BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAKAN PEMERINTAH, KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN), PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAKAN PEMERINTAH, KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN), PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN"

Transkripsi

1 27 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAKAN PEMERINTAH, KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN), PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 2.1 Tindakan Pemerintah Pengertian Tindakan Pemerintah Pemerintah melakukan berbagai tindakan untuk dapat menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan yang disebut dengan tindakan pemerintah (bestuurshandeling, jamak = bestuurshandelingen). Tindakan pemerintah adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh alat perlengkapan pemerintahan (bestuursorgan) dalam menjalankan fungsi pemerintahan (bestuursfunctie). 1 Dalam negara hukum modern (welfarestate), pemerintah memiliki tugas yang lebih luas daripada hanya menjalankan undang-undang sebab lapangan pekerjaan pemerintah meliputi tugas penyelenggaraan kesejahteraan umum (bestuurszorg). Terdapat dua pengertian mengenai pemerintahan, yaitu pemerintahan dalam arti luas dan pemerintahan dalam arti sempit. Menurut Teori Trias Politica (teori pemisahan kekuasaan) dari Montesquieu, pemerintahan dalam arti luas terdiri atas tiga kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif Sadjijono, op. cit, h E. Utrecht, 1960, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Cet. IV, Ichtiar, Jakarta, h 16.

2 28 Pengertian pemerintahan dalam arti luas juga dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya : a) Menurut C. van Vollenhoven, pemerintahan dalam arti luas dibagi dalam empat fungsi atau kekuasaan (catur praja) yaitu pemerintahan dalam arti sempit (berstuur), polisi (politie), peradilan (rechtspraak) dan membuat peraturan (regeling, wetgeving). b) Menurut Lemaire, pemerintahan dalam arti luas dibagi dalam lima fungsi atau kekuasaan (panca praja) yaitu penyelenggaraan kesejahteraan umum (bestuurszorg), pemerintahan dalam arti sempit, polisi, peradilan dan membuat peraturan. c) Menurut A.M. Donner, pemerintahan dalam arti luas dibagi dalam dua tingkatan atau kekuasaan (dwi praja), yaitu alat-alat pemerintahan yang menentukan haluan (politik) negara (taaksteling) dan alat-alat pemerintahan yang menjalankan politik negara yag telah ditentukan (verwekenlijking van de taak). 3 Sedangkan pengertian pemerintahan dalam arti sempit yaitu hanya meliputi kekuasaan melaksanaan undang-undang (eksekutif, bestuur, bestuurszorg) atau tidak termasuk kekuasaan membuat undang-undang (legislatif) dan menegakkan undang-undang (yudikatif) serta fungsi kepolisian. Pengertian pemerintahan yang dimaksud dalam skripsi ini adalah pengertian pemerintahan dalam arti sempit Bentuk-Bentuk Tindakan Pemerintah Terdapat dua bentuk tindakan pemerintah (bestuurshandeling) yang dilakukan dalam melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan, yakni tindakan berdasarkan hukum (rechtshandeling) dan tindakan berdasarkan fakta/bukan berdasarkan hukum (feitelijkehandeling). 4 E. Utrecht mengartikan bestuurshandeling dengan perbuatan pemerintah serta menyebutkan dua 3. Djenal Hoesen Koesoemahatmadja, 1983, Pokok-Pokok Hukum Tata Usaha Negara Jilid 1, Penerbit Alumni, Bandung, h Sadjijono, op. cit, h. 84.

3 29 bentuk tindakan pemerintah ini (rechtshandeling dan feitelijkehandeling) sebagai dua golongan besar perbuatan pemerintah. 5 1) Tindakan berdasarkan hukum (rechtshandeling) Menurut R.J.H.M. Huisman (sebagaimana dikutip oleh Ridwan H.R), tindakan hukum adalah tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya menimbulkan akibat hukum tertentu. 6 Tindakan berdasarkan hukum dari pemerintah berarti tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang menimbulkan akibat hukum tertentu berupa hak dan kewajiban, seperti tercipta atau hapusnya hak dan kewajiban tertentu. Menurut H.D. van Wijk/Williem Konijnenbelt (sebagaimana dikutip oleh Sadjijono), akibat hukum tindakan pemerintah tersebut dapat berupa : a. menimbulkan beberapa perubahan hak, kewajiban atau kewenangan yang ada; b. menimbulkan perubahan kedudukan hukum bagi seseorang atau obyek yang ada; c. terdapat hak-hak, kewajiban, kewenangan ataupun status tertentu yang ditetapkan. 7 Ada dua bentuk tindakan hukum pemerintah, yaitu tindakan hukum pemerintah berdasarkan hukum publik (publiekrechttelijke handeling) dan tindakan hukum pemerintah berdasarkan hukum privat (privatrechttelijke handeling). Dua bentuk tindakan hukum pemerintah ini berkaitan dengan kedudukan pemerintah sebagai institusi pemegang jabatan pemerintahan (ambtsdrager) dan sebagai badan hukum. Perbedaan antara tindakan hukum 5. E. Utrecht, op.cit, h Ridwan H.R., op. cit, h Sadjijono, op. cit, h. 85.

4 30 publik dan tindakan hukum privat akan melahirkan akibat hukum yang berbeda pula. Tindakan hukum publik (publiekrechtshandeling) berarti bahwa tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah didasarkan pada hukum publik dalam kedudukannya sebagai pemegang jabatan pemerintahan yang dilakukan berdasarkan kewenangan pemerintah yang bersifat hukum publik yang hanya dapat lahir dari kewenangan yang bersifat hukum publik pula. 8 Tindakan hukum publik dibagi menjadi dua bentuk, yakni tindakan hukum publik bersifat sepihak (eenzijdig publiekrechttelijke handeling) dan tindakan hukum publik yang bersifat berbagai pihak, yakni dua atau lebih (meerzijdik publiekrechttelijke handeling) atau menurut E. Utrecht disebut dengan tindakan hukum publik bersegi satu (eenzijdige publiekrechttelijke handeling) dan tindakan hukum publik bersegi dua (tweenzijdige publiekrechttelijke handeling). 9 Dikatakan sebagai tindakan hukum publik bersegi satu (bersifat sepihak) karena alat-alat perlengkapan pemerintah memiliki kekuasaan istimewa dalam melakukan atau tidak melakukan tindakan tergantung kehendak sepihak dari badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang memiliki wewenang pemerintahan untuk berbuat demikian. Olek karena merupakan suatu pernyataan kehendak secara sepihak dari organ pemerintahan, maka tindakan hukum pemerintah yang bersegi satu ini tidak boleh mengandung unsur kecacatan seperti 8. Sadjijono, op. cit, h E. Utrecht, op. cit, h. 65.

5 31 kekhilafan (dwaling), penipuan (bedrog), dan paksaan (dwang) serta hal-hal lain yang menimbulkan akibat hukum tidak sah. 10 Tindakan hukum publik yang bersifat sepihak (bersegi satu) ini disebut dengan beschikking atau dalam Bahasa Indonesia disebut dengan istilah keputusan atau ketetapan. 11 Selain itu, dikatakan sebagai tindakan hukum publik bersegi dua (berbagai pihak) karena terdapat persesuaian kehendak (wilsovereenkomst) antara dua pihak atau lebih (pemerintah dan pihak lain) yang diatur dalam suatu ketentuan hukum publik. 12 Contoh tindakan hukum publik bersegi dua adalah kortverband contract (perjanjian kerja yang berlaku selama jangka pendek) antara swasta dengan pemerintah. 13 Sedangkan tindakan hukum privat adalah tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah yang didasarkan pada hukum privat dalam kedudukannya sebagai badan hukum dan bukan tugas untuk kepentingan umum sehingga tindakannya didasarkan pada ketentuan hukum privat. 14 Tindakan pemerintah dalam hukum privat misalnya jual beli tanah dan jual beli barang yang dilakukan pemerintah dalam hubungan hukum perdata. 2) Tindakan berdasarkan fakta (feitelijkehandeling) Tindakan berdasarkan fakta adalah tindakan-tindakan yang tidak ada relevansinya dengan hukum dan oleh karenanya tidak menimbulkan akibat 10. Ridwan H.R, op. cit, h Sadjijono, op. cit, h Djenal Hoesen Koesoemahatmadja, op. cit, h Sadjijono, loc. cit. 14. Sadjijono, op. cit, h. 90.

6 32 hukum. 15 Menurut Kuntjoro Probopranoto, tindakan berdasarkan fakta (feitelijkehandeling) ini tidak relevan, karena tidak mempunyai hubungan langsung dengan kewenangannya. 16 Tindakan berdasarkan fakta yang dilakukan oleh pemerintah misalnya tindakan meresmikan gedung-gedung, monumen dan menyelenggarakan upacara-upacara serta kegiatan lainnya yang tidak menimbulkan akibat hukum Unsur-Unsur Tindakan Hukum Pemerintah Menurut E. Utrecht tindakan hukum pemerintah merupakan tindakan pemerintah yang terpenting dalam hal pelaksanaan tugas pemerintahan. 17 Adapun unsur-unsur tindakan hukum pemerintah yakni : a. tindakan tersebut dilakukan oleh aparatur pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahaan (bestuursorgan); b. tindakan dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan (bestuursfunctie); c. tindakan dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum (rechtsgevolgen) di bidang hukum administrasi; d. tindakan yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan umum; e. tindakan dilakukan berdasarkan norma wewenang pemerintah; f. tindakan tersebut berorientasi pada tujuan tertentu berdasarkan hukum.18 Sedangkan menurut Ridwan H. R. (sebagaimana mengutip pendapat Muchsan) menyebutkan unsur-unsur tindakan hukum pemerintah adalah sebagai berikut: 15. Ridwan H.R., op. cit, h Sadjijono, op. cit, h E. Utrecht, op. cit, h Sadjijono, op. cit, h. 86.

7 33 a. perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuursorgan) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri; b. perbuatan tersebut dilaksnakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan; c. perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang Hukum Administrasi Negara; d. perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat; e. perbuatan hukum administrasi harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (mengedepankan asas legalitas atau wetmatigheid van bestuur). 19 Perlunya asas legalitas dalam setiap tindakan hukum pemerintah mengingat bahwa wewenang sebagai dasar pemerintah dalam melakukan berbagai tindakan bersumber pada peraturan perundang-undangan Alat Ukur Keabsahan Tindakan Pemerintah Asas legalitas menjadi unsur utama dalam setiap tindakan pemerintah. Asas legalitas bermakna bahwa setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan apabila tindakan pemerintah dilakukan tidak didasarkan pada peraturan perundang-undangan maka tindakan tersebut merupakan tindakan sewenang-wenang (wilekeur) atau penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) yang berakibat cacat yuridis pada tindakan hukum yang dilakukan. 20 Untuk mengukur keabsahan tindakan pemerintah dapat menggunakan dua alat ukur, yaitu peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB). 21 Peraturan perundang-undangan berkaitan dengan dasar hukum 19. Ridwan H.R., op. cit, h Sadjijono, op. cit, h Sadjijono, op. cit, h

8 34 yang memberi wewenang bagi pemerintah untuk bertindak (legitimasi pemerintah), sedangkan asas-asas umum pemerintahan yang baik berkaitan dengan dasar-dasar dan pedoman bertindak bagi pemerintah diluar aturan yang bersifat normatif. Asas-asas umum pemeritahan yang baik dijadikan sebagai penilaian terhadap moralitas setiap tindakan pemerintah. 2.2 Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) Pengertian KTUN Keputusan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut KTUN) merupakan tindakan hukum publik pemerintah yang bersegi satu atau bersifat sepihak (eenzijdige publiekrechtelijke handeling). Istilah Keputusan Tata Usaha Negara pertama kali diperkenalkan oleh Otto Meyer dengan istilah verwaltungsakt (Jerman). Istilah ini diperkenalkan di Belanda oleh C.W. van der Pot dan C. van Vollenhoven dengan istilah beschikking dan di Perancis dikenal dengan istilah acte administratif. Istilah beschikking diperkenalkan di Indonesia oleh WF. Prins dan diterjemahkan dengan istilah ketetapan (E. Utrecht, Bagir Manan), penetapan (Prajudi Amtosudirjo), dan keputusan (WF. Prins, Philipus M. Hadjon). 22 Menurut van der Pot (sebagaimana dikutip oleh Djenal Hoesen Koesoemahatmaja), beschikking merupakan tindakan hukum yang dilakukan alat-alat pemerintahan, pernyataan kehendak mereka dalam menyelenggarakan hal khusus, dengan maksud mangadakan perubahan dalam lapangan hubungan 22. Ridwan H.R., op. cit, h

9 35 hukum. 23 Oleh E. Utrecht, beschikking diartikan sebagai perbuatan hukum publik (yang bersegi satu yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa). 24 Bedasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menyatakan bahwa: Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Sedangkan, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, menyatakan bahwa: Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dari pemaparan beberapa pengertian mengenai KTUN di atas, dapat disimpulkan bahwa KTUN merupakan tindakan hukum publik bersegi satu (sepihak) yang dilakukan oleh pemerintah, melalui alat-alat perlengkapan pemerintahan (badan atau pejabat Tata Usaha Negara), yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara (sebagai bentuk pernyataan kehendak), berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual 23. Djenal Hoesen Koesoemahatmaja, op. cit, h E. Utrecht, op. cit, h. 67.

10 36 dan final, serta menimbulkan akibat hukum tertentu (dalam bidang administrasi) bagi seseorang atau badan hukum perdata. Dari rumusan kedua undang-undang tersebut di atas terlihat bahwa pengertian KTUN pada Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sedikit berbeda dan cenderung lebih luas dibandingkan dengan rumusan pengertian KTUN yang ada pada Pasal 1 angka 9 UU PTUN. Dalam skripsi ini tidak akan dijelaskan lebih mendalam mengenai perbedaan rumusan pengertian KTUN antara kedua undang-undang tersebut karena yang akan dibahas dalam skripsi ini berkaitan dengan penetapan suatu KTUN yang diatur dalam kedua undang-undang tersebut Unsur-Unsur KTUN Berdasarkan pada definisi yang dikemukakan para sarjana, maka dapat dirumuskan unsur-unsur dari KTUN (beschikking), yakni : a. pernyataan kehendak yang bersifat sepihak (bersegi satu); b. dikeluarkan oleh organ pemerintahan; c. berdasarkan pada norma wewenang yang diatur dalam hukum publik (peraturan perundang-undangan); d. ditujukan untuk hal-hal yang bersifat khusus atau peristiwa konkret dan individual; e. dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang administrasi. 25 Sedangkan, berdasarkan pada definisi yang tertuang dalam ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, unsur-unsur Keputusan Tata Usaha Negara meliputi: a. penetapan tertulis; 25. Sadjijono, op. cit, h

11 37 b. dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara; c. berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. bersifat konkret, individual dan final; e. menimbulkan akibat hukum; dan f. ditujukan bagi seseorang atau badan hukum perdata. Unsur-unsur KTUN berdasarkan ketentuan Pasal 1 angkat 7 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yaitu: a. ketetapan tertulis; b. dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan; dan c. yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan Syarat Sah KTUN Suatu KTUN yang sah akan dengan sendirinya memiliki kekuatan hukum, baik kekuatan hukum formal maupun kekuatan hukum materiil. Hal ini kemudian melahirkan prinsip praduga rechtmatig (presumption iustitae causa) yaitu setiap Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh pemerintah dianggap sah menurut hukum sampai terbukti sebaliknya melalui suatu pembatalan dari pengadilan. 26 Menurut van der Pot, terdapat empat syarat yang harus dipenuhi agar suatu Keputusan Tata Usaha Negara berlaku sebagai ketetapan (keputusan) yang sah, yaitu : a. ketetapan harus dibuat oleh alat pemerintahan (organ) yang berwenang (bevoegd); 26. Ridwan H.R., op. cit, h

12 38 b. pembentukan kehendak alat pemerintahan yang membuat ketetapan tidak boleh memuat kekurangan yuridis (geen juridische gebreken in de wilsvorming); c. ketetapan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam peraturan yang menjadi dasarnya dan pembuatnya harus juga memperhatikan cara (procedure) membuat ketetapan itu, bilamana cara itu ditetapkan dengan tegas dalam peraturan dasar tersebut; d. isi dan tujuan ketetapan itu, harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasar. 27 Sedangkan menurut Kuntjoro Purbopranoto (sebagaimana dikutip oleh Sadjijono), ada dua syarat yang harus dipenuhi agar Keputusan Tata Usaha Negara yang dibuat oleh pemerintah menjadi keputusan yang sah. Kedua syarat tersebut yakni : a. syarat materiil, meliputi : 1) alat pemerintahan yang membuat keputusan harus berwenang (berhak); 2) dalam kehendak alat pemerintahan yang membuat keputusan tidak boleh ada kekurangan yuridis (geen yuridiche gebreken in de welsvorming); 3) keputusan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam peraturan yang menjadi dasarnya dan pembuatnya harus juga memperhatikan prosedur membuat keputusan bilamana prosedur itu ditetapkan dengan tegas dalam peraturan itu (rechtmatig); 4) isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan yang hendak dicapai (doelmatig). b. syarat formil, meliputi : 1) syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya keputusan dan berhubungan dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi; 2) harus diberi bentuk yang telah ditentukan; 3) syarat-syarat berhubungan dengan pelaksanaan keputusan itu dipenuhi; 4) jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hak-hak yang menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu dan tidak boleh dilupakan; 5) ditandatangani oleh pejabat pemerintahan yang berwenang membuat keputusan Djenal Hoesen Koesoemahatmaja, op. cit, h. 28. Sadjijono, op. cit, h

13 39 Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga diatur mengenai syarat sahnya suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yakni diatur dalam ketentuan Pasal 52 ayat (1) yang menyatakan bahwa : (1) Syarat sahnya Keputusan meliputi: a. ditetapkan oleh pejabat yang berwenang; b. dibuat sesuai dengan prosedur; dan c. substansi yang sesuai dengan objek Keputusan. Berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (2) dari Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa sahnya KTUN juga didasarkan pada peraturan perundangundangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang tidak memenuhi syarat tersebut di atas, maka akan menimbulkan kekurangan dan dapat mengakibatkan keputusan itu dianggap batal sama sekali atau pemberlakuannya dapat digugat Macam-Macam KTUN Secara teoritis dikenal beberapa jenis atau macam-macam KTUN, yaitu sebagai berikut: 29 1) Keputusan Deklaratoir dan Keputusan Konstitutif Keputusan deklaratoir adalah keputusan yang tidak mengubah hak dan kewajiban yang telah ada, tetapi sekadar menyatakan kembali hak dan kewajiban tersebut atau suatu hubungan hukum. Sedangkan keputusan konstitutif adalah keputusan yang melahirkan atau menghapuskan suatu 29. Ridwan H.R., op. cit, h

14 40 hubungan hukum atau menimbulkan hak tertentu yang sebelumnya tidak dipunyai oleh seseorang yang namanya tercantum dalam keputusan tersebut. 2) Keputusan yang Menguntungkan dan Keputusan yang Memberi Beban Keputusan yang menguntungkan adalah keputusan yang memberi hakhak yang bersifat menguntungkan bagi sesorang yang namanya tercantum dalam keputusan tersebut. Sedangkan keputusan yang memberi beban adalah keputusan yang menimbulkan kewajiban yang sebelumnya tidak ada. 3) Keputusan Kilat (eenmalig) dan Keputusan Permanen Keputusan kilat (eenmalig) adalah keputusan yang hanya berlaku sekali atau keputusan sepintas lalu. Sedangkan keputusan permanen adalah keputusan yang memiliki masa berlaku relatif lama atau menyangkut suatu keadaan yang berjalan lama. 4) Keputusan Bebas dan Keputusan Terikat Keputusan bebas adalah keputusan yang didasarkan pada kewenangan bebas atau kebebasan bertindak yang dimiliki alat perlengkapan pemerintahan, baik dalam bentuk kebebasan kebijaksanaan maupun kebebasan interpretasi. Keputusan terikat adalah keputusan yang didasarkan pada kewenangan pemerintahan yang bersifat terikat, yakni didasarkan pada ketentuan yang sudah ada. 5) Keputusan Perorangan dan Keputusan Kebendaan Keputusan perorangan adalah keputusan yang diterbitkan berkaitan dengan kualitas pribadi sesorang. Sedangkan keputusan kebendaan adalah keputusan yang diterbitkan berkaitan dengan kualitas suatu benda.

15 41 6) Keputusan Positif dan Keputusan Negatif. Keputusan positif adalah keputusan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi yang dikenai keputusan tersebut yakni berupa pernyataan menerima atau mengabulkan permohonan. Sedangkan keputusan negatif adalah keputusan yang tidak menimbulkan perubahan hak dan kewajiban yang telah ada, yakni berupa pernyataan tidak berkuasa, tidak menerima atau menolak permohonan. Setiap pembuatan KTUN (apapun jenisnya) harus memperhatikan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku. Keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat pemerintahan (Tata Usaha Negara) akan berpengaruh bagi masyarakat selaku pemohon dan menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Oleh karena itu, setiap KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat pemerintahann (Tata Usaha Negara) harus sesuai dengan ketentuan dan syarat yang berlaku agar keputusan yang dibuat merupakan KTUN yang sah. 2.3 Peradilan Tata Usaha Negara Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara Peradilan (rechtspraak, judiciary), adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas negara dalam penegakan hukum dan keadilan melalui proses memeriksa dan memasukkan peristiwa konkret itu ke dalam suatu norma hukum yang abstrak dan menuangkannya ke dalam putusan

16 42 (vonis). 30 Sedangkan pengadilan adalah badan atau instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. 31 Pengadilan merupakan suatu instansi netral yang bertugas memeriksa, mengadili dan memutus suatu peristiwa konkrit yang berkaitan dengan tugasnya dalam usaha menegakan hukum dan keadilan (sebagai lembaga yudikatif). Merujuk pada ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan pengadilan yang berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaiakan sengketa Tata Usaha Negara. Ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa, Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi dapat disimpulkan bahwa Peradilan Tata Usaha Negara adalah segala sesuatu atau proses yang berkaitan dengan kegiatan memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Tujuan dari peradilan Tata Usaha Negara pada dasarnya adalah untuk melindungi kepentingan hukum dari masyarakat dari tindakan sewenang-wenang atau 30. SF Marbun, 1998, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta, h Pengadilan Negeri Yogyakarta, 2008, Pengertian Pengadilan dan Peradilan, URL : diakses tanggal 15 September 2014.

17 43 penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pemerintah, mengingat amat luasnya lapangan pekerjaan pemerintah Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara Kompetensi suatu lembaga peradilan berkaitan dengan kewenangan untuk memeriksa, memutus, dan mengadili atau menyelesaikan suatu perkara. Kompetensi suatu lembaga peradilan dibedakan menjadi dua macam, yakni kompetensi absolut dan kompetensi relatif. Kompetensi absolut peradilan berhubungan dengan kewenangan suatu lembaga peradilan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek atau materi atau pokok perkaranya. Kompetensi absolut berkaitan dengan lingkungan peradilan apa yang berwenang mengadili suatu perkara, yakni lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer atau lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan kompetensi relatif peradilan berhubungan dengan kewenangan suatu lembaga peradilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah atau daerah hukumnya (yurisdiksi pengadilan). Kompetensi relatif berkaitan dengan pengadilan mana yang berwenang mengadili suatu perkara dalam satu lingkungan peradilan. 32 Kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara adalah sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyatakan bahwa, Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Jadi kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara 32. SF Marbun, op. cit, h. 59.

18 44 adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Sedangkan kompetensi relatif dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah berkaitan dengan kewenangan memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara menurut kedudukan dari Pengadilan Tata Usaha Negara yang dibedakan berdasarkan daerah-daerah hukum, yakni meliputi wilayah tertentu sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 6 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang menyatakan bahwa: (1) Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di kotamadya atau ibukota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten. (2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota provinsi, dan wilayah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Sebagaimana halnya pada lingkungan peradilan lainnya di Indonesia, pada lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara juga memiliki kompetensi berdasarkan tingkatan peradilan yang dilaksanakan oleh suatu kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai lembaga peradilan tingkat pertama dan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai lembaga peradilan tingkat banding serta oleh Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tingkat kasasi. 2.4 Peraturan Perundang-undangan Pengertian dan Unsur-Unsur Peraturan Perundang-undangan Peraturan perundang-undangan menjadi landasan dalam setiap penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.

19 45 Pembentukan setiap peraturan perundang-undangan di Indonesia mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya disebut UU PPP) yang menggantikan keberadaan undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 UU PPP menyatakan bahwa, Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Menurut Van Der Tak, peraturan perundang-undangan adalah kaidah tertulis yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, berisi aturan-aturan tingkah laku yang bersifat abstrak dan mengikat umum. 33 Menurut D.W.P Ruiter, dalam kepustakaan di Eropa Kontinental (civil law system) yang dimaksud peraturan perundang-undangan (wet in materiele zin) mengandung tiga unsur, yaitu: 1. norma hukum (rechtsnorm) Sifat norma hukum dalam peraturan perundang-undangan dapat berupa perintah (gebod), larangan (verbod), pengizinan (toestemming) dan pembebasan (vrijstelling). 2. berlaku ke luar (naar buiten werken) Ru iter berpedapat bahwa, di dalam peraturan perundang-undangan terdapat tradisi yang hendak membatasi berlakunya norma hanya bagi yang tidak termasuk dalam organisasi pemerintahan. Norma hanya ditujukan kepada rakyat, baik dalam hubungan antar sesamanya, maupun antara rakyat dengan pemerintah. Norma yang mengatur bagian-bagian organisasi pemerintahan dianggap bukan norma yang 33. Aziz Syamsuddin, 2013, Proses Dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, h. 19.

20 46 sebenarnya, dan hanya dianggap norma organisasi. Oleh karena itu, norma hukum dalam peraturan perundang-undangan selalu disebut berlaku ke luar. 3. bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in ruime zin) Dalam hal ini terdapat pembedaan antara norma yang umum (algemeen) dan yang individual (individueel), hal ini dilihat dari adresat (alamat) yang dituju, yaitu ditujukan kepada Setiap orang atau kepada orang tertentu, serta antara norma yang abstrak (abstract) dan yang konkret (concreet) jika dilihat dari hal yang diaturnya, apakah mengatur peristiwa-peristiwa yang tidak tertentu atau mengatur peristiwa-peristiwa yang tertentu. 34 Dalam konsep peraturan perundang-undangan di Indonesia, yang dimaksud sebagai peraturan perundang-undangan adalah segala peraturan tertulis yang mempunyai norma bersifat umum (algemeen) dan abstrak (abstract) yang dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan Norma hukum dalam suatu negara adalah berjenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan), sebagaiamana yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dalam teori penjenjangan norma hukum (stufentheorie) dan oleh muridnya Hans Nawiasky dalam bukunya Allgemeine Rechtslehre. 35 Demikian pula halnya pada norma hukum dalam peraturan perundangundangan di Indonesia. Norma hukum dalam peraturan perundang-undangan juga tersusun dalam suatu hierarki menurut jenis sesuai dengan kekuatan hukum mengikatnya. 34. Maria I., op. cit., h Maria I., op. cit., h

21 47 Jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia dibedakan menjadi dua, yaitu jenis peraturan perundang-undangan menurut hierarki dan jenis peraturan perundang-undangan di luar hierarki. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU PPP, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; 3. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 4. Peraturan Pemerintah; 5. Peraturan Presiden; 6. Peraturan Daerah Provinsi; dan 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Kekuatan hukum dari peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki atau tata urutan sebagaimana dimaksud diatas, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU PPP. Selain itu, ada pula jenis peraturan perundang-undangan yang ada di luar hierarki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPP tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PPP, jenis peraturan perundangundangan yang ada di luar hierarki tersebut mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat

22 48 Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Jenis peraturan perundang-undangan yang ada di luar hierarki ini tetap diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENUNDAAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PENGGUGAT

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENUNDAAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PENGGUGAT 1 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENUNDAAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PENGGUGAT 2.1 Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara Keputusan Tata Usaha Negara (selanjutnya

Lebih terperinci

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Di Belanda istilah Ketetapan atau Keputusan disebut dengan istilah Beschikking (Van Vollenhoven). Di Indonesia kemudian istilah Beschikking ini ada yang menterjemahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR 3.1. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata usaha negara) merupakan keputusan pemerintah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DEFINISI UU PERATUN UU 51/2009 Psl. 1 angka 9. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis

Lebih terperinci

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 62 BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 3.1. Kekuatan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam UUD NRI 1945, yang bertujuan menciptakan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Gagasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Instrumen Pemerintahan 1. Regeling Perbuatan pemerintah yang dilakukan dalam bentuk mengeluarkan peraturan atau regling, dimaksudkan dengan tugas hukum yang diemban pemerintah

Lebih terperinci

Ilmu Administrasi Negara Semester IV Fakultas Ilmu Sosial & Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ilmu Administrasi Negara Semester IV Fakultas Ilmu Sosial & Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Ilmu Administrasi Negara Semester IV Fakultas Ilmu Sosial & Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta 1 Pokok Bahasan 1. Pengertian Hukum Administrasi Negara 2. Lapangan pekerjaan Administrasi Negara

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK HUKUM PERBUATAN ADMINISTRASI NEGARA

BENTUK-BENTUK HUKUM PERBUATAN ADMINISTRASI NEGARA BENTUK-BENTUK HUKUM PERBUATAN ADMINISTRASI NEGARA Ilmu Administrasi Negara Semester IV Fakultas Ilmu Sosial & Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta 1 Pokok Bahasan 1. Pengertian perbuatan administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Lebih terperinci

INSTRUMEN PEMERINTAH

INSTRUMEN PEMERINTAH INSTRUMEN PEMERINTAH Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara KELOMPOK 8 KELAS A PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat awal kemerdekaan, para pendiri bangsa telah sepakat menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat).

Lebih terperinci

BAB III SUMBER HUKUM

BAB III SUMBER HUKUM BAB III SUMBER HUKUM A. Pengertian Sumber Hukum Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan

Lebih terperinci

Reposisi Peraturan Desa dalam Kajian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 & Undang-undang No. 12 Tahun 2011

Reposisi Peraturan Desa dalam Kajian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 & Undang-undang No. 12 Tahun 2011 REPOSISI PERATURAN DESA DALAM KAJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2004 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 1 Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum 2 Pendahuluan Ada hal yang menarik tentang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN)

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN KEDINASAN * Oleh: Anang Priyanto

PERATURAN KEDINASAN * Oleh: Anang Priyanto PERATURAN KEDINASAN * Oleh: Anang Priyanto Pendahuluan Pejabat di lingkungan UNY dapat dikategorikan sebagai pejabat publik, karena UNY merupakan perguruan tinggi milik Pemerintah, sehingga pejabat publik

Lebih terperinci

SKRIPSI TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PROSEDUR PENERBITAN SERTIFIKAT TANAH UNTUK PERTAMA KALI DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MAKASSAR

SKRIPSI TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PROSEDUR PENERBITAN SERTIFIKAT TANAH UNTUK PERTAMA KALI DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MAKASSAR SKRIPSI TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PROSEDUR PENERBITAN SERTIFIKAT TANAH UNTUK PERTAMA KALI DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MAKASSAR OLEH PUTRI CUT KEUMALAHAYATI B12113310 PROGRAM STUDI HUKUM ADMINISTRASI

Lebih terperinci

Kata Kunci: Perundang-Undangan Dan Norma

Kata Kunci: Perundang-Undangan Dan Norma 1 KEDUDUKAN DAN RUANG LINGKUP PERGUB DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Indra Lorenly Nainggolan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya lorenly.nainggolan@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

KLAUSUL PENGAMAN VERSUS ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA. Abdul Rokhim 1. Abstrak

KLAUSUL PENGAMAN VERSUS ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA. Abdul Rokhim 1. Abstrak KLAUSUL PENGAMAN VERSUS ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum, FH Unisma Malang, ISSN: 0854-7254, Th. X No. 20, Pebruari 2004, h. 86-91)

Lebih terperinci

R. Soegijatno Tjakranegara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, 95. (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 18

R. Soegijatno Tjakranegara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, 95. (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 18 KAPABILITAS PERADILAN TATA USAHA NEGARA DI INDONESIA EKO HIDAYAT Dosen Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Raden Intan Lampung Jl. Endro Suratmin Sukarame Bandar Lampung Email: eko_hidayat@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB IV KEABSAHAN PENGANGKATAN PEJABAT DAERAH OLEH PEJABAT KEPALA DAERAH. tindakan hukum publik yang diberikan oleh peraturan perundang-undang yang

BAB IV KEABSAHAN PENGANGKATAN PEJABAT DAERAH OLEH PEJABAT KEPALA DAERAH. tindakan hukum publik yang diberikan oleh peraturan perundang-undang yang BAB IV KEABSAHAN PENGANGKATAN PEJABAT DAERAH OLEH PEJABAT KEPALA DAERAH Kewenangan merupakan kekuasaan dan kemampuan melakukan suatu tindakan hukum publik yang diberikan oleh peraturan perundang-undang

Lebih terperinci

Volume 20 Nomor 2 Bulan Juli Desember 2014 A S I. Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon

Volume 20 Nomor 2 Bulan Juli Desember 2014 A S I. Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon Volume 20 Nomor 2 Bulan Juli Desember 2014 S ISSN 1693-0061 A S I Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon Peraturan Mahkamah Agung Dan Peraturan Mahkamah Konstitusi Menurut Jenis Peraturan

Lebih terperinci

Perbuatan hukum Administrasi Negara

Perbuatan hukum Administrasi Negara Perbuatan hukum Administrasi Negara Perbuatan 2 yaitu: hukum administrasi negara meliputi 4 (empat) macam, penetapan rencana norma jabaran legislasi-semu Perbuatan 2 hukum tersebut dituangkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

Kajian Yuridis Tindakan Nyata Pemerintah.Anak Agung Putu Wiwik Sugiantari 63

Kajian Yuridis Tindakan Nyata Pemerintah.Anak Agung Putu Wiwik Sugiantari 63 KAJIAN YURIDIS TINDAKAN NYATA PEMERINTAH (FEITELIJKEHANDELINGEN) DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PEMERINTAH ABSTRAK ANAK AGUNG PUTU WIWIK SUGIANTARI Staf Pengajar Fak. Hukum Universitas 45 Mataram Tindakan nyata

Lebih terperinci

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Oleh : H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H., MH. I. PENDAHULUAN Dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 sekarang (hasil amandemen)

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA H. Ujang Abdullah, SH., M.Si *

KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA H. Ujang Abdullah, SH., M.Si * KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA H. Ujang Abdullah, SH., M.Si * I. PENDAHULUAN Keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia dimulai dengan lahirnya Undang-Undang

Lebih terperinci

KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Aju Putrijanti Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Jl Prof Soedarto, S.H.,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Arti Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Ketentuan Tentang Kekuasaan Kehakiman Diatur Dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Dasar 1945.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM )

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM ) SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM ) Penerapan asas negara hukum oleh pejabat administrasi terikat dengan penggunaan wewenang kekuasaan. Kewenangan pemerintah ini

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016 TINJAUAN YURIDIS TENTANG SAH ATAU TIDAKNYA SUATU KEPUTUSAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (BESCHIKKING) 1 Oleh : Samgeri Ezra Repi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi Rudy, dan Reisa Malida Dosen Bagian Hukum Tata Negara FH Unila Mahasiswa Bagian HTN angkatan 2009 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu hidup di

BAB I PENDAHULUAN. beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu hidup di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan organisasi tertinggi di antara satu kelompok atau beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu hidup di dalam daerah tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagalnya konsep legal state atau negara penjaga malam, melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. Gagalnya konsep legal state atau negara penjaga malam, melahirkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagalnya konsep legal state atau negara penjaga malam, melahirkan konsep baru yang populer dengan sebutan negara kesejahteraan atau welfare state. Semula dalam konspsi

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA berlaku. 3 Dari definisi berdasar pasal 1 ayat (4) tersebut, maka unsur-unsur yang harus dipenuhi Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA Hukum Acara Tata Usaha

Lebih terperinci

11/16/2015 F A K U L T A S HUKUM ADMINISTRASI NEGARA INSTRUMEN PEMERINTAH. By. Fauzul H U K U M FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR

11/16/2015 F A K U L T A S HUKUM ADMINISTRASI NEGARA INSTRUMEN PEMERINTAH. By. Fauzul H U K U M FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR F A K U L T A S H U K U M HUKUM ADMINISTRASI NEGARA INSTRUMEN PEMERINTAH By. Fauzul FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR 2 November 2015 1 POKOK BAHASAN: PENGERTIAN INSTRUMEN PEMERINTAH MACAM-MACAM INSTRUMEN

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 A. Kedudukan dan Tanggung Jawab Hakim Pada pasal 12 ayat 1 undang-undang No 9 tahun 2004 disebutkan bahwa hakim pengadilan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

PEMBAGIAN KEKUASAAN ( HORIZONTAL DAN VERTIKAL ) Maulana Mukhlis, S.Sos. M.IP. blog.unila.ac.id/maulana

PEMBAGIAN KEKUASAAN ( HORIZONTAL DAN VERTIKAL ) Maulana Mukhlis, S.Sos. M.IP. blog.unila.ac.id/maulana PEMBAGIAN KEKUASAAN ( HORIZONTAL DAN VERTIKAL ) Maulana Mukhlis, S.Sos. M.IP. blog.unila.ac.id/maulana Pengantar Pembagian Dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat Mencegah kesewenang-wenangan

Lebih terperinci

HAN Sektoral Pertemuan Pertama Tindakan Administrasi Negara Sumber: Pak Harsanto Nursadi

HAN Sektoral Pertemuan Pertama Tindakan Administrasi Negara Sumber: Pak Harsanto Nursadi HAN Sektoral Pertemuan Pertama Tindakan Administrasi Negara Sumber: Pak Harsanto Nursadi Negara adalah organisasi kekuasaan (matchtenorganisatie). Maka HAN sebagai instrumen untuk mengawasi penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem hukum yang berkembang di Indonesia merupakan sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem hukum yang berkembang di Indonesia merupakan sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem hukum yang berkembang di Indonesia merupakan sistem hukum yang berasal dari sistem hukum Romawi. Sistem ini dibawa dan selanjutnya ditinggal oleh Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, KEWENANGAN, PERJANJIAN DAN ASET DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, KEWENANGAN, PERJANJIAN DAN ASET DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, KEWENANGAN, PERJANJIAN DAN ASET DAERAH 2.1 Pemerintahan Daerah Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang terdiri dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

Kewenangan Pembentukan Peraturan Menteri Sebagai Jenis Peraturan Perandung-undangan

Kewenangan Pembentukan Peraturan Menteri Sebagai Jenis Peraturan Perandung-undangan Kewenangan Pembentukan Peraturan Menteri Sebagai Jenis Peraturan Perandung-undangan Nindya Chairunnisa Zahra, Sony Maulana Sikumbang Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424,

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI

BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI A. Pengertian Perizinan Dalam suatu negara hukum modren, dimana pemerintah ikut campur dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, maka kepada administrasi negara

Lebih terperinci

RINGKASAN. Disertasi ini mengangkat tema sentral yakni Perlindungan Hukum Bagi. Wajib Pajak Atas Penggunaan Wewenang Pemerintah Dalam Rangka

RINGKASAN. Disertasi ini mengangkat tema sentral yakni Perlindungan Hukum Bagi. Wajib Pajak Atas Penggunaan Wewenang Pemerintah Dalam Rangka RINGKASAN Disertasi ini mengangkat tema sentral yakni Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Atas Penggunaan Wewenang Pemerintah Dalam Rangka Pengawasan Pajak. Tema ini dilatarbelakangi oleh terungkapnya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

Joeni Arianto Kurniawan, S. H. PENGANTAR HUKUM ADMINISTRASI. Pengantar Hukum Administrasi -- Joeni Arianto K, S. H.

Joeni Arianto Kurniawan, S. H. PENGANTAR HUKUM ADMINISTRASI. Pengantar Hukum Administrasi -- Joeni Arianto K, S. H. Joeni Arianto Kurniawan, S. H. PENGANTAR HUKUM ADMINISTRASI Pengantar Hukum Administrasi -- Joeni Arianto K, S. H. 1 Istilah ADMINISTRASI Apakah makna kata ADMINISTRASI dlm Hukum ADMINISTRASI? Apakah istilah

Lebih terperinci

Pengujian Peraturan Daerah

Pengujian Peraturan Daerah Pengujian Peraturan Daerah I. Latar Belakang Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB III PERADILAN TATA USAHA NEGARA. Secara teoritik, putusan hakim memiliki tiga macam kekuatan yaitu: 42

BAB III PERADILAN TATA USAHA NEGARA. Secara teoritik, putusan hakim memiliki tiga macam kekuatan yaitu: 42 42 BAB III PERADILAN TATA USAHA NEGARA A. Kekuatan Mengikat Putusan Pengadilan Secara teoritik, putusan hakim memiliki tiga macam kekuatan yaitu: 42 a. kekuatan mengikat, putusan yang telah memperoleh

Lebih terperinci

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh :

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh : 209 LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA Oleh : I Wayan Wahyu Wira Udytama, S.H.,M.H. Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar Abstract Indonesia is a unitary state based

Lebih terperinci

DAFTAR ISI v. HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN. ii KATA PENGANTAR. iii ABSTRAK... iv

DAFTAR ISI v. HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN. ii KATA PENGANTAR. iii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN. ii KATA PENGANTAR. iii ABSTRAK...... iv DAFTAR ISI v BAB I PENDAHULUAN. i 1.1. Latar Belakang Masalah...1 1.2. Rumusan Masalah.... 7 1.3. Tujuan Penelitian.

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945

TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945 BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945 Tujuan pokok dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah : 1 1. Melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci

Pdengan Persetujuan Bersama

Pdengan Persetujuan Bersama info kebijakan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang ADMINISTRASI PEMERINTAHAN A. LATAR BELAKANG ada tanggal 17 Oktober 2014 Pdengan Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,

Lebih terperinci

Hukum Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara Hukum Administrasi Negara ASAS-ASAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA KEDUDUKAN HAN DALAM ILMU HUKUM Charlyna S. Purba, S.H.,M.H Email: charlyna_shinta@yahoo.com Website:

Lebih terperinci

yang berisi dua unsur yang terkait menjadi satu, yaitu unsur memerintah dan unsur melaksanakan (das Element derregierung und der vollziehung).

yang berisi dua unsur yang terkait menjadi satu, yaitu unsur memerintah dan unsur melaksanakan (das Element derregierung und der vollziehung). yang berisi dua unsur yang terkait menjadi satu, yaitu unsur memerintah dan unsur melaksanakan (das Element derregierung und der vollziehung). BAB IV PENGUJIAN KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI Suatu keputusan

Lebih terperinci

BAB II KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA

BAB II KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BAB II KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA 2.1.PENGERTIAN Pengertian Keputusan administrasi merupakan suatu pengertian yang umum dan absolut yang dalam praktek tampak dalam bentuk-bentuk Keputusan yang sangat

Lebih terperinci

OLEH: DR. WICIPTO SETIADI, S.H., M.H. PENDAHULUAN. law as a tool of social engineering

OLEH: DR. WICIPTO SETIADI, S.H., M.H. PENDAHULUAN. law as a tool of social engineering TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN HUKUM DAN IMPLIKASI PERSETUJUAN MENTERI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN OLEH: DR. WICIPTO SETIADI, S.H., M.H.

Lebih terperinci

Hukum Perdata, Hukum Pidana Dan Hukum Administrasi Negara

Hukum Perdata, Hukum Pidana Dan Hukum Administrasi Negara Hukum Perdata, Hukum Pidana Dan Hukum Administrasi Negara HUKUM PERDATA 1. Sejarah Hukum perdata (burgerlijkrecht) bersumber pokok burgerlijk wet boek (KHUS) atau kitab undang-undang hukum sipil yang berlaku

Lebih terperinci

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA! JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA! MATERI KHUSUS MENDALAM TATA NEGARA Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia Menurut Uud 1945 Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak

Lebih terperinci

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh : Herma Yanti ABSTRAK Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Peradilan administrasi merupakan salah satu perwujudan negara hukum, peradilan administrasi di Indonesia dikenal dengan sebutan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5943 ADMINISTRASI. Sanksi. Pejabat Pemerintahan. Administratif. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 230) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

Hukum Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara Hukum Administrasi Negara Pertemuan XI & XII Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1 Topik Istilah dan Pengertian Hubungan HAN dengan HTN Sumber HAN Ruang Lingkup HAN Asas Pemerintahan Yang Baik

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILIHAN DAN SENGKETA PELANGGARAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.2 Tahun 1999 tentang

PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.2 Tahun 1999 tentang 1 PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.2 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, sebagian Kewenangan pemerintahan dan pembangunan yang berada pada pemerintah pusat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN IZIN MENDIRIKAN PERUMAHAN DI INDONESIA. yang akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya

BAB II PENGATURAN IZIN MENDIRIKAN PERUMAHAN DI INDONESIA. yang akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya BAB II PENGATURAN IZIN MENDIRIKAN PERUMAHAN DI INDONESIA A. Pengertian Izin Mendirikan Perumahan Perumahan dan permukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, juga mempunyai fungsi yang

Lebih terperinci

PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA (PTUN)

PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA (PTUN) PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA (PTUN) By. Fauzul Fakultas Hukum UPN Veteran Jatim 7 Desember 2015 12/13/2015 1 POKOK BAHASAN Asas-asas Peradilan Administrasi Negara Karakteristik Peradilan Administrasi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota I. PEMOHON Agus II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun

Lebih terperinci

JUDICIAL REVIEW : Antara Trend dan Keampuhan bagi Strategi Advokasi

JUDICIAL REVIEW : Antara Trend dan Keampuhan bagi Strategi Advokasi Seri Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 JUDICIAL REVIEW : Antara Trend dan Keampuhan bagi Strategi Advokasi Tubagus Haryo Karbyanto, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejatien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Tidak dapat kita pungkiri bahwa merek merupakan suatu aset yang sangat berharga dalam dunia perdagangan sehingga memegang peranan yang sangat penting. Oleh

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER III TAHUN 2016/2017

PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER III TAHUN 2016/2017 PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER III TAHUN 2016/2017 MATA KULIAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 KADER HmI KOMHUK UNPAS-BANDUNG

Lebih terperinci

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 101 kepemilikannya, bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap sertipikat hak atas tanah dan perlindungan terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah tersebut. Namun kepastian hukum dan perlindungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA Pembahasan mengenai analisis data mengacu pada data-data sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara pemerintah dengan warga negaranya

Lebih terperinci

Rencana Kegiatan Mingguan dan Bahan Ajar Hukum Pengawasan Terhadap Aparatur Pemerintah

Rencana Kegiatan Mingguan dan Bahan Ajar Hukum Pengawasan Terhadap Aparatur Pemerintah Rencana Kegiatan Mingguan dan Bahan Ajar Hukum Pengawasan Terhadap Aparatur Pemerintah Pertemuan : Minggu ke-10 Estimasi waktu : 100 menit. Pokok Bahasan : 1. Pengawasan politis 2. Pergawasan Yuridis Sub

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG NEGARA HUKUM, KEKUASAAN KEHAKIMAN, PERADILAN TATA USAHA NEGARA, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG NEGARA HUKUM, KEKUASAAN KEHAKIMAN, PERADILAN TATA USAHA NEGARA, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG NEGARA HUKUM, KEKUASAAN KEHAKIMAN, PERADILAN TATA USAHA NEGARA, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN A. Negara Hukum Negara Hukum merupakan esensi yang menitikberatkan pada tunduknya

Lebih terperinci

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gugatan terhadap pejabat atau badan Tata Usaha Negara dapat diajukan apabila terdapat sengketa Tata Usaha Negara, yaitu sengketa yang timbul karena dirugikannya

Lebih terperinci

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA A. Hasil Penelitian 1. Bentuk atau Struktur Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan No.188.44/0135/KUM/2007 Bentuk atau struktur dari Surat Keputusan Gubernur Kalimantan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Teoritis tentang Negara Hukum, Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Tata Usaha Negara dan Izin Mendirikan Bangunan

BAB II. Tinjauan Teoritis tentang Negara Hukum, Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Tata Usaha Negara dan Izin Mendirikan Bangunan BAB II Tinjauan Teoritis tentang Negara Hukum, Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Tata Usaha Negara dan Izin Mendirikan Bangunan A. Negara Hukum Negara ialah pelaksanaan kekuasaan dalam arti menciptakan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Norma hukum yang berlaku di Indonesia berada dalam sistem berlapis dan

BAB I PENDAHULUAN. Norma hukum yang berlaku di Indonesia berada dalam sistem berlapis dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Norma hukum yang berlaku di Indonesia berada dalam sistem berlapis dan berjenjang sekaligus berkelompok-kelompok dimana suatu norma berlaku, bersumber pada norma yang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum I. PEMOHON Dr. Heru Cahjono KUASA HUKUM Albert Riyadi suwono, S.H., M.Kn., dan Adner Parlindungan, S.H., berdasarkan

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN JALAN BINTARO UTAMA SEKTOR V, BINTARO JAYA - TANGERANG SELATAN 15222 TELEPON (021) 7361654-58

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 24 ayat (1) dan (2), dalam rangka menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci