LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR : 6 TAHUN : 1997 SERI : C NOMOR : 2

Transkripsi

1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR : 6 TAHUN : 1997 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II ACEH UTARA NOMOR : 6 TAHUN 1997 TENTANG IZIN USAHA OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II ACEH UTARA Menimbang : a. Bahwa dengan telah diserahkannya sebagian urusan Pemerintahan dalam bidang Kepariwisataan oleh Pemerintah dan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Aceh kepada Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara, maka telah mempunyai kewenangan untuk menetapkan ketentuan-ketentuan mengenai usaha obyek wisata dalam Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara ; b. Bahwa untuk maksud tersebut, perlu ditetapkan dalam suatu Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 7 Drt. Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara ; 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah ; 3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup ; 4. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah Dengan Titik Berat Pada Daerah Tingkat II ; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan kepada 26 (dua puluh enam) Daerah Tingkat II Percontohan ; 7. Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi No. KM.98/Pw.102/MPPT-87 tentang Usaha Objek Wisata ; 8. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan ;

2 Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.94/UM.001/MPPT-94 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Bidang Pariwisata ; 10. Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor KA.71/UM001/MPPT-96 tentang Pedoman Pembinaan Tehnis Pelaksanaan Urusan Kepariwisataan yang diserahkan kepada Daerah Tingkat II Percontohan ; 11. Keputusan Dirjen Pariwisata Nomor Kep.18/U/88 tentang Pelaksanaan Ketentuan Usaha Objek Wisata ; 12. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 1 Tahun 1995 tentang Penyerahan Sebahagian Urusan Pemerintahan Propinsi Daerah Istimewa Aceh dalam bidang Tugas Tenaga Kerja, Kehutanan, Kepariwasataan, Pertambangan, Pekerjaan Umum dan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara ; 13. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara Nomor 4 Tahun 1988 tentang Pedoman Penunjukan, Pengangkatan dan Pemberhentian Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara ; 14. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara Nomor 13 Tahun 1995 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pariwisata Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara ; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II ACEH UTARA TENTANG IZIN USAHA OBYEK WISATA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara ; b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara ; c. Bupati Kepala Daerah adalah Bupati Kepala Daerah Tingkat II Aceh Utara ; d. Dinas Pariwisata adalah Dinas Pariwisata Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara ;

3 139 e. Obyek wisata adalah tempat atau keadaan yang memiliki sumber daya wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik dan diusahakan sebagai tempat yang dikunjungi wisatawan ; f. Sumber daya wisata adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya buatan dan sumber daya alam yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai objek wisata ; g. Objek wisata daerah adalah objek wisata yang tidak termasuk dalam kategori objek wisata nasional sebagimana ditetapkan dalam Pasal 3 Keputusan Direktur Jenderal Parawisata Nomor : Kep.18/U/II/1988 tentang Pelaksanaan Ketentuan Usaha Objek Wisata ; h. Objek wisata swasta adalah setiap pengusahaan objek wisata yang diusahakan dan dimiliki oleh swasta ; i. Usaha objek wisata adalah setiap pengusaha objek wisata yang dikelola secara komersial ; j. Pimpinan usaha objek wisata adalah seseorang atau lebih yang sehari-hari memimpin dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan usaha objek wisata ; k. Izin sementara usaha objek wisata adalah izin yang bersifat sementara yang diberikan oleh Bupati Kepala Daerah untuk membangun sarana dan prasarana usaha objek wisata ; l. Izin tetap usaha objek wisata adalah Izin yang diberikan oleh Bupati Kepala Daerah untuk menyelenggarakan usaha objek wisata ; BAB II OBJEK WISATA Pasal 2 (1) Objek wisata terdiri atas : a. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna ; b. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan sejarah dan purbakala, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, dan wisata pertualangan alam ; (2) Pemerintah Daerah menetapkan objek wisata selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b pasal ini. BAB III OBJEK DAN SUBJEK IZIN Pasal 3 Objek izin adalah setiap usaha/kegiatan pengembangan dan pemanfaatan sumber daya wisata sebagi objek wisata.

4 140 Pasal 4 Subjek izin adalah setiap badan usaha/badan hukum yang menjalankan usaha/kegiatan pengembangan dan pemanfaatan sumber daya wisata sebagai objek wisata. Pasal 5 Objek wisata daerah dan objek wisata swasta akan ditetapkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah. BAB IV BENTUK USAHA DAN PERMODALAN Pasal 6 (1) Bentuk usaha objek wisata adalah Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Comanditer (CV), Firma, Koperasi yang bermaksud dan tujuannya sematamata berusaha dalam kegiatan pengembangan dan pemanfaatan sumber daya wisata sebagai objek wisata sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (2) Usaha objek wisata yang modal patungan antara Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing bentuk usahanya harus Perseroan Terbatas (PT). (3) Usaha objek wisata yang modalnya merupakan patungan antara Pemerintah Daerah dengan pihak ketiga bentuk usahanya diatur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. BAB V PENGUSAHAAN Pasal 7 (1) Pengusahaan objek wisata meliputi pembangunan, penyediaan dan pengelolaan sarana dan prasarana serta penyediaan jasa-jasa lainnya dengan mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya wisata dalam batas wilayah objek wisata yang diusahakan. (2) Pengusahaan objek wisata daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah c/q Dinas Parawisata. Pasal 8 Pimpinan usaha objek wisata dalam menjalankan usahanya diwajibkan untuk : a. memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana yang ditetapkan didalam Peraturan Daerah ini ; b. memberikan perlindungan kepada para pengunjung objek wisata ; c. memelihara dan memenuhi persyaratan sanitasi dan mencegah adanya pencemaran lingkungan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan yang berlaku baik dalam objek wisata maupun disekitar objek wisata ;

5 141 d. menjaga martabat objek wisata antara lain mencegah dan melarang kegiatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penjualan minuman keras, penggunaan obat-obat terlarang serta menjaga keamanan dan ketertiban umum ; e. menyediakan petugas khusus seperti petugas penyelaman, pendamping, pemandu, serta menyediakan perlengkapan khusus untuk mencegah dan atau pertolongan kecelakaan bagi pengunjung objek wisata yang mengandung resiko ; f. memberikan perlindungan dan pengamanan terhadap barang-barang milik pengunjung wisata dari kemungkinan pencurian dan atau kerusakan dengan menyediakan tempat-tempat penyimpanan barang-barang berharga ; g. membuat laporan tertulis atas kegiatan usahanya kepada Dinas Pariwisata secara berkala ; h. membangun sarana ibadah/mushalla didalam lokasi objek wisata. BAB VI KLASIFIKASI USAHA OBJEK WISATA Pasal 9 (1) usaha objek wisata diklasifikasikan dalam 4 (empat) kelas. (2) penempatan klasifikasi usaha objek wisata ditetapkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah berdasarkan antara lain luas objek wisata, dan besarnya modal objek wisata. BAB VII PERIZINAN Pasal 10 (1) Untuk membangun prasarana dan sarana objek wisata harus terlebih dahulu memperoleh izin usaha sementara usaha objek wisata dari Bupati Kepala Daerah. (2) Untuk mengusahakan objek wisata harus memiliki izin tetap usaha objek wisata dari Bupati Kepala Daerah. Pasal 11 (1) Izin sementara usaha objek wisata dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), telah mencakup izin pemasangan lift, Boiler, pemasangan generator dan pemasangan peralatan mekanik dan elektronik lainnya yang merupakan kelengkapan sarana objek wisata. (2) Izin sementara usaha objek wisata dipergunakan sebagai dasar untuk memporoleh : a. izin peruntukan tanah ; b. izin lokasi c. izin pembebasan hak atas tanah; d. izin mendirikan bangunan (IMB ) e. izin undang-undang gangguan (HO) f. izin-izin lainya yang bersangkutan denganya.

6 142 Pasal 12 (1) Untuk memperoleh izin sementara usaha objek wisata sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (10), pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati Kepala Daerah melalui Dinas Pariwisata dengan melampirkan : a. Rekomendasi Camat setempat ; b. Akte Pendirian Perusahaan ; c. Peta lokasi rencana objek wisata, tapak bangunan sarana dan prasarana objek wisata serta fungsinya ; d. Studi kelayakan rencana usaha objek wisata ; (2) Bentuk model permohonan dan syarat-syarat lainya dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah. Pasal 13 Izin tetap usaha objek wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) mencakup izin penggunaan yang tersebut dalam Pasal 11 ayat (1) dan izin penyimpangan jam kerja, izin siaran video dibatas wilayah usaha objek wisata, izin penggunaan antene parabola, izin penggunaan kolam renang, izin penggunaan racun api, izin promosi kegiatan usaha, izin penggunaan tenaga kerja Warga Negara Asing pendatang, izin penggunaan parkir dihalaman sendiri. Pasal 14 Untuk memperoleh izin tetap usaha obyek wisata sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (2), pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati Kepala Daerah melalui Dinas Pariwisata, dengan melampirkan : a. Izin sementara usaha obyek wisata ; b. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ; c. Izin Undang-undang Gangguan (HO) ; d. Izin peruntukan tanah, izin lokasi dan sertifikat tanah ; e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) ; f. Tanda bukti lunas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Pajak dan Retribusi Daerah lainnya ; Pasal 15 Penyediaan jasa lainnya dilingkungan obyek wisata yang tidak menjadi bagian izin sementara usaha obyek wisata dan izin tetap usaha obyek wisata, diselenggarakan atas dasar izin usaha tersendiri sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal 16 Setiap pemasangan reklame di lokasi obyek wisata wajib memintakan Rekomendasi Dinas Pariwisata.

7 143 Pasal 17 Untuk perluasan atau renovasi obyek wisata tidak diperlukan izin, terkecuali izin tehnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2). Pasal 18 (1) Izin sementara usaha obyek wisata berlaku selama 3 (tiga) tahun, dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun. (2) Izin tetap usaha obyek wisata berlaku selama usaha masih dijalankan dengan ketentuan setiap 5 (lima) tahun sekali wajib didaftar ulang; (3) Kepada pemegang izin tetap usaha obyek wisata dimaksud dalam ayat (2) pasal ini diberikan Tanda Izin Usaha dan harus dipasang ditempat yang mudah dilihat oleh umum. Pasal 19 Dalam hal obyek wisata tidak memerlukan pendirian fisik bangunan, maka izin usaha dapat diberikan secara langsung berupa izin tetap usaha obyek wisata. Pasal 20 Tata cara untuk memperoleh dan memperpanjang izin sementara usaha obyek wisata dan izin tetap usaha obyek wisata diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah. Pasal 21 (1) Izin sementara usaha obyek wisata atau izin tetap usaha obyek wisata tidak dapat dipindahkan kepada pihak lain kecuali atas izin tertulis dari Bupati Kepala Daerah. (2) Tata cara pemindahan hak sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, kepemilikan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah. Pasal 22 (1) Izin sementara Usaha Obyek Wisata dapat dicabut, karena : a. tidak memiliki Izin Undang-undang Gangguan (HO) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ; b. melakukan perubahan maupun penyimpangan pembangunan sebagaimana ditetapkan yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan, keamanan pengunjung atau perusakan sumber daya langka yang tidak dapat diganti, tanpa persetujuan tertulis dari Bupati Kepala Daerah ; c. tidak melaksanakan syarat-syarat izin sementara usaha obyek wisata yang bersangkutan ; d. tidak menyampaikan laporan perkembangan ; e. tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) Peraturan Daerah ini ; (2) Izin tetap usaha obyek wisata dapat dicabut karena salah satu hal sebagai berikut :

8 144 a. Tidak memenuhi ketentuan persyaratan pengusahaan usaha obyek wisata dan persyaratan perizinan seperti yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini ; b. Tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 dan 21 Peraturan Daerah ini ; c. melakukan tindak pidana kejahatan yang berkaitan dengan kegiatan usahanya. (3) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, dilakukan secara tertulis oleh Bupati Kepala Daerah setelah terlebih dahulu diadakan peringatan tertulis 3 (tiga) kali secara berturut-turut dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. (4) Dalam hal terjadi pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), maka pemegang izin wajib segera menghentikan kegiatan usahanya. BAB VIII RETRIBUSI Pasal 23 (1) Untuk memperoleh izin sementara, perpanjangan izin sementara usaha obyek wisata, izin tetap dan daftar ulang izin tetap usaha obyek wisata dikenakan retribusi. (2) Besarnya retribusi dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditetapkan dengan Peraturan Daerah tersendiri. BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 24 (1) Pembinaan dan pengawasan obyek wisata dilakukan oleh Dinas Pariwisata atas nama Bupati Kepala Daerah dengan mengikutsertakan instansi terkait. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, meliputi : a. pelaksanaan pembangunan obyek wisata; b. tehnis pengeloaan obyek wisata; c. kketertiban, kebersihan, kesehatan, sanitasi dan hygiene serta pelestarian obyek wisata; d. kemampuan dan keterampilan karyawan; e. kesehatan dan keselamatan kerja pada karyawan dan pengunjung. Pasal 25 (1) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan melalui evaluasi laporan yang disampaikan secara berkala oleh Pimpinan usaha obyek wisata kepada Dinas Pariwisata. (2) Tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah.

9 145 BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 26 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp (lima puluh ribu rupiah). (2) Tindak pidana yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran. BAB XI P E N Y I D I K A N Pasal 27 (1) Selain pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pengawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para penyidik Pengawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini berwenang : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindakan pidana ; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan ; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ; d. melakukan penyitaan benda dan atau surat ; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang ; f. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara ; h. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Umum memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya ; i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 28 Badan usaha yang pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini telah menyelenggarakan usaha obyek wisata dan belum memiliki izin usaha obyek

10 146 wisata, dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah berlakunya Peraturan Daerah ini wajib memiliki izin tetap usaha obyek wisata. BAB XIII KETENTUTAN PENUTUP Pasal 29 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang menyangkut ketentuan pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah. Pasal 30 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 31 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah. Ditetapkan di Lhokseumawe Pada tanggal 1 April 1997 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DATI II ACEH UTARA Cap/dto I D R U S BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II ACEH UTARA Cap/dto KARIMUDDIN HASYBULLAH

11 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II ACEH UTARA NOMOR 6 TAHUN 1997 TENTANG IZIN USAHA OBYEK WISATA 147 I. PENJELASAN UMUM 1. Bahwa dengan adanya penyerahan sebagian urusan Pemerintahan oleh Pemerintah dan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Aceh dalam Bidang Kepariwisataan kepada Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara, telah mempunyai kewenangan otonomi untuk menangani urusan-urusan mengenai pariwisata. 2. Bahwa usaha obyek wisata merupakan potensi besar dibidang pariwisata yang dimiliki oleh Daerah Tingkat II Aceh Utara, memerlukan penanganan yang optimal agar dapt berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan amanat Pemerintah yang telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1995 Jo. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 1 Tahun Bahwa untuk memenuhi maksud tersebut diatas, diperlukan adanya ketentuan yang berlaku untuk mengatur tentang usaha obyek wisata. Oleh karena itu perlu ditetapkan dalam suatu Peraturan Daerah. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 sampai dengan Pasal 31 : Cukup jelas