MORFOLOGI ESOFAGUS DAN LAMBUNG MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus) ARINI KUSUMASTUTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MORFOLOGI ESOFAGUS DAN LAMBUNG MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus) ARINI KUSUMASTUTI"

Transkripsi

1 MORFOLOGI ESOFAGUS DAN LAMBUNG MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus) ARINI KUSUMASTUTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2012 Arini Kusumastuti B

3 ABSTRAK ARINI KUSUMASTUTI. Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus). Dibimbing oleh SAVITRI NOVELINA DAN CHAIRUN NISA. Penelitian ini bertujuan memberikan data morfologi esofagus dan lambung musang luak (Paradoxurus hermaphroditus). Sampel yang digunakan adalah tiga organ esofagus dan lambung musang luak. Pengamatan dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan makroskopis meliputi pengamatan bentuk dan ukuran organ. Pengamatan secara mikroskopis telah dilakukan menggunakan pewarnaan hematoksilin eosin (HE), alcian blue (AB) ph 2,5, dan periodic acid Schiff (PAS). Hasil yang diperoleh menunjukkan panjang esofagus rata-rata adalah 17,3 cm, sedangkan diameter bagian kranial, medial, dan kaudal secara berturut-turut adalah 1,06, 0,72, 0,83 cm. Esofagus dilapisi oleh epitel pipih banyak lapis yang tidak mengalami keratinisasi, tidak memiliki kelenjar esofagus, dan lebih dari setengah esofagus tersusun atas otot skelet. Lambung musang luak berbentuk seperti huruf J dengan ukuran kurvatura mayor sekitar dua kali lebih panjang dari kurvatura minor. Kelenjar lambung terdiri atas kardia, fundus, dan pilorus. Karakteristik kelenjar fundus ditandai dengan ditemukannya sel mukus, sel chief, dan sel parietal dalam jumlah besar. Perbatasan antara pilorus dan duodenum ditandai dengan adanya sphincter pilorus yang tipis. Kelenjar Brunner ditemukan di submukosa pilorus yang berbatasan dengan duodenum. Pada pewarnaan AB dan PAS, substansi mukus dominan terdapat pada daerah permukaan mukosa esofagus dan kelenjar lambung musang luak adalah karbohidrat netral, sedangkan karbohidrat asam hanya terdapat pada daerah lambung. Kata kunci: musang luak, esofagus, lambung, AB, PAS

4 ABSTRACT ARINI KUSUMASTUTI. Morphological Studies of the Esophagus and Stomach of Asian palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). Supervised by SAVITRI NOVELINA and CHAIRUN NISA This research was aimed to describe the morphology of the esophagus and stomach of Asian palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). This study was used organs from three Asian palm civets which observed macroscopic and microscopically. The macroscopic observation had done by observing the shape and the size of the esophagus and stomach. The microscopic observation was done using histochemical method with hematoksilin eosin (HE), alcian blue (AB) ph 2.5, and periodic acid Schiff (PAS) staining methods. The results showed that the esophagus were 17.3 centimeters in length and 1.06, 0.72, 0.83 centimeters in diameters of cranial, medial, and caudal portion respectively. The esophagus was lined with nonkeratinized stratified squamous epithelium, has no esophageal glands, and more than half was consist of skeletal muscle. The stomach of Asian palm civet was a J shape with the greater curvature about two times longer than the lesser one. The glandular stomachs were composed of cardiac, fundic, and pyloric glands. Fundic glands were characterized by the presence of mucous cells, chief cells and a great number of parietal cells. At the border between pylorus and the duodenum was found a thin of pyloric sphincter muscle. Brunner glands were found in the submucosal area of pylorus near the border. The AB and PAS stain showed neutral carbohydrates were dominant on the surface of the esophagus and the glandular stomach while the acid carbohydrates were observed only in the stomach. Key words: Asian palm civet, esophagus, stomach, AB, PAS

5 RINGKASAN ARINI KUSUMASTUTI. Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus). Dibimbing oleh SAVITRI NOVELINA dan CHAIRUN NISA. Musang luak dikenal juga dengan sebutan Asian palm civet merupakan salah satu anggota Famili Viverridae asli Asia Selatan dan Asia Tenggara. International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan spesies ini dalam daftar least concern. Least concern berarti populasinya dianggap masih banyak dan aman dari kepunahan, karena budidaya musang luak sudah banyak dilakukan dan hewan ini tidak dikonsumsi, sehingga populasinya masih terjaga. Musang luak merupakan salah satu satwa liar yang unik. Musang luak akan memilih buah-buahan seperti buah kopi yang telah matang dan berkualitas bagus untuk di makan. Buah kopi yang dimakan tersebut tidak dicerna dengan sempurna. Saluran pencernaan musang luak hanya dapat mencerna kulit dan daging buah kopi, sedangkan biji-bijinya dikeluarkan bersama feses. Biji kopi yang dihasilkan dari sistem pencernaan musang ini disebut juga kopi luak. Menurut konsumen penikmat kopi, kopi luak mempunyai cita rasa yang enak dan terkenal di seluruh dunia. Sampai saat ini penelitian mengenai saluran pencernaan musang luak khususnya morfologi esofagus dan lambung belum pernah dilaporkan. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar dalam memberikan informasi mengenai keterkaitan antara pakan dan aktivitas fisiologis pencernaannya. Sampel organ esofagus dan lambung diambil dari tiga ekor musang luak yang terdiri atas dua ekor jantan dan satu ekor betina dengan bobot badan 2-2,5 kg. Musang luak dianestesi dengan xylazine HCl dengan dosis 2 mg/kg berat badan dan ketamin dengan dosis 10 mg/kg berat badan diaplikasikan secara intramuscular (IM). Setelah hewan teranestesi, dilakukan sayatan pada bagian ventromedian tubuh mulai dari daerah perineum sampai dada. Selanjutnya dilakukan proses eksanguinasi dengan menyayat atrium dekstra untuk mengeluarkan darah kemudian diirigasi menggunakan larutan NaCl fisiologis dengan memasang kanul ke dalam ventrikel sinistra. Setelah cairan yang keluar dari atrium dekstra cukup bening, dilakukan fiksasi secara perfusi dengan larutan paraformaldehid 4%. Penyempurnaan proses fiksasi dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan fiksatif ke beberapa bagian organ. Organ esofagus dan lambung dikeluarkan dari tubuh dan disimpan dalam larutan paraformaldehid 4% selama 3x24 jam. Selanjutnya organ dipindahkan ke dalam larutan alkohol 70% sebagai stopping point sampai pengamatan selanjutnya. Pengamatan makroanatomi dilakukan setelah proses pengawetan dalam larutan paraformaldehid 4%, meliputi pengamatan bentuk dan pengukuran organ esofagus dan lambung. Pengukuran menggunakan jangka sorong dan benang kasur sebagai alat bantu. Setelah pengamatan dan pengukuran, dilakukan pemotretan organ esofagus dan lambung secara keseluruhan. Pengamatan mikroanatomi dilakukan dengan pembuatan preparat histologi. Pengamatan mikroanatomi meliputi pengamatan struktur umum dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) dan pengamatan komposisi substansi mukus dengan pewarnaan alcian blue (AB) dan periodic acid Schiff (PAS).

6 Esofagus musang luak pada awalnya berjalan di sebelah dorsal trakhea, kemudian di pertengahan daerah leher (pars cervical) berbelok ke sisi kiri trakhea. Selanjutnya, di daerah thoraks (pars thoracal) organ ini kembali ke dorsal. Setelah bifurcatio trachealis, esofagus kemudian menembus hiatus esophagus pada diafragma dan bermuara di lambung (pars abdominal). Hasil pengamatan makroanatomi diperoleh panjang esofagus rata-rata adalah 17,3 ± 1,92 cm. Hasil pengukuran diameter esofagus menunjukkan bagian kranial memiliki diameter rata-rata sebesar 1,06 ± 0,16 cm, lebih lebar dibandingkan dengan esofagus bagian medial dan kaudal dengan rata-rata berturut-turut adalah 0,72 ± 0,06 dan 0,83 ± 0,15 cm. Lapisan dinding esofagus musang luak secara umum sama seperti pada mamalia lainnya yang terdiri atas empat lapisan, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis dan tunika adventisia atau serosa. Seluruh permukaan mukosa esofagus dilapisi oleh sel epitel pipih banyak lapis yang tidak mengalami keratinisasi. Musang luak tidak memiliki kelenjar esofagus. Pada hewan mamalia pada umumnya kelenjar esofagus biasa ditemukan. Musang luak memiliki tunika muskularis yang tebal. Tunika muskularis esofagus pars cervical sampai thoracal bagian proksimal disusun oleh otot bergaris melintang. Tunika muskularis pars thoracal bagian distalis yang berbatasan dengan lambung disusun oleh otot polos. Lapisan tunika muskularis yang tebal pada esofagus musang luak diduga merupakan kompensasi dari tidak adanya kelenjar esofagus dan berfungsi untuk pergerakan makanan menuju lambung. Lambung musang luak memiliki bentuk seperti huruf J dengan ukuran kurvatura mayor sekitar dua kali lebih panjang dari kurvatura minor. Lambung musang luak terbagi atas empat daerah, yaitu daerah kardia, fundus, korpus, dan pilorus. Lambung musang luak dalam keadaan kosong berdinding tebal dengan permukaan mukosa membentuk banyak lipatan, sedangkan dalam keadaan penuh ingesta dapat berdilatasi menjadi sangat luas, berdinding tipis, dan lipatan-lipatan mukosa mulai menghilang. Dinding lambung musang luak memiliki empat lapisan seperti umumnya saluran pencernaan, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan serosa. Seluruh permukaan mukosa lambung musang luak dilapisi oleh sel epitel silindris sebaris. Lambung musang luak terbagi atas tiga daerah kelenjar, yaitu kardia, fundus, dan pilorus. Kardia merupakan bagian lambung yang sempit dan berbatasan dengan gastroesophageal junction. Daerah kelenjar fundus menempati sebagian besar daerah lambung. Daerah ini ditandai dengan ditemukannya sel utama, sel parietal, sel leher mukus, dan sel mukus permukaan. Ditemukannya sel-sel parietal dalam jumlah besar dan terdistribusi mulai dari apikal sampai basal kelenjar, menunjukkan besarnya peranan HCl pada lambung musang luak. Kelenjar pilorus berbentuk tubulus bercabang dan permukaan mukosanya memiliki gastric pit yang dalam. Batas antara pilorus dan duodenum ditandai adanya penebalan otot yang membentuk sphincter pilorus, namun tidak sejelas pada hewan lain. Selain itu ditemukan adanya vili usus, sel goblet, dan kelenjar Brunner di proksimal duodenum. Daerah epitel esofagus hanya mengandung karbohidrat netral. Sedangkan substansi mukus pada daerah permukaan mukosa dan kelenjar lambung musang luak mengandung mukopolisakarida asam dan netral. Kata Kunci: musang luak, esofagus, lambung, AB, PAS

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

8 MORFOLOGI ESOFAGUS DAN LAMBUNG MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus) ARINI KUSUMASTUTI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

9 Judul Skripsi : Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) Nama : Arini Kusumastuti NRP : B Disetujui Dr. Drh. Savitri Novelina, M.Si, PAVet Pembimbing I Dr. Drh. Chairun Nisa, M.Si, PAVet Pembimbing II Diketahui Drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus). Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Drh. Savitri Novelina, M.Si, PAVet dan Dr. Drh. Chairun Nisa, M.Si, PAVet sebagai dosen Pembimbing atas segala bimbingan, masukan, dukungan, nasihat, serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. 2. Drh. H. Abdul Gani Amri Siregar, MS sebagai dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam kegiatan akademik. 3. Keluarga tercinta, Ibu, Ayah, dan kakak atas semua dukungan yang telah diberikan selama ini kepada penulis. 4. Dr. Drh. Nurhidayat PAVet, Dr. Drh. Heru Setijanto PAVet (K), Drh. Srihadi Agungpriyono, Ph.D, PAVet (K), Drh. Supratikno, MSi, PAVet atas bantuan dan bimbingan dalam menyelesaikan penelitian ini. 5. Teknisi laboratorium riset anatomi: pak Rudi, pak Bayu dan pak Kholid atas semua bantuan yang diberikan kepada penulis pada saat penelitian. 6. Rekan penelitian satu laboratorium: Fitria Apriliani, Ratih Komala Dewi, Afdi Pratama, Shandy MP, Oki Kurniawan NC, Hilda, Agus, dan tim Anatomist (Kak Aidel, Danang, Faizza) terima kasih atas kerjasama, dan semangat yang telah diberikan. 7. Rekan Avenzoar 45 khususnya Eva, Keisya, Irene, GPC Sarai, Tizani, dan Arca yang telah banyak memberikan semangat dan saran kepada penulis. 8. Sahabat-sahabat Putri Bunda Perwira 42 khususnya Ferina, Resti, Dhiska, dan Amma atas kebersamaan, dukungan moril, dan semangat yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Keluarga Kudus-Bogor yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, sehingga sangat diharapkan adanya saran dan masukan demi kesempurnaan karya ini. Semoga bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Oktober 2012 Arini Kusumastuti

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Oktober 1990 di Kudus, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari ibunda Nonie Dwiastuti dan ayahanda Legowo. Penulis mengawali pendidikan pertama di Taman Kanak-kanak Tunas Pertiwi yang diselesaikan pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan dasar di SDN 3 Barongan dan lulus pada tahun Tahun 2005 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan menangah pertama di SMPN 1 Kudus dan dilanjutkan dengan pendidikan di SMAN 1 Kudus hingga tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor di Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) tahun Selama perkuliahan penulis aktif di organisasi Himpro HKSA (Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik), sebagai anggota Divisi Hewan Kecil tahun kepengurusan 2009/2010 dan sebagai Sekretaris I tahun kepengurusan 2010/2011. Penulis juga aktif di organisasi LS Vetzone BEM FKH IPB tahun kepengurusan 2009/2010 dan divisi kominfo Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) FKH IPB tahun kepengurusan 2010/2011. Penulis pernah menjadi asisten Anatomi Veteriner I tahun ajaran 2009/2010 dan semester pendek tahun 2011, Anatomi Veteriner II tahun ajaran 2010/2011 serta asisten Ektoparasit tahun ajaran 2010/2011. Penulis menerima beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) periode

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Distribusi Musang... 4 Anatomi Tubuh... 5 Perilaku Hidup... 6 Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Esofagus dan Lambung... 7 A. Esofagus... 7 B. Lambung... 9 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Metode Penelitian A. Persiapan Organ Pencernaan B. Pengamatan Makroanatomi dan Mikroanatomi HASIL Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak a. Makroanatomi b. Mikroanatomi Lapisan Dinding Esofagus dan Lambung Musang Luak Distribusi Kelenjar Lambung Musang Luak Pengamatan Komposisi Substansi Mukus PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 39

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Data biologis dan reproduksi Paradoxurus hermaphroditus Hasil pengukuran panjang dan diameter esofagus dari tiga sampel organ esofagus musang luak Hasil pengukuran kurvatura mayor dan kurvatura minor dari tiga sampel organ lambung musang luak Hasil pewarnaan AB dan PAS pada esofagus dan lambung musang luak.. 27

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Peta distribusi musang luak di Indonesia Morfologi musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) Skema gambaran gerakan peristaltik dalam esofagus Skema anatomi lambung Situs viscerum saluran pencernaan musang luak Organ visceral musang luak dalam keadaan lambung kosong tampak dorsal (A) dan dalam keadaan lambung penuh ingesta tampak ventral (B) Gambaran morfologi lambung musang luak Gambaran morfologi interior lambung musang luak Gambaran mikroanatomi dinding esofagus bagian kranial, medial, dan kaudal musang luak Gambaran mikroanatomi batas antara esofagus dan lambung Gambaran mikroanatomi dinding lambung musang luak Gambaran mikroanatomi daerah kelenjar kardia musang luak Gambaran mikroanatomi daerah kelenjar fundus musang luak Gambaran mikroanatomi daerah kelenjar pilorus musang luak Gambaran mikroanatomi batas antara pilorus dan duodenum Gambaran mikroanatomi hasil pewarnaan AB dan PAS pada esofagus dan substansi mukus kelenjar lambung musang luak... 28

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Proses Dehidrasi Jaringan Prosedur Pewarnaan Hematoksilin Eosin Prosedur Pewarnaan Alcian Blue (AB) ph Prosedur Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS)... 43

16 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya dengan keanekaragaman hayati flora dan fauna. Keanekaragaman flora dan fauna tersebut harus dijaga dan dilestarikan agar tidak punah. Pemanfaatan kekayaan tersebut melalui penelitian dapat bermanfaat tidak saja bagi ilmu pengetahuan, tetapi juga dalam mendukung upaya pelestariannya. Musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) dikenal juga dengan sebutan toddy cat atau Asian palm civet merupakan salah satu anggota Famili Viverridae asli Asia Selatan dan Asia Tenggara. International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan spesies ini dalam daftar least concern (Duckworth et al. 2008). Least concern berarti statusnya belum menjadi perhatian karena populasinya dianggap masih banyak dan aman dari kepunahan. Selain itu budidaya musang luak sudah banyak dilakukan dan hewan ini tidak dikonsumsi sehingga populasinya masih terjaga. Ada empat spesies musang, yaitu musang luak atau Asian palm civet (Paradoxurus hermaphroditus), musang cokelat Jerdoni (P. jerdoni), musang emas (P. zeylonensis), dan musang palem Mentawai (P. lignicolor) (Schreiber et al. 1989). Selain keempat jenis tersebut, masih ada sekitar 65 subspesies di seluruh dunia, termasuk subspesies P. hermaphroditus rindjanicus dan P. h. sumbanus di Indonesia (Wilson dan Reeder 2005). Musang luak pada dasarnya termasuk hewan pemakan daging (karnivora), meskipun demikian hewan ini juga menyukai buah-buahan, sehingga dikategorikan pula sebagai hewan pemakan segala (omnivora) (Joshi et al. 1995). Menurut Mudappa et al. (2010), musang luak cenderung disebut sebagai frugivora (pemakan buah-buahan) dari pada karnivora dalam batasan perilaku makannya. Fungsi ekologis dari hewan ini adalah menjadi agen permudaan hutan karena peranannya sebagai penyebar alami biji-biji tanaman hutan. Musang luak merupakan salah satu satwa liar yang unik. Musang luak akan memilih buahbuahan seperti buah kopi yang telah matang dan berkualitas bagus untuk di makan. Buah kopi yang dimakan tersebut tidak dicerna dengan sempurna karena sistem pencernaannya sederhana. Saluran pencernaan musang luak hanya dapat

