PEDOMAN PELAYANAN PERIZINAN INDUSTRI FARMASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PELAYANAN PERIZINAN INDUSTRI FARMASI"

Transkripsi

1 PEDOMAN PELAYANAN PERIZINAN INDUSTRI FARMASI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2011

2

3 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-nya, sehingga penyusunan Pedoman Pelayanan Perizinan Industri Farmasi (IF) dapat diselesaikan. Penyusunan buku ini dimaksudkan sebagai petunjuk pelaksanaan Pelayanan Perizinan Industri Farmasi bagi pelaku usaha, dan juga merupakan upaya untuk menjamin pelaksanaan pelayanan prima kepada masyarakat sebagai wujud dari penerapan prinsip-prinsip clean government dan good governance secara universal. Buku Pedoman ini disusun berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Buku pedoman ini masih sangat jauh dari sempurna, sehingga masih sangat memungkinkan untuk dilakukan revisi atau perbaikan. Semoga pedoman ini dapat digunakan sebagai acuan bagi petugas kesehatan pusat dan daerah, pelaku usaha yang melaksanakan Pelayanan Perizinan Industri Farmasi. Kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan buku pedoman ini. Jakarta, 2011 Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Drs. T. Bahdar J. Hamid, Apt., M.Pharm NIP i

4 KATA SAMBUTAN Assalamu alaikum Wr.Wb. Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, bahwa atas perkenanan-nya, buku Pedoman Pelayanan Perizinan Industri Farmasi ini dapat diselesaikan. Dengan telah disusunnya pedoman ini, diharapkan tatacara izin Industri Farmasi menjadi lebih terarah dan dapat dijadikan dasar untuk menyamakan alur sistem dari proses perizinan tersebut, sehingga dapat menjamin ketepatan waktu yang efisien dan efektif. Pedoman ini merupakan salah satu upaya merespon adanya perubahan dalam Perizinan Industri Farmasi, yaitu dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tanggal 16 Desember 2010 tentang Industri Farmasi. Kami berharap dengan diterbitkannya buku Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Industri Farmasi ini dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan proses perizinan dan dapat memberi manfaat bagi pelaku usaha dalam melakukan pengajuan perijinan secara efektif, efisien dan transparan sehingga dapat menciptakan iklim yang kondusif dalam berusaha. Akhir kata, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam rangka penyusunan Pedoman Pelayanan Perizinan dan Pembinaan Industri Farmasi ini. Semoga Allah SWT memberkahi hasil kerja kita, sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Jakarta, 2011 Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Drs. T. Bahdar J. Hamid, Apt., M.Pharm NIP ii

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i KATA SAMBUTAN... ii DAFTAR ISI... iii SK DIREKTUR TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PERIZINAN INDUSTRI FARMASI... v SK TIM PENYUSUNAN...vii BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN SASARAN PENGERTIAN...1 BAB II RUANG LINGKUP IZIN INDUSTRI FARMASI JENIS PERMOHONAN...3 a. PERSETUJUAN PRINSIP...3 b. IZIN INDUSTRI FARMASI...3 c. PERUBAHAN IZIN INDUSTRI FARMASI...3 d. PERPANJANGAN MASA BERLAKU IZIN PENCABUTAN IZIN PELAPORAN...4 BAB III PELAYANAN PERIZINAN INDUSTRI FARMASI ALUR PERMOHONAN PERIZINAN IINDUSTRI FARMASI PERSETUJUAN PRINSIP PERSYARATAN DAN EVALUASI PERSETUJUAN PRINSIP IZIN INDUSTRI FARMASI PERSYARATAN DAN EVALUASI IZIN INDUSTRI FARMASI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR IZIN INDUSTRI FARMASI TATA CARA PENYERAHAN IZIN MONITORING DAN EVALUASI PELAYANAN...15 iii

6 4.1 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR...16 a. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN...16 b. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGANAN KELUHAN...16 c. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENILAIAN BERKAS...16 d. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYERAHAN IZIN..16 e. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENGGANTIAN PETUGAS LOKET KENDALI KERJA PELENGKAP INFORMASI EVALUASI...16 BAB IV PENUTUP...17 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

7 KEPUTUSAN DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN NOMOR HK.03.06/01/197A/2011 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PERIZINAN INDUSTRI FARMASI Menimbang a.bahwa dalam rangka menunjang pelayanan perizinan prima di bidang izin Industri Farnasi perlu disusun pedoman pelaksanaan perizinan Industri Farmasi yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Bina Produksi Dan Distribusi Kefarmasian. Mengingat 1. Ordonansi Obat Keras (Staatsblad Nomor 419 tahun 1949); 2. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika; 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; 5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; 6. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika; 7. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan, dan Pengembangan Industri; 9. Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kesehatan; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor; 14. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen; 15. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi,Tugas, dan Fungsi Eselon 1 Kementerian Negara; 16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional; v

8 17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan RI; 18.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi. M E M U T U S K A N Menetapkan Pertama KEPUTUSAN DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PERIZINAN INDUSTRI FARMASI; Kedua Pedoman Pelayanan Perizinan Industri Farmasi, sebagaimana dimaksud pada diktum pertama sebagai landasan kerja pelaksanaan pelayanan perizinan Industri Farmasi; Ketiga Pedoman Pelaksanaan Pelayanan perizinan Industri Farmasi, sebagaimana dimaksud pada Diktum Kedua agar digunakan sebagai pedoman oleh bagi semua pihak yang terkait dalam proses pelayanan perizinan Industri Farmasi di Direktorat Bina Produksi Dan Distribusi Kefarmasian; Keempat Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Maret 2011 Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Drs.T.Bahdar J.Hamid,Apt.,M.Pharm NIP vi

9 KEPUTUSAN DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN NOMOR HK.03.06/01/198A/2011 TENTANG TIM PENYUSUN PEDOMAN PELAYANAN PERIZINAN INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN, Menimbang bahwa dalam rangka mempersiapkan serta menyelenggarakan Pedoman Pelayanan Perizinan Industri Farmasi perlu dibentuk Tim Penyusun Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Industri Farmasi yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Bina Produksi Dan Distribusi Kefarmasian; Mengingat 1. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; 2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan; 3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. MEMUTUSKAN Menetapkan KESATU KEPUTUSAN DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN TENTANG TIM PENYUSUN PEDOMAN PELAYANAN PERIZINAN INDUSTRI FARMASI ; KEDUA KETIGA Membentuk Tim Penyusun Pedoman Pelayanan Perizinan Industri Farmasi dengan susunan keanggotaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini; Tugas Tim sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA sebagai berikut 1. Mengadakan rapat-rapat persiapan dan koordinasi dengan pihak terkait; vii

10 2. Menyusun Draft Pedoman Pelayanan Perizinan Industri Farmasi; 3. Melaksanakan pembahasan Draft Pedoman Pelayanan Perizinan Industri Farmasi; dan 4. Menyempurnakan draft setelah mendapat masukan dalam pembahasan. KEEMPAT KELIMA KEENAM KETUJUH Dalam melakukan tugasnya Tim bertanggung jawab kepada Direktur Bina Produksi Dan Distribusi Kefarmasian; Masa tugas Tim terhitung mulai tanggal ditetapkannya Keputusan ini sampai dengan akhir Tahun 2011; Segala biaya yang timbul dalam pelaksanaan tugas Tim dibebankan pada DIPA Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Tahun 2011; Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Maret 2011 Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Drs.T.Bahdar J.Hamid,Apt.,M.Pharm NIP viii

11 Lampiran Keputusan Direktur Bina Produksi Dan Distribusi Kefarmasian Nomor Tanggal TIM PENYUSUN PEDOMAN PELAYANAN PERIZINAN INDUSTRI FARMASI Penasehat Penanggung Jawab Ketua Sekretaris Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kepala Sub Direktorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional; Kepala Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi; Anggota 1. Kepala Bagian Hukum, Organisasi dan Humas; 2. Kepala Seksi Standarisasi Produksi dan Distribusi 3. Kepala Sub Bagian Tata Usaha Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian; 4. Kepala Sub Direktorat Produksi dan Kosmetika dan Makanan; 5. Kepala Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan; 6. Kepala Seksi Perizinan Produksi Kosmetika; 7. Kepala Sub Direktorat Produksi dan Distribusi Narkotika; 8. Kepala Seksi Sediaan Farmasi Khusus; 9. Kepala Sub Direktorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat; 10. Kepala Seksi Kerjasama; 11. Kepala Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat; 12. Kepala Sub Bagian Hukum 13. Damaris Parrangan; 14. Nofiyanti; 15. Sri Suratini, S.Si., Apt.; 16. Sandy Wifaqah, S. Farm., Apt. ix

12 Sekretariat 1. Isnaeni Diniarti, S.Farm., Apt; 2. Diara Oktania; 3. Ari Ariefah Hidayati, S.Farm., Apt. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal... Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Drs.T.Bahdar J.Hamid,Apt.,M.Pharm NIP x

13 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, diperlukan produk farmasi yang aman, berkhasiat dan bermutu dalam jumlah yang cukup dan dengan harga yang terjangkau. Ketersediaan dan keterjangkauan produk farmasi, khususnya obat dan bahan baku obat diberikan oleh industri farmasi. Dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tanggal 16 Desember 2010 tentang Industri Farmasi dan beberapa peraturan teknis lainnya, menggantikan peraturan yang sebelumnya karena sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan, kondisi dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi terkini. Terbitnya peraturan baru ini, Pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip-prinsip Clean Goverment dan Good Governance secara universal dan diyakini menjadi prinsip yang diperlukan untuk memberikan pelayanan publik prima kepada masyarakat. Kualitas pelayanan publik prima dapat dapat diukur dengan ada tidaknya suap, ada tidaknya SOP, kesesuaian proses pelayanan dengan SOP yang ada, keterbukaan informasi, keadilan dan kecepatan dalam pemberian pelayanan dan kemudahan masyarakat melakukan pengaduan. Pemerintah wajib melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap produksi dan distribusi obat dan bahan obat, terutama pada era perdagangan bebas dalam rangka melindungi masyarakat dari efek yang tidak diinginkan dan sekaligus dapat memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha. Oleh karena itu, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian perlu menyusun pedoman pelaksanaan pelayanan perizinan Industri Farmasi sebagai acuan dalam pelaksanaan proses perizinan Industri Farmasi. 2. TUJUAN a. Sebagai acuan pelaksanaan proses perizinan Industri Farmasi b. Sebagai panduan bagi pelaku usaha dalam pengurusan perizininan Industri Farmasi 3. SASARAN a. Petugas pelaksana pelayanan perizinan b. Pelaku Usaha di bidang Industri Farmasi 4. PENGERTIAN a) Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. 1

14 b) Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi. c) Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. d) Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. e) Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya. f) Farmakovigilans adalah seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat. g) Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang selanjutnya disebut Kepala Badan adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengawasan obat dan makanan. h) Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. i) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. 2

15 BAB II RUANG LINGKUP IZIN INDUSTRI FARMASI Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan perizinan Industri Farmasi, perlu pengaturan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi,. Adapun ruang lingkup ini meliputi 1. JENIS PERMOHONAN IZIN a. Persetujuan Prinsip Persetujuan Prinsip yang diberikan kepada pelaku usaha yang telah memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan, sebelum pelaku usaha melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan instalasi peralatan, termasuk produksi percobaan. b. Izin Industri Farmasi Izin yang diberikan kepada pelaku usaha yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip, sebelum industri farmasi melakukan kegiatan produksi. c. Perubahan Izin Industri Farmasi Perubahan izin industri farmasi harus dilakukan apabila Perubahan kapasitas produksi Perubahan fasilitas produksi Perubahan alamat/lokasi Perubahan penanggung jawab Perubahan nama industri d. Perpanjangan Perpanjangan persetujuan prinsip dikarenakan pemohon mengalami kendala yang berkaitan dengan pembangunan sarana produksi, diperpanjang selama 1 (satu) tahun. 2. MASA BERLAKU IZIN a. Persetujuan prinsip berlaku selama 3 (tiga) tahun. Dalam hal tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan penyelesaian pembangunan fisik, atas permohonan pemohon, persetujuan prinsip dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun. b. Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama Industri Farmasi yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. 3

16 3. PENCABUTAN IZIN a. Persetujuan Prinsip Persetujuan prinsip batal apabila setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun dan/atau setelah jangka waktu 1 (satu) tahun perpanjangan, pemohon belum menyelesaikan pembangunan fisik. b. Izin Industri Farmasi Izin produksi industri farmasi dapat dicabut apabila melanggar ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. 4. PELAPORAN Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya a. Sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan; dan b. Sekali dalam 1 (satu) tahun sesuai dengan ketentuan. 4

17 BAB III PELAYANAN PERIZINAN 1. ALUR PERMOHONAN PERIZINAN INDUSTRI FARMASI Dalam pelaksanaan pelayanan izin Industri Farmasi, pelaksana pelayanan perizinan dan pemohon harus mengikuti alur tata cara perizinan sebagai berikut 1.1. PERSETUJUAN PRINSIP ALUR PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI FARMASI Tata cara permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi a. Permohonan persetujuan prinsip diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan kepala dinas kesehatan provinsi dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 1 terlampir. b. Sebelum pengajuan permohonan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon wajib mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 2 terlampir. c. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) diberikan oleh Kepala Badan dalam bentuk rekomendasi hasil analisis Rencana Induk Pembangunan (RIP) paling lama dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 3 terlampir. d. Permohonan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan kelengkapannya. e. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal paling lama dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam 5

18 Formulir 4 terlampir atau menolaknya dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 5 terlampir. f. Pemohon izin industri farmasi dengan status Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri yang telah mendapatkan Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal, wajib mengajukan permohonan persetujuan prinsip sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini. 1.2 PERSYARATAN DAN EVALUASI PERSETUJUAN PRINSIP a. Persyaratan Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi bahwa pengaturan yang komprehensif sangat diperlukan dalam mengantisipasi penerapan perdagangan internasional di bidang farmasi, yang artinya dalam memproduksi obat dilakukan sesuai dengan ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). No Persyaratan 1 Surat Permohonan 2 Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan 3 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk/Identitas Direksi dan Komisaris Perusahaan 4 Susunan Direksi dan Komisaris 5 Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi 6 Fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah 7 Fotokopi surat izin tempat usaha berdasarkan Undang-undang Gangguan (HO) 8 Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan 9 Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan 10 Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajk (NPWP) 11 Persetujuan Lokasi dari pemerintah daerah Provinsi 12 Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari BPOM 13 Rencana Investasi dan Kegiatan pembuatan obat 14 Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing Apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu 15 Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan 6

19 b. Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Evaluasi Persetujuan Prinsip Industri Farmasi 1. Surat permohonan - Ditujukan kepada Menteri Kesehatan RI di Jakarta - Lokasi/ alamat harus jelas - Ditandatangani oleh Direktur atau Direktur yang ditunjuk atau dikuasakan menangani urusan-urusan perizinan dari perusahaan tersebut - Dibuat sesuai dengan lampiran pada Permenkes 1799/ Fotokopi akte pendirian badan hukum - Perseroan Terbatas disahkan oleh Kementrian Hukum dan HAM - Koperasi disahkan oleh Kementrian Koperasi - Maksud dan tujuan dalam Akte tercantum Bidang Farmasi (PBF/ Obat-obatan) 3. Fotokopi KTP/identitas direksi dan komisaris perusahaan Semua yang tercantum dalam akte, sesuai akte PT. (asli) 4. Susunan direksi dan komisaris Sesuai yang tercantum dalam Akte Pendirian PT/ Koperasi, bila ada perubahan-perubahan yang dilampirkan adalah susunan yang terakhir (oleh notaris). 5. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi Dibuat oleh semua yang tercantum dalam akte/ masing-masing di atas materai (asli) dan jelas. 6. Fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah Harus jelas, sesuai lokasi. 7. Fotokopi surat izin tempat usaha berdasarkan UU Gangguan (HO) - Dari tiap-tiap provinsi berbeda untuk penerbitan Undang-Undang gangguan ada UUG atau ada SITU (Surat Izin Tempat Usaha) yang dikeluarkan Bupati - Dikeluarkan sesuai izin yang berlaku setempat, alamat sesuai dan masih berlaku. 8. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan Jelas/sesuai alamat. Diterbitkan oleh Kepala Dinas Koperasi dan Perdagangan untuk DKI, mencantumkan nama PT dan alamat jelas, masa berlaku 5 tahun. Untuk propinsi lain diterbitkan oleh Kepala Dinas Kantor Pendaftaran Perusahaan (Kop Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi), berlaku 5 tahun. 7

20 9. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan - Untuk DKI, pemerintah Prop DKI, Dinas Koperasi dan Perdagangan nomor harus jelas. - Diterbitkan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi untuk Kabupaten. Mencantumkan nama PT dan alamat yang sama dengan domisili perusahaan. - Jenis usaha sesuai farmasi/ obat-obatan. - Berlaku selama 5 tahun (diperpanjang) 10. Fotokopi NPWP Harus jelas penulisan nomornya dan sesuai alamat perusahaan tersebut. 11. Persetujuan lokasi dari Pemerintah Daerah Provinsi Disyahkan oleh Pemda setempat / Provinsi, Kab/Kota dengan stempel 12. Rencana Induk Pembangunan (RIP) Dikeluarkan oleh BPOM 13. Rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat 14. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing Apoteker Penanggung Jawab Produksi, Apoteker Penanggung Jawab Pengawasan Mutu, Apoteker Penanggung Jawab Pemastian Mutu 15. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing Apoteker Penanggung Jawab Produksi, Apoteker Penanggung Jawab Pengawasan Mutu, Apoteker Penanggung Jawab Pemastian Mutu dari pimpinan perusahaan IZIN INDUSTRI FARMASI ALUR PERMOHONAN IZIN INDUSTRI FARMASI 8

21 Tata Cara Permohonan Izin Industri Farmasi a. Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip dapat mengajukan permohonan izin industri farmasi. b. Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh Direktur Utama dan Apoteker penanggung jawab pemastian mutu diajukan ke Kementerian Kesehatan beserta kelengkapannya. c. Pemohon mengajukan surat permohonan ke Kementerian Kesehatan RI cq Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat menggunakan contoh Formulir 7. d. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Badan melakukan audit pemenuhan persyaratan CPOB. e. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan persyaratan administratif. f. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan CPOB, Kepala Badan mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon dengan menggunakan contoh Formulir 8. g. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan persyaratan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan pemohon dengan menggunakan contoh Formulir 9. h. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima rekomendasi serta persyaratan lainnya, Direktur Jenderal menerbitkan izin industri farmasi dengan menggunakan contoh Formulir PERSYARATAN DAN EVALUASI IZIN INDUSTRI FARMASI a. Persyaratan Permohonan Izin Industri Farmasi No Persyaratan 1 Surat Permohonan kepada Kementerian Kesehatan RI yang ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu 2 Nama Banadan Hukum/PERUM/Koperasi 3 Nama Industri Farmasi 4 Alamat Industri Farmasi 5 Fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi 6 Surat persetujuan penanaman modal untuk industri farmasi dalam rangka Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri 7 Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan 9

22 8 Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya 9 Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan / Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 10 Rekomendasi kelengakapan administratif izin Industri Farmasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi 11 Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari BPOM 12 Daftar buku kepustakaan seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir 13 Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing Apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu 14 Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaa 15 Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu 16 Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran perundangundangan di bidang kefarmasian b. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Izin Industri Farmasi 1. Surat Permohonan - Ditujukan kepada Menteri Kesehatan RI di Jakarta - Lokasi/ alamat harus jelas - Ditandatangani oleh Direktur atau Direktur yang ditunjuk atau dikuasakan menangani urusan-urusan perizinan dari perusahaan tersebut - Dibuat sesuai dengan lampiran pada permenkes 1179/ Nama Badan Hukum/PERUM/Koperasi Sesuai dengan akte pendirian badan hukum 3. Nama Industri Farmasi Sesuai dengan akte pendirian badan hukum 4. Alamat Industri Farmasi Harus jelas dan sesuai dengan yang tertera pada izin prinsip atau rekomendasi dari Dinas/Balai POM 5. Fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi; izin yang masih berlaku (masa berlaku 3 tahun) 6. Surat Persetujuan Penanaman Modal untuk Industri Farmasi dalam rangka Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri 10

23 7. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan; Tercantum dalam BAP dari BPOM 8. Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya; Tercantum dalam surat permohonan dan di BAP BPOM 9. Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan /Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 10. Asli Rekomendasi kelengkapan administratif izin industri farmasi dari kepala dinas kesehatan provinsi 11. Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala Badan; 12. Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir; 13. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu; - Surat pernyataan, asli dan bermaterai menyatakan kesediaannya bekerja penuh pada perusahaan tersebut. 14. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan; - Penanggung jawab membuat perjanjian kesepakatan kerja antara Direktur dengan Apoteker Penanggung jawab tersebut. 15. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu. 16. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang kefarmasian. - Dibuat oleh semua yang tercantum dalam akte/ masing-masing di atas materai (asli). c. Persyaratan Permohonan Perubahan Izin Industri Farmasi No Persyaratan 1 Surat Permohonan kepada Kementerian Kesehatan RI yang ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu Kapasitas/ fasilitas produksi Jenis Perubahan APJ Alamat/ Lokasi Nama PT 2 Surat persetujuan penanaman modal 11

24 untuk industri farmasi dalam rangka Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri 3 Daftar peralatan dan mesin-mesin yang - - digunakan 4 Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan / Analisis Mengenai Dampak Lingkungan - 6 Rekomendasi kelengakapan administratif izin Industri Farmasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi 7 Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari BPOM - 8 Daftar buku kepustakaan seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir 9 Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing Apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu 10 Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan 11 Surat pengunduran diri apoteker penanggung jawab lama 12 Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masingmasing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu 13 Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau - - tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang kefarmasian 14 Fotokopi SK izin industri farmasi lama 15 Persetujuan izin prinsip

25 Biaya Sesuai peraturan yang berlaku, dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kesehatan. Waktu - Waktu yang diperlukan untuk permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi adalah 14 (empat belas) hari kerja sejak berkas lengkap. - Waktu yang diperlukan untuk permohonan Izin Industri Farmasi adalah 10 (sepuluh) hari kerja sejak berkas lengkap. Penanggung Jawab Menteri Kesehatan cq Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 13

26 2. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR IZIN INDUSTRI FARMASI Pembayaran 2 PNBP PEMOHON 1 LOKET 3 T U KASUBDIT 4 9 Pengetikan 5 8 KASIE 10 PARAF Berkas lengkap PENILAI 11 PARAF SESDITJEN 12 TANDA TANGAN DIRJEN 13 Izin Industri Farmasi 1) Pemohon memasukkan berkas permohonan di loket Unit Layanan Terpadu (ULT); 2) Berkas yang lengkap dicatat; 3) Pemohon membayar PNBP setelah berkas lengkap; 4) Selanjutnya berkas diserahkan kepada TU; 14

27 5) TU menyerahkan berkas kepada Kasubdit; 6) Kasubdit memberikan disposisi kepada kepala seksi (Kasie) untuk bertanggung jawab terhadap proses penilaian izin; 7) Kasie memberikan disposisi kepada penilai untuk dilakukan evaluasi; 8) Berkas yang tidak lengkap (jika masih terdapat kekurangan data yang diperlukan dalam proses penilaian berkas) akan dibuatkan surat tambahan data yang di tandatangani oleh Direktur dan diserahkan kepada pemohon untuk dilengkapi segera; 9) Untuk berkas yang telah lengkap dilakukan pembuatan konsep izin; 10) Kasie mengevaluasi konsep izin tersebut; 11) Kasubdit melakukan verifikasi terhadap hasil konsep izin Kasie; 12) Untuk konsep izin yang sudah lengkap dan benar dilakukan pengetikan/nett izin; 13) Konsep izin yang sudah dilakukan pengetikan/nett diserahkan ke Kasie untuk dicek kembali dan diparaf; 14) Kemudian izin diserahkan ke subdit untuk dicek dan diparaf; 15) Kemudian izin diserahkan ke direktur untuk diparaf; 16) Izin selanjutnya diserahkan ke Dirjen; 17) Berkas pemohon yang telah disetujui dan ditandatangani oleh Dirjen diberi nomor dan tanggal pengeluaran izin ; 18) Izin yang telah selesai diberikan kepada pemohon sesuai dengan Tata Cara Pengambilan Izin. 3. TATA CARA PENYERAHAN IZIN a. Surat Kuasa dari Direktur (bermaterai Rp 6.000,00). b. Fotokopi KTP Direktur dan Penerima Kuasa. c. Surat Pernyataan tidak ada pungutan biaya selain PNBP dari Direktur (bermaterai Rp 6.000,00). d. Fotokopi formulir pembayaran PNBP yang telah disahkan oleh Bank. e. Jika pengambilan izin dilakukan oleh Direktur, hanya melengkapi butir b sampai dengan d. 4. MONITORING DAN EVALUASI PELAYANAN Untuk melakukan penilaian terhadap mutu pelayanan, dapat dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap - Kesesuaian waktu layanan - Berapa besar keluhan yang tidak terlayani - Berapa rata-rata waktu penanganan keluhan - Berapa persen kepatuhan pelaksanaan SOP Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, dapat dilihat dari SOP yang telah dibuat. 15

28 4.1 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR a. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN Merupakan suatu petunjuk kerja yang menguraikan kegiatan yang dilakukan dalam perizinan Industri Farmasi. Alur yang dimulai dari pemohon sampai kembali lagi kepada pemohon. Dapat dilihat pada halaman b. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGANAN KELUHAN Merupakan suatu petunjuk kerja yang menguraikan kegiatan yang dilakukan dalam perizinan Industri Farmasi apabila ditemukan keluhan dari klien (terlampir) c. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENILAIAN BERKAS Merupakan suatu petunjuk kerja yang menguraikan kegiatan yang dilakukan dalam perizinan Industri Farmasi untuk penilaian terhadap seluruh berkas yang dipersyaratkan dalam perizinan Industri Farmasi. Dapat dilihat pada halaman d. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYERAHAN IZIN Merupakan suatu petunjuk kerja yang menguraikan kegiatan yang dilakukan dalam perizinan Industri Farmasi. Dapat dilihat pada halaman 15. e. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENGGANTIAN PETUGAS LOKET Merupakan suatu petunjuk kerja yang menguraikan kegiatan yang dilakukan jika petugas loket berhalangan hadir di loket Unit Layanan Terpadu (terlampir) KENDALI KERJA Merupakan suatu dokumen yang harus dikerjakan dalam proses pelayanan perizinan Industri Farmasi (terlampir) PELENGKAP INFORMASI Dalam rangka pelayanan publik prima, penyedia pelayanan harus membuat SOP, kendali Kerja dan bahan-bahan informasi seperti leaflet / brosur (terlampir) EVALUASI Evaluasi pelayanan dapat dilakukan dengan melihat a. berapa % pelayanan mengikuti SOP yang telah dibuat, b. berapa lama rata-rata keluhan ditangani, c. berapa % perizinan melebihi waktu yang telah ditetapkan 16

29 BAB IV PENUTUP Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Industri Farmasi merupakan suatu panduan bagi pelaku usaha dalam pengurusan Izin dan sebagai acuan pelaksanaan serta sebagai standar operasional prosedur bagi setiap petugas yang bekerja melayanani perizinan sehingga dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Dengan telah disusunnya Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Industri Farmasi, diharapkan petugas dan pelaku usaha memahami semua terkait perizinan Industri Farmasi, sehingga pelayanan dapat berjalan lancar efektif dan efisien. Diharapkan buku Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Industri Farmasi ini dapat bermanfaat dalam melaksanakan proses perizinan. 17

30 DAFTAR PUSTAKA 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 5063); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kesehatan; 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan RI; 6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi. 18

31 Formulir-1 Nomor Lampiran Hal Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi Yang Terhormat, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di - JAKARTA Dengan ini kami mengajukan permohonan Persetujuan Prinsip untuk memperoleh Izin Industri Farmasi dengan data sebagai berikut 1. Nama Badan Hukum Alamat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Bidang Usaha Rencana Lokasi Industri Kabupaten/Kotamadya Provinsi Luas Tanah yang tersedia Lahan Peruntukan Industri m 2 ya / tidak / belum ditetapkan 6. Rencana Lokasi Gudang (bila berada di luar lokasi industri) Kabupaten/ Kotamadya... Provinsi Luas Tanah yang tersedia m 2 Lahan Peruntukan Gudang ya / tidak / belum ditetapkan 7. Rencana Produksi... /... Bentuk sediaan dan Kapasitas... /... Produksi/ Tahun 8. Investasi Rp Coret yang tidak perlu 2. Beri tanda (X) 19

32 Bersama permohonan ini kami lampirkan 1. Fotokopi akte pendirian Badan Hukum 2. Fotokopi KTP/Identitas Direksi dan Komisaris Perusahaan 3. Susunan Direksi dan Komisaris 4. Pernyataan Direksi dan Komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi 5. Fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah 6. Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha berdasarkan UU Gangguan (HO) 7. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan 8. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan 9. Fotokopi NPWP 10. Persetujuan lokasi dari Pemerintah Daerah Provinsi 11. Denah lokasi Industri Farmasi yang direncanakan (disahkan oleh Pemerintah Daerah setempat untuk digunakan sebagai industri). 12. Rencana Induk Pembangunan (RIP) Industri Farmasi yang telah disetujui Badan POM. 13. Rencana Investasi dan kegiatan pembuatan obat 14. Rencana Kegiatan Pengelolaan Limbah 15. Asli Surat Pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing masing Apoteker penanggung jawab produksi, Apoteker penanggung jawab pengawasan mutu dan Apoteker penanggung jawab pemastian mutu 16. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing Apoteker penanggung jawab produksi, Apoteker penanggung jawab pengawasan mutu dan Apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan; terimakasih. Demikian permohonan kami, atas perhatian dan persetujuan Bapak/Ibu kami sampaikan...,... Pemohon (... ) Tembusan Kepada Yth. 1. Kepala Badan POM RI di Jakarta 2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi... 20

33 Formulir-2 Nomor Lampiran Hal Permohonan Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) Yang Terhormat, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI di - JAKARTA Dengan ini kami mengajukan permohonan Persetujuan RIP untuk kelengkapan permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi dengan data sebagai berikut Nama Badan Hukum Alamat kantor Alamat rencana industri Alamat gudang Bentuk sediaan yang akan diproduksi Bersama ini kami lampirkan site plan dengan skala 1200 dan rencana denah bangunan dengan skala 1100 yang mengacu pada persyaratan CPOB. Demikian permohonan kami, atas perhatian dan persetujuan Bapak/Ibu kami sampaikan terimakasih....,... Direktur... (... )

34 Formulir-3 Jakarta,. Nomor Lampiran Hal.. Rencana Induk Pembangunan (RIP) Persetujuan RIP dalam Rangka Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi Yang Terhormat, Direktur... Jl Di Sehubungan dengan surat Saudara No., tanggal... hal Permohonan Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) di alamat..., dengan ini kami beritahukan bahwa pada prinsipnya kami dapat menyetujui RIP yang Saudara ajukan dengan ketentuan kondisi tiap ruangan sesuai dengan peruntukannya. Berkaitan dengan hal tersebut, Saudara dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan RIP yang telah disetujui sebagaimana terlampir setelah mendapat Persetujuan Prinsip dari Menteri Kesehatan. Selanjutnya kami minta Saudara menyampaikan Rancangan Sistem Tata Udara dan Sistem Pengolahan Air mengacu pada persyaratan CPOB, masing-masing 3 (tiga) rangkap. Demikian agar maklum. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (. ) 22

35 Formulir-4 KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Jakarta,... Nomor Lampiran Hal Persetujuan Prinsip Yang Terhormat, Direktur... Jl Di Sehubungan dengan Surat Saudara No.... tanggal... perihal seperti pokok surat diatas, bahwa pada prinsipnya kami dapat menyetujui rencana Saudara untuk mendirikan Industri Farmasi... yang beralamat... dengan perincian sebagai berikut Jenis Industri... Kapasitas Produksi per tahun... Rencana Investasi sebesar Rp... Perusahaan Saudara wajib menyampaikan laporan kemajuan pembangunan fisik setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Persetujuan Prinsip Industri Farmasi ini berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan dan akan digunakan sebagai dasar untuk memperoleh Izin Industri Farmasi. Demikian untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN (... ) Tembusan 1. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI 2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi...di... 23

36 Formulir-5 KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARNASIAN DAN ALAT KESEHATAN Nomor Jakarta,... Lampiran Hal Penolakan Persetujuan Prinsip Yang Terhormat, Direktur... Jl Di Sehubungan dengan Surat Saudara No.... tanggal... perihal seperti pada pokok surat di atas, dengan ini diberitahukan bahwa kami tidak dapat menyetujui permohonan Saudara karena Demikian untuk diketahui. DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN (...) Tembusan 1. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI 2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi...di... 24

37 Formulir-6 Nomor Lampiran Hal Informasi Kemajuan Pelaksanaan Pembangunan Fisik Industri Farmasi Yang Terhormat, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di - JAKARTA Bersama ini kami sampaikan Informasi Kemajuan Pelaksanaan Pembangunan Fisik Industri Farmasi periode... sampai dengan... sebagai berikut I. BANGUNAN 1. Fisik Bangunan Sesuai/tidak sesuai dengan RIP yang disetujui 2. Pengaturan sistem tata udara 3. Pengaturan sistem pengolahan air 4. Kemajuan pembangunan fasilitas produksi dan penunjang Sesuai/tidak sesuai dengan rancangan yang disetujui Sesuai/tidak sesuai dengan rancangan yang disetujui... (penjelasan rinci dapat menggunakan lembar tersendiri) II. DAFTAR MESIN-MESIN DAN PERALATAN a. Mesin/Peralatan Proses Produksi Untuk Tiap Bentuk Sediaan No. Nama Mesin/ Peralatan Utama Jumlah Kapasitas/S pesifikasi Merek/Tahun Negara Asal Keter anga n Impor Dalam Negeri 25

38 b. Mesin/Peralatan Proses Pengendalian Pencemaran No. Nama Mesin/ Peralatan Jumlah Merek/ Tahun Negara Asal Spesifikasi III. GUDANG UNTUK BAHAN OBAT DAN HASIL PRODUKSI No. Jenis Gudang Luas (M 2 ) 1. Bahan Obat 2. Bahan Pengemas 3. Obat Setengah Jadi 4. Karantina 5. Obat Jadi 6. Bahan mudah terbakar dan mudah meledak IV. SUMBER DAYA/ENERGI No. Nama/Spesifikasi Satuan Jumlah Keterangan 1. Air M 3 hari - PDAM - Air tanah - Sumber lain 2. Energi Penggerak 1. Listrik - PLN kwh - Pembangkit Sendiri 2. G a s 3. Lain-lain 26

39 V. ALAT LABORATORIUM No. J e n i s Jumlah Merek Tahun Negara Asal Keterangan III. MASALAH YANG DIHADAPI dst...,... Yang melapor, Direktur... (... ). Tembusan 1. Kepala Badan POM 2. Dinas Kesehatan Provinsi... 27

40 Formulir-7 Nomor Lampiran Hal Permohonan Izin Industri Farmasi Yang Terhormat, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di - JAKARTA Dengan hormat, Sehubungan dengan telah selesai pelaksanaan dan pemenuhan persyaratan dalam Persetujuan Prinsip Industri Farmasi dan sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor..., bersama ini kami mengajukan permohonan Izin Industri Farmasi dengan data sebagai berikut I. UMUM 1. Pemohon a. Nama Pemohon - Direktur Utama - Apoteker Penangungjawab Pemastian Mutu - Surat Pernyataan tidak terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan dibidang kefarmasian b. Alamat dan nomor telepon terlampir 2. Nomor dan tanggal Persetujuan Prinsip Badan Hukum a. Nama Badan Hukum... b. Alamat kantor dan no. telepon... c. Akte pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM... terlampir d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)...(terlampir) 4. Nomor Izin tempat Usaha berdasarkan Undang-undang Gangguan (HO)...(terlampir) 28

41 5. Apoteker Penanggung Jawab a. Pemastian Mutu Nama Nomor STRA Surat Pernyataan Kesediaan sebagai Penanggung Jawab terlampir b. Produksi Nama Nomor STRA Surat Pernyataan Kesediaan sebagai Penanggung Jawab terlampir c. Pengawasan Mutu Nama Nomor STRA Surat Pernyataan Kesediaan sebagai Penanggung Jawab terlampir II. INDUSTRI FARMASI 1. Lokasi dan luas tanah [ ] Lahan Peruntukan Industri a. Lokasi Industri [ ] Kawasan Industri [ ] Daerah Lainnya b. Alamat Industri Farmasi... c. Luas Tanah d. Luas Bangunan a. Bentuk sediaan dan kapasitas produksi per tahun b. Mesin dan Peralatan terlampir terlampir 3. Waktu penyelesaian pembangunan Industri Farmasi a. Penyelesaian pembangunan Industri Farmasi Bulan... tahun... III. b. Mulai produksi Bulan... tahun... NILAI INVESTASI Nilai Investasi Rp.... IV. TENAGA KERJA 1. Penggunaan Tenaga Kerja Indonesia Laki-laki... orang Wanita... orang J U M L A H... orang 2. Penggunaan Tenaga Kerja Asing a. Jumlah b. Negara asal c. Keahlian d. Jangka waktu di Indonesia... orang

42 V. PEMASARAN 1. Dalam Negeri 2. Luar Neger 3. Merek Dagang (jika ada)... %... %... Demikianlah permohonan kami....,... Pemohon Direktur Utama Apoteker Penanggung Jawab Pemastian Mutu (... ) (... ) Tembusan 1. Kepala Badan POM RI 2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kepala Balai Besar/Balai POM di... 30

43 Formulir-8...,... Nomor Lampiran Hal Hasil Audit Pemenuhan Persyaratan CPOB Yang Terhormat, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan di - JAKARTA Sehubungan dengan surat permohonan PT... Nomor... Perihal... dan hasil audit pemenuhan persyaratan CPOB oleh petugas Badan POM di..., tanggal... yang dilakukan terhadap sarana Industri Farmasi... bersama ini kami sampaikan bahwa - Nama Industri... - Alamat... telah memenuhi persyaratan CPOB dan dapat dipertimbangkan untuk diberikan Izin Industri Farmasi. Demikian kami sampaikan. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI... Tembusan 1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Direktur Utama Industri Farmasi... 31

44 Formulir-9...,... Nomor Lampiran Hal Rekomendasi Pemenuhan Persyaratan Administratif Yang Terhormat, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan di - JAKARTA Sehubungan dengan surat permohonan PT... Nomor... Perihal... dan berdasarkan hasil evaluasi kelengkapan persyaratan administratif Industri Farmasi... bersama ini kami sampaikan bahwa - Nama Industri... - Alamat... Telah memenuhi persyaratan administratif dan dapat dipertimbangkan untuk diberikan Izin Industri Farmasi. Demikian kami sampaikan. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Tembusan 1. Kepala Badan POM RI Direktur Utama Industri Farmasi... 32

45 Formulir-10 KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG IZIN INDUSTRI FARMASI PT... MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Membaca 1. Surat permohonan perusahaan Nomor.. tanggal., hal Pemohonan Izin Industri Farmasi dengan kelengkapan dokumen per tanggal ; 2 Rekomendasi dari Badan POM RI. Nomor.... Tanggal....., hal Hasil Audit Pemenuhan Persyaratan CPOB; 3 Rekomendasi Dinas Kesehatan Provinsi.Nomor tanggal, hal Pemenuhan Persyaratan Administratif; Menimbang bahwa permohonan PT.. tersebut dapat disetujui, oleh karena itu perlu menerbitkan Izin Industri Farmasi. Mengingat 1. Ordonansi Obat Keras (Staatsblad Nomor 419 Tahun 1949); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian dan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3571); 4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4437); 6. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5062); 7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5063); 33

46 8. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan, Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3330); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1987 tentang Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 3352); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1998 Nomor 3781); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4975); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5044); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 Tentang Prekursor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 5126); 14. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1987 tentang Penyederhanaan Pemberian Izin Usaha Industri; 15. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen; 16. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan; 18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor..tentang Izin Industri Farmasi; MEMUTUSKAN Menetapkan Kesatu Keputusan Menteri Kesehatan tentang Izin Industri Farmasi PT.; Kedua Memberikan Izin Industri Farmasi kepada PT.. Nomor 34

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. No.721, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAHUK NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAHUK NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAHUK NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Formulir 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Nomor Lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional/Industri Ekstrak Bahan Alam Yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAYANAN PERIZINAN PEDAGANG BESAR FARMASI

PEDOMAN PELAYANAN PERIZINAN PEDAGANG BESAR FARMASI PEDOMAN PELAYANAN PERIZINAN PEDAGANG BESAR FARMASI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2011 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM 2012, No.225 20 Formulir 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Nomor Lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional/Industri Ekstrak

Lebih terperinci

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Formulir 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Nomor Lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional/Industri Ekstrak Bahan Alam Yang

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAYANAN PERIZINAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL

PEDOMAN PELAYANAN PERIZINAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL PEDOMAN PELAYANAN PERIZINAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2011 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM. Pasal 1

KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.442, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL

PEDOMAN PEMBINAAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL PEDOMAN PEMBINAAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2011 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. No.396, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Izin Pedagang Besar Farmasi dengan data sebagai berikut:

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Izin Pedagang Besar Farmasi dengan data sebagai berikut: Formulir 1 Nomor : Perihal : Permohonan Izin Pedagang Besar Farmasi Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di - JAKARTA Bersama ini kami mengajukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN PEDAGANG BESAR FARMASI

PEDOMAN PEMBINAAN PEDAGANG BESAR FARMASI PEDOMAN PEMBINAAN PEDAGANG BESAR FARMASI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA No.225, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

PERMOHONAN IZIN USAHA INDUSTRI (IUI) KECIL, MENENGAH, BESAR

PERMOHONAN IZIN USAHA INDUSTRI (IUI) KECIL, MENENGAH, BESAR PERMOHONAN IZIN USAHA INDUSTRI (IUI) KECIL, MENENGAH, BESAR Nomor : Kepada Yth. Bupati Pekalongan Lewat Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Pekalongan Di - K A J E N

Lebih terperinci

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis Nawa Cita Inpres Nomor 6 Tahun 2016 Nomor 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia Nomor 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional Nomor 7: Mewujudkan kemandirian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESiA PERA TURAN MENTERI KESEHA TAN REPUBLIK NOMOR 1175/MENKES/PERNIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESiA PERA TURAN MENTERI KESEHA TAN REPUBLIK NOMOR 1175/MENKES/PERNIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESiA PERA TURAN MENTERI KESEHA TAN REPUBLIK NOMOR 1175/MENKES/PERNIII/2010 INDONESIA TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHA TAN

Lebih terperinci

: PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 34 Tahun 2016 TANGGAL : 9 Agustus 2016 SOP BIDANG KESEHATAN

: PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 34 Tahun 2016 TANGGAL : 9 Agustus 2016 SOP BIDANG KESEHATAN LAMPIRAN I : PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 34 Tahun 2016 TANGGAL : 9 Agustus 2016 SOP BIDANG KESEHATAN KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU (KPPTSP) PROVINSI NTT Nomor SOP : SOP.KES.01/KPPTSP/2016

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG PENERBITAN IZIN LOKASI DAN PERSETUJUAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

S O P DAN PERSYARATAN IZIN PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PKRT

S O P DAN PERSYARATAN IZIN PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PKRT S O P DAN PERSYARATAN IZIN PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PKRT Nomor SOP Tgl. Pembuatan Tgl. Revisi Tgl. Efektif Disahkan oleh : Direktur Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pembuatan Obat. Penerapan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pembuatan Obat. Penerapan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN No.122, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pembuatan Obat. Penerapan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Jangka waktu penyelesaian adalah 4 hari kerja, jika berkas lengkap. Izin Usaha Kecil Obat Tradisional (IUKOT)

Jangka waktu penyelesaian adalah 4 hari kerja, jika berkas lengkap. Izin Usaha Kecil Obat Tradisional (IUKOT) 1. Izin Usaha Kecil Obat Tradisional (IUKOT) Surat permohonan bermeterai Rp. 6.000,- ditujukan kepada Gubernur NTT Cq. Kepala KPPTSP Provinsi NTT dengan tembusan Kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No.2076, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Persetujuan Impor. Obat. Obat Tradisonal. Suplemen Kesehatan. Kosmetika. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27

Lebih terperinci

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 590/MPP/Kep/10/1999 TANGGAL : 13 Oktober 1999

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 590/MPP/Kep/10/1999 TANGGAL : 13 Oktober 1999 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 590/MPP/Kep/10/1999 TANGGAL : 13 Oktober 1999 Diisi oleh Pemohon Model SP II DAFTAR ISISAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email subdit_standarkosmetik@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat 2 minggu sejak

Lebih terperinci

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENERBITAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK DENGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 73/MPP/Kep/3/2000 TENTANG KETENTUAN KEGIATAN USAHA PENJUALAN BERJENJANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 73/MPP/Kep/3/2000 TENTANG KETENTUAN KEGIATAN USAHA PENJUALAN BERJENJANG KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 73/MPP/Kep/3/2000 TENTANG KETENTUAN KEGIATAN USAHA PENJUALAN BERJENJANG MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

FORMULIR PERMOHONAN BARU IZIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP

FORMULIR PERMOHONAN BARU IZIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP Lampiran Peraturan Bupati Bantul Nomor : FORMULIR PERMOHONAN BARU IZIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP Nomor : Lampiran : 1 (satu) bendel Perihal : Permohonan Baru Izin Usaha Industri

Lebih terperinci

Surat Permohonan Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK)

Surat Permohonan Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) Surat Permohonan Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) Nomor : Jakarta,... Lampiran : 1 (satu) berkas Perihal : Permohonan IUIPHHK Kepada Yth. Kepala Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Lebih terperinci

DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP (BARU, RUSAK, HILANG) I. KETERANGAN UMUM : : : : :

DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP (BARU, RUSAK, HILANG) I. KETERANGAN UMUM : : : : : Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 41/M-IND/PER/6/2008 Diisi oleh Pemohon Model SP II A. KETERANGAN PEMOHON/PERUSAHAAN DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI PERSETUJUAN

Lebih terperinci

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin Penyalur Alat Kesehatan dengan data-data sebagai berikut

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin Penyalur Alat Kesehatan dengan data-data sebagai berikut Formulir 1 Nomor Lampiran. lembar Perihal Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan. Kepada Yth, Direktur Jenderal... Kementerian Kesehatan RI JI. HR Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9 di - JAKARTA. Bersama ini

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKEBUNAN NOMOR: 129.1/Kpts/HK.320/12/07 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKEBUNAN NOMOR: 129.1/Kpts/HK.320/12/07 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKEBUNAN NOMOR: 129.1/Kpts/HK.320/12/07 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN REKOMENDASI TEKNIS USAHA PERKEBUNAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR : 2/P/2008

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR : 2/P/2008 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR : 2/P/2008 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERMOHONAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN BAGI PERUSAHAAN PENANAM MODAL DI

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMBERIAN REKOMENDASI UNTUK MENDAPATKAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Izin Usaha. Obat Hewan. Pemberian. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Izin Usaha. Obat Hewan. Pemberian. Pencabutan. No.92, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Izin Usaha. Obat Hewan. Pemberian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG

Lebih terperinci

DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI (IUI) TANPA PERSETUJUAN PRINSIP *) (BARU, RUSAK, HILANG) I. KETERANGAN UMUM

DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI (IUI) TANPA PERSETUJUAN PRINSIP *) (BARU, RUSAK, HILANG) I. KETERANGAN UMUM Diisi oleh Pemohon Model SP-I DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI (IUI) TANPA PERSETUJUAN PRINSIP *) (BARU, RUSAK, HILANG) A. KETERANGAN PERUSAHAAN PEMOHON I. KETERANGAN UMUM 1. Pemohon:

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1879, 2014 KEMENHUB. Pelabuhan. Terminal. Khusus. Kepentingan Sendiri. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 73 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENERBITAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP *) (BARU, HILANG, RUSAK) I. KETERANGAN UMUM

DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP *) (BARU, HILANG, RUSAK) I. KETERANGAN UMUM Diisi oleh Pemohon Model Pm-III DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP *) (BARU, HILANG, RUSAK) B. KETERANGAN PERUSAHAAN PEMOHON I. KETERANGAN UMUM 1. Pemohon : a.

Lebih terperinci

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU

Lebih terperinci

PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA PENGOLAHAN HASIL OLAHAN

PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA PENGOLAHAN HASIL OLAHAN Izin Usaha Pengolahan Hasil Olahan PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA PENGOLAHAN HASIL OLAHAN Izin Usaha Pengolahan Hasil Olahan PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA Prosedur Memperoleh

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144 No.206, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

FORMULIR PERMOHONAN IZIN USAHA INDUSTRI

FORMULIR PERMOHONAN IZIN USAHA INDUSTRI FORMULIR PERMOHONAN IZIN USAHA INDUSTRI Lampiran Perihal Permohonan Izin Usaha Industri (IUI) Indragiri Hulu, Kepada Yth Bupati Indragiri Hulu Cq Kepala Badan Penanaman Modal Daerah Dan Pelayanan Perizinan

Lebih terperinci

PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN / PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN / PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Formulir 1 PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN / PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Saya yang bertanda tangan di bawah ini mengajukan permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan / Perbekalan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.123, 2015 KEMENAKER. Izin Usaha. Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh. Pelayanan Satu Pintu. BKPM. Penerbitan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.739, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengawasan. Bahan Obat. Obat Tradisional. Suplemen Kesehatan. Pangan. Pemasukan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU DINAS KESEHATAN

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU DINAS KESEHATAN PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU DINAS KESEHATAN Komplek Perkantoran Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau Gedung C2 Lantai 2 dan 3 Dompak Laut Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau Email : mail@dinkesprovkepriorg

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 34 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN SERTIFIKAT LAIK OPERASI BIDANG KETENAGALISTRIKAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 05/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 TANGGAL : 11 JULI 2007

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 05/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 TANGGAL : 11 JULI 2007 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 05/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 TANGGAL : 11 JULI 2007 I. DOKUMEN PERMOHONAN PERSETUJUAN SEBAGAI PUSAT REGISTRASI 1. MODEL FORMULIR

Lebih terperinci

DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI TAHAP PERSETUJUAN PRINSIP *) (BARU, RUSAK, HILANG)

DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI TAHAP PERSETUJUAN PRINSIP *) (BARU, RUSAK, HILANG) Diisi oleh pemohon Model SP II DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI TAHAP PERSETUJUAN PRINSIP *) (BARU, RUSAK, HILANG) A. KETERANGAN PEMOHON/ PERUSAHAAN I. KETERANGAN UMUM 1.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2014 TENTANG PERUSAHAAN RUMAH TANGGA ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

: PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PENJUALAN LANGSUNG.

: PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PENJUALAN LANGSUNG. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 13/M-DAG/PER/3/2006 T E N T A N G KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PENJUALAN LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN. Yang bertanda tangan di bawah ini :... Nama Penanggung Jawab/Kuasa :... Alamat Penanggung Jawab/Kuasa :... Nama Perusahaan :...

SURAT PERNYATAAN. Yang bertanda tangan di bawah ini :... Nama Penanggung Jawab/Kuasa :... Alamat Penanggung Jawab/Kuasa :... Nama Perusahaan :... Diisi oleh Pemohon Model SP I SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini :... Nama Penanggung Jawab/Kuasa :... Alamat Penanggung Jawab/Kuasa :... Nama Perusahaan :... Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Lebih terperinci

DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP *) (BARU, RUSAK, HILANG) I. KETERANGAN UMUM

DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP *) (BARU, RUSAK, HILANG) I. KETERANGAN UMUM Diisi oleh Pemohon Model SP II DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP *) (BARU, RUSAK, HILANG) A. KETERANGAN PEMOHON/PERUSAHAAN I. KETERANGAN UMUM 1. Pemohon:

Lebih terperinci

Izin Usaha Niaga Umum Hasil Olahan PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA NIAGA UMUM HASIL OLAHAN

Izin Usaha Niaga Umum Hasil Olahan PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA NIAGA UMUM HASIL OLAHAN Izin Usaha Niaga Umum Hasil Olahan PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA NIAGA UMUM HASIL OLAHAN PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA Prosedur Memperoleh Izin Usaha Sementara 1. Badan Usaha

Lebih terperinci

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN,

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 125/PMK.01/2008 TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan tujuan Pemerintah dalam rangka mendukung perekonomian yang sehat

Lebih terperinci

DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IJIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI TAHAP PERSETUJUAN PRINSIP *) ( BARU, RUSAK, HILANG )

DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IJIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI TAHAP PERSETUJUAN PRINSIP *) ( BARU, RUSAK, HILANG ) Diisi oleh Pemohon Model SP II DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IJIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI TAHAP PERSETUJUAN PRINSIP *) ( BARU, RUSAK, HILANG ) A. KETERANGAN PERMOHONAN PERUSAHAN I. KETERANGAN UMUM

Lebih terperinci

Lampiran I : Keputusan Walikota Tasikmalaya Nomor : 40 Tahun 2004 Tahun : 21 Juli 2004

Lampiran I : Keputusan Walikota Tasikmalaya Nomor : 40 Tahun 2004 Tahun : 21 Juli 2004 FORM A Lampiran I : Keputusan Walikota Tasikmalaya Tasikmalaya,.. 200.. Nomor : Lampiran : Perihal : Permohonan Izin Lokasi. Kepada Yth. Walikota Tasikmalaya Melalui : Kepala Kantor Pertanahan di TASIKMALAYA

Lebih terperinci

Sebagai bahan pertimbangan kami lampirkan persyaratan sebagai berikut :

Sebagai bahan pertimbangan kami lampirkan persyaratan sebagai berikut : Formulir Model- 1 Nomor : Lampiran : Perihal : Permohonan Izin Usaha Produsen/Importir/Eksportir*) Kepada Yth. : Kepala Pusat Perizinan dan Investasi Departemen Pertanian Jl. Harsono RM. No.3 Ragunan Pasar

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik sebagaimana

Lebih terperinci

PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA PENGANGKUTAN GAS BUMI MELALUI PIPA

PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA PENGANGKUTAN GAS BUMI MELALUI PIPA Izin Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA PENGANGKUTAN GAS BUMI MELALUI PIPA Izin Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN

Lebih terperinci

PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA PENGOLAHAN GAS BUMI

PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA PENGOLAHAN GAS BUMI Izin Usaha Pengolahan Gas Bumi PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA PENGOLAHAN GAS BUMI Izin Usaha Pengolahan Gas Bumi PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA Prosedur Memperoleh Izin Usaha

Lebih terperinci

2012, No.118. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN Nomor : PM.8 TAHUN 2012 Tanggal : 26 JANUARI Contoh 1. Nomor : Jakarta.

2012, No.118. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN Nomor : PM.8 TAHUN 2012 Tanggal : 26 JANUARI Contoh 1. Nomor : Jakarta. 23 2012, No.118 Contoh 1 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN Nomor : PM.8 TAHUN 2012 Tanggal : 26 JANUARI 2012 --------------------------------------------------- Nomor : Jakarta Lampiran : Perihal

Lebih terperinci

2017, No Berjangka Komoditi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5232);

2017, No Berjangka Komoditi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5232); BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1453, 2017 BAPPEPTI. Direktur Kepatuhan. Tugas, Wewenang, dan Kewajiban. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Blitar,... Nomor :... Kepada : Lampiran : 1 ( satu ) berkas Yth. Kepala KP2T Kota Blitar Perihal : Permohonan SIA Jl. Jawa No.

Blitar,... Nomor :... Kepada : Lampiran : 1 ( satu ) berkas Yth. Kepala KP2T Kota Blitar Perihal : Permohonan SIA Jl. Jawa No. 00/Form-37/KP2T/2016 Blitar,... Nomor :... Kepada : Lampiran : 1 ( satu ) berkas Yth. Kepala KP2T Kota Blitar Perihal : Permohonan SIA Jl. Jawa No. 64b di - Blitar Bersama ini kami mengajukan permohonan

Lebih terperinci

Izin Usaha Niaga LPG PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA NIAGA UMUM LPG

Izin Usaha Niaga LPG PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA NIAGA UMUM LPG Izin Usaha Niaga LPG PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA NIAGA UMUM LPG PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA Prosedur Memperoleh Izin Usaha Sementara 1. Badan Usaha mengajukan permohonan

Lebih terperinci

DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI (IUI) MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP *) (BARU, RUSAK, HILANG) I. KETERANGAN UMUM

DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI (IUI) MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP *) (BARU, RUSAK, HILANG) I. KETERANGAN UMUM Diisi oleh Pemohon Model Pm-III DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI (IUI) MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP *) (BARU, RUSAK, HILANG) A. KETERANGAN PERUSAHAAN PEMOHON I. KETERANGAN UMUM 1. Pemohon:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.51/Menhut-II/2014. TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DALAM HUTAN ALAM PADA HUTAN PRODUKSI DENGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 10 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 10 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 10 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 25-26 Agustus 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.122, 2015 KEMENAKER. Izin Usaha. Pelatihan Kerja. Pelayanan Satu Pintu. BKPM. Standar Operasional Prosedur. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG M MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR IZIN USAHA JASA PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32/M-DAG/PER/8/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA PERDAGANGAN DENGAN SISTEM PENJUALAN LANGSUNG DENGAN

Lebih terperinci

Nama Perusahaan :... A l a m a t. Sebagai produsen atau pembuat pakan dengan bahan pakan :...

Nama Perusahaan :... A l a m a t. Sebagai produsen atau pembuat pakan dengan bahan pakan :... Formulir Model 1 Nomor : Lampiran : Perihal : Pendaftaran Pakan Kepada Yth.: Kepala Pusat Perizinan dan Investasi Departemen Pertanian Jl. Harsono RM. No.3 Ragunan Pasar Minggu, Jakarta Selatan Yang bertanda

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH MENTERI PERTANIAN, Menimbang: a. Mengingat : 1. bahwa pupuk organik dan pembenah tanah sangat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERSETUJUAN LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN PASAR LELANG DENGAN PENYERAHAN KEMUDIAN (FORWARD) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP-151/BL/2009 TENTANG PERIZINAN PERUSAHAAN

Lebih terperinci

(dibuat diatas kertas kop perusahaan) Perihal : Permohonan Penetapan sebagai Pialang Berjangka yang melaksanakan kegiatan penerimaan Nasabah secara

(dibuat diatas kertas kop perusahaan) Perihal : Permohonan Penetapan sebagai Pialang Berjangka yang melaksanakan kegiatan penerimaan Nasabah secara FORMULIR NOMOR III.PRO.65 (dibuat diatas kertas kop perusahaan) Nomor :, Lampiran : Perihal : Permohonan Penetapan sebagai Pialang Berjangka yang melaksanakan kegiatan penerimaan Nasabah secara elektronik

Lebih terperinci

FORMULIR PERMOHONAN BARU IZIN PERLUASAN INDUSTRI

FORMULIR PERMOHONAN BARU IZIN PERLUASAN INDUSTRI Lampiran Peraturan Bupati Bantul Nomor : FORMULIR PERMOHONAN BARU IZIN PERLUASAN INDUSTRI Nomor : Lampiran : 1 (satu) bendel Perihal : Permohonan Baru Izin Perluasan Industri Kepada Yth: Kepala Dinas Perijinan

Lebih terperinci

Izin Usaha Niaga Umum Bahan Bakar Gas (BBG/CNG) PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA NIAGA UMUM BBG-CNG

Izin Usaha Niaga Umum Bahan Bakar Gas (BBG/CNG) PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA NIAGA UMUM BBG-CNG Izin Usaha Niaga Umum Bahan Bakar Gas (BBG/CNG) PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA NIAGA UMUM BBG-CNG PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA Prosedur Memperoleh Izin Usaha Sementara 1.

Lebih terperinci