posisi ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana.

Lebih terperinci

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1)

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1) Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur Diany Faila Sophia Hartatri 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Penanganan pascapanen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut atau sea weeds secara ilmiah dikenal dengan istilah alga atau ganggang. Rumput laut termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil.

Lebih terperinci

Sumber Pustaka Hilman. Y. A. Hidayat, dan Suwandi Budidaya Bawang Putih Di Dataran Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta.

Sumber Pustaka Hilman. Y. A. Hidayat, dan Suwandi Budidaya Bawang Putih Di Dataran Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta. PANEN BAWANG PUTIH Tujuan : Setelah berlatih peserta terampil dalam menentukan umur panen untuk benih bawang putih serta ciri-ciri tanaman bawang putih siap untuk dipanen 1. Siapkan tanaman bawang putih

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN

PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN Oleh : drh. Linda Hadju Widyaiswara Madya BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI 2012 PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN Oleh : drh. Linda Hadju Widyaiswara Madya BALAI PELATIHAN PERTANIAN

Lebih terperinci

ALAT PEMISAH BIJI KAKAO SEDERHANA DITINJAU DARI SEGI KUALITAS DAN KAPASITAS HASIL

ALAT PEMISAH BIJI KAKAO SEDERHANA DITINJAU DARI SEGI KUALITAS DAN KAPASITAS HASIL ALAT PEMISAH BIJI KAKAO SEDERHANA DITINJAU DARI SEGI KUALITAS DAN KAPASITAS HASIL 1. Pendahuluan Kabupaten Donggala merupakan produsen kakao utama untuk propinsi Sulawesi Tengah. Luas pertanaman kakao

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. populer di Indonesia. Buah dengan julukan The King of fruits ini termasuk dalam

BAB I PENDAHULUAN. populer di Indonesia. Buah dengan julukan The King of fruits ini termasuk dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Durian (Durio zibethinus murr) adalah salah satu buah yang sangat populer di Indonesia. Buah dengan julukan The King of fruits ini termasuk dalam famili Bombacaceae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

PEMBUATAN KERIPIK WALUH (Cucurbita) MENGGUNAKAN ALAT VACUUM FRYER DENGAN VARIABEL WAKTU DAN SUHU

PEMBUATAN KERIPIK WALUH (Cucurbita) MENGGUNAKAN ALAT VACUUM FRYER DENGAN VARIABEL WAKTU DAN SUHU TUGAS AKHIR PEMBUATAN KERIPIK WALUH (Cucurbita) MENGGUNAKAN ALAT VACUUM FRYER DENGAN VARIABEL WAKTU DAN SUHU (Making Chips Pumpkins (Cucurbita) Using Vacuum Equipment Fryer with Variable Time and Temperature)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dikenal sebagai The King of Vegetable dan produksinya menempati urutan keempat dunia setelah beras, gandum dan jagung (The International

Lebih terperinci

PENGERINGAN PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok

PENGERINGAN PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok PENGERINGAN PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok I. LATAR BELAKANG Kegiatan pengeringan merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam usaha mempertahankan mutu gabah. Kadar air gabah yang baru dipanen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengembangannya, terutama untuk meningkatkan ekspor non migas. Selain itu

I. PENDAHULUAN. pengembangannya, terutama untuk meningkatkan ekspor non migas. Selain itu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan komoditas perkebunan andalan yang terus dipacu pengembangannya, terutama untuk meningkatkan ekspor non migas. Selain itu juga digunakan untuk memenuhi

Lebih terperinci

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) a. www.aquaportail.com b. Dok. Pribadi c. Mandegani et.al (2016) Rumput laut

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha penggemukan. Penggemukan sapi potong umumnya banyak terdapat di daerah dataran tinggi dengan persediaan

Lebih terperinci

PEMBUATAN ES KRIM COKLAT MENGGUNAKAN ALAT HOMOGENIZER

PEMBUATAN ES KRIM COKLAT MENGGUNAKAN ALAT HOMOGENIZER PROPOSAL TUGAS AKHIR PEMBUATAN ES KRIM COKLAT MENGGUNAKAN ALAT HOMOGENIZER Ice Cream Chocolate Making by Using a Homogenizer Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit 2.1.1 Sejarah Perkelapa Sawitan Mengenai daerah asal kelapa sawit terdapat beberapa pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa kalapa sawit berasal dari

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si.

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai segar mempunyai daya simpan yang sangat singkat. Oleh karena itu, diperlukan penanganan pasca panen mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang. Tujuannya adalah untuk menciptakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

T E M P E 1. PENDAHULUAN

T E M P E 1. PENDAHULUAN T E M P E 1. PENDAHULUAN Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PUCUK DAUN TEH Pucuk teh sangat menentukan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN KAKAO

PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN KAKAO 2012, No.908 6 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 51/Permentan/OT.140/9/2012 TANGGAL 4 September 2012 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN KAKAO Tanaman kakao berasal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KULIT LIMBAH COKLAT MENJADI PEKTIN DENGAN EKSTRAKSI SOXHLET SKRIPSI. Oleh : SUSETYO TRIATMOJO NPM : PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

PEMANFAATAN KULIT LIMBAH COKLAT MENJADI PEKTIN DENGAN EKSTRAKSI SOXHLET SKRIPSI. Oleh : SUSETYO TRIATMOJO NPM : PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA PEMANFAATAN KULIT LIMBAH COKLAT MENJADI PEKTIN DENGAN EKSTRAKSI SOXHLET SKRIPSI Oleh : SUSETYO TRIATMOJO NPM : 0831010059 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

I NYOMAN WATA APHP Ahli Muda, Dinas Perkebunan Provinsi Bali ABSTRAK

I NYOMAN WATA APHP Ahli Muda, Dinas Perkebunan Provinsi Bali ABSTRAK MENINGKATKAN MUTU DAN NILAI TAMBAH PRODUKSI KAKAO DENGAN CARA FERMENTASI BIJI KAKAO (STUDI KASUS PETANI KAKAO DI SUBAK ABIAN SUCI KECAMATAN SELEMADEG TIMUR KABUPATEN TABANAN) I NYOMAN WATA APHP Ahli Muda,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci