Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang"

Transkripsi

1 KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA PREDATOR PADA LAHAN PERTANIAN BROKOLI (Brassica oleracea L. var. Italica) MONOKULTUR DAN POLIKULTUR DI DESA SUMBERBRANTAS KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU Novika Wahyu Wardani 1, Fatchur Rohman 2, Masjhudi 2 1 Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang 2 Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Malang 65145, Indonesia 1 novika_wardani@yahoo.com ABSTRAK: Penelitian mengenai keanekaragaman dan kelimpahan arthropoda predator pada lahan pertanian brokoli monokultur dan polikultur telah dilakukan dengan tujuan untuk mengungkap keanekaragam dan kelimpahan arthropoda predator akibat perbedaan pola tanam. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-April Metode yang dilakukan adalah menanam tanaman brokoli dengan pola tanam monokultur dan polikultur. Polikultur dibagi menjadi 2 pola yaitu pola selang seling dan pola acak. Sampel arthropoda predator diambil dengan jaring serangga yang diayun 5 kali dan metode pithfall trap. Data yang diperoleh dihitung indeks keanekaragaman dengan rumus Shannon-Wiener dan kelimpahan dihitung berdasarkan jumlah individu yang ditemukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman (H ) lahan monokultur sebesar 2.21, polikultur pola 1 (selang seling) sebesar 2.40 dan polikultur pola 2 (acak) sebesar 2.95 yang ketiganya tergolong keanekaragaman sedang. Kelimpahan relatif arthropoda predator tertinggi pada lahan monokultur adalah spesies Lithobius forficatus dengan kelimpahan relatif 27.27%, lahan polikultur pola 1 (selang seling) ditempati oleh Formica sp. dengan kelimpahan relatif 19.73% dan pada lahan polikultur pola 2 (acak) ditempati oleh Formica sp. dan Menochilus sexmaculata dengan kelimpahan relatif 11.34%. Perbedaan pola tanam menentukan keanekaragaman dan kelimpahan arthropoda predator, polikultur pola 2 (acak) cenderung menentukan keanekaragaman dan kelimpahan arthropoda predator tertinggi. Kata kunci: keanekaragaman, kelimpahan, arthropoda predator, monokultur, polikultur Brokoli (Brassica oleracea L. var Italica) merupakan sayuran yang mengalami peningkatan permintaan dari tahun ke tahun. Menurut United States Agency International Development (USAID) chapter Indonesia, peningkatan permintaan Brokoli (Brassica oleracea L. var Italica) di Indonesia dengan sasaran pasar modern meningkat 15-20% per tahun (Arsil, 2009 dalam Lestari, 2012). Salah satu masalah dalam agroekosistem adalah keberadaan hama. Peledakan populasi hama pada suatu agroekosistem dapat menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas produksi tanaman budidaya. Faktor penyebab kerentanan agroekosistem terhadap peledakan hama adalah penurunan keragaman lanskap, penurunan keragaman tanaman, penggunaan pestisida, pemupukan yang tidak berimbang dan faktor iklim. Faktor penyebab rentannya agroekosistem terhadap peledakan hama dapat diatasi dengan melakukan pengelolaan agroekosistem yaitu dengan aplikasi pola tanam polikultur (Nurindah, 2006). Sistem polikultur pada agroekosistem memiliki keragaman tanaman yang lebih variatif. Dari segi pengendalian hama, sistem polikultur sangat menguntungkan, karena keragaman dan populasi musuh alami (parasitoid dan predator) relatif tinggi (Nurindah dan Sunarto, 2008). Musuh 1

2 2 alami yang berperan penting dalam menekan populasi hama adalah predator dari filum Arthropoda. Kelas Insecta dan Arachnida merupakan Arthropoda yang beberapa familinya bersifat sebagai predator pada agroekosistem. Dalam mengembangkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) terdapat dua prinsip dasar yaitu preventif (pencegahan) dan kuratif (penanggulangan). Prinsip preventif dapat dilakukan dengan pencegahan serangan hama menggunakan tanaman attractant (tanaman penarik predator). Tanaman attractant menghasilkan aroma khas yang dapat menarik predator. Tanaman attractant ini umumnya bunga berwarna terang dan menghasilkan aroma khas yang mampu mengundang datangnya predator (Rahmad, 2008). Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman dan kelimpahan arthropoda predator pada tanaman budidaya brokoli (Brassica oleracea L. var Italica) monokultur dan polikultur dengan beberapa tanaman attractant. METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2015-April 2015 di desa Sumberbrantas, kecamatan Bumiaji kota Batu serta di laboratorium Ekologi Universitas Negeri Malang untuk melaksanakan kegiatan identifikasi dengan mengacu pada buku Pelajaran Pengenalan Serangga (Borror et al. 1996). Metode yang dilakukan adalah menanam tanaman brokoli dengan pola tanam monokultur dan polikultur. Pola tanam monokultur merupakan tanaman brokoli yang ditanam secara tunggal, sedangkan polikultur merupakan tanaman brokoli ditanam dengan 4 jenis tanaman attractant yaitu Tagetes, Chrysantemum (krisan), Cosmos caudatus (kenikir) dan Ocimum sanctum (kemangi). Lahan polikultur terdapat 2 pola yaitu pola pertama tanaman attractant ditanam secara selang seling dengan brokoli, pola kedua yaitu tanaman attractant ditanam secara acak. Pengambilan sampel menggunakan jaring serangga dan metode pithfall trap sebanyak 20 plot yang diletakkan secara diagonal pada lahan monokultur, polikultur pola 1 (selang seling), polikultur pola 2 (acak). Pengambilan data dilakukan saat tanaman brokoli berumur 4 minggu sebanyak 3 kali ulangan dengan jeda pengambilan sampel selama 1 minggu. Pitfall trap dipasang selama 1 x 24 jam dan pengambilan sampel dengan jaring serangga dilakukan 5 kali osilasi (ayunan) mulai pukul WIB. Data yang diperoleh dihitung indeks keanekaragaman berdasarkan indeks Shannon-Wiener dengan rumus H = - Pi ln Pi dan kelimpahan relatif dengan rumus Ni/N x 100%. HASIL PENELITIAN Keanekaragaman dan Kelimpahan Arthropoda Predator pada Lahan Pertanian Brokoli Monokultur dan Polikultur Berdasarkan penelitian yang dilakukan ditemukan 28 jenis arthropoda predator yang tergolong dalam 3 kelas yaitu kelas Arachnida, Insecta, dan Chilophoda termasuk dalam 9 ordo, 20 famili, 28 genus dan 28 spesies. Data secara lengkap tertera pada Tabel 1.

3 3 Tabel 1. Jenis Arthropoda Predator yang ditemukan Pada Lahan Brokoli Monokultur, Polikultur Pola 1 (Selang Seling), dan Polikultur Pola 2 (Acak) KELAS ORDO FAMILI GENUS SPESIES Oxyopidae Oxyopes Oxyopes salticus Tetragnathidae Metellina Metellina sp. Tetragnatha Tetragnatha sp. Lycosidae Hogna Hogna sp. Lycosa Lycosa sp Agyneta Agyneta serrata Linyphiidae Wubana Wubana sp. Araneae Arachnida Theridiidae Parasteatoda Parasteatoda sp. Misumessus Misumessus sp. Thomisidae Misumena Misumena vatia Mecaphesa Mecaphesa sp. Diaea Diaea livens Araneidae Araneus Araneus corticarius Eutichuridae Cheiracanthium Cheiracanthium sp. Opiliones Sclerosomatidae Leiobunum Leiobunum sp. Odonata Coenagrionidae Enallagma Enallagma exsulans Libellulidae Leucorrhinia Leucorrhinia sp. Hymenoptera Formicidae Formica Formica sp. Crabronidae Pemphredon Pemphredon sp. Philonthus Philonthus sp. Staphylinidae Bisnius Bisnius sp. Insecta Coleoptera Carabidae Nebria Nebria lacustris Coccinellidae Harmonia Harmonia sedecimnotata Menochilus Menochilus sexmaculata Dermaptera Anisolabididae Euborellia Euborellia annulipes Orthoptera Gryllidae Gryllus Gryllus sp. Diptera Syrpidae Melanostoma Melanostoma mellinum Chilopoda Lithobiomorpha Lithobidae Lithobius Lithobius forficatus Hasil analisis indeks keanekaragaman (H ) arthropoda predator pada lahan pertanian brokoli monokultur, polikultur pola 1 (selang seling), dan polikultur pola 2 (acak) tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Indeks Keanekaragaman Arthropoda Predator pada Lahan Pertanian Brokoli Monokultur dan Polikultur Pola Tanam Indeks Keanekaragaman (H ) Kriteria Monokultur 2.21 Sedang Polikultur Pola 1 (Selang seling) 2.40 Sedang Polikultur Pola 2 (Acak) 2.95 Sedang Indeks keanekaragaman arthropoda predator pada lahan pertanian brokoli polikultur pola 2 (acak) paling tinggi dibandingkan dengan pola tanam yang lain yakni sebesar Selanjutnya nilai indeks keanekaragaman polikultur pola 1 (selang seling) adalah Sedangkan pola tanam monokultur memiliki indeks keanekaragaman terendah yakni Namun, indeks keanekaragaman pada ketiga pola tanam masih tergolong dalam kategori keanekaragaman sedang.

4 4 Kelimpahan relatif arthropoda predator pada lahan pertanian brokoli monokultur, polikultur pola 1 (selang seling) dan polikultur pola 2 (acak) dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarakan Tabel 3 diketahui bahwa ada spesies yang terdapat pada ketiga pola tanam dan ada pula spesies yang khas ditemukan pada pola tanam polikultur saja. Pada lahan pertanian monokultur ditemukan 13 spesies arthropoda predator. Spesies Lithobius forficatus memiliki kelimpahan relatif tertinggi yaitu %. Pada lahan pertanian polikultur pola 1 (selang seling) ditemukan 16 spesies arthropoda predator. Spesies Formica sp. memiliki kelimpahan relatif tertinggi yaitu sebesar 19.73%. Pada lahan pertanian polikultur pola 2 (acak) ditemukan 22 spesies arthropoda predator. Spesies Formica sp. dan Menochilus sexmaculata memiliki kelimpahan relatif yang sama sekaligus tertinggi yaitu 11.34%. Tabel 3. Kelimpahan Relatif Arthropoda Predator pada Lahan Brokoli Monokultur, Polikultur Pola 1 (Selang Seling) dan Polikultur Pola 2 (Acak) No Spesies Polikultur Pola 1 Monokultur Polikultur Pola 2 (Acak) (Selang Seling) Kelimpahan Relatif Kelimpahan Relatif Kelimpahan Relatif (%) (%) (%) 1 Euborellia annulipes Formica sp Gryllus sp Leiobunum sp Lithobius forficatus Lycosa sp Agyneta serrata Parasteatoda sp Mecaphesa sp Misumessus sp Melanostoma mellinum Nebria lacustris Philonthus sp Bisnius sp Diaea livens Wubana sp Menochilus sexmaculata Misumena vatia Harmonia sedecimnotata Leucorrhinia sp Enallagma exsulans Cheiracanthium sp Pemphredon sp Oxyopes salticus Hogna sp Araneus corticarius Metellina sp Tetragnatha sp Total

5 5 Perbedaan Pola Tanam terhadap Keanekaragaman Arthropoda Predator Tabel 4. merupakan hasil perhitungan ANAVA dengan taraf signifikansi 0.1 menggunakan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) untuk mengetahui perbedaan pola tanam terhadap keanekaragaman arthropoda predator. Tabel 5. merupakan hasil uji lanjut yang menunjukkan pola tanam yang memiliki kecenderungan menentukan keanekaragaman arthropoda predator tertinggi. Tabel 4. Perbedaan Pola Tanam Terhadap Indeks Keanekaragaman Arthropoda Predator Keanekaragaman Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Tabel 5. Pola Tanam yang Memiliki Kecenderungan Menentukan Indeks Keanekaragaman Arthropoda Predator Tertinggi Pola Tanam Rerata Notasi Monokultur 1.57 a Polikultur Pola 1 (Selang Seling) 1.94 a Polikultur Pola 2 (Acak) 2.78 b Berdasarkan Tabel 4. diperoleh nilai signifikansi sebesar dimana nilai tersebut lebih kecil dibanding taraf signifikansi 0.1 yang berarti bahwa perbedaan pola tanam menentukan keanekaragaman arthropoda predator. Tabel 5. menunjukkan bahwa polikultur pola 2 (acak) cenderung menentukan indeks keanekaragaman arthropoda predator tertinggi dan berbeda nyata dengan pola tanam lainnya. Perbedaan Pola Tanam terhadap Kelimpahan Arthropoda Predator Tabel 6. merupakan hasil perhitungan menggunakan SPSS untuk mengetahui perbedaan pola tanam terhadap kelimpahan arthropoda predator. Tabel 7. merupakan hasil uji lanjut yang menunjukkan pola tanam yang memiliki kecenderungan menentukan kelimpahan arthropoda predator tertinggi. Tabel 6. Perbedaan Pola Tanam Terhadap Indeks Keanekaragaman Arthropoda Predator Jumlah.predator Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total