17 2 mencerna kulit dan daging buah kopi, sedangkan biji-bijinya dikeluarkan bersama feses. Karena hewan ini membuang feses di berbagai tempat yang dilaluinya, maka secara tidak sengaja ia telah berperan dalam menyebarkan biji yang berguna dalam permudaan hutan (Mudappa et al. 2010, Jothish 2011). Biji kopi yang dihasilkan dari sistem pencernaan musang ini disebut juga kopi luak. Menurut konsumen penikmat kopi, kopi luak mempunyai cita rasa yang enak dan terkenal di seluruh dunia. Kopi luak merupakan kopi termahal di dunia karena harganya dapat mencapai $300/pon (Morganelli 2007). Selain sebagai penghasil biji kopi termahal di dunia dan agen permudaan hutan, sekresi kelenjar anal musang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri parfum. Manfaat ini menggambarkan bahwa jenis hewan ini sangat multimanfaat dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Panggabean 2011). Saluran pencernaan musang luak menarik untuk diteliti berkaitan dengan kemampuannya memakan buah kopi yang kemudian biji kopi tersebut dikeluarkan kembali bersama feses. Penelitian pada musang luak yang pernah dilaporkan adalah tentang arteri pada jantung musang luak di Thailand (Rung-ruangkijkrai 2006). Beberapa penelitian lainnya lebih banyak melaporkan tentang ekologi musang luak diantaranya adalah penelitian mengenai perbedaan habitat musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) dengan musang India (Viverricula indica) di hutan regenerasi terdegradasi Myanmar (Su Su dan Sale 2007) dan penelitian tentang diet musang luak serta perannya dalam penyebaran benih di India (Jothish 2011). Sampai saat ini penelitian mengenai morfologi saluran pencernaan musang luak khususnya morfologi esofagus dan lambung belum pernah dilaporkan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi esofagus dan lambung musang luak (P. hermaphroditus) secara makroanatomi dan mikroanatomi.

18 3 Manfaat Penelitian ini mempunyai manfaat dalam perkembangan ilmu kedokteran hewan secara umum dan khususnya perkembangan ilmu anatomi hewan. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya data biologi satwa liar di Indonesia. Selain itu penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar dalam memberikan informasi mengenai keterkaitan antara pakan dan struktur morfologi esofagus dan lambung musang luak bagi penelitian lebih lanjut terkait proses fisiologisnya.

19 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Distribusi Musang Menurut Schreiber et al. (1989), terdapat empat spesies musang dari genus Paradoxurus, yaitu: 1. Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas di Sri Lanka. 2. Paradoxurus jerdoni, menyebar terbatas di negara bagian Kerala, India Selatan. 3. Paradoxurus lignicolor, menyebar terbatas di Kepulauan Mentawai. 4. Paradoxurus hermaphroditus (musang luak), menyebar luas di kawasan Asia. Sebagian besar musang luak terdistribusi alami di Asia Tenggara dan Asia Selatan meliputi India, Nepal, Bangladesh, Bhutan, Myanmar, Sri Lanka, Thailand, Singapura, Semenanjung Malaysia, Sabah, Sarawak, Brunei Darussalam, Laos, Kamboja, Vietnam, Filipina, Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan), dan Cina Selatan. Wilayah yang telah diintroduksi musang luak di Indonesia meliputi Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku. Keberadaan spesies ini di Papua Nugini belum dapat dipastikan (Duckworth et al. 2008). Peta distribusi musang luak di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Peta distribusi musang luak di Indonesia = alami = Introduksi (Modifikasi dari IUCN 2011).

20 5 Taksonomi musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) menurut IUCN (2011) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Carnivora Famili : Viverridae Subfamili : Paradoxurinae Genus : Paradoxurus Spesies : Paradoxurus hermaphroditus Nama Umum : Musang luak (Asian palm civet) Anatomi Tubuh Musang luak bertubuh sedang berukuran sekitar 54 cm (Jackson 2004) dengan panjang ekor mencapai 48 cm dan berat badan rata-rata 3,5 kg (Baker dan Kelvin 2008). Tubuh musang luak ditutupi rambut berwarna abu-abu sampai cokelat dengan garis berwarna gelap pada punggungnya dan bintik-bintik pada sisinya. Musang luak memiliki tanda khusus yaitu adanya warna putih di daerah wajah yang menyerupai topeng. Tanda ini dapat digunakan untuk membedakan musang luak dengan musang spesies lain. Musang ini memiliki moncong tajam dan gigi yang runcing (Baker dan Kelvin 2008). Musang luak memiliki kelenjar anal yang terletak di bawah ekornya yang menyerupai testis. Pada spesies lain kelenjar ini hanya berkembang pada musang jantan atau betina saja, sedangkan pada musang luak kelenjar ini berkembang pada jantan dan betina. Oleh sebab itu, nama spesies musang luak adalah hermaphroditus (Baker dan Kelvin 2008). Musang luak memiliki perilaku menandai daerahnya menggunakan kelenjar anal, urin, dan feses. Perilaku menandai paling umum adalah meninggalkan bau yang berasal dari sekresi kelenjar anal dengan cara menggosokkan kelenjar ini pada suatu permukaan (Rozhnov dan Rozhnov 2003).

21 6 Gambar 2 Morfologi musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) dengan ciri khas adanya warna putih di wajah yang menyerupai topeng. Perilaku hidup Musang luak merupakan hewan arboreal yang sebagian besar hidupnya berada di atas pepohonan (Vaughan et al. 2000). Hewan ini memilih pohon tertinggi dan terbesar (>10 m) untuk aktivitasnya seperti beristirahat dan makan (Su Su dan Sale 2007). Musang luak merupakan hewan nokturnal (aktif di malam hari) untuk mencari makan dan beristirahat di siang hari (Joshi et al. 1995; Su Su dan Sale 2007). Habitat musang ini banyak dijumpai mulai dari hutan primer di ketinggian meter dpl hingga hutan sekunder, sekitar perkebunan, dan lingkungan pemukiman yang masih terdapat banyak pepohonan (Vaughan et al. 2000). Hewan ini menurut taksonomi diklasifikasikan ke dalam hewan pemakan daging (karnivora), namun hewan ini juga menyukai buah-buahan sehingga dikelompokkan pula sebagai hewan pemakan segala (omnivora). Musang luak menyukai buah-buahan yang manis seperti buah kelapa, pepaya, pisang, dan sawo serta buah-buahan yang berbiji keras seperti buah kopi. Musang luak hanya memakan buah kopi yang sudah matang. Biji buah kopi yang dimakan tersebut tidak dapat dicerna, sehingga keluar kembali dari pencernaan bersama feses. Biji kopi ini yang kemudian dimanfaatkan oleh petani untuk dibuat menjadi kopi (Mudappa et al. 2010; Panggabean 2011). Selain itu musang juga memakan katak, tikus, reptil, telur, dan serangga (Joshi et al. 1995).

22 7 Masa dewasa kelamin musang luak adalah sekitar umur bulan. Musang ini dapat hidup hingga 22 tahun dan biasanya melahirkan 2-5 anak per siklus masa kebuntingan (Weigl 2005). Musang dapat beranak sepanjang tahun, walaupun terdapat catatan bahwa anak musang lebih sering ditemukan antara bulan Oktober hingga Desember. Biasanya anak-anak musang diletakkan di dalam lubang pohon (Grassman 1998). Tabel 1. Data biologis dan reproduksi Paradoxurus hermaphroditus (Weigl 2005) Nama Latin Paradoxurus hermaphroditus Status Konservasi Least concern Lokasi Asia Warna Abu-abu Panjang Badan cm (19-23 inchi) Panjang Ekor 44 53,5 cm (17 21 inchi) Bobot Badan 2,4 4 kg Lama Hidup + 22 tahun Masa Kebuntingan + 60 hari Suhu Tubuh + 36,85 0 C Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Esofagus dan Lambung A. Esofagus Esofagus merupakan saluran muskular yang membawa makanan baik dalam bentuk padat maupun cairan yang telah dimastikasi dalam rongga mulut dari laryngopharynx hingga menuju lambung (Samuelson 2007). Di daerah leher esofagus berjalan di dorsal trakea dan umumnya miring ke arah kiri, kemudian masuk ke rongga thoraks dan berlanjut dalam mediastinum, dorsal basis jantung dan diantara paru-paru. Esofagus memasuki rongga abdominal melalui hiatus esophagus dari diafragma yang merupakan pemisah antara rongga thoraks dan abdominal (Aspinall dan O Reilly 2004). Esofagus bergabung dengan lambung di dalam rongga abdominal pada daerah kardia (Frandson 1992). Menurut Stevens dan Hume (1995), fungsi utama esofagus pada vertebrata adalah menyalurkan makanan dari mulut ke lambung atau langsung ke usus pada hewan yang tidak memiliki lambung. Pada ikan, reptil, dan beberapa burung esofagus memiliki fungsi lain yaitu sebagai tempat penyimpanan makanan sementara sebelum dicerna di lambung.

23 8 Gambar 3 Skema gambaran gerakan peristaltik, akibat kontraksi dan relaksasi otot sirkuler dan longitudinal pada dinding esofagus (sumber: Aspinall dan O Reilly 2004). Dinding esofagus memiliki empat lapisan, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan tunika adventisia. Secara umum lapisan mukosa esofagus tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan epitel permukaan, lamina propria, dan muskularis mukosa (Telford dan Bridgman 1995; Eurell et al. 2006). Mukosa esofagus dilapisi oleh sel epitel pipih banyak lapis yang pada beberapa hewan mengalami keratinisasi. Epitel ini berfungsi untuk melindungi esofagus dari kerusakan akibat abrasi oleh makanan dan melebarkan lumen untuk meneruskan bolus makanan ke belakang (Aspinall dan O Reilly 2004). Pada hewan karnivora misalnya anjing dan kucing, lapisan mukosa tidak mengalami keratinisasi. Namun pada hewan ruminansia, babi, dan kuda, umumnya mengalami keratinisasi (Eurell et al. 2006; Samuelson 2007). Epitel esofagus pada beberapa jenis ikan, amphibi dewasa, dan reptil mengandung sel-sel bersilia (Stevens dan Hume 1995). Jaringan ikat yang terletak di bawah lapisan epitel disebut lamina propria yang terdiri atas jaringan ikat kolagen dan jaringan ikat elastis. Jaringan ikat pada lamina propia lebih padat dibandingkan dengan jaringan ikat pada submukosa. Muskularis mukosa hanya terdiri atas lapisan otot polos longitudinal yang tipis. Komponen muskularis mukosa ini tidak ditemukan pada bagian kranial esofagus anjing dan babi. Pada kucing, kuda, dan ruminansia terdapat muskularis mukosa di sepanjang esofagus yang jumlahnya semakin berkurang di kaudal esofagus. Pembuluh darah (arteri, vena) dan pembuluh limfe serta saraf terdapat pada lapisan submukosa (Eurell et al. 2006). Di dalam esofagus terdapat kelenjar mukus yang berfungsi untuk memudahkan proses

24 9 transportasi makanan menuju lambung. Kelenjar esofagus dapat ditemukan terbatas di pharyngoesophageal junction seperti pada kucing, kuda, dan ruminansia (Colville dan Bassert 2002) atau di daerah kranial seperti pada babi, sedangkan kelenjar ini pada anjing terletak di sepanjang esofagus (Samuelson 2007). Tunika muskularis terdiri atas dua lapisan yaitu otot sirkuler di bagian dalam dan otot longitudinal di bagian luar. Secara umum kedua lapisan ini pada esofagus bagian kranial tersusun atas otot skelet dan di bagian kaudal tersusun atas otot polos. Transisi area pada kuda dan kucing dapat ditemukan menjelang akhir dari esofagus. Tunika muskularis pada anjing dan ruminansia tersusun oleh otot skelet yang tidak digantikan oleh otot polos. Di bagian otot polos tunika muskularis terdapat pleksus saraf enterikus dan sel ganglion parasimpatis (pleksus Auerbach) yang terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal (Samuelson 2007). Lapisan terluar yang melapisi dinding esofagus adalah tunika adventisia atau serosa. Tunika adventisia melapisi tunika muskularis pada bagian cervical esofagus. Tunika adventisia merupakan jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Tunika serosa dapat ditemukan pada rongga thoraks (mediastinal pleura) atau di dekat lambung (visceral peritoneum) (Eurell et al. 2006; Samuelson 2007). B. Lambung Lambung mamalia memiliki struktur seperti huruf C terbalik dan terletak di sebelah kiri dari kranial abdomen (Aspinall dan O Reilly 2004). Lambung merupakan pembesaran dari saluran pencernaan yang dapat berdilatasi, mempunyai struktur seperti kantung, dan berfungsi dalam proses pencernaan secara mekanik oleh gerakan peristaltik serta secara kimiawi melalui proses enzimatik dan hidrolisis menjadi komponen yang dapat dicerna (Telford dan Bridgman 1995; Eurell et al. 2006). Bolus makanan dipecah menjadi komponen yang dapat dicerna oleh gastric juice dan bantuan peristaltik untuk proses pencernaan selanjutnya di dalam usus. Gastric juice merupakan cairan yang disekresikan oleh lambung yang mengandung enzim dan HCl (Samuelson 2007).

25 10 Lambung unggas terbagi atas proventrikulus dan ventrikulus. Proventrikulus mensekresikan HCl dan enzim pencernaan untuk proses kimiawi, serta mukus sebagai pelicin agar makanan mudah dihancurkan dan dilewatkan ke organ berikutnya. Sedangkan ventrikulus berfungsi secara mekanik menggantikan fungsi gigi. Lambung pada ikan, amphibi, dan reptil memiliki bentuk yang sederhana, memanjang, dan asimetri. Fungsi lambung pada hewan tersebut adalah menyimpan, maserasi, dan menghancurkan makanan (Stevens dan Hume 1995). Dinding lambung memiliki empat lapisan seperti umumnya saluran pencernaan, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan serosa. Mukosa terbagi atas tiga lapis, yaitu: epitel permukaan, lamina propria, dan muskularis mukosa (Frappier 1998; Eurell et al. 2006). Epitel permukaan tersusun oleh sel epitel silindris sebaris dengan inti berbentuk oval terletak di daerah basal (Trautmann dan Fiebiger 1957). Lamina propria merupakan daerah terdapatnya kelenjar lambung. Secara umum lambung mamalia memiliki tiga daerah kelenjar (Samuelson 2007), yaitu: 1. Kardia Kardia merupakan zona sempit yang berbatasan dengan gastroesophageal junction. Menurut Cunningham (1997), kelenjar kardia memproduksi sekresi mukus dan bermanfaat untuk melindungi mukosa esofagus yang berbatasan dengan daerah kardia dari sekresi asam lambung. 2. Fundus Fundus umumnya merupakan daerah yang terluas. Kelenjar fundus memiliki sedikitnya empat macam sel (Telford dan Bridgman 1995; Samuelson 2007), yaitu: a) Sel mukus Sel mukus terdiri atas dua macam sel yaitu sel mukus permukaan dan sel leher mukus. Sel mukus permukaan memiliki bentuk kubus sampai silindris dengan inti bulat sampai oval terletak di tengah sampai basal. Sel penghasil mukus ini terdapat di apikal sel leher dan menutupi seluruh permukaan mukosa lambung. Mukus yang

26 11 dihasilkan berfungsi untuk melindungi mukosa lambung, terutama dari kerusakan oleh asam lambung (HCl) yang disekresikan sel parietal. Sel leher mukus merupakan sel penghasil mukus yang terletak di daerah leher gastric pit. Sel ini berbentuk kubus atau tidak beraturan dengan inti umumnya bulat terletak di basal. Sel ini relatif sedikit jumlahnya dan berada diantara sel parietal di bagian leher kelenjar. b) Sel chief Sel chief terdistribusi di basal kelenjar lambung dan mempunyai bentuk sel yang khas. Sitoplasma sel ini bersifat basofil, sebagian besar mitokondria dan granula sekresinya berisi pepsinogen. Pepsinogen merupakan prekursor yang akan diaktifkan oleh HCl menjadi pepsin. Pepsin berfungsi dalam memecah protein menjadi pepton. c) Sel parietal Sel-sel parietal berukuran relatif besar berbentuk bulat dengan inti besar terletak di tengah. Semakin ke basal, sel parietal cenderung berbentuk piramidal. Sel ini tersebar pada bagian apikal hingga korpus kelenjar lambung dan memiliki sitoplasma yang bersifat asidofil. Sel ini memiliki ukuran yang lebih besar daripada sel chief dan berfungsi untuk mensekresikan HCl. d) Sel-sel enteroendokrin Sel ini berjumlah lebih sedikit, letaknya tersebar menempel di membran basal kelenjar. Sel enteroendokrin memproduksi berbagai hormon pencernaan yang terdapat dalam lambung seperti gastrin, glukagon (enteroglukagon), histamin, serotonin, dan somatostatin. 3. Pilorus Pilorus merupakan bagian paling akhir dari lambung (Telford dan Bridgman 1995). Daerah pilorus memiliki kelenjar berbentuk tubular yang sederhana, bercabang atau menggulung dengan gastric pit yang dalam. Daerah kelenjar pilorus terdapat sel-sel penghasil mukus (Samuelson 2007).

27 12 Gambar 4 Skema anatomi lambung (sumber: Aspinall dan O Reilly 2004). Lapisan yang terletak dibawah muskularis mukosa disebut lapisan submukosa. Lapisan submukosa umumnya lebih luas, bersifat fibroelastik, terdiri atas kelenjar, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf (pleksus Meissner) (Telford dan Bridgman 1995). Eurell et al. (2006) menyatakan bahwa tunika muskularis pada lambung terdiri atas tiga lapis otot. Lapisan dalam berupa lapisan obliq, lapisan tengah berupa lapisan otot sirkuler, dan lapisan luar berupa lapisan otot longitudinal. Antara lapisan sirkuler dan lapisan longitudinal dipisahkan oleh pleksus saraf myenteric dan sel ganglion parasimpatis (pleksus Auerbach) yang menginervasi kedua lapis otot tersebut. Lapisan paling luar yang melapisi dinding lambung adalah serosa (Samuelson 2007). Menurut Cunningham (1997), serosa merupakan permukaan epitel membran serous yang terdiri atas mesothelium dan lapisan tipis jaringan ikat longgar. Sel-sel di lapisan ini mengeluarkan cairan serous yang berfungsi sebagai lubrikan untuk mengurangi gaya gesekan antara lambung dengan organ lainnya di dalam rongga thoraks atau abdomen. Jaringan ikat longgar serosa mengandung lemak, pembuluh darah, dan saraf (Beveleander dan Ramaley 1988).

28 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai Maret 2012 di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Penelitian Penelitian ini menggunakan musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) sebanyak tiga ekor yang terdiri atas dua ekor jantan dan satu ekor betina dengan bobot badan 2-2,5 kg. Hewan berasal dari tangkapan masyarakat sekitar kampus FKH IPB. Bahan yang digunakan adalah xylazine HCl, ketamin, larutan NaCl fisiologis, larutan pengawet Paraformaldehid 4%, alkohol konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut, xylol, parafin, akuades, air kran, pewarna hematoksilin-eosin (HE), alcian blue (AB), periodic acid Schiff (PAS), dan Entelan. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perlengkapan bedah minor, timbangan digital, kain, benang kasur, jangka sorong, penggaris, botol, basket, inkubator untuk embedding, cetakan untuk parafin, blok kayu kecil, mikrotom, object glass, cover glass, label kertas, kotak preparat, mikroskop, dan peralatan fotografi. Metode Penelitian A. Persiapan Organ Pencernaan Musang luak dianestesi dengan xylazine HCl dengan dosis 2 mg/kg berat badan dan ketamin dengan dosis 10 mg/kg berat badan diaplikasikan secara intramuscular (IM). Setelah hewan teranestesi, dilakukan sayatan pada bagian ventromedian tubuh mulai dari daerah perineum sampai dada. Selanjutnya dilakukan proses eksanguinasi dengan menyayat atrium dekstra untuk mengeluarkan darah kemudian diirigasi menggunakan larutan NaCl fisiologis 0,9% dengan memasang kanul ke dalam ventrikel sinistra. Setelah

29 14 cairan yang keluar dari atrium dekstra cukup bening, dilakukan fiksasi secara perfusi dengan larutan paraformaldehid 4%. Penyempurnaan proses fiksasi dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan fiksatif ke beberapa bagian organ. Organ esofagus dan lambung kemudian dikeluarkan dari tubuh dan disimpan dalam larutan paraformaldehid 4% selama 3x24 jam. Selanjutnya organ dipindahkan ke dalam larutan alkohol 70% sebagai stopping point sampai pengamatan selanjutnya. B. Pengamatan Makroanatomi dan Mikroanatomi Pengamatan makroanatomi dilakukan setelah proses pengawetan dalam larutan paraformaldehid 4%, meliputi pengamatan bentuk dan pengukuran organ esofagus dan lambung. Pengukuran menggunakan jangka sorong dan benang kasur sebagai alat bantu. Setelah pengamatan dan pengukuran, dilakukan pemotretan organ esofagus dan lambung secara keseluruhan. Pengamatan mikroanatomi dilakukan dengan pembuatan preparat histologi. Sampel organ diambil dari enam daerah esofagus dan lambung yaitu : esofagus bagian kranial, medial, kaudal yang berbatasan dengan lambung, daerah kurvatura minor fundus, medial korpus, dan daerah perbatasan antara lambung (pilorus) dan usus. Sampel diproses secara rutin histologi diawali dehidrasi di dalam alkohol dengan konsentrasi bertingkat 70%, 80%, 90%, 95%, dan 100%, dilanjutkan dengan proses clearing dengan larutan xylol, infiltrasi parafin cair ke dalam jaringan dan kemudian ditanam dalam parafin (embedding) menjadi blok parafin. Blok parafin dipotong dengan ketebalan 3 µm dan 5 µm dengan mikrotom. Selanjutnya preparat disimpan dalam inkubator dengan suhu 37 C selama 24 jam untuk penyempurnaan penempelan jaringan pada object glass dan siap untuk diwarnai. Proses pewarnaan didahului dengan proses deparafinisasi dilanjutkan proses rehidrasi yang bertujuan untuk mengembalikan air ke dalam sediaan. Proses tersebut dimulai dari larutan xylol, dilanjutkan dengan larutan alkohol 100%, 95%, 90%, 80%, 70%. Selanjutnya dilakukan proses pewarnaan dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE), alcian blue (AB), dan periodic acid Schiff (PAS) (prosedur terlampir). Setelah itu dilakukan dehidrasi, clearing dengan menggunakan xylol, dan penutupan sediaan dengan cover glass menggunakan perekat Entelan.

30 15 Pengamatan mikroanatomi meliputi pengamatan struktur umum esofagus dan lambung dengan pewarnaan HE. Selain itu dilakukan pengamatan komposisi substansi mukus menggunakan pewarnaan AB dan PAS. Pengamatan struktur umum meliputi bentuk, macam sel, dan distribusi kelenjar serta struktur lapisan dinding esofagus dan lambung. Pengamatan substansi mukus dilakukan untuk mengetahui sifat dan komposisi karbohidrat dari substansi mukus di esofagus dan lambung. Analisis Hasil Analisis dilakukan secara deskriptif dengan membuat dan mengamati preparat baik makroskopis maupun mikroskopis, mencatat hasil pengamatan serta membandingkan dengan data pada hewan lain maupun literatur.

31 16 HASIL Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak a. Makroanatomi Berdasarkan hasil pengamatan situs viscerum, esofagus pada awalnya berjalan di sebelah dorsal trakhea, kemudian di pertengahan daerah leher berbelok ke sisi kiri trakhea. Selanjutnya, di daerah thoraks organ ini kembali ke dorsal. Setelah bifurcatio trachealis, esofagus menembus hiatus esophagus pada diafragma dan bermuara di lambung. Esofagus bermuara ke bagian proksimal lambung sebelah kiri. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh panjang esofagus rata-rata adalah 17,3 ± 1,92 cm. Hasil pengukuran diameter esofagus menunjukkan bagian kranial memiliki diameter rata-rata sebesar 1,06 ± 0,16 cm, lebih lebar dibandingkan dengan esofagus bagian medial dan kaudal dengan rata-rata berturutturut adalah 0,72 ± 0,06 dan 0,83 ± 0,15 cm. Pengukuran panjang dan diameter dari tiga sampel organ esofagus musang luak tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2 Hasil pengukuran panjang dan diameter esofagus dari tiga sampel organ esofagus musang luak Sampel Musang Esofagus (cm) p d kranial d medial d kaudal A 16,4 0,9 0,65 0,65 B 16 1,06 0,74 0,89 C 19,5 1,23 0,76 0,94 Rata-rata 17,3±1,92 1,06±0,16 0,72±0,06 0,83±0,15 Keterangan : p = panjang d = diameter Lambung musang luak merupakan lambung tunggal, terletak di bagian anterioventral ruang abdomen sebelah kiri. Letak lambung tertutup oleh hati pada permukaan kranio-ventral. Lambung bagian kranial berbatasan dengan otot diafragma dan di sepanjang kranio-lateral lambung sebelah kiri terdapat organ limpa yang berukuran relatif panjang, sehingga hanya sebagian kecil lambung yang tampak apabila dalam keadaan kosong (Gambar 6).

32 17 e b a c d f g h Gambar 5 Situs viscerum saluran pencernaan musang luak. a. esofagus, b. trakhea, c. paru-paru, d. jantung, e. limpa yang terletak di sepanjang permukaan kranio-lateral lambung, f. hati yang menutupi bagian kranio-ventral lambung, g. lambung, h. usus. Bar = 3 cm. a b c a b d h g e f d i f h j A j B i Gambar 6 Organ visceral musang luak dalam keadaan lambung kosong tampak dorsal (A) dan dalam keadaan lambung penuh ingesta tampak ventral (B). a. lidah, b. esofagus, c. trakhea, d. paru-paru, e. otot diafragma, f. hati, g. limpa, h. lambung, i. usus, j. kloaka. Bar = 2 cm.

33 Ket 18 Lambung musang memiliki bentuk seperti huruf J dengan ukuran kurvatura minor lebih pendek daripada kurvatura mayor. Hasil pengukuran kurvatura mayor dan kurvatura minor lambung musang luak dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil pengukuran lambung pada musang luak A dan B menunjukkan hasil yang tidak terlalu berbeda jauh. Lambung musang luak A dan B berukuran kecil, berdinding tebal, dan mempunyai lipatan mukosa yang banyak dan keras. Sampel lambung tersebut diambil saat dalam keadaan kosong. Berbeda dengan lambung musang luak C yang memiliki ukuran lambung lebih besar dan berdinding sangat tipis karena pada saat pengambilan sampel, lambung dalam keadaan penuh ingesta (Gambar 8). Lambung musang luak terbagi atas empat daerah, yaitu daerah kardia, fundus, korpus, dan pilorus. Kardia adalah daerah lambung yang sempit dan berbatasan dengan gastroesophageal junction, fundus merupakan bagian yang berbentuk seperti kubah, dan pilorus merupakan bagian paling akhir dari lambung. Tabel 3 Hasil pengukuran kurvatura mayor dan kurvatura minor dari tiga sampel organ lambung musang luak Sampel Musang Kurvatura Mayor (cm) Kurvatura Minor (cm) A 9,35 5,15 B 9,47 5,28 C* 27,4 8,74 Rata-rata 15,4±10,4 6,39±2,04 * Lambung berisi penuh ingesta a b c Mi d f e Ma Gambar 7 Gambaran morfologi lambung musang luak. a. esofagus, b. kardia, c. fundus, d. korpus, e. pilorus, f. duodenum, Mi = kurvatura minor, Ma = kurvatura mayor. Bar = 1 cm.

34 19 A B Gambar 8 Gambaran morfologi interior lambung musang luak (A) dalam keadaan kosong yang berdinding tebal dengan permukaan mukosa membentuk banyak lipatan (plica gastrica) dan (B) dalam keadaan penuh ingesta yang berdinding sangat tipis dengan lipatan-lipatan mukosa yang sedikit teramati. Bar = 1 cm. b. Mikroanatomi Lapisan Dinding Esofagus dan Lambung Musang Luak Lapisan dinding esofagus musang luak secara umum sama seperti pada mamalia lainnya yang terdiri atas empat lapisan, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan tunika adventisia atau serosa (Gambar 9). Seluruh permukaan mukosa esofagus dilapisi oleh epitel pipih banyak lapis yang tidak mengalami keratinisasi. Jaringan ikat yang terletak di bawah lapisan epitel disebut lamina propria yang terdiri atas jaringan ikat kolagen dan jaringan ikat elastis. Lapis muskularis mukosa terdiri atas otot polos dengan arah serabut longitudinal. Muskularis mukosa di bagian kranial esofagus sangat tipis dan tidak selalu terdapat di sepanjang esofagus (diskontinu) yang disayat secara melintang. Bagian medial dan kaudal esofagus memiliki muskularis mukosa lebih tebal dibandingkan dengan bagian kranial dan terdapat di sepanjang mukosa esofagus (Gambar 9). Lapisan muskularis mukosa ini menjadi batas antara lapisan mukosa dengan lapisan submukosa.

35 20 Lapisan submukosa adalah lapisan yang terdapat di profundal lapisan mukosa. Lapisan ini didominasi jaringan ikat longgar dan banyak ditemukan pembuluh darah (arteri dan vena) dan saraf. Kelenjar esofagus tidak ditemukan di sepanjang esofagus musang luak. Tunika muskularis musang luak tersusun atas lapisan otot yang tebal. Tunika muskularis terdiri atas dua lapisan yaitu otot sirkuler di bagian dalam dan otot longitudinal di bagian luar. Semakin ke kaudal kedua lapisan tersebut semakin menebal. Gambaran mikroanatomi esofagus musang luak memperlihatkan tunika muskularis memiliki lapisan otot longitudinal yang lebih tipis dibandingkan dengan lapisan otot sirkulernya. Kedua lapisan ini pada esofagus bagian kranial dan medial tersusun atas otot bergaris melintang. Sedangkan pada bagian kaudal, tersusun oleh otot polos (Gambar 9). Lapisan terluar dari esofagus bagian kranial (daerah cervical) berupa jaringan ikat yang disebut tunika adventisia, sedangkan di bagian kaudal (daerah thoraks dan abdomen) lapisan tersebut merupakan mesothelium atau tunika serosa. Perbatasan antara esofagus dan lambung secara mikroskopis ditandai dengan adanya perubahan epitel dari epitel pipih banyak lapis menjadi epitel silindris sebaris (Gambar 10). Dinding lambung musang luak memiliki empat lapisan, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa (Gambar 11). Seluruh permukaan mukosa lambung dilapisi oleh epitel silindris sebaris. Kelenjar lambung terdapat dalam lamina propia dan pada bagian profundalnya terdapat lamina muskularis mukosa yang cukup tebal dan menjadi batas dengan lapisan submukosa. Tunika muskularis adalah lapisan otot yang tebal dan tersusun atas otot polos yang terbagi menjadi dua lapisan. Lapisan dalam merupakan otot yang tersusun secara sirkuler, sedangkan lapisan luar merupakan otot yang tersusun secara longitudinal. Diantara kedua lapis tunika muskularis ditemukan adanya jaringan ikat longgar, pembuluh darah dan kumpulan sel-sel saraf yang membentuk pleksus myenteric. Bagian terluar dari lambung dilapisi oleh tunika serosa yang disusun oleh jaringan ikat longgar.

36 21 a Mu b c SM e TM A g f TA a b c d a b c d e e f g B g C Gambar 9 Gambaran mikroanatomi dinding esofagus musang luak yang tersusun atas (Mu) mukosa, (SM) submukosa, (TM) tunika muskularis, dan (TA) tunika adventisia atau serosa. A. esofagus bagian kranial dengan muskularis mukosa yang tipis dan diskontinu, B. esofagus bagian medial, dan C. bagian kaudal dengan muskularis mukosa yang lebih tebal dibandingkan dengan bagian kranial. a. epitel pipih banyak lapis, b. lamina propria, c. muskularis mukosa, d. submukosa, e. otot sirkuler (otot lurik), e. otot sirkuler (otot polos), f. otot longitudinal (otot lurik), f. otot longitudinal (otot polos), g. tunika adventisia, g. tunika serosa. Pewarnaan HE, Bar A= 50 µm, Bar B dan C = 150 µm.

37 22 a b Gambar 10 Gambaran mikroanatomi batas antara esofagus dan lambung. ( ) batas esofagus dan lambung, (a) epitel pipih banyak lapis, (b) epitel silindris sebaris. Pewarnaan HE, Bar = 150 µm. Mu SM Gambar 11 Gambaran mikroanatomi dinding lambung musang luak yang tersusun atas (Mu) mukosa, (SM) submukosa, (TM) tunika muskularis, dan (Se) tunika serosa. Pewarnaan HE, Bar = 150 µm. TM Se

38 23 Distribusi Kelenjar Lambung Musang Luak Musang luak memiliki daerah kardia yang sempit, kelenjarnya pendek dan lurus. Epitel permukaan disusun oleh sel epitel silindris sebaris dan membentuk lekukan yang disebut gastric pit. Daerah kelenjar kardia berupa kelenjar tubular sederhana, dengan sel berbentuk kuboid, dan inti terletak di basal. Beberapa sel parietal mulai ditemukan pada daerah peralihan, yaitu batas antara daerah kardia dan daerah fundus (Gambar 12). Daerah kelenjar fundus menempati sebagian besar daerah lambung. Daerah ini ditandai dengan mulai ditemukannya sel-sel utama (sel chief). Kelenjar fundus berbentuk tubular sederhana atau bercabang yang terbentang di lamina propia hingga batas lapisan muskularis mukosa. Daerah kelenjar fundus musang luak ditemukan adanya empat tipe sel, yaitu sel mukus permukaan, sel leher mukus, sel parietal, dan sel chief. Sel mukus permukaan ditemukan menutupi seluruh permukaan mukosa lambung. Sel leher mukus berjumlah relatif sedikit dan terletak di bagian gastric pit. Di daerah basal kelenjar terdapat sel dengan sitoplasma bergranula dan bersifat basofil serta memiliki inti terletak di tepi. Sel tersebut merupakan sel chief yang memproduksi enzim prekursor yang disebut juga dengan pepsinogen. Sel parietal ditemukan dalam jumlah besar dan terdistribusi pada bagian apikal hingga basal kelenjar. Semakin ke basal jumlah sel parietal semakin berkurang. Sel ini berukuran lebih besar daripada sel chief, berbentuk bulat dengan inti besar terletak di tengah, dan memiliki sitoplasma yang bersifat asidofil (Gambar 13). Kelenjar pilorus berbentuk tubulus bercabang dan permukaan mukosanya memiliki gastric pit yang dalam (Gambar 14). Kelenjar pilorus tersusun oleh selsel mukus. Penebalan otot yang membentuk sphincter pilorus, tidak sejelas pada hewan lain. Batas antara pilorus dan duodenum ditandai dengan ditemukannya vili usus, sel goblet, dan kelenjar Brunner pada proksimal duodenum (Gambar 15).

Gambar 1 Peta distribusi musang luak di Indonesia = alami = Introduksi (Modifikasi dari IUCN 2011).

Gambar 1 Peta distribusi musang luak di Indonesia = alami = Introduksi (Modifikasi dari IUCN 2011). TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Distribusi Musang Menurut Schreiber et al. (1989), terdapat empat spesies musang dari genus Paradoxurus, yaitu: 1. Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas di Sri Lanka.

Lebih terperinci

Pergerakan makanan dalam esofagus menuju lambung disebabkan oleh adanya gerakan peristaltik akibat kontraksi dua lapisan otot pada tunika muskularis

Pergerakan makanan dalam esofagus menuju lambung disebabkan oleh adanya gerakan peristaltik akibat kontraksi dua lapisan otot pada tunika muskularis 29 PEMBAHASAN Esofagus musang luak pada awalnya berjalan di sebelah dorsal trakhea, kemudian di pertengahan daerah leher (pars cervical) berbelok ke sisi kiri trakhea. Selanjutnya, di daerah thoraks (pars

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK EVALINA. Kajian Morfologi Saluran Pencernaan Burung

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Musang Luak ( Paradoxurus hermaphroditus 1 Klasifikasi dan Distribusi

TINJAUAN PUSTAKA Musang Luak ( Paradoxurus hermaphroditus 1 Klasifikasi dan Distribusi TINJAUAN PUSTAKA Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) 1 Klasifikasi dan Distribusi Genus Paradoxurus diklasifikasikan ke dalam empat spesies menurut Schreiber et al. 1989 dalam International Union

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Carnivora. : Paradoxurus : Paradoxurus hermaphroditus : Musang Luak (Asian Palm Civet)

TINJAUAN PUSTAKA. : Carnivora. : Paradoxurus : Paradoxurus hermaphroditus : Musang Luak (Asian Palm Civet) TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Klasifikasi Klasifikasi musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) menurut Schreiber et al. (1989), adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus

Lebih terperinci

MORFOLOGI ORGAN REPRODUKSI MUSANG LUAK JANTAN (Paradoxurus hermaphroditus) SHANDY MAHA PUTRA

MORFOLOGI ORGAN REPRODUKSI MUSANG LUAK JANTAN (Paradoxurus hermaphroditus) SHANDY MAHA PUTRA MORFOLOGI ORGAN REPRODUKSI MUSANG LUAK JANTAN (Paradoxurus hermaphroditus) SHANDY MAHA PUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ABSTRACT SHANDY MAHA PUTRA. Morphology of Reproductive

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Landak Jawa (H. javanica) yang dipelihara dalam kandang individual dan diberi pakan beberapa jenis sayuran dan buah.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Landak Jawa (H. javanica) yang dipelihara dalam kandang individual dan diberi pakan beberapa jenis sayuran dan buah. 3 TINJAUAN PUSTAKA Landak Jawa (Hystrix javanica) Landak termasuk ke dalam ordo Rodensia, famili Hystricidae, genus Hystrix. Genus ini memiliki tiga spesies yang tersebar di Indonesia yaitu, H. javanica,

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK Asep

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal Hewan yang digunakan adalah anjing lokal berjumlah 2 ekor berjenis kelamin betina dengan umur 6 bulan. Pemilihan anjing betina bukan suatu perlakuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Paradoxurus, yaitu: (1) Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas di Sri Lanka,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Paradoxurus, yaitu: (1) Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas di Sri Lanka, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Musang 1. Taksonomi dan Klasifikasi Menurut Schreiber et al., (1989), terdapat empat spesies musang dari genus Paradoxurus, yaitu: (1) Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas

Lebih terperinci

Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung. Anak Agung K Tri K

Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung. Anak Agung K Tri K Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung Anak Agung K Tri K 111 0211 075 ANATOMI LAMBUNG (GASTER) Bentuk : seperti huruf J Letak : terletak miring dari regio hipochondrium kiri cavum abdominis mengarah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang termasuk ordo Chiroptera, subordo Megachiroptera. Kelelawar ini sangat berperan dalam ekosistem yaitu menyebarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, sebagai negara kepulauan dan memiliki dua per tiga wilayah yang merupakan perairan. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK EVALINA. Kajian Morfologi Saluran Pencernaan Burung

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN MAKANAN. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus

SISTEM PENCERNAAN MAKANAN. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus SISTEM PENCERNAAN MAKANAN SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus 5. Intestinum minor : Duodenum Jejenum Iliem 6. Intestinum mayor : Seikum Kolon

Lebih terperinci

Jaringan Tubuh. 1. Jaringan Epitel. 2. Jaringan Otot. 3. Jaringan ikat/penghubung. 4. Jaringan Saraf

Jaringan Tubuh. 1. Jaringan Epitel. 2. Jaringan Otot. 3. Jaringan ikat/penghubung. 4. Jaringan Saraf Jaringan Tubuh 1. Jaringan Epitel 2. Jaringan Otot 3. Jaringan ikat/penghubung 4. Jaringan Saraf Jaringan Epitel Tersusun atas lapisan-lapisan sel yang menutup permukaan saluran pencernaan, saluran pada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... 3 TINJAUAN PUSTAKA Trenggiling... 4 1. Klasifikasi dan Persebaran... 4

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan dengan judul Jaringan Epitel yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Aditia Nim : K

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan dengan judul Jaringan Epitel yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Aditia Nim : K LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM STRUKTUR HEWAN (JARINGAN EPITEL) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI B KELOMPOK : I (Satu) LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

teka mulai terbentuk mengitari lapis sel-sel granulosa pada tahap akhir folikel sekunder (Dellmann dan Brown 1992).

teka mulai terbentuk mengitari lapis sel-sel granulosa pada tahap akhir folikel sekunder (Dellmann dan Brown 1992). PEMBAHASAN Organ reproduksi betina terdiri atas organ reproduksi primer yaitu ovarium dan organ reproduksi sekunder yaitu tuba uterina, uterus (kornua, korpus, dan serviks), dan vagina. Ovarium memiliki

Lebih terperinci

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan EMBRIOLOGI ESOFAGUS Rongga mulut, faring, dan esophagus berasal dari foregut embrionik. Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum respiratorium (tunas paru) Nampak di dinding ventral

Lebih terperinci

MORFOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus) FITRIA APRILIANI

MORFOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus) FITRIA APRILIANI MORFOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus) FITRIA APRILIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi LAMPIRAN 38 Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Pembuatan preparat histologi terdiri dari beberapa proses yaitu dehidrasi (penarikan air dalam jaringan) dengan alkohol konsentrasi bertingkat,

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. B. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN DASAR SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN DASAR SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN DASAR SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Kompetensi Dasar 1. Struktur dan fungsi umum jaringan epitel 2. Klasifikasi jaringan epitel (epitel penutup dan epitel

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok SISTEM PENCERNAAN Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok PENDAHULUAN Sistem pencernaan bertanggung jawab untuk menghancurkan dan menyerap makanan dan minuman Melibatkan banyak organ secara mekanik hingga kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember Juni 2002.

Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember Juni 2002. MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2001 - Juni 2002. Pemeliharaan dan pengamatan pertumbuhan ternak dilakukan di kandang Unggas Fakultas Petemakan

Lebih terperinci

Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia

Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia Setiap manusia memerlukan makanan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sari makanan dapat diangkut oleh darah dalam bentuk molekul-molekul yang kecil dan sederhana. Oleh

Lebih terperinci

BAB I ORGANISASI ORGAN

BAB I ORGANISASI ORGAN BAB I ORGANISASI ORGAN Dalam bab ini akan dibahas struktur histologis dan fungsi dari parenkima dan stroma, organisasi organ tubuler, organisasi organ padat dan membran sebagai organ simplek. Semua organ

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN V IRGIN COCONUT OIL

EFEK PEMBERIAN V IRGIN COCONUT OIL EFEK PEMBERIAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TERHADAP PROFIL IMUNOHISTOKIMIA ANTIOKSIDAN SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) PADA JARINGAN GINJAL TIKUS DIABETES MELLITUS NOVITA SARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian ini objek yang diteliti diberi perlakuan dan adanya kontrol sebagai pembanding. B.

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA

KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 RINGKASAN ADITYA. Kajian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Hewan coba yang digunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 20 MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Proses penelitian berlangsung mulai dari bulan April 2009 sampai Agustus 2010. Operasi implantasi dilakukan di Laboratorium Bagian Bedah dan

Lebih terperinci

MIKROTEKNIK TIM HISTOLOGI

MIKROTEKNIK TIM HISTOLOGI MIKROTEKNIK TIM HISTOLOGI MIKROTEKNIK Definisi: cara pembuatan sediaan histologik yg dpt diamati di bawah mikroskop Macam sediaan histologik: sediaan segar & sediaan permanen Sediaan Segar Sediaan hidup

Lebih terperinci

SYSTEMA DIGESTORIUM (Sistem pencernaan) Struktur dan Fungsi Umum Ontogeni a. Tractus Digestivus (Saluran pencernaan)

SYSTEMA DIGESTORIUM (Sistem pencernaan) Struktur dan Fungsi Umum Ontogeni a. Tractus Digestivus (Saluran pencernaan) SYSTEMA DIGESTORIUM (Sistem pencernaan) Struktur dan Fungsi Umum Sistem pencernaan secara umum dapat digambarkan sebagai suatu struktur memanjang, berkelok-kelok yang diawali oleh suatu lubang, disebut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6.

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6. METODE PENELITIAN Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6. Pengujian probiotik secara in vivo pada tikus percobaan yang dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY

PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRACT AMILIA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses

Lebih terperinci

Jaringan adalah struktur yang dibentuk oleh kumpulan sel yang mempunyai sifat-sifat morfologi dan fungsi yang sama. Jaringan Dasar pada hewan

Jaringan adalah struktur yang dibentuk oleh kumpulan sel yang mempunyai sifat-sifat morfologi dan fungsi yang sama. Jaringan Dasar pada hewan Jaringan adalah struktur yang dibentuk oleh kumpulan sel yang mempunyai sifat-sifat morfologi dan fungsi yang sama. Jaringan Dasar pada hewan vertebrata ada 4,yaitu: 1. Jaringan epitel 2. Jaringan ikat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian eksperimental. Penelitian eksperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan pengadaan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan 54 Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan Dehidrasi jaringan dilakukan untuk mengikat seluruh cairan dalam jaringan, baik cairan interstisial maupun cairan intrasel sebelum dilakukan penanaman jaringan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Gambar 4 Pengukuran sonogram duodenum dengan Image J. A: Sonogram duodenum pada posisi transduser sagital. l: lapisan lumen, M: mukosa, SM: submukosa, TM: tunika muskularis, dan S: serosa. B: Skema

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian 2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari sonogram organ hati dan kantung empedu serta ukuran atau lebar organ hati, ketebalan dinding kantung empedu, dan diameter

Lebih terperinci

STRUKTUR HISTOLOGI PROVENTRIKULUS AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus), BEBEK (Anser anser domesticus) DAN MERPATI (Columba domesticus)

STRUKTUR HISTOLOGI PROVENTRIKULUS AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus), BEBEK (Anser anser domesticus) DAN MERPATI (Columba domesticus) Jurnal Ilmiah Peternakan 2 (1) : 5-10 (2014) ISSN : 2337-9294 STRUKTUR HISTOLOGI PROVENTRIKULUS AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus), BEBEK (Anser anser domesticus) DAN MERPATI (Columba domesticus) Histological

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Pada Hewan

Sistem Pencernaan Pada Hewan Sistem Pencernaan Pada Hewan Struktur alat pencernaan berbeda-beda dalam berbagai jenis hewan, tergantung pada tinggi rendahnya tingkat organisasi sel hewan tersebut serta jenis makanannya. pada hewan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR Disusun Oleh: Nama : Juwita NIM : 127008003 Tanggal Praktikum: 22 September 2012 Tujuan praktikum: 1. Agar praktikan memahami dan mampu melaksanakan Tissue Processing.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan LAMPIRAN 30 Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan Dehidrasi merupakan proses mengeluarkan air dari dalam jaringan/organ dengan menggunkan bahan-bahan kimia tertentu. Dehidrasi jaringan dilakukan untuk mengikat

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian Materi penelitian berupa benih ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) berumur 1, 2, 3, dan 4 bulan hasil kejut panas pada menit ke 25, 27 atau 29 setelah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat dan waktu pengambilan sampel Sampel diambil di Pantai Timur Surabaya, tepatnya di sebelah Timur Jembatan Suramadu (Gambar 3.1).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stabilitas Produk Farmasi Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan rancangan percobaan post test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai

Lebih terperinci

Rongga Mulut. rongga-mulut

Rongga Mulut. rongga-mulut Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ, berturut-turut dimulai dari 1. Rongga Mulut, 2. Esofagus 3. Lambung 4. Usus Halus 5. Usus Besar 6. Rektum 7. Anus. Rongga Mulut rongga-mulut

Lebih terperinci

GAMBARAN TIGA DIMENSI JARINGAN IKAT SUBEPITELIA PADA LAMBUNG DEPAN KANCIL (Tragulus javanicus)

GAMBARAN TIGA DIMENSI JARINGAN IKAT SUBEPITELIA PADA LAMBUNG DEPAN KANCIL (Tragulus javanicus) GAMBARAN TIGA DIMENSI JARINGAN IKAT SUBEPITELIA PADA LAMBUNG DEPAN KANCIL (Tragulus javanicus) THREE DIMENTIONAL ARCHITECTURE OF THE SUBEPITHELIAL CONNECTIVE TISSUE IN THE FORESTOMACH OF THE LESSER MOUSE

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

STUDI ANATOMI DAN HISTOLOGI SISTEM PENCERNAAN MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus Schreiber et al., 1989)

STUDI ANATOMI DAN HISTOLOGI SISTEM PENCERNAAN MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus Schreiber et al., 1989) STUDI ANATOMI DAN HISTOLOGI SISTEM PENCERNAAN MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus Schreiber et al., 1989) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 pada Program Studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI BURUNG CEMDRAWASIH KUNlNG KECIL ( Paradisaea minor ) SKRIPSI Oleh RlSFlANSYAH B 21.0973 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITWT PERTANIAN BOGOR 1990 RINGKASAN RISFIANSYAH.

Lebih terperinci

PENCERNAAN MAKANAN. Sistem Pencernaan Mamalia :

PENCERNAAN MAKANAN. Sistem Pencernaan Mamalia : Sistem Pencernaan Mamalia : PENCERNAAN MAKANAN * Terdiri atas saluran pencernaan dan berbagai kelenjar aksesoris yang mengekskresikan getah pencernaan ke dalam saluran melalui duktus (saluran) Peristalsis,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Diagram alir pembuatan sediaan (preparat) histopatologi organ usus halus mencit percobaan

Lampiran 1 Diagram alir pembuatan sediaan (preparat) histopatologi organ usus halus mencit percobaan LAMPIRAN 69 70 Lampiran 1 Diagram alir pembuatan sediaan (preparat) histopatologi organ usus halus mencit percobaan Organ usus halus Dicuci dengan NaCl fisiologis 0.9% Difiksasi 24 jam Larutan Bovin Didehidrasi

Lebih terperinci

Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam

Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam Epy Muhammad Luqman Bagian Anatomi Veteriner (Anatomi Perkembangan) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Tujuan : mempelajari keadaan morfologi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus Albinus.

Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus Albinus. Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus Albinus.) WENI KURNIATI DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKERAN

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan yang digunakan antara lain daun salak [Salacca zalacca (Gaertn.) Voss] kultivar Kedung Paruk,

Lebih terperinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Modul Praktikum Biologi Hewan Ternak 2017 6 Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Petunjuk Umum Praktikum - Pada praktikum ini digunakan alat-alat bedah dan benda-benda bersudut tajam. Harap berhati-hati

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dengan rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai sampel

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental laboratorium posttest-only equivalent-group design dengan kelompok perlakuan dan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental, dengan rancangan acak lengkap dan menggunakan pendekatan posttest only control design

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi

Lebih terperinci

MORFOLOGI PERKEMBANGAN MAKROSKOPIS LAMBUNG MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) PADA PERIODE PRENATAL DAN PASCANATAL

MORFOLOGI PERKEMBANGAN MAKROSKOPIS LAMBUNG MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) PADA PERIODE PRENATAL DAN PASCANATAL J. Ked. Hewan Vol. 1 No. 1 Maret 2007 MORFOLOGI PERKEMBANGAN MAKROSKOPIS LAMBUNG MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) PADA PERIODE PRENATAL DAN PASCANATAL Morphological on the Macroscropic Development

Lebih terperinci

Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media

Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media LAMPIRAN 27 Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media Keterangan : V 1 = Volume air media ke-1 V 2 = Volume air media ke-2 M 1 = Konsentrasi ph media ke-1 = Konsentrasi ph media ke-2 M 2 HCl yang

Lebih terperinci

PRINSIP BIOENERGETIKA PADA HEWAN

PRINSIP BIOENERGETIKA PADA HEWAN PRINSIP BIOENERGETIKA PADA HEWAN BAHAN MAKANAN (MOLEKUL ORGANIK) Lingkungan eksternal Hewan KONSUMSI MAKANAN PROSES PENCERNAAN PROSES PENYERAPAN PANAS energi yg hilang dalam feses MOLEKUL NUTRIEN (dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ulangan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat sumber: (http://www.google.com/earth/) Lampiran 2. Data spesies dan jumlah Amfibi yang Ditemukan Pada Lokasi

Lebih terperinci

Manfaat TINJAUAN PUSTAKA. Kucing Kampung (Felis catus)

Manfaat TINJAUAN PUSTAKA. Kucing Kampung (Felis catus) 2 Manfaat Penelitian ini memiliki manfaat yaitu untuk memberikan data normal berupa sonogram lambung, duodenum, dan pankreas pada kucing kampung (Felis catus). Manfaat lain yang diharapkan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental dengan hewan coba, sebagai bagian dari penelitian eksperimental lain yang lebih besar. Pada penelitian

Lebih terperinci

Bab. Peta Konsep. Gambar 3.1 Orang sedang makan. Mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. terdiri dari. Saluran Pencernaan

Bab. Peta Konsep. Gambar 3.1 Orang sedang makan. Mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. terdiri dari. Saluran Pencernaan Bab 3 Sistem Pencernaan Sumber: Dok. Penerbit Gambar 3.1 Orang sedang makan Peta Konsep Pernahkah kamu berpikir dari manakah energi yang kamu peroleh untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti berolahraga

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik dan Ilmu Patologi Anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan selama

Lebih terperinci

Penyisihan Osteologi Sitologi Fisiologi Agen Penyakit (Protozoa) Biologi Molekuler (Genetika Umum) Kesehatan Masyarakat Veteriner

Penyisihan Osteologi Sitologi Fisiologi Agen Penyakit (Protozoa) Biologi Molekuler (Genetika Umum) Kesehatan Masyarakat Veteriner Penyisihan Osteologi 1. Mengetahui tentang osteologi pada bagian kepala beberapa hewan 2. Mengetahui tentang osteologi pada bagian ekstremitas cranial pada beberapa hewan 3. Mengetahui tentang osteologi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN AMBING TIKUS (Rattus norvegicus) PADA USIA KEBUNTINGAN 13, 17, DAN 21 HARI AKIBAT PENYUNTIKAN bst (bovine Somatotropin)

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN AMBING TIKUS (Rattus norvegicus) PADA USIA KEBUNTINGAN 13, 17, DAN 21 HARI AKIBAT PENYUNTIKAN bst (bovine Somatotropin) PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN AMBING TIKUS (Rattus norvegicus) PADA USIA KEBUNTINGAN 13, 17, DAN 21 HARI AKIBAT PENYUNTIKAN bst (bovine Somatotropin) MEETHA RAMADHANITA PARDEDE SKRIPSI DEPARTEMEN ANATOMI,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas Lampung dan pembuatan preparat histologi hati dilaksanakan di Balai Penyidikan

Lebih terperinci

I Ketut Mudite Adnyane, Savitri Novelina, Dwi Kesuma Sari, Tutik Wresdiyati, dan Srihadi Agungpriyono

I Ketut Mudite Adnyane, Savitri Novelina, Dwi Kesuma Sari, Tutik Wresdiyati, dan Srihadi Agungpriyono PERBANDINGAN ANTARA MIKROANATOMI BAGIAN ENDOKRIN PANKREAS PADA KAMBING DAN DOMBA LOKAL DENGAN TIN JAUAN KHUSUS DISTRIBUSI DAN FREKUENSI SEL-SEL GLUKAGON PADA PANKREAS COMPARATIVE MICROANATOMY OF THE LOCAL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Acak Lengkap (RAL) dan dengan pendekatan Post Test Only Control Group

BAB III METODE PENELITIAN. Acak Lengkap (RAL) dan dengan pendekatan Post Test Only Control Group BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan dengan pendekatan Post Test Only Control Group Design. Menggunakan

Lebih terperinci