Inovasi Kultur Jaringan Kelapa Sawit
|
|
- Hamdani Sutedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Inovasi Kultur Jaringan Kelapa Sawit Perluasan lahan kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) di Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya, bahkan perusahaan perkebunan negara yaitu PT. Perkebunan Nusantara berencana untuk mengembangkan sekitar 1,8 juta hektar perkebunan kelapa sawit di kawasan perbatasan Indonesia dan Malaysia. Dengan demikian diperlukan bibit dalam jumlah yang sangat banyak. Perbanyakan secara generatif akan menghasilkan tanaman yang beragam karena kelapa sawit merupakan tanaman yang menyerbuk silang. Dengan demikian harus dilakukan perbanyakan secara vegetatif. Teknologi perbanyakan klonal secara konvensional tidak mungkin dilakukan terutama untuk memenuhi kebutuhan bibit yang banyak dalam waktu yang singkat. Salahsatu teknologi alternatif yang menjanjikan adalah teknologi kultur jaringan. Melalui teknologi tersebut telah banyak tanaman yang dapat diperbanyak secara masal, seragam dan dengan waktu yang relatif singkat. Penelitian perbanyakan melalui kultur jaringan sebenarnya telah mulai dirintis sejak lebih dari tiga dasawarsa yang lalu oleh ORSTORM-IRHO/CIRAD Perancis (Rabechault et al., 1972) dan Unilever Inggris (Smith dan Thomas, 1973). Sejak itu teknologi perbanyakan kelapa sawit banyak dilakukan dengan regenerasi melalui jalur embriogenesis somatik. Di masa mendatang khususnya untuk tanaman kehutanan dan tanaman berkayu lainnya, perbanyakan melalui embriogenesis somatik lebih banyak mendapat perhatian terutama untuk produksi benih somatik. Jumlah bibit
2 yang dihasilkan per satuan wadah per satuan waktu lebih banyak daripada cara perbanyakan lainnya. Untuk mendukung program pemuliaan tanaman khususnya rekayasa genetik, jalur embriogenesis somatik lebih disukai karena tanaman dapat berasal dari satu sel somatik, sehingga akan memberikan kepastian hasil yang lebih tinggi dengan mengurangi resiko dihasilkannya khimera (Mariska, 1997). Di samping keuntungan, terdapat beberapa kendala penerapan embriogenesis yaitu: peluang terjadinya mutasi lebih tinggi, metoda lebih sulit, masalah dormansi, daya morfogenesis dari kalus embrionik menurun karena berulang serta memerlukan penanganan yang lebih intensif karena kultur lebih rapuh. Untuk mengatasinya diperlukan penguasaan teknologi perbanyakan yang efisien dengan mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan regenerasi. Dari hasil penelitian sebelumnya telah diperoleh formulasi media untuk pendewasaan dan perkecambahan. Telah diperoleh pula struktur globular yang banyak jumlahnya tumbuh di atas permukaan kalus serta struktur embrio somatik dewasa, kecambah dan tunas. Perbanyakan kelapa sawit melalui kultur jaringan dilakukan dengan regenerasi melalui jalur embriogenesis somatik. Melalui jalur tersebut sampai saat ini banyak dilaporkan adanya kendala abnormalitas yang dikenal dengan istilah buah bersayap ( mantled ) (Corley et al., 1986), dapat terjadi sekitar 5-10% pada populasi bibit asal kultur jaringan, bahkan menurut Subronto et al., (1995) dapat menurunkan produksi sampai 40%. Namun demikian dapat terjadi pemulihan kembali seiring dengan waktu, dan kondisi ini disebut epigenetik (Tregear et al., (2002). Untuk tingkat abnormalitas yang rendah pemulihan menjadi fenotipe yang normal kembali dapat mencapai 100% dan 50% untuk tingkat abnormalitas yang berat dengan waktu pemulihan 9 tahun (Rival et al., 1998). Perubahan sifat genetik atau epigenetik dapat disebabkan oleh frekuensi dan umur kalus (Paranjothy et al., 1993; Euwens et al., 2002), jenis eksplan dan kecepatan proliferasi kalus (Skirvin et al., 1984; Karp, 1995), serta zat pengatur tumbuh (Euwens et al., 2002). Di antara zat pengatur tumbuh auksin yang banyak dilaporkan dapat menyebabkan perubahan genetik adalah 2,4-D (Deambrogio dan Dale, 1980). Dengan interval 8 minggu terjadi pembentukan 2-5% buah bersayap, tetapi dengan yang pendek 2 minggu persentase abnormalitas dapat mencapai 42-60%. Dengan umur embrioid yang pendek masa inkubasinya maka persentase buah bersayap menurun secara drastis, kecuali dengan perlakuan interval 4 minggu dengan konsentrasi sitokinin yang tinggi (Euwens et al., 2002). Umur embrioid yang lama (1 tahun) dapat menyebabkan tingginya abnormalitas (Euwens et al., 2002). Di samping itu pengggunaan daun muda dapat mempengaruhi tanggap eksplan terhadap perlakuan tergantung pada letaknya terhadap apeks. Penggunaan media dasar dapat pula berpengaruh terhadap keberhasilan perbanyakan kelapa sawit melalui kultur jaringan (Muniran et al., 2001). Untuk induksi kalus embriogenik kelapa sawit, Sianipar et al., (2007) menggunakan media MS yang diperkaya 2,4-D 100 mg/l, kinetin 0-1 mg/l, air kelapa
3 10% serta arang aktif. Dengan formulasi media di atas terjadi variasi struktur yang sangat tinggi pada pembentukan embrio somatik mulai dari tahap globular sampai dengan kotiledon. Untuk proliferasi kalus embriogenik digunakan media De Fossard. Pada tahap pendewasaan embrio somatik, Sumaryono et al., (2007) menanam kalus pada media MS ditambah 2,4-D 1 mg/l, kinetin 0,1 mg/l, air kelapa 10% dan kasein hidrolisat 100 mg/l. Kalus yang terbentuk kemudian diproliferasi pada media De Fossard yang diberi 2,4-D 5 mg/l dan kinetin 0,1 mg/l. Pada tanaman yang sama yaitu kelapa sawit, Duval et al., (1994) berhasil mendapatkan kalus embriogenik dengan memakai garam makro MS, garam mikro Nitsch s (1969), vitamin Morel dan Vettmore (1951) yang diberi adenine sulfat 30 mg/l, 2,4-D 99,5 mg/l dan BA 1 mg/l. Dari percobaan tersebut di atas umumnya menggunakan arang aktif dan auksin 2,4-D dengan konsentrasi yang tinggi. Dengan demikian penentuan formulasi media merupakan salahsatu faktor penting dalam perbanyakan kelapa sawit melalui kultur jaringan. Strategi penetapan teknologi yang baik sangat penting dilakukan, antara lain penggunaan formulasi media yang tepat sehingga dapat mempercepat proses produksi, jumlah bibit yang dihasilkan, serta dapat menekan tingkat abnormalitas buah bersayap. Demikian pula subkultur harus diatur dengan tepat agar masalah abnormalitas dapat ditekan. Beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam regenerasi melalui jalur embriogenesis somatik antara lain produksi kalus embriogenik, tahap pendewasaan
4 kalus, tahap perkecambahan, tahap kotiledon dan pembentukan benih somatik (Mariska, 1997). Setiap tahapan tersebut memerlukan formulasi media yang berbeda. Pada tahap awal yaitu pembentukan kalus embriogenik diperlukan auksin dengan konsentrasi yang tinggi dan kondisi ini dapat menyebabkan gangguan ekspresi gen yang diakibatkan zat pengatur tumbuh (Paranjothy et al., 1993). Struktur kalus yang remah dan pertumbuhan yang cepat dapat menyebabkan abnormalitas yang sangat tinggi (Duran et al., 1993; Jaligot et al., 2000). Perbaikan metoda kultur jaringan telah dilakukan dengan berbagai teknik untuk menekan terjadinya buah bersayap. Walaupun memberikan hasil yang cukup baik tapi masih ada yang menunjukkan abnormalitas buah bersayap (Soh, 2006). Di Malaysia, buah bersayap meningkat sampai 80% selama 3-4 tahun proses regenerasi kultur (Euwens et al., 2002). Terjadinya abnormalitas pada tanaman kelapa sawit asal kultur jaringan cukup tinggi namun tetap diminati karena berdasarkan satuan tanaman, produktifitas tanaman hasil kultur jaringan terbukti lebih tinggi 23 sampai 39% dibandingkan tanaman asal benih (Subronto et al., 1995). Dengan jaminan tingkat abnormalitas yang rendah (5-10%) bibit asal kultur jaringan tetap diminati. Oleh karena itu diperlukan protokol teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan kelapa sawit dengan tingkat abnormalitas yang rendah, yaitu mencoba jenis auksin lain pada konsentrasi yang optimal, dengan frekuensi yang rendah dan kombinasi jenis auksin yang daya aktifitasnya lebih rendah. Penggunaan auksin dengan daya aktifitas yang tidak sekuat 2,4-D, tetap mampu menginduksi pembentukan kalus embriogenik meskipun pertumbuhannya tidak secepat pada media dengan menggunakan 2,4-D. Penambahan auksin jenis NAA, pikloram dan dicamba tetap mampu menginduksi pembentukan kalus. Penelitian Penelitian kultur jaringan kelapa sawit ini merupakan kerjasama dengan PT. Katingan Indah Utama yang telah berjalan sejak tahun 2008 dan direncanakan hingga Penelitian dilakukan di laboratorium kultur jaringan, Kelompok
5 Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, BB-BIOGEN, Bogor. Langkah pertama dari penelitian ini adalah pengambilan sumber eksplan dari ortet (tanaman terpilih) yang berupa umbut (daun muda) atau spear yang belum membentuk klorofil. Ortet merupakan tanaman D x P asal Costa Rica dan Socfindo yang terletak di Kebun Santilik, PT. Intiga Prabakara Kahuripan dan Kebun Mentaya, PT. Katingan Indah Utama. Langkah sebelum penanaman eksplan yaitu umbut dipotong dengan ukuran 2-4 cm kemudian disterilisasi berturut-turut dengan alkohol 70% selama 5 menit, klorox 20% selama 5 menit, larutan glukosa selama 30 menit dan terakhir dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali. Eksplan yang ditanam berupa daun muda yang dipotong-potong dengan ukuran cm tanpa dibuka sehingga terdiri dari 2 helaian daun yang saling menutupi. Eksplan kemudian ditanam di dalam botol yang terdiri atas 4 potongan daun. Botol kultur selanjutnya disimpan dalam ruang kultur bersuhu ± 25 o C 27 o C dalam kondisi gelap hingga terbentuk kalus. Setiap 8 minggu setelah tanam dilakukan subkultur pada formulasi media yang sama. Tabel 1. Komposisi media dasar MS modifikasi dan Vitamin MV NO. GARAM MINERAL MS HARA MAKRO mg/l 1. KNO NH 4 NO CaCl 2.2H 2 O MgSO 4.7H 2 O KH 2 PO HARA MIKRO mg/l 1. MnSO 4. 4H 2 O 18,9 2. ZnSO 4.7H 2 O H 3 BO KI 0,83 5. Na 2 MoO 4.2H 2 O 0,25 6. CuSO 4.5H 2 O 0, CoCl 2.6H 2 O 0, FeSO 4.7H 2 O 27,85 9. Na 2 EDTA.2H 2 O 37,25 VITAMIN MV mg/l 1. Inositol 100
6 2. Thiamine-HCl 1,0 3. Nicotinic Acid 1,0 4. Pyridoxine-HCl 1,0 5. Ca pantothenate 1,0 6. Biotin 0,01 Keterangan : Vitamin MV = Vitamin Morel & Vettmore Media dasar yang digunakan adalah media MS modifikasi, vitamin MV (Tabel 1), arang aktif dan media dipadatkan dengan penambahan gelrite 2 g/l. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan adalah pikloram dan NAA untuk media induksi kalus, 2,4-D dan BA untuk proliferasi kalus, serta BA dan kinetin untuk media perkecambahan. Kemasaman (ph) media diatur pada skala dengan KOH atau HCl 0,1 N. Media yang sudah dimasukkan dalam botol kultur kemudian disterilkan dengan autoclave pada suhu 121 o C dengan tekanan 1 kg/cm 2 selama 20 menit. Setelah media steril, dibiarkan selama beberapa hari (1-7 hari). Setelah itu, eksplan yang berupa potongan daun muda segera ditanam di media. Eksplan yang ditanam adalah spear 12, spear 13, spear 14 dan spear 15. Selain menanam eksplan daun muda pada media induksi kalus KS 40, penelitian juga meneruskan kegiatan tahun sebelumnya yaitu subkultur kalus embrionik dan struktur embrio somatik (globular, torpedo) dari spear 1-10 dan menguji reproduksibilitas spear 1-b. Penelitian tersebut bertujuan untuk induksi dan proliferasi kalus serta subkultur struktur embrio somatik yang mulai dewasa dari spear 1-3. Metode Penelitian kultur jaringan kelapa sawit dimulai sejak tahun Pada tahun pertama dan kedua mencari metoda untuk pertumbuhan kalus embriogenik dan regenerasinya membentuk struktur embrio somatik tahap awal (globular dan hati). Tahun ketiga penelitian diarahkan menggunakan media terbaik yang dihasilkan tahun pertama dan kedua untuk mengetahui reproducibility metoda yang dihasilkan dan regenerasinya membentuk struktur embrio dewasa dan pembentukan kecambah serta tunas. Pada tahun yang sama diharapkan tunas dapat memanjang sehingga dapat diakarkan pada media perakaran. Pada tahun keempat kalus dan embrio somatik yang belum beregenerasi membentuk kecambah dan tunas disubkultur pada media baru. Apabila pada tahun ketiga sudah dapat dihasilkan plantlet maka dilakukan aklimatisasi serta akan dilakukan pula perakaran secara ex vitro. Kegiatan penelitian di laboratorium dan lapangan. Kegiatan di laboratorium untuk melakukan perbanyakan melalui kultur jaringan (pembuatan dan sterilisasi media tanam), penanaman eksplan, penyimpanan botol kultur pada ruang inkubasi serta pengamatan biakan. Untuk kegiatan lapang antara lain pengambilan
7 umbut sebagai sumber eksplan (bahan tanaman) yang akan ditanam secara kultur jaringan. Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahun anggaran Pebruari 2011 Pebruari 2012 meliputi: 1) penanaman eksplan daun dari spear 12, 13, 14 dan 15, 2) subkultur kalus embriogenik dan struktur embrio somatik dan 3) induksi akar pada tunas in vitro. 1. Penanaman eksplan daun muda dari spear 12, 13, 14 dan 15 Isolasi dan penanaman eksplan (spear A, B, C, D dan E) spear 12 dan 13 dilakukan pada bulan Maret dan April Formulasi media yang digunakan adalah KS 40 yaitu MS + arang aktif + NAA + picloram. Eksplan daun muda yang belum mampu menginduksi kalus disubkultur pada media KS 40 setiap 2-3 bulan sekali dengan frekuensi maksimal 5-6 kali. Apabila kalus telah terbentuk maka dilakukan subkultur untuk memisahkan daun yang berkalus dan tidak, subkultur dilakukan pada media KS 40. Untuk spear 14 dan 15 penanaman dilakukan pada awal bulan Agustus 2011 dan Pebruari 2012 dengan perlakuan yang sama dengan spear 12 dan Subkultur kalus embriogenik dan struktur embrio somatik Kalus yang berasal dari spear 1-11 yang diinduksi pada media KS 40 disubkultur kembali pada media yang sama untuk proliferasi kalus. Subkultur dilakukan berulang setiap 2-3 bulan dengan frekuensi maksimal 5-6 kali. Apabila pembentukan kalus nodular sudah terbentuk pada media subkultur dengan frekuensi rendah (2-3 kali) maka kalus dapat langsung disubkultur pada media pendewasaan. Kalus yang menunjukkan pembentukan struktur embriosomatik globular disubkultur pada media pendewasaan yaitu media KS 75 (MS + arang aktif + 2,4-D + BA + Adenin Sulfat). Disamping itu dapat pula disubkultur pada media pendewasaan lainnya yaitu KS 40 + GA3, KS 40 ½ zat pengatur tumbuh (ZPT) + vitamin Morel dan Vettmore (MV). Vitamin MV = Meso inositol 100 mg/l + Tiamin 1 mg/l + Piridoksin 1 mg/l + Asam Nikotinat 1 mg/l + Ca pantotenat 1 mg/l + Biotin 0,01 mg/l (Tabel 1). Untuk memacu pembentukan struktur bipolar dan tunas. Struktur embrio somatik dewasa disubkultur kembali pada media MS modifikasi + BA + Kinetin + antioksidan. Apabila pertumbuhan ke arah pemanjangan lambat maka ke dalam media diberikan pula GA3. Pengamatan dilakukan pada bulan Agustus 2011 sampai dengan Pebruari Peubah yang diamati yaitu jumlah kalus, jumlah embrio somatik, jumlah tunas, serta visual biakan. Disamping itu dilakukan pula pengamatan pada jumlah eksplan yang ditanam. 3. Induksi akar pada tunas in vitro Tunas yang diperoleh pada tahap sebelumnya dan panjangnya sudah mencapai ± 4 cm disubkultur pada media perakaran yaitu MS ½ + IBA kombinasi dengan NAA
8 + asam amino + antisoksidan). Peubah yang diamati yaitu waktu inisiasi akar, panjang dan jumlah akar serta visual biakan. Hasil Penelitian Penanaman eksplan daun muda dari spear 12, 13, 14 dan 15 Penanaman eksplan daun muda spear 12 dan 13 dilakukan pada bulan Maret dan April 2011 pada media yang telah teruji dapat menginduksi kalus embriogenik yaitu KS 40. Sampai saat ini dari spear tersebut belum ada eksplan yang membentuk kalus (Tabel 2). Untuk spear 14 penanaman dilakukan pada awal bulan Agustus Dari spear 14 sudah ada eksplan daun muda yang membentuk Gambar 1. Eksplan jaringan daun muda dari spear 14 pada KS 40 yang sudah membentuk struktur globular kalus berbentuk globular (Gambar 1) walaupun spear 14 ditanam bulan Agustus dibandingkan spear 12 dan 13 (Maret dan April) tetapi dengan pohon induk yang berbeda (dengan varietas yang sama dan berasal dari lokasi yang sama) memberikan respon yang berbeda pula. Dengan demikian kondisi fisiologis pohon induk sangat menentukan keberhasilan. Awal bulan Pebruari 2012 telah ditanam spear 15 pada formulasi media yang sama yaitu KS 40. Dari spear 11 yang ditanam pada bulan Oktober 2010 telah terbentuk sebanyak 46 kalus embriogenik (pada bulan Januari 2011) dan Pebruari 2012 sudah terbentuk sebanyak 96. Terjadi peningkatan kemampuan dalam membentuk populasi sel somatik. Kandungan zat pengatur tumbuh (ZPT) NAA kombinasi dengan picloram nampaknya mampu memacu proses dediferensiasi sel pada beberapa spear tertentu, tetapi pada spear lain yaitu 12 dan 13 tidak dapat memacu pembentukan kalus. Media KS 40 merupakan formulasi media yang sudah teruji dari hasil percobaan sebelumnya (Mariska, dkk., 2008 dan 2009 a+b ). Gaba (2005) menyatakan bahwa sifat genetik pohon induk sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan melakukan proses dediferensiasi. Kondisi tersebut dibuktikan dari hasil penelitian ini yang menunjukkan adanya spear tertentu dari pohon induk yang berbeda, ada eksplan yang tidak mampu membentuk kalus embriogenik, walaupun sudah mengalami periode kultur in vitro yang lama (Tabel 2). Nampaknya kondisi iklim sangat berpengaruh pula pada kondisi fisiologis pohon induk, hal tersebut terlihat dari kemampuan spear 1 dan 1-B melakukan proses dediferensiasi. Eksplan jaringan daun muda yang berasal dari spear 1-B pohon induknya sama dengan spear 1. Sekitar 1,5 tahun setelah isolasi bahan tanaman yang pertama (April 2008), maka tunas tumbuh kembali. Untuk mengetahui reproducibility formulasi media KS 40 maka dilakukan pemotongan kembali umbut daun muda dari pohon induk yang sama (Nopember 2009). Namun hasil yang diperoleh sangat berbeda, hanya 3 kalus embriogenik yang terbentuk. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
9 dengan kondisi fisiologis pohon induk yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula, walaupun ditanam pada formulasi media yang sama yaitu KS 40. No Spear Tabel 2. Kondisi biakan sampai dengan bulan Pebruari 2012 (torpedo, struktur bipolar) Waktu Penanaman Jumlah Eksplan (botol)* Jumlah Kalus (botol)** Jumlah Kalus embriogenik (botol)** Jumlah Embrio Somatik (botol)** Tunas (botol) 1 April Juni Agustus Nopember Januari April Juli Oktober Nopember Juli B Nopember Oktober Maret April Agustus Pebruari 2012 A B C D E F Total Keterangan : * Satu botol biakan berisi empat eksplan ** Satu botol biakan berisi satu hingga puluhan kalus embrionik, embrio somatik dewasa, kecambah (struktur bipolar) Jumlah kalus yang paling banyak tetap berasal dari spear 1 yaitu 95. Dari spear 1, 2 dan 3 kalus embriogenik telah disubkultur berulang kali pada media pendewasaan, perkecambahan dan pertumbuhan tunas sehingga sampai saat terjadi penurunan jumlah kalus embriogenik. Spear 11 walaupun baru ditanam tapi kalus yang terbentuk cukup banyak yaitu 96, lebih banyak daripada spear lainnya. Bahkan dari
10 Gambar 2. Pembentukan embrio somatik struktur bipolar dan tunas spear 11 kalusnya sudah ada yang mampu beregenerasi membentuk embrio somatik dewasa. Sampai dengan bulan Pebruari 2012 jumlah kalus embriogenik yang ada sebanyak 310. Kalus tersebut merupakan sumber awal yang sangat potensial untuk menghasilkan struktur embrio somatik dan plantlet. Dengan semakin banyak kalus embriogenik yang dihasilkan maka peluang mendapatkan plantlet (benih somatik) semakin meningkat. KS 40 merupakan formulasi media yang terbaik dari sekitar 77 formulasi yang telah dicobakan pada awal tahun penelitian yaitu Dari penelitian tersebut teramati pula pada tahun berikutnya bahwa kalus embriogenik terbentuk ± 2.5 bulan setelah tanam pada media KS 40 (Mariska, dkk., 2009 a+b ). Kalus kemudian disubkultur pada media yang sama dengan frekuensi 4-5 kali dengan tujuan untuk proliferasi kalus embriogenik dan meningkatkan kemampuan daya regenerasi Gambar 3. Pertumbuhan tunas ke arah pemanjangan pada media yang mengandung BA, Kinetin, dan GA3 Gambar 4. Pembentukan daun dari tunas pada media yang mengan dung BA, Kinetin, dan GA3
11 Gambar 6. Pembentukan struktur embrio somatik stadia awal (globular dan hati) yang bergerombol di atas kalus embriogenik membentuk struktur embrio somatik stadia awal (globular). Kalus yang bernodul kemudian disubkultur pada media KS 40 + Vit MV + ½ ZPT atau KS 40 + Vit MV (tanpa ZPT). Pada media tersebut di atas secara visual teramati ada nodul-nodul yang tumbuh dan berkembang membentuk struktur embrio somatik stadia lanjut. Kalus embriogenik umumnya terbentuk pada medium yang mengandung auksin terutama auksin sintetik seperti 2,4-D, picloram dan NAA dengan konsentrasi yang relatif tinggi. Auksin sintetis seperti 2,4-D mempunyai peran yang sangat penting dalam menginduksi dan memelihara kelangsungan pembelahan sel (Mahalakshmi, et al., 2003) dan mengarahkan perkembangan sel menjadi populasi sel yang
12 embriogenik (Chugh dan Khurana, 2002). Satu mekanisme auksin dapat mengatur proses embriogenesis somatik melalui asidifikasi pada sitoplasma dan atau dinding sel (Kutschera, 1994). Ada dua mekanisme yang penting dalam pembentukan sel embrionik yaitu pembelahan sel asimetris dan pemanjangan sel (Emons, 1994). Diharapkan dengan adanya respon awal tersebut akan diikuti dengan proses pembelahan sel secara mitosis dan akhirnya terbentuk kalus embriogenik. Setelah berumur 3-4 bulan kalus disubkultur berulang untuk memacu proses dediferensiasi membentuk struktur embrio somatik. Secara visual terlihat pula adanya perubahan warna kalus menjadi hijau yang mencirikan perubahan kalus ke fase meristemoid, Swhartz et al., (2005) menyatakan bahwa fase meristemoid merupakan perubahan ke fase proses determinasi yaitu perubahan menonjol menuju diferensiasi sel. Subkultur kalus embriogenik dan struktur embrio somatik Jumlah embrio somatik dewasa masih rendah karena kelapa sawit merupakan tanaman tahunan berkayu dan monokotil yang sangat lambat dalam proses regenerasinya. Kelapa sawit dalam kultur jaringan termasuk dalam tanaman yang rekalsitran dan sudah diketahui sejak lama sehingga sangat sulit dipacu membentuk kalus embriogenik dan regenerasinya membentuk struktur embrio somatik. Di samping kalus embriogenik dilakukan subkultur struktur embrio somatik dewasa pada media MS modifikasi + vit MV + BA + Kinetin. Pada media tersebut secara
13 visual terlihat mulai adanya pembentukan kecambah (struktur bipolar) dan tunas (Gambar 2). Kecambah maupun struktur bipolar dan tunas yang terbentuk berasal dari spear 2 dan 3 sebanyak 81 (Tabel 2). Terlihat bahwa dengan kondisi fisiologis dan sifat genetik pohon induk yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda pula walaupun berasal dari varietas yang sama. Kondisi fisiologis berbeda karena pengambilan bahan tanaman yang akan dikulturkan berbeda waktunya sehingga kondisi iklim sangat berpengaruh terhadap respon eksplan terhadap formulasi media. Walaupun spear 1 paling banyak membentuk kalus embriogenik, tetapi kemampuan regenerasi membentuk kecambah dan tunas spear 3 lebih tinggi. Secara visual terlihat bahwa kecambah dan tunas pertumbuhannya sangat lambat, untuk itu dilakukan subkultur kembali pada media kombinasi BA dan kinetin dengan konsentrasi BA diturunkan dan ditambah GA3. Pada media tersebut, terlihat tunas tumbuh secara signifikan ke arah pemanjangan (Gambar 3). Dari hasil pengamatan sementara pada formulasi media baru tersebut ada tunas yang tumbuh memanjang juga daunnya mulai membuka (Gambar 4). Untuk pertumbuhan tinggi biakan Davies (2004) menyatakan bahwa sitokinin dapat berpengaruh terhadap proses pembelahan sel seperti untuk penambahan luas jaringan dan pertambahan tinggi tunas. Demikian pula Maxwell dan Keiker (2004) menyatakan bahwa sitokinin berinteraksi dengan zat pengatur tumbuh lainnya seperti GA3 (Davies, 2004) dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman. Dengan peningkatan konsentrasi kinetin dan penambahan GA3 diharapkan tunas dapat tumbuh memanjang dengan cepat sehingga layak untuk diakarkan secara in vitro. Sampai dengan bulan Pebruari 2012, jumlah struktur embrio somatik, torpedo dan bipolar sebanyak 64 dan akan disubkultur pada media baru dengan pengkulturan secara individu tidak bergerombol (Gambar 5). Jumlah tunas yang kondisi visualnya sangat baik dan pertumbuhannya ke arah pemanjangan relatif cepat ada 9. Pada bulan April 2012, tunas tersebut akan dipindahkan dan ditanam pada media perakaran. Dari pengamatan secara visual terlihat bahwa struktur embrio somatik globular dari setiap biakan terbentuk sangat banyak, sehingga sulit dihitung karena satu sama lain menempel dan tumbuh bergerombol (Gambar 6). Bahkan dari struktur globular yang terlihat warna putih kekuningan dan bening sudah mulai terbentuk struktur embrio somatik yang lebih lanjut seperti hati dan torpedo. Induksi akar pada tunas in vitro Apabila tunas tingginya sudah mencapai ± 4 cm akan diakarkan pada media De Fossard et al., (1974) yang diberi IBA dan NAA pada kegiatan sebelumnya. Telah dicoba mengakarkan pada media MS + IBA + NAA tapi belum ada yang mampu berakar. Tunas yang diakarkan jumlahnya masih sangat sedikit yaitu 5.
14 Kesimpulan 1. Kondisi biakan khususnya kalus embriogenik sampai dengan bulan Pebruari 2012 sebanyak 310, jumlah embrio somatik dewasa 64 serta jumlah tunas Untuk struktur embrio somatik globular dan scutellar jumlahnya sangat banyak, sangat sulit dihitung karena tumbuh bergerombol di atas kalus.
15 3. Kalus dari spear 3 lebih mampu beregenerasi membentuk kecambah dan tunas dibanding dengan spear 1 dan Formulasi media MS modifikasi (Vitamin MV) + BA + Kinetin + GA3 mampu memacu pembentukan kecambah dan tunas. 5. Pertumbuhan tunas ke arah pemanjangan sangat lambat untuk itu perlu dilakukan subkultur kembali pada media yang mengandung GA3. 6. Protokol perbanyakan melalui somatik embriogenesis yang diperoleh pada tahun 1, 2 dan 3 dapat diulang pada beberapa spear. Dengan demikian ada harapan protokol yang diperoleh dapat digunakan untuk perbanyakan vegetatif kelapa sawit. I. Mariska, S. Hutami, D. Sukmadjaja, M. Kosmiatin, S. Rahayu, S. Utami BB-BIOGEN, Bogor Petunjuk Cara Melipat: Cover Cover Cover Cover Cover 1. Ambil dua Lembar halaman 13,14, 19 dan Lipat sehingga cover buku (halaman warna) ada di depan. 3. Lipat lagi sehingga dua melintang ke dalam kembali 4. Lipat dua membujur ke dalam sehingga cover buku ada di depan 5. Potong bagian bawah buku sehingga menjadi sebuah buku
GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Kuliah 11 KULTUR JARINGAN GAHARU Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi KULTUR JARINGAN Apa yang dimaksud dengan kultur jaringan? Teknik menumbuhkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons pertumbuuhan tertinggi diperoleh pada eksplan biji panili yang ditanam dalam medium tomat. Pada perlakuan tersebut persentase rata-rata
Lebih terperinciKultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang
AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup penting. Komoditas kacang tanah diusahakan 70% di lahan kering dan hanya 30% di
Lebih terperinci3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat
15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan kesediaan lahan yang masih cukup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman utama perkebunan di Indonesia disamping karet, the, coklat dan lain-lain. Kelapa sawit mempunyai masa depan yang cukup cerah saat ini.
Lebih terperinciREGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK
MODUL - 3 DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK Oleh: Pangesti Nugrahani Sukendah Makziah RECOGNITION AND MENTORING PROGRAM PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang dikenal sebagai sumber utama penghasil minyak nabati sesudah kelapa. Minyak sawit kaya akan pro-vitamin
Lebih terperinciKombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1)
Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta Reny Fauziah Oetami 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Perbanyakan tanaman
Lebih terperinciRegenerasi Tanaman secara In Vitro dan Faktor-Faktor Yang Mempenaruhi
Regenerasi Tanaman secara In Vitro dan Faktor-Faktor Yang Mempenaruhi Berita, Institusi - Kamis, September 20, 2012 http://biogen.litbang.deptan.go.id/index.php/2012/09/regenerasi-tanaman-secara-in-vitro-dan-faktor-faktor-yang-mempenaruhi/
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu
11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu rumput-rumputan. Saccharum officinarum merupakan spesies paling penting
Lebih terperinci13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.)
REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.) Oleh : Toni Herawan disampaikan pada : Seminar Nasional Bioteknologi Hutan YOGYAKARTA, OKTOBER 2012 PENDAHULUAN Cendana tumbuh dan berkembang secara alami
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas tebu dan rendahnya tingkat rendemen gula. Rata-rata produktivitas tebu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan
TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian
14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai
Lebih terperinciLAMPIRAN. Lampiran 1. Persentase Data Pengamatan Kultur yang Membentuk Kalus. Ulangan I II III. Total A 0 B
LAMPIRAN Lampiran 1. Persentase Data Pengamatan Kultur yang Membentuk Kalus Ulangan I II III Total A 0 B 0 0 0 0 0 A 0 B 1 0 0 0 0 A 0 B 2 0 0 0 0 A 0 B 3 0 0 0 0 A 1 B 0 1 1 1 3 A 1 B 1 1 1 1 3 A 1 B
Lebih terperinciPEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN
Laporan Pratikum Dasar-Dasar Bioteknologi Tanaman Topik 1 PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN Oleh : Arya Widura Ritonga ( A24051682 ) Agronomi dan Hortikultura 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kultur
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
26 A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui pengaruh
Lebih terperinciLAMPIRAN. Persiapan alat dan bahan. Sterilisasi alat. Pembuatan media. Inisiasi kalus. Pengamatan. Penimbangan dan subkultur.
LAMPIRAN Lampiran 1 Skema Penelitian Persiapan alat dan bahan Sterilisasi alat Pembuatan media Inisiasi kalus Pengamatan Penimbangan dan subkultur Hasil 80 81 Lampiran 2 Skema Kerja Sterilisasi Alat Direndam
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu
30 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian yang bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu pada medium Murashige-Skoog
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di
Lebih terperinciLAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN Lampiran A. Komposisi Media MS (Murashige & Skoog) 1962 Bahan Kimia Konsentrasi Dalam Media (mg/l) Makro Nutrien NH 4 NO 3 1650,000 KNO 3 1900,000 CaCl 2. H 2 O 440,000 MgSO 4. 7H 2 O 370,000
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. Selama masa inkubasi, kalus mulai terlihat tumbuh pada minggu ke-5. Data hari tumbuhnya kalus seluruh
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan
9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Kacang Tanah Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus
Lebih terperinciLampiran 1. Data Pengamatan Jumlah Muncul Tunas (Tunas) PERLAKUAN ULANGAN
Lampiran 1. Data Pengamatan Jumlah Muncul Tunas (Tunas) G1A1 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 5,0 1,0 G1A2 0 1,0 0 1,0 0 2,0 0,4 G1A3 1,0 0 1,0 0 0 2,0 0,4 G1A4 1,0 0 1,0 1,0 1,0 4,0 0,8 G1A5 1,0 1,0 0 1,0 1,0 4,0
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis anggrek asli Indonesia yang penyebarannya meliputi daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan
12 menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan penghasil beras sejak jaman prasejarah.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.
Lebih terperinciKontaminasi No Perlakuan U1 U2 U3 U4 U5 U6 Total 1 B B B B B
40 Lampiran A. Data Pengamatan MINGGU KE-1 Kontaminasi 1 B0 0 0 0 0 0 0 0 2 B1 0 0 0 0 0 0 0 3 B2 0 0 1 1 1 0 3 4 B3 0 0 1 1 0 0 2 5 B4 1 0 0 0 1 1 3 Panjang akar 1 B0 0 0.9 0 0.2 0 0 1.1 2 B1 0.1 0.2
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) bukanlah tanaman asli Indonesia tetapi berasal dari Afrika. Kelapa sawit diintroduksi ke Asia Tenggara pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang berguna untuk bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Selain itu, kacang tanah merupakan
Lebih terperinciUlangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV
Lampiran 1. Bagan Penelitian Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV A0B2 A3B1 A2B0 A1B0 A0B3 A3B0 A2B1 A1B1 A1B2 A2B0 A0B2 A0B0 A1B3 A2B1 A0B3 A0B1 A3B0 A3B2 A2B2 A3B2 A3B1 A3B3 A2B3 A3B3 A0B0 A0B2
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk
22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
10 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dimulai pada bulan Maret
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit disebut dengan nama latin Elaeis guineensis Jacq. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guineensis
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan
13 I. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Univeristas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
22 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I. Induksi Kalus Awalnya percobaan ini menggunakan rancangan percobaan RAL 2 faktorial namun terdapat beberapa perlakuan yang hilang akibat kontaminasi kultur yang cukup
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang merupakan salah satu jenis tanaman asal Asia Tenggara yang kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tanaman pisang memiliki ciri spesifik
Lebih terperinciTEKNOLOGI KULTUR JARINGAN PERBANYAKAN TANAMAN SELAIN BENIH. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Pertama BBP2TP Surabaya
TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN PERBANYAKAN TANAMAN SELAIN BENIH Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Pertama BBP2TP Surabaya Dengan semakin berkembangnya teknologi pertanian penyediaan benih tidak hanya dapat diperoleh
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan
22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN MULTIPLIKASI TUNAS DARI TUNAS IN VITRO (TANAMAN ANGGREK DAN KRISAN) Disusun Oleh : Puji Hanani 4411413023 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggrek merupakan jenis tanaman hias yang digemari konsumen. Jenis anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan Phalaenopsis dari Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai lebih dari 800 juta US$ dan meningkat menjadi lebih dari 1.2 milyar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa utama di Indonesia setelah kelapa sawit dan karet. Pada tahun 2010, total eksport kopi Indonesia
Lebih terperinciLampiran 1. Deskripsi Varietas Kedelai. Varietas Anjasmoro
Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kedelai Varietas Anjasmoro Nama varietas : Anjasmoro Kategori : Varietas ungggul nasional (released variety) SK : 537/Kpts/TP.240/10/2001 tanggal 22 Oktober tahun 2001 Tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang sangat penting di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang sangat penting karena beras masih
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri
III. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri dari 2 percobaan yaitu: 1. Pengaruh konsentrasi BA dan varietas pisang (Ambon Kuning dan Raja Bulu)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Proliferasi Kalus Embriogenik Kalus jeruk keprok Garut berasal dari kultur nuselus yang diinduksi dalam media dasar MS dengan kombinasi vitamin MW, 1 mgl -1 2.4 D, 3 mgl -1 BAP, 300
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di
22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pengaruh Auksin (2,4 D) Dan Air Kelapa Terhadap Induksi Kalus Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan. Namun akhir-akhir ini ekosistem hutan luasnya sudah sangat berkurang. Melihat hal ini pemerintah menggalakkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nenas merupakan buah tropika ketiga setelah pisang dan mangga yang diperdagangkan secara global (Petty et al. 2002) dalam bentuk nenas segar dan produk olahan. Hampir
Lebih terperinciTugas Akhir - SB091358
Tugas Akhir - SB091358 EFEKTIVITAS META-TOPOLIN DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO STROBERI (Fragaria ananassa var. DORIT) PADA MEDIA MS PADAT DAN KETAHANANNYA DI MEDIA AKLIMATISASI Oleh Silvina Resti
Lebih terperinciDAFTAR LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A. Komposisi Media MS (Murashige & Skoog) 1962 Bahan Kimia Konsentrasi Dalam Media (mg/l) Makro Nutrien NH 4 NO 3 1650,000 KNO 3 1900,000 CaCl 2. H 2 O 440,000 MgSO 4. 7H 2 O 370,000
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Histodifferensiasi Embrio Somatik
BAHAN DAN METODE Histodifferensiasi Embrio Somatik Bahan Tanaman Kalus embriogenik yang mengandung embrio somatik fase globular hasil induksi/proliferasi dipisahkan per gumpal (clump) dan diletakkan diatas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang diyakni merupakan anggrek terbesar yang pernah ada. Anggrek ini tersebar
Lebih terperinciNo. 02 Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2010
No. 02 Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2010 Perakitan Varietas dan Teknologi Perbanyakan Benih secara Massal (dari 10 menjadi 1000 kali) serta Peningkatan Produktivitas Bawang merah (Umbi dan TSS) (12
Lebih terperinciTEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS
TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS PENDAHULUAN. Kultur jaringan adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Bagi Indonesia, kakao merupakan sumber
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Bagi Indonesia, kakao merupakan sumber devisa non-migas
Lebih terperinciKULTUR JARINGAN TUMBUHAN
Petunjuk Praktikum KULTUR JARINGAN TUMBUHAN SBG 147. Disusun Oleh : Victoria Henuhili victoria@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Lebih terperinciTentang Kultur Jaringan
Tentang Kultur Jaringan Kontribusi dari Sani Wednesday, 13 June 2007 Terakhir diperbaharui Wednesday, 13 June 2007 Kultur Jaringan Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman
Lebih terperinciIsi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011
Teknologi Kultur Jaringan Tanaman materi kuliah pertemuan ke 9 Isi Materi Kuliah Kultur Kalus Sri Sumarsih Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog:
Lebih terperinciIV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman
Lebih terperinciPembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin
Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Nikman Azmin Abstrak; Kultur jaringan menjadi teknologi yang sangat menentukan keberhasilan dalam pemenuhan bibit. Kultur jaringan merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan
Lebih terperinciPEMBAHASA. Proses Pengadaan Bahan Tanaman
51 PEMBAHASA Proses Pengadaan Bahan Tanaman Pengadaan Bahan Tanaman Secara Konvensional. Teknik pengadaan bahan tanaman secara konvensional di PPKS melalui penyerbukan bantuan (assisted pollination) oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi sebelum masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun mencapai US$ 681 juta pada tahun 2011 (FAO, 2013). Kopi memegang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas perkebunan terbesar ke empat di Indonesia setelah karet, kelapa sawit dan cokelat (BPS, 2013). Komoditas tersebut mampu menjadi sumber pendapatan
Lebih terperinciMembuat Larutan Stok A. Teori kepekatan jumlah larutan
Membuat Larutan Stok A. Teori Dewasa ini beberapa jenis media kultur jaringan dapat dibeli dalam bentuk bubuk yang telah dipersiapkan. Hal ini tergantung dari jenisnya, ada yang hanya mengandung garam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga
Lebih terperinciBAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian
BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain (Balit Palma) Manado, pada bulan Desember
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi tinggi. Pada tahun 2014, total produksi biji kopi yang dihasilkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Kopi robusta (Coffea canephora piere ex A. Frohner) merupakan salah satu tanaman andalan dari komoditas perkebunan Indonesia karena memiliki nilai ekonomi tinggi.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dua faktor yaitu faktor kombinasi larutan enzim
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Saat ini, manggis merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Vanilla planifolia Andrews atau panili merupakan salah satu tanaman industri yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting peranannya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya Brasil (Lingga dkk., 1986 ; Purwono dan Purnamawati, 2007). Ubi kayu yang juga dikenal sebagai
Lebih terperinciLAMPIRAN K1.5 K4.5 K1.3 K3.3 K3.5 K4.4 K2.3 K4.3 K3.2 K5.2 K2.1 K5.3 K3.1 K4.1 K5.4 K1.2 K4.2 K5.5 K3.4 K5.1 K1.4 K2.5 K2.2 K1.1 K2.
LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Penelitian K1.5 K4.5 K1.3 K3.3 K3.5 K4.4 K2.3 K4.3 K3.2 K5.2 K2.1 K5.3 K3.1 K4.1 K5.4 K1.2 K4.2 K5.5 K3.4 K5.1 K1.4 K2.5 K2.2 K1.1 K2.4 K1.7 K2.9 K4.7 K3.6 K5.9 K4.6 K5.10 K5.7
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen. Menurut Nasution (2009) desain eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2013
Lebih terperinciBalai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
ISBN 979-95627-8-3 Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Penyusun Deden Sukmadjaja Ika Mariska Penyunting Karden Mulya Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
Lebih terperinciRESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO
RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO ABSTRAK Ernitha Panjaitan Staf Pengajar Fakultas Pertanian UMI Medan Percobaan untuk mengetahui respons
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisan merupakan salah satu tanaman hias berupa perdu dengan sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari dataran Cina. Bunga yang dikenal sebagai
Lebih terperinciPENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN
0 PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN (Leaflet) TERHADAP INDUKSI EMBRIO SOMATIK DUA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) SECARA IN VITRO Oleh Diana Apriliana FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciPENGARUH FASE PERKEMBANGAN EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (C
PENGARUH FASE PERKEMBANGAN EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner) TERHADAP KEBERHASILAN PERKECAMBAHAN DAN AKLIMATISASI SECARA LANGSUNG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam industri otomotif dan merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan sumbangan besar bagi perekonomian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Jati Emas (Cordia subcordata) kultur in vitro dengan induk tanaman pada mulanya berasal dari Myanmar.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jati Emas (Cordia subcordata) Jati Emas (Cordia subcordata) merupakan bibit unggul hasil teknologi kultur in vitro dengan induk tanaman pada mulanya berasal dari Myanmar. Jati Emas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jati ( Tectona grandis) termasuk famili Verbenaceae yang mempunyai banyak keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh dalam berbagai kondisi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis peleitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang dilakukan dengan memanipulasi objek penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya seperti
Lebih terperinci