6 6 Tabel 7. Pola Tanam yang Memiliki Kecenderungan Menentukan Indeks Keanekaragaman Arthropoda Predator Tertinggi Pola Tanam Rerata Notasi Monokultur a Polikultur Pola 1 (Selang Seling) ab Polikultur Pola 2 (Acak) b Berdasarkan Tabel 6. diperoleh nilai signifikansi sebesar dimana nilai tersebut lebih kecil dibanding taraf signifikansi 0.1 yang berarti bahwa perbedaan pola tanam menentukan kelimpahan arthropoda predator. Tabel 7. menunjukkan bahwa polikultur pola 2 (acak) cenderung menentukan kelimpahan arthropoda predator tertinggi namun tidak berbeda nyata dengan pola tanam polikultur pola 1 (selang seling). PEMBAHASAN Keanekaragaman dan Kelimpahan Arthropoda Predator pada Lahan Pertanian Brokoli Monokultur dan Polikultur Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks keanekargaman arthropoda predator pada ketiga lahan brokoli berkisar 1 H 3 sehingga tergolong dalam kriteria keanekaragaman sedang. Keanekaragaman pada ketiga lahan tergolong sedang karena adanya campur tangan manusia dalam pengelolaannya sehingga akan berbeda dengan keanekaragaman pada ekosistem yang masih alami. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rohman (2008) yang menyatakan bahwa lahan pertanian merupakan ekosistem yang secara fisik terkendali atau lebih banyak dikelola manusia sehingga komunitas penyusunnya juga tergantung pada pola atau praktik pertanian. Hal tersebut didukung pernyataan Darmawan, dkk (2005) yang menjelaskan bahwa keanekaragaman cenderung akan rendah pada ekosistem yang secara fisik terkendali, atau mendapatkan tekanan lingkungan. Keanekaragaman sedang menunjukkan bahwa kestabilan ekosistem tergolong sedang. Tingkat kestabilan ekosistem dipengaruhi oleh kompleksitas biota yang menyusun rantai makanan maupun jaring-jaring makanan dalam suatu ekosistem. Kompleksitas rantai makanan dapat dilihat dari jenis dan jumlah individu biota penyusun ekosistem. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 28 jenis arthropoda predator yang terdiri dari kelas Arachnida, Insecta dan Chilophoda dan termasuk dalam 9 ordo, 20 famili, 28 genus dan 28 spesies. Giller et al. (1997) dalam Rohman (2008) menyatakan bahwa kegiatan pertanian menjadi penyebab menurunnya keanekaragaman biota dan fungsi ekosistem lahan, karena adanya perubahan jenis dan kerapatan tumbuhan yang ditanam. Jika tingkat keanekaragaman suatu komunitas termasuk tinggi maka komponen biota lebih kompleks sehingga jaring-jaring serta rantai makanan lebih kompleks pula. Perbedaan indeks keanekaragaman pada ketiga lahan brokoli disebabkan oleh perbedaan pola tanam. Lahan pertanian Brokoli (Brasicca oleracea L. var Italica) polikultur pola 2 (acak) memiliki indeks keanekaragaman arthropoda predator tertinggi, kemudian pada posisi kedua adalah lahan polikultur pola 1 (selang seling) dan yang terendah adalah lahan monokultur. Pola tanam polikultur mampu meningkatkan keragaman vegetasi sebagai mikrohabitat bagi arthropoda predator. Polikultur memiliki potensi menciptakan keanekaragaman fauna dengan

7 7 jaring makanan yang lebih kompleks, termasuk menstimulasi kehadiran pengendali hayati (Alltieri dan Nicholls, 2004 dalam Rohman 2008) Berdasarkan hasil penelitian spesies Lithobius forficatus memiliki kelimpahan terbesar pada lahan brokoli monokultur yaitu 27.27%, sedangkan pada lahan brokoli polikultur pola 1 (selang seling) adalah Formica sp. dengan kelimpahan relatif 19.73%, pada lahan polikultur pola 2 (acak) Formica sp. dan Menochillus sexmaculata merupakan spesies yang memiliki kelimpahan tertinggi yaitu 11.34%. Perbedaan kelimpahan spesies dipengaruhi oleh perbedaan pola tanam. Formica sp. merupakan arthropoda predator yang aktif dipermukaan tanah dan cenderung hidup pada tempat yang ternaungi. Pola tanam polikultur menambah keragaman tanaman sehingga penutupan tajuk akan lebih besar jika dibandingkan dengan lahan monokultur. Selain itu aplikasi pola tanam polikultur menggunakan tanaman attractant dapat menarik arthropoda predator. Formica sp. dan Menochillus sexmaculata merupakan spesies yang paling melimpah pada pola tanam polikultur pola 2 (acak). Hal tersebut menunjukkan bahwa Formica sp. dan Menochillus sexmaculata sensitif terhadap senyawa volatil yang dihasilkan oleh tanaman attractant. Senyawa volatil yang dihasilkan tanaman attractant antara lain adalah minyak atsiri dan senyawa eugenol. Namun preferensi predator khususnya Formica sp. dan Menochillus sexmaculata terhadap 4 jenis tanaman attractant belum diketahui. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pola tanam polikultur memiliki kelimpahan jenis serangga lebih tinggi dibanding pola tanam monokultur. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Effendy, dkk. (2013) bahwa kelimpahan individu juga dipengaruhi oleh kompleksitas struktur habitat, luas areal habitat, dan iklim mikro di habitat tersebut. Struktur vegetasi tumbuhan yang kompleks (polikultur) dapat mendukung kelimpahan spesies artropoda predator dari pada struktur vegetasi tumbuhan yang sederhana (Valverde & Lobo 2007 dalam Effendy, dkk. 2013). Perbedaan Pola Tanam terhadap Keanekaragaman Arthropoda Predator Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan pola tanam menentukan keanekaragaman arthropoda predator. Polikultur pola 2 (acak) merupakan pola tanam yang cenderung menentukan keanekaragaman arthropoda predator tertinggi dan berbeda nyata dengan pola tanam lainnya. Pola tanam polikultur menggunakan tanaman attractant dapat meningkatkan keanekaragaman arthropoda predator. Rohman (2008) menyatakan bahwa fenomena tumbuhan dapat menarik beberapa serangga karena adanya senyawa kimia volatil oleh tumbuhan. Tumbuhan menghasilkan banyak ragam senyawa tetapi tidak semua dapat dideteksi oleh serangga atau hewan lain. Kemampuan serangga atau hewan lain dalam mendeteksi sinyal dari lingkungan berbeda tergantung kepekaan jenis indera yang dimiliki dan jenis stimulus dari lingkungan. Pada lahan dengan pola tanam polikultur menggunakan tanaman attractant yang ditanam secara acak memberikan pengaruh lebih kuat terhadap peyebaran aroma khas dari masing-masing tanaman attractant. Ketika tanaman attractant berbunga, maka pada pola tanam acak akan memperlihatkan beragam jenis bunga dengan warna yang berbeda yang dapat menarik predator. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rahmad (2008) bahwa jenis attractant (penarik predator) umumnya bunga berwarna terang dan menghasilkan aroma khas.

8 Perbedaan Pola Tanam terhadap Kelimpahan Arthropoda Predator Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan pola tanam cenderumg menentukan kelimpahan arthropoda predator. Pola tanam polikultur pola 2 (acak) cenderung menentukan kelimpahan arthropoda predator tertinggi dibanding pola tanam lainnya namun tidak berbeda nyata dengan pola tanam polikultur pola 1 (selang seling). Hal tersebut dapat dibuktikan dari hasil perhitungan kelimpahan arthropoda predator pada masing-masing pola tanam. Polikultur pola 2 (acak) memiliki jumlah spesies sebanyak 22 dengan jumlah individu sebanyak 97. Jumlah spesies maupun jumlah individu polikultur pola 2 (acak) lebih banyak dibanding dengan pola tanam monokultur yang terdiri dari 13 spesies dengan jumlah individu sebanyak 44. Namun kelimpahan arthropoda predator pada polikultur pola 2 (acak) tidak berbeda nyata dengan polikultur pola 1 (selang seling) yang terdiri dari 16 spesies dengan jumlah individu sebanyak 76. Polikultur adalah model pertanian yang menerapkan aspek lingkungan yang lebih baik dan melestarikan keanekaragaman hayati lokal. Keanekaragaman yang dimaksud tidak hanya dari segi flora (tumbuhan) tetapi juga fauna yang ada. Pada pertanaman polikultur, sumber daya tertentu untuk musuh alami (predator dan parasitoid) telah tersedia karena adanya keragaman tanaman (Tobing, 2009). Konservasi musuh alami baik predator maupun parasitoid sangat berkaitan erat dengan cara pengelolaan lahan pertanian (agroekosistem) atau modifikasi faktor lingkungan. Pola tanam polikultur menggunakan tanaman attractant yang ditanam secara acak diharapkan mampu menjadi mikrohabitat bagi musuh alami sehingga kelestarian musuh alami pada lahan pertanian brokoli tetap terjaga. Henuhili dan Aminatun (2013) menyatakan bahwa apabila musuh alami mampu berperan sebagai pemangsa secara optimal sejak awal, maka populasi hama dapat berada pada tingkatan equilibrium position atau fluktuasi populasi hama dan musuh alami menjadi seimbang sehingga tidak akan terjadi ledakan hama. PENUTUP Kesimpulan Keanekaragaman arthropoda predator pada lahan pertanian Brokoli (Brasicca olleracea L. var Italica) monokultur dan polikultur baik dengan pola tanam selang seling maupun acak dikategorikan keanekaragaman sedang (monokultur besar 2.21, polikultur pola 1 sebesar 2.40, polikultur pola 2 sebesar 2.95). Kelimpahan relatif arthropoda predator tertinggi pada lahan monokultur adalah spesies Lithobius forficatus sebesar 27.27%, polikultur pola 1 (selang seling) kelimpahan relatif tertinggi adalah Formica sp. sebesar 19.73% dan pada pola tanam polikultur pola 2 (acak) kelimpahan tertinggi ditempati oleh Formica sp. dan Menochilus sexmaculata sebesar 11.34%. Perbedaan pola tanam menentukan keanekaragaman dan kelimpahan arthropoda predator pada lahan pertanian Brokoli (Brasicca olleracea L. var Italica). Pola tanam polikultur pola 2 (acak) cenderung menentukan keanekaragaman dan kelimpahan arthropoda predator tertinggi. Saran Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pola tanam polikultur menggunakan tanaman attractant terhadap parasitoid serta mengenai preferensi predator terhadap 4 jenis tanaman attractant yang digunakan dalam penelitian. 8

9 9 DAFTAR RUJUKAN Borror, et al Pengenalan Pelajaran Serangga. Diterjemahkan Oleh Gadjah Mada University. Yokyakarta: Gadjah Mada University Press. Dharmawan, A., Tuarita, H., Ibrohim, Suwono, H., Susanto, P Ekologi Hewan. Malang: UM Press. Effendy., Hety, U., Herlinda, S., Irsan, C., Thalib, R Analisis Kemiripan Komunitas Artropoda Predator Hama Padi Penghuni Permukaan Tanah Sawah Rawa Lebak Dengan Lahan Pinggir di Sekitarnya. Jurnal Entomologi Indonesia. 10 (2): Lestari, A Budidaya Brokoli (Brassica oleracea L.) di Desa Cibodas Kecamatan Lemabang Kabupaten Bandung Barat. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Henuhili, V dan Aminatun, T Konservasi Musuh Alami Sebagai Pengendalian Hayati Hama dengan Pengelolaan Ekosistem Sawah. Jurnal Penelitian Saintek. 18 (2) : Nurindah Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian Hama. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. 5 (2) : Nurindah dan Sunarto, D.A Konservasi Musuh Alami Serangga Hama sebagai Kunci Keberhasilan PHT Kapas. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. 7 (1) : Rohman, F Struktur Komunitas Tumbuhan Liar dan Arthropoda sebagai Komponen Evaluasi Agroekosistem di Kebun The Wonosari Singosari Kabupaten Malang. Disertasi. Tidak diterbitkan. Malang: Universitas Brawijaya. Rahmad Mempertandingkan Ketekunan dalam Pengendalian Hama. (Online) diakses 2 April 2015.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-Jenis Predator pada Tanaman Padi Hasil pengamatan predator pada semua agroekosistem yang diamati sebagai berikut: 1. Tetragnatha sp. Klas : Arachnida Ordo : Araneae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan dunia. Produksi padi terus dituntut meningkat untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Tuntutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies TINJAUAN PUSTAKA Keragaman dan Keanekaragaman Serangga Indeks Keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan species dalam komunitas. Keanekaragaman species terdiri dari 2 komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang kompleks untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan bagian penting dalam sektor pertanian, karena kebutuhan apel di Indonesia memiliki permintaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman dan Proporsi Artropoda Permukaan Tanah pada Pertanaman Kentang Artropoda permukaan tanah yang tertangkap pada pertanaman kentang sebanyak 19 52 ekor yang berasal dari ordo

Lebih terperinci

BIOMA : JURNAL BIOLOGI MAKASSAR, 2(2):12-18, 2017

BIOMA : JURNAL BIOLOGI MAKASSAR, 2(2):12-18, 2017 ANALISIS KERAGAMAN JENIS SERANGGA PREDATOR PADA TANAMAN PADI DI AREAL PERSAWAHAN KELURAHAN TAMALANREA KOTA MAKASSAR ANALYSIS OF BIODIVERSITYOF PREDATOR INSECT IN PADDY FIELD AT TAMALANREA OF MAKASSAR CITY

Lebih terperinci

Rani Armadiah, Fatchur Rohman, dan Agus Dharmawan Universitas Negeri Malang

Rani Armadiah, Fatchur Rohman, dan Agus Dharmawan Universitas Negeri Malang KETERTARIKAN ARTHROPODA PREDATOR PADA TUMBUHAN GULMA DI LAHAN PERTANIAN BROKOLI (Brassica oleracea var. Botrytis L.) DESA SUMBER BRANTAS KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU Rani Armadiah, Fatchur Rohman, dan Agus

Lebih terperinci

Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Perkebunan Teh PTPN XII Bantaran Blitar. Mariatul Qiptiyah ( )

Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Perkebunan Teh PTPN XII Bantaran Blitar. Mariatul Qiptiyah ( ) Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Perkebunan Teh PTPN XII Bantaran Blitar Mariatul Qiptiyah (10620075) Mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Permasalahan OPT di Agroekosistem

Permasalahan OPT di Agroekosistem Permasalahan OPT di Agroekosistem Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Konsekuensi Penyederhaan Lingkungan Proses penyederhanaan lingkungan menjadi monokultur pertanian memberi dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI SERANGGA PREDATOR KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn) DAN KUTU DAUN (Aphid spp.) PADA TANAMAN KEDELAI TESIS

KEANEKARAGAMAN HAYATI SERANGGA PREDATOR KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn) DAN KUTU DAUN (Aphid spp.) PADA TANAMAN KEDELAI TESIS KEANEKARAGAMAN HAYATI SERANGGA PREDATOR KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn) DAN KUTU DAUN (Aphid spp.) PADA TANAMAN KEDELAI TESIS Oleh ROCHMAH NIM 111820401005 PROGRAM PASCA SARJANA JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA 1 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan dilokasi penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan yakni : 1. Terdapat 6 family predator yang terdapat pada tanaman jagung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melebihi 80% dari hewan yang ada di dunia (Grimaldi dan Engel,

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melebihi 80% dari hewan yang ada di dunia (Grimaldi dan Engel, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangga merupakan hewan yang mendominasi kehidupan di bumi jumlahnya melebihi 80% dari hewan yang ada di dunia (Grimaldi dan Engel, 2005). Secara antroposentris serangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan

Lebih terperinci

KAJIAN JENIS HAMA DAN EFEKTIVITAS POLA TANAM TANAMAN REPELLENT

KAJIAN JENIS HAMA DAN EFEKTIVITAS POLA TANAM TANAMAN REPELLENT KAJIAN JENIS HAMA DAN EFEKTIVITAS POLA TANAM TANAMAN REPELLENT TERHADAP PENURUNAN KEPADATAN POPULASI HAMA PENTING PADA TANAMAN BROKOLI (Brassica oleracea L. var Italica) Nikmatur Rizka 1, Fatchur Rohman

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN FAUNA TANAH PADA PERKEBUNAN JAMBU BIJI SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DI DESA BUMIAJI KOTA BATU. Aniqul Mutho

KEANEKARAGAMAN FAUNA TANAH PADA PERKEBUNAN JAMBU BIJI SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DI DESA BUMIAJI KOTA BATU. Aniqul Mutho KEANEKARAGAMAN FAUNA TANAH PADA PERKEBUNAN JAMBU BIJI SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DI DESA BUMIAJI KOTA BATU Aniqul Mutho Mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, salah satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. Siregar (2009), menyebutkan

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

PENGESAHAN JURNAL. Keanekaragaman Musuh Alami Artropoda (predator dan parasitoid) Pada Tanaman Jagung Hibrida Bima 20-URI OLEH

PENGESAHAN JURNAL. Keanekaragaman Musuh Alami Artropoda (predator dan parasitoid) Pada Tanaman Jagung Hibrida Bima 20-URI OLEH PENGESAHAN JURNAL Keanekaragaman Musuh Alami Artropoda (predator dan parasitoid) Pada Tanaman Jagung Hibrida Bima 20-URI OLEH HALID MOBI Nim. 613411153 Pembimbing I Pembimbing II Dr. Mohamad Lihawa, SP,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi sekarang, pemanfaatan pestisida, herbisida dan pupuk kimia sangat umum digunakan dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi sekarang, pemanfaatan pestisida, herbisida dan pupuk kimia sangat umum digunakan dalam usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi sekarang, pemanfaatan pestisida, herbisida dan pupuk kimia sangat umum digunakan dalam usaha mempertahankan hasil pertanian di sawah khususnya. Dengan

Lebih terperinci

KELIMPAHAN POPULASI ARTROPODA PREDATOR PENGHUNI TAJUK PERTANAMAN KEDELAI. Luice A. Taulu dan A. L. Polakitan

KELIMPAHAN POPULASI ARTROPODA PREDATOR PENGHUNI TAJUK PERTANAMAN KEDELAI. Luice A. Taulu dan A. L. Polakitan KELIMPAHAN POPULASI ARTROPODA PREDATOR PENGHUNI TAJUK PERTANAMAN KEDELAI Luice A. Taulu dan A. L. Polakitan Balai pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Utara Jl. Kampus Pertanian Kalasey ABSTRAK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008). TINJAUAN PUSTAKA Indeks keanekaragaman/ Indeks Diversitas Insdeks keanekaragaman dapat dipegunakan dalam menyatakan hubungan kelimpahan spesies dalam suatu komunitas. Keanekaragaman jenis terdiri dari

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Perhitungan Indeks Keanekaragaman (H ) dan Indek Dominasi (C)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Perhitungan Indeks Keanekaragaman (H ) dan Indek Dominasi (C) 114 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Indeks Keanekaragaman (H ) dan Indek Dominasi (C) Tabel 1. Indeks Keanekaragaman (H ) dan Indek Dominasi (C) Fauna Tanah Pengamatan Langsung pada Perkebunan Jambu Biji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Primak et al, tahun 1998 bahwa Indonesia merupakan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Primak et al, tahun 1998 bahwa Indonesia merupakan daerah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati termasuk di dalamnya keanekaragaman spesies serangga. Secara geografis, keanekaragaman hayati di negara kepulauan

Lebih terperinci

DIVERSITY OF SPIDERS (Araneae) ON WETLAND ECOSYSTEM WITH SOME PLANTING PATTERN IN PADANG

DIVERSITY OF SPIDERS (Araneae) ON WETLAND ECOSYSTEM WITH SOME PLANTING PATTERN IN PADANG BioCONCETTA Vol. II No.1 Tahun 2016 ISSN: 2460-8556/E-ISSN:2502-1737 BioCONCETTA: Jurnal Biologi dan Pendidikan Biologi Website: ejournal.stkip-pgri-sumbar.ac.id/index.php/bioconcetta DIVERSITY OF SPIDERS

Lebih terperinci

KOMUNITAS LABA-LABA PADA PERSAWAHAN IRIGASI DI KALIMANTAN SELATAN

KOMUNITAS LABA-LABA PADA PERSAWAHAN IRIGASI DI KALIMANTAN SELATAN KOMUNITAS LABA-LABA PADA PERSAWAHAN IRIGASI DI KALIMANTAN SELATAN Samharinto Soedijo 1), M. Indar Pramudi 1) dan M, Damiri 2) 1) Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat 2) Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Artropoda Predator Penghuni Ekosistem Persawahan Lebak dan Pasang Surut Sumatera Selatan

Artropoda Predator Penghuni Ekosistem Persawahan Lebak dan Pasang Surut Sumatera Selatan Jurnal Lahan Suboptimal. ISSN2252-6188 Vol. 1, No.1: 57-63, April 2012 Artropoda Predator Penghuni Ekosistem Persawahan Lebak dan Pasang Surut Sumatera Selatan Predatory Arthropods InhabitingFresh Swamp

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota, berupa kawasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota, berupa kawasan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota, berupa kawasan memanjang berupa jalur, bersifat terbuka tanpa bangunan. Ruang terbuka merupakan ruang yang direncanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian organik dan sistem pertanian intensif (Notarianto, 2011). Salah satu desa

I. PENDAHULUAN. pertanian organik dan sistem pertanian intensif (Notarianto, 2011). Salah satu desa 10 I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara agraris di mana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL 26 Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama Seminar Nasional Biodiversitas 23 April 26 Grand Inna Muara Hotel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan populasi yang berlimpah, terdiri dari 16 sub famili, 296 genus dan 15.000 spesies yang telah teridentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman

Lebih terperinci

Keanekaragaman Arthropoda pada Varietas Padi di Lahan Organik di Desa Tegal Binangun Kecamatan Plaju Kelurahan Plaju Darat Palembang

Keanekaragaman Arthropoda pada Varietas Padi di Lahan Organik di Desa Tegal Binangun Kecamatan Plaju Kelurahan Plaju Darat Palembang Jurnal Penelitian Sains Volume 17 Nomor 3 September 2015 Keanekaragaman Arthropoda pada Varietas Padi di Lahan Organik di Desa Tegal Binangun Kecamatan Plaju Kelurahan Plaju Darat Palembang Hendra 1, Chandra

Lebih terperinci

EFEK PERPADUAN BEBERAPA TUMBUHAN LIAR DI SEKITAR AREA PERTANAMAN PADI DALAM MENARIK ARTHROPODA MUSUH ALAMI DAN HAMA

EFEK PERPADUAN BEBERAPA TUMBUHAN LIAR DI SEKITAR AREA PERTANAMAN PADI DALAM MENARIK ARTHROPODA MUSUH ALAMI DAN HAMA EFEK PERPADUAN BEBERAPA TUMBUHAN LIAR DI SEKITAR AREA PERTANAMAN PADI DALAM MENARIK ARTHROPODA MUSUH ALAMI DAN HAMA Lu aili Addina*, Bagyo Yanuwiadi**, Zulfaidah Panata Gama** dan Amin Setyo Leksono**

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kakao milik masyarakat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kakao milik masyarakat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kakao milik masyarakat di desa Candi Rejo dan desa Sidomulyo, Kecamatan Biru-biru, Kabupaten Deli Serdang pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

MUSUH ALAMI PREDATOR TANAMAN PADI (Oryza Sativa L) PADA AGROEKOSISTEM BERBEDA ABSTRAK

MUSUH ALAMI PREDATOR TANAMAN PADI (Oryza Sativa L) PADA AGROEKOSISTEM BERBEDA ABSTRAK MUSUH ALAMI PREDATOR TANAMAN PADI (Oryza Sativa L) PADA AGROEKOSISTEM BERBEDA Abdul Azis Wadia 1), Rida Iswati 2), Wawan Pembengo 3)**) ABSTRAK Abdul Azis Wadia/613408001. Predator Pada Tanaman Padi (Oryza

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator

VI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator VI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator Penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) terdiri atas 6 komponen pengendalian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar wilayah Indonesia diperuntukan sebagai lahan pertanian, dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar wilayah Indonesia diperuntukan sebagai lahan pertanian, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang berkembang pada sektor agraris. Sebagian besar wilayah Indonesia diperuntukan sebagai lahan pertanian, dan sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PERMUKAAN TANAH DI SEKITAR PERKEBUNAN DESA COT KAREUNG KECAMATAN INDRAPURI KABUPATEN ACEH BESAR

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PERMUKAAN TANAH DI SEKITAR PERKEBUNAN DESA COT KAREUNG KECAMATAN INDRAPURI KABUPATEN ACEH BESAR KEANEKARAGAMAN SERANGGA PERMUKAAN TANAH DI SEKITAR PERKEBUNAN DESA COT KAREUNG KECAMATAN INDRAPURI KABUPATEN ACEH BESAR Syarifah Farissi Hamama 1, Irma Sasmita 1 1 Program Studi Pendidikan Biologi Universitas

Lebih terperinci

POLA FLUKTUASI POPULASI Plutella xylostella (L.) (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA BUDIDAYA BROKOLI DENGAN PENERAPAN PHT DAN ORGANIK

POLA FLUKTUASI POPULASI Plutella xylostella (L.) (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA BUDIDAYA BROKOLI DENGAN PENERAPAN PHT DAN ORGANIK Jurnal HPT Volume 2 Nomor 2 April 2014 ISSN : 2338-4336 POLA FLUKTUASI POPULASI Plutella xylostella (L.) (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA BUDIDAYA BROKOLI DENGAN PENERAPAN PHT DAN ORGANIK

Lebih terperinci

J. Agroland 22 (2) : , Agustus 2015 ISSN : X E-ISSN :

J. Agroland 22 (2) : , Agustus 2015 ISSN : X E-ISSN : J. Agroland 22 (2) : 114 122, Agustus 2015 ISSN : 0854 641X E-ISSN : 2407 7607 KEANEKARAGAMAN SERANGGA MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L) YANG DIAPLIKASI DENGAN BIOINSEKTISIDA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara)

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) A. Pendahuluan Konsepsi Integrated Pest Control atau Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mulai diperkenalkan pada tahun 1959 yang bertujuan agar

Lebih terperinci

PERUBAHAN SUMBERDAYA HAYATI DAN LINGKUNGAN Kasus Lingkungan Pertanian

PERUBAHAN SUMBERDAYA HAYATI DAN LINGKUNGAN Kasus Lingkungan Pertanian PERUBAHAN SUMBERDAYA HAYATI DAN LINGKUNGAN Kasus Lingkungan Pertanian Dr. Tien Aminatun, S.Si., M.Si. Program Studi Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta (Disampaikan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERKEBUNAN APEL SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DESA PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERKEBUNAN APEL SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DESA PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG Jurnal Ekologi: Tahun 2012 1 KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERKEBUNAN APEL SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DESA PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG Yogama Tetrasani Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora.

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis yang dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk juga keanekaragaman

Lebih terperinci

Analisis Keanekaragaman..I Wayan Karmana 1

Analisis Keanekaragaman..I Wayan Karmana 1 ANALISIS KEANEKARAGAMAN EPIFAUNA DENGAN METODE KOLEKSI PITFALL TRAP DI KAWASAN HUTAN CANGAR MALANG I WAYAN KARMANA FPMIPA IKIP Mataram ABSTRAK Analisis terhadap keanekaragaman ( diversity) merupakan suatu

Lebih terperinci

Sistem Populasi Hama. Sistem Kehidupan (Life System)

Sistem Populasi Hama. Sistem Kehidupan (Life System) Sistem Populasi Hama Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Sistem Kehidupan (Life System) Populasi hama berinteraksi dengan ekosistem disekitarnya Konsep sistem kehidupan (Clark et al.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

Kelimpahan Laba-Laba Pada Padi Ratun Yang Diaplikasikan BioinsektisidaMetarhizium anisopliae dan Bacillus thuringiensis di Sawah Lebak

Kelimpahan Laba-Laba Pada Padi Ratun Yang Diaplikasikan BioinsektisidaMetarhizium anisopliae dan Bacillus thuringiensis di Sawah Lebak Kelimpahan Laba-Laba Pada Padi Ratun Yang Diaplikasikan BioinsektisidaMetarhizium anisopliae dan Bacillus thuringiensis di Sawah Lebak Abundance of Spiders in Ratoon Paddy was Applied Metarhizium anisopliae

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel langsung dari lokasi

Lebih terperinci

KLOROFIL X - 2 : , Desember 2015 ISSN

KLOROFIL X - 2 : , Desember 2015 ISSN DAMPAK APLIKASI BIOINSEKTISIDA Beauveria bassiana TERHADAP KOMUNITAS ARTROPODA PREDATOR PADA PADI RATUN DI SAWAH LEBAK IMPACT OF Beauveria bassiana BIOINSECTICIDE APPLICATION ON THE PREDATORY ARTHROPOD

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fauna Tanah 4.1.1. Populasi Total Fauna Tanah Secara umum populasi total fauna tanah yaitu mesofauna dan makrofauna tanah pada petak dengan jarak pematang sempit (4 m)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radiopoetro (1996, dalam Putri, 2014, h. 2) mengatakan bahwa ada 20.000 spesies laba-laba yang hidup dalam lingkungan yang bermacammacam mulai dari pantai hingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan secara langsung. Perameter yang diukur dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN SERANGGA PREDATOR MUSIM PENGHUJAN YANG TERDAPAT PADA PERTANAMAN HORTIKULTURA DI KECAMATAN WATES, KABUPATEN KEDIRI,

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN SERANGGA PREDATOR MUSIM PENGHUJAN YANG TERDAPAT PADA PERTANAMAN HORTIKULTURA DI KECAMATAN WATES, KABUPATEN KEDIRI, KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN SERANGGA PREDATOR MUSIM PENGHUJAN YANG TERDAPAT PADA PERTANAMAN HORTIKULTURA DI KECAMATAN WATES, KABUPATEN KEDIRI, JAWA TIMUR SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN KOMPOSISI KOMUNITAS ARTROPODA TANAH DI LAHAN PERKEBUNAN KOPI ( Coffea spp. ) DI KECAMATAN WONOSARI KABUPATEN MALANG

STRUKTUR DAN KOMPOSISI KOMUNITAS ARTROPODA TANAH DI LAHAN PERKEBUNAN KOPI ( Coffea spp. ) DI KECAMATAN WONOSARI KABUPATEN MALANG STRUKTUR DAN KOMPOSISI KOMUNITAS ARTROPODA TANAH DI LAHAN PERKEBUNAN KOPI ( Coffea spp. ) DI KECAMATAN WONOSARI KABUPATEN MALANG Risca Dwi Kusuma 1, Fatchur Rohman 2, Agus Dharmawan 2 1 Program Studi Biologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

Keanekaragaman Makroarthropoda Tanah di Lahan Persawahan Padi Organik dan Anorganik, Desa Bakalrejo Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang

Keanekaragaman Makroarthropoda Tanah di Lahan Persawahan Padi Organik dan Anorganik, Desa Bakalrejo Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang BIOMA, Juni 2015 ISSN: 1410-8801 Vol. 17, No. 1, Hal. 21-26 Keanekaragaman Makroarthropoda Tanah di Lahan Persawahan Padi Organik dan Anorganik, Desa Bakalrejo Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Roma

Lebih terperinci

Efek Refugia terhadap Arthropoda Tanaman Padi (Oryza sativa) di Sawah Pasang Surut

Efek Refugia terhadap Arthropoda Tanaman Padi (Oryza sativa) di Sawah Pasang Surut Efek Refugia terhadap Arthropoda Tanaman Padi (Oryza sativa) di Sawah Pasang Surut Refugia Effects toward Arthropods Attacking Rice (Oryza sativa) in Tidal Swamp Hastin Wulan Sekar Weni 1*), Yulia Pujiastuti

Lebih terperinci

PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)

PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) I. PENDAHULUAN Plasma nutfah merupakan sumber daya alam keempat selain

Lebih terperinci

Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Serangga Predator Selama Satu Musim Tanam Padi Ratun di Sawah Pasang Surut

Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Serangga Predator Selama Satu Musim Tanam Padi Ratun di Sawah Pasang Surut Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Serangga Predator Selama Satu Musim Tanam Padi Ratun di Sawah Pasang Surut Abundance and Species Diversity of Predatory Insects at a Season of Ratooning Rice on Tidal

Lebih terperinci

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) Lektor Kepala/Pembina TK.I. Dosen STPP Yogyakarta. I. PENDAHULUAN Penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakangMasalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakangMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakangMasalah Kopi termasuk komoditas perkebunan yang banyak diperdagangkan di dunia internasional. Negara Indonesia merupakan peringkat ke-4 penghasil kopi terbesar di dunia

Lebih terperinci

ANALISIS KEMIRIPAN KOMUNITAS ARTROPODA PREDATOR PENGHUNI PERMUKAAN TANAH SAWAH RAWA LEBAK DI SUMATERA SELATAN DENGAN LAHAN PINGGIR DI SEKITARNYA

ANALISIS KEMIRIPAN KOMUNITAS ARTROPODA PREDATOR PENGHUNI PERMUKAAN TANAH SAWAH RAWA LEBAK DI SUMATERA SELATAN DENGAN LAHAN PINGGIR DI SEKITARNYA ANALISIS KEMIRIPAN KOMUNITAS ARTROPODA PREDATOR PENGHUNI PERMUKAAN TANAH SAWAH RAWA LEBAK DI SUMATERA SELATAN DENGAN LAHAN PINGGIR DI SEKITARNYA Effendy TA 1, Siti Herlida 1, Chandra Irsan 1, dan Rosdah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

Maria Magdalena Tambunan 1*, Mena Uly 2, Hasanuddin 2 ABSTRACT

Maria Magdalena Tambunan 1*, Mena Uly 2, Hasanuddin 2 ABSTRACT INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA PADA TANAMAN TEMBAKAU (Nicotiana tabaccum L.) DI KEBUN HELVETIA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II Maria Magdalena Tambunan 1*, Mena Uly 2, Hasanuddin 2 1 Alumnus Program

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PADA LAHAN BAWANG MERAH SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DESA TORONGREJO KOTA BATU

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PADA LAHAN BAWANG MERAH SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DESA TORONGREJO KOTA BATU KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PADA LAHAN BAWANG MERAH SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DESA TORONGREJO KOTA BATU Mulyo Sejati Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. diidentifikasi dengan cara membandingkan ciri-ciri dan dengan menggunakan

BAB V PEMBAHASAN. diidentifikasi dengan cara membandingkan ciri-ciri dan dengan menggunakan 90 BAB V PEMBAHASAN A. Persebaran Serangga Pada Lahan Padi Jenis - jenis serangga yang ditemukan pada setiap wilayah sampling telah diidentifikasi dengan cara membandingkan ciri-ciri dan dengan menggunakan

Lebih terperinci

Inventarisasi Predator Serangga Hama Tanaman Padi Sawah di Desa Paya Rahat Kecamatan Banda Mulia Kabupaten Aceh Tamiang

Inventarisasi Predator Serangga Hama Tanaman Padi Sawah di Desa Paya Rahat Kecamatan Banda Mulia Kabupaten Aceh Tamiang Inventarisasi Predator Serangga Hama Tanaman Padi Sawah di Desa Paya Rahat Kecamatan Banda Mulia Kabupaten Aceh Tamiang Inventory of Insect Pest Predator on Paddy Field in Paya Rahat Village, Banda Mulia

Lebih terperinci

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang Korespondensi: 2)

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang Korespondensi: 2) Ketertarikan Arthropoda Terhadap Blok Refugia (Ageratum Conyzoides l., Capsicum Frutescens l., dan Tagetes Erecta l.) Dengan Aplikasi Pupuk Organik Cair dan Biopestisida di Perkebunan Apel Desa Poncokusumo

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian, Deskripsi Lokasi 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut, alkohol 70% dan gliserin. b. Alat Alat-alat

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis Serangga Di Berbagai Tipe Lahan Sawah

Keanekaragaman Jenis Serangga Di Berbagai Tipe Lahan Sawah Keanekaragaman Jenis Serangga Di Berbagai Tipe Lahan Sawah Insect Diversity In Various Types Of Farms Rice Field Anna Sari Siregar, Darma Bakti*, Fatimah Zahara Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008). I. PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Lampung dengan luas ± 3.528.835 ha, memiliki potensi sumber daya alam yang sangat beraneka ragam, prospektif, dan dapat diandalkan, mulai dari pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman

Lebih terperinci

Serangga Hama dan Arthropoda Predator yang Terdapat pada Padi Lebak di Desa Pelabuhan Dalam Kecamatan Pemuluatan Provinsi Sumatera Selatan

Serangga Hama dan Arthropoda Predator yang Terdapat pada Padi Lebak di Desa Pelabuhan Dalam Kecamatan Pemuluatan Provinsi Sumatera Selatan Serangga Hama dan Arthropoda Predator yang Terdapat pada Padi Lebak di Desa Pelabuhan Dalam Kecamatan Pemuluatan Provinsi Sumatera Selatan Insect Pest and Arthropoda Predator in Lowland Rice in Pelabuhan

Lebih terperinci

BAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada

BAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada BAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada Ada empat pendekatan dalam kegiatan pengendalian hayati yaitu introduksi, augmentasi, manipulasi lingkungan dan konservasi (Parella

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau

Lebih terperinci

(PSLK) 2016, DISTRIBUSI SPASIAL ARTHROPODA PADA TUMBUHAN LIAR DI PERTANIAN TOMAT DESA KARANGWEDORO KECAMATAN DAU KABUPATEN MALANG

(PSLK) 2016, DISTRIBUSI SPASIAL ARTHROPODA PADA TUMBUHAN LIAR DI PERTANIAN TOMAT DESA KARANGWEDORO KECAMATAN DAU KABUPATEN MALANG DISTRIBUSI SPASIAL ARTHROPODA PADA TUMBUHAN LIAR DI PERTANIAN TOMAT DESA KARANGWEDORO KECAMATAN DAU KABUPATEN MALANG Arthropods Spatial Distribution on Wild Plants In Tomato Farm Of Karangwedoro Village,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembentukan, peruntukan, dan perkembangannya ditujukan untuk memenuhi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembentukan, peruntukan, dan perkembangannya ditujukan untuk memenuhi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroekosistem Perkebunan Kopi Agroekosistem perkebunan merupakan ekosistem binaan yang proses pembentukan, peruntukan, dan perkembangannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setelah Brazil, Kolombia, dan Vietnam (Anonim, 2007). Namun akhir-akhir ini

I. PENDAHULUAN. setelah Brazil, Kolombia, dan Vietnam (Anonim, 2007). Namun akhir-akhir ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara produsen kopi dunia terbesar keempat setelah Brazil, Kolombia, dan Vietnam (Anonim, 2007). Namun akhir-akhir ini kontribusi

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK BUDIDAYA KUBIS TERHADAP DIVERSITAS ARTHROPODA DAN INTENSITAS SERANGAN Plutella xylostella L. (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) Oleh:

PENGARUH TEKNIK BUDIDAYA KUBIS TERHADAP DIVERSITAS ARTHROPODA DAN INTENSITAS SERANGAN Plutella xylostella L. (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) Oleh: Jurnal INOVASI, Vol.14 No.1, Hal. 20-25, Januari-April 2014, ISSN 1411-5549 PENGARUH TEKNIK BUDIDAYA KUBIS TERHADAP DIVERSITAS ARTHROPODA DAN INTENSITAS SERANGAN Plutella xylostella L. (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis Serangga Hama Berdasarkan hasil identifikasi serangga hama dilokasi Agroekosistem berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies Scripophaga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman Jagung berikut : Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci