Perbandingan Efektivitas Radio Frequency Ablation

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perbandingan Efektivitas Radio Frequency Ablation"

Transkripsi

1 Perbandingan Efektivitas Radio Frequency Ablation (RFA) dengan Ablasi Microwave dalam Meningkatkan Kesintasan Pasien dengan Karsinoma Hepatoseluler Kecil: Sebuah Laporan Kasus Berbasis Bukti Ignatius Bima Prasetya Abstrak Latar Belakang: Karsinoma hepatoseluler merupakan salah satu keganasan dengan prevalensi dan tingkat mortalitas yang tertinggi di dunia. Pada kasus nodul kecil, terapi ablasi seringkali merupakan pilihan utama. Pilihan terapi ablasi sendiri cukup beragam, termasuk Radio Frequency Ablation (RFA) dan ablasi microwave. Sayangnya belum banyak data yang membandingkan kedua modalitas ini secara langsung. Metodologi: Artikel ini disusun emnggunakan bentuk laporan kasus berbasis bukti dengan menggunakan studi-studi klinis yang ada. Pertanyaan klinis yang kami gunakan adalah Pada pasien dengan [karsinoma hepatoseluler kecil], bagaimanakah efektivitas [Radio Fequency Ablation] bila dibandingkan [ablasi microwave] dalam meningkatkan [kesintasan]? Semua studi yang dianggap layak lalu ditelaah dengan menggunakan kriteria dari Center of Evidence Based Medicine (CEBM). Hasil: Pencarian dengan kata kunci tersebut menghasilkan 3 penelitian yang kami anggap layak untuk dimasukkan dalam telaah ini. Satu dari 3 studi tersebut menunjukkan adanya keunggulan RFA bila dibandingkan terapi ablasi. Namun 2 jurnal yang lebih baru menunjukkan hasil yang sebanding untuk terapi dengan RFA ataupun ablasi microwave. Kesimpulan: Terapi RFA memberikan hasil yang sebanding untuk luaran kesintasan bila dibandingkan dengan ablasi microwave dengan alat terbaru. Latar Belakang Karsinoma hepatoseluler merupakan salah satu keganasan dengan tingkat prevalensi dan mortalitas yang cukup tinggi. Pilihan terapi yang bersifat kuratif terbatas pada reseksi, transplantasi hati, dan ablasi lokal. Pilihan ini hanya bisa digunakan pada KHS yang berukuran kecil dengan jumlah nodul yang sedikit. Akhir-akhir ini terapi ablasi lokal lebih dipilih karena risiko penurunan fungsi hati dan kurangnya donor untuk transplantasi hati dan reseksi. Selain itu, 1

2 sebagian besar kasus KHS didiagnosis dalam kondisi yang tidak bisa direseksi. Pilihan ablasi lokal sendiri terbagi atas injeksi etanol perkutan (Percutaneous ethanol injection-pei), injeksi asam asetat perkutan (percutaneous acetic acid injection-pai), ablasi frekuensi radio (Radio Frequency Ablation-RFA), ablasi gelombang microwave (Microwave Ablation-MWA), dan ablasi kryoterapi. Data-data yang ada sudah membuktikan bahwa RFA lebih superior daripada PEIT atau PAI. 1-3 Namun data mengenai perbandingan efektivitas RFA dan ablasi microwave masih belum banyak dibahas. Ablasi microwave sendiri sebetulnya hanya popular di negaranegara Asia Timur, sementara RFA sudah banyak digunakan di seluruh dunia. 2 RFA sudah digunakan untuk kasus KHS sejak tahun 1993 dan saat ini seringkali dianggap sebagai terapi ablasi lokal yang terbaik. Hal ini disimpulkan berdasarkan anggapan bahwa pada penggunaan RFA luas ablasi dapat lebih diprediksi, efektivitasnya cukup baik, dan lebih sedikitnya jumlah sesi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan terapi. 2, 4 Modalitas ini juga terbukti memiliki efektivitas yang serupa dengan reseksi pada KHS kecil walaupun bersifat lebih tidak invasif. 5, 6 Sebuah meta analisis yang dipublikasikan pada tahun 2013 juga membuktikan bahwa RFA lebih superior daripada PEI dalam hal pengendalian tumor secara lokal dan kesintasan. 7 Kelemahan RFA mencakup sulitnya aplikasi pada kasus tumor yang sulit dilihat dengan USG, tumor yang berada pada posisi sulit, dan tumor yang berukuran besar. Teknik RFA sendiri juga bervasriasi, terutama ditentukan pilihan jarum dan elektroda yang digunakan. 2 Angka kesintasan 5 tahun pasien yang menjalani RFA dilaporkan mencapai 39,9-68,5% dan laju progresi tumor lokal dilaporkan mencapai 2,4-16,9% pada 5 tahun. Angka mortalitas dan morbiditas akibat RFA dapat mencapai pada 0,9-7,9% dan 0-1,5%. 1 Ablasi microwave lebih popular di daerha Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok. Sama seperti RFA, ablasi microwave terutama efektif untuk nodul berukuran kecil. Studi yang ada menunjukkan ablasi lengkap dapat dicapai pada 89% nodul berukuran kecil. 8 Hasil yang dicapai lewat ablasi microwave juga terbukti sebanding atau bahkan lebih baik daripada PEI. Literatur yang ada menunjukkan adanya kesintasan keseluruhan yang sebanding antara ablasi microwave dan PEI, namun kesintasan pada pasien dengan nodul yang poorlydifferentiated ternyata lebih baik pada pasien yang mendapat terapi ablasi microwave. 4 Sebuah studi besar yang melibatkan 234 pasien menunjukkan angka kesintasan 3 dan 5 tahun pasien KHS yang mendapat terapi ablasi microwave mencapai 73% dan 57%. 9 2

3 Sampai saat ini belum banyak studi yang menilai perbandingan langsung efektivitas RFA dengan ablasi microwave. Meskipun sebagian besar panduan yang ada lebih menyarankan pemnggunaan RFA, sebetulnya belum ada satupun meta analisis yang dibuat untuk tujuan ini. Artikel ini dibuat dengan tujuan menilai data yang ada mengenai perbandingan efektivitas kedua modalitas ini pada kelompok pasien dengan KHS berukuran kecil. Kasus Klinis Pasien adalah seorang pria, 41 tahun, dengan keluhan utama rasa tidak nyaman di perut sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Keluhan nyeri perut, kuning, demam disangkal, namun ada penurunan berat badan 8 kg dalam 2 bulan. Pasien memiliki riwayat hepatitis C sejak 20 tahun sebelum masuk rumah sakit. Tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik pasien, namun pada pemeriksaan USG ditemukan adanya nodul di hati. Pemeriksaan laboratorium pada pasien menunjukkan kadar AFP yang tinggi. Pemeriksaan CT scan abdomen 3 fase mengkonfirmasi bahwa nodul hati merupakan karsinoma hepatoseluler dengan diameter 3 cm yang terletak di segmen 8 hati. Pemeriksaan lebih lanjut pada pasien juga menunjukkan adanya sirosis hati dengan derajat Child-Pugh A. Pasien didiagnosis menderita karsinoma hepatoseluler stadium BCLC B. Diskusi tim ahli merekomendasikan pasien diterapi dengan ablsi lokal mengingat adanya kemungkinan kesulitan dalam reseksi atau transplantasi. Pertanyaan Klinis Kami mempertanyakan perbandingan efektivitas RFA bila dibandingan ablasi microwave dalam meningkatkan kesintasan pasien dengan KHS kecil. Untuk menjawab hal ini kami memformulasikan pertanyaan klinis berikut, Pada pasien dengan [karsinoma hepatoseluler kecil], bagaimanakah efektivitas [Radio Fequency Ablation] bila dibandingkan [ablasi microwave] dalam meningkatkan [kesintasan]? 3

4 Metodologi Pencarian jurnal dilakukan dengan menggunakan mesin pencari PubMed pada tanggal 8 Juni 2014 dengan menggunakan kata kunci [radio frequency OR radiofrequency] ablation AND microwave AND hepatocellular carcinoma (tabel 1). Hasil pencarian ditampilkan dalam gambar 1. Tabel 1. Strategi Pencarian pada 8 Juni 2014 dengan Bantuan PubMed Situs Pencari Kata Kunci Hasil PubMed [radio frequency OR radiofrequency] ablation AND 159 microwave AND hepatocellular carcinoma Penapisan awal jurnal dikerjakan dengan memasukan kriteria inklusi dan eksklusi. Kami hanya mengikutsertakan studi pada pasien dewasa yang ditulis dalam bahasa Inggris. Penapisan berikutnya dikejakan dengan membaca abstrak masing-masing artikel untuk menilai apakah studi yang dimaksud menggunakan RFA dan ablasi microwave sebagai terapi utama dan tunggal serta menggunakan kesintasan sebagai luaran. Kami lalu membaca naskah lengkap dari 6 artikel yang tersisa. Dua studi kami eksklusikan karena ketidaktersediaan naskah lengkap dan satu artikel lagi kami eksklusikan karena tidak menggunakan kesintasan sebagai luaran akhir. Pada akhirnya kami memasukan 3 studi ke dalam artikel ini. Ketiga studi ditelaah dengan menggunakan kriteria validitas dan relevansi dari Center of Evidence Based Medicine (CEBM). Hasil akhir penilaian ini dapat dilihat pada tabel 2. 4

5 Gambar 1. Alur Pencarian dan Seleksi Artikel Tanggal pencarian: 8 Juni 2014 [radio frequency OR radiofrequency] ablation AND microwave AND hepatocellular carcinoma Kriteria inklusi: Bahasa Inggris Studi pada populasi dewasa 159 Pembatasan pencarian 137 Penapisan judul dan abstrak 6 Penapisan naskah lengkap 3 Kriteria eksklusi: Laporan kasus Studi pada hewan Studi pada populasi anak-anak Kriteria seleksi: RFA dan ablasi microwave digunakan sebagai intervensi utama dan tunggal Kesintasan sebagai luaran Tabel 2. Telaah Kritis Studi yang Diikutsertakan Kriteria Ohmoto et al 10 Ding et al 11 Zhang et al 12 Sampel representatif yang jelas dan berada pada tahap yang sama dalam perjalanan Validitas penyakit mereka Pemantauan yang cukup lengkap dan panjang Kriteria luaran yang objektif Penyesuaian untuk faktor-faktor prognostik Total nilai validitas Aplikabilitas Domain Dampak klinis Total nilai aplikabilitas

6 Hasil Kami berhasil menemukan 3 studi yang membandingkan efektivitas RFA dengan ablasi microwave dalam meningkatkan kesintasan pada pasien dengan KHS kecil. Ketiga studi ini merupakan studi kohort dan dipublikasikan dalam 5 tahun terakhir. Rangkuman ketiga studi ini dapat dilihat di tabel 3. Tabel 3. Rangkuman Studi yang Dianalisis Variabel Ohmoto et al 13 Ding et al Zhang et al Jumlah Peserta Intervensi Kontrol 34 pasien (37 nodul) 49 pasien (56 nodul) 198 pasien (229 nodul) 85 pasien (98 nodul) 78 pasien (97 nodul) 77 pasien(105 nodul) Domain Pasien dengan KHS berukuran 2 cm Pasien dengan KHS yang memenuhi kriteria Milan Pasien dengan KHS yang memenuhi kriteria Milan Randomisasi Tidak dikerjakan Tidak dikerjakan Tidak dikerjakan Intervensi RFA RFA RFA Kontrol Ablasi microwave Ablasi microwave Ablasi microwave Pemantauan 26,23 ± 11,5 bulan pada kelompok RFA 33,97 ± 24,07 bulan pada kelompok ablasi microwave 27,69 ± 15,28 bulan pada kelompok RFA 18,32 ± 9,31 bulan pada kelompok ablasi microwave 26,3 ± 11,5 bulan pada kelompok RFA 24,5 ± 12,9 bulan pada kelompok ablasi microwave Studi dari Ohmoto yang dipublikasikan pada tahun 2009 mencoba menilai perbandingan efektivitas RFA dengan ablasi microwave pada KHS berukuran kecil. Pada studi ini 34 pasien (37 nodul) dengan KHS berukuran 2 cm diterapi dengan RFA (2-cm active cool-tip electrode, diberikan selama menit dengan kekuatan 200 Watt), sementara 49 pasien sisanya (56 nodul) diterapi dengan ablasi microwave (16-gauge percutaneous monopolar electrode). Studi ini sendiri bersifat kohort retrospektif. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa nekrosis menyeluruh pada tumor dapat dicapai dengan lebih sedikit sesi pada pasien yang mendapat RFA 6

7 bila dibandingkan microwave (1,7 vs 2,6, P < 0.001). Luas nekrosis yang dicapai terbukti lebih besar pada RFA bila dibandingkan ablasi microwave. Angka rekurensi lokal 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun dan 4 tahun untuk RFA stabil berada di 9%, secara statistik lebih kecil daripada ablasi microwave yang mencapai 13%, 16%, 19%, dan 19% (P=0,031). Angka kesintasan 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, dan 4 tahun pasien yang mendapat terapi RFA juga terbukti lebih tinggi secra signifikan daripada kelompok yang mendapat ablasi microwave (100%, 83%, 70%, 70% vs 89%, 70%, 49%, dan 39%, P=0,018). Komplikasi mayor dan minor juga terbukti lebih tinggi secara signifikan pada kelompok yang mendapat ablasi microwave. 10 Ding et al menyertakan 198 pasien (dengan total 229 nodul) KHS yang memenuhi kriteria Milan. Dari jumlah ini, sebanyak 85 pasien (98 nodul) mendapat terapi RFA dan 113 pasien (131 nodul) mendapat terapi microwave. Studi ini sendiri berbentuk kohort retrospektif. Prosedur RFA pada penelitian ini menggunakan cool tip dengan kekuatan maksimal 200 W dan durasi maksimal 12 menit setiap sesi. Sementara alat ablasi microwave yang digunakan dilengkapi cool shaft antenna dan diberikan dengan kekuatan W selama 10 menit untuk setiap sesi. Ablasi overlapping dikerjakan pada nodul yang berukuran lebih dari 2 cm. Hasil akhir yang didapat menunjukkan nilai yang tidak berbeda bermakna untuk tingkat ablasi lengkap (99,0% pada kelompok RFA vs 98,5% pada kelompok microwave, P=1,0) dan laju rekurensi lokal (5,2% untuk kelompok RFA vs 10,9% untuk kelompok microwave, P=0,127). Kesintasan total 1,2,3,dan 4 tahun mencapai 98,7%, 92,3%, 82,7%, dan 77,8% untuk kelompok RFA dan 98,0%, 90,7%, 77,6%, dan 77,6% untuk kelompok microwave (P=0,729). Hasil yang tidak bermakna juga ditemukan pada variabel kesintasan bebas penyakit 1, 2, 3, dan 4 tahun yang mencapai 80,3%, 61,8%, 39,5%, dan 19,0% pada kelompok RFA dan 75,0%, 59,4%, 32,1%, dan 16,1% pada kelompok microwave (P= 0,376). Tingkat komplikasi mayor pada kedua kelompok juga tidak berbeda bermakan (2,4% pada kelompok RFA vs 2,7% pada kelompok microwave, P=1,0). 11 Studi oleh Zhang et al merupakan studi dengan waktu publikasi yang terbaru. Studi ini melibatkan 78 pasien KHS yang mendapat terapi RFA dan 77 pasien serupa yang diterapi dengan microwave. Hasil akhir utama yang dinilai adalah kesintasan keseluruhan dan kesintasan bebas penyakit 1,3,dan 5 tahun. Pasien yang dilibatkan dalam penelitian ini berada pada BCLC stadium A dan memenuhi kriteria Milan. Sayangnya pemilihan pasien tidak dilakukan dengan sistem randomisasi. Meskipun begitu, sebagian besar parameter pada kedua kelompok ini cukup 7

8 sebanding, kecuali pada variabel jumlah tumor (kelompok yang mendapat terapi microwave memiliki lebih banyak nodul secara rata-rata). Peneliti menggunakan RFA dengan cool tip dan menerapkan kekuatan 60 W selama 6-20 menit untuk setiap sesi. Ablasi microwave yang digunakan memakai teknologi cooled shaft antenna dengan kekuatan 80 W selama 8 menit untuk tiap sesi. Ablasi overlapping digunakan bila nodul yang diablasi berukuran > 3 cm. Hasil akhir yang didapat menunjukkan angka kesintasan keseluruhan 1, 3, dan 5 tahun sebanyak 91,0%, 64,1%, dan 41,3% untuk pasien yang mendapat terapi RFA dan 92,2%, 51,7%, dan 38,5% untuk kelompok yang mendapat ablasi microwave. Kedua hasil ini tidak berbeda bermakna (P=0,78). Tingkat kesintasan bebas penyakit 1, 3, dan 5 tahun mencapai 70,5%, 42,3%, dan 34,2% untuk kelompok pasien yang mendapat RFA dan 62,3%, 33,8%, dan 20,8% pada kelompok microwave. Lagi-lagi tidak ditemukan perbedaan bermakna pada kedua kelompok ini (p=0,123). Hasil yang serupa juga didapatkan pada analisis subgrup pasien yang memiliki nodul 3 cm. Hal yang menarik pada penelitian ini adalah adanya perbedaan yang signifikan pada kesintasan bebas penyakit 1, 3, dan 5 tahun pada populasi pasien dengan nodul berukuran 3,1 5,0 cm (74,2%, 54,8% dan 45,2% untuk kelompok RFA vs 53,3%, 26,8%, dan 17,1% untuk kelompok microwave, P=0,018). Hasil keluaran sekunder penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat progresi lokal (11,8% pada kelompok RFA vs 10,5% pada kelompok microwave, P=0,977) dan tingkat kemunculan tumor baru di lokasi lain di hepar (65,4% pada kelompok RFA vs 80,5% pada kelompok microwave, P=0,401) pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna. Tingkat komplikasi mayor pada kedua kelompok juga tidak berbeda bermakna (2,6% vs 2,6%, P=1,0). 12 Diskusi Karsinoma Hepatoseluler (KHS) saat ini merupakan kanker tersering nomor 5 pada pria ( kasus, 7,9% dari seluruh kanker) dan nomor 7 pada wanita ( kasus, 6,5% dari seluruh kanker) di dunia. Sebagian besar dari kasus KHS (85%) terjadi di Negara berkembang, terutama di Asia, di mana infeksi virus hepatitis B sering ditemukan. 1 Di Indonesia sendiri kanker ini merupakan penyebab lebih dari kematian. 14 Risiko KHS meningkat pada pasien yang menderita infeksi virus hepatitis B kronik, infeksi virus hepatitis C kronik, steatohepatitis non alkoholik, sirosis, pengkonsumsi alkohol dalam jumlah besar, penderita 8

9 diabetes dan obesitas, keluarga dari pasien KHS, pasien yang terpapar aflatoxin dalam jumlah besar, dan pasien yang menderita hemokromatosis herediter. 1, 3 Khusus untuk daerah Asia, infeksi kronik virus hepatitis B merupakan faktor risiko KHS yang paling signifikan, dengan sebuah study dari Beasly et al membuktikan bahwa karier hepatitis B memiliki risiko KHS 223 kali lebih besar daripada populasi normal. 15 Sampai saat ini telah tersedia beragam pilihan terapi untuk KHS, mulai dari reseksi sampai terapi sistemik. Pilihan terapi yang terbaik untuk masing-masing pasien disesuaikan dengan stadium tumor pasien yang umumnya dinilai dengan sistem BCLC. Sistem ini menyertakan variabel ukuran nodul, jumlah nodul, status fungsional hati, status fisik pasien secara umum, dan keluhan-keluhan terkait kanker pada pasien. 3 Terapi ablasi lokal merupakan pilihan utama pada tumor kecil yang tidak bisa direseksi dan transplantasi hati tidak memungkinkan untuk dikerjakan. Terdapat beberapa metode ablasi lokal yang tersedia untuk kondisi ini, antara lain injeksi ethanol perkutan (Percutaneous ethanol injection-pei), injeksi asam asetat perkutan (percutaneous acetic acid injection-pai), ablasi frekuensi radio (Radio Frequency Ablation-RFA), ablasi gelombang micro (Microwave Ablation-MWA), dan ablasi kryoterapi. 1-4 Kerusakan jaringan pada RFA disebabkan oleh energi panas yang disebabkan gelombang elektromagnetik. Alat RFA sendiri merupakan sebuah sirkuit yang terangkai dari sebuah komponen jarum elektroda dan sebuah elektroda lebar (ground pads). Jarum elektroda akan ditempatkan di lokasi tumor sementara ground pads diletakkan di belakang pasien sehingga tubuh pasien sendiri merupakan konduktor yang menutup sirkuit ini. Alat RFA lalu akan menghasilkan arus bolak-balik dalam sirkuit ini. Arus ini akan mengakibatkan adanya aliran ion di tubuh pasien yang terletak di antara kedua elektroda dalam arah yang bolak-balik mengikuti arus yang dihasilkan alat RFA. Agitasi ion inilah yang pada akhirnya menghasilkan panas yang mengablasi tumor. Adanya perbedaan luas permukaan elektroda yang besar antara jarum dan ground pads menyebabkan panas yang dihasilkan terfokus di sekitar jarum elektroda. Kerusakan jaringan yang ditimbulkan oleh panas ditentukan oleh suhu jaringan yang dicapai dan lama pemanasan. Suhu C selama 4-6 menit akan menghasilkan kerusakan jaringan yang bersifat ireversibel. Pada suhu C, koagulasi jaringan dengan kerusakan pada mitokondria dan enzim sitosol akan terjadi. Pada suhu di atas C jaringan akan menguap dan membentuk karbon. Proses penguapan ini bisa melapisi jarum dengan kerak karbon dan menurunkan 9

10 konduktivitas seluruh sirkuit. Untuk menyiasati masalah ini, penggunaan aliran cairan, baik secara manual maupun otomatis digunakan untuk mendinginkan area yang berada tepat di sekitar jarum. Teknologi jarum yang terbaru (cool tip) menggunakan sistem pendinginan otomatis dan dikatakan mampu menghasilkan efektivitas yang lebih baik. Kerusakan jaringan pada ablasi microwave juga disebabkan oleh energi panas yang dihasilkan oleh gesekan ion-ion di jaringan. Namun pada ablasi microwave, gesekan ion ini disebabkan gelombang mikro yang berfrekuensi di atas 900 khz. 4 Sebagian besar studi pada artikel ini menggunakan frekuensi 2450 khz. Pada telaah ini kami menemukan 3 studi yang menilai perbandingan efektivitas RFA bila dibandingkan ablasi microwave dalam meningkatkan kesintasan pasien dengan KHS kecil. Seluruh studi yang ditelaah merupakan studi kohort dan dilakukan pada populasi Asia. Ketiga studi memiliki tingkat validitas yang serupa, semuanya memiliki kelemahan dengan tidak melakukan penyesuaian untuk faktor-faktor perancu. Namun terdapat perbedaan pada hasil yang didapat dari ketiga studi ini. Studi dari Ohmoto yang dipublikasikan pada tahun 2009 menunjukkan adanya keunggulan RFA bila dibandingkan dengan ablasi microwave, sementara studi dari Ding dan Zhang menyatakan bahwa efektivitas kedua modalitas ini adalah sebanding. Kekurangan ablasi microwave generasi terdahulu terletak pada antena yang hanya mampu menghasilkan zona ablasi di bawah 2 cm. Namun generasi antena terbaru yang disertai penggunaan cooled shaft antenna dan antena jamak terbukti mampu menghasilkan zona ablasi sampai 5 cm. Hal ini tampaknya bisa menjelaskan perbedaan hasil yang didapat dari beberapa studi di artikel ini. Dua studi terbaru dari Zhang dan Ding menunjukkan adanya hasil yang sebanding antara RFA dan ablasi microwave. Dua studi terbaru ini menggunakan antenna microwave terbaru sehingga menghasilkan zona ablasi yang lebih besar dan bisa menyaingi RFA. Sebaliknya studi dari Ohmoto menggunakan antenna microwave jenis lama yang hanya mampu memnghasilkan zona ablasi yang relatif kecil. Analisis ini diperkuat oleh hasil studi klinis awal tentang perbandingan efektivitas RFA dengan ablasi microwave yang dipublikasikan pada tahun 2002 oleh Shibata et al. Pada uji klinis ini pasien dirandomisasi untuk masuk kelompok RFA atau ablasi microwave. Sebanyak 36 pasien dengan KHS kecil (48 nodul) diterapi dengan RFA dan 36 pasien (46 nodul) diterapi dengan ablasi microwave. RFA yang digunakan pada studi ini adalah RFA generasi awal, diberikan dengan kekuatan dinaikan bertahap sampai maksimal 60 W atau 75 menit (bergantung electrode yang digunakan) selama 15 atau 10 menit. Terapi lalu dilanjutkan dengan kekuatan maksimal dan durasi yang lebih 10

11 singkat. Terapi ablasi microwave dicapai dengan menggunakan kekuatan 70 W selama 10 menit. Sayangnya studi ini tidak menilai kesintasan kedua kelompok ini. Studi ini membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna pada kedua kelompok dalam hal efek ablasi keseluruhan (96% pada kelompok RFA vs 89% pada kelompok microwave, P=0,26), komplikasi mayor (2,7% pada kelompok RFA vs 11,1% pada kelompok microwave, P=0,36), dan tersisanya nodul residu (8,3% pada kelompok RFA vs 17,4% pada kelompok microwave, P=0,20). Meskipun begitu, pasien yang mendapat terapi RFA dapat mencapai hasil ini dengan sesi yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan pasien yang mendapat ablasi microwave (rata-rata 1,1 vs 2,4, P<0,001). Sama seperti studi oleh Ohmoto, studi ini juga belum menggunakan antena microwave generasi terbaru sehingga RFA tampak lebih unggul daripada ablasi microwave. 16 Salah satu hal yang juga harus menjadi pertimbangan adalah fakta bahwa teknologi RFA juga terus berkembang. Penggunaan switching RF controller and multiple RF electrodes terbukti mampu meningkatkan efektivitas, terutama untuk tumor besar. Beberapa studi telah mencoba melihat efektivitas teknik ini pada nodul yang besar dengan hasil yang cukup memuaskan. Tingkat komplikasi untuk kedua jenis terapi ablasi ini cukup seimbang. Salah satu komplikasi yang ditakutkan adalah adanya hernia diafragma. Namun hal ini sebetulnya bisa dihindari dengan 2, 4, 11 membuat asites buatan selama terapi untuk menjauhkan hati dari diafragma. Meskipun efektivitas RFA dengan ablasi microwave cukup setara, faktor lain bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihan terapi ablasi pada pasien dengan KHS kecil. Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan pada tahun 2014 menunjukkan bahwa meskipun secara medis efektivitas RFA dan ablasi microwave cukup sebanding, namun prosedur ablasi microwave membutuhkan lebih sedikit biaya untuk setiap sesinya bila dibandingkan RFA (1200$ vs 2000$). Sayangnya artikel ini tidak tersedia dalam bentuk naskah lengkap sehingga tidak bisa kami masukkan ke dalam analisis. 17 Dalam hal aplikabilitas, semua studi yang dimasukkan dalam telaah ini cukup bisa diterapkan dalam populasi pasien di Indonesia. Populasi pada semua studi ini didominasi populasi Asia yang secara genetik cukup dekat dengan populasi Indonesia. Penyebab utama KHS pada populasi Asia Timur juga didominasi infeksi virus hepatitis B, serupa dengan etiologi utama KHS di Indonesia. Sayangnya batasan fasilitas di Indonesia masih kurang untuk bisa sepenuhnya menerapkan hasil studi ini. Fasilitas RFA di Indonesia masih terbatas.fasilitas RFA dengan jarum terbaru (cool tip) bahkan lebih sulit lagi ditemukan di Indonesia. Sepanjang 11

12 pengetahuan penulis, fasilitas ablasi microwave belum tersedia di Indonesia. Meskipun begitu, kendala fasilitas ini bukanlah sesuatu yang sulit untuk diatasi. Hasil telaah ini bahkan dapat dijadikan pertimbangan untuk penyediaan fasilitas-fasilitas yang memadai untuk terapi KHS kecil. Pada akhinya pasien kami diterapi dengan RFA karena ketidaktersediaan fasilitas ablasi microwave di Indonesia. Kesimpulan Pada artikel ini kami menyajikan satu kasus pasien dengan karsinoma hepatoseluler kecil yang memenuhi kriteia untuk terapi ablasi lokal. Kami melakukan analisis dari 3 studi klinis yang ada mengenai perbandingan efektivitas RFA dengan ablasi microwave dalam meningkatkan kesintasan pada kauss seperti ini. Hasil yang kami dapatkan menunjukkan adanya keunggulan RFA pada 1 studi dan hasil yang sebanding pada 2 studi lainnya. Kami menduga perbedaan hasil ini disebabkan adanya perbedaan teknologi ablasi microwave yang digunakan pada masingmasing studi. Pasien dalam artikel ini akhirnya diterapi dengan menggunakan RFA dengan hasil yang cukup baik. Daftar Pustaka 1. Omata M, Lesmana LA, Tateishi R, Chen PJ, Lin SM, Yoshida H, et al. Asian Pacific Association for the Study of the Liver consensus recommendations on hepatocellular carcinoma. Hepatol Int. 2010;4(2): Lin SM. Local Ablation for Hepatocellular Carcinoma in Taiwan. Liver Cancer Apr;2(2): Bruix J, Sherman M. Management of hepatocellular carcinoma: an update. Hepatology Mar;53(3): Crocetti L, Lencioni R. Thermal ablation of hepatocellular carcinoma. Cancer Imaging. 2008;8: Zhou Y, Zhao Y, Li B, Xu D, Yin Z, Xie F, et al. Meta-analysis of radiofrequency ablation versus hepatic resection for small hepatocellular carcinoma. BMC Gastroenterol. 2010;10:78. 12

13 6. Liu Z, Zhou Y, Zhang P, Qin H. Meta-analysis of the therapeutic effect of hepatectomy versus radiofrequency ablation for the treatment of hepatocellular carcinoma. Surg Laparosc Endosc Percutan Tech Jun;20(3): Shen A, Zhang H, Tang C, Chen Y, Wang Y, Zhang C, et al. Systematic review of radiofrequency ablation versus percutaneous ethanol injection for small hepatocellular carcinoma up to 3 cm. J Gastroenterol Hepatol May;28(5): Yamashiki N, Kato T, Bejarano PA, Berho M, Montalvo B, Shebert RT, et al. Histopathological changes after microwave coagulation therapy for patients with hepatocellular carcinoma: review of 15 explanted livers. Am J Gastroenterol Sep;98(9): Dong B, Liang P, Yu X, Su L, Yu D, Cheng Z, et al. Percutaneous sonographically guided microwave coagulation therapy for hepatocellular carcinoma: results in 234 patients. AJR Am J Roentgenol Jun;180(6): Ohmoto K, Yoshioka N, Tomiyama Y, Shibata N, Kawase T, Yoshida K, et al. Comparison of therapeutic effects between radiofrequency ablation and percutaneous microwave coagulation therapy for small hepatocellular carcinomas. J Gastroenterol Hepatol Feb;24(2): Ding J, Jing X, Liu J, Wang Y, Wang F, Du Z. Comparison of two different thermal techniques for the treatment of hepatocellular carcinoma. Eur J Radiol Sep;82(9): Zhang L, Wang N, Shen Q, Cheng W, Qian GJ. Therapeutic efficacy of percutaneous radiofrequency ablation versus microwave ablation for hepatocellular carcinoma. PLoS One. 2013;8(10):e Giles FJ, Shen Y, Kantarjian HM, Korbling MJ, O'Brien S, Anderlini P, et al. Leukapheresis reduces early mortality in patients with acute myeloid leukemia with high white cell counts but does not improve long- term survival. Leuk Lymphoma Jun;42(1-2): World Health Organization International Agency for Research on Cancer. GLOBOCAN Downloaded from on November 3rd Beasley RP, Hwang LY, Lin CC, Chien CS. Hepatocellular carcinoma and hepatitis B virus. A prospective study of men in Taiwan. Lancet Nov 21;2(8256):

14 16. Shibata T, Iimuro Y, Yamamoto Y, Maetani Y, Ametani F, Itoh K, et al. Small hepatocellular carcinoma: comparison of radio-frequency ablation and percutaneous microwave coagulation therapy. Radiology May;223(2): Zhang XG, Zhang ZL, Hu SY, Wang YL. Ultrasound-guided ablative therapy for hepatic malignancies : a comparison of the therapeutic effects of microwave and radiofrequency ablation. Acta Chir Belg. [Abstract] Jan-Feb;114(1):

Hasil. Hasil penelusuran

Hasil. Hasil penelusuran Pendahuluan Karsinoma hepatoselular (KHS) adalah keganasan kelima tersering di seluruh dunia, dengan angka kematian sekitar 500.000 per tahun. Kemajuan dalam pencitraan diagnostik dan program penapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah

BAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hati merupakan organ tubuh manusia yang terbentuk dari berbagai tipe sel, seperti hepatosit, epitel biliaris, endotel vaskuler, sel Kupfer, sel stelata, sel limfoid,

Lebih terperinci

Peran sorafenib pada HCC yang refrakter terhadap TACE Ruben Salamat P

Peran sorafenib pada HCC yang refrakter terhadap TACE Ruben Salamat P Peran sorafenib pada HCC yang refrakter terhadap TACE Ruben Salamat P Abstrak Latar Belakang: Hepatocellular carcinoma (HCC) merupakan kanker terbanyak ke 6 dan merupakan penybab kematian ke 3 akibat kanker

Lebih terperinci

Peran Analog Nukleos(t)ida dalam Meningkatkan Kesintasan Pada Pasien Hepatitis B yang mengalami Acute on Chronic Liver Failure

Peran Analog Nukleos(t)ida dalam Meningkatkan Kesintasan Pada Pasien Hepatitis B yang mengalami Acute on Chronic Liver Failure Peran Analog Nukleos(t)ida dalam Meningkatkan Kesintasan Pada Pasien Hepatitis B yang mengalami Acute on Chronic Liver Failure (ACLF): Sebuah Laporan Kasus Berbasis Bukti Jerry Nasarudin Abstrak Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sirosis hati merupakan penyebab kematian kesembilan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMBINASI TACE DAN PEI DIBANDINGKAN TACE

EFEKTIVITAS KOMBINASI TACE DAN PEI DIBANDINGKAN TACE Evidence Based Case Report EFEKTIVITAS KOMBINASI TACE DAN PEI DIBANDINGKAN TACE Christy Efiyanti 1206234566 Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan kanker terbanyak kelima pada laki-laki (7,9%) dan ketujuh pada wanita 6,5%) di dunia, sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

Evidence based Case Report

Evidence based Case Report Evidence based Case Report Pengaruh Stres Psikososial terhadap Keparahan Penyakit Hepatitis Kronik Disusun Oleh: dr. Resultanti NPM: 1006767506 Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM

Lebih terperinci

Evidence-based Case Report

Evidence-based Case Report Evidence-based Case Report Diabetes melitus sebagai faktor risiko hepatocellular carcinoma dan keluarannya yang kurang baik Penulis: dr. Suzy Maria NPM: 1006767512 Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit

Lebih terperinci

Kapankah waktu yang tepat penggunaan tripel terapi (fokus pada boceprevir) pada pasien ini dan efek samping apa saja yang mungkin muncul.

Kapankah waktu yang tepat penggunaan tripel terapi (fokus pada boceprevir) pada pasien ini dan efek samping apa saja yang mungkin muncul. PENDAHULUAN Sejak ditemukan pada tahun 1989, virus hepatitis C (VHC) telah menjadi salah satu penyebab utama penyakit hati kronik di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penelitian yang dilakukan oleh Weir et al. dari Centers for Disease Control and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penelitian yang dilakukan oleh Weir et al. dari Centers for Disease Control and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 23.500 kasus karsinoma tiroid terdiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat. Kejadian penyakit lebih tinggi pada wanita dibanding pria. Sebuah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sering ditemukan didunia. Tumor ini sangat prevalen didaerah tertentu

BAB I PENDAHULUAN. paling sering ditemukan didunia. Tumor ini sangat prevalen didaerah tertentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hepatoma ( karsinoma hepatoseluler ) merupakan salah satu tumor yang paling sering ditemukan didunia. Tumor ini sangat prevalen didaerah tertentu di Asia dan Afrika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumor kolorektal merupakan neoplasma pada usus besar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tumor kolorektal merupakan neoplasma pada usus besar yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor kolorektal merupakan neoplasma pada usus besar yang dapat bersifat jinak atau ganas. Neoplasma jinak sejati (lipoma, tumor karsinoid, dan leiomioma) jarang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru merupakan keganasan kedua

Lebih terperinci

Antibiotik Profilaksis terhadap Spontaneous Bacterial Peritonitis pada Asites dengan Sirosis

Antibiotik Profilaksis terhadap Spontaneous Bacterial Peritonitis pada Asites dengan Sirosis Evidence-based Case Report Antibiotik Profilaksis terhadap Spontaneous Bacterial Peritonitis pada Asites dengan Sirosis Penulis: dr. Oldi Dedya NPM: 1006824421 Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya adalah Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya adalah Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang Ilmu Kedokteran khususnya adalah Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian Gastroentero-Hepatologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 2014. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

PERANAN USG ABDOMEN DENGAN KONTRAS DALAM EVALUASI NODUL HATI

PERANAN USG ABDOMEN DENGAN KONTRAS DALAM EVALUASI NODUL HATI LAPORAN KASUS BERBASIS BUKTI PERANAN USG ABDOMEN DENGAN KONTRAS DALAM EVALUASI NODUL HATI Oleh: dr. Afiyah PPDS Ilmu Penyakit Dalam Juli 2011 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DIVISI HEPATOLOGI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Simulasi Terapi Termal Menggunakan Radio Frequency Ablation Pada Tumor Hati Berdasarkan Solusi Numerik Persamaan Kalor- Bio

Simulasi Terapi Termal Menggunakan Radio Frequency Ablation Pada Tumor Hati Berdasarkan Solusi Numerik Persamaan Kalor- Bio Simulasi Terapi Termal Menggunakan Radio Frequency Ablation Pada Tumor Hati Berdasarkan Solusi Numerik Persamaan Kalor- Bio Husneni M 1., Suprijanto 2, Farida I.Muchtadi 3 1,2,3 Program Studi Instrumentasi

Lebih terperinci

Peran Contrast Enhanced Ultrasound (CEUS) dibandingkan CT Scan dalam diagnosis Karsinoma Hepatoseluler

Peran Contrast Enhanced Ultrasound (CEUS) dibandingkan CT Scan dalam diagnosis Karsinoma Hepatoseluler Peran Contrast Enhanced Ultrasound (CEUS) dibandingkan CT Scan dalam diagnosis Karsinoma Hepatoseluler Pendahuluan Karsinoma Hepatoseluler (KHS) adalah jenis tumor yang banyak ditemukan di dunia, terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara maju dan berkembang. Hasil penelitian Tim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perdarahan varises esofagus (VE) merupakan satu dari banyak komplikasi mematikan dari sirosis karena tingkat mortalitasnya yang tinggi. Prevalensi varises

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasus. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia tahun yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kasus. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia tahun yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit hati (liver) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Kerusakan atau

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat maka pola penyakit pun mengalami perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan jenis penyakit jantung yang paling banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab kematian tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 2012, berdasarkan data GLOBOCAN, International

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 2012, berdasarkan data GLOBOCAN, International BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on Cancer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat pada tahun 2014 karsinoma ovarium adalah karsinoma peringkat tujuh

Lebih terperinci

Evidence Based Case Report

Evidence Based Case Report Evidence Based Case Report Nucleotide Analogs for Patients with HBV- Related Hepatocellular Carcinoma Increase the Survival Rate through Improved Liver Function Presentan: dr. Prima Yuriandro (1006767506)

Lebih terperinci

DISTRIBUSI GEOGRAFIS DAN TINGKAT KEPARAHAN PASIEN KARSINOMA HEPATOSELELULER ETIOLOGI VIRUS HEPATITIS B DI RS.DR KARIADI

DISTRIBUSI GEOGRAFIS DAN TINGKAT KEPARAHAN PASIEN KARSINOMA HEPATOSELELULER ETIOLOGI VIRUS HEPATITIS B DI RS.DR KARIADI DISTRIBUSI GEOGRAFIS DAN TINGKAT KEPARAHAN PASIEN KARSINOMA HEPATOSELELULER ETIOLOGI VIRUS HEPATITIS B DI RS.DR KARIADI Muhammad Nadhim RP. 1, Ch. Suharti 2, Hardian 3 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1

Lebih terperinci

Kuantifikasi HbsAg Sebagai Kriteria Penghentian Terapi Pada Pasien Hepatitis B Kronik HbeAg Negatif yang Mendapat Terapi Analog Nukleosida/Nukleotida

Kuantifikasi HbsAg Sebagai Kriteria Penghentian Terapi Pada Pasien Hepatitis B Kronik HbeAg Negatif yang Mendapat Terapi Analog Nukleosida/Nukleotida Evidence Based Case Report Kuantifikasi HbsAg Sebagai Kriteria Penghentian Terapi Pada Pasien Hepatitis B Kronik HbeAg Negatif yang Mendapat Terapi Analog Nukleosida/Nukleotida Oleh: Irene Purnamawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari

BAB I PENDAHULUAN. kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden karsinoma kolorektal masih cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari kematian karena kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan kumpulan gangguan hati yang ditandai dengan adanya perlemakan

Lebih terperinci

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah.

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah. ABSTRAK KARAKTERISTIK KLINIKOPATOLOGI KANKER KOLOREKTAL PADA TAHUN 2011 2015 BERDASARKAN DATA HISTOPATOLOGI DI LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR BALI Kanker kolorektal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. 1 Pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sirosis adalah suatu keadaan patologik yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai macam penyakit hati kronik. Istilah sirosis pertama kali diperkenalkan oleh Laennec

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batu empedu merupakan batu yang terdapat pada kandung empedu atau pada

BAB I PENDAHULUAN. Batu empedu merupakan batu yang terdapat pada kandung empedu atau pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batu empedu merupakan batu yang terdapat pada kandung empedu atau pada saluran empedu atau bisa pada keduanya. Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Distribusi Geografis dan Tingkat Keparahan Pasien Karsinoma Hepatoseluler Etiologi Virus Hepatitis B di RS.Dr Kariadi LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Distribusi Geografis dan Tingkat Keparahan Pasien Karsinoma Hepatoseluler Etiologi Virus Hepatitis B di RS.Dr Kariadi LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Distribusi Geografis dan Tingkat Keparahan Pasien Karsinoma Hepatoseluler Etiologi Virus Hepatitis B di RS.Dr Kariadi LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker masih menjadi masalah serius bagi dunia kesehatan. Hal ini terbukti dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat kanker di seluruh dunia. Terdapat 14

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati (cirrhosis hati / CH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hati yang ditandai dengan distorsi arsitektur hati dan

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit hati kronis termasuk sirosis telah menjadi masalah bagi dunia kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang komplek, meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh penderita kanker dan penyebab kematian keempat dari seluruh kematian pada pasien kanker di dunia.

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru adalah kanker yang paling sering didiagnosis di dunia dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Data kasus baru kanker paru di Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh dunia dan penyebab terjadinya proses fibrosis hati dan berakhir pada sirosis hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012). Mortalitas kanker ini tercatat sebesar 1.590.000 jiwa pada tahun 2012

Lebih terperinci

BLOK ELECTIVE. Oleh : Dr.Evo Elidar Hrp.Sp.Rad

BLOK ELECTIVE. Oleh : Dr.Evo Elidar Hrp.Sp.Rad BLOK ELECTIVE Oleh : Dr.Evo Elidar Hrp.Sp.Rad BLOK ELECTIVE RADIOLOGI 1.RADIO-DIAGNOSTIK 2.RADIOTERAPI RADIO-DIGANOSTIK/IMAGING TUMOR MERUPAKAN PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK YANG PENTING PADA KASUS

Lebih terperinci

Penggunaan Granulocyte-Colony Stimulating Factor (G-CSF) pada Pasien Acute on Chronic Liver Failure

Penggunaan Granulocyte-Colony Stimulating Factor (G-CSF) pada Pasien Acute on Chronic Liver Failure Evidence Base Clinical Review Penggunaan Granulocyte-Colony Stimulating Factor (G-CSF) pada Pasien Acute on Chronic Liver Failure Penyusun : Anggilia Stephanie Program Pendidikan Dokter Spesialis Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006). Pada sirosis hati terjadi kerusakan sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, hati merupakan salah satu organ yang berperan penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH. Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah. satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas

BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH. Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah. satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas 1 BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia meskipun vaksin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di seluruh dunia. Penderita infeksi hepatitis B diperkirakan berjumlah lebih dari 2 milyar orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan serius bagi negara, disebabkan insidennya semakin meningkat. Penyakit ini termasuk salah satu jenis penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang jarang terjadi di sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang diikuti dengan timbulnya gejala ataupun tidak. WHO-IARC menggolongkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan,

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hepatitis merupakan infeksi yang dominan menyerang hepar atau hati dan kemungkinan adanya kerusakan sel-sel hepar. Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al.,

BAB 1 PENDAHULUAN. empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al., BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al., 2002). Kolelitiasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan dambaan setiap manusia. Kesehatan menjadi syarat utama agar individu bisa mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker kolorektal adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan kanker kolorektal menyumbang 9% dari semua kejadian kanker

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kanker payudara merupakan lesi yang sering ditemukan pada wanita dan berbahaya, serta merupakan penyebab kematian kedua setelah kanker leher rahim. Kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa lima besar karsinoma di dunia adalah karsinoma paru-paru, karsinoma mamae, karsinoma usus besar dan karsinoma lambung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dan perawatan orang sakit, cacat dan meninggal dunia. Advokasi,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dan perawatan orang sakit, cacat dan meninggal dunia. Advokasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan meliputi kemandirian atau kolaboratif dalam merawat individu, keluarga, kelompok dan komunitas, baik sakit atau sehat dengan segala kondisi yang meliputinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker atau karsinoma merupakan istilah untuk pertumbuhan sel abnormal dengan kecepatan pertumbuhan melebihi normal dan tidak terkontrol. (World Health Organization,

Lebih terperinci

Panduan Pasien: Terapi Radiasi Selektif Internal (SIRT) untuk tumor hati menggunakan mikrosfer SIR-Spheres

Panduan Pasien: Terapi Radiasi Selektif Internal (SIRT) untuk tumor hati menggunakan mikrosfer SIR-Spheres Panduan Pasien: Terapi Radiasi Selektif Internal (SIRT) untuk tumor hati menggunakan mikrosfer SIR-Spheres RADIOTERAPI DIHANTARKAN KE TUMOR HATI SIR-Spheres merupakan merek dagang terdaftar dari Sirtex

Lebih terperinci

Kemoembolisasi Transarterial (TACE) pada Karsinoma Hepatoselular (KHS)

Kemoembolisasi Transarterial (TACE) pada Karsinoma Hepatoselular (KHS) STUDI PUSTAKA Kemoembolisasi Transarterial (TACE) pada Karsinoma Hepatoselular (KHS) BAGASWOTO POEDJOMARTONO DAN SUDARMANTO Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada / RS. Dr. Sardjito,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi wanita merupakan hal yang perlu diperhatikan agar suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi wanita merupakan hal yang perlu diperhatikan agar suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi wanita merupakan hal yang perlu diperhatikan agar suatu negara mampu mencapai derajat kesehatan yang optimal (1). Hingga saat ini masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu keganasan yang terjadi karena adanya sel dalam tubuh yang berkembang secara tidak terkendali sehingga menyebabkan kerusakan bentuk dan fungsi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola hidup menyebabkan berubahnya pola penyakit infeksi dan penyakit rawan gizi ke penyakit degeneratif kronik seperti penyakit jantung yang prevalensinya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor

Lebih terperinci

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Apakah hepatitis? Hepatitis adalah peradangan hati. Ini mungkin disebabkan oleh obat-obatan, penggunaan alkohol, atau kondisi medis tertentu. Tetapi dalam banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Asam urat berhubungan dengan beberapa faktor risiko kardiometabolik,

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Asam urat berhubungan dengan beberapa faktor risiko kardiometabolik, 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Asam urat berhubungan dengan beberapa faktor risiko kardiometabolik, seperti diabetes, hipertensi, penyakit ginjal, obesitas dan sindrom metabolik (Afzali et al.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak menyerang wanita. Kista atau tumor merupakan bentuk gangguan yang bisa dikatakan adanya pertumbuhan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG TAHUN 2014

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG TAHUN 2014 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG TAHUN 2014 Jeanatasia Kurnia Sari, 2015. Pembimbing I : July Ivone, dr.,mkk.,mpd.ked dan Pembimbing II : Teresa Lucretia Maria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus

BAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hepatitis adalah penyakit peradangan pada hati atau infeksi pada hati yang disebabkan oleh bermacam-macam virus. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nyeri merupakan pengalaman sensoris atau emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis (umbai cacing). 1,2 Penyakit ini diduga inflamasi dari caecum (usus buntu) sehingga disebut typhlitis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum merupakan penyakit yang mengerikan. Banyak orang yang merasa putus harapan dengan kehidupannya setelah terdiagnosis

Lebih terperinci

Manfaat Transarterial Chemoembolization (TACE) untuk Metastasis hati pada Kanker Payudara

Manfaat Transarterial Chemoembolization (TACE) untuk Metastasis hati pada Kanker Payudara Evidence Based Case Report in Hepatology Manfaat Transarterial Chemoembolization (TACE) untuk Metastasis hati pada Kanker Payudara Oleh: dr. Rony Satrio Utomo 0906564763 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia kanker serviks atau kanker leher rahim menempati urutan ketujuh dari seluruh kejadian keganasan pada manusia (Cancer Research United Kingdom, 2010).

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008

ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 Cory Primaturia, 2009, Pembimbing I : dr.freddy Tumewu A.,M.S Pembimbing II : dr. Hartini Tiono Karsinoma

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Kelamin. Ruang lingkup keilmuan penelitian adalah Ilmu Kesehatan Kulit dan Lokasi pengambilan sampel adalah FakultasKedokteran Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

Kanker Testis. Seberapa tinggi kasus kanker testis dan bagaimana kelangsungan hidup pasiennya?

Kanker Testis. Seberapa tinggi kasus kanker testis dan bagaimana kelangsungan hidup pasiennya? Kanker Testis Apa yang dimaksud dengan kanker testis? Kanker testis merupakan tumor ganas pada jaringan testis. Kanker testis dibagi menjadi 2 jenis yaitu sel spermatogonium kanker dan sel spermatogonium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Peningkatan pelayanan di sektor kesehatan akan menyebabkan usia harapan

BAB 1 PENDAHULUAN. Peningkatan pelayanan di sektor kesehatan akan menyebabkan usia harapan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pelayanan di sektor kesehatan akan menyebabkan usia harapan hidup semakin meningkat dan sebagai konsekuensinya maka masalah kesehatan berupa penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis B adalah infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) yang dapat menyebabkan penyakit akut maupun kronis (WHO, 2015). Penularan hepatitis virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah kesehatan gigi dewasa ini tidak hanya membahas gigi geligi saja, tetapi telah meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak terkendali, yang dapat menyerang dan menyebar ke tempat yang jauh dari tubuh. Kanker dapat menjadi penyakit yang parah,

Lebih terperinci

CURRICULUM VITAE DATA PRIBADI : DR. HARLINDA HAROEN, SP PD, K-HOM. TEMPAT TANGGAL LAHIR : CIMAHI, 26 MARET 1957.

CURRICULUM VITAE DATA PRIBADI : DR. HARLINDA HAROEN, SP PD, K-HOM. TEMPAT TANGGAL LAHIR : CIMAHI, 26 MARET 1957. CURRICULUM VITAE DATA PRIBADI NAMA : DR. HARLINDA HAROEN, SP PD, K-HOM. TEMPAT TANGGAL LAHIR : CIMAHI, 26 MARET 1957. KEBANGSAAN : INDONESIA. ALAMAT RUMAH : JLN YOS SUDARSO NO 17, KAIRAGI WERU, MANADO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. Lebih dari 90% penderita karsinoma laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma

Lebih terperinci

Hepatitis C: Bom Waktu didalam Hati

Hepatitis C: Bom Waktu didalam Hati Hepatitis C: Bom Waktu didalam Hati Apa hati itu? Hati adalah organ terbesar dalam tubuh manusia. Berat sekitar 1,5-3 kg pada orang dewasa. Apa saja fungsi hati? Membuat bahan yang diperlukan tubuh u/

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah utama pada beberapa negara dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi

Lebih terperinci