INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK PERIODE LATE CHILDHOOD YANG BEKERJA. Muhammad Ibnu Pradana, S.Psi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK PERIODE LATE CHILDHOOD YANG BEKERJA. Muhammad Ibnu Pradana, S.Psi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma"

Transkripsi

1 INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK PERIODE LATE CHILDHOOD YANG BEKERJA Muhammad Ibnu Pradana, S.Psi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Late childhood yang bekerja adalah anak yang berumur antara 6 13 tahun yang melakukan suatu aktifitas kerja untuk memenuhi kebutuhan pada subjek terutama pemenuhan finansial. Jika anak yang normal pada umumnya mengisi keseharian dengan belajar dan bermain, late childhood yang bekerja justru harus membagi waktunya untuk bekerja. Dalam hal ini tentu banyak aspek-aspek psikologi yang terkait dalam perkembangan anak, khususnya interaksi sosial dalam kehidupannya. Interaksi sosial pada anak akan terbentuk sesuai dengan kehidupan yang mereka jalani sehari-harinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab anak pada periode latechildhood untuk bekerja, dan mengetahui proses terbentuknya interaksi sosial yang terjadi pada anak periode late childhood yang bekerja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana pendekatan ini digunakan agar diperoleh hasil yang dapat mewakili secara utuh fenomena yang telah diteliti. Dalam penelitian ditentukan karakteristik subjek penelitian, yaitu anak pada periode late childhood yang berusia 6-13 tahun yang bekerja dan bersekolah. Adapun subjek penelitian berjumlah 2 orang dengan masing-masing significant othernya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Untuk membantu proses pengumpulan data digunakan pedoman wawancara dan alat perekam audio sebagai alat bantu peneliti. Setelah dilakukan penelitian diperoleh bahwa penyebab late childhood bekerja adalah permintaan dari orangtuanya untuk membantu mencari biaya yang akan digunakan sebagai kebutuhan hidup. Adapun bentuk-bentuk interaksi yang dilakukan yaitu kerjasama, akomodasi, persaingan, kontravensi, dan pertentangan Kerjasama adalah bentuk interaksi yang banyak dilakukan, terpengaruh dari dampak bekerja yang dilakukan oleh individu late childhood yang bekerja. Kata Kunci : Interaksi Sosial, late childhood,bekerja

2 PENDAHULUAN Periode kanak-kanak akhir atau late childhood umumnya diambil patokan 6-13 tahun untuk wanita dan 6 15 tahun untuk laki-laki atau sampai organ-organ seksualnya matang (Riyanti dkk., 1996). Perkembangan sosial pada periode late childhood ditandai dengan meluasnya lingkungan sosial pada anak. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga, anak makin mendekatkan diri pada orang-orang lain di samping anggota keluarga sehingga menyebabkan anak terpengaruh oleh lingkungan khususnya lingkungan sekolah dan kelompok bermain di luar pengawasan orang tua. Ketika anak berkelompok bersama temannya maka terjadilah suatu interaksi sosial. Interaksi sosial menurut Soekanto (2005) adalah hubungan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Pada saat bermain anak mempunyai kesempatan untuk menguji kemampuan dirinya berhadapan dengan teman sebayanya dan mengembangkan perasaan realistis akan dirinya. Seperti teori yang dikembangkan oleh Erikson tentang perkembangan psikososial (dalam Riyanti dkk., 1996), pada tahap industry vs inferiority dimana anak sudah mulai mampu melakukan pemikiran logis dan menghadapi konflik-konflik dimana jika dirinya gagal akan timbul perasaan rendah diri dan tidak produktif dibandingkan teman-teman yang ada di kelompoknya. Namun pada saat ini banyak anak-anak kehilangan masa-masa bermain dan berkemlompok yang seharusnya didapat oleh anak seumuran mereka, karena dipaksa bekerja oleh orangtuanya. Pekerjaan yang mereka lakukan bermacam-macam mulai dari pemulung, buruh pasar, pedagang kaki lima, dan membantu orangtuanya bertani. Penyebab anak bekerja menurut Mulandar antara lain tekanan ekonomi keluarga, dipaksa orang tua, diculik dan terpaksa bekerja oleh orang yang lebih dewasa, asumsi bahwa dengan bekerja bisa digunakan sebagai sarana bermain, dan pembenaran dari budaya bahwa sejak kecil anak harus bekerja ( arsono mengatakan, bekerja di usia dini dapat merusak pertumbuhan fisik dan mental karena mengalami siksaan, dikucilkan atau diperlakukan buruk serta tidak ada waktu atau terlalu lelah untuk belajar dan sekolah. Sementara bagi perekonomian negara, kehadiran pekerja anak dapat mengakibatkan kemiskinan, tenaga kerja tidak terampil dan berpendidikan rendah. Anak-anak akan tumbuh menjadi seorang dewasa yang kurang sehat, kurang dapat bersosialisasi dan secara emosional terganggu. Semua kebutuhan akan bermain dan berkelompok mereka tidak terpenuhi sehingga mempengaruhi perkembangan sosialnya.

3 TINJAUAN PUSTAKA INTERAKSI SOSIAL Interaksi sosial menurut Mar at (dalam Riyanti dan Prabowo, 1998) yaitu suatu proses dimana individu memperhatikan dan merespon individu lainnya, sehingga mendapat balasan suatu tingkah laku tertentu. Reaksi yang terjadi ini berarti bahwa individu memperhatikan orang yang memberi stimulus, sehingga dengan adanya perhatian terhadap stimulus tersebut terjadilah suatu hubungan. Menurut Kelly (dalam Riyanti dan Prabowo, 1998) mendefinisikan hubungan interaksi sosial terjadi apabila dua orang saling mempengaruhi satu sama lain. Menurut Soekanto (2005) interaksi sosial merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok manusia, maupun orang perorangan dengan kelompok manusia. Dari sinilah dapat ditarik suatu pengertian bahwa interaksi sosial adalah suatu proses hubungan yang terjadi antara dua orang atau lebih yang saling mempengaruhi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok lainnya. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2005) Bentukbentuk interaksi sosial terbagi menjadi proses yang asosiatif yang terdiri dari kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. Yang kedua yaitu proses disosiatif yang terdiri dari persaingan, kontravensi, dan pertentangan atau konflik. a. Proses-proses yang asosiatif 1. Kerjasama menurut Sarwono (2005) dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau berapa tujuan bersama. 2. Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. (Soekanto, 2005) 3. Asimilasi menurut Ningrat (1965) merupakan proses sosial dalam tahap lanjutan, yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaanperbedaan yang terdapat antara individu atau kelompok dan juga meliputi usaha-usaha untuk menpertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama. b. Proses-proses yang disosiatif 1. Persaingan menurut Gillin dan Gillin (dalam Seoekanto, 2005) dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok

4 manusia bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian publik atau mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. 2. Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi ditandai dengan adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian, atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. (Soekanto, 2005) 3. Pertentangan adalah sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatankekuatan dalam masyarakat. Karena timbulnya pertentangan merupakan pertanda bahwa akomodasi yang sebelumnya tercapai, tidak dihiraukan lagi.(soekanto,2005) Syarat-syarat Interaksi Sosial Menurut Mar at (dalam Riyanti dan Prabowo, 1998) interaksi sosial dapat terjadi apabila memenuhi dua aspek yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. a. Kontak sosial menurut Soekanto (2005) adalah adanya kontak sosial dan komunikasi yang terjalin diantaranya. Kontak sosial tahap pertama dari terjadinya hubungan, seperti sentuhan dan kontak mata. Sedangkan komunikasi adalah proses memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (pembicaraan, gerak-gerak badannya atau sikap) yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. b. Menurut Shannon dan Weaver (dalam Wiryanto, 2004) komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi. Faktor-faktor Interaksi Sosial Soekanto (2005) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial adaah imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendirisendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Faktor interaksi sosial adalah. a. Faktor imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Sedangkan negatifnya adalah tindakan yang ditiru adalah tindakan-

5 tindakan yang menyimpang. ( b. Menurut Soekanto (2005) faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. c. Gerungan (2004) identifikasi dilakukan orang kepada orang lain yang diangapnya ideal dalam suatu segi untuk memperoleh sistem norma, sikap, dan nilai yang dianggap ideal, untuk menutupi kekurangan dalam dirinya. d. Gerungan (2004) menjelaskan bahwa simpati adalah perasaan tertariknya terhadap orang lain secara sadar bukan karena salah satu ciri tertentu melainkan karena keseluruhan cara bertingkah laku orang tersebut. ANAK Menurut John Locke (dalam Gunarsa, 1986) anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Sedangkan Sobur (1988) mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan. Haditono (dalam Damayanti, 1992), berpendapat bahwa anak merupakan mahluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Kasiram (1994), mengatakan anak adalah makhluk yang sedang dalam taraf perkembangan yang mempunyai perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang kesemuannya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembangannya. Riyanti dkk (1996) mengatakan bahwa seorang individu masuk ke dalam periode anak jika sudah berusia 2 tahun. Orang tua sering memandang periode ini sebagai masa-masa yang sulit, anak menjadi luar biasa nakalnya, suka membantah orangtua dan banyak bertanya. Hurlock (1996) juga mengatakan bahwa masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan yakni kira-kira usia 2 tahun sampai dengan matang secara seksual. Tahapan-tahapan Anak Riyanti (1996) pada buku psikologi umum I, mengatakan periode anak terbagi menjadi 2 tahapan, tahapan kanak-kanak awal (Early Childhood) dan kanak-kanak Akhir (Late Childhood). a. Periode Early childhood dihitung sejak anak berusia 2 tahun sampai berusia 6 tahun. Dia mulai sadar bahwa sampai tahap tertentu dia dapat mengatasi lingkungannya tanpa bantuan dari oranglain. Ia juga semakin tahu bahwa ia tidak harus selalu tunduk pada lingkungan, entah itu suatu situasi, benda, atau orangtuanya sendiri. (Riyanti dkk,1996)

6 b. Late childhood masuk ke dalam fase anak sekolah (usia sekolah dasar) dimana anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif seperti membaca, menulis dan menghitung. (Yusuf, 2001) Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa yang disebut anak adalah individu antara umur 2 15 tahun yang terbagi menjadi 2 tahapan. Tahapan pertama yang disebut early childhood (gang-age) yaitu antara umur 2 6 tahun dan yang kedua yaitu tahapan late childhood (usia sekolah dasar) dimana anak berumur 6 15 tahun. LATE CHILDHOOD YANG BEKERJA Menurut Santrock (2002) masa late childhood merupakan masa tenang sebelum pertumbuhan yang cepat menjelang masa remaja. Ciri-ciri Late Childhood a. Perkembangan fisik Menurut Santrock (2002) masa akhir anakanak meliputi pertumbuhan yang lambat dan konsisten. Sedangkan menurut teori perkembangan psikoseksual yang dikembangkan oleh Freud (dalam Riyanti dkk, 1996), periode late childhood termasuk ke dalam fase periode laten dimana ini adalah masa tenang, walau anak mengalami perkembangan pesat pada aspek motorik dan kognitif. b. Perkembangan intelektual Menurut Yusuf (2001) pada periode late childhood anak sudah dapat bereaksi terhadap rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan kognitif seperti membaca, menulis, dan menghitung. Sedangkan Hurlock (1996) mengatakan pada masa ini banyak keterampilanketerampilan yang mulai terasah, antara lain keterampilan menolong diri, menolong orang lain, keterampilan bersekolah, dan keterampilan bermain. c. Perkembangan bahasa Menurut Yusuf (2001) periode late childhood merupakan masa berkembang dengan pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata. Banyaknya kosakata yang dipelajari dan dimiliki menjadi salah satu ciri perkembangan bahasa pada masa ini antara lain kosakata etiket, warna, bilangan, uang, waktu, kata populer dan makian serta kosakata simbol atau rahasia. (Hurlock, 1996) d. Perkembangan sosial Perkembangan sosial pada late childhood menurut Monks dkk (2002) ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak

7 melepaskan diri dari keluarga, ia makin mendekatkan diri pada orang lain disamping anggota keluarga, terutama teman sebayanya baik di lingkungan sekolah atau lingkungan bermain. Menurut Yusuf (2001) pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (memperhatikan kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok bermain, dia tidak merasa senang jika tidak diterima dalam kelompoknya. e. Perkembangan emosi Menurut Yusuf (2001) perkembangan emosi pada anak periode late childhood menginjak pada proses kemampuan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosinya diperoleh melalui peniruan dan latihan. Sedangkan menurut Hurlock (dalam Riyanti dkk, 1996) perkembangan emosi anak sangatlah dipengaruhi oleh faktor kemasakan dan belajar. f. Perkembangan moral Anak mulai mengenal konsep moral pertama kali dari lingkungan keluarga. Namun pada periode late childhood karena bersamaan dengan masa sekolah, maka anak sudah dapat mengikuti pertautan antara tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Selain itu anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik-buruk. (Yusuf, 2001) Late Childhood yang Bekerja Menurut Anoraga (1992) bekerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan manusia. Kebutuhannya dapat bermacam-macam, berkembang, dan berubah bahkan seringkali tidak dapat di sadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapai dan orang berharap bahwa aktifitas kerja yang dilakukan akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada sebelumnya. Bekerja menurut Magnis (dalam Anoraga, 1992) adalah kegiatan yang direncanakan. Berarti tidak semua aktifitas dikatakan kerja meskipun pada manusia terdapat kebutuhan sehingga terbentuk suatu tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan pengertian diatas late childhood yang bekerja adalah suatu aktifitas yang dilakukan anak usia antara 6-13 tahun untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk itu anak dapat menyatakan diri secara objektif dunia sehingga dapat ia dan orang lain dapat memandang dan memahami keberadaan dirinya. Menurut Mulandar, penyebab dari fenomena anak bekerja antara lain:( tekanan ekonomi keluarga, dipaksa orang tua, diculik dan terpaksa bekerja oleh orang yang

8 lebih dewasa, asumsi bahwa dengan bekerja bisa digunakan sebagai sarana bermain, pembenaran dari budaya bahwa sejak kecil anak harus bekerja. Dampak dari anak pada masa late childhood yang bekerja menurut Usman dan Nachrowi (2004) sangat beragam, dimulai dari aspek fisik, kognitif, emosional serta sosialnya. a. Fisik, bekerja dapat mengganggu kesehatan, koordinasi, kekuatan penglihatan dan pendengaran. Menurut hasil observasi dan penelitian oleh yayasan Kusuma Buana di Bantar Gebang pemulung 8 13 tahun hampir semuanya menderita cacingan sehingga mereka kekurangan gizi. b. kognitif, tidak bisa membaca, kesulitan dalam berhitung, memperoleh pengetahuan. c. Emosional, hilangnya harga diri, ikatan keluarga, perasaan dicintai, dan diterima secara memadai. d. Sosial, rasa identitas kelompok yang hilang, berkurangnya kemauan untuk bekerja sama dengan orang lain, tidak mampu membedakan baik dan buruk. METODE PENELITIAN Peneliti ini akan menggunakan metode kualitatif karena dengan menggunakan metode kualitatif peneliti akan mendapatkan data yang lebih mendalam tentang topik yang akan diteliti. Menurut Poerwandari (2001), pendekatan kualitatif menghasilkan dan mengelola data yang sifatnya deskriptif seperti transkip wawancara, catatan lapangan, gambar foto, rekaman video, dan lainnya serta mengungkapkan kompleksitas, memahami kedalaman makna, dan interpretasi terhadap keuntungan fenomena. Heru Basuki (2006) mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapat pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif dengan positivismenya. Peneliti menginterpretasikan bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan sekeliling, dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi tingkah laku mereka. Penelitian dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah (naturalistic) bukan hasil perlakuan (treatment) atau manipulasi variabel yang dilibatkan. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis wawancara menggunakan petunjuk umum wawancara karena dengan menggunakan jenis wawancara ini peneliti dapat menentukan alur wawancara agar tidak keluar dari topik yang diteliti dan

9 menggunakan pengamatan tanpa berperan serta (nonpartisipan), dimana peneliti langsung hanya mengamati dan mendata secara langsung tentang subjek dalam obeservasinya. Teknik Analisis Data Data yang dipeloreh akan dianalisa dengan menggunakan teknik analisa data kualitatif. Poerwandari (1998), memberikan beberapa tahapan yang diperlukan dalam menganalisa data kualitatif, tahapan tersebut adalah : a. Mengorganisasikan Data Setelah peneliti mendapatkan data dari subjek melalui wawancara dengan alat perekam, kemudian merubahnya dengan transikp (verbatim) dalam bentuk tulisan. Karena datanya beragam dan banyak data harus diorganisasikan dengan rapi, sistematis dan lengkap b. Mengelompokkan Data Langkah pertama sebelum analisis adalah membubuhkan kode-kode pada data yang doperoleh dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematiskan data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculakan gambaran tentang topik c. Analisis Kasus Analisis kasus yang pertama dilakukan adalah melakukan analisis terhadap masing-masing kasus. Analisis dilakukan melalui hasil wawancara yang diungkapkan responden. Tahap kedua adalah melakukan analisis antar subjek yang bertujuan untuk mengungkapkan perbedaan dan persamaan antar subjek serta menyimpulkan. d. Menguji Asumsi Setelah kategori dan pola data tergambar dengan jelas, pada tahap ini kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kembali berdasarkan landasan teori yang dijabarkan pada bab sebelumnya, sehingga data yang diperoleh dapat dicocokkan apakah ada kesamaan antara landasan teori dengan data yang didapat. Teknik analisis data yang digunakan peneliti setelah mendapatkan hasil wawancara dari kedua subjek yaitu, dengan merubah hasil wawancara kedalam verbatim yang kemudian di kelompokkan menggunakan koding respon sebelum masuk ke dalam tahap analisis kasus yang terdiri dari analisis intra kasus dan antar kasus. Kemudian hasil analisis antar kasus ditinjau kembali ke dalam pembahasan antara hasil penelitian dengan landasan teori. HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor Penyebab Anak pada Periode Latechildhood yang Bekerja Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mengenai penyebab kedua subjek bekerja adalah faktor kemiskinan dan permintaan dari orangtua. Orangtua dari kedua subjek

10 mempunyai penghasilan yang kurang mencukupi untuk biaya hidup keluarganya, sehingga kedua subjek dipaksa bekerja untuk membantu meringankan beban kedua orangtuanya. Hal ini sejalan dengan Mulandar ( faktor yang menyebabkan anak bekerja diantaranya kemisikinan dan dipaksa bekerja oleh orangtuanya. Sedangkan Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak ( ditemukan banyak faktor yang menyebabkan anak terpaksa bekerja. Kemiskinan ditemukan sebagai salah satu penyebab utama (prime suspect). Bentuk-bentuk Interaksi Sosial a. Proses-proses yang asosiatif 1. Kerja sama Terdapat kesamaan antara subjek pertama dengan subjek kedua dalam hal bekerjasama. Kedua subjek sama-sama melakukan kerjasama baik dengan keluarga, teman sekolah, teman bekerja, maupun teman bermainnya. Pada subjek pertama melakukan kerjasama dengan keluarga bersama ibunya untuk memulung bersama dan mensortir sampah, sedangkan bersama kakaknya bekerjasama ketika mencari kayu untuk memasak. Subjek kedua melakukan kerjasama bersama keluarga dengan membantu ayahnya membersihkan becak dan bersama ibunya untuk menjaga warung dan adiknya. Subjek pertama melakukan kerjasama dengan teman bekerjanya ketika membagi wilayah memulung dan ketika membantu temannya yang kurang beruntung untuk mendapatka sampah. Sedangkan subjek kedua melakukan kerjasama dengan temannya ketika melakukan pembagian wilayah berjualan di pasar. Kedua subjek samasama melakukan kerjasama di sekolah ketika membesihkan kelas dan mengerjakan tugas kelompok. Ketika berada pada lingkungan bermain, kedua subjek melakukan kerjasama ketika melakukan permainan secara berkelompok atau tim. Kerjasama menurut Sarwono (2005) dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau berapa tujuan bersama. 2. Akomodasi Kedua subjek dalam penelitian ini sama-sama melakukan akomodasi, akomodasi yang dilakukan subjek pertama dengan cara meninggalkan pihak lawan sehingga tidak terjadi perkelahian dan terhindar dari

11 intimidasi fisik. Sedangkan subjek kedua melakukan akomodasi dengan cara menuruti perintah dari pihak lawan sehingga subjek terhindar dari intimidasi fisik dan lawannya mendapatkan keinginannya. Menurut Soekanto (2005) akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. b. Proses-proses yang disosiatif 1. Persaingan Kedua subjek melakukan persaingan pada saat bermain untuk mendapatkan kemenangan sehingga meraih kebanggaan tersendiri bagi subjek dan teman bermainnya. Menurut Gillin dan Gillin (dalam Seoekanto, 2005) persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok manusia bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian publik atau mempertajam prasangka yang 2. Kontravensi Subjek pertama melakukan kontravensi dengan cara membalas cacian atau intimidasi verbal yang ditujukan kepada dirinya secara diam-diam sehingga pihak lawan tidak mengetahuinya. Kontravensi yang dilakukan oleh subjek kedua adalah dengan memendam rasa kesal dan marahnya, lalu menceritakannya kepada orang yang dekat dengan subjek. Kedua subjek melakukan kontravensi karena tidak mempunyai kekuatan untuk menghadapi pihak lawan dan tidak ingin diintimidasi secara fisik. Menurut Soekanto (2005) kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi ditandai dengan adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian, atau keraguraguan terhadap kepribadian seseorang. 3. Pertentangan Kedua subjek melakukan pertentangan, subjek pertama melakukan pertentangan kepada orangtuanya karena dipaksa bekerja. Subjek tidak ingin bekerja karena malu dengan teman-temannya. Sedangkan subjek kedua melakukan pertentangan dengan melakukan perkelahian. Subjek berkelahi karena

12 ingin meolong temannya yang mendapat hinaan dari orang lain. Pertentangan adalah sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat. Karena timbulnya pertentangan merupakan pertanda bahwa akomodasi yang sebelumnya tercapai, tidak dihiraukan lagi.(soekanto,2005) Berdasarkan hasil penelitian dari kedua subjek, dapat diketahui bahwa kedua subjek melakukan interaksi yang mengarah pada proses proses asosiatif yaitu kerjasama dan akomodasi. Selain itu kedua subjek juga melakukan interaksi sosial yang mengarah pada proses-proses yang disosiatif seperti persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Tetapi bentuk-bentuk interaksi yang sering dilakukan kedua subjek adalah kerjasama, karena kedua subjek selalu melakukannya setiap hari dengan pihak manapun. Menurut Yusuf (2001) pada masa late childhood, anak sudah mulai memiliki kesanggupan untuk menyesuaikan diri sendiri untuk bekerjasama atau memperhatikan kepentingan oranglain. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Subjek Menggunakan Bentuk-bentuk Interaksi Sosial a. Faktor Imitasi Kedua subjek melakukan faktor imitasi pada saat bekerjasama dan berakomodasi. Pada saat subjek pertama bekerjasama dengan ibunya, subjek melakukan imitasi ketika memasak dan mensortir sampah bersama. Ibu subjek juga mengajarkan subjek untuk saling membantu sesama teman pada saat bekerja. Pada saat melakukan akomodasi subjek di ajarkan ibunya untuk tidak berkelahi, sehingga ketika memiliki masalah dengan orang lain subjek meninggalkan pihak lawan agar tidak terjadi perkelahian. Imitasi yang dilakukan subjek kedua pada saat bekerjasama ketika subjek membersihkan kelas dan mengerjakan tugas kelompok, subjek diajarkan untuk saling membantu dan bergotongroyong oleh gurunya. Faktor imitasi yang dilakukan subjek pada saat berakomodasi ketika orangtua subjek mengajarkannya untuk patuh dan taat kepada kedua orangtuanya. Faroji ( mengatakan bahwa Faktor imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Sedangkan negatifnya adalah tindakan yang ditiru adalah tindakan-tindakan yang menyimpang b. Faktor Identifikasi Kedua subjek sama-sama melakukan faktor identifikasi, terutama mereka beridentifikasi

13 terhadap teman-temannya dikarenakan masa anak-anak adalah masa dimana mereka saling berkelompok. Subjek pertama melakukan identifikasi pada saat bekerjasama dan bersaing ketika melakukan sebuah permainan berkelompok, subjek sadar jika bekerjasama dengan temannya maka subjek akan berhasil memenangkan permainan tersebut. Ketika subjek mempunyai masalah dengan temannya, subjek melakukan akomodasi yaitu dengan cara meninggalkan temannya. Hal ini dilakukan agar terhindar dari perkelahian yang mengakibatkan renggangnya rasa persahabatan diantara mereka. Subjek kedua melakukan identifikasi karena subjek senang akan kebersamaan yang terjadi antara subjek dan temannya pada saat bekerjasama. Subjek juga melakukan identifikasi pada saat bersaing dengan kelompok lain ketika bermain, faktor identifikasi yang dilakukan memotivasi subjek dan temannya untuk memenangkan permainan tersebut. Selain itu subjek juga melakukan identifikasi pada saat melakukan perkelahian atau pertentangan, subjek tidak ingin sahabatnya di intimidasi secara verbal oleh pihak lain. Menurut Gerungan (2004) identifikasi dilakukan orang kepada orang lain yang diangapnya ideal dalam suatu segi untuk memperoleh sistem norma, sikap, dan nilai yang dianggap ideal, untuk menutupi kekurangan dalam dirinya c. Faktor Simpati Faktor simpati hanya dilakukan oleh subjek kedua. Faktor simpati yang dilakukan subjek ketika bekerjasama dengan ibunya. Subjek membantu ibunya karena subjek tidak ingin melihat ibunya sakit-sakitan karena bekerja. Menurut Soekanto (2005) faktor ini merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan kepada kedua subjek. Faktor-faktor yang banyak mendorong subjek untuk melakukan bentuk-bentuk interaksi sosial adalah faktor imitasi dan identifikasi. Menurut Hurlock (1996) pada masa ini banyak keterampilan-keterampilan yang mulai terasah, antara lain keterampilan menolong diri, menolong orang lain, keterampilan bersekolah, dan keterampilan bermain.yang anak pelajari. Sedangkan faktor identifikasi dilakukan karena pada masa ini Anak-anak melepaskan diri dari

14 keluarga, ia makin mendekatkan diri pada orang lain disamping anggota keluarga, terutama teman sebayanya baik di lingkungan sekolah atau lingkungan bermain.(monks dkk, 2002) Dampak Bekerja terhadap Bentuk-bentuk Interaksi yang Digunakan Setelah melakukan penelitian terhadap kedua subjek, terdapat kesamaan dari dampak bekerja yang dilakukan kedua subjek terhadap bentukbentuk interaksi sosial yang dilakukan. Pekerjaan yang dilakukan membuat kedua subjek terbiasa untuk bekerjasama baik di rumah, sekolah, tempat bekerja maupun lingkungan bermainnya. Subjek pertama diajarkan oleh ibunya untuk saling membantu sesama teman ketika bekerja. Subjek selalu menerapkan pada kehidupan sehari-hari sehingga terhindar dari pertentangan dan persaingan diantara mereka. Sedangkan subjek kedua belajar bekerjasama ketika subjek dan teman-temannya membagi tugas wilayah berjualan dan bersama ayahnya bekerjasama ketika bekerja menjadi buruh pasar. sehingga subjek mempraktikan hal tersebut pada kegiatan yang lainnya seperti bermain dan pada saat mengerjakan tugas kelompok di sekolahnya. Menurut Tauran (2000) pekerja anak yang masih mendapatkan perhatian dari orangtuanya menampakkan adanya filtrasi dalam menerapkan nilai dan norma di ligkungannya. Lain halnya dengan penjelasan dari Usman dan Nachrowi (2004) bekerja dapat menghilangkan rasa identitas kelompok dan berkurangnya kemauan untuk bekerja sama dengan orang lain, tidak mampu membedakan baik dan buruk. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian interaksi sosial pada anak periode late childhood yang bekerja, dapat disimpulkan bahwa : 1. Kedua subjek bekerja karena permintaan orangtuanya dan membantu orangtuanya mencari nafkah untuk biaya hidup mereka sehari-hari. Semua ini dipicu oleh keadaan ekonomi keluarga mereka yang kurang berkecukupan. 2. Bentuk interaksi yang menuju pada prosesproses asosiatif yang dilakukan oleh kedua subjek adalah kerjasama dan akomodasi. Sedangkan interaksi yang menuju pada proses-proses yang disosiatif yang dilakukan kedua subjek antara lain persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Bentuk interaksi sosial yang paling banyak dilakukan oleh kedua subjek yaitu kerjasama. Kedua subjek selalu melakukan kerjasama setiap harinya dengan semua pihak, baik dengan keluarga, teman bekerja, teman sekolah, maupun teman di lingkungan bermainnya.

15 3. Faktor-faktor yang mendorong kedua subjek untuk melakukan bentuk-bentuk interaksi adalah faktor imitasi dan identifikasi. Sedangkan faktor simpati hanya dilakukan oleh subjek kedua. Faktor pendorong yang dominan dilakukan oleh kedua subjek adalah imitasi dan identifikasi, karena pada periode late childhood ini banyak sesuatu yang mereka pelajari dan anak mulai berkelompok dengan anak seusianya. 4. Bentuk interaksi kerjasama pada kedua subjek sebagai dampak dari pekerjaan yang mereka lakukan setiap harinya, karena pada saat bekerja kedua subjek dituntut untuk bekerja sama oleh orangtua maupun situasi yang ada pada saat bekerja. Hal itulah yang akhirnya mereka terapkan dalam keseharian hidup kedua subjek, baik dalam lingkungan bermain maupun lingkungan sekolahnya DAFTAR PUSTAKA Anoraga, P. (1992). Psikologi kerja. Jakarta: Rineka Cipta Dwi.(2000). Anak jalanan. Diakses tanggal 13 Desember 2008 Djunaedi, E. (2003). Penelusuran pekerja di bawah umur di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. article/ view/1697. Diakses tanggal 5 Mei 2009 Faroji (2008). Interaksi sosial. 06/05/ interaksi-sosial/. Di akses tanggal 20 desember 2008 Gerungan, W.A. (2004). Psikologi sosial. Bandung: PT. Refika Aditama Heru Basuki, A.M. (2006). Pendekatan kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta: Gunadarma Hurlock, E. (1996). Psikologi perkembangan. Alih bahasa: dr. Med. Metasari T. & Dra. Muslichah Z. Jakarta: Erlangga Hurlock, E. (1997). Suatu pengantar sepanjang rentang kehidupan. Alih bahasa: dr. Med. Metasari T. Jakarta: Erlangga ILO (2006). Sikap terhadap anak dan pendidikan di Indonesia. Jakarta: International Labour Organization Kertamuda, F. (2006). Sosiologi. Jakarta: Universitas Paramadina Massofa. (2008). Interaksi social. Di akses tanggal 5 Mei 2009 Moleong, L.J. (1999). Metode Peneletian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya

16 Monks, F.J., Knoers. & Haditono, S.R. (2004). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Mussen, P.H., Conger, J.J., Kagan, J., Huston, A.C. (1988). Perkembangan dan kepribadian anak. Jilid I. Alih bahasa: dr. Med. Metasari T. Jakarta : 97 Erlangga Poerwandari, E.K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam peneletian psikologi. Depok: LPSP3 UI Prabowo, H., Puspitawati, H. (1998). Psikologi umum II. Depok: Universitas Gunadarma Riyanti, Dwi, B.P., Prabowo, H., dan Puspitawati, I. (1996). Psikologi umum I. Depok: Universitas Gunadarma Santrock, J.W. (2002). Perkembangan masa hidup. Alih bahasa: dr. Med. Metasari T. Jakarta: Erlangga Santrock, J.W. (2004). Child developmen t. New York : Mc Graww Hill Inc Saputra, M.S.T. (2001). Bermain, mainan, dan permainan. Jakarta: Grasindo Sarwono, S.W. (2005). Psikologi sosial. Jakarta: Balai Pustaka Soekanto, S. (2005). Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Soemardjan, S., Soemardi, S. (1974). Setangkai bunga sosiologi. Jakarta: YBP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sroufe, L.A., dkk. (1996). Child development. New York : Mc Graww Hill Inc. Sunarto, K. (2000). Pengantar sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Press Susenas (2001). Pekerja anak. Di akses tanggal 20 Desember 2008 Tauran. (2000). Studi profil anak jalanan sebagai upaya perumusan model kebijakan penanggualangannya. Jurnal Administrasi Negara. Vol.1. Malang Usman, H., Nachrowi, D.N. (2004). Pekerja anak di indonesia. Jakarta: Grasindo Yusuf, S.L.N. (2001). Psikologi perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Interaksi sosial dalah suatu hubungan social yang dinamis antara orang perorangan, antara individu dan kelompok manusia, dan antar kelompok manusia.

Interaksi sosial dalah suatu hubungan social yang dinamis antara orang perorangan, antara individu dan kelompok manusia, dan antar kelompok manusia. 1. Pengertian Interaksi Sosial Interaksi sosial dalah suatu hubungan social yang dinamis antara orang perorangan, antara individu dan kelompok manusia, dan antar kelompok manusia. 2. Proses Interaksi Sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kesuksesan (keberhasilan, keberuntungan) yang berasal dari dasar kata sukses yang berarti berhasil, beruntung (Kamus Bahasa Indonesia,1998), seringkali menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA Virgia Ningrum Fatnar, Choirul Anam Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan virgia_nfatnar@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN BERHITUNG DI TK GIRIWONO 2

PENINGKATAN KEMAMPUAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN BERHITUNG DI TK GIRIWONO 2 PENINGKATAN KEMAMPUAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN BERHITUNG DI TK GIRIWONO 2 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Oleh: LILIS SUHARYANI A.520085055

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk 5 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Manusia dalam kehidupannya tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI

PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI Titing Rohayati 1 ABSTRAK Kemampuan berperilaku sosial perlu dididik sejak anak masih kecil. Terhambatnya perkembangan sosial anak sejak kecil akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE A. Konsep Keterampilan Sosial Anak Usia Dini 1. Keterampilan Sosial Anak usia dini merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan imajinasi,

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL

PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA SMA

HUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA SMA HUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA SMA Lita Afrisia (Litalee22@gmail.com) 1 Yusmansyah 2 Ratna Widiastuti 3 ABSTRACT The research objective was to determine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kemandirian. tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada dilingkungannya hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kemandirian. tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada dilingkungannya hingga 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemandirian 1. Pengertian Kemandirian Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada dilingkungannya

Lebih terperinci

Perkembangan Kognitif, Emosi, dan Bahasa pada Masa Kanak-Kanak Akhir. Dosen Pengampu : Dra. Nadlifah, M.Pd.

Perkembangan Kognitif, Emosi, dan Bahasa pada Masa Kanak-Kanak Akhir. Dosen Pengampu : Dra. Nadlifah, M.Pd. Perkembangan Kognitif, Emosi, dan Bahasa pada Masa Kanak-Kanak Akhir Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan Dosen Pengampu : Dra. Nadlifah, M.Pd. Oleh: Kartika Dwi Astuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang dibutuhkan oleh setiap individu. Sejak lahir, setiap individu sudah membutuhkan layanan pendidikan. Secara formal, layanan pendidikan

Lebih terperinci

Penyuluhan Perkembangan Anak Usia Dini dan Anak Hyperactive Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Chr Argo Widiharto, Suhendri, Venty.

Penyuluhan Perkembangan Anak Usia Dini dan Anak Hyperactive Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Chr Argo Widiharto, Suhendri, Venty. Penyuluhan Perkembangan Anak Usia Dini dan Anak Hyperactive Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan Chr Argo Widiharto, Suhendri, Venty Abstrak Kesibukan orangtua yang bekerja berdampak pada kurang diperhatikannya

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL PADA PENDERITA DIFABEL. Risa Diana Putri 1), Harry Theozard Fikri 2)

INTERAKSI SOSIAL PADA PENDERITA DIFABEL. Risa Diana Putri 1), Harry Theozard Fikri 2) INTERAKSI SOSIAL PADA PENDERITA DIFABEL Risa Diana Putri 1), Harry Theozard Fikri 2) 1) Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia YPTK Padang Risa.diana11@yahoo.com 2) Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam menghadapi zaman yang semakin modern seperti sekarang ini, banyak yang harus dipersiapkan oleh bangsa. Tidak hanya dengan memperhatikan kuantitas individunya,

Lebih terperinci

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta)

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta) 58 Penyesuaian Sosial Siswa Tunarungu PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta) Karina Ulfa Zetira 1 Dra. Atiek Sismiati Subagyo 2 Dr. Dede Rahmat Hidayat, M.Psi 3 Abstrak

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK PRASEKOLAH

PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK PRASEKOLAH PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK PRASEKOLAH Pendahuluan Pada hakikatnya, anak manusia, ketika dilahirkan telah dibekali dengan bermacam-macam potensi yakni kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

Perkembangan Anak Usia Dini Ernawulan Syaodih

Perkembangan Anak Usia Dini Ernawulan Syaodih Perkembangan Anak Usia Dini Ernawulan Syaodih Karakteristik Anak Batasan tentang masa anak cukup bervariasi, istilah anak usia dini adalah anak yang berkisar antara usia 0-8 tahun. Namun bila dilihat dari

Lebih terperinci

Periodisasi Perkembangan Peserta Didik

Periodisasi Perkembangan Peserta Didik Periodisasi Perkembangan Peserta Didik Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu menjelaskan tentang periodisasi perkembangan peserta didik Indikator Mahasiswa mampu menjelaskan periodisasi perkembangan

Lebih terperinci

SPESIALISASI UTAMA DALAM PSIKOLOGI

SPESIALISASI UTAMA DALAM PSIKOLOGI Psikologi Umum 1 SPESIALISASI UTAMA DALAM PSIKOLOGI Ursa Majorsy C A B A N G F O K U S U T A M A Psikologi Klinis Psikologi Konseling Psikologi Perkembangan Psikologi Pendidikan Psikologi eksperimen Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi dalam hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, manusia harus dapat melakukan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan pada setiap umat

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan pada setiap umat BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan pada setiap umat manusia. Setiap anak dilahirkan dengan berbagai kemampuan, bahkan ketika ia dilahirkan. Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

Teori Perkembangan. Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. Luh Mea Tegawati, M.Psi., Psikolog. Perkembangan. Definisi Teori.

Teori Perkembangan. Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. Luh Mea Tegawati, M.Psi., Psikolog. Perkembangan. Definisi Teori. Modul ke: Teori Perkembangan Fakultas PSIKOLOGI Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. Luh Mea Tegawati, M.Psi., Psikolog. Program Studi PSIKOLOGI Definisi Teori Syarat syarat Teori Macam Teori Perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Anak Usia Sekolah 2.1.1 Definisi Anak Usia Sekolah Anak diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari delapan belas tahun dan sedang berada dalam masa tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Interaksi Sosial. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. A. Interaksi Sosial. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara 7 BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengertian Interaksi Sosial A. Interaksi Sosial Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 56 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Begitu juga dengan siswa di sekolah, siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah perkembangan (developmental) merupakan bagian dari masalah psikologi. Masalah ini menitik beratkan pada pemahaman dan proses dasar serta dinamika perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK ABA 010 CABANG KUOK KABUPATEN KAMPAR

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK ABA 010 CABANG KUOK KABUPATEN KAMPAR MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK ABA 010 CABANG KUOK KABUPATEN KAMPAR Guru TK ABA 010 Cabang Kuok Kabupaten Kampar email: herlinaher@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa, oleh karena itu setiap warga Negara harus wajib mengikuti jenjang pendidikan baik jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, motorik, kognitif, sosial emosi serta perkembangan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, motorik, kognitif, sosial emosi serta perkembangan bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Anak Taman Kanak-kanak merupakan bagian dari perkembangan manusia secara keseluruhan. Perkembangan pada usia ini mencakup perkembangan fisik, motorik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk membentuk perkembangan anak-anak yang tidak memiliki keluarga ataupun yang tidak tinggal bersama dengan

Lebih terperinci

MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina

MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina PENDAHULUAN Pendidikan anak usia dini yang menjadi pondasi bagi pendidikan selanjutnya sudah seharusnya

Lebih terperinci

Definisi remaja menurut para ahli - Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yaitu diawali dengan

Definisi remaja menurut para ahli - Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yaitu diawali dengan Pengertian Remaja Definisi Menurut Para Ahli Ciri Tahap dan Perkembangan Masa Remaja Ditulis oleh : Sanjaya Yasin Pengertian Remaja -Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak kanak dan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konferensi Jenewa tahun 1979 ( Saputra, 2005: 3) bahwa aspek aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. konferensi Jenewa tahun 1979 ( Saputra, 2005: 3) bahwa aspek aspek yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia pra sekolah merupakan usia yang efektif untuk mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak. Potensi yang ada pada anak usia dini meliputi aspek aspek perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak pada usia dini akan berpengaruh secara nyata pada

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak pada usia dini akan berpengaruh secara nyata pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam seluruh rangkaian tumbuh kembang manusia, usia dini merupakan usia yang sangat menentukan. Pada usia dini itulah seluruh peletak dasar tumbuh kembang fisik

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI. KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI Rika Yessica Rahma,M.Ikom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Penyiaran

SOSIOLOGI KOMUNIKASI. KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI Rika Yessica Rahma,M.Ikom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Penyiaran Modul ke: SOSIOLOGI KOMUNIKASI Fakultas Ilmu Komunikasi KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN INTERAKSI SOSIAL Interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori usia remaja yang tidak pernah lepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar terhadap kehidupan remaja baik yang

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Fenomena perempuan bercadar merupakan sebuah realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat kita. Fenomena yang terjadi secara alamiah dalam setting dunia

Lebih terperinci

BAB 1V KONSEP DIRI REMAJA DELINQUEN DI DESA LOBANG KECAMATAN LIMPUNG KABUPATEN BATANG

BAB 1V KONSEP DIRI REMAJA DELINQUEN DI DESA LOBANG KECAMATAN LIMPUNG KABUPATEN BATANG BAB 1V KONSEP DIRI REMAJA DELINQUEN DI DESA LOBANG KECAMATAN LIMPUNG KABUPATEN BATANG A. Analisis Konsep Diri Remaja Delinquen di Desa Lobang Kecamatan Limpung Kabupaten Batang Masa remaja merupakan masa

Lebih terperinci

perkawinan yang buruk dimana apabila antara suami istri tidak mampu lagi mencari jalan penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak (Hu

perkawinan yang buruk dimana apabila antara suami istri tidak mampu lagi mencari jalan penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak (Hu KEMANDIRIAN REMAJA YANG MEMILIKI ORANGTUA YANG BERCERAI STARLINA AULIA UNIVERSITAS GUNADARMA ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat kemandirian remaja yang memiliki orangtua yang bercerai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap BAB I PENDAHULUIAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seksual yang tidak sehat khususnya dikalangan remaja cenderung meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap penyalahgunaan

Lebih terperinci

Setelah akhir dari perkuliahan ini, mahasiswa mampu mengembangkan lingkungan pendidikan yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi peserta

Setelah akhir dari perkuliahan ini, mahasiswa mampu mengembangkan lingkungan pendidikan yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi peserta Setelah akhir dari perkuliahan ini, mahasiswa mampu mengembangkan lingkungan pendidikan yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi peserta didik atas dasar pemahaman yang baik dan benar terhadap

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BERSOSIALISASI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DITINJAU DARI JENIS PENDIDIKAN

KEMAMPUAN BERSOSIALISASI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DITINJAU DARI JENIS PENDIDIKAN KEMAMPUAN BERSOSIALISASI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DITINJAU DARI JENIS PENDIDIKAN Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh: ERNA TRI ASTUTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing lagi untuk diperbincangkan. Jumlah perceraian di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI Oleh: Hanggara Budi Utomo Dosen FKIP Universitas Nusantara PGRI Kediri Abstrak Seringkali

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal penting untuk membangun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang menjelaskan mengenai pengertian perkembangan, pengertian emosi, dan pengertian pendidikan anak usia dini. A. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak awal biasanya dikenal dengan masa prasekolah. Pada usia ini, anak mulai belajar memisahkan diri dari keluarga dan orangtuanya untuk masuk dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH

PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH Oleh: Sri Maslihah PENDAHULUAN Dunia anak adalah dunia yang senantiasa menarik perhatian dengan berbagai tingkah laku anak yang luar biasa dinamis, variatif dan inovatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain tentunya sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi harapan orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai orang tua harus mempersiapkan

Lebih terperinci

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa 125120307111012 Pendahuluan Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki setiap individu dan anak. Karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang lain pada manusia ternyata sudah muncul sejak ia lahir,

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat: Pengantar

Perkembangan Sepanjang Hayat: Pengantar Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat: Pengantar Karisma Riskinanti, M.Psi., Psi Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Definisi Teori Syarat-syarat Teori Macam Teori Perkembangan

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sekolah menengah umumnya berusia antara 12 sampai 18/19 tahun, yang dilihat dari periode perkembangannya sedang mengalami masa remaja. Salzman (dalam

Lebih terperinci

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan sosial (social skill) adalah kemampuan untuk dapat berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain. Keterampilan sosial meliputi beberapa hal, diantaranya

Lebih terperinci

Apa respons masyarakat terhadap individu yang sukses atau gagal dalam hidup?

Apa respons masyarakat terhadap individu yang sukses atau gagal dalam hidup? PENGASUHAN POSITIF KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT DIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIKAN KELUARGA 2017 Apa respons masyarakat terhadap

Lebih terperinci