KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA"

Transkripsi

1 KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 ABSTRAK EVALINA. Kajian Morfologi Saluran Pencernaan Burung Walet Linchi (Collocalia linchi). Di bawah bimbingan SAVITRI NOVELINA dan HERU SETIJANTO. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi saluran pencernaan Burung Walet Linchi (Collocalia linchi). Penelitian ini menggunakan saluran pencernaan dari empat ekor Burung Walet Linchi yang terdiri dari dua jantan dan dua betina untuk dipelajari secara makroanatomi dan mikroanatomi. Pengamatan makroanatomi dilakukan untuk mempelajari letak dan struktur organ pencernaan sedangkan pengamatan mikroanatomi dilakukan secara histokimia mengggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) untuk mengamati struktur umum. Pewarnaan alcian blue (AB ph 2,5) dan periodic acid Schiff (PAS) untuk mengamati komposisi substansi mukus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saluran pencernaan Burung Walet Linchi tidak memiliki tembolok dan sekum. Pada daerah peralihan antara esofagus dengan lambung dan pada daerah peralihan antara lambung dengan usus ditemukan suatu katup fisiologis. Kelenjar esofagus terdapat disepanjang esofagus. Lapisan keratinoid terdapat pada daerah ventrikulus. Kelenjar Lieberkuhn dan sel goblet ditemukan di sepanjang usus, tetapi kelenjar Brunner tidak ditemukan. Secara makroanatomi, perbatasan antara usus halus dan usus besar sulit untuk dikenali. Berdasarkan fakta-fakta yang ada, dapat diambil kesimpulan bahwa saluran pencernaan burung walet linchi memiliki bentuk dan susunan yang sangat efisien sesuai dengan jenis makanan dan kebutuhan akan aktivitas hidupnya di udara. Proses pencernan makanan berlangsung cepat agar energi yang dihasilkan dapat segera digunakan untuk beraktivitas. Keadaan ini berbeda dengan saluran pencernaan burung pemakan biji-bijian misalkan Burung Merpati, burung ini memiliki tembolok dan sekum. Kedua organ tersebut berperan dalam proses pencernaan makanan untuk waktu yang lama, karena aktivitas hidup Burung Merpati tidak seluruhnya di udara, sehingga kebutuhan akan energi pun tidak dibutuhkan dengan segera. Dengan pewarnaan AB dan pewarnaan PAS menunjukkan bahwa komposisi substansi mukus pada esofagus, lambung dan usus mengandung mukopolisakarida yang bersifat asam dan mukopolisakarida yang bersifat netral.

3 KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

4 Judul Nama NIM : Kajian Morfologi Saluran Pencernaan Burung Walet Linchi (Collocalia linchi) : Evalina : B Disetujui Drh. Savitri Novelina, M.Si Pembimbing I Dr. Drh. Heru Setijanto Pembimbing II Diketahui Dr. Drh. I Wayan T. Wibawan, MS. Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal Lulus :

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Oktober 1984 di Pekalongan, Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Sodikin dan Budi Setyaningsih. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN Salit Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan pada tahun 1997, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 1 Kajen, Pekalongan dan lulus tahun Setelah tamat, penulis melanjutkan pendidikan ke SMUN 3 Bekasi, Jawa Barat. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi internal kampus yaitu Forum Ilmiah Mahasiswa (FIM) FKH dan Himpunan Minat Profesi Ornithologi dan Unggas FKH. Penulis juga pernah menjabat sebagai Sekretaris di Himpunan Minat Profesi Ornithologi dan Unggas periode kepengurusan

6 PRAKATA Alhamdulillahirabbil aalamin, puji syukur hanya bagi Allah Azza wa jalla, yang telah mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya, yakni cahaya Islam. Tidak ada kenikmatan kecuali berada dalam naungan kasih sayang-nya. Atas rahmat dan hidayah-nya pula, penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Tulisan ini merupakan hasil penelitian mengenai kajian morfologi dari organ saluran pencernaan Burung Walet Linchi (Collocalia linchi). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu dan Bapak atas kasih sayang, cinta, nasehat, do a, serta dukungan baik materiil maupun spiritual. 2. Drh. Savitri Novelina, M.Si dan Dr. drh. H. Heru Setijanto sebagai Dosen Pembimbing Skripsi atas bimbingan, motivasi, nasehat dan kesabarannya dalam mengarahkan penulis hingga skripsi ini selesai. 3. Prof. Dr. drh. Koeswinarning Sigit, MS sebagai Dosen Penguji Skripsi yang telah memberikan kritik dan saran agar skripsi ini lebih baik. 4. Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto sebagai Dosen Pembimbing Akademik, atas nasehat dan motivasi yang diberikan dalam membimbing penulis selama menjadi Mahasiswa di FKH-IPB. 5. Staf pengajar dan karyawan Laboratorium Anatomi FKH-IPB, khususnya Dr. drh. Chairun Nisa, M.Si, Dr. drh. Nurhidayat, MS, Drh. Supratikno, Mas Bayu, Pak Holid dan Drh. Sri Wahyuni, atas nasehat dan bantuannya selama penelitian. 6. Keluargaku adik Putri tersayang, Om Ning, Om Alim, Dohim, Tutun, Mbak Tatin, Mas evi, sepupuku Fitri, Wawan, Upi, Mbah Putri, Mbah Kakung, Mas Dian tercinta, keluarga di Semarang dan Lampung, atas kasih sayang, do a, nasehat dan ketulusan cinta yang senantiasa mengiringi hari-hari penuh ceria.

7 7. Reza Helmi S (teman sepenelitian), Sari, Asep, Gofur, Junandar, Fajri dan Basrizal (teman satu lab) atas kesetiaan, kesabaran dan kepedulian yang telah diberikan. 8. Sohib-sohibku di K8 Dinda, Gita dan Nola atas kasih sayang dan dukungannya selama kuliah di FKH. 9. Teman-teman Gymnolemata 40, teman-teman jejaka, Ady, Mas Tori dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Akhirnya, penulis mengharapkan agar skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis serta para pembaca umumnya. Semoga Allah senantiasa memudahkan langkah dan upaya kita untuk mencari ilmu-nya dan menyempurnakan keikhlasan dalam mengabdi kepada-nya. Jazakumullah khairon katsiroon. Bogor, September 2007 Evalina

8 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... v vi viii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Morfologi Distribusi Identifikasi Karakter Fisik Habitat dan Perilaku Bersarang Perilaku Makan Struktrur Umum Saluran Pencernaan Unggas Rongga Mulut Esofagus Lambung Usus Halus Usus Besar Kloaka Teknik Pewarnaan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pemrosesan Pengamatan Makroanatomi, Mikroanatomi dan Komposisi Substansi Mukus IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Makroanatomi Saluran Pencernaan Pengamatan Mikroanatomi Saluran Pencernaan Pengamatan Komposisi Substansi Mukus Pembahasan... 46

9 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 55

10 DAFTAR TABEL Halaman 1 Hasil pengukuran bobot badan, panjang esofagus dan proventrikulus, diameter melintang dan memanjang ventrikulus dan panjang usus Burung Walet Linchi Komposisi kelenjar pada esofagus dan lambung Burung Walet Linchi 34 3 Komposisi sel penyusun kelenjar lambung Burung Walet Linchi 35 4 Perbedaan struktur jaringan usus Burung Walet Linchi Hasil pewarnaan AB dan pewarnaan PAS pada esofagus dan lambung Burung Walet Linchi Hasil pewarnaan AB dan pewarnaan PAS pada usus dan kloaka Burung Walet Linchi. 41

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Peta distribusi Burung Walet Linchi. 3 2 Morfologi Burung Walet Linchi tampak dorsal (A), tampak ventral (B), bagian kepala Burung Walet Linchi (C). 5 3 Skema saluran pencernaan unggas 8 4 Cara pengukuran panjang esofagus dan proventrikulus, diameter lambung dan panjang usus Burung Walet Linchi Cara pengambilan sampel jaringan histologi Burung Walet Linchi Situs viserum (A), organ bagian dalam (B), saluran pencernaan (C) Burung Walet Linchi Organ bagian dalam tampak dorsal (A), organ bagian dalam tampak ventral (B) Burung Walet Linchi (dalam pengawet Bouin s) Lambung Burung Walet Linchi (dalam pengawet Bouin s) Skema pembagian daerah lambung Perbandingan anatomi saluran pencernaan Burung Walet Linchi dengan beberapa spesies lain Gambaran mikroanatomi esofagus Burung Walet Linchi Gambaran mikroanatomi esofagus bagian kranial Burung Walet Linchi Gambaran mikroanatomi esofagus bagian kaudal Burung Walet Linchi Gambaran mikroanatomi katup fisiologis pada daerah peralihan esofagus dengan lambung Burung Walet Linchi Gambaran mikroanatomi daerah peralihan antara esofagus dengan proventrikulus Burung Walet Linchi 28

12 16 Gambaran mikroanatomi kardia Burung Walet Linchi Gambaran mikroanatomi fundus Burung Walet Linchi (A&C), (B& D) sel-sel penyusun kelenjar lambung hasil perbesaran dari gambar (A&C) Gambaran mikroanatomi fundus Burung Walet Linchi (A ) daerah fundus yang berotot tebal, (B) daerah fundus yang berotot tipis Gambaran mikroanatomi katup fisiologis antara lambung dengan usus Burung Walet Linchi Gambaran mikroanatomi pilorus Burung Walet Linchi Gambaran mikroanatomi daerah duodenum dihubungkan dengan pankreas, hati dan kantung empedu Burung Walet Linchi Gambaran mikroanatomi duodenum Burung Walet Linchi Gambaran mikroanatomi yeyunum Burung Walet Linchi Gambaran mikroanatomi ileum Burung Walet Linchi Gambaran mikroanatomi kolorektum/rektum Burung Walet Linchi Gambaran mikroanatomi kloaka Burung Walet Linchi Gambaran mikroanatomi hasil pewarnaan AB dan PAS pada substansi mukus kelenjar esofagus Burung Walet Linchi Gambaran mikroanatomi hasil pewarnaan AB dan PAS pada substansi mukus kelenjar lambung (A) kardia, (B) fundus, (C) pilorus Burung Walet Linchi Gambaran mikroanatomi hasil pewarnaan AB dan PAS pada substansi mukus kelenjar usus dan sel goblet Burung Walet Linchi. (A) yeyunum, (B) kolorektum/rektum Gambaran mikroanatomi hasil pewarnaan AB dan PAS pada substansi mukus lapis epitel dan lumen kloaka Burung Walet Linchi 45

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Pembuatan preparat mikroanatomi Prosedur pewarnaan hematoxylin-eosin Prosedur pewarnaan alcian blue Prosedur pewarnaan periodic acid Schiff... 59

14 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keragaman flora dan fauna yang tinggi. Burung walet linchi, dinamakan juga burung sriti, merupakan salah satu kekayaan fauna Indonesia yang selama ini dimanfaatkan oleh para pemerhati sebagai pemancing dan induk angkat bagi anakan Burung Walet Sarang Putih. Namun, akhir-akhir ini Burung Walet Linchi mulai dikenal karena sarangnya juga dapat dikonsumsi dan mempunyai nilai ekonomi. Di Indonesia terdapat beberapa spesies burung walet yang sarangnya dapat dikonsumsi yaitu Walet Sarang Putih (Collocalia fuciphaga), Walet Sarang Hitam (Collocalia maxima), Walet Linchi (Collocalia linchi) dan Walet Esculenta (Collocalia esculenta). Spesies walet umumnya dibedakan berdasarkan ukuran tubuh, warna bulu dan bahan yang dipakai untuk membuat sarang (Chantler and Driessens 1995). Burung Walet Sarang Putih menghasilkan sarang yang seluruhnya terbuat dari saliva, sedangkan Burung Walet Linchi dan Burung Walet Esculenta menghasilkan sarang yang merupakan campuran saliva dengan bahan lain seperti daun pinus, ranting atau tali. Sebelum dijual, saliva dan material penyusun sarang lainnya dipisahkan. Sarang walet dipercaya berkhasiat bagi kesehatan manusia, antara lain dapat menyembuhkan penyakit pernafasan, meningkatkan vitalitas, obat awet muda dan memelihara kecantikan. Mahalnya harga sarang Burung Walet Sarang Putih membuat masyarakat mencari alternatif lain dengan mengkonsumsi sarang Burung Walet Linchi. Harga sarang Burung Walet Linchi berkisar antara 1-3 juta rupiah per kilogram (Budiman 2002). Perilaku makan Burung Walet Linchi adalah dengan menyambar serangga yang terbang (aerial insectivora). Aktivitas harian burung walet linchi dilakukan sambil terbang termasuk mencari makan dan kopulasi. Dengan demikian maka organ-organ tubuh burung disusun sangat efisien dan seringan mungkin untuk mendukung aktivitas hariannya. Saluran pencernaan unggas dimulai dari esofagus, lambung, usus halus, usus besar dan berakhir di kloaka. Esofagus pendek memudahkan makanan cepat sampai ke lambung. Burung Walet Linchi memiliki lambung dengan lapis kutikula yang berlipat-lipat sehingga berbeda

15 dengan jenis burung pemakan serangga lain. Serta usus yang tidak terlalu panjang agar penyerapan nutrisi dapat bekerja secara efisien guna penyediaan energi tubuh saat terbang untuk melakukan segala aktivitas hidupnya. Keberadaan Burung Walet Linchi sampai saat ini dirasakan masih kurang diminati dan dimanfaatkan sebagai bahan kajian ilmiah oleh kalangan ilmuwan atau peneliti, terutama untuk studi morfologi organ-organ dalam tubuhnya. Penelitian mengenai Burung Walet Linchi masih belum banyak dilaporkan. Beberapa penelitian lebih menitikberatkan pada aspek budidaya dan pengolahan sarang Burung Walet Linchi (Mulyadi 1997; Sumiati 1998) dan Novelina et al. (2007) mendeskripsikan struktur anatomi kelenjar saliva burung walet linchi. Morfologi saluran pencernaan Burung Walet Linchi berkaitan erat dengan jenis pakan dan pola makan. Hal ini penting sebagai dasar untuk budidaya burung walet linchi. 1.2 Tujuan Penelitian 1. Mempelajari morfologi saluran pencernaan Burung Walet Linchi (Collocalia linchi) baik secara makroanatomi maupun mikroanatomi. 2. Diharapkan hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi data penunjang demi keberhasilan dalam budidaya burung tersebut. 1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar dan bahan pertimbangan untuk menambah nilai guna Burung Walet Linchi. Manfaat lain dari penelitian ini adalah dapat dipublikasi mengenai manfaat dan peranan Burung Walet Linchi dalam kehidupan manusia serta sebagai bahan rujukan untuk menambah kekayaan khasanah ilmu.

16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Morfologi Taksonomi Burung Walet Linchi menurut Welty (1982), Chantler and Driessens (1995) adalah sebagai berikut : Kelas : Aves Subkelas : Neornithes Superordo : Apodimorphae Ordo : Apodiformes Famili : Apodidae Subfamili : Apodinae Genus : Collocalia Spesies : Collocalia linchi 2.2 Distribusi Genus Collocalia ini banyak tersebar di seluruh dunia dan setiap lokasi atau daerah memiliki spesies yang berbeda-beda. Burung Walet Linchi adalah spesies endemik untuk dataran Sunda, juga tersebar di Pulau Jawa dan pulaupulau kecil di sekitarnya seperti Madura, Bawean, Kangean, Bali dan Lombok, serta di beberapa daerah di Sumatera bagian utara dan selatan. Sementara daerah Sumatera bagian tengah dan Malaysia penyebaran burung walet linchi belum dilaporkan. Gambar 1 Peta distribusi Burung Walet Linchi. (sumber : Chantler and Driesens 1995)? = daerah penyebaran walet linchi, (?) = daerah yang diduga terdapat walet linchi tetapi belum dilaporkan.

17 2.3 Identifikasi karakter fisik Ciri fisik Burung Walet Linchi adalah ukuran tubuh lebih kecil dari Burung Walet Sarang Putih, dengan panjang tubuh 9,41 cm dan bentangan sayap 9,63 cm, terdapat bulu warna putih pada bagian perut (Sumiati 1998). Menurut Budiman (2002), Burung Walet Linchi disebut juga White bellied swiftlet atau si perut putih dengan ciri-ciri sebagai berikut : panjang tubuh lebih kecil dari panjang tubuh burung walet, ekor tidak bercabang, warna bulu di bagian perut putih sedang di bagian lainnya hitam, warna mata gelap kehitaman, ujung paruh melengkung seperti kuku merupakan ciri khas pada burung pemakan serangga, serta sepasang kaki berwarna hitam, kecil dan lemah. Sepintas lalu Burung Walet Linchi tidak mudah dibedakan dengan burung pemakan serangga lain karena kebiasaannya terbang bersama kelompok besar dari jenis yang berbeda untuk mencari makan. Burung Walet Linchi sering dikelirukan dengan Burung Layang-layang Asia (Hirundo rustica) dari sub ordo Passeres yang memiliki kaki berwarna hitam dan kuat untuk bertengger, sedangkan Burung Walet Linchi kedua kakinya kecil dan lemah sehingga burung ini tidak pernah bertengger atau beristirahat kecuali ketika tidur di sarang atau pada saat memberi makan anakan (Nurhidayanti 2002; Soehartono dan Mardiastuti 2003).

18 A B C Gambar 2 Morfologi Burung Walet Linchi tampak dorsal (A), tampak ventral (B), bagian kepala Burung Walet Linchi (C) (sumber : dokumentasi pribadi).

19 2.4 Habitat dan Perilaku Bersarang Burung Walet Linchi termasuk burung yang sebagian besar aktivitas hidupnya dihabiskan diudara untuk mencari makan maupun saat kopulasi. Suaranya mencicit dengan mengeluarkan bunyi cret-cret-cret (Budiman 2002). Burung Walet Linchi membangun sarangnya di rumah walet atau bangunan buatan manusia misalnya dibawah jembatan atau dibawah atap bangunan/rumah kosong dan daerah remang-remang karena burung ini tidak memiliki kemampuan echo-lokasi, yaitu kemampuan untuk mendeteksi arah dan jarak dalam kegelapan berdasarkan suara gema yang dipantulkan oleh suara walet (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Sarang terbuat dari rajutan rerumputan, daun pinus atau cemara menggunakan air liur sebagai perekat. Berbagai tumbuhan yang dijadikan bahan pembuat sarang oleh Burung Walet Linchi menurut Soehartono dan Mardiastuti (2003) antara lain jenis rumput-rumputan, daun-daunan dan tulang daun dari pohon flamboyan Delonix regia, daun pohon cemara laut Casuarina equisetifolia dan daun pinus. 2.5 Perilaku Makan Kebiasaan makan Burung Walet Linchi adalah dengan cara menyambar serangga yang terbang (aerial insectivora). Sepanjang hari burung ini terbang untuk mencari makan sehingga saluran pencernaannya mulai dari esofagus, lamb ung, usus halus, usus besar dan kloaka tersusun seefisien mungkin disesuaikan dengan perilaku dan makanannya di alam. Esofagus pendek memudahkan makanan cepat sampai ke lambung. Burung Walet Linchi memiliki lambung dengan lapis kutikula yang berlipat-lipat berbeda dengan jenis burung pemakan serangga lain. Panjang usus yang tidak terlalu panjang berfungsi dalam proses penyerapan sari makanan sehingga dapat bekerja secara cepat guna penyediaan energi tubuh saat terbang untuk melakukan segala aktivitas hidupnya. Menurut Soehartono dan Mardiastuti 2003, makanan utama Burung Walet Linchi adalah serangga dari ordo Hymenoptera (73,8%), beberapa jenis Coleoptera (12,0%), Diptera (9,4%), Homoptera (3,7%) dan Hemiptera (0,4%). Secara umum, burung membutuhkan simpanan energi yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan vertebrata lain. Energi tersebut digunakan untuk

20 terbang dan kebutuhannya lebih besar dibandingkan dengan aktivitas berlari ataupun berenang, terutama apabila terbang di dataran tinggi dengan kandungan oksigen dan tekanan udara yang rendah (Schmidt-Nielsen 1997). Dengan aktivitas harian yang tinggi itu maka Burung Walet Linchi membutuhkan makan lebih banyak sekaligus untuk menjaga suhu tubuhnya, karena burung kecil akan kehilangan suhu tubuh lebih cepat daripada burung besar. 2.6 Struktur Umum Saluran Pencernaan Unggas Struktur anatomi saluran pencernaan burung memiliki bentuk yang unik pada setiap spesies sesuai dengan fungsinya. Saluran pencernaan menyerupai bentuk tabung yang tersusun atas otot yang dilapisi oleh membran mukosa khusus. Fungsi utama saluran pencernaaan adalah untuk menyiapkan bahan makanan agar dapat diserap di usus dan digunakan oleh sel tubuh (Telford and Bridgma n 1995). Diawal perkembangan pada masa embrional, saluran pencernaan terdiri atas tiga bagian yaitu bagian terdepan adalah foregut yang dimulai dari rongga mulut, faring, esofagus, lambung dan sebagian usus halus, bagian tengah adalah midgut yang dimulai setelah foregut sampai usus besar awal dan bagian terakhir adalah hindgut dimulai setelah midgut sampai dengan kloaka (Kent 1997). Saluran pencernaan unggas meliputi paruh, mulut, lidah tanpa gigi, faring, esofagus, tembolok (pelebaran esofagus), proventrikulus (lambung kelenjar), ventrikulus (lambung otot/gizzard), usus halus, usus besar dan kloaka (gambar 3). Proses pencernaan makanan meliputi proses mekanik dan kimiawi yang dimulai dari masuknya makanan ke rongga mulut diteruskan ke esofagus kemudian ke proventrikulus yang mensekresikan asam lambung dan enzim pencernaan untuk melunakkan makanan. Makanan selanjutnya masuk ke lambung otot untuk dicerna secara mekanis menjadi makanan yang lebih halus dan mengalami penyerapan nutrisi di usus yang akhirnya sisa metabolisme akan dikeluarkan melalui kloaka.

21 Gambar 3 Skema saluran pencernaan unggas (sumber : Arent 2002). Burung walet memiliki susunan saluran pencernaan yang hampir sama dengan jenis burung lain. Ciri morfologi yang membedakannya adalah pada esofagus burung walet tidak terdapat tembolok (Welty 1982). Burung walet memiliki usus dengan vili-vili yang sangat kecil dan halus sehingga makanan dengan mudah dan cepat dapat dicerna serta diserap sari-sarinya yang kemudian akan digunakan sebagai sumber energi tubuh (Welty 1982). Menurut Telford and Bridgman (1995), pada umumnya saluran pencernaan terdiri dari empat lapisan yaitu : a. Lapisan mukosa, terdiri dari : sel epitel, membran basal, lamina propria (terdapat kumpulan kelenjar dan limfonodus ) dan muskularis mukosa. b. Lapisan submukosa, terdiri dari : kelenjar-kelenjar, buluh darah, limfonodus dan serabut syaraf. c. Lapisan muskularis eksterna, terdiri dari : lapis otot dalam sirkuler, lapis otot luar longitudinal, syaraf ke otot, buluh darah dan limfe. d. Lapisan serosa atau adventisia, terdiri dari : jaringan ikat longgar, jaringan lemak, buluh darah dan limfe, serta peritoneum atau retroperitoneal.

22 2.6.1 Rongga mulut Paruh burung menggantikan fungsi bibir dan gigi pada hewan lain. Bentuk dan ukuran paruh bervariasi tergantung pada jenis makanannya. Sama seperti paruh, lidah/glotis pun beradaptasi dengan jenis makanan. Burung tidak memiliki epiglotis yang berfungsi untuk mengarahkan makanan agar masuk ke esofagus, tetapi di rongga mulut terdapat tulang otot rangka, kelenjar air liur dan lidah/glotis yang bisa membuka dan menutup selama terbang. Kelenjar air liur berfungsi menghasilkan enzim-enzim pencernaan, Ig A sebagai sistem pertahanan tubuh dan enzim antibakteri (lisozim). Pada burung walet, kelenjar air liur digunakan sebagai bahan perekat dalam proses pembuatan sarang. Penelitian kelenjar air liur Burung Walet Linchi yang sudah dilaporkan adalah mengenai morfologi kelenjar mandibularis dan kelenjar lingualis (Novelina et al. 2007). Kelenjar mandibularis terdapat sepasang dan terletak pada ventral mandibula, dengan sel-sel asinar bertipe mukus. Sedangkan kelenjar lingualis terdapat pada daerah submukosa lidah, dengan sel-sel asinar bertipe seromukus. Gambaran ini serupa dengan kelenjar mandibularis Burung Walet Putih (Novelina dan Adyane 2005) Esofagus Pada saat makanan berada dalam ruang mulut terjadi pencampuran dengan air liur untuk memudahkan makanan masuk ke esofagus. Di dalam esofagus terdapat kelenjar mukus yang berfungsi untuk memudahkan proses transportasi makanan ke lambung. Secara histologi bentuk esofagus dilapisi oleh epitel pipih banyak lapis yang tebal, lamina propia yang relatif tipis dan lapis muskularis eksterna yang terdiri atas otot polos tersusun sirkuler dan longitudinal Lambung Unggas memiliki lambung yang terbagi atas proventrikulus (lambung kelenjar) dan ventrikulus (lambung otot/gizzard). Proventrikulus menghasilkan asam lambung dan enzim pencernaan untuk proses kimiawi yang dirangsang oleh nervus vagus dan gastrin (Prosser 1973), serta mukus sebagai pelicin agar makanan mudah dihancurkan dan dilewatkan ke organ berikutnya. Sedangkan

23 ventrikulus berfungsi secara me kanik menggantikan fungsi gigi. Menurut Cunningham (1997), pergerakan otot pada saluran pencernaan terutama lambung memiliki fungsi : 1. Memindahkan makanan dari satu lokasi ke lokasi yang lain. 2. Memecah bahan makanan secara fisik dan menggilingnya bersama dengan enzim-enzim saluran pencernaan. 3. Menahan makanan yang masuk untuk dicerna dan diabsorbsi. 4. Memindahkan makanan ke semua bagian tubuh melalui permukaan yang absorbtif. Lambung memiliki jenis sel epitel silindris sebaris yang berbeda dengan sel epitel esofagus. Secara histologi terdapat empat tipe sel pada lambung mamalia (Bloom & Fawcett 1968; Telford and Bridgman 1995), yaitu : 1. Sel Chief (Zymogenic cells) Sel ini berada dipermukaan membran basal, berbentuk kubus atau piramid dan menghasilkan inaktif proenzim yang disebut pepsinogen dan lipase. 2. Sel Parietal (Oxyntic cells) Diantara sel chief ada satu sel parietal yang bentuknya piramidal, biasanya terdiri dari satu inti yang besar tapi kadang-kadang dua atau lebih inti dalam satu sel. Sel parietal menghasilkan sekresi asam lambung (HCl). 3. Sel Leher Mukus (Mucus Neck cells) Sel ini relatif sedikit jumlahnya dan berada diantara sel parietal dibagian leher dari kelenjar. Inti sel terletak di basal. 4. Sel Argentaffin (Enterochromaffin cells) Sel ini banyak terdapat di kelenjar fundus dan sedikit di kelenjar pilorus, berfungsi sebagai penyalur sistem endokrin, misalnya : sekretin, gastrin, kholesitokinin Usus Halus Menurut Carpenter (2003), usus halus dilapisi oleh vili-vili dan mikrovili. Vili dipenuhi oleh pembuluh darah dan pembuluh limfe. Mikrovili berukuran lebih kecil daripada vili dan dilapisi oleh membran plasma. Mikrovili bertugas membawa enzim yang memisahkan gabungan gula menjadi gula sederhana dan

24 melengkapi pencernaan protein. Usus halus merupakan bagian utama dalam proses absorbsi nutrisi. Usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu : duodenum, yeyunum dan ileum. Sel epitel usus halus adalah epitel silindris sebaris dengan empat macam sel yaitu (Bloom & Fawcett 1968 dan Telford and Brigman 1995) : a. Sel penyerap berbentuk silindris dengan mikrovili berfungsi untuk menyerap sari-sari makanan. b. Sel goblet/sel mangkok, tersebar tidak teratur dan tidak merata pada epitel permukaan. Sel ini menghasilkan mukus yang berfungsi untuk melindungi mukosa. c. Sel argentaffin/sel enterokhomafin, menghasilkan serotonin yang menstimulasi kontraksi otot polos, serta menyalurkan hormon misalnya sekretin, gastrin, kholesitokinin. d. Sel paneth, berbentuk silindris atau piramidal dengan inti bulat terletak di basal. Sel paneth terletak diujung kelenjar Liberkuhn, fundus dan sekum (pada unggas/ayam, karnivora dan babi sel ini tidak ada) Usus besar Usus besar pada burung terbagi atas sekum, kolon dan rektum. Kolon dan rektum pada burung disebut kolorektum/rektum berukuran relatif lebih pendek jika dibandingkan pada mamalia dan berfungsi untuk menyerap air, mengeluarkan bahan yang tidak tercerna dan mengurangi produk buangan (Kent 1997). Usus besar memiliki bakteri yang membantu pencernaan dengan menghasilkan vitamin K dan vitamin B sebagai hasil metabolisme bakteri, kemudian diserap kembali oleh tubuh bersama dengan air (Carpenter 2003). Ukuran dan bentuk rektum bervariasi setiap spesies burung. Sekum pada burung ada yang rudimenter seperti pada Burung Walet Sarang Putih (Novelina 2003). Sedangkan pada Burung Layang-layang Asia (Hirundo rustica) yang juga sebagai pemakan serangga memiliki sepasang sekum yang tidak berkembang subur (Yulianti 2002). Usus dilapisi oleh sel epitel silindris sebaris, sel goblet dan kelenjar Lieberkuhn di sepanjang mukosa usus.

25 2.6.6 Kloaka Saluran pencernaan bagian bawah berakhir di kloaka ditandai dengan bergantinya epitel silindris sebaris pada mukosa rektum menjadi epitel pipih banyak lapis pada kloaka. Disinilah saluran pembuangan bercampur antara feses dengan urin (Carpenter 2003). Pada burung, kloaka berfungsi ganda yaitu sebagai saluran pembuangan sisa metabolisme dan sebagai saluran reproduksi (Kent 1997). 2.7 Teknik Pewarnaan Jenis pewarnaan histologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) Pewarnaan HE digunakan untuk mempelajari struktur jaringan normal, dimana sel yang bersifat asam akan menarik warna merah pada eosin sedangkan sel yang bersifat basa akan menarik warna ungu pada hematoksilin. Dengan pewarnaan ini maka inti sel akan berwarna ungu, dan sitoplasma akan berwarna merah muda (Kiernan 1990). b. Pewarnaan alcian blue (AB ph 2,5) Pewarnaan AB digunakan untuk mengamati komposisi substansi mukus pada suatu organ. Pewarnaan ini tidak spesifik untuk jenis karbohidrat, tetapi metode ini sering digunakan untuk mendeteksi mukopolisakarida yang bersifat asam dengan cara mengikat gugus karboksil pada ph 2,5 (Kiernan 1990). Pewarnaan ini sangat sensitif terhadap perubahan ph. Alcian blue merupakan pewarna dengan copper phtalocyanin yang larut dalam air. Reaksi positif pada pewarnaan AB akan memberikan warna biru terang karena adanya copper. Intensitas warna biru yang teramati ditentukan oleh kadar mukopolisakarida asam yang menyusun substansi mukus (Kiernan 1990). Mukopolisakarida yang bersifat asam contohnya asam peptin dan asam alginin. c. Pewarnaan periodic acid Schiff (PAS) Pewarnaan PAS juga digunakan untuk mengamati komposisi substansi mukus pada suatu organ. Pewarnaan PAS bersifat tidak spesifik untuk jenis karbihidrat tertentu, tetapi metode ini sering digunakan untuk mendeteksi

26 mukopolisakarida yang bersifat netral, dengan cara memutus rantai karbon pada gugus 1,2 glikol dan 1,2 amino-alkohol oleh asam periodat dan mengoksidasinya menjadi gugus aldehid yang selanjutnya direaksikan oleh reagen Schiff menjadi berwarna merah magenta (Kiernan 1990). Intensitas warna merah magenta yang dihasilkan pada reaksi PAS positif ditentukan oleh kadar mukopolisakarida netral yang menyusun substansi mukus. Mukopolisakarida yang bersifat netral contohnya galaktosamin dan glukosamin.

27 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan pengambilan spesimen dilakukan di lokasi sekitar kampus Institut Pertanian Bogor Dramaga. Penelitian dilaksanakan selama sepuluh bulan dari bulan September 2006 sampai Juni Bahan dan Alat Penelitian ini me nggunakan Burung Walet Linchi (Collocalia linchi) sebanyak empat ekor yang terdiri dari dua ekor jantan dan dua ekor betina. Burung Walet Linchi ditangkap di sekitar kampus IPB Dramaga dengan menjaring langsung di dekat sarang burung yang menempel pada dinding maupun atap bangunan. Bahan kimia yang digunakan adalah : khloroform, larutan NaCl fisiologis, larutan pengawet paraform 4%, alkohol bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, 100%), xylol, paraffin p.a ( C), aquadest, larutan resin (Entelan, Merck), zat-zat warna hematoksilin-eosin (HE), alcian blue (AB ph 2,5) dan periodic acid Schiff (PAS). Alat alat yang digunakan dalam peneltian ini adalah jaring penangkap, stoples anestesi, jangka sorong, alat bedah, glass object atau kaca obyek, cover glass atau kaca penutup, kotak preparat, mikroskop, label kertas, botol alkohol, botol zat pewarna, inkubator untuk embedding, cetakan atau wadah untuk parafinasi, mikrotom rotasi, balok kayu kecil, perlengkapan labotarium histologi, tali kasur, jangka sorong, penggaris dan peralatan fotografi. 3.3 Metode Penelitian Pemrosesan Burung ditimbang menggunakan timbangan digital, kemudian di anestesi perinhalasi menggunakan khloroform di dalam stoples anestesi. Setelah terbius

28 burung difiksir pada papan fiksasi kemudian ruang kostoabdominal dibuka, selanjutnya dilakukan pengamatan makroanatomi meliputi letak, bentuk dan ukuran organ visceranya. Situs viscerum diamati dan difoto. Kemudian dilakukan penyuntikan larutan pengawet paraformaldehida 4% pada seluruh bagian saluran pencernaan mulai dari esofagus sampai dengan kloaka tujuannya untuk memaksimalkan proses pengawetan. Setelah dilakukan pengawetan, sampel saluran pencernaan mulai dari esofagus sampai dengan kloaka dikeluarkan dari tubuh burung. Kemudian dicuci dengan larutan NaCl fisiologis dan direndam dalam stoples yang berisi larutan pengawet selama tiga hari. Selanjutnya sampel disimpan dalam stoples berisi alkohol 70% sampai pemrosesan selanjutnya. Sampai tahap ini dapat dilakukan pengamatan dan pengukuran masing-masing bagian saluran pencernaan secara makroanatomi dengan menggunakan benang kasur dan penggaris. Untuk pengamatan mikroanatomi, sampel jaringan esofagus, lambung dan usus diproses dengan teknik histologi rutin, mulai dari dehidrasi menggunakan seri larutan alkohol bertingkat dan penjernihan (clearing) dengan xylol kemudian dilakukan penanaman (embedding) dalam paraffin. Blok paraffin dipotong setebal 5 µm menggunakan mikrotom rotasi (Reinchert Jung ), kemudian diletakkan pada obyek gelas dan diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator suhu 37 o C. Preparat kemudian diwarnai dengan HE (Kiernan 1990) dan AB PAS (Kiernan 1990). Tahap terakhir adalah tahap rehidrasi dimana prinsip kerjanya pengembalian cairan ke dalam jaringan secara sistematis Pengamatan Makroanatomi, Mikroanatomi dan Komposisi Substansi Mukus Pengamatan makroanatomi mencakup pengamatan morfologi dan pengukuran saluran pencernaan mulai dari esofagus, lambung, usus dan kloaka. Pengukuran panjang esofagus, diameter lambung dan panjang usus dilakukan dengan benang kasur dan penggaris. Pengukuran dilakukan setelah organ difiksasi dengan paraform 4%.

29 Gambar 4 Cara pengukuran panjang esofagus dan proventrikulus, diameter ventrikulus dan panjang usus. A = panjang esofagus sampai proventrikulus, B = diameter memanjang lambung, C = diameter melintang lambung, D = panjang usus mulai dari duodenum sampai dengan kloaka. Gambar 5 Lokasi pengambilan sampel jaringan mikroanatomi Burung Walet Linchi. ES1 = Esofagus kranial ES2 = Esofagus kaudal LMB = Lambung DUO = Duodenum YE = Yeyunum IL = Ileum KRE = Kolorektum/rektum KLO = Kloaka

30 Pengamatan mikroanatomi meliputi pengamatan struktur umum saluran pencernaan mulai dari esofagus sampai kloaka dengan pewarnaan HE dan pengamatan komposisi substansi mukus dengan pewarnaan AB ph 2,5 dan pewarnaan PAS. Pengamatan struktur umum pada esofagus, lambung, usus dan kloaka meliputi struktur lapisan dinding saluran pencernaan, bentuk dan macam sel serta kelenjar. Sedangkan pengamatan komposisi substansi mukus dilakukan untuk mengetahui sifat dan komposisi mukopolisakarida dari substansi mukus di saluran pencernaan. Semua hasil yang diperoleh pada pengamatan mikroanatomi dipotret menggunakan alat mikrofotografi (Canon PowerShot A95).

31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Makroanatomi Saluran Pencernaan Dari pengamatan makroanatomi didapatkan ukuran organ pencernaan Burung Walet Linchi seperti pada tabel 1 berikut : Tabel 1 Hasil pengukuran bobot badan, panjang esofagus dan proventrikulus, diameter melintang dan memanjang ventrikulus dan panjang usus Burung Walet Linchi No. Jenis kelamin Bobot Badan (gram) Panjang Esofagus dan Proventrikulus (cm) Diameter Ventrikulus (cm) melintang memanjang Panjang Usus (cm) 1 Jantan 5,5 3,1 2,9 3,5 10,4 2 Betina 5,7 2,5 2,3 2, Jantan 5,8 3 2,2 3,3 9,2 4 Betina 5,5 3,1 2,9 3,5 10,4 Rata-rata 5,6 ± 0,2 2,9 ± 0,3 2,6 ± 0,4 3,3 ± 0,4 10 ± 0,6 Berdasarkan hasil pengukuran bobot badan Burung Walet Linchi baik pada jantan maupun pada betina menunjukkan rata-rata berat badan burung tersebut adalah 5,6 ± 0,2 gram. Dengan ukuran ini, dapat dilihat bahwa Burung Walet Linchi memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil. Bobot badan antara burung jantan dan betina tidak berbeda jauh. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh nilai panjang esofagus sampai proventrikulus rata-rata adalah 2,9 ± 0,3 cm. Ukuran panjang esofagus sampai proventrikulus Burung Walet Linchi termasuk pendek, hal ini sangat sesuai dengan perilaku makan Burung Walet Linchi yang dengan segera akan menelan makanannya supaya bisa langsung masuk ke lambung untuk dicerna. Rata-rata diameter melintang dan diameter memanjang ventrikulus berturut-turut adalah 2,6 ± 0,4 cm dan 3,3 ± 0,4 cm. Rataan diameter lambung yang memanjang lebih panjang dari pada rataan diameter lambung yang melintang, memungkinkan Burung Walet Linchi untuk dapat menampung makanan dalam jumlah banyak untuk kemudian dicerna. Sedangkan panjang rata-rata usus mulai dari ventrikulus sampai dengan kloaka

32 adalah 10 ± 0,6 cm. Rata-rata usus 10 ± 0,6 cm adalah 1,06 kalinya dari panjang seluruh tubuh (9,41 cm), ukuran ini menunjukkan bahwa panjang usus Burung Walet Linchi relatif pendek bila dibandingkan dengan panjang usus ayam 152 cm yaitu 3,3 kalinya dari panjang tubuh ayam (46 cm) (Vollmerhaus 1992). Ukuran usus Burung Walet Linchi yang relatif pendek ini berkaitan dengan aktivitas hidupnya yang sebagian besar berada di udara, sehingga diperlukan persediaan energi yang tinggi untuk dapat terbang jauh menuju daerah yang ketersediaan makanannya cukup dan segera kembali ke sarang. Aktivitas tersebut berlangsung sepanjang hari, sehingga mengharuskan tingkat metabolisme yang cepat. Susunan organ pencernaan Burung Walet Linchi terdiri atas paruh, esofagus, proventrikulus (lambung kelenjar), ventrikulus (lambung otot/gizzard), duodenum, yeyunum, ileum, kolorektum/rektum dan berakhir di kloaka. Sekum tidak ada sehingga batas antara usus halus dan usus besar sulit dikenali. Pengamatan secara makroanatomi menunjukkan bahwa esofagus terbentang diantara orofaring dan lambung. Dari rongga mulut, esofagus berjalan disebelah kanan trakea. Di bagian kranial lumen esofagus lebar, kemudian di bagian medial esofagus tidak ditemukan suatu perluasan esofagus yang disebut tembolok. Sebelum memasuki lambung, ukuran lumen esofagus lebih kecil dibanding bagian kranial kemudian melebar dan pada permukaan luarnya terdapat berkas pembuluh darah. Daerah tersebut merupakan proventrikulus (lambung kelenjar). Pada bagian ventral daerah peralihan antara esofagus dan proventrikulus terdapat suatu legok (impressio) karena terdapat organ jantung di depannya. Lambung Burung Walet Linchi merupakan lambung tunggal, terletak di sebelah kiri ruang perut bagian kranial. Lambung terbagi menjadi dua bagian yaitu proventrikulus (lambung kelenjar) dan ventrikulus (lambung otot). Bentuk ventrikulus agak lonjong karena panjang dari arah kranial ke kaudal ukurannya lebih besar dibandingkan dari dorsal ke ventral. Antara proventrikulus dan ventrikulus tidak dipisahkan oleh suatu zona intermediet berupa penyempitan (isthmus), sehingga letak proventrikulus dengan ventrikulus tidak memiliki batas yang jelas (gambar 8).

33 Gambar 6 Situs viserum (A), organ bagian dalam (B), saluran pencernaan (C) Burung Walet Linchi. 1 bar = 0,5 cm. a. lidah, b. trakea, c. esofagus, d. jantung, e. paruparu, f. lobus hati kiri, g. lobus hati kanan, h. lambung, i. proventrikulus, j. ventrikulus, k. usus, l. pankreas. A B Gambar 7 Organ bagian dalam tampak dorsal (A), organ bagian dalam tampak ventral (B) Burung Walet Linchi (dalam pengawet Bouin s). 1 bar = 0,5 cm. a. esofagus, b. lobus hati kanan, c. lobus hati kiri, d. usus, e. organ reproduksi betina, f. kloaka, g. jantung, h. lambung.

34 Gambar 8 Lambung Burung Walet Linchi (dalam pengawet Bouin s). 1 bar = 0,5 cm. a. esofagus, b. katup fisiologis, c. provenrikulus, d. ventrikulus, d1. ventrikulus berotot tebal, d2. ventrikulus berotot tipis, e. usus. proventrikulus kardia pilorus fundus Gambar 9 Skema pembagian daerah lambung.

35 Daerah peralihan antara esofagus dan lambung bagian proksimal (proventrikulus) dan antara lambung bagian distal (pilorus) dengan usus (duodenum) masing-masing dipisahkan oleh suatu katup fisiologis. Secara makroskopik, katup fisiologis antara esofagus dengan lambung (gastrooesophageal) terletak di sepertiga bagian atas ventrikulus sehingga jaraknya berdekatan dengan katup fisiologis antara lambung dengan usus (gastroduodenale). Letak proventrikulus tertutup oleh jantung di bagian ventral dan paru-paru di bagian dorsal. Di samping kanan dan kirinya terdapat lobus-lobus hati sedangkan di kaudal berhubungan langsung dengan ventrikulus. Ventrikulus memiliki bagian berotot tebal dan berotot tipis yang dipisahkan oleh suatu aponeurose dibagian sentral. Di kranioventral, permukaan ventrikulus tertutup oleh lobus hati bagian kiri. Sedangkan dikaudodorsalnya terdapat lengkungan duodenum pars ascendens dan pars descendens yang membentuk ansa duodenalis. Di bagian tengah ansa duodenalis terdapat organ pankreas. Bentuk dan ukuran saluran pencernaan sangat bervariasi antar spesies tergantung makanannya. Perbandingan anatomi saluran pencernaan Burung Walet Linchi dan beberapa spesies lain (gambar 10), menunjukkan bahwa perkembangan saluran pencernaan berkaitan dengan pola adaptasi terhadap jenis makanan. Burung pemakan biji-bijian, misalnya ayam, memiliki tembolok yang berkembang baik. Pada burung pemakan daging, misalnya Burung Elang, terdapat pelebaran kecil pada esofagusnya. Sedangkan pada Burung Walet Linchi yang merupakan jenis burung pemakan serangga, tidak ada pelebaran berupa tembolok di bagian medial esofagus. Proventrikulus ayam dipisahkan dari esofagus dan ventrikulus dengan adanya zona intermediet berupa suatu penyempitan (ishmus). Pada Burung Walet Linchi batas antara esofagus dan proventrikulus tidak jelas, hanya berupa pelebaran di bagian kaudal esofagus sebelum memasuki ventrikulus. Ventrikulus Burung Walet Linchi berkembang baik dan burung walet linchi tidak memiliki sekum.

36 H G (I) (II) (III Gambar 10 Perbandingan anatomi saluran pencernaan burung walet linchi dengan beberapa spesies lain (Sumber : Cunningham 1997). (I) Burung walet linchi (Collocalia linchi), pemakan serangga, panjang tubuh 9,41 cm; (II) Ayam (Gallus gallus), pemakan biji-bijian, panjang tubuh 46 cm; (III) Burung elang (Buteo jamaicensis), pemakan daging, panjang tubuh 19 cm. A. esofagus, B. tembolok, C. proventrikulus, D. ventrikulus, E. usus halus, F. sekum, G. rektum, H. kloaka Saluran pencernaan bagian bawah Burung Walet Linchi dimulai dari duodenum yang keluar dari lambung kemudian membentuk ansa duodenalis, dilanjutkan dengan yeyunum, ileum, kolorektum/rektum dan diakhiri dengan kloaka. Duodenum pars cranialis merupakan bagian pertama yang membentuk huruf S (ansa sigmoidea) terletak di lobus kaudatus hati setelah keluar dari lambung. Pars descendens berjalan horizontal ke kaudal kemudian membentuk fleksura kaudalis. Dari fleksura ini kembali ke anterior sebagai pars ascendens yang berjalan ke kranial. Pada bagian yeyunum dan ileum terdapat kelokan, yang terletak disebelah kaudal dari lambung. Kaudal dari ileum langsung dilanjutkan oleh kolorektum/rektum yang berukuran pendek, lurus dan berdinding tipis, kemudian diakhiri oleh kloaka Pengamatan Mikroanatomi Saluran Pencernaan Gambaran mikroanatomi esofagus, lambung dan usus Burung Walet Linchi secara umum mirip seperti pada mamalia dan jenis burung lainnya, yaitu terdiri atas lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna dan lapis adventitia (serosa untuk lapisan usus), hanya ada variasi yang disesuaikan dengan fungsi dan efisiensi kerjanya.

37 Gambar 11 Gambaran mikroanatomi esofagus Burung Walet Linchi. 1 bar = 50 µm. Pewarnaan HE. Sayatan melintang. a. epitel pipih banyak lapis, b. kelenjar esofagus, c. lamina propria, d. lamina muskularis mukosa, e. submukosa, f. muskularis eksterna, g. lapis adventisia, h. pembuluh darah, i. lumen kelenjar tubularmukus. Gambaran mikroanatomi esofagus memperlihatkan permukaan mukosa tersusun atas lapisan epitel pipih banyak lapis yang tebal. Ukuran sel membesar pada bagian yang lebih dekat ke lumen. Di lapisan paling atas, selnya tidak berinti, kemudian lapisan tersebut berdeskuamasi. Di bawah membran basal lapisan epitel tersebut terdapat kelenjar esofagus berbentuk tubularmukus. Kelenjar esofagus tersebut memiliki epitel penyusun berbentuk lonjong yang terletak dekat ke arah membran basal, bersifat basofilik (biru tua) dan sitoplasmanya tak berwarna dengan pewarnaan HE. Menurut Dellmann and Brown (1987), kelenjar tipe mukus menghasilkan sekreta yang agak kental untuk melindungi epitel permukaan rongga yang berhubungan dengan dunia luar. Kelenjar esofagus berkembang subur di sepanjang mukosa esofagus dengan permukaan yang lonjong dan panjang bahkan ada yang hampir mencapai lumen, sehingga memungkinkan sekresi mukus yang banyak. Pada lamina propria terdapat jaringan ikat longgar, limfosit yang tersebar secara difus, pembuluh darah

38 dan sel-sel darah merah. Lapis muskularis mukosa tebal dan arah serabutnya longitudinal, menghubungkan lapis mukosa dan submukosa. Lapis submukosa pada esofagus bagian kranial lebih lebar dibanding submukosa esofagus bagian kaudal. Lapis muskularis eksterna terdiri dari otot polos berupa lapis yang tersusun melingkar/sirkuler di bagian dalam dan memanjang/longitudinal di bagian luar. Pada bagian dekat rongga mulut, otot longitudinal esofagus merupakan otot rangka, hal ini berkaitan dengan aktivitas menelan yang sifatnya dikendalikan oleh syaraf pusat. Pada bagian kranial, serabut otot sirkuler berbentuk diskontinu. Semakin ke kaudal lapisan tersebut menebal dan lebih rapat, sedangkan lapis otot longitudinalnya tipis. Lapisan terakhir dari gambaran histologi esofagus kranial (bagian servikalis) berupa jaringan ikat yang disebut tunika adventitia, sedangkan di bagian daerah torakika, perikardial dan kantong abdomen, lapis tersebut merupakan mesothelium atau tunika serosa (Dellmann and Brown 1987). Lumen esofagus bagian kranial lebih lebar daripada bagian kaudal, demikian juga pada lapis submukosa esofagus bagian kranial lebih lebar dibandingkan bagian kaudal (gambar 12-13). Hal tersebut berkaitan dengan aktivitas makan Burung Walet Linchi yang mampu menangkap serangga dalam jumlah banyak setiap kali makan dan menahannya dalam rongga mulut, ketika mencari makan untuk anaknya dalam sarang.

39 L Gambar 12 Gambaran mikroanatomi esofagus bagian kranial Burung Walet Linchi. 1 bar = 150 µm. Pewarnaan HE. Sayatan melintang. (L) lumen lebar. L Gambar 13 Gambaran mikroanatomi esofagus bagian kaudal Burung Walet Linchi. 1 bar = 150 µm. Pewarnaan HE. Sayatan melintang. (L) lumen sempit. Daerah peralihan antara esofagus dan proventrikulus memperlihatkan lapisan mukosa yang berganti dari epitel pipih banyak lapis pada esofagus menjadi lapisan epitel silindris sebaris pada proventrikulus. Lapisan epitel pipih banyak lapis semakin menipis langsung menyambung dengan lapisan epitel silindris sebaris dari proventrikulus membentuk suatu katup fisiologis yang menjorok ke arah lumen. Kemudian dilanjutkan dengan lapisan epitel silindris sebaris yang membentuk lipatan-lipatan mukosa proventrikulus yang disebut gastric pit.

40 Gambar 14 Gambaran mikroanatomi katup fisiologis pada daerah peralihan esofagus dan lambung Burung Walet Linchi. 1 bar = 200 µm. Pewarnaan HE. Sayatan memanjang. a. epitel pipih banyak lapis, b. epitel silindris sebaris, c. kelenjar esofagus, d. kelenjar proventrikulus, e. lamina muskularis mukosa, f. muskularis eksterna, (? ) arah jalan makanan. Pada lapisan mukosa proventrikulus terdapat dua tipe kelenjar. Tipe kelenjar pertama dibatasi oleh sel-sel kuboid yang terletak dimukosa berupa kripta kelenjar yang masuk ke lamina propria dan terbuka diantara lipatan mukosa. Sekresi kelenjar tersebut berupa mukus yang dilepaskan ke dalam lumen saluran pencernaan melalui gastric pit. Tipe kelenjar yang kedua adalah kelenjar tubular bercabang dan membentuk lobus-lobus kelenjar yang disebut adenomere tersusun di bagian bawah lapisan mukosa berbatasan dengan lapis muskularis mukosa. Epitel penyusun kelenjar tersebut berbentuk heksagonal dengan inti berada di tepi. Bentuk sel piramidal, sitoplasmanya bergranula dan inti dekat dengan membran basal. Sel tersebut merupakan sel utama atau oxynticopeptic cell (McLelland 1990). Berbeda dengan mamalia, sel utama (oxynticopeptic cell) pada burung berfungsi untuk mensekresikan HCl dan pepsinogen sekaligus. Pada mamalia fungsi tersebut dilakukan oleh sel yang berbeda yaitu sel utama (chief cell) mensekresikan pepsinogen sedangkan HCl dihasilkan oleh sel parietal.

41 Gambar 15 Gambaran mikroanatomi daerah peralihan antara esofagus dengan proventrikulus Burung Walet Linchi (A), kelenjar tipe kuboid (B), kelenjar tipe lobulus (C). 1 bar = 100 µm (A), 1 bar = 20 µm (B & C). Pewarnaan HE. Sayatan memanjang. a. epitel pipih banyak lapis, b epitel silindris sebaris, c. kelenjar proventrikulus tipe kuboid, d. lapis muskularis mukosa, e. lapis muskularis eksterna, e. sel kuboid, g. kelenjar proventrikulus tipe kuboid, u. sel utama (Oxynticopeptic cell). Daerah peralihan antara proventrikulus dengan ventrikulus, ditandai dengan adanya lapisan keratin pada sel epitel permukaan, dengan pewarnaan HE lapisan keratin berwarna merah pada daerah lumen. Lapisan tersebut dihasilkan oleh kelenjar mukosa bagian atas dan dibentuk pula oleh keratinisasi epitel permukaan yang berdeskuamasi. Lapisan tersebut adalah lapisan keratinoaid (McLelland 1990).

42 Gambar 16 Gambaran mikroanatomi kardia Burung Walet Linchi. 1 bar = 30 µm. Pewarnaan HE. Sayatan memanjang. a. lapisan keratinoid, b. epitel silindris sebaris, c. kelenjar kardia, d. lapis muskularis mukosa, e. lapis muskularis eksterna. Epitel permukaan ventrikulus disusun oleh sel epitel silindris sebaris dan membentuk lipatan mukosa lambung yang disebut gastric pit. Di bagian leher gastric pit, sel silindris sebaris beralih menjadi sel berbentuk kuboid. Ventrikulus atau lambung otot terbagi menjadi daerah kardia, fundus dan pilorus. Daerah kardia menghubungkan ventrikulus dengan proventrikulus. Kelenjar mukosanya berupa kelenjar tubular sederhana tersusun oleh sel-sel kuboid. Menurut Cunningham (1997), kelenjar kardia mensekresikan mukus yang bersifat basa dan berfungsi untuk melindungi mukosa daerah peralihan dari asam lambung. Daerah kardia merupakan bagian terkecil dari ventrikulus.

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK EVALINA. Kajian Morfologi Saluran Pencernaan Burung

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK Asep

Lebih terperinci

Pergerakan makanan dalam esofagus menuju lambung disebabkan oleh adanya gerakan peristaltik akibat kontraksi dua lapisan otot pada tunika muskularis

Pergerakan makanan dalam esofagus menuju lambung disebabkan oleh adanya gerakan peristaltik akibat kontraksi dua lapisan otot pada tunika muskularis 29 PEMBAHASAN Esofagus musang luak pada awalnya berjalan di sebelah dorsal trakhea, kemudian di pertengahan daerah leher (pars cervical) berbelok ke sisi kiri trakhea. Selanjutnya, di daerah thoraks (pars

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok SISTEM PENCERNAAN Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok PENDAHULUAN Sistem pencernaan bertanggung jawab untuk menghancurkan dan menyerap makanan dan minuman Melibatkan banyak organ secara mekanik hingga kimia

Lebih terperinci

Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia

Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia Setiap manusia memerlukan makanan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sari makanan dapat diangkut oleh darah dalam bentuk molekul-molekul yang kecil dan sederhana. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, sebagai negara kepulauan dan memiliki dua per tiga wilayah yang merupakan perairan. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

Gambar 1 Peta distribusi musang luak di Indonesia = alami = Introduksi (Modifikasi dari IUCN 2011).

Gambar 1 Peta distribusi musang luak di Indonesia = alami = Introduksi (Modifikasi dari IUCN 2011). TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Distribusi Musang Menurut Schreiber et al. (1989), terdapat empat spesies musang dari genus Paradoxurus, yaitu: 1. Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas di Sri Lanka.

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung. Anak Agung K Tri K

Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung. Anak Agung K Tri K Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung Anak Agung K Tri K 111 0211 075 ANATOMI LAMBUNG (GASTER) Bentuk : seperti huruf J Letak : terletak miring dari regio hipochondrium kiri cavum abdominis mengarah

Lebih terperinci

Rongga Mulut. rongga-mulut

Rongga Mulut. rongga-mulut Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ, berturut-turut dimulai dari 1. Rongga Mulut, 2. Esofagus 3. Lambung 4. Usus Halus 5. Usus Besar 6. Rektum 7. Anus. Rongga Mulut rongga-mulut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang termasuk ordo Chiroptera, subordo Megachiroptera. Kelelawar ini sangat berperan dalam ekosistem yaitu menyebarkan

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN MAKANAN. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus

SISTEM PENCERNAAN MAKANAN. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus SISTEM PENCERNAAN MAKANAN SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus 5. Intestinum minor : Duodenum Jejenum Iliem 6. Intestinum mayor : Seikum Kolon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah,

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Pada Hewan

Sistem Pencernaan Pada Hewan Sistem Pencernaan Pada Hewan Struktur alat pencernaan berbeda-beda dalam berbagai jenis hewan, tergantung pada tinggi rendahnya tingkat organisasi sel hewan tersebut serta jenis makanannya. pada hewan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Ransum Terhadap Bobot Potong Ayam dan Lemak Abdominal Persentase lemak abdominal ayam perlakuan cenderung didapatkan hasil yang lebih rendah dibandingkan ayam pembanding.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih menjadi primadona karena memiliki daging yang enak serta rendah lemak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih menjadi primadona karena memiliki daging yang enak serta rendah lemak. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Persilangan Ayam kampung persilangan merupakan salah satu ayam jenis lokal yang banyak dipelihara masyarakat baik dari skala kecil maupun skala industri yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal Hewan yang digunakan adalah anjing lokal berjumlah 2 ekor berjenis kelamin betina dengan umur 6 bulan. Pemilihan anjing betina bukan suatu perlakuan

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan 54 Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan Dehidrasi jaringan dilakukan untuk mengikat seluruh cairan dalam jaringan, baik cairan interstisial maupun cairan intrasel sebelum dilakukan penanaman jaringan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium dan tipe berat yang didasarkan pada bobot maksimum yang dapat dicapai (Wahju,

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Manusia

Sistem Pencernaan Manusia Sistem Pencernaan Manusia Sistem pencernaan pada manusia terdiri atas beberapa organ yang berawal dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar dan anus. Pada sistem pencernaan manusia terdiri

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Organ Pencernaan Pada Manusia Proses pencernaan merupakan suatu proses yang melibatkan organ-organ pencernaan dan kelenjar-kelenjar pencernaan.

Organ Pencernaan Pada Manusia Proses pencernaan merupakan suatu proses yang melibatkan organ-organ pencernaan dan kelenjar-kelenjar pencernaan. Organ Pencernaan Pada Manusia Proses pencernaan merupakan suatu proses yang melibatkan organ-organ pencernaan dan kelenjar-kelenjar pencernaan. Antara proses dan organ-organ serta kelenjarnya merupakan

Lebih terperinci

Bab. Peta Konsep. Gambar 3.1 Orang sedang makan. Mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. terdiri dari. Saluran Pencernaan

Bab. Peta Konsep. Gambar 3.1 Orang sedang makan. Mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. terdiri dari. Saluran Pencernaan Bab 3 Sistem Pencernaan Sumber: Dok. Penerbit Gambar 3.1 Orang sedang makan Peta Konsep Pernahkah kamu berpikir dari manakah energi yang kamu peroleh untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti berolahraga

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya adalah untuk menghasilkan daging yang banyak dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat pesat. Ayam

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember Juni 2002.

Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember Juni 2002. MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2001 - Juni 2002. Pemeliharaan dan pengamatan pertumbuhan ternak dilakukan di kandang Unggas Fakultas Petemakan

Lebih terperinci

Usus Halus dan Struktur yang Berkaitan

Usus Halus dan Struktur yang Berkaitan Usus Halus dan Struktur yang Berkaitan Terbentang dari sfinkter pilorus sampai katup ileosekal. Ada tiga bagian: duodenum, jejunum dan ileum. Saluran empedu umum bersatu dengan saluran pankreas membentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Ternak itik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Ternak itik 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan unggas air banyak dipelihara oleh masyarakat untuk menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Ternak itik merupakan ternak unggas penghasil

Lebih terperinci

Jaringan Tubuh. 1. Jaringan Epitel. 2. Jaringan Otot. 3. Jaringan ikat/penghubung. 4. Jaringan Saraf

Jaringan Tubuh. 1. Jaringan Epitel. 2. Jaringan Otot. 3. Jaringan ikat/penghubung. 4. Jaringan Saraf Jaringan Tubuh 1. Jaringan Epitel 2. Jaringan Otot 3. Jaringan ikat/penghubung 4. Jaringan Saraf Jaringan Epitel Tersusun atas lapisan-lapisan sel yang menutup permukaan saluran pencernaan, saluran pada

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN DASAR SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN DASAR SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN DASAR SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Kompetensi Dasar 1. Struktur dan fungsi umum jaringan epitel 2. Klasifikasi jaringan epitel (epitel penutup dan epitel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Landak Jawa (H. javanica) yang dipelihara dalam kandang individual dan diberi pakan beberapa jenis sayuran dan buah.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Landak Jawa (H. javanica) yang dipelihara dalam kandang individual dan diberi pakan beberapa jenis sayuran dan buah. 3 TINJAUAN PUSTAKA Landak Jawa (Hystrix javanica) Landak termasuk ke dalam ordo Rodensia, famili Hystricidae, genus Hystrix. Genus ini memiliki tiga spesies yang tersebar di Indonesia yaitu, H. javanica,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan dengan judul Jaringan Epitel yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Aditia Nim : K

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan dengan judul Jaringan Epitel yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Aditia Nim : K LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM STRUKTUR HEWAN (JARINGAN EPITEL) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI B KELOMPOK : I (Satu) LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lebih terperinci

MORFOLOGI ESOFAGUS DAN LAMBUNG MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus) ARINI KUSUMASTUTI

MORFOLOGI ESOFAGUS DAN LAMBUNG MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus) ARINI KUSUMASTUTI MORFOLOGI ESOFAGUS DAN LAMBUNG MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus) ARINI KUSUMASTUTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Animasi II.1.1. Sejarah Animasi Sejak jaman purbakala manusia sudah memiliki bakat dalam membuat sebuah gambar, ini dibuktikan berdasarkan banyaknya ditemukan gambar-gambar

Lebih terperinci

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan EMBRIOLOGI ESOFAGUS Rongga mulut, faring, dan esophagus berasal dari foregut embrionik. Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum respiratorium (tunas paru) Nampak di dinding ventral

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas Lampung dan pembuatan preparat histologi hati dilaksanakan di Balai Penyidikan

Lebih terperinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Modul Praktikum Biologi Hewan Ternak 2017 6 Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Petunjuk Umum Praktikum - Pada praktikum ini digunakan alat-alat bedah dan benda-benda bersudut tajam. Harap berhati-hati

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan rancangan percobaan post test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pinjal 1. Morfologi Pinjal Pinjal penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk kedalam kulit

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi bali merupakan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIALatihan Soal 4.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIALatihan Soal 4.1 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIALatihan Soal 4.1 1. Bila mengunyah nasi tawar lama lama akan terasa manis sebab dalam air liur terdapat enzim Renin Ptialin Pepsin Tripsin Kunci

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi Calon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2015 1 7 September

Lebih terperinci

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ STRUKTUR TUBUH MANUSIA SEL (UNSUR DASAR JARINGAN TUBUH YANG TERDIRI ATAS INTI SEL/ NUCLEUS DAN PROTOPLASMA) JARINGAN (KUMPULAN SEL KHUSUS DENGAN BENTUK & FUNGSI

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6.

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6. METODE PENELITIAN Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6. Pengujian probiotik secara in vivo pada tikus percobaan yang dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan,

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Manusia

Sistem Pencernaan Manusia Sistem Pencernaan Manusia Manusia memerlukan makanan untuk bertahan hidup. Makanan yang masuk ke dalam tubuh harus melalui serangkaian proses pencernaan agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Proses

Lebih terperinci

Jaringan adalah struktur yang dibentuk oleh kumpulan sel yang mempunyai sifat-sifat morfologi dan fungsi yang sama. Jaringan Dasar pada hewan

Jaringan adalah struktur yang dibentuk oleh kumpulan sel yang mempunyai sifat-sifat morfologi dan fungsi yang sama. Jaringan Dasar pada hewan Jaringan adalah struktur yang dibentuk oleh kumpulan sel yang mempunyai sifat-sifat morfologi dan fungsi yang sama. Jaringan Dasar pada hewan vertebrata ada 4,yaitu: 1. Jaringan epitel 2. Jaringan ikat

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA Salah satu ciri mahluk hidup adalah membutuhkan makan (nutrisi). Tahukah kamu, apa yang

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi LAMPIRAN 38 Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Pembuatan preparat histologi terdiri dari beberapa proses yaitu dehidrasi (penarikan air dalam jaringan) dengan alkohol konsentrasi bertingkat,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Morfometrik Mikro Ileum Itik Cihateup Menggunakan Metode Paraffin Haemotoksilin Eosin

Lampiran 1. Prosedur Analisis Morfometrik Mikro Ileum Itik Cihateup Menggunakan Metode Paraffin Haemotoksilin Eosin LAMPIRAN 53 54 Lampiran 1. Prosedur Analisis Morfometrik Mikro Ileum Itik Cihateup Menggunakan Metode Paraffin Haemotoksilin Eosin Menurut Muntiha (2001), prosedur analisis hispatologi dan jaringan hewan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses

Lebih terperinci

SET 13 TUBUH MANUSIA 2 (SISTEM PENCERNAAN) Karbohidrat - Beras - Gandum - Jagung - Sagu. Lemak - Keju - Mentega - Minyak Kelapa

SET 13 TUBUH MANUSIA 2 (SISTEM PENCERNAAN) Karbohidrat - Beras - Gandum - Jagung - Sagu. Lemak - Keju - Mentega - Minyak Kelapa 13 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 13 TUBUH MANUSIA 2 (SISTEM PENCERNAAN) A. ZAT MAKANAN Karbohidrat - Beras - Gandum - Jagung - Sagu Bergerak / Zat Tenaga Lemak - Keju

Lebih terperinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Unggas

Morfologi dan Anatomi Dasar Unggas Modul PraktikumBiologi Hewan Ternak 2016 2 Morfologi dan Anatomi Dasar Unggas Petunjuk Umum Praktikum - Pada praktikum ini digunakan alat-alat bedah dan benda-benda bersudut tajam. Harap berhati-hati dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan LAMPIRAN 30 Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan Dehidrasi merupakan proses mengeluarkan air dari dalam jaringan/organ dengan menggunkan bahan-bahan kimia tertentu. Dehidrasi jaringan dilakukan untuk mengikat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian eksperimental. Penelitian eksperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan pengadaan

Lebih terperinci

SYSTEMA DIGESTORIUM (Sistem pencernaan) Struktur dan Fungsi Umum Ontogeni a. Tractus Digestivus (Saluran pencernaan)

SYSTEMA DIGESTORIUM (Sistem pencernaan) Struktur dan Fungsi Umum Ontogeni a. Tractus Digestivus (Saluran pencernaan) SYSTEMA DIGESTORIUM (Sistem pencernaan) Struktur dan Fungsi Umum Sistem pencernaan secara umum dapat digambarkan sebagai suatu struktur memanjang, berkelok-kelok yang diawali oleh suatu lubang, disebut

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

MODUL MATA PELAJARAN IPA

MODUL MATA PELAJARAN IPA KERJASAMA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA DENGAN FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA MODUL MATA PELAJARAN IPA Sistem Pencernaan untuk kegiatan PELATIHAN PENINGKATAN MUTU GURU DINAS PENDIDIKAN KOTA

Lebih terperinci

PENCERNAAN MAKANAN. Sistem Pencernaan Mamalia :

PENCERNAAN MAKANAN. Sistem Pencernaan Mamalia : Sistem Pencernaan Mamalia : PENCERNAAN MAKANAN * Terdiri atas saluran pencernaan dan berbagai kelenjar aksesoris yang mengekskresikan getah pencernaan ke dalam saluran melalui duktus (saluran) Peristalsis,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR Disusun Oleh: Nama : Juwita NIM : 127008003 Tanggal Praktikum: 22 September 2012 Tujuan praktikum: 1. Agar praktikan memahami dan mampu melaksanakan Tissue Processing.

Lebih terperinci

STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN. Achmad Farajallah

STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN. Achmad Farajallah STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN Achmad Farajallah Sistem Sirkulasi: mode umum Sistem transportasi internal akibat ukuran & strukturnya menempatkan sel-sel tubuh berada jauh dari lingkungan luar sistem yang

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Sampel spons Petrosia (petrosia) nigricans yang digunakan untuk penelitian di laboratorium di peroleh di bagian barat daya Pulau Pramuka Gugusan

Lebih terperinci

CREATIVE THINKING. MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra

CREATIVE THINKING. MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra CREATIVE THINKING MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra HIDUNG Hidung merupakan panca indera manusia yang sangat penting untuk mengenali bau dan juga untuk bernafas. Bagian-Bagian Hidung Dan Fungsinya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Nama baku burung walet di dalam bahasa Indonesia adalah Walet Sarang Putih (MacKinnon et al. 1992). Di dalam publikasi ilmiah terdapat dua versi nama latin walet

Lebih terperinci

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan pengertian dan fungsi jaringan embrional 2. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringan epitelium 3. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringanjaringan

Lebih terperinci

PROSES PEMANFAATAN PAKAN PADA TUBUH IKAN

PROSES PEMANFAATAN PAKAN PADA TUBUH IKAN 3. PROSES PEMANFAATAN PAKAN PADA TUBUH IKAN Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya bahwa pakan merupakan sumber energi dan materi bagi ikan. Di dalam proses pemanfaatannya, pakan akan mengalami beberapa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media

Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media LAMPIRAN 27 Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media Keterangan : V 1 = Volume air media ke-1 V 2 = Volume air media ke-2 M 1 = Konsentrasi ph media ke-1 = Konsentrasi ph media ke-2 M 2 HCl yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Provitamin A dan Kandungan Vitamin A di Hati

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Provitamin A dan Kandungan Vitamin A di Hati HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan marigold (Tabel 7) dalam pakan memberikan pengaruh nyata (P

Lebih terperinci

Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan Manusia

Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan Manusia Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan Manusia SISTEM PENCERNAAN Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel.

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. Menggunakan 20 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan galur Balb/c yang dibagi menjadi 4 kelompok

Lebih terperinci

ISTILAH-ISTILAH. Ilmu Pakan Ternak Suatu ilmu yang berhubungan dng.pakan dan zat pakan yang terkandung di dalamnya thdp.kesehatan ternak dan manusia.

ISTILAH-ISTILAH. Ilmu Pakan Ternak Suatu ilmu yang berhubungan dng.pakan dan zat pakan yang terkandung di dalamnya thdp.kesehatan ternak dan manusia. ISTILAH-ISTILAH Ilmu Pakan Ternak Suatu ilmu yang berhubungan dng.pakan dan zat pakan yang terkandung di dalamnya thdp.kesehatan ternak dan manusia. Bahan Pakan Ternak Segala bahan yang dapat dimakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil serta Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

PROSES PENCERNAAN SECARA MEKANIK DAN KIMIAWI

PROSES PENCERNAAN SECARA MEKANIK DAN KIMIAWI 1. Pengertian Sistem Pencernaan Manusia PROSES PENCERNAAN SECARA MEKANIK DAN KIMIAWI Pencernaan makanan merupakan proses mengubah makanan dari ukuran besar menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, serta

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SUPRAVITAL EPITELIUM MUKOSA MULUT

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SUPRAVITAL EPITELIUM MUKOSA MULUT LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SUPRAVITAL EPITELIUM MUKOSA MULUT Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014/2015 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa Br

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

Lampiran 1 Diagram alir pembuatan sediaan (preparat) histopatologi organ usus halus mencit percobaan

Lampiran 1 Diagram alir pembuatan sediaan (preparat) histopatologi organ usus halus mencit percobaan LAMPIRAN 69 70 Lampiran 1 Diagram alir pembuatan sediaan (preparat) histopatologi organ usus halus mencit percobaan Organ usus halus Dicuci dengan NaCl fisiologis 0.9% Difiksasi 24 jam Larutan Bovin Didehidrasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012 LAPORAN PRAKTIKUM Judul : Histoteknik Nama : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012 Tujuan Praktikum : 1. Melihat demonstrasi pembuatan preparat histology mulai dari fiksasi jaringan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sediaan mikroteknik atau yang juga dikenal sebagai sediaan Histologi.

BAB I PENDAHULUAN. sediaan mikroteknik atau yang juga dikenal sebagai sediaan Histologi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengetahuan mengenai anatomi mikroskopis baik tentang hewan maupun tumbuhan banyak diperoleh dari hasil pengembangan sediaan mikroteknik atau yang juga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian ini objek yang diteliti diberi perlakuan dan adanya kontrol sebagai pembanding. B.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada

Lebih terperinci

Pencernaan mekanik terjadi di rongga mulut, yaitu penghancuran makanan oleh gigi yang dibantu lidah.

Pencernaan mekanik terjadi di rongga mulut, yaitu penghancuran makanan oleh gigi yang dibantu lidah. Kata pengantar Saat akan makan, pertama-tama yang kamu lakukan melihat makananmu. Setelah itu, kamu akan mencium aromanya kemudian mencicipinya. Setelah makanan berada di mulut, kamu akan mengunyah makanan

Lebih terperinci

IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD

IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD Disusun oleh : Cristin Dita Irawati/ 111134027/ PGSD Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Standar Kompetensi Makhluk Hidup dan Proses kehidupan 1. Mengidentifikasi fungsi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila strain BEST yang berasal dari Instalasi Riset Plasma Nutfah, Cijeruk dengan ukuran panjang 4,52±3,9 cm dan bobot 1,35±0,3

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging menurut Gordon and Charles (2002) merupakan strain

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging menurut Gordon and Charles (2002) merupakan strain II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam pedaging menurut Gordon and Charles (2002) merupakan strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina yang dikembangbiakkan oleh perusahaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN.. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen murni sesungguhnya (True Experimental Research) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh asap

Lebih terperinci

PENGARUH DEHIDRASI DENGAN PEMBERIAN BISACODYL TERHADAP GAMBARAN HEMATOKRIT TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus)

PENGARUH DEHIDRASI DENGAN PEMBERIAN BISACODYL TERHADAP GAMBARAN HEMATOKRIT TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) PENGARUH DEHIDRASI DENGAN PEMBERIAN BISACODYL TERHADAP GAMBARAN HEMATOKRIT TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) DANI WANGSIT NARENDRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK DANI

Lebih terperinci