Evaluasi Pelaksanaan Program One Village One Product (OVOP) dalam Pemberdayaan Masyarakat di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Evaluasi Pelaksanaan Program One Village One Product (OVOP) dalam Pemberdayaan Masyarakat di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung"

Transkripsi

1 Evaluasi Pelaksanaan Program One Village One Product (OVOP) dalam Pemberdayaan Masyarakat di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung Kadek Rianita Indah Pratiwi 1), Ni Nyoman Dewi Pascarani 2), I Ketut Winaya 3) 1,2,3) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana rianitaindah232@yahoo.com 1), dewi.pascarani@yahoo.com 2), ketutwinaya14@yahoo.com 3) ABSTRAK Program OVOP di Desa Pelaga merupakan upaya pemerintah untuk memberdayakan petani dengan pola OVOP melalui koperasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan evaluasi pelaksanaan Program OVOP di Desa Pelaga dalam pemberdayaan masyarakat dan menelaah kendala yang ada pada pelaksanaan program. Jenis penelitian yaitu deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara, dokumentasi dan observasi non partisipan. Sedangkan teknik menganalisis data mulai dari mereduksi data hingga menyimpulkan. Model evaluasi yang digunakan evaluasi CIPP (context, inputs, process, product) dari Stufflebeam dengan informan dari Bidang Bina Usaha Diskoperindag Kabupaten Badung, Koperasi Tani Mertanadi, Kantor Kepala Desa Pelaga dan petani asparagus. Hasil analisis temuan penelitian menunjukkan bahwa Program OVOP yang dilaksanakan di Desa Pelaga dilihat dari keseluruhan aspek sudah berjalan dengan baik. Adapun kendala kendala yang ditemui dalam pelaksanaan program yaitu sulitnya merubah mindset pola bertani dari tradisional ke modern, pesimistis petani terhadap program baru dan terkait cuaca ekstrem yang mempengaruhi kualitas panen. Kata Kunci : Evaluasi, Model CIPP, Program OVOP, Pemberdayaan Masyarakat 1. PENDAHULUAN Evaluasi menjadi bagian yang melekat dan berkelanjutan dalam proses program pemerintah. Salah satunya evaluasi mengenai program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah. Berdasarkan Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2008 mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pasal 1 Ayat (8) menjelaskan bahwa pemerintah telah berusaha dan mengupayakan pemberdayaan masyarakat melalui pelaku UMKM dan petani. Salah satu strategi pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia dalam pemberdayaan masyarakat adalah mengimplementasikan Program One Village One Product (OVOP) sesuai dengan Inpres Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tanggal 08 kebijakan mengenai percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. Program OVOP merupakan gerakan masyarakat dengan melibatkan pemerintah untuk menggerakkan produk khas dari kreativitas masyarakat lokal di daerah bisa tingkat desa hingga kabupaten/kota. Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Badung mengembangkan Program OVOP di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Kelompok sasaran pada program adalah pelaku usaha bidang pertanian terutama petani sebagai pilot project. Desa Pelaga merupakan kawasan konservasi yang cocok untuk kawasan perkebunan, hortikultura dan peternakan. Hasil pilot project ini tergambar adanya inisiatif baru pengembangan budidaya asparagus sebagai produk sayuran unggulan hortikultura. Sebagai langkah awal Program OVOP di Desa Pelaga, dibentuklah Koperasi Tani Mertanadi yang berperan dalam hal pembiayaan, produksi dan pemasaran. Program OVOP di Desa Pelaga baru berjalan kurang lebih 5 (lima) tahun, masih terdapat permasalahan permasalahan yang dihadapi Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Badung dalam pelaksanaan program ini. Berdasarkan 1

2 informasi dilapangan adapun masalah itu dijelaskan sebagai berikut : Pertama, kurangnya sarana dan prasana penunjang pengembangan asparagus, dimaksudkan ketersedian pupuk khusus dan mesin pengolah sayuran belum dapat dipenuhi oleh pemerintah. Kedua, permintaan pasar yang tinggi belum bisa dipenuhi. Selain itu, masih sulit merubah pola pikir para petani yang tradisional membuat banyak hasil panen yang gagal atau hasil panennya tidak disetorkan ke koperasi tepat waktu. Ketiga, sosialisasi dan promosi belum meluas di wilayah nusantara dan mancanegara karena belum maksimal dalam penggunaan website. Bertitik tolak dari latar belakang di atas, diperlukanlah evaluasi untuk menjelaskan fakta dan keadaan dalam pelaksanaan program tersebut, maka diadakan penelitian dengan judul Evaluasi Pelaksanaan Program One Village One Product (OVOP) dalam Pemberdayaan Masyarakat di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. 2. KAJIAN PUSTAKA Anderson mendefinisikan kebijakan publik secara sempit yaitu tindakan yang dirumuskan oleh seorang atau sejumlah aktor untuk mengatasi suatu permasalahan (dalam Winarno, 2012, 21). Sedangkan, Stufflebeam merumuskan evaluasi merupakan gambaran, penyedian informasi yang berguna sebagai alternatif pengambilan keputusan (dalam Tayibnapis, 2008, 14). Evaluasi program menurut Wirawan (2011, 17) adalah metode mengumpulkan dan menganalisis informasi secara sitematik untuk menilai dasar program. Evaluasi dibagi menjadi dua jenis berdasarkan fungsi penelitian menurut Sugiyono (2014, 10) sebagai berikut : 1. Penelitian evaluasi formatif digunakan melihat timbal balik dari suatu proses program. 2. Penelitian evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang menekankan pada efektifitas pencapaian program. Penelitian ini menggunakan Model Evaluasi CIPP menurut Stufflebeam. Penjelasan evaluasi model CIPP menurut Stufflebeam dalam Arikunto (2008, 46-47) sebagai berikut : 1. Evaluasi konteks (context evaluation) Evaluasi konteks melihat tujuan apa yang ingin dicapai dari kondisi lingkungan dan kebutuhan yang diperlukan. Stufflebeam menyatakan evaluasi konteks berfokus meneliti peluang dan kebutuhannya. Evaluasi ini berkaitan dengan lingkungan program atau kekuatan dan kelemahan obyek tertentu. 2. Evaluasi masukan (input evaluation) Evaluasi masukan melihat penyediaan dari sumber daya yang dibutuhkan dalam encapaian program. Evaluasi ini berfokus pada pengumpulan informasi input yang penting, meliputi bagaimana penggunaan sumber - sumber yang tersedia, anggaran, waktu, prosedur untuk strategi implementasi serta sarana dan fasilitas yang harus dipikirkan untuk mencapai suatu program. 3. Evaluasi proses (process evaluation) Evaluasi proses ini agar mengetahui tindakan yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana sebelumnya. Sampai sejauh mana rencana program telah dilakukan, operasional program yang meliputi sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan. 4. Evaluasi produk (product evaluation) Evaluasi produk mengidentifikasi hal yang telah berhasil dicapai dalam program. Evaluasi produk tersebut mengukur keberhasilan mencapai tujuan. Konsep One Village One Product (OVOP) OVOP merupakan pembangunan ekonomi yang bermula dari Jepang tahun 1970an diperkenalkan oleh Dr. Morihiko Hiramatsu, Gubernur Oita Prefecture. Adapun tujuan pengembangan Program One Village One Product secara umum antara lain : 1. Menarik kembali masyarakat yang terlanjur berpindah dari pedesaan ke kota. 2. Mengembangkan budaya dan industri pedesaan. 3. Memberikan nilai tambah bagi aktivitas masyarakat yang sudah dilakukan secara turun temurun. 4. Dengan adanya nilai tambah bagi aktivitas masyarakat akan mengangkat derajat masyarakat pedesaan. 5. Pengembangan industri pedesaan mencapai pasar internasional. 2

3 Program OVOP di Indonesia merupakan program berbasis community development. Dimana pengembangan OVOP memiliki tiga prinsip dasar dalam pelaksanaannya sebagai berikut : 1. Lokal tapi global Pengembangan OVOP bertujuan untuk mengembangkan produk yang dihasilkan masyarakat lokal. Artinya komoditas yang bersifat lokal bisa menjadi komoditas yang internasional. 2. Kemandirian dan kreativitas Potensi produk yang dikembangkan adalah produk disetiap daerah. Pada umumnya, Program OVOP disadarkan berdasarkan inisiatif masyarakat lokal, semangat kemandirian dan kreatifitas masyarakat untuk menjadi potensi regional. 3. Pengembangan sumber daya manusia Program OVOP memiliki prinsip untuk memacu sumber daya manusia dilingkungan daerahnya agar mampu kreatif dan inovatif. Berdasarkan prinsip prinsip dari program OVOP maka program ini merupakan program pemberdayaan masyarakat melalui pelaku usaha atau petani. Kemudian dengan adanya Inpres No. 6 Tahun 2007 memperjelas bahwa program OVOP ini merupakan program pemberdayaan dilihat dari dasar hukumnya. Konsep Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan adalah proses menyeluruh dan proses aktif peningkatan pengetahuan dan keterampilan oleh motivator maupun fasilitator kepada kelompok masyarakat yang diberdayakan (Sumodiningrat & Wulandari, 2015, 20). Sedangkan, menurut Mardikanto dan Soebiato (2015, 127) berpendapat bahwa proses pemberdayaan masyarakat itu memadukan hubungan erat antara faktor internal dan eksternal. Tahapan kegiatan kegiatan pemberdayaan menurut Mardikanto dan Soebiato (2015, 127) yaitu : 1. Penetapan dan pengenalan wilayah kerja. Sebelum melakukan kegiatan, penetapan wilayah kerja perlu memperoleh kesepakatan antara tim fasilitator, aparat pemerintah setempat, (perwakilan) masyarakat setempat, dan pemangku kepentingan yang lain (pelaku bisnis, tokoh masyarakat, aktivis LSM, akademisi,dll). 2. Sosialisasi kegiatan. Dilakukan sebagai upaya untuk mengkomunikasikan rencana kegiatan pemberdayaan masyarakat yang akan dilakukan di wilayah tersebut. 3. Penyadaran masyarakat. Dilakukan agar masyarakat paham pada keberadaan dan kondisi lingkungannya. 4. Pengorganisasian masyarakat. Termasuk pemilihan pemimpin dan kelompok - kelompok tugas (task group) yang akan dibentuk. 5. Pelaksanaan kegiatan. Terdiri dari berbagai pelatihan untuk menambah dan memperbaiki pengetahuan teknis, keterampilan manajerial serta berbagai pengembangan kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan pendapatan. 6. Advokasi kebijakan, karena semua upaya pemberdayaan masyarakat memerlukan dukungan kebijakan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat. 7. Politisasi, dalam arti terus menerus memelihara dan meningkatkan posisi tawar melalui kegiatan politik praktis. 3. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kualitatif yang dimaksudkan menggambarkan tentang satu variabel, gejala dan keadaan pelaksanaan Program OVOP dalam pemberdayaan masyarakat di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Sumber data dalam penelitian ini yaitu sumber data primer, data sekunder dan data online. Unit analisis organisasi pada penelitian ini adalah Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Pemerintahan Kabupaten Badung. Data yang terkumpul menggunakan teknik wawancara, observasi non partisipan dan dokumentasi. Sedangkan tahapan dalam menganalisis data melalui tahapan pereduksian, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Data untuk pelaporan selanjutnya disajikan dalam deskripsi kata-kata dan akan di tambah dengan data - data formal lain berupa tabel, gambar dan dokumen. 3

4 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi Pelaksanaan Program One Village One Product Di Desa Pelaga Berdasarkan Model Evaluasi CIPP Evaluasi Konteks Program OVOP di Desa Pelaga merupakan program yang diturunkan dari kerjasama antara Kementrian Koperasi dan UKM RI dengan ICDF Taiwan kepada Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Badung. Program OVOP di Desa Pelaga merupakan program pembangunan masyarakat pedesaan dilakukan dengan pemberdayaan para petani. Secara garis besar tujuan program ini merupakan tujuan dari pemerintah pusat maupun pemerintah Kabupaten Badung sendiri. Salah satunya membangun Badung dimulai dari membangun masyarakat pedesaan. Melihat bahwa Badung Utara salah satunya Desa Pelaga ini merupakan desa dengan sumber daya alam yang cocok untuk pertanian dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah bertani. Dengan demikian, tujuan pelaksanaan Program OVOP di Desa Pelaga mendukung tercapainya tujuan dari komitmen dan pembangunan pemerintahan Kabupaten Badung. Program OVOP di Desa Pelaga ditujukan pada sektor pertanian. Pemilihan Desa Pelaga telah disesuaikan dengan kondisi lingkungan desa sebagai lahan yang cocok untuk budidaya sayuran hortikultura berupa asparagus. Desa Pelaga terletak didataran tinggi sehingga sumber daya alam berupa tanah yang sangat subur mendukung sebagai usaha pertanian. Kondisi tersebut mendorong para petani di Desa Pelaga untuk mau berpartisipasi dan tertarik belajar pola pertanian yang lebih baik. Selain dari pada lingkungan desa, kondisi lingkungan pelaksana dinas sudah siap dan komitmen untuk melaksanakan Program OVOP di Desa Pelaga dilihat dari keseriusan dinas menjalin komunikasi, sinergitas antar pihak lain yang terlibat dan tentunya menjaga hubungan baik dengan masyarakat. Sebelum melaksanakan Program OVOP di Desa Pelaga dipertimbangkan terlebih dahulu kekuatan dan kelemahan yang menjadi sasaran program. Ini sebagai informasi bagi keputusan dalam perencanaan program akan berjalan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan dan kelemahan sasaran program. Seperti sumber daya alam berupa tanah yang cocok untuk budidaya asparagus tidak seimbang dengan pola pikir pertanian yang masih tradisional. Namun, adanya komitmen dan dukungan dari pemerintah daerah secara berkesinambungan membuat Program OVOP dapat terus berlanjut meskipun terkadang petani masih pesimistis terhadap program baru pemerintah. Sejauh ini kekuatan sasaran program lebih mendominasi dari kelemahan program sehingga Program OVOP di Desa Pelaga masih terus berjalan sampai saat ini. Evaluasi Input Program OVOP tentu sangat membutuhkan peran serta dari aparat pelaksana program agar tujuan dari program berhasil. Sumber daya manusia yang menjadi pelaksana Program OVOP dari tahun 2010 hingga tahun 2014 terdiri dari Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Badung, Koperasi Tani Mertanadi didampingi TTM (Taiwan Technical Mission). Ketersediaan secara kuantitas sumber daya manusia baik di dinas maupun koperasi sudah cukup banyak yang terlibat. Namun, dilihat dari pekerjaan yang di emban lebih khusus secara kualitas kurang. Dinas hanya menjadi fasilitator atau perencana kegiatankegiatan dalam program sedangkan untuk pembinaan khusus pertanian dibantu oleh TTM dari ICDF (Internasional Cooperation and Development Fund) Taiwan. Begitu pula dengan pengurus koperasi yang idealnya bekerja sebagai petani untuk saat ini memerlukan pembinaan dan pelatihan lebih lanjut agar mengkhusus memahami tugas dan tanggungjawab perkoperasian. Berdasarkan latar belakang pendidikan, jumlah sumber daya manusia yang menjadi pelaksana program sebanyak 30 orang. Latar belakang pendidikan untuk Bidang Bina Usaha Diskoperindag sebagian besar S1, hanya 2 lulusan SMA dan 1 orang lulusan S2. Sedangkan, dari Koperasi Tani Mertanadi rata-rata hanya lulusan SMA sebanyak 17 orang, hanya 3 orang yang berpendidikan hingga S1. 4

5 Dana memegang peranan sangat penting dalam pelaksanaan program pengembangan sektor riil, terlihat dari bentuk programnya memperhatikan petani artinya memperhatikan dari hulu sampai hilir. Sumber dana dan jumlah dana Program OVOP ini berasal dari APBN dan APBD II Kabupaten Badung serta diberikan oleh ICDF Taiwan. Terkait dengan jumah dana yang dapat digali dari masyarakat untuk segala jenis kegiatan Koperasi Tani Mertanadi selain berasal dari bantuan dana pemerintah juga berasal dari simpanan awal anggota koperasi itu sendiri. Anggaran yang diperlukan dalam pelaksanaan program disesuaikan dengan prioritas yang ada dalam program. Karena dana yang dialokasi dalam pengembangan sektor riil ini telah dimanfaatkan untuk kebutuhan koperasi serta pertanggungjawaban dana tersebut resmi oleh koperasi. Keberhasilan pelaksanaan program juga harus didukung dengan fasilitas yang dimiliki. Fasilitas yang dimaksudkan adalah sarana dan prasarana untuk melancarkan fungsi atau tugas Koperasi Tani Mertanadi. Fasilitas pendukung pelaksanaan program di Koperasi Tani Mertanadi sudah baik tinggal bagaimana komitmen dari pelaksana program untuk bekerja secara baik dalam program tersebut. Berdasarkan fasilitas - fasilitas yang ada dalam Program OVOP sudah dirasakan memadai. Fasilitas yang ada tersebut berasal dari bantuan hibah pemerintah maupun berasal dari aset koperasi sendiri. Evaluasi Proses Bidang Bina Usaha Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Badung bersama TTM (Taiwan Technical Mission) telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang diselenggarakan baik oleh dinas sendiri maupun bekerjasama dengan Kementerian Koperasi dan UKM RI. Sosialisasi ini dilaksanakan secara berkelanjutan atau terus menerus disesuaikan dengan kegiatan - kegiatan yang ada. Sosialisasi kepada masyarakat petani dilaksanakan dengan mendatangi langsung kelompok kelompok petani yang ada di Desa Pelaga. Sosialisasi yang diberikan mengawali dengan tujuan program, sasaran program, proses pelaksanaan program dan dampak program. Sosialisasi ini tidak hanya untuk menarik kelompok petani, namun sosialisasi pula diadakan kepada dinas terkait, hal ini untuk menjalin kerjasama dan sinergitas antar dinas. Sosialisasi dan promosi dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung. Sosialisasi dilakukan dengan bentuk booklet dan brosur Program OVOP Badung. Selain itu, setiap tahun diadakan Festival Asparagus yang terdiri dari kontes masakan berbahan baku asparagus, pameran produk asparagus dan beragam info tentang program OVOP di Desa Pelaga. Sedangkan, promosi secara tidak langsung memanfaatkan tekhnologi yang ada Program OVOP di Desa Pelaga dipromosikan dalam bentuk website dengan alamat Namun penggunaan website belum berjalan dengan optimal akibat dari ketidakpahaman pengurus koperasi mengelola teknologi. Adapun rencana kegiatan pengembangan Program OVOP sesuai dengan pemaparan Deputi Bidang Pengkajian dan Sumberdaya UKMK yang dicantumkan dalam website resmi Kementrian Koperasi dan UKM RI yaitu: 1. Koordinasi dengan stakeholders di daerah dan penyusunan rencana tindak ke depan 2. Pengenalan akses pasar melalui promosi produk dan temu bisnis baik di pasar lokal maupun internasional 3. Pendampingan yaitu pendampingan teknis produksi, pendampingan processing atau pengolahan pendampingan desain dan packaging 4. Fasilitasi perkuatan sarana pendukung yaitu fasilitasi sarana produksi dan fasilitasi sarana pemasaran 5. Dukungan promosi melalui pameran, publikasi maupun festival 6. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pendampingan, penyuluhan, pelatihan dan studi banding 7. Temu bisnis dengan calon pembeli Desa Pelaga sebagai salah satu rintisan program rencana kegiatan dibuat jangka tahun 2010 hingga Perencanaan kegiatan tersebut tidak hanya melibatkan pemerintahan pusat melalui Kementrian Koperasi dan UKM, namun juga pemerintahan daerah melalui Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan 5

6 Kabupaten Badung dan Tenaga ahli dari Taiwan serta masyarakat Desa Pelaga. Setelah dilakukan perencanaan program OVOP ini dilapangan, kemudian dilakukan pelaksanaan daripada rencana kegiatan tersebut. Berdasarkan rencana kegiatan tahun , adapun daftar kegiatan yang terlaksana sebagai berikut : Tabel 4.16 Daftar Kegiatan yang Terlaksana Tahun Rencana Kegiatan Temuan Dilapangan Tahun Melakukan research 2. Penetapan produk yg akan 1. Terealisasi 2. Terealisasi di hasilkan 3. Melakukan training bagi 3. Terealisasi pembina 4. Product development 4. Terealisasi 5. Pembentukan organisasi 5. Terealisasi (koperasi) 6. Terealisasi 6. Penyiapan sarana produksi Tahun Training bagi petani yang 1. Terealisasi didampingi oleh seorang Misi Teknik Taiwan 2. Pendampingan teknis 2. Terealisasi produksi, pengolahan, design, menata managemen dan packaging 3. Design pola pemasaran 3. Terealisasi (central di koperasi) 4. Membangun jaringan 4. Terealisasi pemasaran 5. Marketing events (expo,dll) 5. Terealisasi Tahun Suntaineblity /perluasan lahan penanaman 2. Product innovation 3. Peningkatan kapasitas SDM Tahun Persiapan membuat bibit sendiri 2. Perluasan pasar (ekspor) 3. Perluasan bidang usaha (buka restoran) 1. Terealisasi 2. Terealisasi 3. Terealisasi 1. Terealisasi 2. Belum 3. Belum Sumber: Diolah penulis dari berbagai sumber, 2016 Seluruh kegiatan dilaksanakan pada rentang tahun 2010 hingga 2014, namun yang berbeda hanya batasan atau lama waktu pelaksanannya. Sedangkan, kegiatan perluasan pasar ekspor dan perluasan bidang usaha berupa membuka sebuah restoran, minimarket dan sebagainya. Temuan dilapangan menunjukkan bahwa kegiatan ini belum terlaksana mengingat bahwa kegiatan ini butuh waktu bertahap yang sekarang masih dalam tahapan perluasan lahan petani, dikarenakan kegiatan ini juga memerlukan biaya dan kesiapan yang cukup besar. Pemantauan selalu dilakukan pihak dinas sebagai bahan untuk melihat perkembangan dari kelompok tani. Proses ini terus menerus dilakukan sepanjang tahapan Program OVOP secara intensif. Dinas sering mengunjungi lapangan, baik secara rutin maupun mendesak untuk memediasi penyelesaian persoalan yang timbul. Hasil pemantauan ini diberikan kepada pengurus dan karyawan koperasi sebagai bahan masukan dan pembinaan dasar. Kemudian senada dengan itu pemantauan di internal Koperasi sudah dilaporkan melalui Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan laporan pengawas koperasi setiap tahunnya. Secara langsung, pemantauan yang dilakukan oleh pengurus koperasi terhadap anggota dengan mendatangi langsung petani yang mempunyai masalah atau keluhan. Evaluasi Produk Evaluasi produk dimaksudkan untuk melihat kebutuhan apa yang telah terpenuhi dan dampak yang telah didapat dari pelaksanaan Program OVOP di Desa Pelaga. Program OVOP sebagai tindakan pemerintah agar menciptakan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat Desa Pelaga sehingga mengurangi masalah ketidakberdayaan, kemiskinan, ketergantungan dan urbanisasi. Kebutuhan yang telah terpenuhi adalah terbentuknya Koperasi Tani Mertanadi. Terbentuknya koperasi ini sebagai badan hukum untuk memperkuat keberadaan kelompok petani. Koperasi Tani Mertanadi merupakan koperasi yang bekerja di sektor produksi. Melihat fungsi dari koperasi sangat penting dalam pemberdayaan masyarakat diantaranya permodalan, manajemen pemasaran yang pasti. Selain itu mekanisme pendanaan atau bantuan dari pemerintah lebih mudah dilakukan dan dipertanggungjawabkan dengan baik. Keberadaan koperasi ini memudahkan masyarakat petani memasarkan hasil produksi sehingga ini mempengaruhi pada pendapatan petani secara rutin. Ini sebagai jawaban atas kegagalan pengalaman sebelumnya yang susah mencari pasar. 6

7 Kemudian, dampak lain yang dirasakan terkait dengan adanya Program OVOP di Desa Pelaga yaitu kemampuan petani menanam tanaman varietas baru. Masyarakat Pelaga yang kehidupannya bermula dari petani tradisional, maka kemudian dengan program ini pertaniannya berkembang sehingga mampu meningkatkan teknik bertaninya, manajemen pola penanaman serta sudah mampu menghasilkan berbagai komoditas sayuran seperti asparagus, baby buncis, bunga kucai, tomat kecill, terong ungu dan selada. Yang menjadi varietas unggulan yaitu sayuran asparagus. Tujuan daripada program OVOP ini saling berkesinambungan. Masyarakat Desa Pelaga yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani awalnya berpenghasilan sangat rendah, penghasilan rendah para petani ini disebabkan karena petani di Desa Pelaga masih bertani tanaman tradisional yang memiliki nilai jual rendah di pasaran. Berdasarkan data yang didapat penulis dari hasil wawancara dengan lima petani asparagus yang dulu merupakan petani tradisional, dapat dilihat bahwa rata rata petani tradisional di Desa Pelaga dulunya bertani jenis tanaman seperti ketela, jeruk, kopi yang tentunya hasil penjualannya masih rendah. Secara garis besar, penulis mengamati Program OVOP yang dilaksanakan di Desa Pelaga telah berjalan dengan baik, hal itu terbukti dari meningkatnya pendapatan para petani asparagus tersebut. Dampak selanjutnya yang dirasakan adalah kemandirian petani asparagus di Desa Pelaga sudah mulai meningkat jika dibandingkan dengan sebelum adanya pelaksanaan program OVOP di Desa Pelaga. Dulunya Desa Pelaga dikenal dengan desa miskin yang dipenuhi dengan sumber daya alam namun masih bergantung pada bantuan pemerintah. Seiring berjalannya program OVOP di Desa Pelaga, masyarakat Desa Pelaga yang mayoritas petani mulai melepas ketergantungan terhadap bantuan dari pemerintah maupun pemilik kepentingan. Petani asparagus kini dapat melaksanakan tahapan Program OVOP dengan baik dan lancar melalui koperasi meskipun tanpa didampingi oleh tim pembina karena kontrak Pihak Kementerian dengan ICDF Taiwan telah berakhir pada bulan Desember Berdasarkan uraian diatas, terlihat dampak yang dirasakan masyarakat Desa Pelaga khususnya para petani asparagus bahwa Program OVOP yang disusun oleh pemerintah pusat dengan sosialisasi yang relatif baru ini tidak hanya memberikan motivasi, meningkatkan nilai tambah kegiatan. Namun juga dititikberatkan pada kemandirian dan peningkatan pendapatan petani. Keterkaitan dengan Konsep Pemberdayaan Masyarakat Secara garis besar tujuan dari suatu program pemberdayaan dalam hal ini program OVOP adalah untuk mencapai kemandirian serta peningkatan taraf hidup dari masyarakat khususnya petani di Desa Pelaga. Selain daripada dukungan dan pendampingan dari pemerintah, yang tidak kalah penting dalam pengembangan OVOP di Desa Pelaga adalah Tim Pendamping dari Taiwan Technical Mission (TTM) dipimpin oleh seorang ahli asparagus, Mr. Su Tien Chi. Tim ini bertugas untuk melatih, membina, mendampingi dan memberdayakan petani tradisional secara terus - menerus selama periode 5 (lima) tahun. Selaras dengan Program OVOP di Desa Pelaga ini dilihat dari tahapan - tahapan kegiatan pemberdayaan menurut Mardikanto (2013, 127) yaitu : 1. Penetapan dan pengenalan wilayah kerja. Pemilihan wilayah Desa Pelaga sebagai wilayah kerja Program OVOP ini terlebih dahulu telah disepakati oleh pihak terkait mulai dari kementrian, provinsi dan pemerintah daerah dengan kerjasama Taiwan. Kegiatan diawali dengan melihat potensi unggulan daerah yang dapat dikembangkan, pelaksanaan rapat koordinasi lokasi pengembangan dan pemilihan lahan sebagai percontohan penanaman asparagus. 2. Sosialisasi program OVOP ini dilakukan kepada masyarakat Desa Pelaga sebagai sasaran program agar mendukung dan berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan program. Dijelaskan mengenai tujuan program, tahapan pelaksanaan dan sasaran program hingga dampak yang 7

8 dapat ditimbulkan dengan ikut berpartisipasi pada pelaksanaan program. Sosialisasi tidak hanya kepada masyarakat, tetapi dikemukakan pula kepada pihak terkait yang akan diminta berperan pada program ini. 3. Penyadaran masyarakat. Pengawalan program OVOP ini dilakukan terlebih dahulu dengan menyadarkan masyarakat agar berpartisipasi aktif untuk meningkatkan dan memberi nilai tambah pada kegiatan yang sudah dilakukan turun temurun yaitu bertani. 4. Pengorganisasian masyarakat. Program OVOP ini pengorganisasian masyarakat dengan wadah Koperasi Tani Mertanadi. Koperasi berkewajiban mulai dari penerimaan anggota, pengawasan hingga pemasaran hasil petani. Ketika terjadi masalah pun akan dapat dipecahkan dan diperbaiki tanpa kepentingan perseorangan. 5. Pelaksanaan Program OVOP didasari dengan pelatihan para petani untuk menanam dengan pola modern agar memproduksi asparagus dengan kualitas unggul. Kepada para pengurus Koperasi Tani Mertanadi diajarkan menjalankan pemasaran hingga menjalin kemitraan dengan pembeli. 6. Advokasi kebijakan. Dengan ini pengurus Koperasi Tani Mertanadi diberikan pengetahuan tentang hukum dan birokrasi seperti surat menyurat, pengajuan prososal dalam mendapatkan bantuan. 7. Politisasi. Hal inilah yang diperlukan Program OVOP untuk memperoleh keberlanjutan program yang dicapai melalui penyebaran artikel di media massa baik penyiaran berita televisi, koran dan festival asparagus setiap tahunnya. 5. KESIMPULAN Program One Village One Product di Desa Pelaga merupakan program yang dilaksanakan untuk memberdayakan petani dengan pola OVOP melalui wadah koperasi. Dasar pelaksanaan program ini adalah Intruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 yang mengintruksi kebijakan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah. 1. Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program dengan model evaluasi CIPP maka penulis menarik kesimpulan bahwa Program OVOP di Desa Pelaga sudah berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat terlihat dari sisi konteks yang menunjukkan bahwa tujuan program ini sesuai dengan keadaan yang diperlukan pada Desa Pelaga dengan melihat kondisi lingkungan dan komitmen pemerintah serta mempertimbangan kekuatan dan kelemahan sasaran program. Dari sisi input, hasil analisis menunjukkan sumber daya manusia yang ada masih memerlukan pembinaan berkelanjutan, sedangkan anggaran yang diperoleh telah tercukupi begitu pula dengan fasilitas - fasilitas pendukung yang ada sudah memadai dan mendukung pelaksanaan program ini. Dari sisi proses, hasil analisis menunjukkan bahwa pelaksanaan program mulai dari sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan hingga pemantauan telah sesuai dengan yang direncanakan. Selain itu, dari sisi produk menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan program telah sesuai dengan yang diharapkan. Kesesuaian ini dilihat dari terbentuknya Koperasi Tani Mertanadi sebagai badan hukum penguatan keberadaan petani, kemampuan petani menanam varietas unggulan berupa sayuran asparagus, menciptakan kemandirian petani serta adanya peningkatan pendapatan petani asparagus daripada sebelumnya bertani tanaman tradisional. 2. Kendala - kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan program tersebut sebagai berikut : a. Kesulitan untuk mengubah mindset petani tradisional ke petani modern. Masih ada petani yang belum bisa mengubah mindset berfikirnya tentang pola bertani tradisional yang cenderung lebih mudah daripada pola bertani asparagus. b. Pesimistis petani akibat pengalaman kegagalan akan program sebelumnya. Pengalaman kegagalan program sebelumnya yang membuat petani pesimis akan program baru. c. Cuaca ekstrem yang masih sulit diantisipasi oleh petani asparagus. 8

9 6. DAFTAR PUSTAKA Buku Arikunto, Suharsimi Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Abdullah Syukur Kumpulan Makalah Study Implementasi Latar Belakang Konsep Pendekatan dan Relevansinya dalam Pembangunan. Ujung Pandang: Persadi Intruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Internet Website Resmi Kementrian Koperasi dan UKM RI. Tersedia : Mardikanto dan Soebiato Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Setiawan, Guntur Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. Sugiyono Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta. Sumodiningrat dan Wulandari Menuju Ekonomi Berdikari Pemberdayaan UMKM dengan Konsep OPOP OVOP OVOC. Yogyakarta: Media Presindo. Tayibnapis, Farida Yusuf Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk Program Pendidikan dan Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta. Wirawan Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi Contoh Aplikasi Evaluasi Program: Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan, Kurikulum, Perpustakaan, dan Buku Teks. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Winarno, Budi Kebijakan Publik Teori Proses dan Studi Kasus. Yogyakarta: Caps. Karya Tulis Ilmiah/ Dokumen/ Jurnal Panduan Operasional Blue Print One Village One Product. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Tersedia : (diakses 20 Desember 2015) Peraturan Perundang undangan Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 9

BAB I PENDAHULUAN. alam dan budayanya, serta memiliki potensi yang cukup besar di sektor pertanian. Sebagian

BAB I PENDAHULUAN. alam dan budayanya, serta memiliki potensi yang cukup besar di sektor pertanian. Sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Bali sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal dengan keindahan alam dan budayanya, serta memiliki potensi yang cukup besar di sektor pertanian.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Evaluasi Pelaksanaan Program One Village One Product

KATA PENGANTAR Evaluasi Pelaksanaan Program One Village One Product KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Evaluasi Pelaksanaan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan (4) menjadi basis

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan (4) menjadi basis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau bergerak di bidang pertanian. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas produk yang dihasilkannya, meningkatkan daya saing produk, dan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas produk yang dihasilkannya, meningkatkan daya saing produk, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan ekonomi nasional karena memiliki kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, tidak dipungkiri lagi bahwa persaingan dalam industri

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, tidak dipungkiri lagi bahwa persaingan dalam industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, tidak dipungkiri lagi bahwa persaingan dalam industri semakin ketat dan tinggi. Tidak hanya bersaing dengan kompetitor lokal, tetapi juga harus

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KELAUTAN DAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh mempunyai peran penting

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 82 TAHUN 2008 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 82 TAHUN 2008 TENTANG W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 82 TAHUN 2008 TENTANG FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN PERTANIAN KOTA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN PROVINSI

Lebih terperinci

penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah. 4.1.15 URUSAN WAJIB KOPERASI DAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH 4.1.15.1 KONDISI UMUM Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah atau yang sering disebut UMKM, merupakan salah satu bentuk organisasi ekonomi rakyat

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 08 TAHUN 2017 TENTANG PENGANEKARAGAMAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota

BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota Bukittinggi, Maret 2016 BIDANG PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (PKP)

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan potensi wilayah dengan peluang yang cukup prospektif salah satunya adalah melalui pengembangan agrowisata. Agrowisata merupakan rangkaian kegiatan wisata

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KOPERASI SKALA BESAR

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KOPERASI SKALA BESAR PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 07 /Per/M.KUKM/IX/2011 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KOPERASI SKALA BESAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Ardhana Januar Mahardhani Mahasiswa Magister Kebijakan Publik, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya Abstract Implementasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 78 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 7.1. Perumusan Strategi Penguatan Kelompok Tani Karya Agung Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2015 SUMBER DAYA ALAM. Perkebunan. Kelapa Sawit. Dana. Penghimpunan. Penggunaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN

Lebih terperinci

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM 10. URUSAN KOPERASI DAN UKM Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan I. PENDAHULUAN A. Maksud dan Tujuan Rencana Kerja (Renja) Dinas Peternakan Kabupaten Bima disusun dengan maksud dan tujuan sebagai berikut : 1) Untuk merencanakan berbagai kebijaksanaan dan strategi percepatan

Lebih terperinci

PENUMBUHAN WIRAUSAHA BARU INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH

PENUMBUHAN WIRAUSAHA BARU INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH PENUMBUHAN WIRAUSAHA BARU INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH PERKEMBANGAN DAN PROGRAM KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Pada

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT OLEH PEMERINTAH DESA DI DESA CIMINDI KECAMATAN CIGUGUR KABUPATEN PANGANDARAN NENA NURHASANAH ABSTRAK

PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT OLEH PEMERINTAH DESA DI DESA CIMINDI KECAMATAN CIGUGUR KABUPATEN PANGANDARAN NENA NURHASANAH ABSTRAK PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT OLEH PEMERINTAH DESA DI DESA CIMINDI KECAMATAN CIGUGUR KABUPATEN PANGANDARAN NENA NURHASANAH ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi belum baiknya pelaksanaan pemberdayaan

Lebih terperinci

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan 13. URUSAN KETAHANAN PANGAN Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

a. PROGRAM DAN KEGIATAN

a. PROGRAM DAN KEGIATAN 6. URUSAN PERINDUSTRIAN Pengembangan perindustrian tidak terlepas dari pengaruh perkembangan lingkungan strategis yaitu pengaruh perkembangan global, regional dan nasional. Untuk itu pembangunan industri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 473 TAHUN 2011 TANGGAL PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DAN NELAYAN DI KABUPATEN GARUT

PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 473 TAHUN 2011 TANGGAL PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DAN NELAYAN DI KABUPATEN GARUT LAMPIRAN PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 473 TAHUN 2011 TANGGAL 2-8 - 2011 PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DAN NELAYAN DI KABUPATEN GARUT I. LATAR BELAKANG Mayoritas masyarakat Kabupaten Garut bermata

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1 ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1 Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Pasal 28 Anggaran Dasar Badan Perfilman Indonesia, merupakan rincian atas hal-hal yang telah

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1.tE,"P...F.3...1!..7. INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA : 120/Permentan/OT.140/11/2013

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA : 120/Permentan/OT.140/11/2013 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 120/Permentan/OT.140/11/2013 PEDOMAN PENGELOLAAN KERJASAMA DALAM NEGERI DI BIDANG PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG 1 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera No.166, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ALAM. Pembudidaya. Ikan Kecil. Nelayan Kecil. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5719) PERATURAN

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun2004 Tentang perimbangan keuangan pusat dalam rangka mengimplementasikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

Perempuan dan Industri Rumahan

Perempuan dan Industri Rumahan A B PEREMPUAN DAN INDUSTRI RUMAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN DALAM SISTEM EKONOMI RUMAH TANGGA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DAN ANAK C ...gender equality is critical to the development

Lebih terperinci

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian 6. URUSAN PERINDUSTRIAN Urusan perindustrian mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi yaitu sebagai pemicu kegiatan ekonomi lain yang berdampak ekspansif atau meluas ke berbagai sektor

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2010 2014 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM PROVINSI JAMBI TAHUN Presented by : Drs. Harmen Rusdi, ME (Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jambi)

PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM PROVINSI JAMBI TAHUN Presented by : Drs. Harmen Rusdi, ME (Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jambi) PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM PROVINSI JAMBI TAHUN 2017 Presented by : Drs. Harmen Rusdi, ME (Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jambi) Visi dan Misi Jambi TUNTAS Terwujudnya Provinsi Jambi yang Tertib,

Lebih terperinci

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd BAB IPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjadikan sektor pertanian yang iiandal dalam menghadapi segala perubahan dan tantangan, perlu pembenahan berbagai aspek, salah satunya adalah faktor kualitas sumber

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Satuan Perangkat Kerja Daerah (Renja SKPD) merupakan dokumen perencanaan resmi SKPD yang dipersyaratkan untuk mengarahkan pelayanan publik Satuan Kerja

Lebih terperinci

TABEL KETERKAITAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

TABEL KETERKAITAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.4. Tabel Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran TABEL KETERKAITAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi : Terwujudnya Kabupaten Grobogan sebagai daerah industri dan perdagangan yang berbasis pertanian,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI Preview Sidang 3 Tugas Akhir ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KECAMATAN BANGOREJO, KABUPATEN BANYUWANGI Disusun: Nyimas Martha Olfiana 3609.100.049

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN 2001-2004: VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN Visi Pembangunan Pertanian Visi pembangunan pertanian dirumuskan sebagai : Terwujudnya masyarakat yang sejahtera

Lebih terperinci

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014 Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2013 ISU STRATEGIS, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2014 A. Isu Strategis

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

PENGALAMAN BAGI PENGEMBANGAN ATP DAN ASP MENDUKUNG PROGRAM KEDAULATAN PANGAN

PENGALAMAN BAGI PENGEMBANGAN ATP DAN ASP MENDUKUNG PROGRAM KEDAULATAN PANGAN PENGALAMAN BAGI PENGEMBANGAN ATP DAN ASP MENDUKUNG PROGRAM KEDAULATAN PANGAN Sam Herodian Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Kampus IPB Darmaga, Kotak Pos 220, Bogor 16680 e-mail: s_herodian@ipb.ac.id PENDAHULUAN

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa ketimpangan persebaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan usaha agribisnis di pedesaan yang selanjutnya disebut dengan PUAP adalah bagian dari pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDUHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDUHULUAN Latar Belakang BAB I PENDUHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah saat sekarang, daerah diberi kewenangan dan peluang yang luas untuk mengembangkan potensi ekonomi, sosial, politik dan budaya. Sebagian besar

Lebih terperinci

PERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN

PERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN PERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN Irawati, Nurdeana C, dan Heni Purwaningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta Email : irawibiwin@gmail.com

Lebih terperinci

DENPASAR, 22 NOVEMBER 2012 SIDANG PLENO MUSDA XII ASITA BALI 2012 HASIL KEPUTUSAN PROGRAM KERJA MUSDA ASITA BALI XII 2012

DENPASAR, 22 NOVEMBER 2012 SIDANG PLENO MUSDA XII ASITA BALI 2012 HASIL KEPUTUSAN PROGRAM KERJA MUSDA ASITA BALI XII 2012 KOMISI A A. Bidang Organisasi 1. Menyusun sistem dan mekanisme organisasi agar dapat berjalan dengan teratur sesuai dengan AD/ART serta peraturan perundang undangan yang berlaku. 2. Mengamati aktifitas

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL ORGANISASI

BAB IV PROFIL ORGANISASI 1 BAB IV PROFIL ORGANISASI IV.1. Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga VISI KEMENPORA Terwujudnya kualitas sumber daya pemuda dan olahraga dalam rangka meningkatkan wawasan kebangsaan, kepemimpinan yang

Lebih terperinci

USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF

USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF Nama Alamat : Ronggo Tunjung Anggoro, S.Pd : Gendaran Rt 001 Rw 008 Wonoharjo Wonogiri Wonogiri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015 PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA BIDANG PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA Penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995-2000, khususnya dibandingkan dengan Thailand dan China, perlu diantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali adalah pembangunan dibidang perekonomian nasional. Di era

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali adalah pembangunan dibidang perekonomian nasional. Di era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada negara berkembang salah satu yang menjadi prioritas utama dalam melaksanakan kegiatan negaranya adalah pembangunan nasional di segala bidang, tidak terkecuali

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB IV EFEKTIVITAS KERJA SAMA KOPERASI SYARIAH BEN IMAN DENGAN YAYASAN YATIM MANDIRI DALAM PROGRAM BUNDA YATIM SEJAHTERA

BAB IV EFEKTIVITAS KERJA SAMA KOPERASI SYARIAH BEN IMAN DENGAN YAYASAN YATIM MANDIRI DALAM PROGRAM BUNDA YATIM SEJAHTERA BAB IV EFEKTIVITAS KERJA SAMA KOPERASI SYARIAH BEN IMAN DENGAN YAYASAN YATIM MANDIRI DALAM PROGRAM BUNDA YATIM SEJAHTERA A. Efektivitas Kerja sama Koperasi Syariah BEN IMAN Dengan Yayasan Yatim Mandiri

Lebih terperinci