POLA BERSIKAP, POLA KELAKUAN, DAN POLA SARANA KEBENDAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA BERSIKAP, POLA KELAKUAN, DAN POLA SARANA KEBENDAAN"

Transkripsi

1 98 POLA BERSIKAP, POLA KELAKUAN, DAN POLA SARANA KEBENDAAN Pola bersikap (wujud idiil) Pola bersikap merupakan wujud idiil dari kebudayaan, dalam penelitian ini dapat dilihat dari penerimaan masyarakat terhadap adat dan tradisi Tengger. Hingga saat ini masyarakat Tengger Ngadisari masih memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap adat budaya mereka, seperti masih tetap dilaksanakannya upacara Entas-Entas, upacara perkawinan maupun pujan oleh semua warga desanya. Meskipun masyarakat Ngadisari ada yang non Hindu namun ketaatan dan rasa memiliki terhadap budaya masih tinggi. Menurut pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh penulis, budaya paternalistik dari masyarakatnya masih melekat kuat. Tidak semua masyarakat Ngadisari mengerti dan memahami makna hakiki dari berbaga i ritual adat mereka, namun karena rasa kecintaan dan kepatuhannya tinggi, sehingga apapun yang dikatakan oleh pemimpin mereka (Kepala Desa ataupun Dukun Adat) tentang hal-hal yang terkait dengan adat, mereka terima dengan lapang dada, seperti kewajiban da lam hal penggunaan pakaian adat. Kebanggaan mereka sebagai masyarakat Tengger sangat besar, demikian juga pada generasi mudanya. Hal ini agak berbeda dengan generasi muda masyarakat Samin yang sudah sedikit malu mengakui sebagai orang Samin. Peranan Kepala Desa dan Tokoh Adat cukup kuat dalam membentuk sikap penerimaan masyarakat Tengger Ngadisari terhadap tradisi mereka. Hal ini terkait juga dengan tingkat pendidikan masyarakat yang mayoritas masih rendah, sehingga inisiatif mereka juga masih rendah. Kecenderungan untuk patuh dan tergantung pada kebijakan pemimpin ini ada sisi positif maupun negatifnya. Sisi positifnya menimbulkan tingkat solidaritas sosial yang tinggi diantara warga masyarakat. Namun di sisi lain, jika Kepala Desa yang memimpin tidak memiliki jiwa-jiwa kecintaan pada budaya yang tinggi, akan menyebabkan tingkat kesadaran budaya yang rendah atau bahkan hilang. Kondisi ini diakui oleh Kepala Desa Ngadisari yang cukup prihatin dengan kondisi masyarakatnya. Pada dasarnya peran pemimpin yang me mberi pengaruh sikap penerimaan masyarakat

2 99 terhadap budaya lebih pada personal pemimpin. Sedangkan peranan kelembagaan (dalam hal ini pemerintah desa) hanya sebagai alat untuk menjalankan dan melegitimasi kebijakan atas inisiatif seorang Kepala Desa. Kondisi masyarakat Tengger di desa Ngadisari ini agak berbeda dengan yang terjadi di salah satu desa masyarakat Tengger yang lain. Menurut keterangan Dukun desa tersebut yang kebetulan merupakan Koordinator Dukun sekawasan Tengger yang sempat diwawancarai oleh penulis menyatakan bahwa kepatuhan terhadap pelaksanaan Entas-Entas di desanya sudah ada sedikit pergeseran. Hal ini terkait dengan kepercayaan warganya yang bermacam-macam, sehingga jika dalam suatu keluarga murni non Hindu semua, biasanya sudah tidak melaksanakan upacara Entas-Entas. Namun jika dalam suatu keluarga masih ada yang Hindu, biasanya Entas-Entas masih tetap dilakukan. Analisis dari penulis bahwa keyakinan masyarakat Tengger dalam suatu desa akan berpengaruh terhadap pelaksanaan tradisi Entas-Entas. Namun untuk analisis yang lebih mendalam dibutuhkan suatu riset tersendiri yang lebih detail mengenai hal tersebut. Masyarakat Tengger Desa Ngadisari saat ini telah bercampur dengan masyarakat luar desa, baik yang sesama Tengger maupun dari lua r komunitas Tengger. Percampuran terjadi karena perkawinan maupun karena pekerjaan, sehingga komunikasi yang intensif terjalin diantara mereka. Warga yang berasal dari percampuran cenderung memiliki sikap yang homogen (sama dengan masyarakat asli) dalam penerimaannya terhadap tradisi mereka. Pada masyarakat pendatang memiliki kecenderungan sifat yang berbeda, hal ini lebih terkait dengan keyakinan yang mereka anut. Pendatang ini biasanya memiliki keyakinan yang berbeda sehingga memiliki sikap yang berbeda pula. Sikap mereka lebih karena menghargai lingkungan sekitarnya saja. Interaksi dengan wisatawan juga telah memberikan pengaruh perubahan pada pola sikap dari masyarakat Tengger. Adanya kontribusi secara ekonomi dari kehadiran wisatawan menumbuhkan sikap komersialisasi pada masyarakat Tengger. Mulai muncul sikap untuk menjadikan budaya bernilai profit, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dengan wisata budaya.

3 100 Pola kelakuan (wujud aktifitas) Sampai saat ini segala aktifitas yang berkaitan dengan adat dan budaya Tengger tetap dilaksanakan oleh masyarakat Tengger Desa Ngadisari. Hal-hal yang masih tampak adalah masih kentalnya ritual adat dalam tradisi Entas-Entas, Praswala Gara, dan Pujan Kapat yang diikuti penulis selama melakukan penelitian di daerah tersebut. Namun dalam prosesi Entas-Entas ada hal-hal yang saat ini tidak dilaksanakan, yaitu penggunaan gamelan untuk mengiringi prosesi yang biasa disebut dengan gending ketawang pangentas. Gending ini memiliki fungsi yang sama dengan penggunaan genta, yaitu mengalihkan perhatian roh jahat agar tidak mengganggu pelaksanaan upacara. Dahulu gending ini masih dimainkan, namun saat ini di Desa Ngadisari tidak lagi dimainkan dengan alasan tidak adanya nayaga (penabuh gamelan) yang sesuai. Sebab menur ut Dukun Ngadisari seorang nayaga yang memainkan gending ketawang pangentas harus memiliki syarat-syarat tertentu dan melalui ritual tertentu, sehingga tidak semua orang dapat menjadi nayaga. Oleh karena itu saat ini setiap upacara Entas-Entas di Desa Ngadisari tanpa diiringi gending ini, namun menurut mereka tidak mengurangi makna hakiki acara untuk menyucikan atman, karena fungsinya sama dengan penggunaan genta. Sebagaimana yang diceritakan oleh Dukun Desa Ngadisari kepada penulis sebagai berikut: Gending sing ngiringi Entas-Entas iku diarani gending ketawang pangentas, nayagane yo wong khusus, gak sembarang wong iso nabuh gending iki. Saiki wong sing kaya ngono gak ono, tapi besok yen wis ono, yo ning Ngadisari iki dianakno. (Gending/gamelan yang mengiringi Entas-Entas itu dinamakan gending ketawang pangentas, nayaganya ya orang khusus, tidak semua orang bisa memainkan gending ini. Sekarang orang yang seperti itu tidak ada, tapi nanti kalau sudah ada, ya di Ngadisari ini diadakan). Sumber: Wawancara Januari, Hal yang masih tetap dilakukan dari dahulu sampai sekarang adalah kegiatan uwar/mupu setiap kali sebelum acara pujan masyarakat Tengger yang dilakukan oleh Legen dengan mengunjungi setiap rumah di Desa Ngadisari untuk memberitahukan acara pujan, baik itu Pujan Kapat, Pujan Kapitu, Pujan Kawolu,

4 101 Pujan Kesanga, maupun Pujan Kasada. Sebagaimana yang disampaikan salah satu Legen saat melakukan uwar Pujan Kapat sebagai berikut: Yo uwar iku mesti mbak, masio wis ana ning kalender Tengger tapi tetep dikandhani tiap umah. Lekne durung diparani trus dikandhani Legene langsung kurang sreg jarene. (Ya uwar itu selalu dilakukan mbak, meskipun di kalender Tengger sudah ada tapi tetap diberitahu tiap rumah. Kalau belum didatangi dan dikasih tahu sendiri oleh Legennya secara langsung kurang sreg/ pas katanya). Sumber: Wawancara Desember, Selain itu pada hari Kamis malam Jum at legi penulis juga menyaksikan dan mengikuti kegiatan nlasih yang dilakukan warga masyarakat di makam para keluarga mereka. Kemudian di rumah-rumah penduduk juga dapat ditemui berbagai tamping/ sesajen berupa makanan yang menurut keyakinan mereka untuk menyambut roh leluhur yang datang untuk berkunjung. Dalam kehidupan masyarakat Tengger pemberian tamping tampaknya masih merupakan hal yang perlu dan wajib dilakukan. Hal ini tampak ketika pertama kali datang di tempat penelitian, penulis menempati sebuah kamar baru, maka pemilik rumah segera memberikan tamping di depan kamar dan di dalam kamar mandi. Beberapa hari kemudian saat ada orang yang memiliki kendaraan baru, maka tempat-tempat yang biasa dijadikan tempat berhenti, yang kebetulan salah satunya di depan tempat penulis menginap juga diberi tamping untuk menghindari bencana. Masyarakat setempat ternyata masih meyakini bahwa para penghuni alam lain yang berdampingan dengan manusia harus diberi makan agar tidak mengganggu manusia. Kemudian saat mengobservasi daerah sekitar, penulis juga menemukan tamping di pinggir jalan, saat berjalan di sekitar kawasan Bromo tampak seekor lalat hijau terbang di dekat kami, kemudian pemandu penulis segera memberikan sedikit makanan yang kami bawa untuk diletakkan di pinggir jalan. Alasannya agar yang mbaurekso (penjaga) daerah tersebut makan dan tidak mengganggu kami. Pemberian tamping juga disaksikan penulis di atap rumah penduduk saat musim hujan angin dengan alasan agar yang lewat tidak mengganggu dan tidak menyebabkan rusaknya rumah, seperti genting berjatuhan atau bahkan ambruk. Tamping tersebut sebenarnya sangat sederhana, yaitu berupa

5 102 makanan atau minuman apa saja yang mereka punya diniatkan untuk yang mbaurekso. Mantra-mantra dalam upacara masyarakat Tengger menggunakan bahasa Jawa, yaitu perpaduan Jawa kuno (sansekerta) dan Jawa baru. Pada mulanya mantra tersebut ditulis dengan huruf Jawa, sehingga tidak semua orang dapat membacanya. Sekitar sepuluh tahun terakhir mulai ditulis dengan tulisan latin agar lebih mudah untuk membaca dan menghafalnya, yang dipelopori oleh Dukun sebelumnya yang kebetulan adalah ayah dari Dukun sekarang. Masyarakat dan budayanya akan selalu berubah seiring dengan berjalannya waktu. Sebagai sebuah dimensi perubahan, waktu memiliki peran yang cukup penting, sehingga budaya yang terjadi pada masa sekarang bisa berubah di masa yang akan datang ataupun berbeda dengan masa sebelumnya, begitu pula dengan masyarakat Tengger. Ada hal-hal terkait dengan upacara yang berbeda antara dahulu dengan sekarang. Pada upacara Entas-Entas pembakaran petra yang dilaksanakan di pedanyangan, dahulu selalu dibawa sendiri oleh keluarga yang dientas, dengan cara digendhong (memakai selendang). Seiring dengan meluasnya pemukiman penduduk, ada yang rumahnya jauh dari pedanyangan, sehingga petra dibawa secara kolektif oleh Wong Sepuh, sebagaimana yang dialami oleh penduduk yang tinggal di Dusun Cemoro Lawang. Hal ini dilakukan dengan alasan efisiensi waktu dan tenaga. Terdapat perubahan pemakaian tali banten dan memakan beras pada upacara Praswala Gara antara yang dulu dengan sekarang. Tali banten dahulu tidak boleh dipotong sebelum putus sendiri, namun sekarang setelah 44 hari sudah boleh diputus. Terkadang mereka melakukan aktifitas yang secara tidak langsung membuat tali cepat putus, seperti digosok-gosok saat mencuci, sebab tali ini bisa bertahan lama sampai lebih dari tujuh bulan, sebagaimana yang dibuktikan sendiri oleh penulis. Sedangkan beras yang dimakan saat upacara Banten Kayopan Agung, dahulu selalu dihabiskan, namun sekarang sudah ada masyarakat yang tidak memakannya sampai habis, karena mereka anggap biasa saja (hanya sebagai ritual). Upacara adat masyarakat Tengger dalam pelaksanaannya selalu membutuhkan banyak biaya, namun karena terkait dengan keyakinan masyarakat

6 103 Hindu Tengger, akan senantiasa dijalankan. Saat ini seringkali diadakan upacara yang dilakukan bersamaan (dijadikan dalam satu hari), khususnya untuk upacara lingkup keluarga. Upacara Entas-Entas biasa digabung dengan upacara Praswala Gara atau juga dengan upacara Khitanan dan lain sebagainya. Selain itu pengambilan air dari sumber Semanik juga ada sedikit perubahan. Dahulu air langsung diambil di sumbernya, sekarang dapat diambil dari air sumber Semanik yang telah dialirkan ke desa, sehingga memudahkan keluarga yang punya hajat. Pola sarana/ kebendaan (wujud fisik) Dalam kehidupan sehari-hari banyak benda-benda atau tempat khusus yang masih dilestarikan oleh masyarakat Tengger Ngadisari. Sarana -sarana kebendaan tersebut adalah: peralatan upacara, tanaman yang dipakai untuk upacara dan tempat-tempat yang disakralkan. Peralatan Upacara Peralatan upacara yang digunakan dalam upacara adat masyarakat Tengger, yaitu: 1. Jumput/ Kain Cinde Panca Warna, merupakan kain cinde yang berasal dari sutra kuno dengan lima warna, yaitu: merah, putih, hijau, hitam dan kuning. Kain cinde ini hanya dipakai oleh Dukun setiap kali memimpin upacara Entas-Entas. Saat ini tidak semua Dukun Tengger memiliki kain cinde ini, sebab untuk memperolehnya sangat sulit. Meskipun demikian jika Dukun yang bersangkutan tidak memiliki kain cinde ini, masih diperbolehkan memimpin upacara Entas-Entas. 2. Prasen, merupakan tempat air suci yang dipakai setiap kali memimpin upacara adat Tengger. Prasen ini berasal dari jaman kerajaan Majapahit yang berangka tahun 1226 tahun saka. Di sekeliling prasen terdapat gambar yang merupakan lambang zodiak/ bintang pada masyarakat Hindu saat itu. Diperkirakan prasen ini berasal dari jaman Raja Hayam Wuruk, sebab tahun tersebut merupakan tahun berkuasanya raja tersebut dan ditengah-tengah gambar zodiak tersebut terdapat gambar ayam jago yang diyakini sebagai lambang dari Raja Hayam Wuruk. Tidak semua Dukun Tengger memiliki prasen yang berangka tahun saka, sebab barang tersebut biasanya diwariskan

7 104 secara turun-temurun dari suatu keluarga. Maka jika pendahulunya bukan seorang dukun maka dia tidak memiliki prasen berangka tahun saka tersebut. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa Dukun yang memiliki prasen yang berangka tahun saka, maka pendahulunya juga merupakan Dukun Tengger di masanya. 3. Berbagai peralatan yang dipakai dalam upacara Entas-Entas, Praswala Gara, maupun Pujan Kapat. Dahulu dalam rangkaian dandanan mereka, seperti tuwuhan menggunakan tali rafia (dari bahan sintetik), kemudian tamping memakai wadah plastik dengan alasan lebih mudah mendapatkannya. Namun sekarang sudah mulai dirintis kembali untuk menge mbalikan berbagai alat dan bahan-bahan tersebut dari bahan alam, seperti penggunaan tali dari bambu (tali branding) dalam setiap hal yang membutuhkan tali. Penggunaan wadah dari anyaman bambu, saat ini terus diupayakan oleh salah seorang Legen yang kebetulan pandai menganyam untuk membuat sendiri semua wadah-wadah untuk upacara agar tidak sampai me nggunakan bahan dari plastik. Hal ini dirasa perlu dilakukan untuk menjaga keutuhan budaya Tengger, sebab jika dibiarkan saja maka semakin lama adat tradisi mereka akan berubah. A B Gambar 13 Peralatan yang digunakan Dukun dalam upacara adat Tengger, berupa: A. Tempat sesaji dan B. Kain cinde panca warna (biasa dipakai dalam upacara Entas-Entas). Tanaman yang Berkaitan dengan Upacara

8 105 Penanaman tanaman tertentu yang berkaitan dengan upacara masyarakat Tengger, khususnya upacara Entas-Entas seperti daun nyangkuh, pohon jarak dan bunga kenikir terus dilakukan. Tanaman nyangkuh dapat kita temui di beberapa tegalan penduduk, begitu pula dengan pohon jarak, sedangkan bunga kenikir banyak ditanam sebagai tanaman hias. Bunga tanalayu (edelweys) karena merupakan tanaman hutan yang banyak tumbuh dan tahan lama, maka tidak membutuhkan penanaman khusus karena banyak terdapat di hutan, jika butuh tinggal memetik di hutan. Penulis pernah menjumpai padang alang-alang di sekitar gaga (tegalan) penduduk, ternyata alang-alang tersebut selain dipakai untuk makanan ternak juga digunakan da lam pembuatan petra. Untuk tanaman yang sulit tumbuh di daerah penelitian, namun digunakan dalam upacara masyarakat Tengger seperti beringin, pohon pisang, kelapa muda (degan) dan janur yang dipakai dalam upacara Praswala Gara biasanya didapatkan dari desa lain atau dipesan di pasar. A B C D E Gambar 14 Tanaman pembuat Petra, antara lain: A. Alang-alang; B. Bunga Tanalayu / edelweys ; C. Daun Pampung; D. Bunga Kenikir; dan E. Daun Nyangkuh Saat melakukan observasi secara partisipatif pada upacara Praswala Gara, penulis menanyakan kenapa tidak diganti saja bahan-bahan yang sulit

9 106 didapatkan dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh di daerah tersebut yang penting memiliki makna yang sama, seperti beringin yang diganti dengan pohon cemara. Namun menurut mereka hal itu sudah dari dulu dilakukan para pendahulunya sehingga mereka tidak berani dan tidak mau merubah, meskipun bahan yang dibutuhkan harus dicari di tempat yang jauh harus tetap dilaksanakan. Sebab nantinya akan mengurangi makna yang sebenarnya. Sehingga sudah menjadi tugas para Legen dan Wong Sepuh untuk selalu siap dengan berbagai ubo rampe tersebut. Dari sini penulis melihat adanya kepatuha n mereka terhadap apa yang diwariskan secara turun-temurun. Doktrinasi yang diberikan oleh para pendahulu mereka begitu kuat. Tempat -tempat Sakral Masih banyak tempat-tempat keramat yang kesakralannya tetap diyakini sampai sekarang. Masyarakat masih ser ing meminta sesuatu ke tempat-tempat tersebut, seperti meminta lancar rejeki ataupun meminta agar dapat cepat memperoleh keturunan. Tempat-tempat yang disakralkan dan berhubungan dengan upacara Entas-Entas, Praswala Gara, dan Pujan Kapat antara lain: 1. Pedanyangan Pedanyangan dianggap sebagai tempat bagi danyang yang mbaurekso daerah tersebut. Di desa Ngadisari terdapat dua tempat pedanyangan, yaitu pedanyangan Ngadisari dan pedanyangan Wonosari. Danyang Wonosari menguasai dan menjaga dusun Wonosari, sedangkan danyang Ngadisari menguasai dan menjaga dusun krajan Ngadisari dan Cemoro Lawang. Masih sering ditemui tamping di kedua pedanyangan ini, terlebih lagi jika ada orang yang punya hajat atau sengaja meminta sesuatu di tempat tersebut biasanya membawa tamping. Pembakaran petra setelah upacara Entas -Entas atau upacara yang lain juga dilakukan di tempat tersebut. Pedanyangan sebagai tempat yang disakralkan cukup terawat dengan baik, bahkan mengalami perbaikan. Jika dahulu hanya berupa tempat yang kecil saja, sekarang sudah dibangun secara permanen berbentuk seperti rumah kecil dengan satu ruangan, ditambah dengan pagar masuk yang mudah dikenali. Bunga kenikir yang dipakai dalam upacara sebenarnya berwarna

10 107 merah, yang merupakan tanaman kenikir asli Tengger. Namun karena kesulitan seringkali digunakan bunga kenikir dengan warna seadanya (bisa merah, bisa juga kuning). Saat ini mulai dirintis kembali perbanyakan penanaman bunga kenikir merah untuk upacara adat. Bunga ini biasa ditanam di halaman rumah sebagai tanaman hias. 2. Kutugan Kutugan merupakan suatu tempat yang oleh masyarakat Tengger diyakini sebagai tempat berkumpulnya para roh sebelum dientas dalam upacara Entas-Entas. Letak kutugan ini termasuk dalam Dusun Cemoro Lawang dekat pintu masuk kawasan wisata Bromo dan Laut Pasir. Kutugan ini sampai sekarang masih tetap terawat. Sebagaimana tempat-tempat sakral pada umumnya, di tempat ini juga selalu terdapat tamping. Warga masyarakat yang berharap keinginannya terkabul ada juga yang berdo a di tempat ini. Sudah menjadi keyakinan dan kebiasaan masyarakat Tengger untuk pergi ke tempattempat sakral jika memiliki hajat agar cepat terkabul. 3. Sumber Semanik Sumber ini merupakan sumber air yang disucikan oleh masyarakat Tengger Ngadisari dan sekitarnya. Sumber ini dianggap sumber pertama (sumber air yang pertama ada di daerah tersebut), sekaligus diyakini masyarakat Tengger sebagai tempat moksa anak Rara Anteng dan Jaka Seger yang bernama Ni Rawit. Biasanya jika ada suatu upacara, seperti Entas-Entas ataupun Praswala Gara, maka air suci yang dipakai dalam upacara diambil dari sumber ini. Bagi yang akan mengambil sumber air di sini dilarang berbicara dengan siapapun yang ditemui di sepanjang perjalanan, meskipun disapa tetap tidak boleh menyahut. Masyarakat masih meyakini jika menyahut dikhawatirkan apa yang ingin dicapai tidak berhasil/ mengalami kegagalan atau bisa juga terjadi musibah. Sebagian besar tempat-tempat sakral masyarakat Tengger yang berkaitan dengan cerita Rara Anteng dan Jaka Seger berada di wilayah Desa Ngadisari, sehingga banyak tempat-tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat Tengger di daerah ini. Tempat-tempat tersebut rata-rata berhubungan dengan moksanya

11 108 anak-anak Rara Anteng dan Jaka Seger yang secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 11. Ikhtisar Pola bersikap dari masyarakat Tengger Desa Ngadisari dalam pelestarian tradisi Entas-Entas, Praswala Gara, dan Pujan Kapat dapat dilihat dari sikap patuh dan penerimaan mereka terhadap tradisi tersebut. Faktor penting yang mempengaruhi sikap patuh tersebut adalah masih kuatnya budaya paternalistik yang berkembang di masyarakat. Dimana peranan Kepala Desa dan Tokoh Adat cukup kuat dalam membentuk sikap penerimaan masyarakat Tengger Ngadisari terhadap tradisi mereka. Masyarakat memiliki kecenderungan untuk mengikuti dan meneladani pemimpin mereka. Tingkat pendidikan yang masih rendah ikut menjadi faktor penyebab kepatuhan yang tinggi terhadap pemimpin. Selain itu pengaruh faktor keyakinan juga cukup dominan membentuk sikap mereka terhadap penerimaan pada tradisi tersebut. Seiring dengan interaksi yang cukup tinggi dengan wisatawan, mulai membentuk sikap komersialisasi pada warga masyarakat, dengan harapan akan menambah pendapatan dari perkembangan wisata budaya. Pola kelakuan dapat dilihat dari masih tingginya intensitas pelaksanaan upacara Entas-Entas, Praswala Gara, dan masih selalu dilaksanakannya upacara Pujan Kapat oleh masyarakat Tengger Ngadisari. Seiring dengan berjalannya waktu terdapat sedikit pergeseran pola kelakuan dalam pelaksanaan upacara tersebut antara yang dulu dengan sekarang. Pergeseran tersebut antara lain, pada upacara Entas-Entas adalah dibawanya petra secara kolektif ke tempat pedanyangan, pengambilan air sumber Semanik tidak langsung dari sumbernya, dan tidak digunakannya gamelan pengiring pada saat upacara. Pada upacara Praswala Gara adalah tidak dihabiskannya lagi beras dalam pelaksanaan Banten Kayopan Agung serta dapat diputuskannya tali banten setelah 44 hari. Pada upacara Pujan Kapat pelaksanaan uwar tidak harus diulangi jika ada keluarga yang tidak ketemu. Setiap upacara penyajian makanan dan minuman pun juga terjadi pergeseran. Saat ini di setiap upacara selalu disuguhkan minuman ringan bersoda (soft drink). Pergeseran pola kelakuan ini juga tidak terlepas dari budaya

12 109 masyarakat yang paternalistik, dimana pemimpin masih dijadikan fokus sentral untuk dipatuhi dan dijadikan teladan dalam tingkah laku sehari-hari. Pola sarana/ kebendaan masyarakat Tengger dalam upaya sosialisasi ketiga tradisi di atas dapat dilihat dari berbaga i hal yang berkaitan peralatan, tempat-tempat sakral dan tanaman yang berhubungan dengan upacara serta masih dilestarikan sampai saat ini. Penggunaan peralatan saat ini mulai dilakukan penggunaan dan pembuatan dengan bahan-bahan yang berasl dari alam. Tanamantanaman yang digunakan untuk upacara masih terawat dengan baik, seperti bunga kenikir, nyangkuh, pampung, jarak, dll.tempat-tempat yang berhubungan dengan upacara, seperti pedanyangan dan kutugan dalam upacara Entas-Entas masih dirawat dengan baik. Sumber Semanik juga dibuatkan saluran untuk memudahkan orang yang punya hajat mengambil airnya.

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH 41 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH Kerangka Berpikir Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 46 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, propinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi karena daerah tersebut

Lebih terperinci

POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT TENGGER

POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT TENGGER 110 POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT TENGGER Proses Komunikasi dalam Pewarisan Budaya Suatu nilai budaya diwariskan dari generasi ke generasi melalui suatu proses komunikasi. Van Doorn dan Lammers (1959) sebagaimana

Lebih terperinci

DESKRIPSI TRADISI ENTAS-ENTAS, PRASWALA GARA, DAN PUJAN KAPAT MASYARAKAT TENGGER NGADISARI

DESKRIPSI TRADISI ENTAS-ENTAS, PRASWALA GARA, DAN PUJAN KAPAT MASYARAKAT TENGGER NGADISARI 76 DESKRIPSI TRADISI ENTAS-ENTAS, PRASWALA GARA, DAN PUJAN KAPAT MASYARAKAT TENGGER NGADISARI Tradisi Entas-Entas Deskripsi Tradisi Entas-Entas Entas-Entas adalah sebuah prosesi upacara adat kematian masyarakat

Lebih terperinci

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN Oleh : Ade Reza Palevi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa aderezahidayat@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

WAWASAN BUDAYA NUSANTARA SUKU TENGGER

WAWASAN BUDAYA NUSANTARA SUKU TENGGER WAWASAN BUDAYA NUSANTARA SUKU TENGGER http://orig08.deviantart.net/e6a1/f/2008/330/8/3/gunung_bromo http://www.indonesiakaya.com/assets/imagesweb/wanita-suku-tengger http://cdm-media.viva.id/thumb2s.com/perayaan-hari-raya-karo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuankemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tari Putri Asrini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tari Putri Asrini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panjalu merupakan sebuah kecamatan yang terletak di Ciamis Utara. Secara geografis Panjalu mempunyai luas wilayah sebesar 50,60 Km² dengan jumlah penduduk 46.991

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan serta pengembangan suatu kesenian apapun jenis dan bentuk kesenian tersebut. Hal itu disebabkan karena

Lebih terperinci

yang masih dipertahankan di suku Jawa adalah Ritual Bulan suro.

yang masih dipertahankan di suku Jawa adalah Ritual Bulan suro. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia adalah sebagai sebuah Negara yang besar terkenal dengan keanekaragaman suku dan kebudayaan. Kepulauan Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar

BAB I PENDAHULUAN. makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makam Kotagede atau sering disebut juga dengan Sargede adalah sebuah makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar Sutawijaya, pendiri kerajaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang berkaitan dengan pengungkapan rasa keindahan. Menurut kodratnya manusia adalah makhluk yang sepanjang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan

Lebih terperinci

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA 36 BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA 5.1 Gambaran Sosial-Budaya Masyarakat Lokal Masyarakat Kampung Batusuhunan merupakan masyarakat yang identik dengan agama Islam dikarenakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa

BAB IV ANALISIS. Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa BAB IV ANALISIS A. Mitos Sanja Kuning dalam Sejarah Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa lampau. Kisah-kisah tersebut biasanya dianggap sebagai warisan orang-orang zaman dahulu.

Lebih terperinci

LAPORAN OBSERVASI SETING LOKAL UPACARA ADAT DISTRIKAN DANAU RANU GRATI DESA RANUKLINDUNGAN KECAMATAN GRATI KABUPATEN PASURUAN

LAPORAN OBSERVASI SETING LOKAL UPACARA ADAT DISTRIKAN DANAU RANU GRATI DESA RANUKLINDUNGAN KECAMATAN GRATI KABUPATEN PASURUAN LAPORAN OBSERVASI SETING LOKAL UPACARA ADAT DISTRIKAN DANAU RANU GRATI DESA RANUKLINDUNGAN KECAMATAN GRATI KABUPATEN PASURUAN NAMA : AHMAD ARIFIN NIM : 140711603936 OFFERING : C Tugas untuk memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB III PROSESI UPACARA PENGASIHAN DI MAKAM PUTRI CAMPA. Pengasihan merupakan kepercayaan untuk melancarkan jodoh, pekerjaan

BAB III PROSESI UPACARA PENGASIHAN DI MAKAM PUTRI CAMPA. Pengasihan merupakan kepercayaan untuk melancarkan jodoh, pekerjaan 43 BAB III PROSESI UPACARA PENGASIHAN DI MAKAM PUTRI CAMPA A. Prosesi Kegiatan 47 Pengasihan merupakan kepercayaan untuk melancarkan jodoh, pekerjaan dan keinginan yang sekiranya sulit untuk di capai.

Lebih terperinci

Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo

Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo Oleh: Murti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Murti_tinah@yahoo.com.id Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Seiring dengan zaman, kebudayaan dan masyarakat akan selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Sumatera dan Suku Mandailing adalah salah satu sub suku Batak

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Sumatera dan Suku Mandailing adalah salah satu sub suku Batak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain mengekspresikan

Lebih terperinci

Gambar 15. Foto Kendang Dalam Gamelan Terompong Beruk Foto: Ekalaiani, 2011.

Gambar 15. Foto Kendang Dalam Gamelan Terompong Beruk Foto: Ekalaiani, 2011. Musik Iringan dan Prosesi Penyajian Tari Legong Sambeh Bintang Kiriman Ni Wayan Ekaliani, Mahasiswa PS. Seni Tari ISI Denpasar Sebuah pertunjukan hubungan antara tari dan musik tidak dapat dipisahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual bersih desa Mandhasiya (yang selanjutnya disebut RBDM) merupakan ritual bersih desa yang dilaksanakan setiap tujuh bulan sekali pada Wuku Mandhasiya (terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan?

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan? Lampiran 1 63 Lampiran 2 DAFTAR PERTANYAAN 1. Bagaimana sejarah kesenian Jonggan! 2. Mengapa disebut dengan Jonggan? 3. Apa fungsi kesenian Jonggan? 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan umum Budaya tolak bala masih tetap dipertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual yang dilaksanakan dan dilestarikan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR

ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR Wahyuningtias (Mahasiswa Prodi PGSD Universitas Jember, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Setiap suku memiliki kebudayaan, tradisi

Lebih terperinci

Workshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur

Workshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur Workshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur Latar Belakang Verifikasi dan Validasi Pembelajaran, Warisan Budaya Tak Benda dan Kelembagaan.

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Tahapan selanjutnya adalah proses penganalisaan terhadap data dan fakta yang di temukan, kemudian di implementasikan berupa hasil temuan penelitian untuk diolah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan dan pada dasarnya upacara tradisional disebarkan secara lisan. Upacara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita adalah Negara yang memiliki beragam kebudayaan daerah dengan ciri khas masing-masing. Bangsa Indonesia telah memiliki semboyan Bhineka Tunggal

Lebih terperinci

BAB II IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH

BAB II IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH BAB II IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH 2.1 Permasalahan Keluarga Untuk mengidentifikasi masalah yang dialami keluarga, dilakukan beberapa kali kunjungan di kediaman keluarga dampingan. Selama kunjungan

Lebih terperinci

2014 SAJARAH CIJULANG

2014 SAJARAH CIJULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan salah satu kekayaan yang Indonesia miliki, kebudayaan yang beranekaragam ini merupakan aset negara yang harus tetap dipertahankan maupun dilestarikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa Daftar Informan No Nama Umur Pekerjaan Alamat 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, tokoh adat Desa Senakin 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa Senakin 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

Lebih terperinci

PROSES ENKULTURASI DALAM BUDAYA ENTAS-ENTAS, PRASWALA GARA, DAN PUJAN KAPAT (SISTEM SOSIAL LOKAL:ANTAR ETNIS KABUPATEN PROBOLINGGO)

PROSES ENKULTURASI DALAM BUDAYA ENTAS-ENTAS, PRASWALA GARA, DAN PUJAN KAPAT (SISTEM SOSIAL LOKAL:ANTAR ETNIS KABUPATEN PROBOLINGGO) 17 AA Kusumadinata Proses Enkulturasi Dalam Budaya PROSES ENKULTURASI DALAM BUDAYA ENTAS-ENTAS, PRASWALA GARA, DAN PUJAN KAPAT (SISTEM SOSIAL LOKAL:ANTAR ETNIS KABUPATEN PROBOLINGGO) ENCULTURATION OF PROCESS

Lebih terperinci

UPACARA PENDAHULUAN

UPACARA PENDAHULUAN www.ariefprawiro.co.nr UPACARA PENDAHULUAN I Pasang Tarub & Bleketepe Bleketepe adalah daun kelapa yang masih hijau dan dianyam digunakan sebagai atap atau tambahan atap rumah. Tarub yang biasanya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upacara Adat Pencucian Pusaka Nyangku merupakan suatu upacara

BAB I PENDAHULUAN. Upacara Adat Pencucian Pusaka Nyangku merupakan suatu upacara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upacara Adat Pencucian Pusaka Nyangku merupakan suatu upacara pembersihan benda-benda pusaka peninggalan leluhur masyarakat Panjalu. Upacara yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing maupun domestik. Wisatawan biasanya datang untuk melihat panorama

BAB I PENDAHULUAN. asing maupun domestik. Wisatawan biasanya datang untuk melihat panorama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Taman Nasional Gunung Bromo sudah lama dikenal oleh banyak wisatawan asing maupun domestik. Wisatawan biasanya datang untuk melihat panorama matahari terbit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Deskripsi Wilayah. 1. Geografis. a. Letak Desa. Banjarejo adalah salah satu desa yang terdapat di kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Deskripsi Wilayah. 1. Geografis. a. Letak Desa. Banjarejo adalah salah satu desa yang terdapat di kecamatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Wilayah 1. Geografis a. Letak Desa Banjarejo adalah salah satu desa yang terdapat di kecamatan Tanjungsari Kabupaten Gunungkidul. Memiliki luas 71,61 km 2 dan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Upacara adat Belian merupakan suatu bentuk kebudayaan asli Indonesia yang sampai saat ini masih ada dan terlaksana di masyarakat Dayak Paser, Kalimantan Timur. Sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang dipatuhi dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan suatu acara adat perkawinan atau hajatan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk berbudaya dan secara biologis mengenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk berbudaya dan secara biologis mengenal adanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk berbudaya dan secara biologis mengenal adanya perkawinan, melalui perkawinan inilah manusia mengalami perubahan status sosialnya, dari status

Lebih terperinci

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal Andhika Bayu Chandra 15600022 4A Arsitektur Teknik Universitas PGRI Semarang Andhikabayuchandra123@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam 40 BAB III PENYAJIAN DATA A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam masyarakat Pujud Data yang disajikan adalah data yang diperoleh dari lapangan yang dihimpun melalui observasi,

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan 305 BAB V KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Penjelasan yang terkait dengan keberadaan seni lukis

Lebih terperinci

BAB IV TANGGAPAN MASYARAKAT PEZIARAH

BAB IV TANGGAPAN MASYARAKAT PEZIARAH BAB IV TANGGAPAN MASYARAKAT PEZIARAH A. Pandangan terhadap Ziarah. Pada masa awal Islam, Rasulullah SAW memang melarang umat Islam untuk melakukan ziarah kubur. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga aqidah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Proses Akulturasi Budaya Islam dengan Budaya Hindu di Desa

BAB IV ANALISA DATA. A. Proses Akulturasi Budaya Islam dengan Budaya Hindu di Desa BAB IV ANALISA DATA A. Proses Akulturasi Budaya Islam dengan Budaya Hindu di Desa Gununggangsir Agama merupakan tuntunan hakiki bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan rohani sekaligus harapan kehidupan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai Tinjauan Filsafat Nilai Max Scheler terhadap Tarian

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai Tinjauan Filsafat Nilai Max Scheler terhadap Tarian BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian mengenai Tinjauan Filsafat Nilai Max Scheler terhadap Tarian Rakyat Ebleg Kebumen, dapat diambil kesimpulan berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian sebagai

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA JASA WISATA DAN KULINER DI KAWASAN CANDI CETO

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA JASA WISATA DAN KULINER DI KAWASAN CANDI CETO PEMBERDAYAAN PENGUSAHA JASA WISATA DAN KULINER DI KAWASAN CANDI CETO Oleh: Wahyu Purwiyastuti, S.S., M.Hum Dra. Emy Wuryani, M.Hum Disampaikan dalam Seminar Hasil Pengabdian Masyarakat (IbM) Bekerjasama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat.

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian adalah akhir dari kehidupan. Dalam kematian manusia ada ritual kematian yang disebut dengan pemakaman. Pemakaman dianggap sebagai akhir dari ritual kematian.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. membangun rumah tidak dapat diketahui secara pasti, karena tradisi dilaksanakan

BAB V PENUTUP. membangun rumah tidak dapat diketahui secara pasti, karena tradisi dilaksanakan BAB V PENUTUP Setelah penulis menguraikan tentang Tradisi Membangun Rumah di Desa Sungai Rangas Ulu Kecamatan Martapura Barat, maka sampailah kini kepada bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan saran-saran.

Lebih terperinci

Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo

Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Oleh: Ade Ayu Mawarni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa adeayumawarni@yahoo.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA A. Penyajian Data Dalam penganalisaan data penelitian ini, penulis mengumpulkan data dengan memakai angket dan jumlah angket yang peneliti sebarkan sebanyak 100 angket.

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN dan SARAN. dan doa-doa, manuk mira, dan boras pirma tondi oleh amang, inang,

BAB V. KESIMPULAN dan SARAN. dan doa-doa, manuk mira, dan boras pirma tondi oleh amang, inang, BAB V KESIMPULAN dan SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Upacara mangupa upa pangaranto dimulai dengan pemberian

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SURAN DI MAKAM GEDIBRAH DESA TAMBAK AGUNG KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SURAN DI MAKAM GEDIBRAH DESA TAMBAK AGUNG KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SURAN DI MAKAM GEDIBRAH DESA TAMBAK AGUNG KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN Oleh: Tanti Wahyuningsih program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa wahyutanti546@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari mempunyai peranan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia terutama dalam aktivitas bermasyarakat, komunikasi juga

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN

BAB III HASIL PENELITIAN Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis dan Demografi Wilayah Kaliwungu Kabupaten Kendal terletak

Lebih terperinci

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Lampiran Ringkasan Novel KoKoro Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Kamakura menjadi sejarah dalam kehidupan keduanya. Pertemuannya dengan sensei merupakan hal yang

Lebih terperinci

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG UKBM 3.1/4.1/1/1-1 BAHASA INDONESIA PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG UNIT KEGIATAN BELAJAR BIN 3.1/4.1/1/1-1 PENTINGKAH LAPORAN HASIL OBSERVASI Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Tapanuli Tengah dikenal dengan sebutan Negeri Wisata Sejuta Pesona. Julukan ini diberikan kepada Kabupaten Tapanuli Tengah dikarenakan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB VI RESPON MASYARAKAT LOKAL ATAS DAMPAK SOSIO-EKOLOGI HADIRNYA INDUSTRI PENGOLAHAN TAHU

BAB VI RESPON MASYARAKAT LOKAL ATAS DAMPAK SOSIO-EKOLOGI HADIRNYA INDUSTRI PENGOLAHAN TAHU 63 BAB VI RESPON MASYARAKAT LOKAL ATAS DAMPAK SOSIO-EKOLOGI HADIRNYA INDUSTRI PENGOLAHAN TAHU 6.1 Pendahuluan Dampak Sosio-Ekologi Kampung Cikaret memiliki dua buah sungai yang mengaliri kawasan RW 01

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 M u s e u m T e k s t i l B e n g k u l u

BAB I PENDAHULUAN. 1 M u s e u m T e k s t i l B e n g k u l u BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negeri yang kaya akan sejarah, budaya, dan kekayaan alamnya. Sejak masih jaman Kerajaan, masyarakat dari seluruh pelosok dunia datang ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat beberapa hal pokok yang akan ditegaskan sebagai inti pemahaman masyarakat Tunua tentang fakta

Lebih terperinci

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Oleh: Heira Febriana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Febrianahera@gmail.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 INFORMED CONSENT Lembar Pernyataan Persetujuan oleh Subjek Saya yang bertanda tangan dibawah

Lebih terperinci

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang menuju pribadi yang mandiri untuk membangun dirinya sendiri maupun masyarakatnya.

Lebih terperinci

BAB VI CATATAN SEBUAH REFLEKSI

BAB VI CATATAN SEBUAH REFLEKSI BAB VI CATATAN SEBUAH REFLEKSI A. Refleksi Perilaku merupakan respon individu terhadap stimulasi baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning bangsa (kebudayaan itu menjadi cermin besar yang menggambarkan peradaban suatu bangsa). Hal ini

Lebih terperinci

Menyumbang Kepada Masyarakat Saudara

Menyumbang Kepada Masyarakat Saudara Menyumbang Kepada Masyarakat Saudara Palang Merah bekerja dalam hampir semua negara di dunia ini. Pekerjaannya adalah melayani umat manusia. Mereka menolong orang yang tertimpa bencana, seperti kelaparan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berada di sebelah timur pulau Sumbawa yang berbatasan langsung dengan NTT adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berada di sebelah timur pulau Sumbawa yang berbatasan langsung dengan NTT adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Bima Propinsi NTB adalah sebagian dari kesatuan NKRI, adalah sebuah daerah yang berada di sebelah timur pulau Sumbawa yang berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

Wujud Cerita Panglima Besar dalam Masyarakat Desa Sei Nagalawan. merupakan panglima yang tinggal di Desa Sei Nagalawan. Tokoh Panglima Besar

Wujud Cerita Panglima Besar dalam Masyarakat Desa Sei Nagalawan. merupakan panglima yang tinggal di Desa Sei Nagalawan. Tokoh Panglima Besar LAMPIRAN 1 Wujud Cerita Panglima Besar dalam Masyarakat Desa Sei Nagalawan Bagi sebagian masyarakat di Desa Sei Nagalawan cerita Panglima Besar ini tidak asing lagi, banyak orang berpendapat bahwasannya

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci