POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN BIOENERGI (BIOETANOL) BERBAHAN BAKU UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN BIOENERGI (BIOETANOL) BERBAHAN BAKU UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG"

Transkripsi

1 Potensi dan Kendala Pengembangan Bioenergi (Bioetanol) Berbahan Baku Ubi Kayu di Provinsi Lampung 297 POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN BIOENERGI (BIOETANOL) BERBAHAN BAKU UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG Potential and Constraints in Cassava-based Bioenergy (Bioethanol) Development in Lampung Province Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.70, Bogor ABSTRACT Along with increasingly limited availability of fossil energy, seeking alternative energy sources is a must. Cassava is one of the crops that can be processed into a source of energy (bioethanol). This study aimed to analyze Potential for development, issues, and factors influencing the development of cassava-based bioethanol in Lampung Province within the framework of sustainable agriculture-bioindustry system. Data collected were primary and secondary data. Results of the study indicated that Lampung is the largest cassava producing center nationwide, covering about 29.64% of total harvested area of cassava in Indonesia. Cassava production in Lampung in 2013 reached 8.24 million tons, or equivalent to bioethanol potential as much as 1, kl/year. In Lampung, there are four industries processing cassava into bioethanol, with a total capacity amounted to 212,500 MT in Some obstacles encountered in the development of cassava as raw material for ethanol included cost of farming which tend to be expensive, fluctuating cassava prices, competition with other crop plants that have a high price, and low cassava productivity. To produce bioethanol 99.5%, production cost (excluding cassava as raw material) reached Rp3,295/liter, while total production cost of 1 liter of ethanol reached Rp6,655/liter. The selling price of ethanol at the industry reached Rp7,000/liter, so that income level achieved at Rp345/liter with R/C ratio at Factors affecting the successful development of cassava as raw material for bioethanol are: increasing the role of counseling, coordination among related intitutions, conducive policies, continuous coaching, and human resource development through farmer empowerment. Keywords: cassava, bioethanol, Lampung Province ABSTRAK Seiring dengan makin terbatasnya ketersediaan energi dari fosil, maka harus dicarikan sumber energi alternatif lain. Ubi kayu merupakan salah satu tanaman yang dapat diolah menjadi sumber energi (bioetanol). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi pengembangan, permasalahan, dan faktor yang memengaruhi pengembangan bioetanol dari ubi kayu di Provinsi Lampung dalam kerangka sistem pertanianbioindustri berkelanjutan. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Hasil penelitian mendapatkan bahwa Provinsi Lampung merupakan sentra produksi ubi kayu terbesar nasional, dengan pangsa luas sekitar 29,64% terhadap luas areal ubi kayu nasional. Produksi ubi kayu di Lampung tahun 2013 mencapai 8,24 juta ton, atau potensi untuk dapat diolah menjadi bioetanol sebesar 1.267,33 kl/tahun. Di Lampung terdapat empat industri yang melakukan pengolahan ubi kayu menjadi bioetanol, dengan total kapasitasnya tahun 2009 mencapai MT/tahun. Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol antara lain biaya usaha tani yang cenderung mahal, harga ubi kayu cenderung berfluktuasi, persaingan tanaman dengan tanaman yang memiliki harga yang tinggi, dan produktivitas ubi kayu yang masih rendah. Untuk menghasilkan bioetanol 99,5% total biaya produksi di luar bahan baku ubi kayu mencapai Rp3.295/liter, dan total biaya produksi untuk menghasilkan 1 liter etanol mencapai Rp6.655/liter. Harga jual etanol di tingkat industri mencapai Rp7.000/liter sehingga tingkat pendapatan yang diraih mencapai Rp345/liter dengan R/C sebesar 1,05. Faktor yang memengaruhi keberhasilan pengembangan ubi kayu untuk bahan baku bioetanol adalah peningkatan peran penyuluhan, koordinasi instansi terkait, kebijakan yang kondusif, pembinaan yang berkesinambungan, dan peningkatan SDM petani. Kata kunci: ubi kayu, bioetanol, Provinsi Lampung

2 298 Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial PENDAHULUAN Seiring dengan makin terbatasnya ketersediaan energi dari fosil, maka harus dicarikan sumber energi alternatif lain. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa tanaman seperti kelapa sawit, jagung, ubi kayu, tebu, tanaman jarak, kemiri sunan dan kotoran ternak dapat diolah menjadi sumber energi. Apabila energi sumber nabati ini dapat dikembangkan masyarakat terutama di perdesaan maka akan diciptakan masyarakat yang mandiri energi terutama untuk memenuhi kebutuhan energi rumah tangga sehari-hari. Harus diakui bahwa sampai saat ini ongkos produksi energi terbarukan masih lebih mahal dibandingkan dengan energi fosil (Kementan, 2010). Namun demikian, menurut Mentan (Kompas, Januari 2013) pemenuhan kebutuhan pangan harus menjadi prioritas utama dalam perumusan kebijakan dan pengembangan bioenergi jangan mengganggu pasokan pangan. Menurut Simatupang (2014), konsep pembaruan dalam sistem pertanian bioindustri dalam perspektif sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan akan mencakup: (1) usaha pertanian berbasis ekosistem intensif: memaksimumkan pendapatan dan nilai tambah melalui rekayasa ekologis (sinergi dan keseimbangan biosistem dan siklus bio-geo-kimiawi, (2) pengolahan seluruh hasil pertanian dengan konsep whole biomas biorefinery: I-O Multipliers, melipatgandakan ragam produk dan nilai tambah hasil pertanian, dan mengurangi limbah; dan (3) integrasi usaha pertanian-biodigesterbiorefinery: mengurangi ketergantungan energi, mengurangi penggunaan input eksternal, economies of scope, mengurangi limbah: ramah lingkungan dan mengurangi kebocoran hara dari agroekosistem. Berpijak dari hal tersebut, dalam rangka mengurangi ketergantungan akan energi fosil, maka penggunaan energi dari BBN sudah saatnya semakin dioptimalkan. Sesuai Inpres No. 1 tahun 2006, Kementerian Pertanian memiliki tugas, yaitu: (1) penyediaan tanaman bahan baku Bahan Bakar Nabati (BBN), (2) penyuluhan pengembangan tanaman untuk BBN, (3) penyediaan benih dan bibit tanaman BBN, dan (4) mengintegrasikan kegiatan pengembangan dan kegiatan pascapanen tanaman BBN. Terkait dengan kebijakan penyediaan bahan baku bioenergi, Kementerian Pertanian telah melakukan pengembangan/intensifikasi komoditas bahan baku bionenergi yang sudah ditanam secara luas, yaitu: kelapa sawit, kelapa, tebu, ubi kayu, dan sagu; melakukan pengkajian dan pengembangan komoditas potensial penghasil bioenergi: jarak pagar, kemiri sunan, nyamplung, dan aren; pemanfaatan biomassa limbah pertanian; dan pengembangan biogas dari kotoran ternak. Menurut Ditjen P2HP (2013), berbagai teknologi biofuel berbasis kelapa sawit telah siap untuk dikembangkan pada skala industri, sedangkan untuk bioetanol masih memerlukan penyempurnaan untuk bisa dikembangkan pada skala industri. Selanjutnya, menurut Ditjen P2HP (2009) pengembangan bioenergi perdesaan biogas telah dilaksanakan dengan pemanfaatan biomassa limbah ternak dan pengolahan hasil pertanian lainnya sebagai bahan baku memproduksi energi yang terbarukan. Pengembangan sumber energi alternatif telah berkembang di negara-negara Eropa yang bersumber dari tanaman jagung dan ubi kayu, biogas, dan sebagainya. Di Indonesia, pengembangan bionergi masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi berbagai kebijakan pengembangan yang ada saat ini, memetakan potensi dan permasalahan pengembangan bioenergi, khususnya dari bahan baku ubi kayu. Permasalahan dalam pengembangan bioindustri saat ini antara lain adalah masih tergantungnya input eksternal usaha tani dan belum memanfaatkan limbah pertanian secara optimal. Secara khusus dalam hal ini untuk pengembangan dan pemanfaatan bahan baku pertanian untuk penggunaan energi alternatif. Oleh karena itu, tujuan pengembangan bioindustri adalah untuk memutus ketergantungan petani terhadap input eksternal dan penguasa pasar yang mendominasi sumber daya pertanian serta dapat memanfaatkan bahan baku pertanian yang melimpah di samping untuk pangan juga untuk bahan baku bioenergi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi pengembangan bioetanol dari ubi kayu, menganalisis permasalahan pengembangan bioetanol dari ubi kayu, dan menganalisis prospek pengembangan bioetanol dari ubi kayu di Provinsi Lampung dalam kerangka sistem pertanian bioindustri berkelanjutan.

3 Potensi dan Kendala Pengembangan Bioenergi (Bioetanol) Berbahan Baku Ubi Kayu di Provinsi Lampung 299 METODE PENELITIAN Tinjauan Teoritis Beberapa tanaman yang potensial sebagai penghasil bioenergi adalah kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, kemiri sunan, kapas, kanola, dan rapeseed untuk biodiesel, serta ubi kayu, ubi jalar, tebu, sorgum, sagu, aren, nipah, dan lontar untuk bioetanol (Sumaryono, 2006). Selain potensial sebagai penghasil bioenergi, beberapa komoditas tersebut, seperti kelapa sawit, kelapa, kapas, ubi kayu, tebu, dan sagu, juga merupakan komoditas sumber bahan pangan dan pakan. Oleh karena itu, pengembangan komoditas penghasil bioenergi tersebut sebagian besar bahan bakunya akan bersaing dengan kebutuhan untuk pangan maupun pakan. Menurut Simatupang (2014), dalam pengembangan bioenergi di sektor pertanian harus mempertimbangkan pendekatan: (1) eksploratif prospektif: melihat kondisi eksisting, upaya untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan dari hasil penelitian, (2) analisis multifungsi, yaitu melakukan analisis seberapa jauh pengembangan bioenergi meningkatkan kesejahteraan petani, dilakukan dalam tatanan bisnis-ekonomi dengan mempertimbangkan aspek ekologi, dan (3) analisis komparatif, yaitu melihat antarpola pengembangan dan mencakup berbagai fungsi yang ada dalam pengembangan bioenergi. Target pemanfaatan bioenergi pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2025 sudah disusun oleh Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, Kementerian ESDM. Pada tahun 2005 target pemanfaatan bioenergi secara total sebesar 2,86 juta kl. Target untuk biodiesel sebesar 1,31 juta kl, bioetanol sebesar 0,81 juta kl, pengganti minyak tanah sebesar 0,52 juta kl, dan pengganti fuel oil sebesar 0,22 juta kl. Pada tahun 2025 target pemanfaatan bioenergi meningkat secara total hampir sepuluh kali lipat menjadi 22,26 juta kl. Adanya target pemanfaatan bioenergi merupakan peluang pasar bagi industri bioenergi di Indonesia. Peluang pasar yang sangat besar yaitu 22,26 juta kl seharusnya dapat ditangkap oleh investor untuk membuat pabrik bioenergi baik biodiesel, bioetanol, pengganti minyak tanah maupun pengganti fuel oil di Indonesia (Tabel 1) (Kementerian ESDM, 2009). Tabel 1. Target pemanfaatan bioenergi (dalam jutaan kl), Jenis bioenergi Biodiesel 1,31 2,41 3,8 4,60 10,22 Bioetanol 0,81 1,48 1,95 2,83 6,28 Pengganti minyak tanah 0,52 0,96 1,27 1,83 4,07 Pengganti fuel oil 0,22 0,40 0,53 0,76 1,63 Total (bioenergi) 2,86 5,25 6,92 10,02 22,26 Sumber: Kementerian ESDM (2009) Menurut Susmiati et al. (2011), ubi kayu merupakan salah satu jenis bahan yang cukup potensial dan prospektif untuk dikembangkan sebagai bahan baku bioetanol karena kandungan patinya cukup tinggi dan adaptif untuk ditanam di lahan-lahan marginal. Produksi etanol dari ubi kayu biasanya menggunakan enzim untuk menghidrolisis pati. Hidrolisis secara enzimatis menggunakan enzim α-amilase dan amiloglukosidase tidak mampu mengonversi serat menjadi gula. Hidrolisis asam berkonsentrasi rendah dilakukan untuk mengonversi pati dan serat, sehingga gula-gula sederhana yang dapat difermentasi meningkat dan menghasilkan produksi etanol tinggi. Selanjutnya Mailool et al. (2011) mengemukakan bahwa dengan kandungan pati yang tinggi dalam singkong, maka untuk menjadikan singkong sebagai bahan utama pembuatan bioetanol akan lebih baik. Penggunaan bioetanol menjadi bahan bakar kendaraan dapat menjadi sebuah alternatif yang aman karena sumbernya berasal dari tumbuhan dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Menurut Smith et al. (2006), produksi etanol yang dihasilkan oleh suatu proses ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: (1) bahan baku yang tersedia, (2) banyaknya gula hasil konversi

4 300 Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial bahan baku yang siap difermentasi, dan (3) efisiensi dari proses fermentasi gula untuk menghasilkan alkohol. Lokasi dan Sampel Penelitian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur, Provinsi Lampung. Kedua kabupaten tersebut di Lampung merupakan wilayah yang dominan terdapatnya tanaman ubi kayu dan terdapatnya industri bioetanol berbahan baku ubi kayu. Sampel kajian dari penelitian ini adalah petani ubi kayu berjumlah 30 petani dan industri pengolah ubi kayu menjadi bioetanol. Metode Analisis Data yang diperoleh mencakup data-data kuantitatif dan kualitatif. Data-data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel-tabel analisis dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif. Datadata kualitatif dari hasil penelitian disajikan sebagai bahan pembahasan dan mendukung data kuantitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Pengembangan Bioetanol Ubi kayu dapat diolah menjadi pati. Pati merupakan senyawa karbohidrat kompleks. Sebelum difermentasi, pati diubah menjadi glukosa, karbohidrat yang lebih sederhana. Untuk mengurai pati, perlu bantuan cendawan Aspergillus sp. Cendawan itu menghasilkan enzim alfa amilase dan glukoamilase yang berperan mengurai pati menjadi glukosa alias gula sederhana. Setelah menjadi gula, baru difermentasi menjadi etanol. Bioetanol merupakan hasil rekayasa dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (enzimatik dan fermentasi). Ubi kayu merupakan bahan baku yang memiliki efisiensi tertinggi setelah jagung dan tetes. Berdasarkan rataan hasil panen ubi kayu berkisar ton/ha/tahun, dan dapat menghasilkan etanol antara liter/ha/tahun (Tabel 2). Untuk mendukung industri bioetanol, maka penyediaan bahan baku yang antara lain adalah ubi kayu memegang peranan yang sangat penting. Pengembangan ubi kayu dapat diarahkan pada daerah-daerah sentra produksi yang lahannya masih tersedia, terutama lahan kering, dan produktivitasnya dapat ditingkatkan. Pengembangan areal budi daya ubi kayu diharapkan tidak mengganggu areal lahan pengembangan tanaman pangan lain seperti padi dan jagung. Tabel 2. Potensi beberapa tanaman sebagai bahan baku bioetanol Jenis tanaman Hasil panen (ton/ha/tahun) Etanol (L/ha/tahun) 1. Jagung 2. Ubi kayu 3. Tebu 4. Ubi jalar 5. Sorgum 6. Sorgum manis 7. Kentang 8. Bit Sumber: Ditjen Tanaman Pangan (2010) Bila dilihat pangsa luas panen ubi kayu di setiap provinsi, maka seperti disajikan pada Tabel 3 terdapat tiga provinsi yang memiliki pangsa (proporsi) luas panen di atas 15% dari total luas panen nasional yaitu: (1) Provinsi Lampung (29,64%), (2) Provinsi Jawa Timur (15,85%) dan (3) Provinsi

5 Potensi dan Kendala Pengembangan Bioenergi (Bioetanol) Berbahan Baku Ubi Kayu di Provinsi Lampung 301 Jawa Tengah (15,24%). Provinsi lainnya sebagai sentra ubi kayu dengan pangsa berkisar 5-9% adalah Provinsi Jawa Barat, NTT, dan DI Yogyakarta. Tabel 3. Proporsi luas panen pada sentra produksi ubi kayu nasional, 2013 Provinsi Luas panen Persen 1. Lampung ,64 2. Jawa Timur ,85 3. Jawa Tengah ,24 4. Jawa Barat ,00 5. NTT ,46 6. DIY ,54 7. Sumut ,44 8. Sumsel ,33 9. Kalbar , Provinsi Lainnya ,47 Nasional ,00 Sumber: BPS (2014) Secara nasional varietas ubi kayu untuk bahan baku industri yaitu Adira 4, UJ-3, UJ-5, Malang 4, Malang 6, dan Darul Hidayah. Umur panen ubi kayu bervariasi menurut varietasnya. Varietas unggul umumnya dapat dipanen pada umur 8-11 bulan. Pemilihan varietas disesuaikan dengan keperluan. Saat ini banyak tersedia pilihan varietas unggul ubi kayu. Untuk keperluan konsumsi langsung, varietas yang dapat dipilih dengan kualitas rebusnya baik dan rasanya enak (tidak pahit) misalnya Malang 1 dan Adira-1. Sementara untuk kebutuhan industri tepung tapioka, dapat dipilih varietas unggul yang kadar patinya tinggi, walaupun rasanya biasanya pahit. Di sentra ubi kayu Provinsi Lampung, selama kurun waktu produksi ubi kayu meningkat pesat sebesar 8,00%/tahun, yaitu dari 2,92 juta ton (tahun 2000) menjadi 8,24 juta ton (tahun 2013). Peningkatan produksi ubi kayu pada kurun waktu tersebut disebabkan oleh peningkatan produktivitas sebesar 6,50%/tahun, sementara luas panennya menunjukkan peningkatan sebesar 1,50%/tahun. Pada tahun 2000, luas panen ubi kayu di Provinsi Lampung mencapai 0,26 juta ha dengan tingkat produktivitas sebesar 11,3 ton/ha dan pada tahun 2013 luas panennya meningkat menjadi 0,31 juta ha dengan tingkat produktivitasnya sebesar 26,18 ton/ha (Tabel 4). Tabel 4. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas ubi kayu kayu di Provinsi Lampung, Tahun Luas panen (ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton) , , , , , , , , , , , , , , r (%/thn) 1,50 6,50 8,00 Sumber: BPS (2014)

6 302 Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial Permasalahan Pengembangan Bioetanol Hambatan pengembangan ubi kayu secara nasional bisa bersumber dari faktor internal maupun eksternal. Hambatan dapat mencakup aspek biofisik, sosial ekonomi, dan kelembagaan (Ditjen Tanaman Pangan, 2010). Hambatan pengembangan dari aspek biofisik dapat mencakup: (1) usaha tani subsisten dan pemilikan lahan yang terbatas, (2) lahan dominan merupakan lahan marjinal dan peka erosi, (3) degradasi lahan, (4) terdapatnya kompetisi dengan tanaman lainnya seperti jagung, dan (5) dampak perubahan iklim global yang berpengaruh terhadap usaha tani. Adapun kendala dari aspek sosial ekonomi dapat mencakup: (1) permodalan petani yang terbatas, (2) ketersediaan tenaga kerja pada beberapa sentra produksi yang semakin terbatas, (3) jumlah petani komersial dan memadai dari aspek permodalan yang semakin terbatas, (4) harga ubi kayu yang sering berfluktuasi, (5) penyebaran bibit unggul yang seringkali belum merata, dan (6) biaya usaha tani dan transportasi yang tinggi. Selanjutnya, kendala dari aspek kelembagaan dapat mencakup: (1) kelembagaan sumber permodalan yang seringkali sulit terakses oleh petani kecil, (2) kelembagaan penyedia dan distributor saprodi secara lengkap di perdesaan sering terbatas, dan cenderung berada di perkotaan, sehingga diperlukan biaya mahal untuk mengaksesnya, dan (3) implementasi peraturan terkait pengembangan usaha tani tanaman pangan termasuk ubi kayu seringkali belum optimal terealisasikan. Di Provinsi Lampung, terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan ubi kayu antara lain: (1) biaya usaha tani yang cenderung mahal, mengingat untuk memperoleh input produksi seperti pupuk harus ke kios di kota kecamatan atau bahkan kabupaten, sehingga biaya transportasi untuk angkut input dari kota ke desa cukup mahal; (2) harga ubi kayu cenderung berfluktuasi, pada dua tahun terakhir harga ubi kayu cukup tinggi, dan harga ubi kayu lebih ditentukan oleh pihak pembeli yaitu industri pengolah ubi kayu menjadi tapioka; (3) tingkat kesuburan lahan akan menurun ketika lahan terus menerus ditanami ubi kayu (ubi kayu cukup kuat menghisap hara dari tanah), sehingga diperlukan pencampuran tanah dengan pupuk kandang minimal 2-3 tahun sekali; (4) jika tanaman kompetitor tanaman ubi kayu seperti jagung harganya lebih tinggi, maka tidak menutup kemungkinan peralihan tanaman dapat terjadi dan sebaliknya, (5) pemanfaatan lahan usaha tani di Lampung juga masih belum optimal, hal ini terbukti karena masih terdapatnya lahan-lahan marjinal belum termanfaatkan, dan (6) sistem usaha tani ubi kayu yang dilakukan petani juga belum optimal dan intensif, yang tercermin dari tingkat produktivitas ubi kayu yang dihasilkan di lokasi kajian yang hanya berkisar ton/ha. Permasalahan lain yang dihadapi petani ubi kayu adalah rendahnya harga ubi kayu terutama pada saat panen raya. Panen raya umumnya terjadi pada bulan Juli-Oktober dan di luar bulan-bulan tersebut terjadi kelangkaan produksi sehingga aktivitas industri pengolahan ubi kayu menurun, namun petani umumnya tidak menikmati harga yang layak karena belum panen. Faktor yang Memengaruhi Pengembangan Bioetanol Berdasarkan hasil wawancara dengan petani ubi kayu di Provinsi Lampung diperoleh hasil bahwa usaha tani ubi kayu tahun 2013 memperoleh hasil rata-rata ubi kayu sebesar 25 ton/ha, dan dengan harga Rp860/kg maka penerimaan yang diraih sebesar Rp21,50 juta/ha/musim. Adapun biaya usaha tani yang dialokasikan mencapai Rp9,11/ha/musim. Karena itu, tingkat pendapatan bersih yang dihasilkan mencapai Rp12,39 juta/ha/musim selama 8-9 bulan, dengan R/C rasio sebesar 2,36 dan dengan memperhitungkan sewa lahan. Jika tanpa memperhitungkan sewa lahan, pendapatan yang diraih mencapai Rp14,89 juta/ha/musim, dengan R/C rasio sebesar 3,26 (Tabel 5). Usaha tani ubi kayu di Lampung dilakukan secara umum pada lahan kering dan ditanam secara monokultur. Populasi tanaman dalam satu hektar dapat berkisar antara 14 ribu 18 ribu batang. Penanaman ubi kayu bisa dilakukan tidak secara serentak, namun awal tanam biasanya petani akan menanam saat awal musim hujan. Adapun biaya-biaya terkait panen ubi kayu yang harus ditanggung petani adalah: (1) ongkos panen/cabut ubi kayu sekitar Rp60/kg, (2) ongkos angkutan sebesar Rp50/kg, dan (3) potongan/rafaksi atas kotoran, kadar air dsb. sebesar 8-10%. Adapun harga yang terjadi saat penelitian sebelum dipotong rafaksi, biaya angkut, dan panen berkisar antara Rp900-Rp1.000/kg.

7 Potensi dan Kendala Pengembangan Bioenergi (Bioetanol) Berbahan Baku Ubi Kayu di Provinsi Lampung 303 Pemanenan ubi kayu dapat dilakukan secara serentak atau secara sekaligus. Di Kabupaten Lampung Tengah yang merupakan sentra terbesar ubi kayu di Provinsi Lampung, pola pemasaran hasil ubi kayu relatif sederhana. Ubi kayu yang dipanen petani langsung dijual ke industri tapioka. Agen-agen (kepanjangan tangan pihak industri tapioka) telah membuka lapak-lapak di setiap kecamatan atau desa tergantung kebutuhan penyerapan ubi kayu. Lapak merupakan suatu tempat yang ditentukan industri sebagai basis pengumpulan ubi kayu yang siap diangkut oleh armada angkutan ke industri tapioka. Pihak usaha angkutan yang telah terlebih dahulu menjalin kerja sama dengan industri akan mengangkut ubi kayu dari lapak yang telah ditentukan. Tabel 5. Analisis usaha tani ubi kayu di Provinsi Lampung (per hektar), 2013 No. Input Nilai (Rp) A. Biaya usaha tani 1. Tenaga kerja (170 HK) Sarana produksi a. Bibit (stek) btg b. Urea (400 kg) c. Ponska (100 kg) d. KCl (50 kg) e. Pupuk kandang (1.500 kg) Biaya lainnya a. Sewa lahan b. Pajak Total biaya usaha tani a. Dengan sewa lahan b. Tanpa sewa lahan B. Penerimaan a. Produksi (kg) b. Harga (Rp/kg) 860 c. Nilai (Rp) C. Pendapatan (Rp) a. Dengan sewa lahan b. Tanpa sewa lahan D. R/C a. Dengan sewa lahan b. Tanpa sewa lahan ,36 3,26 Menurut hasil kajian Balai Besar Teknologi Pati (BBTP) Lampung (2013), untuk menghasilkan 1 liter etanol 95% diperlukan 6,5 kg ubi kayu segar dengan kadar pati 20-25%, sementara untuk pembangunan pabrik skala ekonomis yang mempunyai kapasitas 60 ribu liter etanol/hari (19,8 ribu kl/tahun) diperlukan bahan baku ubi kayu segar sebanyak 390 ton/hari (128,7 ribu ton/tahun). Untuk memenuhi bahan baku tersebut diperlukan lahan pertanaman ubi kayu seluas ha/tahun atau setara dengan luas panen ubi kayu 16 ha/hari dengan tingkat produktivitas rata-rata 25 ton/ha. Dengan demikian, untuk memenuhi kapasitas 60 ribu liter etanol/hari diharapkan pihak industri dapat menyediakan areal tanam minimal 40-50% sebagai luasan inti/pokok dan selebihnya dari areal petani sekitarnya. Lebih lanjut, hasil kajian BBTP Lampung (2013) mengemukakan bahwa pada tahun 2012 untuk menghasilkan bioetanol 99,5% diperlukan ubi kayu sekitar 7 kg dan dengan harga Rp480/kg, yaitu senilai Rp3.360/liter. Total biaya produksi di luar bahan baku ubi kayu mencapai Rp3.295/liter sehingga total biaya produksi untuk menghasilkan 1 liter etanol mencapai Rp6.655/liter (Tabel 6). Berdasarkan informasi diketahui bahwa harga jual etanol di tingkat industri mencapai Rp7.000/liter, sehingga tingkat pendapatan yang diraih mencapai Rp345/liter dengan R/C sebesar 1,05. Adapun kapasitas pengolahan BBTP sekitar 50 ton/hari bahan baku ubi kayu atau produksinya sekitar liter/hari atau sekitar 2,14 juta liter/tahun.

8 304 Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial Tabel 6. Biaya proses produksi etanol 99,5% (bahan baku ubi kayu), 2013 No. Uraian Pemakaian/L etanol Harga/kg *) Nilai (Rp) 1. Ubi kayu 7, Solar (genset) 0, Batu bara 1, Enzim alfa amilase 0, Enzim gluko amilase 0, Urea 0, NPK 0, Bahan kimia analisis 0, Biaya overhead Jasa teknologi Biaya proses dehidrasi 200 Total biaya Keterangan: *) Harga sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan harga yang berlaku Apabila dicermati lebih jauh seperti disajikan pada Tabel 7, berdasarkan hasil analisis kelayakan produksi diperoleh informasi bahwa harga BEP bahan baku (ubi kayu) untuk produksi bioetanol mencapai Rp529,29/kg atau R/C sebesar 1,00. Pada saat ini, harga ubi kayu di tingkat petani berkisar antara Rp800-Rp1.000/kg. Dengan kondisi harga ubi kayu demikian tinggi, maka produksi bioetanol sudah tidak efisien. Harga etanol sangat ditentukan oleh harga internasional, dan orientasi penjualannya pun juga ekspor. Dengan kondisi harga jual etanol di tingkat industri sebesar Rp7.000/liter, maka akan sangat sulit bagi industri untuk melakukan pengolahan boetanol tersebut. Industri akan lebih memilih mengolah ubi kayu menjadi tapioka. Sebagai catatan, harga tapioka kelas 1 dapat mencapai Rp5.000/kg. Untuk setiap 4 kilogram ubi kayu diperoleh 1 kg tapioka dengan biaya produksi sebesar Rp640/kg. Hasil limbah dari pembuatan tapioka pun berupa onggok masih bisa dijual dengan harga Rp150/kg. Untuk setiap ton pengolahan ubi kayu didapat onggok sebanyak 10 kuintal. Tabel 7. Perubahan harga dan kondisi kelayakan produksi bioetanol pada tingkat industri, 2013 Kondisi harga ubi Biaya produksi Penerimaan Pendapatan kayu (Rp/L etanol) (Rp/L etanol) (Rp/L) R/C 1. Rp480/kg ,05 2. Rp529/kg ,00 3. Rp600/kg ,93 4. Rp800/kg ,79 5. Rp1.000/kg ,68 Dalam rangka mendukung pemanfaatan ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol dibutuhkan dukungan industri (pabrik) sebagai industri pengolah. Di Provinsi Lampung secara total terdapat empat industri yang melakukan pengolahan ubi kayu menjadi bioetanol dengan total kapasitas pengolahan mencapai MT/tahun pada tahun 2009, dan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya (2008) yang mencapai MT/tahun. Strategi pengembangan ubi kayu dalam mendukung penyediaan bioetanol dapat ditempuh melalui: (1) peningkatan produktivitas, (2) perluasan areal tanam, (3) pengamanan produksi, dan (4) pengembangan kelembagaan dan pembiayaan. Peningkatan produktivitas ubi kayu dapat diupayakan karena masih terdapatnya senjang produktivitas antara potensi genetis dan produktivitas di tingkat petani. Tanpa peningkatan produktivitas penyediaan ubi kayu segar sebagai bahan baku bioetanol akan berkompetisi dengan tanaman lain. Ubi kayu akan kalah bersaing dalam perebutan media tumbuh, apalagi beberapa komoditas kompetitor seperti jagung dan kedelai sudah terdapat target swasembada dalam pemenuhannya. Upaya peningkatan produktivitas dapat ditempuh dengan cara; penggunaan bibit unggul bermutu, penggunaan pupuk sesuai anjuran, penggunaan alsintan sesuai kebutuhan, dan dukungan infrastruktur penunjang budi daya dan pemasaran.

9 Potensi dan Kendala Pengembangan Bioenergi (Bioetanol) Berbahan Baku Ubi Kayu di Provinsi Lampung 305 Upaya penyediaan ubi kayu segar sebagai bahan baku bioetanol juga membutuhkan lahan yang cukup besar. Mengingat potensi lahan kering masih cukup luas untuk diusahakan ubi kayu, maka perluasan areal pertanaman dapat diarahkan bagi areal baru (perluasan). Pengembangan lahan juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan areal PT Perhutani/Inhutani, lahan tidur/terlantar, serta kemitraan dengan swasta dan pihak lainnya. Terkait dengan pengamanan produk, salah satu upaya agar tanaman ubi kayu tidak terhindar dari serangan OPT dan bencana alam antara lain dilakukan dengan langkah: (1) pengendalian dan pengamanan OPT dan dampak perubahan Iklim, (2) penyebarluasan informasi akan peningkatan luas panen, sekolah lapang Iklim, dan bantuan alsintan panen dan pascapanen. Dalam rangka memantapkan kelembagaan di tingkat petani perlu didorong dan ditumbuhkembangkan kelompok-kelompok tani, Gapoktan, dan koperasi tani serta asosiasi petani/produsen ubi kayu dalam upaya meningkatkan posisi tawar dan sebagai jembatan komunikasi dengan lembaga lainnya atau mitra usaha. Selain itu, diperlukan adanya kemudahan petani di dalam mengakses permodalan dengan persyaratan yang mudah misalnya KKP, kredit agribisnis dsb. Sumber pembiayaan dapat berasal dari perbankan maupun lembaga keuangan lainnya agar pihak industri olahan dapat bertindak sebagai avalis. Adapun faktor yang memengaruhi keberhasilan pengembangan ubi kayu untuk bahan baku bioetanol adalah: (1) peningkatan peran penyuluhan, yaitu untuk mendukung tercapainya program pengembangan ubi kayu. Peran pemerintah pusat dapat mengkoordinasikan seluruh Pemda provinsi dan kabupaten dalam meningkatkan kinerja penyuluhan pertanian; (2) koordinasi instansi terkait, yaitu antara Kementan, Bappenas, Kemen. ESDM, Kemen. Perindustrian, Kemen. Perdagangan, BPN, BPPT dsb. agar lebih mempercepat pengembangan ubi kayu sebagai bahan baku energi alternatif; (3) kebijakan yang kondusif, yaitu terciptanya iklim usaha yang mendukung berkembangnya agribisnis ubi kayu dan harga bioetanol. Kebijakan yang diperlukan mencakup kebijakan terkait makro ekonomi bagi sistem usaha, kebijakan investasi, dan permodalan, kebijakan teknologi, yaitu terkait kebijakan meningkatkan produksi dan produktivitas ubi kayu dan memberikan nilai tambah optimal secara berkelanjutan dalam pengembangannya, dan kebijakan kemitraan yang dapat mencakup kemitraan antara petani/kelompok tani dengan pabrik/industri pengolahan hasil dalam suatu kerangka kerja sama yang saling menguntungkan; (4) pembinaan yang berkesinambungan, yaitu upaya pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten terhadap subsistem hulu, onfarm, hilir maupun jasa penunjang untuk mendapatkan produk yang berdaya saing dan berkelanjutan serta ramah lingkungan; dan (5) peningkatan SDM petani, melalui pemberdayaan dan peningkatan kapasitasnya khususnya dalam kegiatan usaha tani ubi kayu melalui berbagai media pemberdayaan seperti temu lapang, penyuluhan, dan pelatihan (produksi, manajemen usaha, kewirausahaan, dan lainnya). KESIMPULAN DAN SARAN Ubi kayu merupakan bahan baku yang memiliki efisiensi tertinggi setelah jagung dan tetes untuk diproses menjadi bioetanol. Provinsi Lampung merupakan sentra produksi ubi kayu terbesar nasional, dengan pangsa luas sekitar 29,64% terhadap luas areal ubi kayu nasional. Produksi ubi kayu di Lampung tahun 2013 mencapai 8,24 juta ton, atau potensi untuk dapat diolah menjadi bioetanol sebesar 1.267,33 kl/tahun. Apabila diasumsikan dari produksi yang ada hanya sekitar 25% yang dapat diolah menjadi bioetanol, maka potensi produksinya mencapai 316,85 juta kl. Dalam rangka mendukung pemanfaatan ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol dibutuhkan dukungan industri (pabrik) sebagai industri pengolah. Di Provinsi Lampung secara total terdapat empat industri yang melakukan pengolahan ubi kayu menjadi bioetanol, di mana total kapasitas pengolahannya tahun 2009 mencapai MT/tahun. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan ubi kayu antara lain: (1) biaya usaha tani yang cenderung mahal, (2) harga ubi kayu cenderung berfluktuasi, pada dua tahun terakhir harga ubi kayu cukup tinggi, (3) tingkat kesuburan lahan akan menurun ketika lahan terus menerus ditanami ubi kayu (ubi kayu cukup kuat menghisap hara dari tanah), (4) jika tanaman kompetitor tanaman ubi kayu seperti jagung harganya lebih tinggi, maka tidak menutup kemungkinan peralihan tanaman dapat terjadi dan sebaliknya, (5) pemanfaatan lahan usaha tani di Lampung juga masih belum optimal, hal ini terbukti, karena masih terdapatnya lahan-lahan marjinal belum

10 306 Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial termanfaatkan, dan (6) sistem usaha tani ubi kayu yang dilakukan petani juga belum optimal dan intensif, di mana produktivitas ubi kayu masih rendah. Pada tahun 2012, di Lampung untuk menghasilkan bioetanol 99,5% diperlukan ubi kayu sekitar 7 kg dan dengan harga Rp480/kg yaitu senilai Rp3.360/liter. Total biaya produksi di luar bahan baku ubi kayu mencapai Rp3.295/liter sehingga total biaya produksi untuk menghasilkan 1 liter etanol mencapai Rp6.655/liter. Berdasarkan informasi diketahui bahwa harga jual etanol di tingkat industri mencapai Rp7.000 /liter sehingga tingkat pendapatan yang diraih mencapai Rp345/liter dengan R/C sebesar 1,05. Hasil analisis (tahun 2013) menunjukan bahwa harga BEP bahan baku (ubi kayu) untuk produksi bioetanol mencapai Rp529,29/kg atau R/C sebesar 1,00. Pada saat ini, harga ubi kayu di tingkat petani berkisar antara Rp800-Rp1.000/kg. Dengan kondisi harga ubi kayu demikian tinggi, maka produksi bioetanol sudah tidak efisien. Harga etanol sangat ditentukan oleh harga internasional, dan orientasi penjualannya pun juga ekspor. Pengembangan bioetanol di Provinsi Lampung memerlukan dukungan bahan baku ubi kayu yang memadai dan bersaing dengan kebutuhan pangan. Dalam konteks ini, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi keberhasilan pengembangan ubi kayu untuk bahan baku bioetanol, yaitu: peningkatan peran penyuluhan, koordinasi instansi terkait, kebijakan yang kondusif yaitu terciptanya iklim usaha yang mendukung berkembangnya agribisnis ubi kayu, dan harga bioetanol, pembinaan yang berkesinambungan, dan peningkatan SDM petani melalui pemberdayaan dan peningkatan kapasitasnya, khususnya dalam kegiatan usaha tani ubi kayu. DAFTAR PUSTAKA Balai Besar Teknologi Pati Analisis Pengolahan Pati di Lampung. BBTP.Lampung. BPS Lampung Lampung Dalam Angka. Lampung. BPS Statisik Indonesia. Jakarta. BPS Data Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi kayu Nasional dan Provinsi, Jakarta. www. bps. go.id. (1 Mei 2014). Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Makalah Paparan Program Penyediaan Alat Pengolahan dan Strategi Pemasaran Bioenergi. Jakarta. Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Profil Pengembangan Bioenergi Perdesaan. Jakarta. Ditjen Tanaman Pangan Pengembangan Ubi kayu untuk Biethanol. Direktorat Jenderal Tanaman pangan. Jakarta. Ditjen Tanaman Pangan Leaflet Pengembangan Budi Daya Ubi Kayu Bioetanol. Jakarta. Kementerian ESDM Indonesia Energy Outlook. Kementerian ESDM, Jakarta. Kementerian Pertanian Renstra Kementan Jakarta. Kompas Mentan: Bioenergi Jangan sampai Ganggu Produksi Pangan.Sabtu, 26 Januari Gramedia. Jakarta. Mailool, J.C., R. Molenaar, D. Tooy, I.A. Longdong Produksi bioetanol dari singkong (Manihot Utilissima) dengan skala laboratorium. (21 Oktober 2014). Simatupang Sekilas tentang konsep sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan. Bahan Diskusi pada Kunjungan Kerja Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian-Staf Ahli Menteri Pertanian ke KP Pakuwon-Sukabumi dan KP Manoko-Lembang, Bandung, Januari Smith, T.C., D.R. Kindred, J.M. Brosnan, R.M. Weightman, M. Shepherd, dan R. Sylvester-Bradley Wheat as a feedstock for alcohol production. HGCA Research Review No. 61. Sumaryono, W Kajian komprehensif dan teknologi pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (BBN). Makalah disampaikan pada Seminar Bioenergi: Prospek Bisnis dan Peluang Investasi. Jakarta, 6 Desember Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Susmiati, Y., D. Setyaningsih, T.C. Sunarti Rekayasa proses hidrolisis pati dan serat ubi kayu (Manihot utilissima) untuk produksi bioetanol. Agritech 31(4):

EVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN

EVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2014 EVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN Oleh : Adang Agustian Supena Friyatno Rudy Sunarja Rivai Deri Hidayat Andi Askin PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

Kebijakan Sektor Pertanian Mendukung Pengembangan BBN

Kebijakan Sektor Pertanian Mendukung Pengembangan BBN PENGEMBANGAN TANAMAN DAN BIOENERGI BERBASIS EKOREGION Prof Dr. Risfaheri Kepala Balai Besar Litbang Pasca panen Pertanian Focus Group Discussion Sinergi Riset dan Inovasi Bio-Energi pada Era Industri 4.0

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, kehidupan sebagian besar masyarakatnya adalah ditopang oleh hasil-hasil pertanian dan pembangunan disegala bidang industri jasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengolahan limbah tapioka berupa onggok menjadi bioetanol merupakan alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran lingkungan serta meningkatkan

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat

BAB I PENDAHULUAN. Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat ini karena dapat menghasilkan berbagai macam bahan bakar, mulai dari bensin, minyak tanah,

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber energi berbasis fosil (bahan bakar minyak) di Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 23 tahun lagi dengan cadangan yang ada sekitar 9.1 milyar barel (ESDM 2006),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di beberapa tempat terpencil mengalami kelangkaan pasokan. Oleh karena itu sudah saatnya Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penunjang utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian untuk pembangunan (agriculture

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS

PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS BAB III PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS Uning Budiharti, Putu Wigena I.G, Hendriadi A, Yulistiana E.Ui, Sri Nuryanti, dan Puji Astuti Abstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perekonomian nasional tidak terlepas dari berkembangnya sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL

TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL Bagi Indonesia, ubi kayu merupakan komoditas pangan penting, dan ke depan komoditas ini akan semakin srategis peranannya bagi kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber energi semakin meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Namun hal tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan sumber energi yang ada. Manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus pemasok energi nasional. Bioetanol

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan energi dunia yang dinamis dan semakin terbatasnya cadangan energi

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan energi dunia yang dinamis dan semakin terbatasnya cadangan energi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan energi dunia yang dinamis dan semakin terbatasnya cadangan energi fosil menyebabkan perhatian terhadap energi terbarukan semakin meningkat, terutama

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia sejak tahun 1968. Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Irian Jaya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN (LANJUTAN)

KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN (LANJUTAN) LAPORAN AKHIR TA. 2015 PSEKP/2015 1803.009.001.011C KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN (LANJUTAN) Oleh: Adang Agustian Supena Friyatno Gatoet Sroe Hardono Andi Askin Endro Gunawan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN Dr. Suswono, MMA Menteri Pertanian Republik Indonesia Disampaikan pada Seminar Nasional Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ketela pohon atau ubi kayu dengan nama latin Manihot utilissima merupakan salah satu komoditas pangan penting di Indonesia selain tanaman padi, jagung, kedelai, kacang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat cocok sebagai media tanam untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi kayu merupakan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan istilah yang tidak asing lagi saat ini. Istilah bioetanol

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan istilah yang tidak asing lagi saat ini. Istilah bioetanol BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioetanol merupakan istilah yang tidak asing lagi saat ini. Istilah bioetanol digunakan pada etanol yang dihasilkan dari bahan baku tumbuhan melalui proses fermentasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) Oleh : Prajogo U. Hadi Adimesra Djulin Amar K. Zakaria Jefferson Situmorang Valeriana Darwis PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Indonesia mulai mengalami perubahan, dari yang semula sebagai negara pengekspor bahan bakar minyak (BBM) menjadi negara pengimpor minyak.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari sektor pertanian. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

Peresmian Desa Mandiri Energi oleh Menteri Kehutanan RI Bapak Zulkifli Hasan pada tanggal 6 Desember 2009.

Peresmian Desa Mandiri Energi oleh Menteri Kehutanan RI Bapak Zulkifli Hasan pada tanggal 6 Desember 2009. Peresmian Desa Mandiri Energi oleh Menteri Kehutanan RI Bapak Zulkifli Hasan pada tanggal 6 Desember 2009. Indonesia kaya akan sumber-sumber energi alamnya dan tersebar di lautan hingga daratan. Namun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Oleh: Drs. Sudjoko Harsono Adi, M.M. Direktur Bioenergi Disampaikan pada: Seminar Ilmiah dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI GAPLEK KETELA POHON (Manihot Utilissima, Pohl) VARIETAS MUKIBAT PADA DOSIS RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013 Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 213 Ira Fitriana 1 1 Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi E-mail: fitriana.ira@gmail.com, irafit_24@yahoo.com Abstract

Lebih terperinci

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa BAB I PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk, sementara lahan untuk budi daya tanaman biji-bijian seperti padi dan jagung luasannya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara menyebabkan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Sampai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

Peran Bioteknologi Dalam Mendukung Energi Berkelanjutan

Peran Bioteknologi Dalam Mendukung Energi Berkelanjutan Peran Bioteknologi Dalam Mendukung Energi Berkelanjutan Siswa Setyahadi Pusat Teknologi Bioindustri Deputi Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung BPPT 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa sekarang produksi bahan bakar minyak (BBM) semakin menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak mentah nasional menipis produksinya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015).

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap komoditas beras sebagai bahan pangan utama cenderung terus meningkat setiap

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

LAND CONVERSION AND NATIONAL FOOD PRODUCTION

LAND CONVERSION AND NATIONAL FOOD PRODUCTION Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian Penyunting: Undang Konversi Kurnia, F. Lahan Agus, dan D. Produksi Setyorini, Pangan dan A. Setiyanto Nasional KONVERSI LAHAN DAN PRODUKSI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang

PENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang PENDAHULUAN Latar Belakang Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan cukup besar dalam mengadakan penilaian terhadap kegiatan usaha/proyek yang akan dilaksanakan. Demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi suatu negara, terutama negara

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi suatu negara, terutama negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi suatu negara, terutama negara berkembang. Kekurangan pangan yang terjadi secara meluas di suatu negara akan menyebabkan kerawanan

Lebih terperinci

NURUL FATIMAH A

NURUL FATIMAH A KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG GANYONG (Canna edulis Kerr) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S - 1 Program

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

BIOENERGI. Bioenergi : energi yang diperoleh dari biomasa (mahluk hidup) Biofuel : bahan bakar yang berbahan baku dari tanaman

BIOENERGI. Bioenergi : energi yang diperoleh dari biomasa (mahluk hidup) Biofuel : bahan bakar yang berbahan baku dari tanaman BIOENERGI Bioenergi : energi yang diperoleh dari biomasa (mahluk hidup) Biofuel : bahan bakar yang berbahan baku dari tanaman Dua tipe Biofuel / BBN (Bahan Bakar Nabati) Biodiesel (bahan campuran/pengganti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penggunaan energi oleh manusia yang berasal dari bahan bakar fosil semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan penduduk di dunia.menurut laporan

Lebih terperinci

KELAPA. (Cocos nucifera L.)

KELAPA. (Cocos nucifera L.) KELAPA (Cocos nucifera L.) Produksi tanaman kelapa selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, juga diekspor sebagai sumber devisa negara. Tenaga kerja yang diserap pada agribisnis kelapa tidak sedikit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Costa Rica yang umumnya digemari sebagai konsumsi buah segar. Buah segar

BAB I PENDAHULUAN. dan Costa Rica yang umumnya digemari sebagai konsumsi buah segar. Buah segar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumberdaya tanaman holtikultura yang cukup besar. Salah satu tanaman holtikultura yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah pepaya. Pepaya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian kehidupan manusia di bumi. Berdasarkan data Departemen ESDM (2008), kondisi umum penggunaan energi di Indonesia masih

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI UBI KAYU (Manihot esculenta) ABSTRAK

ANALISIS USAHATANI UBI KAYU (Manihot esculenta) ABSTRAK ANALISIS USAHATANI UBI KAYU (Manihot esculenta) Studi Kasus : Desa Marihat Bandar, Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun Bill Clinton Siregar*), Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si**), Ir. M. Jufri, M.Si**)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN PROGRAM SWASEMBADA PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI SERTA PENINGKATAN PRODUKSI GULA DAN DAGING SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN Dialog dalam Rangka Rapimnas Kadin 2014 Hotel Pullman-Jakarta, 8 Desember

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK DAN FERMENTASI MENGGUNAKAN Sacharomyces cerevisiae Skripsi Sarjana Kimia Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli 07 132 018 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN UBI JALAR DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PERCEPATAN DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI JAWA TENGAH

PERKEMBANGAN UBI JALAR DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PERCEPATAN DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI JAWA TENGAH Lutfi Aris Sasongko Perkembangan Ubi Jalar... PERKEMBANGAN UBI JALAR DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PERCEPATAN DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI JAWA TENGAH Lutfi Aris Sasongko Staf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengakenaragaman (diversifikasi) pangan sudah diusahakan sejak tahun 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu belum dapat dihilangkan.

Lebih terperinci

VARIETAS UNGGUL DAN KLON-KLON HARAPAN UBIKAYU UNTUK BAHAN BAKU BIOETANOL

VARIETAS UNGGUL DAN KLON-KLON HARAPAN UBIKAYU UNTUK BAHAN BAKU BIOETANOL VARIETAS UNGGUL DAN KLON-KLON HARAPAN UBIKAYU UNTUK BAHAN BAKU BIOETANOL Penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) secara terus menerus menimbulkan dua ancaman serius: (1) faktor ekonomi, berupa jaminan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA Oleh: A. Husni Malian Erna Maria Lokollo Mewa Ariani Kurnia Suci Indraningsih Andi Askin Amar K. Zakaria Juni Hestina PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produksi singkong dunia diperkirakan mencapai 184 juta ton pada tahun 2002. Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring prediksi peningkatan jumlah penduduk tahun 2023 sebayak 400 juta orang, maka kebutuhan sandang papan, pangan dan enegi juga meningkat. Disisi lain terjadi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Salah satu tantangan pertanian Indonesia adalah meningkatkan produktivitas berbagai jenis tanaman pertanian. Namun disisi lain, limbah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penetapan Komoditas Unggulan 5.1.1 Penentuan Komoditas Basis Analisis Location Quotient (LQ) menggambarkan pangsa aktivitas produksi tanaman pangan suatu kecamatan terhadap pangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Proyeksi tahunan konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Proyeksi tahunan konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia Prarancangan Pabrik Etil Alkohol dari Molase BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Harga minyak dunia yang melambung, sudah lama diprediksi. Logikanya, minyak bumi (fossil fuel) adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto BIOETHANOL Kelompok 12 Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto PENGERTIAN Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN JAGUNG DI SUMATERA UTARA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN JAGUNG DI SUMATERA UTARA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN JAGUNG DI SUMATERA UTARA Rudi Hartono Purba, HM Mozart B Darus dan Tavi Supriana Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jl. Prof.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DAN PROSPEK SWASEMBADA KEDELAI DI INDONESIA. Muhammad Firdaus Dosen STIE Mandala Jember

ANALISIS KINERJA DAN PROSPEK SWASEMBADA KEDELAI DI INDONESIA. Muhammad Firdaus Dosen STIE Mandala Jember ANALISIS KINERJA DAN PROSPEK SWASEMBADA KEDELAI DI INDONESIA Muhammad Firdaus muhammadfirdaus2011@gmail.com Dosen STIE Mandala Jember Abstract This study aims: (1) To identify trends harvest area, production,

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, PDB komoditi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pupuk Kompos Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar yang memberikan kontribusi sebesar 22,74 persen dibandingkan sektor-sektor lainnya, walaupun terjadi sedikit penurunan

Lebih terperinci

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran

Lebih terperinci