BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Terapi. Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Terapi. Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terapi Intravena (Infus) Pengertian Terapi Intravena (Infus) Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat (Brunner & Sudarth, 2002). Terapi intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh (Darmadi,2010). Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi (Perry & Potter, 2006) Tujuan Pemberian Terapi Intravena (Infus) Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral, memperbaiki keseimbangan asambasa, memperbaiki volume komponen-komponen darah, memberikan jalan 1

2 14 masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh, memonitor tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan mengalami gangguan (Perry & Potter, 2006) Vena Tempat Pemasangan Infus Menurut Perry & Potter (2006) vena-vena tempat pemasangan infus: Vena Metakarpal, vena sefalika, vena basilica, vena sefalika mediana, vena basilika mediana, vena antebrakial mediana Cara Pemilihan Daerah Insersi Pemasangan Infus Menurut Perry&Potter (2006) banyak tempat bisa digunakan untuk terapi intravena, tetapi kemudahan akses dan potensi bahaya berbeda di antara tempattempat ini. Pertimbangan perawat dalam memilih vena adalah sebagai berikut: Usia klien (usia dewasa biasanya menggunakan vena di lengan, sedangkan infant biasanya menggunakan vena di kepala dan kaki), lamanya pemasangan infus (terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk memelihara vena), type larutan yang akan diberikan, kondisi vena klien, kontraindikasi vena-vena tertentu yang tidak boleh dipungsi, aktivitas pasien (misal bergerak, tidak bergerak, perubahan tingkat kesadaran, gelisah), terapi IV sebelumnya (flebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik untuk digunakan), tempat insersi/pungsi vena yang umum digunakan adalah tangan dan lengan. Namun vena-vena superfisial di kaki dapat digunakan jika klien dalam kondisi tidak memungkinkan dipasang di daerah tangan. Apabila memungkinkan, semua klien sebaiknya menggunakan ekstremitas yang tidak dominan.

3 Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian Terapi Intravena Menurut Perry & Potter (2006) indikasi pada pemberian terapi intravena: pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di rumah sakit dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi rumah sakit, biaya perawatan, dan lamanya perawatan. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya polications dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).

4 16 Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedakobat masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai, misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri. Menurut Darmadi (2008) kontraindikasi pada pemberian terapi intravena: Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah). Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki) Tipe-tipe Cairan Intravena Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na + lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah keosmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah

5 17 (dialysis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang.contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%. Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagiancair dari komponen darah), sehingga terus berada di osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagiancair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer- Laktat (RL), dan normalsaline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan Hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer- Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin. (Perry & Potter, 2006) Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya: a. Cairan Kristaloid : bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu

6 18 yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis. b. Cairan Koloid : ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membrane kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid (Perry & Potter, 2006) Komposisi Cairan Terapi Intravena Larutan Nacl (berisi air dan elektrolit (Na+, cl-), Larutan dextrose (berisi air atau garam dan kalori), Ringer laktat, berisi air (Na +, K +, cl -, ca ++, laktat), Balans isotonic berisi (air, elektrolit, kalori ( Na +, K +, Mg ++, cl -, HCO, glukonat), Whole blood (darah lengkap) dan komponen darah, Plasma expanders (berisi albumin, dextran, fraksi protein plasma 5%, hespan yang dapat meningkatkan tekanan osmotic, menarik cairan dari intertisiall, kedalam sirkulasi dan meningkatkan volume darah sementara), Hiperelimentasi parenteral (berisi cairan, elektrolit, asam amino, dan kalori) (Smeltzer & Bare, 2002) Menentukan kecepatan cairan Intravena (Infus) Pertama atur kecepatan tetesan pada tabung IV. Tabung makrodrip dapat meneteskan 10 atau 15 tetes per 1 ml. Tabung mikrodrip meneteskan 60 tetes per 1 ml. Jumlah tetesan yang diperlukan untuk 1 ml disebut faktor tetes. Atur jumlah mililiter cairan yang akan diberikan dengan jumlah total cairan yang akan diberikan dengan jumlah jam infus yang berlangsung. Kemudian kalikan hasil tersebut dengan faktor tetes. Untuk menentukan berapa banyak tetesan yang

7 19 akan diberikan permenit, bagi dengan 60. Hitung jumlah tetesan permenit yang akan diinfuskan. Jika kecepatan alirannya tidak tepat, sesuaikan dengan kecepatan tetesan (Smeltzer & Bare, 2002) Hal-hal yang harus diperhatikan terhadap Tipe-tipe Infus Dextrose 5% in water (D 5 W) digunakan untuk menggantikan air (cairan hipotonik) yang hilang, memberikan suplai kalori, juga dapat dibarengi dengan pemberian obat-obatan atau berfungsi untuk mempertahankan vena dalam keadaan terbuka dengan infus tersebut. Hati-hati terhadap terjadinya intoksikasi cairan (hiponatremia, sindroma pelepasan hormon antidiuretik yang tidak semestinya). Jangan digunakan dalam waktu yang bersamaan dengan pemberian transfusi (darah atau komponen darah). Natrium Clorida (Nacl) 0,9% digunakan untuk menggantikan garam (cairan isotonik) yang hilang, diberikan dengan komponen darah, atau untuk pasien dalam kondisi syok hemodinamik. Hati-hati terhadap kelebihan volume isotonik (misalnya: gagal jantung dan gagal ginjal). Ringer laktat digunakan untuk menggantikan cairan isotonik yang hilang, elektrolit tertentu, dan untuk mengatasi asidosis metabolik tingkat sedang. (Perry & Potter, 2006) Tipe-tipe Pemberian Terapi Intravena (Infus) Intravena (IV) push (IV bolus), adalah memberikan obat dari jarum suntik secara langsung kedalam saluran/jalan infus.

8 20 Indikasi: pada keadaan emergency resusitasi jantung paru, memungkinkan pemberian obat langsung kedalam intravena, Untuk mendapat respon yang cepat terhadap pemberian obat (furosemid dan digoksin), Untuk memasukkan dosis obat dalam jumlah besar secara terus menerus melalui infus (lidocain, xilocain), Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kebutuhan akan injeksi, Untuk mencegah masalah yang mungkin timbul apabila beberapa obat yang dicampur. Continous Infusion (infus berlanjut) dapat diberikan secara tradisional melalui cairan yang digantung, dengan atau tanpa pengatur kecepatan aliran. Infus melalui intravena, intra arteri, dan intra thecal (spinal) dapat dilengkapi dengan menggunakan pompa khusus yang ditanam maupun eksternal. Hal yang perlu dipertimbangkan yatu: Keuntungan: mampu untuk mengimpus cairan dalam jumlah besar dan kecil dengan akurat, adanya alarm menandakan adanya masalah seperti adanya udara di selang infus atau adanya penyumbatan, mengurangi waktu perawatan untuk memastikan kecepatan aliran infus. Kerugian: memerlukan selang yang khusus dan biaya lebih mahal Intermitten Infusion (Infus Sementara) dapat diberikan melalui heparin lock, piggy bag untuk infus yang kontiniu, atau untuk terapi jangka panjang melalui perangkat infus. (Perry & Potter, 2006) Komplikasi Terapi Intravena (Infus) Menurut Darmadi (2010) beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus: hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan

9 21 tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau tusukan berulang pada pembuluh darah. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah. Plebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah, rasa perih/sakit dan reaksi alergi. 2.2 Plebitis Pengertian Plebitis Plebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia, mekanik maupun oleh bakteri. Hal ini dikarakteristikan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah penusukan atau sepanjang vena, pembengkakan, nyeri atau rasa keras disekitar daerah penusukan atau sepanjang vena dan bisa keluar cairan/pus. Insiden plebitis meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komplikasi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama PH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan, pemasangan jalur intravena yang tidak sesuai dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan (Brunner dan Sudarth,2002). Menurut Infusion Nursing Society (INS, 2006) plebitis merupakan peradangan pada tunika intima pembuluh darah vena, yang sering dilaporkan sebagai komplikasi pemberian terapi infus. Peradangan didapatkan dari mekanisme iritasi

10 22 yang terjadi pada endhothelium tunika intima vena, dan perlekatan tombosit pada area tersebut Faktor yang mempengaruhi terjadinya plebitis Menurut Perry & Potter 2005 faktor yang mempengaruhi terjadinya plebitis, diantaranya adalah faktor internal dan eksternal. Yang termasuk faktor internal adalah: a. Usia: pertahanan terhadap infeksi dapat berubah sesuai usia. Pada pasien neonatus sangat rentan terhadap infeksi. Menurut WHO (2009) sebagian besar infeksi neonatus lanjut di dapat di rumah sakit melalui pemberian cairan intravena, kurangnya tindakan aseptik untuk semua prosedur dan tindakan menyuntik yang kurang bersih. Pada neonatus keadaan banyak bergerak dapat mengakibatkan vena kateter bergeser dan hal ini yang bisa menyebabkan plebitis. b. Status nutrisi: pada pasien dengan gizi buruk mempunyai vena yang tipis sehingga mudah rapuh, selain itu pada gizi buruk daya tahan tubuhnya kurang sehingga jika terjadi luka mudah terkena infeksi. c. Stress: tubuh berespon terhadap stress dan emosi atau fisik melalui adaptasi imun. Rasa takut akan cedera tubuh dan nyeri sering terjadi diantara anakanak,konsekuensi rasa takut ini dapat sangat mendalam dimana anak-anak yang mengalami lebih banyak rasa takut dan nyeri karena pengobatan akan merasa lebih takut terhadap nyeri dan cenderung menghindari perawatan medis, dengan menghindari pelaksanaan pemasangan infus/berontak saat

11 23 dipasang bisa mengakibatkan plebitis karena pemasangan yang berulang dan respon imun yang menurun. d. Keadaan vena: kondisi vena yang kecil dan vena yang sering terpasang infus mudah mengalami plebitis. e. Faktor penyakit: penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi terjadinya plebitis, misalnya pada pasien Diabetes Militus (DM) yang mengalami aterosklerosisakan mengakibatkan aliran darah ke perifer berkurang sehingga jika terdapat luka mudah mengalami infeksi Menurut INS (2006) faktor eksternal yang dapat menyebabkan plebitis adalah: kimia, mekanik, dan bacterial. a. Chemical Phlebitis (Plebitis kimia) Kejadian plebitis ini dihubungkan dengan bentuk respon yang terjadi pada tunika intima vena dengan bahan kimia yang menyebabkan reaksi peradangan. Reaksi peradangan dapat terjadi akibat dari jenis cairan yang diberikan atau bahan material kateter yang digunakan. PH darah normal terletak antara 7,35 7,45 dan cenderung basa. PH cairan yang diperlukan dalam pemberian terapi adalah 7 yang berarti adalah netral. Ada kalanya suatu larutan diperlukan konsentrasi yang lebih asam untuk mencegah terjadinya kristalisasi dekstrosa dalam proses sterilisasi autoclaf, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam amino, dan lipid yang biasa digunakan dalam nutrisi parenteral lebih bersifat flebitogenik. Osmolalitas diartikan sebagai konsentrasi sebuah larutan atau jumlah partikel yang larut dalam suatu larutan.

12 24 Pada orang sehat, konsentrasi plasma manusia adalah 285 ±10 mosm/kgh2o (Sylvia,2008). Larutan sering dikategorikan sebagai larutan isotonik, hipotonik atau hipertonik, sesuai dengan osmolalitastotal larutan tersebut dibanding dengan osmolalitas plasma.larutan isotonik adalah larutan yang memiliki osmolalitas total sebesar mosm/l, larutan yang memliki osmolalitas kurang dari itu disebut hipotonik, sedangkan yang melebihi disebut larutan hipertonik. Tonisitas suatu larutan tidak hanya berpengaruh terhadap status fisik klien akaan tetapi juga berpengaruh terhadap tunika intima pembuluh darah. Dinding tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan hiperosmoler yang mempunyai osmolalitas lebih dari 600mOsm/L. Terlebih lagi pada saat pemberian dengan tetesan cepat pada pembuluh vena yang kecil. Cairan isototonik akan menjadi lebih hiperosmoler apabila ditambah dengan obat, elektrolit maupun nutrisi (INS, 2006). Vena perifer dapat menerima osmolalitas larutan sampai dengan 900 mosm/l. Semakin tinggi osmolalitas (makin hipertonis) makin mudah terjadi kerusakan pada dinding vena perifer seperti phlebitis, trombophebitis, dan tromboemboli. Pada pemberian jangka lama harus diberikan melalui vena sentral, karena larutan yang bersifat hipertonis dengan osmolalitas >900 mosm/l, melalui venasentral aliran darah menjadi cepat sehingga tidak merusak dinding. Kecepatan pemberian larutan intravena juga dianggap salah satu penyebab utama kejadian plebitis. Pada pemberian dengan kecepatan rendah mengurangi irritasi pada dinding pembuluh darah. Penggunaan material katheter juga berperan pada kejadian plebitis. Bahan kateter yang terbuat dari polivinilklorida atau polietelin (teflon) mempunyai resiko terjadi plebitis lebih besar dibanding bahan yang

13 25 terbuat dari silikon atau poliuretan (INS,2006). Partikel materi yang terbentuk dari cairan atau campuran obat yang tidak sempurna diduga juga bisa menyebabkan resiko terjadinya plebitis. Penggunaan filter dengan ukuran 1 sampai dengan 5 mikron pada infus set, akan menurunkan atau meminimalkan resiko plebitis akibat partikel materi yang terbentuk tersebut (Darmawan,2008). b. Mechanical Phlebitis (Plebitis Mekanik) Plebitis mekanikal sering dihubungkan dengan pemasangan atau penempatan katheter intravena. Penempatan katheter pada area fleksi lebih sering menimbulkan kejadian plebitis oleh karena pada saat ekstremitas digerakkan katheter yang terpasang ikut bergerak dan menyebabkan trauma pada dinding vena. Penggunaan ukuran katheter yang besar pada vena yang kecil juga dapat mengiritasi dinding vena.sehingga mudah terjadi plebitis (Darmawan,2008). c. Backterial Phlebitis(Plebitis Bakteri) Plebitis bakterial adalah peradangan vena yang berhubungan dengan adanya kolonisasi bakteri yang disebabkan karena tehnik aseptik/perawatan infus yang tidak baik.aseptik dressing/perawatan infus adalah perawatan pada tempat pemasangan infus terhadap pasien yang terpasang infus untuk mencegah terjadinya infeksi (Darmawan,2008). Aseptik dressing yang pernah dilakukan berdasarkan laporan dari The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2002 dalam artikel intravaskuler catheter-related infection in adult and pediatric kuman yang sering dijumpai pada pemasangan katheter infus adalah stapylococus dan bakteri gram negative, tetapi denganepidemic HIV / AIDS infeksi oleh karena jamur dilaporkan meningkat. Vena katheter pada area fleksi

14 26 lebih sering menimbulkan kejadian plebitis, oleh karena jamur dilaporkan meningkat. Tabel 2.1 Kuman Pathogen yang Sering Ditemukan di Aliran Darah Pathogen Tabel 2.1 Kuman pathogen yang sering ditemukan di aliran darah Pathogen Coagulase-negatif Staphylococcus S Aureus Enterococcus 8 13 Gram-negatif rods E coli 6 2 Enterobacter 5 5 P aeruginosa 4 4 K pneumoniae 4 3 Candida species Pencegahan Plebitis Menurut Dougherty (2008) kejadian plebitis merupakan salah satu komplikasi yang terjadi pada pemberian terapi cairan baik terapi rumatan cairan, pemberian obat melalui intravena maupun pemberian nutrisi parenteral.oleh karena itu sangat diperlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang berperan dalam kejadian plebitis serta pemantauan yang ketat untuk mencegah dan mengatasi kejadian plebitis. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya plebitis antara lain:

15 27 a. Mencegah plebitis bakterial Pedoman yang lazim dianjurkan adalah menekankan pada kebersihan tangan, tehnik aseptik, perawatan daerah infus, antisepsis kulit serta observasi dan pemantauan yang ketat untuk mencegah dan mengatasi kejadian plebitis.. b. Selalu waspada dan tindakan aseptic. Selalu berprinsip aseptik setiap tindakan yang memberikan manipulasi pada daerah infus. Studi melaporkan Stopcock (yang digunakan sebagai jalan pemberian obat, pemberian cairan infus atau pengambilan sampel darah ) merupakan jalan masuk kuman. c. Rotasi catheter Untuk pemindahan lokasi pemasangan harus dilakukan sebelum terjadi plebitis.ins (2006) merekomendasikan bahwa kanula perifer harus diganti setiap 72 jam dan segera mungkin jika diduga terkontaminasi, adanya komplikasi, atau ketika telah dihentikan. Hal ini menunjukkan bahwa waktu terjadinya plebitis dapat terjadi sebelum 72 jam.oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk pemindahan lokasi pemasangan yang tepat sehingga angka kejadian plebitis dapat dikurangi. Penggantian kanul infus sebelum 72 jam dilakukankarena dalam proses penyembuhan luka yaitu pada fase inflamasi mempunyai prioritas fungsional yaitu menggalakkan hemostasis, menyingkirkan jaringan mati, dan mencegah infeksi oleh bakteri patogen terutama bakteria. Inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang dimulai setelah beberapa menit dan berlangsung selama sekitar 3 hari setelah cedera. Proses perbaikan terdiri dari mengontrol perdarahan (hemostatis), mengirim darah dan sel ke area yang mengalami cedera, dan

16 28 membentuk selsel epitel pada tempat cedera (epitelialisasi). Sel epitel pada tempat cedera (epitelialisasi). Selama proses hemostatis, pembuluh darah yang cedera akan mengalami konstriksi dan trombosit berkumpul untuk menghentikan perdarahan. Bekuan-bekuan darah membentuk matriks fibrin yang nantinya akan menjadi kerangka untuk perbaikan sel. Apabila fase ini berlangsung lebih dari 3 hari maka proses iflamasi akan berlanjut. d. Aseptic dressing INS merekomendasikan untuk penggunaan balutan yang transparan sehingga mudah untuk melakukan pengawasan tanpa harus memanipulasinya Penggunaan balutan konvensional masih bisa dilakukan, tetapi kassa steril harus diganti tiap 24 jam. e. Kecepatan pemberian Makin lambat infus larutan hipertonik diberikan makin rendah risiko plebitis. Namun, ada paradigma berbeda untuk pemberian infus obat injeksi dengan osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai 1000 mosm/l jika durasi hanya beberapa jam. Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam untuk mengurangi waktu kontak campuran yang iritatif dengan dinding vena. Ini membutuhkan kecepatan pemberian tinggi ( ml/jam). Vena perifer yang paling besar dan kateter yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus yang diinginkan, dengan filter 0.45mm. Katheter harus diangkat bila terlihat tanda dini nyeri atau kemerahan.infus relatif cepat ini lebih relevan dalam pemberian infus sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan maintenance atau nutrisi parenteral.

17 Karakteristik Kejadian Plebitis Pada Neonatus Menurut Putra (2012) neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari. Terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam rahim menjadi di luar rahim. Pada masa ini akan terjadi pematangan organ hampir pada semua system organ bayi. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan di dalam rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan di luar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam pertama. Oleh karena itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan tindakan invasif terhadap neonatus. Neonatus sangat rentan terhadap infeksi dikarenakan system kekebalan tubuhnya belum cukup matang untuk melawan infeksi. Infeksi pada neonatus umumnya disebabkan oleh bakteri yang masuk ke dalam tubuh karena mereka mendapatkan perawatan invasif seperti pemasangan infus, kateter dan selang pernafasan (ventilator). Oleh karena itu neonatus yang terpasang infus sangat rentan terjadi plebitis, dengan tehnik aseptik, pengawasan dan observasi yang ketat angka kejadian plebitis pada neonatus dapat dicegah. 2.3 Angka Kejadian Plebitis Angka kejadian plebitis termasuk infeksi nosokomial yang merupakan salah satu indikator mutu dalam standar pelayanan rumah sakit dimana angka standar yang menjadi acuan adalah 1.5%. Angka kejadian plebitis adalah perbandingan jumlah kejadian plebitis dengan jumlah pasien yang mendapat terapi infus (Dep.Kes RI,2008).

18 Instrumen Monitoring dan Evaluasi Kejadian Plebitis VIP Score Terapi infus termasuk ke dalam salah satu tindakan infasive, oleh karena itu perawat harus terampil saat melakukan pemasangan infus. Ketika seorang perawat diberi tugas untuk memberikan terapi infus, kemampuan yang diperlukan perawat adalah melakukan pemasangan infus dengan benar dan terampil. Perawat juga harus memiliki komitmen untuk memberikan terapi infus yang aman, efektif dalam pembiayaan, serta melakukan perawatan infus yang berkualitas sehingga dapat mencegah terjadinya plebitis (Alexander,etal, 2010). Salah satu cara untuk mencegah dan mengatasi plebitis yaitu dengan mendeteksi dan menilai terjadinya plebitis selama pemasangan infus. Menurut RCN (2010), adapun cara yang dapat digunakan adalah dengan menerapkan VIP score. Dinas Kesehatan di Inggris tahun 2010, dan INS di Inggris tahun 2011 dan RCN di Amerika Serikat tahun 2010 merekomendasikan VIP score sebagai alat atau indikator yang valid, reliabilitas dan secara klinis layak digunakan untuk menentukan indikasi dini plebitis dan menentukan skor yang tepat untuk plebitis. VIP score sudah diterima sebagai standar internasional, sudah digunakan di banyak negara dan sudah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa. VIP score memiliki kelebihan yaitu terdapat pengelompokan skor yang jelas mengenai pembagian plebitis mulai dari skor nol sampai skor empat, sehingga perawat akan dapat nenentukan kriteria dan skor phlebitis dengan tepat. VIP score sudah dikembangkan oleh Andrew Jackson, konsultan perawat terapi intravena dan perawatan Rumah Sakit Umum Rotherharm, NHS Trust di Inggris.

19 31 Andrew Jackson telah mengembangkan skor visual untuk deteksi dini kejadian plebitis dan penetapan skor yang tepat sehingga plebitis dapat dinilai dan dapat dicegah sedini mungkin melalui pengamatan visual yang dilakukan oleh perawat. Dengan penerapan VIP score akan memberdayakan perawat dalam mendeteksi dini terjadinya plebitis dan penentuan yang tepat untuk skor plebitis, sehingga intravena kateter dapat dicabut dan dipindahkan ketempat penusukan yang lain pada indikasi resiko terjadinya plebitis. (INS,2011). Menurut Ermira Tartari Bonnici (2012) VIP Score dapat digunakan sebagai standar untuk mendeksi dini kejadian plebitis. Hal ini sudah dibuktikan dengan penelitian mengenai VIP Score yang dilakukan oleh Ermira Tartari Bonnici tahun 2012 pada Infection Control Unit di Rumah Sakit Dei Mater Imsida Malta, dari hasil penelitiannya tingkat plebitis turun dari 22,7% pada pre intervensi menjadi 6,5% pada post intervensi penerapan VIP Score. VIP Score dapat digunakan untuk mendeteksi dini terjadinya plebitis dan penentuan yang tepat untuk skor plebitis, melalui pengamatan visual yang dilakukan oleh perawat. Ada beberapa jenis VIP Score yang digunakan untuk mendeteksi dini dan menentukan skor plebitis dengan tepat yaitu: a.andrew Jackson telah mengembangkan skor visual untuk kejadian plebitis, yaitu :

20 32 Tabel 2.2 Visual Infusion Phlebitis (VIP) Score Oleh Andrew Jackson VISUAL INFUSION PHLEBITIS (VIP) SCORE OBSERVASI SKOR PENANGANAN IV line tampak sehat 0 Tidak ada tanda plebitis * Observasi dan dokumentasikan pada setiap sift Salah satu tanda-tanda berikut jelas: 1 * Sedikit nyeri dekat IV line atau * Sedikit kemerahan dekat IV line Kemungkinan tanda-tanda awal plebitis * Observasi dan dokumentasikan pada setiap sift Dua dari tanda berikut jelas: 2 Stadium dini plebitis * Pindahkan dan ganti kanula ke area *Nyeri pada IV line penusukan yang lain * Kemerahan * Pembengkakan Tiga Atau lebih dari tanda berikut jelas: 3 Plebitis * Pindahkan dan ganti kanula ke area * Nyeri di sepanjang kanula penusukan yang lain * Kemerahan * Kirim pus swab ke lab. * Pembengkakan * Rawat luka di area insersi * Pireksia (suhu tubuh >37,8 ) * Keluar cairan/pus Semua tanda-tanda berikut jelas: 4 Stadium lanjut plebitis * Nyeri di sepanjang kanula * Pindahkan dan ganti kanula ke area penusukan yamg lain * Kemerahan * Jika suhu > 37,8 mengambil kultur darah * Pembengkakan * Kirim pusswab ke lab. *Pireksia (su tubuh>37,8 ) * Beri informasi kepada dokter *Keluar cairan/pus * Vena teraba keras * Rawat luka di area insersi PENGGANTIAN KANULA INFUS TIDAK LEBIH DARI 72 JAM VIP SCORE HARUS DICATAT DAN DIDOKUMENTASIKAN SETIAP SHIFT

21 33 b. Skala Plebitis Menurut Dougherty, dkk (2010), skala plebitis dibagi menjadi enam Visual Infusion Phlebitis score Sumber : Dougherty, dkk(2010) ) Tabel 2.3 Visual Infusion Phlebitis ( VIP) Score OBSERVASI SKOR STADIM PLEBITIS PENANGANAN Tempat suntikan tampak sehat 0 tidak ada tanda plebitis observasi kanul Salah satu dari berikut jelas: 1 Mungkin tanda dini phlebitis observasi kanul * Nyeri pada tempat suntikan * Eritema pada tempat suntikan Dua dari berikut jelas: * Nyeri pada tempat suntikan * Eritema pada tempat suntikan 2 Stadium dini phlebitis Ganti tempat kanul * Pembengkakan Semua dari berikut jelas: 3 Stadium moderat plebitis Ganti tempat kanul * Nyeri sepanjang kanul Pikirkan terapi * Eritema pada tempat suntikan * Pembengkakan Semua dari berikut jelas: 4 Stadium lanjut atau awal tromboplebitis Ganti tempat kanul * Nyeri sepanjang kanul Pikirkan terapi * Eritema pada tempat suntikan * Pembengkakan * Venous cord teraba Semua dari berikut jelas: * Nyeri sepanjang kanul 5 Stadium lanjut tromboplebitis Ganti tempat kanul Pikirkan terapi * Eritema pada tempat suntikan * Pembengkakan * Venous cord teraba * Demam

22 34 c.skala Plebitis yang direkomendasikan oleh Infusion Nursing Standard Of Practice (2006) yaitu sesuai dengan tabel di bawah ini: Tabel 2.4 Visual Infusion Phlebitis (VIP) Score Skala Kriteria Klinis 0 Tidak ditemukan gejala 1 Eritema pada daerah insersi 2 Nyeri pada daerah insersimdisertai dengan eritema dan/ atau edema 3 Nyeri pada daerah insersi disertai dengan eritema, pembentukan lapisan, dan/ataupengerasan sepanjang vena 4 Nyeri pada daerah insersi disertai dengan eritema, pembentukan lapisan, pengerasan sepanjang vena >1 inc dan/atau keluaran purulent Lembar Pengumpulan Data INOS Merupakan instrumen yang digunakan di RSUP Sanglah untuk melakukan observasi dan evaluasi terhadap infeksi kanula plebitis, kateter dan tube. ada pemantauan plebitis tercantum tanda-tanda plebitis meliputi bengkak, merah, temperature,5, menggigil, diganti, dan distop. Pada lembar pengumpulan data INOS memiliki kelemahan yaitu: tidak tercantum skor plebitis sehingga dalam menentukan dan melaporkan plebitis perawat masih mengalami kesulitan. 2.5 Infeksi Nosokomial Definisi Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi Nosokomial adalah

23 35 suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan menunjukan gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke rumah sakit (Darmadi,2008) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Infeksi Nosokomial a. Faktor endogen ( umur, sex, penyakit penyerta, daya tahan tubuh, dan kondisikondisi lokal) b. Faktor eksogen (Lama penderita dirawat, kelompok yang merawat, alat medis, serta lingkungan ) Faktor Penyebab Infeksi Nosokomial Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril.

24 36 Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal. Ada tiga jenis mikroorganisme yang bisa menyebabkan infeksi nosokomial yaitu: bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat. Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme, contoh bakteri Anaerobik Gram-positif, Clostridium, Bakteri gram-positif : Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada paru, pulang, jantung dan infeksi pembuluh darah serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika. Bakteri gram 36 negative: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien yang dirawat., Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan, paru, dan peritoneum.2) Virus, banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti

25 37 mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit dan dari darah (Darmadi,2008) Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk : membatasi transmisi organisme dari atau antara pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan,. mengontrol resiko penularan dari lingkungan, melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif,pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya. Terdapat berbagai pencegahan yang perlu dilakukan untuk mencegah infeksi nosokomial. Antaranya adalah dikontaminasi tangan dimana transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama. Penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan apabila melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien yang dirawat di rumah sakit (Darmadi,2008).

Konsep Pemberian Cairan Infus

Konsep Pemberian Cairan Infus Konsep Pemberian Cairan Infus Cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Plebitis Pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari pemberian terapi intravena adalah komplikasi sistemik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi. Panduan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flebitis 2.1.1 Pengertian Flebitis merupakan inflamasi pada pembuluh darah vena yang ditandai dengan adanya daerah yang nyeri, bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari atau satu bulan,dimana pada masa ini terjadi proses pematangan organ, penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. Namun merawat akan menjadi kaku, statis dan tidak berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan yang secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan berada di wilayah Kota Pekalongan namun kepemilikannya adalah milik Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kepatuhan 1.1. Pengertian Kepatuhan Menurut Adiwimarta, Maulana, & Suratman (1999) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. 1) Terapi interavena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sakit pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah banyak ditemui di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 Definisi Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif dengan menggunakan metode yang efektif untuk mensuplay cairan, elektrolit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mencegah dan memperbaiki ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia diperlukan terapi intravena. Menurut Perdue dalam Hankins, Lonway,

Lebih terperinci

FARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK

FARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK FARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK Oleh : MADE CHANDRA WRASMITHA DEWI 0708505068 JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN 2010 KASUS Seorang warga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flebitis 2.1.1 Definisi Flebitis Flebitis adalah daerah bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri pada kulit sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Menurut Paren (2006) pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama

Lebih terperinci

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti) PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti) I. Pendahuluan Penggunaan peralatan intravaskular (IV) tidak dapat dihindari pada pelayanan rumah sakit

Lebih terperinci

1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hai

1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hai ASERING JENIS-JENIS CAIRAN INFUS Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteriis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma. Komposisi:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi intravena adalah bagian terpenting dari sebagian terapi yang diberikan di rumah sakit, dan merupakan prosedur umum yang diberikan kepada pasien yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Profesi keperawatan memiliki dasar pendidikan yang spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal ini menyebabkan profesi keperawatan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertian Dalam pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari pemberian terapi intravena adalah komplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh manusia sebagaimana mahluk hidup yang lain tersusun atas berbagai sistem organ, puluhan organ, ribuan jaringan dan jutaan molekul. Fungsi cairan dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

Kebutuhan cairan dan elektrolit

Kebutuhan cairan dan elektrolit Kebutuhan cairan dan elektrolit Cairan adalah suatu kebutuhan pokok dan sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Bila tubuh kehilangan cairan dalam jumlah yang besar maka akan terjadi perubahan

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR.

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR. ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR Hasriani Azis Pada tahun 2012 diperoleh data di Rumah Sakit TK II Pelamonia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang akan menambah

Lebih terperinci

RESUSITASI CAIRAN. Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang

RESUSITASI CAIRAN. Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang RESUSITASI CAIRAN Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang SYOK Syok adalah sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus. kerja tertentu (perry and potter, 2005)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus. kerja tertentu (perry and potter, 2005) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Terapi Intravena 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus a. Pengertian SPO Suatu standar atau pedoman tertulis yang di pergunakan untuk mendorong dan menggerakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Phlebitis 1. Pengertian Phlebitis Phlebitis adalah inflamasi pembuluh darah vena yang disebabkan karena iritasi kimia dan mekanik, ditandai dengan adanya daerah yang memerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keberadaan mikroorganisme. Lingkungan di mana manusia hidup terdiri dari banyak jenis dan spesies mikroorganisme. Mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Flebitis 1. Pengertian, karakteristik dan bahaya Flebitis Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh

Lebih terperinci

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG 2 0 1 5 BAB I DEFINISI Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang di berikan kepada pasien melibatkan tim multi disiplin termasuk tim keperawatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara aktual pelayanan rumah sakit telah berkembang menjadi suatu industri yang berbasis pada prinsip

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di rumah sakit 3 x 24 jam. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang sakit dan orang sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut menyebabkan rumah sakit berpeluang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan terapi intravena adalah terapi yang bertujuan untuk mensuplai cairan melalui vena ketika pasien tidak mampu mendapatkan makanan, cairan elektrolik lewat

Lebih terperinci

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG Sri Hartni, Siti Fatimah ABSTRAK Latar belakang menurut Hinlay dalam Haji (2010) sebanyak 60 % pasien yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit infeksi didapatkan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di

Lebih terperinci

KETOASIDOSIS DIABETIK

KETOASIDOSIS DIABETIK KETOASIDOSIS DIABETIK Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA DIVISI ENDOKRINOLOGI FK USU/ RS.H. ADAM MALIK MEDAN DEFINISI KAD : SUATU KEDARURATAN MEDIK AKIBAT GANGGUAN METABOLISME

Lebih terperinci

KETOASIDOSIS DIABETIK

KETOASIDOSIS DIABETIK KETOASIDOSIS DIABETIK Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA DIVISI ENDOKRINOLOGI FK USU/ RS.H. ADAM MALIK MEDAN DEFINISI KAD : SUATU KEDARURATAN MEDIK AKIBAT GANGGUAN METABOLISME

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum RSI Kendal Rumah Sakit Islam Kendal terletak di Jl Ar Rahmah 17-A Weleri. Tanggal 15 Januari 1996 berdiri dibawah yayasan

Lebih terperinci

insulin dan memiliki rumus empiris C267H404N72O78S6 dan berat molekul Insulin glargine memiliki struktur sebagai berikut :

insulin dan memiliki rumus empiris C267H404N72O78S6 dan berat molekul Insulin glargine memiliki struktur sebagai berikut : DESKRIPSI Lantus (glargine insulin [rdna origin] injeksi) adalah solusi steril glargine insulin untuk digunakan sebagai injeksi subkutan. Insulin glargine adalah analog insulin manusia rekombinan yang

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada 5 bangsal yang bernama bangsal Firdaus, bangsal Naim, bangsa Wardah, bangsal Zaitun, dan

Lebih terperinci

TERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope

TERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope TERAPI CAIRAN MAINTENANCE RSUD ABDUL AZIS 21 April 2015 TERAPI CAIRAN TERAPI CAIRAN RESUSITASI RUMATAN Kristaloid Koloid Elektrolit Nutrisi Mengganti Kehilangan Akut Koreksi 1. Kebutuhan normal 2. Dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50% mendapat terapi intravena (IV). Namun, terapi IV terjadi di semua lingkup pelayanan di rumah sakit yakni IGD,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertian Plebitis merupakan salah satu komplikasi dari pemberian therapi intra vena. Komplikasi dari pemberian therapi intravena bisa bersifat sistemik dan lokal.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sakit (infeksi Nosokomial) adalah infeksi yang tidak ada atau berinkubasi pada saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sakit (infeksi Nosokomial) adalah infeksi yang tidak ada atau berinkubasi pada saat 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Flebitis Infeksi flebitis merupakan salah satu dari infeksi nosokomial.menurut Bennet & Brachman (dalam Gould D & Brooker C, 2003), infeksi yang didapat dirumah sakit (infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator, salah satunya adalah melalui penilaian terhadap

Lebih terperinci

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO Dede Dwi Lestari Amatus Yudi Ismanto Reginus T. Malara Program Studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristika stafilokokus Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit dan saluran pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu memproduksi endotoksin. Habitat alaminya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

JURNAL STIKES. ISSN Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman DAFTAR ISI

JURNAL STIKES. ISSN Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman DAFTAR ISI JURNAL STIKES ISSN 2085-0921 Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman 1 102 DAFTAR ISI Pentingnya Sikap Pasien yang Positif dalam Pengelolaan Diabetes Mellitus Dotik Febriani Tri Sulistyarini Penurunan Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit perlu mendapatkan penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa pemasangan infus atau

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang dibina oleh Bapak Rudi Hamarno, M.Kep Oleh Kelompok 11 Pradnja Paramitha

Lebih terperinci

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI Jurnal STIKES Vol. 7, No.2, Desember 2014 UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI NURSE S IMPLEMENTATION IN PREVENTION OF PHLEBITIS TO PATIENTS IN BAPTIST HOSPITAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia)

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia) yang disebabkan oleh pemakaian ventilator dalam jangka waktu yang lama pada pasien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial atau hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat klien ketika klien tersebut masuk rumah sakit atau pernah dirawat

Lebih terperinci

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu 1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini masih menjadi masalah serius di dunia kesehatan. Stroke merupakan penyakit pembunuh nomor dua di dunia,

Lebih terperinci

Bagian XIII Infeksi Nosokomial

Bagian XIII Infeksi Nosokomial Bagian XIII Infeksi Nosokomial A. Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan pengertian infeksi nosokomial 2. Menjelaskan Batasan infeksi nosocomial 3. Menjelaskan bagaimana proses terjadinya infeksi nosocomial

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kohort deskriptif dengan metode pendekatan kuantitatif yang diarahkan untuk mengetahui kejadian phlebitis pada

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN

ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN Niken Andalasari PENGERTIAN Hipoglikemia merupakan keadaan dimana didapatkan penuruan glukosa darah yang lebih rendah dari 50 mg/dl disertai gejala autonomic dan gejala neurologic.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nosokomial ini berasal dari bahasa Yunani yaitu nosokomeion yang berarti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nosokomial ini berasal dari bahasa Yunani yaitu nosokomeion yang berarti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi nosokomial 2.1.1 Definisi Infeksi nosokomial dikenal juga sebagai Hospital Acquired Infection (HAI), yaitu infeksi yang didapat di rumah sakit. Istilah nosokomial ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat penting pada saat sekarang ini, karena akan menambah masa perawatan pasien di rumah sakit sekaligus akan memperberat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan secara global setiap tahun terdapat 5 juta bayi meninggal pada usia empat minggu pertama kehidupannya, dengan 98% kematian

Lebih terperinci

Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow

Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil 1 Pendahuluan Pemberian cairan dalam volume besar langsung ke sirkulasi tubuh memiliki faktor risiko penyerta yang jauh lebih tinggi. Karenanya,

Lebih terperinci

PEMASANGAN INFUS LEARNING OUTCOME TINJAUAN PUSTAKA

PEMASANGAN INFUS LEARNING OUTCOME TINJAUAN PUSTAKA PEMASANGAN INFUS LEARNING OUTCOME Mahasiswa mampu melakukan keterampilan pemasangan infus. Tujuan pemberian terapi intra vena melalui infus yaitu : 1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DASAR CAIRAN & ELEKTROLIT

KEBUTUHAN DASAR CAIRAN & ELEKTROLIT KEBUTUHAN DASAR CAIRAN & ELEKTROLIT Disampaikan pada kuliah KDDK_1_2011 Komposisi cairan tubuh Fungsi cairan tubuh Faktor berpengaruh pada kebutuhan cairan Kebutuhan cairan tubuh Intake dan output cairan

Lebih terperinci

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum Anda pasti sudah sering mendengar istilah plasma dan serum, ketika sedang melakukan tes darah. Kedua cairan mungkin tampak membingungkan, karena mereka sangat mirip dan memiliki penampilan yang sama, yaitu,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (Sumijatun, 2010). Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk mengembangkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (Sumijatun, 2010). Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk mengembangkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit Rumah sakit merupakan tatanan pemberi jasa layanan kesehatan memiliki peran yang strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia (Sumijatun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama dalam bidang ilmu kedokteran saat ini terkait erat dengan kejadian-kejadian infeksi. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya data-data yang memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat

Lebih terperinci

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE (The Effects of Intravenous Therapy in Infants Based on the VIP (Visual Infusion Phlebitis) Score) Hernantika Rahmawati

Lebih terperinci

Definisi fisiologi / ilmu faal Manusia sistem organ organ sel Sistem organ

Definisi fisiologi / ilmu faal Manusia sistem organ organ sel Sistem organ Definisi fisiologi / ilmu faal Manusia sistem organ organ sel Sistem organ Membran sel Membran nukleus Retikulum endoplasma Aparatus golgi Mitokondria lisosom Kurnia Eka Wijayanti 60 % dari berat tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah cairan yang lebih sedikit. Perbedaan ini karena laki-laki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah cairan yang lebih sedikit. Perbedaan ini karena laki-laki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cairan dalam tubuh mencakup 50% - 60% dari total berat badan (Ignatavicius & Workman, 2006). Jumlah tersebut sangat bervariasi tergantung dari umur, jenis kelamin dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi. kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya (Depkes RI,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi. kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya (Depkes RI, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi Intravena / Infus Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara

Lebih terperinci

PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL

PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL 1. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pengukuran tekanan vena sentral, mahasiswa mampu melakukan prosedur pengukuran tekanan vena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan sebelum digunakan secara parenteral,

Lebih terperinci

Gejala Diabetes pada Anak yang Harus Diwaspadai

Gejala Diabetes pada Anak yang Harus Diwaspadai Gejala Diabetes pada Anak yang Harus Diwaspadai Gejala diabetes sering kali tidak terlihat secara jelas di awalnya. Kadang kita baru sadar atau terindikasi diabetes ketika sudah mengalami komplikasi diabetes.

Lebih terperinci

haluaran urin, diet berlebih haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan beserta natrium ditandai dengan - Pemeriksaan lab :

haluaran urin, diet berlebih haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan beserta natrium ditandai dengan - Pemeriksaan lab : E. Analisa data NO DATA MASALAH PENYEBAB DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. DO : Kelebihan volume Penurunan Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan - Terlihat edema derajat I pada kedua kaki cairan haluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi luka bakar tertinggi terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien

Lebih terperinci