KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakteristik Fe, Nitrogen, Fosfor, Dan Fitoplankton Pada Beberapa Tipe Perairan Kolong Bekas Galian Timah adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2008 Robani Juhar C

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakteristik Fe, Nitrogen, Fosfor, dan Fitoplankton pada Beberapa Tipe Perairan Kolong Bekas Galian Timah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2008 Robani Juhar C

4 ABSTRACT ROBANI JUHAR. Characteristics of Fe, Nitrogen, Phosphorous, and Phytoplankton on Ex-Tin Mining of the Ponds. Under the supervision of D. DJOKOSETIYANTO and HEFNI EFFENDI. The aim of this study is to measure the concentration of Fe, nitrogen, and phosphorous and analyze the relation of the nutrient, elements with abundance of phytoplankton and primary productivity at some type ponds of ex-tin mining. The study was executed in September-October Concentration of total Fe in three ponds were mg l -1, mg l -1 and mg l -1. Concentration of dissolved inorganic nitrogen (DIN) in three ponds were 0, mg l mg l -1 and ,452 mg l -1. Value of PO 4 -P in three measured were mg l -1, mg l -1 and mg l -1. DIN and PO 4 -P at station I (84.2%; p<5%) and station III (98.4%; p<5%) showed strong correlation and significant, but not significant at station II (-79.7%; p>5%). Fe, DIN and PO 4 -P showed strong correlation with the abundance of phytoplankton at station I (R 2 = 83.4%), station II (R 2 = 97.6%) and station III (R 2 = 57.3%). Fe, DIN and PO 4 -P has not significant on the abundance of phytoplankton at station I and III (p>0.05), but significantly effects at station II (p<0.05). Fe, DIN and PO 4 -P showed strong correlation with net primary productivity at station II (R 2 = 79.6%) and station III (R 2 = 57.3%), but less at station II (R 2 = 22.2%). Fe, DIN and PO 4 -P has not significant on net primary productivity at station I and II (p>0.05), but significantly effects at station III (p<0.05). Key Words: Fe, nutrient, phytoplankton abundance, primary productivity

5 RINGKASAN ROBANI JUHAR. Karakteristik Fe, Nitrogen, Fosfor dan, Fitoplankton pada Beberapa Tipe Perairan Kolong Bekas Galian Timah. Dibimbing oleh D. DJOKOSETIYANTO dan HEFNI EFFENDI. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur nilai unsur hara Fe, nitrogen, dan fosfor serta untuk menganalisis hubungan antar unsur hara, unsur hara dengan kelimpahan fitoplankton dan produktivitas primer pada beberapa tipe kolong bekas galian timah. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober Nilai kisaran konsentrasi total Fe pada stasiun I sebesar 0,121 0,902 mg/l, stasiun II sebesar 0,024 0,487 mg/l, dan stasiun III sebesar 0,146 0,390 mg/l. Nilai kisaran dissolved inorganic nitrogen (DIN) pada stasiun I sebesar 0, mg/l, stasiun II sebesar 0,021 0,291 mg/l dan stasiun III sebesar 0,027 0,452 mg/l. Nilai kisaran PO 4 -P pada stasiun I sebesar 0,044 0,350 mg/l, stasiun II sebesar 0,074 0,326 mg/l, dan stasiun III sebesar 0,023 0,841 mg/l. DIN dan PO 4 -P stasiun I (84,2%; p<5%) dan stasiun III (98,4%;p<5%) memiliki korelasi yang cukup erat dan signifikan, sedangkan pada stasiun II (-79,7%;p>5%) korelasinya cukup erat tapi tidak signifikan. Fe, DIN, dan PO4-P menunjukkan adanya hubungan linier yang kuat dengan kelimpahan fitoplankton pada stasiun I (R 2 = 83,4%), stasiun II (R 2 = 97,6%) dan stasiun III (R 2 = 57,3%). Selanjutnya pengaruh unsur hara Fe, DIN, dan PO4-P terhadap kelimpahan fitoplankton pada stasiun I dan III terlihat kurang nyata (p>0,05), sedangkan pada stasiun II adalah sangat nyata (p<0,05). Fe, DIN, dan PO4- P menunjukkan adanya hubungan linier yang kuat dengan NPP pada stasiun II (R 2 = 79,6%) dan stasiun III (R 2 = 57,3%) serta lemah pada stasiun I (R 2 = 22,2%). Selanjutnya pada stasiun I dan II tampak bahwa pengaruh unsur hara Fe, DIN, dan PO4-P terhadap kelimpahan fitoplankton kurang nyata (p>0,05), sedangkan pada stasiun III sangat nyata (p<0,05). Kata Kunci: Fe, unsur hara, kelimpahan fitoplankton, produktivitas primer

6 ABSTRACT Robani Juhar. Characteristics of Fe, Nitrogen, Phosphorous and Phytoplankton at Some Types Ponds of The Ex-Tin Mining. Under the direction of D DJOKO SETIYANTO and HEFNI EFFENDI. This study are aimed to measure the value of nutrient Fe, nitrogen and phosphorous and analyzed the relationship between element of nutrients, elements with abundance of phytoplankton and primer productivity at some type ponds of extin mining. Study was executed in September-October Value of total Fe in three measured is mg l -1, mg l -1 and mg l -1. Value of dissolved inorganic nitrogen (DIN) in three measured are 0, mg l mg l -1 and ,452 mg l -1. Value of PO 4 -P in three measured are mg l -1, mg l -1 and mg l -1 in station I, II and III. DIN and PO 4 -P station I (84.2%; p<5%) and station III (98.4%; p<5%) has correlation that is tightly enough and significant, while less significant at station II (- 79.7%; p>5%). Fe, DIN and PO 4 -P showed strong correlation with the abundance of phytoplankton at station I (R 2 = 83.4%), station II (R 2 = 97.6%) and station III (R 2 = 57.3%). Fe, DIN and PO 4 -P has less effects on the abundance of phytoplankton at station I and III (p>0.05), but significantly effects at station II (p<0.05). Fe, DIN and PO 4 -P showed strong correlation with net primer productivity at station II (R 2 = 79.6%), station III (R 2 = 57.3%) but less at station II (R 2 = 22.2%). Fe, DIN and PO 4 - P has less effects on net primary productivity at station I and II (p>0.05), but significantly effects at station III (p<0.05).

7 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

8 KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perairan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Niken T.M. Pratiwi, M.Si

10 LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis Nama NIM : : : Karakteristik Fe, Nitrogen, Fosfor dan Fitoplankton Pada Beberapa Tipe Perairan Kolong Bekas Galian Timah Robani Juhar C Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. D. Djokosetiyanto,DEA Ketua Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Enang Harris, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 4 Juni 2008 Tanggal Lulus:

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini merupakan hasil penelitian dengan judul Karakteristik Fe, Nitorgen, Fosfor, dan Fitoplankton pada Beberapa Tipe Perairan Kolong Bekas Galian Timah. Pada kesempatan ini, penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Drs. H. Justiar Noer, S.T. MM. dan Ibu Ir. Ekawati, Dipl.Eng. yang selalu memberi doa restu, semangat, dorongan belajar serta kasih sayang kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. D. Djokosetiayanto, DEA dan Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil sebagai komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya tesis ini. 3. Bapak Prof. Dr. Enang Harris, MS selaku ketua program studi Ilmu Perairan yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya tesis ini. 4. Staf pengajar PS AIR atas bantuan dan dorongan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana FPIK IPB Bogor. 5. Rekan-rekan mahasiswa S2 dan S3 PS AIR atas segala kerjasama dan dukungan serta kebersamaan selama ini. 6. Sekretariat PS AIR atas segala bantuan selama penulis mengikuti pendidikan. 7. Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang telah memberikan rekomendasi untuk mengikuti pendidikan di FPIK IPB Bogor. 8. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan sumbangsih pemikiran dalam penyelesaian tesis ini. Bogor, Juni 2008 Robani Juhar

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bangka, pada tanggal 18 Nopember 1968 dari bapak Syamsudin Seman dan ibu Rotemah. Penulis merupakan anak pertama. Tahun 1987 penulis lulus dari SMA Negeri Sungailiat dan pada tahun 1988 lulus seleksi masuk UNDIP melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis memilih Jurusan Perikanan Fakultas Peternakan dan lulus tahun Tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan pada program studi Ilmu Perairan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tahun 1994 sampai 1997 penulis bekerja pada PT. Suri Tani Pemuka, Sidoarjo sebagai Sales Executive pakan udang/ikan. Sejak tahun 1998, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil Daerah pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN Latar Belakang... Permasalahan dan Pendekatan Masalah... Tujuan dan Manfaat... Rumusan Hipotesa... TINJAUAN PUSTAKA Penambangan Timah dan Kolong... Besi... Fosfor... Nitrogen... Fitoplankton... Produktivitas Primer... x xi xii BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian... Penentuan Stasiun Penelitian... Contoh Air... Analisis Data... HASIL DAN PEMBAHASAN Unsur Hara... Total Fe... DIN (Dissolved Inorganic Nitrogen)... Nitrogen Nitrit (NO 2 -N)... Nitrogen Nitrat (NO 3 -N)... Nitrogen Ammonia (NH 3 -N)... Ortofosfat (PO 4 -P)... Rasio N dan P... Hubungan Total Fe dengan DIN dan PO 4 -P... Struktur Komunitas Fitoplankton... Komposisi Jenis fitoplankton... Kelimpahan Fitoplankton... Indeks Biologi Fitoplankton... Biomass (Klorofil-a)... Produktivitas Primer Fitoplankton

14 Hubungan Unsur Hara dengan Kelimpahan Fitoplankton... Hubungan Unsur Hara dengan Produktivitas Primer Fitoplankton Bersih (NPP)... Evaluasi Kualitas Air pada Tiga Kolong di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka... Pemanfaatan Kolong SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN

15 DAFTAR TABEL Halaman 1 Parameter-parameter, metode, dan alat yang digunakan dalam analisis kualitas air selama penelitian Kandungan total Fe, nitrogen, dan fosfor per periode di tiga kolong Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka.. 3 Rasio massa nitrogen dan fosfor per periode di tiga kolong Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka. 4 Jumlah genera fitoplankton per periode di tiga kolong Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka... 5 Nilai rata-rata kelimpahan (Ind/l) per periode kelas fitoplankton di tiga kolong Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka... 6 Indeks biologi fitoplankton pada tiga kolong di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka. 7 Nilai konsentrasi klorofil-a fitoplankton per periode pada tiga kolong pengamatan di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka. 8 Nilai produktivitas primer per periode pada tiga kolong pengamatan di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka x

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Diagram alir perumusan masalah.. 2 Kolong Wasere Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka.. 3 Kolong Open Pit Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka... 4 Kolong Dam Keramat Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka 5 Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Bangka... 6 Komposisi Fe, nitrogen, dan fosfor pada tiga kolong di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka... 7 Kelimpahan Genera Fitoplankton pada tiga kolong di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka... 8 Tingkat kualitas air menurut baku mutu air kelas II pada tiga kolong di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka xi

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta lokasi penelitian. 2 Data cuaca bulan September dan Oktober 2007 wilayah Bangka... 3 Konsentrasi parameter-parameter fisika yang diukur pada tiga kolong Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka.. 4 Konsentrasi parameter-parameter kimia yang diukur pada tiga kolong Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka.. 5 Kelimpahan fitoplankton (individu/liter) pada tiga kolong di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka 6 Hasil korelasi dan regresi linier berganda NO 2 -N, NO 3 -N, NH 3 -N dan PO 4 - P dengan total Fe... 7 Hasil korelasi dan regresi linier berganda total Fe, DIN dan PO 4 -P dengan kelimpahan fitoplankton... 8 Hasil korelasi dan regresi linier berganda total Fe, DIN dan PO 4 -P dengan produktivitas primer fitoplankton (NPP)... 9 Kualitas air kolong di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka pada bulan September dan Oktober 2007 dibandingkan dengan mutu air kelas II (metode STORET) Kualitas rataan air pada tiga kolong di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka berdasarkan katagori I (kecil), II (sedang), dan III (besar) xii

18 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambangan timah di Indonesia dimulai pada abad ke-18. Sejak tahun 1815 penambangan timah di pulau Bangka dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda dan berlanjut sampai PT. Timah, Tbk. dalam pemerintahan Republik Indonesia. Kolong adalah sebutan khas dari masyarakat Bangka Belitung untuk danaudanau yang terbentuk dari bekas penambangan timah. Kolong terbentuk akibat aktifitas penambangan timah yang dilakukan dengan sistem terbuka. Sistem penambangan tersebut menyebabkan terbentuknya kolong dalam berbagai ukuran dan hamparan tailing. Dampaknya adalah saat pirit (FeS) sebagai bentuk umum mineral sulfida terekspos ke lingkungan bereaksi dengan oksigen dan air membentuk asam sulfida dan hidroksida besi yang bersifat asam. Menurut Sukandarrumidi (2007) air yang mengandung asam sulfat didapatkan di daerah yang banyak mengandung mineral pirit. Lebih lanjut dijelaskan apabila endapan bahan galian terutama yang mengandung mineral sulfida tersingkap, maka segera mengalami proses oksidasi dan dilanjutkan dengan proses pelarutan oleh air hujan. Perairan kolong sebagian berhubungan langsung dengan sungai atau laut, sehingga terjadi fluktuasi konsentrasi Fe di perairan kolong. Adanya aliran masuk yang berasal dari sungai atau laut juga mempengaruhi kandungan unsur hara di perairan kolong. Pemanfaatan kolong di Bangka Belitung untuk perikanan belum optimal. Berdasarkan data Statistik Perikanan Budidaya Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, produksi perikanan kolong tahun 2006 adalah 27,69 ton (produktivitas 3,08 ton/ha) dengan luas areal 8,98 ha dari total luas 1.712,65 ha. Produksi ikan pada perairan bekas tambang umumnya rendah (Bennet 1970). Hal ini diduga disebabkan perairan kolong memiliki ketersediaan makanan alami kurang, sehingga tidak mendukung pertumbuhan ikan. Pakan alami di perairan kolong tidak dapat tumbuh secara optimal karena kandungan unsur hara rendah dan konsentrasi mineral Fe yang tinggi. Untuk itu diperlukan manipulasi lingkungan agar kondisi perairan kolong dapat mendukung pertumbuhan pakan alami.

19 2 Pakan alami dalam hal ini fitoplankton dapat tumbuh secara optimal jika di perairan kolong terdapat unsur hara dalam jumlah mencukupi dan dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton. Fitoplankton dalam pertumbuhannya membutuhkan unsur nitrogen dan fosfor. Di perairan alami, nitrogen dan fosfor berada dalam berbagai senyawaan. Fosfor di perairan alami berada dalam berbagai senyawaan terutama dengan Fe, Al, dan Ca, sedangkan kekuatan ikatannya tergantung pada nilai ph air. Amonia sebagai sumber nitrogen, selain dalam bentuk gas, juga membentuk senyawa dengan beberapa ion logam. Persentase amonia bebas meningkat dengan meningkatnya nilai ph. Berdasarkan hal tersebut di atas dan mengingat belum adanya informasi ekologis mengenai keadaan perairan kolong, maka perlu dilakukan kajian tentang hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan kualitas air yang diperlukan sebagai dasar bagi dilakukannya manipulasi lingkungan perairan kolong. Permasalah dan Pendekatan Masalah Peranan Fe pada proses fisiologi seperti fotosintesis, respirasi, dan asimilasi nitrogen membuatnya menjadi salah satu faktor nutrien terpenting bagi pertumbuhan fitoplankton (MacKay et al. 2005) dan dalam jumlah kecil sangat dibutuhkan sebagai penyusun sitokrom dan klorofil, tetapi dalam jumlah yang berlebihan, Fe dapat menghambat fiksasi unsur lainnya (Effendi 2003). Sumber Fe di alam diantaranya adalah pirit (FeS) dan hematit (Fe 2 O 3 ). Pada perairan alami, Fe berikatan dengan anion membentuk senyawa FeCl 2, Fe(HCO 3 ) 2, dan Fe(SO 4 ) (Sukandarrumidi 2007). Daerah penambangan timah banyak mengandung mineral pirit dan sufida lainnya yang teroksidasi membentuk asam sulfida sehingga perairan kolong bekas galian timah memiliki ph rendah (Abel 1989; Connell dan Miller 1995). Derajat keasaman merupakan faktor lingkungan yang mengendalikan fitoplankton dan proses pengambilan hara, keseimbangan nutrien (karbondioksida, fosfat, dan nitrogen) serta keseimbangan logam beracun. Proses oksidasi dan reduksi besi tidak melibatkan oksigen dan hidrogen, tapi biasanya melibatkan bakteri kemosintesis sebagai mediator. Bakteri ini dapat mentransfer elektron dari ion Fe 2+ kepada oksigen. Transfer elektron ini

20 3 menghasilkan ion Fe 3+, air, dan energi bebas yang digunakan untuk sintesis bahan organik dan CO 2. Pada ph 7,5 7,7, ion Fe 3+ mengalami oksidasi dan berikatan dengan hidroksida membentuk Fe(OH) 3 yang bersifat tidak larut dan mengendap di dasar perairan (Effendi 2003). Dalam bentuk Fe 2+, besi dapat hilang bila terjadi pencucian air, namun bila tidak terjadi pencucian, Fe 2+ akan bereaksi dengan sulfur membentuk sulfida dan senyawa-senyawa lainnya (Hardjowigeno 2003). Sulfida adalah produk sampingan reduksi sulfat dengan Fe seperti ferri sulfida dan pirit yang mengendap di sedimen (Glass 1997). Proses oksidasi Fe 2+ menjadi Fe 3+ dalam bentuk Fe(OH) 3 dapat membantu menaikkan ph perairan. Pada perairan alami dengan ph sekitar 7 dan kadar oksigen terlarut yang cukup, ion Fe 2+ yang bersifat terlarut dioksidasi menjadi Fe 3+ yang bersifat tidak terlarut dan mengendap (Effendi 2003). Proses oksidasi besi pada perairan kolong sangat tergantung kepada sirkulasi dan waktu. Pada umumnya ph air kolong berkisar antara 4,5 7,0 dan kandungan logam beratnya sangat berkaitan dengan usia kolong dan berhubungan dengan sungai atau laut (UNSRI 1999). Kelimpahan fitoplankton berfluktuasi secara periodik, dan kelimpahannya tergantung pada unsur hara yang tersedia. Struktur komunitas fitoplankton pada perairan kolong mengalami fluktuasi tergantung pada parameter fisika kimia air. Dengan meningkatnya ph, maka fiksasi unsur hara, terutama nitrogen dan fosfor sebagai makanan fitoplankton akan meningkat sehingga produktivitas primer juga meningkat. Pada kolong terbuka atau yang mendapat aliran air masuk dan keluar terjadi fluktuasi unsur hara dan oksidasi Fe 2+ menjadi Fe 3+ sehingga dapat dijadikan sebagai indikator kandungan unsur hara sebagai pakan alami dan struktur komunitas fitoplankton. Oleh sebab itu, apabila sebaran dan kandungan Fe di perairan kolong diketahui, maka kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton serta kandungan unsur hara diduga dapat diketahui. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penelitian adalah: 1. Mengetahui konsentrasi Fe, nitrogen, dan fosfor pada beberapa tipe kolong bekas galian timah.

21 4 2. Korelasi unsur nitrogen dan fosfor dengan Fe pada beberapa tipe kolong bekas galian timah. 3. Korelasi kelimpahan fitoplankton dengan unsur Fe, nitrogen, dan fosfor pada beberapa tipe kolong bekas galian timah. 4. Korelasi produktivitas primer fitoplankton dengan unsur Fe, nitrogen, dan fosfor pada beberapa tipe kolong bekas galian timah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kondisi lingkungan di perairan kolong sebagai dasar bagi dilakukannya manipulasi lingkungan untuk kegiatan perikanan budidaya. Selanjutnya hal tersebut diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan pengambil kebijakan sebagai dasar perencanaan dan pemanfaatan perairan kolong. Rumusan Hipotesa Jika konsentrasi Fe pada perairan kolong tinggi maka unsur hara yang tersedia tidak dapat digunakan secara optimal untuk pertumbuhan fitoplankton sehingga produktivitas primer fitoplankton menjadi rendah.

22 Algae Manag KA - Struktur Komunitas Fitoplankton KA - Unsur Hara Fe?? N&P? + + Prod Biomass Algae - Sist. Drainage Flushing/tidak Resorbsi Releasing Produktivitas Primer Fitoplankton Input Proses Output Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah 5

23 TINJAUAN PUSTAKA Penambangan Timah dan Kolong Pertambangan timah di Indonesia dimulai pada abad ke-18. Sejak tahun 1815 penambangan timah di pulau Bangka dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Tahun 1958 semua kegiatan penambangan timah dibawah Biro Urusan Perusahaan Tambang Timah Negara (BUPTAN) dan dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Tambang Timah Negara pada tahun Selanjutnya tahun 1968 direorganisasi menjadi Perusahaan Negara Tambang Timah. Timah putih berasal dari mineral Kasiterit (SnO), Stannit (Cu 2 FeSnS 4 ) dan Teallit (PbSnS 2 ). Endapan timah primer terdapat pada batuan granit, sedangkan timah sekunder berasal dari timah primer yang telah mengalami pelapukan. Apabila endapan tersingkap, maka endapan terutama yang mengandung mineral sulfida akan mengalami proses pelapukan oleh oksigen dan dilanjutkan proses pelarutan oleh air hujan (Sukandarrumidi 2007). Penambangan timah di Bangka hampir secara keseluruhan meninggalkan lahan-lahan berupa kolong darat (hamparan tailing dan over burden) serta kolong air (bekas penggalian biji timah) berukuran hektar, dengan kedalaman lima sampai 25 meter. Permasalahannya adalah kualitas hamparan tailing serta air kolong memiliki derajat keasaman yang tinggi (ph rendah), kandungan mikroba dan unsur hara yang rendah, serta adanya mineral-mineral berat terlarut (Geotek LIPI 2003). Sistem penambangan timah dapat dikelompokkan menjadi empat cara, yaitu : (1) tambang dengan tenaga manusia (manual mining), (2) tambang semprot (hydraulic mining), (3) kapal keruk darat (dredging mining), dan (4) tambang terbuka (open pit mining). Dampak dari sistem penambangan tersebut menyebabkan terjadinya kolong dengan berbagai ukuran dan dimensi, baik yang berhubungan langsung dengan sungai dan laut ataupun tidak berhubungan langsung (UNSRI 1999). Bennet (1970) menjelaskan beberapa lubang bekas galian gravel, batu kapur, batubara, atau deposit mineral permukaan lainnya yang dibuat oleh manusia kadang dipenuhi oleh air tanah dan diisi dengan ikan.

24 7 Pemanfaatan kolong sendiri tergantung dari kondisi masing-masing kolong. Ada dalam kolong dapat merupakan campuran dari air hujan dan air tanah, air sungai, atau air laut. Usia kolong sangat berpengaruh terhadap ketersediaan nutrien, karena biasanya berkaitan dengan seberapa kaya kehidupan biota dan mikroorganisme di kolong tersebut. Menurut survei tahun 1998/1999 yang dilakukan tim dari Universitas Sriwijaya atas permintaan PT Timah, terdapat sebanyak 887 kolong dengan luas keseluruhan 1.712,65 ha dan rata-rata kedalaman 9,5 meter di Bangka Belitung, yaitu 544 kolong di Bangka (luas 1.035,51 ha) dan 343 kolong lainnya di Belitung (677,14 ha). Pada musim kemarau, 90 persen dari total kolong atau 789 buah dimanfaatkan masyarakat untuk mandi dan mencuci, terutama kebutuhan air minum. Pada keadaan normal, 21,31 persen atau 189 kolong dimanfaatkan untuk mandi, mencuci, sumber air minum, rekreasi, perikanan, dan industri. Besi Dibandingkan dengan makronutrien (C, N, dan P), mikronutrien (Fe, Zn, Mn, Cu, Ni, dan Co) dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk mendukung proses metabolisme sel (McKay et al. 2004). Besi termasuk salah satu unsur esensial dan berperan sebagai penyusun sitokrom dan klorofil bagi tumbuhan akuatik. McKay et al. (2005) menjelaskan besi berperan pada proses fisiologi seperti fotosintesis, respirasi, dan asimilasi nitrogen sehingga menjadi salah satu faktor nutrisi terpenting bagi pertumbuhan fitoplankton. Pada alga, besi berperan dalam sistem enzim dan transfer elektron pada proses sintesis, namun dalam kadar berlebihan dapat menghambat fiksasi unsur lainnya. Pada perairan alami, besi berikatan dengan anion membentuk senyawa FeCl 2, Fe(HCO) 3 dan Fe(SO 4 ). Pada perairan tawar, besi oksida dibentuk oleh reaksi kimia besi dengan oksigen terlarut dalam air. Selanjutnya besi oksida akan menyerap fosfor dan menjebaknya dalam sedimen. Hal ini menyebabkan terbatasnya ketersediaan fosfor di air (Glass 1997). Blomqvist (2004) menjelaskan bahwa pada danau anoksik, fosfat umumnya diendapkan oleh Fe sebelum mencapai lapisan oksik di atasnya. Fe juga mempengaruhi kemampuan organisme untuk mengasimilasi nitrat, baik sebagai co-faktor yang berkaitan dengan enzim atau reduktan (Robert et al. 2004).

25 8 Pirit (FeS) adalah bentuk umum mineral sulfida, sebagai mineral ikutan, timah termasuk mineral gangue (bagian dari asosiasi mineral yang membentuk batuan dan bukan mineral bijih didalam suatu jebakan). Mineral gangue bijih timah terdapat dalam bentuk kaolin dan pasir kuarsa (Sukandarrumidi 2007). Berdasarkan proses geologinya, mineral gangue diendapkan terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh mineral oksida dan yang paling akhir mengkristal adalah mineral sulfida. Pirit yang terekspos ke lingkungan akan bereaksi dengan oksigen dan air membentuk asam sulfida dan hidroksi besi menghasilkan acid main drainage. Kondisi asam dimulai saat mineral besi sulfida diekspos dan bereaksi dengan oksigen dan air. Faktor lain yang mempengaruhi oksidasi mineral sulfida adalah suhu, ph, keseimbangan besi ferri dan ferro, dan aktivitas mikrobiologi, khususnya Thiobacillus ferrooxidan. Aliran asam ditandai oleh ph rendah dan tingginya konsentrasi logam berat terlarut (sulfur mudah melarutkan logam Fe, Cu dan Al). Fosfor Fosfor merupakan unsur essensial bagi pertumbuhan sehingga menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan alga akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Fosfor dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas seluruh ekosistem. Fosfor pada umumnya sering menjadi nutrien pembatas pada air tawar (Glass 1997). Fosfor ditemukan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat di perairan. Ortofosfat merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat yang paling sederhana dan dapat dimanfaatkan secara langsung oleh alga (Boyd 1988). Alga tidak dapat memanfaatkan fosfor yang berikatan dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob karena bersifat mengendap (Jeffries dan Mills 1996). Tinggi rendahnya kandungan fosfat dalam perairan merupakan pendorong terjadinya dominasi fitoplankton tertentu, yaitu perairan dengan kandungan fosfat rendah (0,00 0,02 ppm) akan didominasi oleh Diatom; pada kadar sedang (0,02

26 9 0,05 ppm) didominasi oleh Chlorophyta dan pada kadar tinggi (lebih dari 0,10 ppm) didominasi oleh jenis Cyanophyta (Liaw 1969). Nitrogen Gas nitrogen, nitrat, nitrit, amonium, amonia, dan bentuk nitrogen organik adalah bentuk nitrogen dalam air (Boyd 1992). Nitrogen tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik dan harus mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi amonia (NH 3 ), amonium (NH + 4 ) dan nitrat (NO - 3 ). Namun beberapa jenis Cyanophyta dapat memanfaatkan gas N 2 secara langsung dari udara (Effendi 2003). Nutrien anorganik utama yang paling dibutuhkan fitoplankton bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan adalah nitrogen dalam bentuk nitrat (Nybakken 1988). Namun untuk memanfaatkan nitrat, dibutuhkan penambahan energi dengan adanya enzim nitrat reduktase (Goldman dan Horne 1983). Senyawa-senyawa nitrogen dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut, nitrogen berubah menjadi ammonia saat oksigen terlarut rendah, sebaliknya berubah menjadi nitrat saat oksigen terlarut tinggi. Fitoplankton Fitoplankton merupakan golongan plankton tumbuhan yang melayang dalam air dan tidak mampu menahan arus (Barnes 1980). Lebih lanjut dijelaskan bahwa fitoplankton mampu hidup di perairan atau mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan perairan sebagai media fitoplankton berada, terutama pada perairan yang tenang seperti kolam, danau, dan waduk. Menurut Welch dan Lindell (1980), fitoplankton yang hidup di air tawar terdiri dari lima kelompok besar yaitu fillum Cyanophyta, Chlorophyta, Chrysophyta, Pyrrophyta, dan Euglenophyta. Setiap jenis fitoplankton yang berada dalam lima kelompok besar tersebut mempunyai respon yang berbedabeda terhadap kondisi perairan, khususnya unsur hara makronutrien dan mikronutrien, sehingga komposisi jenis fitoplankton bervariasi dari satu tempat ke tempat lain.

27 10 Sebagaimana organisme lainnya, pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungannya. Faktor fisika-kimia air dan tipe komunitas perairan merupakan faktor yang sangat menentukan. Cahaya matahari dan suhu merupakan kebutuhan fisiologis untuk pertumbuhan, sedangkan sejumlah unsur hara tertentu berperan terhadap kelimpahan fitoplankton (Goldman dan Horne 1983). Dominasi beberapa jenis fitoplankton pada perairan tergantung kepekaan fitoplankton tersebut terhadap faktor-faktor lingkungan. Produktivitas Primer Fitoplankton merupakan produsen primer terpenting dalam ekosistem perairan. Salah satu peran fitoplankton di perairan adalah mengubah zat-zat anorganik menjadi organik dengan bantuan cahaya matahari melalui proses fotosintesis yang hasilnya disebut produksi primer. Produktivitas primer merupakan sumber pokok energi bagi proses metabolik yang terjadi dalam biosfer. Di ekosistem akuatik, sebagian besar produktivitas primer dilakukan oleh fitoplankton (Wetzel 2001). Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi nilai produktivitas primer adalah cahaya matahari, suhu, ketersediaan unsur hara, dan gas-gas terlarut (Odum 1993). Reaksi fotosintesis secara sederhana (Wetzel 2001) dapat diringkas dalam persamaan umum sebagai berikut: cahaya 6C H 2 0 C 6 H H pigmen receptor Dalam proses ini energi cahaya diserap oleh pigmen fotosintetik terutama klorofil dan dengan adanya CO 2, air dan zat hara akan dihasilkan senyawa organik yang mempunyai potensi kimiawi yang tinggi dan disimpan dalam sel. Potensi energi ini kelak dapat digunakan oleh tumbuhan untuk respirasi, pertumbuhan, dan berbagai proses fisiologi lainnya (Nybakken 1988). Dalam pengukuran produktivitas primer di perairan ada beberapa metode yang dapat digunakan, salah satu diantaranya metode oksigen botol gelap-botol

28 11 terang. Prinsip kerja metode ini adalah mengukur perubahan kandungan oksigen dalam botol terang dan botol gelap yang berisi contoh air setelah diinkubasi dalam jangka waktu tertentu pada perairan yang mendapat sinar matahari. Pada botol terang terjadi proses fotosintesis dan respirasi, sedangkan dalam botol gelap terjadi respirasi. Dengan asumsi bahwa respirasi dalam ke dua botol itu sama, maka perbedaan kandungan oksigen pada botol terang dan botol gelap pada akhir percobaan menujukkan produktivitas primer kotor. Perbedaan antara kandungan oksigen pada botol terang dan botol awal yang tidak diinkubasi, menunjukkan produktivitas bersih. Satuan produktivitasnya masih dalam oksigen per satuan waktu. Produktivitas dalam satuan karbon kemudian dijabarkan dengan menggunakan faktor koreksi (Boyd 1981). Berdasarkan tingkat kesuburannya, perairan tergenang (Effendi 2003), termasuk kolong dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Oligotrofik, yaitu perairan dengan produktivitas primer dan biomass rendah. Unsur hara nitrogen dan fosfor rendah serta jenuh dengan oksigen. b. Mesotrofik, yaitu perairan dengan produktivitas primer dan biomass sedang. Perairan ini merupakan peralihan antara oligotrofik dan eutrofik. c. Eutrofik, perairan dengan unsur hara dan produktivitas primer tinggi. d. Hiper-eutrofik, perairan dengan unsur hara dan produktivitas primer sangat tinggi. Pada perairan ini, terjadi kondisi anoksik pada lapisan hipolimnion. e. Distrofik, yaitu jenis perairan yang banyak mengandung bahan organik. Pengelompokan status tingkat kesuburan (trofik) suatu perairan tergantung dari beberapa parameter, diantaranya adalah kandungan klorofil, kecerahan air, laju penurunan oksigen, kandungan hara, densitas alga, dan spesies indikator (Seller dan Markland 1987). Berdasarkan ketentuan Welch dan Lindell (1980), perbandingan antara P dan N dapat menentukan tingkat kesuburan suatu perairan. Perairan eutrofik dicirikan oleh rasio N/P lebih kecil dari 16/1, sedangkan perairan oligotrofik rasio N/P lebih besar atau sama dengan 16/1. Selain itu Reynolds (1984) mengemukakan pula bahwa, jika rasio N/P lebih besar dari 15/1, maka perairan dibatasi oleh unsur P, sedangkan rasio N/P lebih kecil dari 15/1 maka perairan dibatasi unsur N.

29 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di desa Pemali Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tanggal 7 September 2007 sampai tanggal 30 Oktober Pengamatan dilakukan setiap minggu sekali selama 6 minggu terhadap tiga stasiun pengambilan contoh air. Stasiun pengamatan I (kolong Wasere) terletak pada LS dan BT berumur sekitar 15 tahun (usia lebih dari 10 tahun dan bersifat tertutup) dengan luas sekitar 1,6 ha (Gambar 2). Secara umum kondisi perairan ini banyak ditumbuhi vegetasi baik di dalam air atau sempadan, berada di pinggir jalan serta dekat dengan pemukiman. Kolong Wasere sudah dimanfaatkan sebagai sumber air unit Pusat Pengolahan Bijih Timah Wasprod Sungailiat dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan milik PT. Timah Tbk. Selain itu, kolong ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya untuk air minum, mandi, dan mencuci, terutama saat musim kemarau. Gambar 2 Kolong Wasere Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka Stasiun II (kolong Open Pit) terletak pada LS dan BT adalah bekas areal pertambangan terbuka yang cukup dalam (open pit) hingga 60 meter dan mulai digenangi air sejak tahun 1999 (kolong muda, usia kurang dari

30 13 10 tahun dan bersifat terbuka) dengan luas sekitar 10,25 ha (Gambar 3). Kondisi umum stasiun II adalah berair jernih, vegetasi pada badan air dan sempadan belum banyak, malah pada kawasan sempadan dan sekitarnya dipakai lagi untuk aktivitas pertambangan rakyat dengan limbah pencucian yang langsung dibuang pada kolong tersebut. Gambar 3 Kolong Open Pit Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka Stasiun III (kolong Dam Keramat) terletak pada LS dan BT berumur lebih dari 10 tahun dan bersifat terbuka dengan luas sekitar 20,4 ha (Gambar 4). Secara umum kondisi kolong ini banyak ditumbuhi vegetasi baik di dalam air atau sempadan kolong dan dekat dengan pemukiman dan lahan pertanian. Kolong ini sudah dimanfaatkan sebagai sumber air minum oleh Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Bangka dan Balai Benih Ikan Sentral Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Selain itu, kolong ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya untuk air minum, mandi dan cuci terutama saat musim kemarau. Penelitian ini menggunakan metode survei, yaitu pengamatan, pengambilan sampel di lapangan (perairan kolong), sedangkan analisa dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan (ProLing) Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

31 14 Gambar 4 Kolong Dam Keramat Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka Penentuan Stasiun Penelitian Unsur hara kolong sangat tergantung pada usia dan tipe kolong (Unsri 1999). Penentuan stasiun pengamatan didasarkan pada usia dan tipe kolong. Stasiun I mewakili kolong tua tertutup, stasiun II mewakili kolong muda terbuka dan stasiun III mewakili kolong tua terbuka. Secara operasional penempatan titik pengambilan contoh sampel air dan fitoplankton dilakukan pada bagian kolong yang tidak mengalami surut atau kering saat musim kemarau. Adapun pengambilan sampel air dilakukan dengan cara spasial, yaitu mencampur sampel air permukaan dan sampel air dasar untuk dianalisa. Contoh Air Pengambilan Contoh Air Penelitian direncanakan dilakukan pada waktu proses fotosintesis fitoplankton aktif berlangsung. Pengambilan contoh dilakukan satu minggu sekali selama 6 (enam) minggu. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah contoh air dan spesimen fitoplankton yang diambil dari tiap stasiun atau kolom air yang telah ditentukan. Alat untuk mengambil contoh air adalah pompa celup Showflow dengan maksimum flow 0.2 m 3 /menit. Contoh air tersebut dibagi menjadi beberapa

32 15 bagian untuk analisis fitoplankton dan produktivitas primer, serta analisis fisikakimia air seperti pada Tabel 1. Perlakuan Terhadap Contoh Air Untuk menghindari terjadinya perubahan pada contoh air, maka contoh air yang akan dianalisis di laboratorium disimpan pada cool box yang berisi es. Contoh air untuk analisis fisika-kimia dibagi dalam 3 (tiga) botol sampel masingmasing berukuran 300 ml dengan distribusi sebagai berikut: (1) 300 ml contoh air diberi pengawet asam sulfat 90% untuk analisa total Fe, nitrat, amoniak, dan COD; (2) 300 ml diberi pengawet HgCl untuk analisa ortofosfat dan nitrit; (3) 300 ml tanpa diberi pengawet untuk analisa TDS, alkalinitas, DHL, dan kesadahan. Untuk fitoplankton, contoh air yang diambil sebanyak 50 liter disaring menggunakan jaring plankton 35 µm. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Unsri (1999), perairan kolong dinyatakan termasuk tipe oligotropik, sehingga sampel air yang diambil sebanyak 50 liter. Contoh fitoplankton disimpan dalam botol berkapasitas 10 ml dan diawetkan dengan larutan Lugol (1,0%) sampai berwarna seperti larutan teh tua (± 6 tetes), kemudian disimpan dalam kantong berwarna hitam dan selanjutnya dihitung dan diidentifikasi menggunakan mikroskop di laboratorium. Stasiun III LETAK STASIUN PENELITIAN PADA TIGA KOLONG DI KECAMATAN PEMALI KABUPATEN BANGKA Stasiun II Stasiun I Oleh: Robani Juhar/C Sumber: Diolah Google Map Gambar 5 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Bangka (diolah dari Google map)

33 16 Analisis Contoh Air (Parameter Fisika-Kimia) Parameter yang diukur, metode, dan peralatan yang digunakan disajikan pada Tabel 1. Teknik analisis pengukuran contoh air mengikuti petunjuk APHA (1998). Parameter seperti suhu, kecerahan, ph, oksigen terlarut diukur secara insitu, sedangkan parameter kualitas air lainnya dianalisis di laboratorium. Analisis Contoh Fitoplankton Identifikasi dan klasifikasi contoh fitoplankton mengikuti petunjuk Davis (1955). Untuk mendapatkan gambaran karakteristik struktur komunitas fitoplankton pada perairan kolong dilakukan pendekatan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan analisis dengan mengamati komposisi jenis tertentu yang dominan dan kelimpahan sel. Pendekatan secara kualitatif (indeks biologi) yaitu dengan melakukan kalkulasi terhadap komponen tertentu dari struktur komunitas fitoplankton yang diamati. Tabel 1 Parameter-parameter, metode dan alat yang digunakan dalam analisis kualitas air selama penelitian di perairan kolong Parameter Satuan Metode Alat Lokasi FISIKA Suhu 0 C Pembacaan Skala Termometer In situ Daya Hantar Listrik μmhos/cm Potensial elektron Conductivitymeter Laboratorium Kecerahan cm Penetrasi Cahaya Secchi disk In situ TDS mg/i Gravimetrik Peralatan gravimetrik Laboratorium KIMIA ph - Potensiometrik elektroda hidrogen ph meter In situ Total Fe mg/l Phenanthroline Spektrofotometer Laboratorium Alkalinitas mg/l CaCO 3 Titrimetrik Peralatan titrasi In situ Kesadahan mg/l CaCO 3 Titrimetrik Peralatan titrasi Laboratorium Nitrat-N mg/i Brusin Sulfat Spektrofotometer Laboratorium Nitrit-N mg/i Sulfanilik Spektrofotometer Laboratorium Amoniak-N mg/l Phenate Spektrofotometer Laboratorium Ortofosfat-P mg/i Ascorbic Molybdat Spektrofotometer Laboratorium DO mg/l Titrimetrik Peralatan titrasi In situ COD mg/l COD Reaktor Spektrofotometer Laboratorium BIOLOGI Kelimpahan sel/l Identifikasi dan Mikroskop Laboratorium Fitoplankton Pencacahan Biomass (Chl-a) mg/l Klorofil-a Spektrofotometer Laboratorium Produktivitas Primer mgc/m 2 /jam Botol Gelap Botol Terang Buret In situ

34 17 Kelimpahan Sel Fitoplankton Kelimpahan plankton dinyatakan dalam jumlah sel per liter. Penentuan kelimpahan sel dilakukan dengan menggunakan metode Lackey drop microtransect counting (modifikasi APHA 1998) dengan persamaan sebagai berikut: N = n x A/B x C/D x 1/E Keterangan : N = jumlah total fitoplankton (sel/l) n = jumlah rataan total individu per lapang pandang A = luas gelas penutup (1.000 mm 2 ) B = luas satu lapang pandang (20 mm 2 ) C = volume air terkonsentrasi (30 ml) D = volume air satu tetes (1 ml) dibawah gelas penutup E = volume air yang disaring (50 ml) Indeks Keanekaragaman Untuk menganalisis keragaman (diversitas) fitoplankton digunakan indeks keragaman Shannon-Weaver. Indeks keragaman Shannon-Weaver adalah suatu perhitungan matematik yang menggambarkan analisis mengenai jumlah individu dalam setiap spesies, jumlah macam spesies serta total individu yang ada dalam suatu komunitas. Keragaman adalah keheterogenan yang terdapat pada genera dari individu yang diambil secara acak dari suatu populasi. Semakin banyak terdapat jenis, maka semakin besar pula keheterogenannya. Besar indeks keragaman (H ) dirumuskan sebagai berikut (Wilhm dan Dorris 1968 diacu dalam Mason 1980): n H = - Σ pi log pi i=l Keterangan : H = Indeks Keragaman Shannon-Weaver Pi = n i /N Ni = jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu Nilai H dengan kriteria: H 2,3062 : keanekaragaman rendah dan kestabilan komunitas rendah 2,3062 H 6,9078 : keanekaragaman rendah dan kestabilan komunitas sedang H 6,9078 : keanekaragaman rendah dan kestabilan komunitas tinggi

35 18 Indeks Keseragaman (Ekuitabilitas) Indeks ini memberikan gambaran keseragaman sebaran individu dari jenis fitoplankton dalam suatu komunitas. Perhitungan indeks keseragaman (Odum 1971) adalah sebagai berikut: E = H H maks Keterangan: E = indeks keseragaman H = indeks keragaman Shannon-Weaver H maks = ln S S = jumlah spesies Nilai keseragaman suatu populasi (E) berkisar antara 0,0 sampai 1,0. Semakin kecil nilai E (mendekati 0,0), akan semakin kecil keseragaman suatu populasi. Berarti penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama, ada kecenderungan terjadi dominansi oleh jenis-jenis tertentu. Semakin besar nilai E (mendekati 1,0), menunjukkan keseragaman populasi yang tinggi, jumlah individu setiap jenis dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda. Indeks Dominasi Indeks dominasi dihitung berdasarkan Indeks Simpson diacu dalam Legendre dan Legendre (1983), yang diaplikasikan untuk menganalisis komunitas fitoplankton di perairan kolong, yaitu dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut: C = Σ [n i / N] 2 Keterangan: C = indeks dominasi Simpson n i = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu Indeks dominasi (C) berkisar antara 0-1 dengan kriteria sebagai berikut: Jika nilai C mendekati 0,0 maka tidak ada spesies yang secara ekstrim mendominasi spesies lainnya dalam komunitas fitoplankton yang diamati. Hal ini menunjukkan struktur komunitas dalam keadaan stabil. Tetapi bila nilai C mendekati nilai 1,0 maka ada spesies yang mendominasi spesies lainnya dalam

36 19 struktur komunitas fitoplankton. Hal ini menunjukkan struktur komunitas fitoplankton dalam keaadan labil (Odum 1971). Hubungan indeks keanekaragaman (H ), indeks keseragaman (E) dan indeks dominasi (C) adalah apabila nilai H tinggi berarti nilai E rendah dan tidak ada spesies yang mendominasi spesies lainnya (C rendah), demikian juga sebaliknya. Biomassa fitoplankton Biomassa diartikan sebagai banyaknya kloroplas per satuan luas atau volume pada saat tertentu (Wetzel 2001). Selain itu akumulasi fitoplankton merupakan produk akhir pertumbuhan fitoplankton yang ditentukan dengan laju produksi biomassa. Pengukuran biomassa dinyatakan dalam jumlah miligram klorofil-a per detik. Untuk analisis biomassa fitoplankton menggunakan formulasi dari Vollenweider (1974) sebagai berikut: V 1000 Klorofil-a (μg/l) = 11,9 (A 665 A 750 ) x -- x L S Keterangan: A 665 = Absorban pada panjang gelombang 665 nm A 750 = Absorban pada panjang gelombang 750 nm V = Ekstraksi aseton (ml) L = Panjang lintasan cahaya pada kuvet (cm) S = Volume contoh air yang disaring (l) Produktivitas Primer Pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan menggunakan metode botol gelap-botol terang. Berhubung kecerahan pada ketiga kolong sampai dasar perairan, maka botol terang dan gelap yang digunakan pada penelitian ditempatkan sekitar 20 cm di atas dasar perairan. Dalam metode ini yang diukur adalah perubahan kandungan oksigen dengan menggunakan dua buah botol yang identik. Sebuah botol sepenuhnya tembus cahaya (bening), sedangkan botol yang lain tidak tembus cahaya (gelap). Perhitungan produktivitas primer dilakukan menurut persamaan sebagai berikut (Umaly dan Cuvin 1988):

37 20 [ (O 2 BT) (O 2 BG)] (1000) x 0,375 Fotosintesis kotor = (mg C/m 3 /jam) (PQ)(t) [ (O 2 BT) (O 2 BA)] (1000) x 0,375 Fotosintesis bersih = (mg C/m 3 /jam) (PQ)(t) Keterangan : O 2 = oksigen terlarut (mg/1) BT = botol terang BG = botol gelap BA = botol awal (initial) PQ = Hasil bagi fotosintesis (1,2) T = lama inkubasi (jam) x 1000 = konversi liter menjadi m 3 0,375 = koefosien konversi oksigen menjadi karbon (12/32) PQ adalah perbandingan oksigen terlarut yang dihasilkan dengan CO 2 yang digunakan melalui proses fotosintesis. Menurut Ryter (1965) dalam Parson et al. (1984) PQ adalah 1,1 1,3 untuk organisme yang memiliki klorofil. Nilai 1,2 diperoleh dengan asumsi bahwa dalam proses fotosintesis didominasi oleh fitoplankton. molekul O 2 yang dibebaskan selama fotosintesis PQ adalah quotient fotosintetik = molekul CO 2 yang diasimilasikan molekul CO 2 yang dilepas selama respirasi RQ adalah quotient respirasi = molekul O 2 yang dikonsumsi Nilai PQ dan RQ untuk masing-masing jenis fitoplankton berbeda-beda. Rata-rata nilai PQ dan RQ untuk semua jenis fitoplankton adalah PQ = 1,2 dan RQ = 1,0 dengan asumsi bahwa aktivitas metabolisme sebagian besar disebabkan oleh komunitas fitoplankton. Produktivitas sebagai laju produksi, secara umum dilaporkan dalam satuan gram C per meter persegi per hari. Produksi kotor atau bersih dihitung untuk setiap kedalaman. = mg C/m 2 = mg O 2 /liter x 12 x

38 21 Produktivitas satu meter persegi kolom air ditentukan oleh potongan dari setiap pencahayaan kedalaman dan secara grafik dengan.mengintegrasikan area menurut kurva produktivitasnya. Analisis Data Analisis Deskriptif Gambaran mengenai struktur komunitas dan kelimpahan fitoplankton dan populasi fitoplankton disajikan dalam bentuk tabel. Demikian pula dengan konsentrasi nitrogen, fosfor serta beberapa parameter fisika-kimia air lainnya. Rataan dan hasil pengukurannya disajikan dalam satu tabel dan grafik. Analisis Statistik Untuk mengetahui hubungan fungsional atau keterkaitan antara unsur hara dengan kelimpahan fitoplankton dan produktivitas primer antar stasiun pengamatan, dilakukan analisis korelasi dan regresi linier berganda (Steele dan Torrie 1980). Analisis data dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan program MINITAB versi 14 dan Microsoft office excel Sebagai peubah bebas, kualitas kimia air (X i ) dan sebagai peubah terikat, kelimpahan dan produktivitas primer fitoplankton (Y i ). Persamaan fungsi regresinya adalah sebagai berikut: Y i = ß 0 + ß 1 X 1 + ß 2 X 2i +..+ ß n X n + i Sebagai penduganya Y = b 0 + b 1 X 1 + b 2 X b n X n Keterangan : Y X 1, X 2, X 3 b 0 b 1, b 2, b 3 = Kelimpahan/produktivitas primer fitoplankton. = Peubah-peubah bebas (Fe, N (NO 2 -N, NO 3 -N, NH3-N) dan PO 4 -P) = Interseps = Koefisien regresi Selanjutnya dilakukan telaah dengan sidik ragam regresi, kemudian untuk mengetahui faktor-faktor yang memberikan pengaruh, maka dilakukan uji terhadap nilai koefisien regresi (ß) dari masing-masing peubah yang mempengaruhi dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut :

39 22 H 0 : ß 1 = ß 2 = 0 H 0 : ß 1 ß 2 0 tidak ada pengaruh linier antara Fe, nitrogen (nitrat, nitrit, ammonium) dan ortofosfat dengan kelimpahan dan produktivitas primer fitoplankton ada pengaruh linier antara Fe, nitrogen (nitrat, nitrit, ammonium) dan ortofosfat dengan kelimpahan dan produktivitas primer fitoplankton Jika F-hitung lebih besar dari t-tabel berarti tolak H 0 dan terima H 1, sebaliknya jika F-hitung lebih kecil dari t-tabel berarti terima H 0 dan tolak H 1. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) digunakan untuk mengetahui besarnya peranan dari peubah X terhadap Y, nilai R 2 berkisar antara 0,0 1,0. Jika nilainya lebih besar dari 0,5 atau mendekati 1,0, maka dapat diartikan bahwa X memiliki peranan yang besar terhadap Y.

40 HASIL DAN PEMBAHASAN Unsur Hara Fitoplankton membutuhkan unsur hara makro dan mikro untuk mendukung pertumbuhannya. Besi (Fe) sebagai salah satu unsur hara mikro dalam jumlah kecil berperan dalam sistem enzim dan transfer elektron pada proses sintesis pada alga, namun dalam jumlah berlebihan dapat menghambat fiksasi unsur lainnya. Besi oksida akan menyerap fosfor dan menjebaknya dalam sedimen sehingga menyebabkan terbatasnya ketersediaan fosfor di air (Glass 1997). Besi juga mempengaruhi kemampuan organisme untuk mengasimilasi nitrat, baik sebagai cofaktor yang berkaitan dengan enzim atau reduktan (Robert et al. 2004). Sebaliknya, nitrogen dan fosfor merupakan unsur hara makro utama yang paling dibutuhkan sehingga sering menjadi faktor pembatas. Unsur hara nitrogen yang dibutuhkan fitoplankton adalah NO 2 -N, NO 3 -N, dan NH 3 -N, sedangkan fosfor dalam bentuk ortofosfat (PO 4 -P). Unsur hara yang diperoleh selama pengamatan pada tiga stasiun dapat dilihat pada Tabel 2. Total Fe Konsentrasi Fe tertinggi (dalam bentuk total Fe) yang diperoleh dari tiga stasiun pengamatan terdapat pada stasiun I periode 6 yaitu 0,902 mg/l, sedangkan terendah terdapat pada stasiun II periode 3 yaitu sebesar 0,024 mg/l. Hasil rataan pengukuran total Fe antara ketiga stasiun pengamatan tertinggi pada stasiun I yaitu 0,413 mg/l dan terendah pada stasiun II yaitu 0,268 mg/l (Tabel 2). Kisaran nilai ini hampir sama bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badri (2004) di Dabo Singkep dengan nilai total Fe berkisar 0,12 0,50 mg/l. Jika dicermati pola Fe pada tiga stasiun pengamatan menunjukkan karakter yang relatif berbeda. Konsentrasi total Fe pada kolong tertutup (stasiun I) cenderung lebih besar dibandingkan dengan kolong terbuka (stasiun II dan III). Hal ini diduga erat kaitannya dengan tingginya konsentrasi Fe terlarut (Fe 2+ ). Konsentrasi Fe terlarut tinggi adalah akibat rendahnya alkalinitas pada stasiun I (4,078 mg/l) bila

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambangan timah di Indonesia dimulai pada abad ke-18. Sejak tahun 1815 penambangan timah di pulau Bangka dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda dan berlanjut sampai PT.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR

KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Penambangan Timah dan Kolong

TINJAUAN PUSTAKA Penambangan Timah dan Kolong TINJAUAN PUSTAKA Penambangan Timah dan Kolong Pertambangan timah di Indonesia dimulai pada abad ke-18. Sejak tahun 1815 penambangan timah di pulau Bangka dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Unsur Hara

HASIL DAN PEMBAHASAN. Unsur Hara HASIL DAN PEMBAHASAN Unsur Hara Fitoplankton membutuhkan unsur hara makro dan mikro untuk mendukung pertumbuhannya. Besi (Fe) sebagai salah satu unsur hara mikro dalam jumlah kecil berperan dalam sistem

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal penambangan pasir tepatnya di Kampung Awilarangan, Desa Cikahuripan, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Sebagai

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Situ Gede. Situ Gede terletak di sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth)

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 15 Juni sampai dengan 6 Juli 2013 di perairan tambak udang Cibalong, Kabupaten Garut (Gambar 2). Analisis

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang termasuk dalam bentuk mikro terdiri dari Fe, Co, Zu, B, Si, Mn, dan Cu (Bold

I. PENDAHULUAN. yang termasuk dalam bentuk mikro terdiri dari Fe, Co, Zu, B, Si, Mn, dan Cu (Bold 1 I. PENDAHULUAN Nutrien adalah unsur atau senyawa kimia yang digunakan untuk metabolisme atau proses fisiologi organisme. Nutrien di suatu perairan merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen) 2.1.1. Sumber DO di perairan Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO dibutuhkan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Teluk Kendari bagian dalam yang secara geografis terletak pada 3 o 57 50-3 o 5 30 lintang selatan dan 122 o

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Waduk Cirata dengan tahap. Penelitian Tahap I merupakan penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Keterangan : Peta Lokasi Danau Lido. Danau Lido. Inset. 0 km 40 km 6 40' 42" ' 47" Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor

3. METODE PENELITIAN. Keterangan : Peta Lokasi Danau Lido. Danau Lido. Inset. 0 km 40 km 6 40' 42 ' 47 Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor 3. METODE PENELITIAN 5.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2009, berlokasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Sampel yang didapat dianalisis di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan perikanan keramba jaring apung (KJA) di Waduk Ir. H. Juanda Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 4). Kegiatan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran, III. METODOLOGI PENELITIAN.. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran, Lampung. Penelitian ini secara umum mencakup tahapan yaitu survei lapangan,

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009- Juli 2010 di Danau Lut Tawar. Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun adalah dengan metode Purposive

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April-Mei 2013 di perairan Pantai Balongan, Kabupaten Indramayu. Pengambilan sampel dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Air merupakan salah satu sumber daya alam dan kebutuhan hidup yang penting dan merupakan sadar bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di kawasan perairan Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai dari bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: BETZY VICTOR TELAUMBANUA 090302053 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen Kualitas air merupakan salah satu sub sistem yang berperan dalam budidaya, karena akan mempengaruhi kehidupan komunitas biota

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan Saptosari dan desa Karangasem kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul. B. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan n, TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Primer Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi sinar matahari oleh aktivitas fotosintetik (terutama tumbuhan hijau atau fitoplankton)

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Perairan Pantai Cilincing, Jakarta Utara. Sampel plankton diambil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Morotai bagian selatan, Maluku Utara (Gambar 1) pada Bulan September 2012 dengan Kapal Riset Baruna Jaya

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi 17 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan contoh air dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2012. Lokasi penelitian di Way Perigi, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 - Agustus 2006 dengan lokasi penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta. Pengambilan contoh air dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Primer

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Primer TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Primer Produktivitas primer merupakan laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya akan energi dan berasal dari senyawa anorganik. Pada umumnya produktivitas primer

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2010 di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah, dan Laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Danau merupakan perairan tergenang yang berada di permukaan tanah, terbentuk akibat proses alami atau buatan. Danau memiliki berbagai macam fungsi, baik fungsi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 28 3. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Malahayu, Jawa Tengah. Kegiatan penelitian meliputi dua macam kegiatan yakni kegiatan di lapangan pengambilan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelititan Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013 bertempat di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh berkembangnya aktivitas kolam jaring apung di Waduk Cirata terhadap kualitas air Waduk Cirata. IV.1 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. Tempat penelitian berlokasi di Sungai Way Sekampung, Metro Kibang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan atau pengambilan sampel secara langsung pada lokasi

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - November 2007 bertempat

3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - November 2007 bertempat III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - November 2007 bertempat di perairan Danau Paki di Desa Mentulik Kecamatan Kampar Kiri Hilir Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu

Lebih terperinci

KAJIAN DISTRIBUSI FITOPLANKTON DAN PARAMETER KIMIA KUALITAS PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KELAYAKAN SEBAGAI LOKASI BUDIDAYA KERANG MUTIARA

KAJIAN DISTRIBUSI FITOPLANKTON DAN PARAMETER KIMIA KUALITAS PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KELAYAKAN SEBAGAI LOKASI BUDIDAYA KERANG MUTIARA KAJIAN DISTRIBUSI FITOPLANKTON DAN PARAMETER KIMIA KUALITAS PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KELAYAKAN SEBAGAI LOKASI BUDIDAYA KERANG MUTIARA (Pinctada maxima) DI PERAIRAN SEKOTONG, NTB Dosen Penguji I

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN SITU CIGUDEG SERTA HUBUNGAN ANTARA PRODUKTIVITAS PRIMER DAN UNSUR HARA

TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN SITU CIGUDEG SERTA HUBUNGAN ANTARA PRODUKTIVITAS PRIMER DAN UNSUR HARA TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN SITU CIGUDEG SERTA HUBUNGAN ANTARA PRODUKTIVITAS PRIMER DAN UNSUR HARA Oleh: NUR INDRAYAN1 C02495009 SKRIPSI Sebagai Salah Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas

Lebih terperinci

Lokasi pengarnbilan sampel selama penelitian. Tabel 3. Letak Astronomi BT. Stasiun

Lokasi pengarnbilan sampel selama penelitian. Tabel 3. Letak Astronomi BT. Stasiun 3.1. Waktu dan Ternpat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Cirata, Jawa Barat. Kegiatan penelitian meliputi dua macam kegiatan yakni kegiatan di lapangan dan kegiatan di laboratorium. Kegiatan

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Waduk Cirata, Jawa Barat pada koordinat 107 o 14 15-107 o 22 03 LS dan 06 o 41 30-06 o 48 07 BT. Lokasi pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan dari bulan Juni Juli 2015.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan dari bulan Juni Juli 2015. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan dari bulan Juni Juli 2015. Pengambilan sampel dilakukan pada saat awal pergantian musim dari musim

Lebih terperinci

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2009 berlokasi di Danau Lido, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 0 48

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci