BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit endemik dan kronik yang diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan tubuh manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat (Zulkoni, 2010). Infeksi kecacingan disebabkan oleh nematoda usus yang ditularkan melalui tanah atau disebut soil transmitted helminths (Gandahusada, 2004) Infeksi Kecacingan pada Manusia Manusia merupakan hospes defenitif beberapa nematoda usus yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan. Di antara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helmints), di antaranya yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura) yang banyak ditemukan pada daerah tropis seperti Indonesia yang kondisi tanahnya lembab merupakan tempat ideal untuk telur cacing (Depkes, 2007). Laporan WHO tahun 2009 mengatakan bahwa infeksi Ascaris lumbricoides mencapai 1 milyar orang, Trichuris trichiura 795 juta orang dan cacing tambang (Ancylostama duodenale dan Necator americanus) 740 juta orang. Penelitian Mardiana (2008),

2 bahwa prevalensi cacing usus pada murid sekolah dasar di DKI Jakarta paling tinggi dijumpai di Jakarta Barat dan Jakarta Utara Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) Diperkirakan sebanyak juta orang di dunia terinfeksi Ascaris lumbricoides, cacing ini sering dijumpai pada negara tropis dan subtropis karena kondisinya yang hangat dan lembab memungkinkan perkembangan dan bertahannyatelur-telur Ascaris lumbricoides. Infeksi terbesar terjadi di Asia (>73%), Afrika (12%) dan Amerika Latin (8%) (CDCP, 2010). Ascaris lumbricoides hidup dalam usus dan telurnya terdapat pada feses orang yang terinfeksi. Jika orang yang terinfeksi melakukan buang air besar sembarangan maka telur akan berada di tanah, lalu telur akan dibuahi dan tumbuh menjadi bentuk infektif. Telur yang tertelan menimbulkan penyakit ascariasis, hal ini dapat terjadi apabila jari atau tangan yang mengandung telur dimasukkan ke dalam mulut, akibat konsumsi sayuran atau buah yang tidak dicuci/tidak dibuang kulitnya dan makanan yang tidak dimasak dengan cara yang benar (CDCP, 2010). Semakin parah tingkat kemiskinan masyarakat maka akan semakin berpeluang untuk mengalami infeksi kecacingan. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan dalam menjaga personal hygiene dan sanitasi lingkungan tempat tinggal(hotez, 2008) Morfologi dan Daur Hidup Cacing gelang dewasa berbentuk silindris memanjang, berwarna krem/merah muda keputihan dan panjangnya dapat mencapai 40 cm. Ukuran cacing betina 20-35

3 cm berdiameter 3-6 mm dan cacing jantan cm berdiameter 2,4 mm. Pada mulut cacing gelang terdapat tiga tonjolan bibir berbentuk segitiga dan bagian tengahnya terdapat rongga mulut (Ideham dkk, 2007). Seekor cacing gelang betina dapat bertelur sebanyak butir perhari pada suhu C dan tumbuh menjadi bentuk yang infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu (Gandahusada, 2004). Telur cacing ini ditemukan dalam dua bentuk, dibuahi (fertilized) dan tidak dibuahi (unfertilized). Telur yang dibuahi berbentuk bulat lonjong, ukuran panjang mikron dan lebarnya mikron sedangkan telur yang tidak dibuahi mempunyai ukuran panjang mikron dan lebarnya 44 mikron. Telur unfertile dikeluarkan oleh cacing betina yang belum mengalami fertilisasi (Ideham dkk, 2007). Siklus hidup Ascaris lumbricoides dimulai sejak dikeluarkannya telur oleh cacing betina dan kemudian dikeluarkan bersama tinja. Dengan kondisi yang menguntungkan, embrio akan berubah di dalam telur menjadi larva yang infektif(soedarmo, 2008). Larva menetas di usus halus kemudian menembus dinding usus menuju pembuluh darah atau saluran limfa dan dialirkan ke jantung lalu mengikuti aliran darah ke paru-paru dan menembus dinding alveolus untuk masuk ke rongga alveolus, kemudian naik ke trachea melalui bronchiolus dan broncus (Depkes, 2007). Dari trachea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita akan batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esophagus, lalu menuju usus halus dan berubah manjadi cacing dewasa. Sejak

4 telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 (dua) bulan (Gandahusada, 2004) Patologi, Gejala Klinis dan Diagnosis Gangguan yang disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru berupa perdarahan pada dinding alveolus yang disebut sindroma Loeffler, sedangkan gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat dapat terjadi gangguan penyerapan (malabsorbtion) dan penyumbatan usus yang disebabkan oleh penggumpalan cacing (ileus obstructive) (Depkes, 2007). Gejala penyakit kecacingan memang tidak nyata dan sering dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Anak yang menderita kecacingan biasanya lesu, tidak bergairah dan konsentrasi belajarnya berkurang. Perubahan fisik anak dapat dilihat pada perutnya yang tampak buncit (karena jumlah cacing dan perut kembung) dan mata yang pucat dan kotor seperti sakit mata (Depkes, 2007). Perdarahan yang disertai dengan batuk, demam dan eosinofelia pada foto toraks akan tampak infiltrat sehingga sering terjadi kekeliruan diagnosis karena mirip dengan gambaran penyakit Tuberculosis (TBC), namun infiltrat ini akan menghilang dalam waktu 3 (tiga) minggu setelah diberikan obat cacing (Gandahusada, 2004). Hasil penelitian Siregar (2008) pada murid sekolah dasar di Kabupaten Bengkalis,terdapat 53% Ascaris lumbricoides yang menginfeksi anak sekolah dasar tersebut.

5 Epidemiologi dan Pengobatan Infeksi cacing gelang terjadi apabila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman juga melalui tangan yang kotor (tercemar tanah dengan telur cacing).pengobatan cacing gelang dapat dilakukan secara massal atau individu dengan menggunakan bermacam-macam obat seperti Preparat piperasin, Pyrantel pamoat, Albendazol atau Mebendazole Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) Trichuris trichiura termasuk nematoda usus yang biasanya dinamakan cacing cemeti atau cambuk, karena tubuhnya menyerupai cemeti dengan bagian depan yang tipis dan bagian belakangnya yang jauh lebih tebal. Cacing ini pada umumnya hidup di sekum manusia sebagai penyebab Trichuriasis dan tersebar secara kosmopilitan (Irianto, 2009) Morfologi dan Daur Hidup Trichuris trichiura jauh lebih kecil dari Ascaris lumbricoides, cacing betina panjangnya mm dan jantan panjangnya mm (Muslim, 2009). Telur cacing ini berukuran mikron x mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub, kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih (Gandahusada, 2004). Satu ekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur sehari sekitar butir. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja sampai telur menjadi matang (infektif dan berisi larva) dalam waktu 3-6 minggu (Depkes, 2007).

6 Manusia mendapat infeksi dengan menelan telur yang matang. Di usus dua belas jari (duodenum) larva akan keluar dari telur, masuk dan berkembang di mukosa usus halus dan menjadi dewasa di usus besar (colon ascendens)dan usus buntu/sekum (caecus). Siklus ini berlangsung sekitar 3 bulan (Soedarmo, 2008) Patologi, Gejala Klinis dan Diagnosis Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di usus buntu, akan tetapi dapat juga ditemukan di usus besar. Pada infeksi berat terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum dan kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan dan cacing ini mengisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia (Gandahusada, 2004). Infeksi cacing cambuk yang ringan biasanya tidak memberikan gejala klinik yang jelas atau sama sekali tanpa gejala, gejala klinik hanya timbul jika terdapat infeksi yang berat dan menahun. Penderita akan mengalami anemia yang berat dengan hemoglobin < 3%, diare disertai oleh tinja yang berdarah, nyeri perut dan muntahmuntah serta mual, berat badan menurun dan kadang-kadang terjadi prolapsus rektum. Infeksi cacing cambuk berat juga sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau protozoa. Diagnosa dapat dilakukan dengan menemukan telur di dalam tinja (Depkes, 2007).

7 Epidemiologi dan Pengobatan Penyebaran infeksi cacing cambuk terjadi melalui tanah yang terkontaminasi dengan tinja yang mengandung telur cacing cambuk. Infeksi terjadi apabila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman yang tercemar melalui tangan yang kotor.pengobatan infeksi cacing cambuk dapat dilakukan dengan memberikan Albendazole, Mebendazole dan Oksantel pamoate Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) Ada beberapa spesies cacing tambang yang penting dalam bidang medik, namun yang sering menginfeksi manusia ialah Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Hospes dari kedua cacing ini adalah manusia dan di Indonesia infeksi oleh Necator americanus lebih sering dijumpai (Depkes, 2007) Morfologi dan Daur Hidup Cacing tambang dewasa hidup di rongga usus halus dengan giginya melekat pada mukosa usus. Cacing betina menghasilkan butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Telur-telur cacing ini tidak dapat dibedakan dan telurnya berbentuk ovoid dengan kulit yang jernih dan berukuran x mikron, ketika telur baru dikeluarkan di dalam usus telurnya mengandung satu sel, tetapi bila dikeluarkan bersama tinja, sering sudah mengandung 4-8 sel. Daur hidup cacing tambang diawali dengan telur cacing yang keluar bersama tinja, setelah 1-1,5 hari di dalam tanah, telur akan menetas menjadi larva rabditiform

8 dan setelah 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Larva yang menembus kulit mengikuti aliran darah ke jantung dan paru-paru kemudian menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring, dari laring larva tertelan dan masuk ke dalam usus halus menjadi cacing dewasa (Depkes, 2007) Patologi, Gejala Klinis dan Diagnosis Cacing tambang melekat dengan giginya pada usus halus dan menghisap darah. Infeksi cacing tambang menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga menyebabkan penderita kekurangan darah (anemia) yang mengakibatkan menurunnya gairah kerja serta produktifitas. Gejala klinik karena infeksi cacing tambang antara lain lesu, tidak bergairah, kurang konsentrasi, pucat, rentan terhadap penyakit, anemia serta sering terdapat eosinofilia. Anemia yang ditimbulkan sering dianggap bukan akibat dari kecacingan karena kekurangan darah sering terjadi oleh banyak hal sehingga harus dilakukan diagnosa dengan pemeriksaan tinja (Depkes, 2007). Penelitian Rahmawati (2014), analisa pemeriksaan tinja pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena anemia gravis, sesak napas, melena selama 1 minggu menunjukkan ada banyak infestasi cacing Necator americanus pada duodenum Epidemiologi dan Pengobatan Infeksi kecacingan cacing tambang sering ditemukan pada masyarakat pedesaan khususnya perkebunan atau pertambangan. Kebiasaan buang air besar di tanah dan penggunaan tinja sebagai pupuk sangat berpengaruh dalam penyebaran

9 penyakit ini. Cacing ini menghisap darah sedikit namun menimbulkan luka gigitan berdarah yang cukup lama sehingga menyebabkan anemia yang lebih berat. Pengobatan infeksi cacing tambang dapat diberikan Pyrantel pamoate, Mebendazole dan Albendazole. Untuk menghindari infeksi cacing ini dapat dicegah dengan memakai sendal atau sepatu bila ke luar rumah (Depkes, 2007) Pemeriksaan Telur Cacing Pemeriksaan terhadap seseorang yang terdiagnosis klinik terinfeksi kecacingan oleh nematoda usus yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths), dapat ditegakkan dengan pemeriksaan telur dalam feses di laboratorium secara mikroskopis. Adapun cara pengumpulan dan pemeriksaan feses adalah sebagai berikut (Pinardi, 1990): Pengumpulan Bahan Spesimen/Feses Spesimen yang akan diperiksa adalah feses segar, padat dan harus dikumpulkan dalam wadah bersih. Pada umumnya untuk pemeriksaan feses rutin jumlah feses yang dibutuhkan adalah 2-5 gram, yang penting feses harus padat dan bebas minyak dan atau bahan kimia lain seperti barium. Feses yang diperiksa sebaiknya feses yang dikeluarkan secara biasa, bukan feses yang diperoleh dari hasil pemberian obat pencahar atau enema Metode Pemeriksaan Feses Pemeriksaan feses secara mikroskopis terdiri dari beberapa tehnik dan metode, di antaranya:

10 1. Pemeriksaan feses dengan cara sedimentasi (Metode Faust dan Russel, 1964) adalah metoda pemeriksaan feses yang menggunakan sedimentasi (pengendapan) feses yang didapat dari penyaringan suspensi sebagai bahan untuk memeriksaan keberadaan telur cacing. 2. Pemeriksaan feses dengan cara flotasi dengan larutan NaCl jenuh (Metode Willis, 1921) adalah metoda pemeriksaan feses yang menggunakan flotasi (pengapungan) feses untuk diperiksa dengan mikroskop. 3. Pemeriksaan feses dengan tehnik Kato (Metode Kato dan Miura, 1954) adalah metoda pemeriksaan feses yang menggunakan selembar selofan (cellopane tape) sebagai pengganti kaca tutup sehingga lebih banyak telur cacing yang didapat karena tinja yang dipakai lebih banyak. 4. Pemeriksaan feses dengan tehnik modifikasi Kato Katz (Metode Katz dkk, 1972) adalah metode pemeriksaan feses hasil modifikasi tehnik Kato yaitu dengan menggunakan saringan kasa yang bertujuan agar keberadaan telur cacing pada feses yang diperiksa lebih akurat. 5. Pemeriksaan feses dengan tehnik formalin-eter (Metode Ritchie, 1960) adalah pemeriksaan feses dengan menggunakan sedimentasi feses dan cairan formalin-eter sebagai fiksasi. 6. Pemeriksaan feses dengan tehnik AMS III/acid sodium sulfate tritone - ether concentration (Metode Hunter dkk, 1948) adalah pemeriksaan feses dengan larutan HCl dan Na 2 SO 4 sebagai media pemeriksaan.

11 7. Pemeriksaan feses dengan tehnik hitung telur (Metode Stoll, 1923) adalah pemeriksaan feses padat dengan larutan NaOH 0,1 N sampai didapat jumlah telur per gram feses. 8. Pemeriksaan feses dengan tehnik sediaan tinja langsung (Metode Beaver, 1950) adalah pemeriksaan feses dengan menggunakan alat pengukur cahaya foto-elektrik (meter galvano) serta larutan Na 2 SO 4 dan larutan BaCl 2 sebagai media pemeriksaan. 2.4.Personal Hygiene Kebersihan perorangan atau personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan, baik fisik maupun psikisnya (Isro in dkk, 2012).Kunci pemberantasan kecacingan adalah memperbaiki higiene dan sanitasi lingkungan, misalnya: tidak jajan di sembarang tempat apalagi jajanan yang terbuka serta membiasakan mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dengan begitu rantai penularan kecacingan dapat diputus (Sasongko, 2007). Menurut Rusmanto dkk (2012) bahwa masih ditemukan personal hygiene yang kurang pada siswa sekolah dasar dan ada hubungan antara personal hygiene siswa dengan kejadian kecacingan. Personal hygiene meliputi di antaranya: Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku Kebersihan tangan, kaki dan kuku harus diperlihara karena ini tidak terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari. Selain indah dipandang, tangan, kaki dan kuku yang bersih juga akan menghindarkan kita dari berbagai penyakit, misalnya kecacingan (Potter, 2005). Kita menggunakan tangan

12 untuk menjamah makanan setiap hari. Selain itu, sehabis memegang sesuatu yang kotor atau mengandung kuman penyakit, tangan selalu langsung menyentuh mata, hidung, mulut, makanan serta minuman. Hal ini dapat menyebabkan pemindahan sesuatu yang dapat berupa penyebab terganggunya kesehatan karena tangan merupakan perantara penularan kuman (Irianto, 2007). Kuku yang panjang dan tidak terawat akan menjadi tempat melekatnya berbagai kotoran yang mengandung berbagai bahan dan mikroorganisme, di antaranya bakteri dan telur cacing. Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: membersihkan tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun, memotong kuku secara teratur dan mencuci kaki sebelum tidur dengan sabun (Potter, 2005). Hasil penelitian Tumanggor (2008), menunjukkan bahwa kebersihan kuku siswa sekolah dasar (64,9%) masih kategori kotor. Pencegahan kecacingan juga dapat dicapaisebagai berikut: mencuci tangan setelah dari kamar mandi dengan benar (meliputi area antara jari tangan, kuku dan punggung tangan) dengan menggunakan sabun serta menghindarkan penggunaan kaos kaki yang kotor karena bisa menimbulkan bau, alergi serta infeksi pada kulit kaki (Isro in dkk, 2012). Penelitan WHO dalam National Campaign for Handwashing with Soap (2007) telah menunjukkan mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada 5 waktu penting yaitu sebelum makan, sesudah buang air besar, sebelum memegang bayi, sesudah menceboki anak dan sebelum menyiapkan makanan dapat mengurangi angka kejadian diare sampai 40%. Dengan mempedomani 11 langkah cuci tangan pakai

13 sabun dan air mengalir yang benar juga dapat mencegah penyakit menular lainnya seperti tifus dan flu burung (lampiran 13) Kebiasaan Mandi Mandi merupakan bagian yang penting dalam menjaga kebersihan diri. Mandi dapat menghilangkan bau, menghilangkan kotoran, merangsang peredaran darah dan memberikan kesegaran pada tubuh. Sebaiknya mandi dua kali sehari agar tubuh sehat dan segar bugar. Mandi membuat tubuh kita segar dengan membersihkan seluruh tubuh kita (Stassi, 2005). Hasil penelitian Tumanggor (2008), bahwa siswa sekolah dasar di desa Juma Teguh (68,9%) tidak mandi minimal 2 kali sehari. Menurut Irianto (2007), urutan mandi yang benar adalah seluruh tubuh dicuci dengan sabun mandi. Oleh buih sabun, semua kotoran dan kuman yang melekat mengotori kulit lepas dari permukaan kulit dan seluruh tubuh. Keluarkan daki dari wajah, kaki dan lipatan-lipatan. Gosok terus dengan tangan, kemudian seluruh tubuh disiram sampai bersih sampai kaki. Kebersihan kulit, rambut dan gigi harus senantiasa dipelihara karena hal ini berkaitan dengan kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup seharihari. Dengan kulit, rambut dan gigi yang bersih diharapkan mampu menghindarkan kita dari bahaya penyakit, misalnya kecacingan (Potter, 2005). Kulit dibersihkan dengan cara mandi, namun dalam memilih dan memakai sabun, shampoo dan pasta gigiuntuk anak-anak hendaknya pilih produk yang tidak menimbulkan rasa perih/iritasi karena kulit anak-anak cenderung lebih rentan terhadap trauma dan

14 infeksi dan kita harus rutin membersihkannya karena anak sering sekali buang air besar dan senang bermain dengan kotoran (Mubarak dkk, 2007). Umumnya untuk menjaga kebersihan kulit, rambut dan gigi perlu diperhatikan halhal sebagai berikut: mandi minimal 2 kali sehari dengan menggunakan sabun, menjaga kebersihan pakaian, mencuci rambut sekurang-kurangnya 2 kali seminggu dengan menggunakan shampoo, menggosok gigi minimal 2 kali sehari atau sehabis makan dengan menggunakan pasta gigi, memakai peralatan mandi dan pakaian pribadi serta memakan makanan bergizi dan yang tidak merusak gigi (Potter, 2005) Penggunaan Alas Kaki Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa pada anak yang tidak menggunakan alas kaki secara teratur ketika keluar dari rumah akan memiliki kecenderungan terkena infeksi cacing tambang, dikarenakan penularan cacing tambang ini melalui penembusan kulit yang terjadi ketika anak-anak berjalan tanpa alas kaki/kaki telanjang (Tanner, 2011). Hasil penelitian Sumanto (2010) tentang faktor resiko infeksi cacing tambang pada siswa sekolah di Demak diketahui terdapat beberapa kebiasaan atau perilaku yang berpengaruh terhadap terjadinya infeksi cacing pada siswa sekolah, dimana kebiasan tersebut antara lain tidak memakai alas kaki pada rentang waktu bervariasi mulai dari 6-12 jam. Siswa yang memiliki kebiasaan tidak memakai alas kaki berisiko terinfeksi cacing tambang 3,29 kali lebih besar dibanding siswa yang memiliki kebiasaan memakai alas kaki dalam aktivitas seharihari. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan sebanyak 65,9% siswa sekolah yang

15 memiliki kebiasaan memakai alas kaki sedangkan 34,1% yang tidak biasa memakai alas kaki Tujuan dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Personal Hygiene Tujuan perawatan kebersihan diri yaitu memelihara kebersihan diri, menciptakan keindahan, serta meningkatkan derajat kesehatan individu sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain (Mubarak, 2007). Menurut Potter (2005), faktor yang memengaruhi kebersihan diri, yaitu: 1. Praktek sosial Kebersihan diri seseorang sangat memengaruhi praktek sosial seseorang. Selama masa anak-anak, kebiasaan keluarga memengaruhi praktik hygiene, misalnya: frekuensi mandi, waktu mandi dan hygiene mulut. 2. Citra tubuh Citra tubuh adalah cara pandang seseorang terhadap bentuk tubuhnya, citra tubuh sangat memengaruhi dalam praktik kebersihan seseorang. Ketika seorang petugas kesehatan dihadapkan pada seseorang (terutama anak) yang tampak berantakan, tidak rapi atau tidak peduli dengan hygiene dirinya, maka dibutuhkan edukasi tentang pentingnya hygiene untuk kesehatan. 3. Status sosial ekonomi Status ekonomi seseorang memengaruhi jenis dan tingkat praktek kebersihan perorangan. Sosial ekonomi yang rendah memungkinkan personal hygiene yang rendah pula.

16 4. Pengetahuan dan motivasi Pengetahuan tentang hygiene akan memengaruhi praktek hygiene seseorang.namun pengetahuan saja tidak cukup, karena motivasi merupakan kunci penting dalam pelaksanaan hygiene tersebut. Permasalahan yang sering terjadi adalah ketiadaan motivasi karena kurangnya pengetahuan. 5. Budaya Kepercayaan budaya akan memengaruhi perawatan hygiene seseorang. Di Asia kebersihan dipandang penting bagi kesehatan sehingga mandi bisa dilakukan 2-3 kali dalam sehari, sedangkan di Eropa memungkinkan hanya mandi sekali dalam seminggu. Beberapa budaya juga menganggap bahwa kesehatan dan kebersihan tidaklah penting. 6. Pilihan pribadi Setiap orang memiliki keinginan individu dan pilihan tentang kapan untuk mandi, bercukur dan melakukan perawatan rambut. Seseorang memilih produk yang berbeda (misalnya, sabun, shampoo dan pasta gigi) menurut pilihan dan kebutuhan pribadi dalam hal ini adalah orang tua. 7. Kondisi fisik Pada keadaan sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

17 2.5. Tingkat Kecukupan Makanan Kecukupan makanan adalah perbandingan asupan nutrisi dengan nutrisi yang dibutuhkan tubuh berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan. Kecukupan makanan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah kebiasaan, kesenangan, budaya, agama, taraf ekonomi, lingkungan alam. Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi kecukupan makanan adalah faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosio budaya dan religi seperti yang dijelaskan berikut: 1. Faktor ekonomi dan harga Keadaan ekonomi keluarga relatif mudah di ukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin. Hal ini disebabkan karena penduduk golongan miskin sebagian besar pendapatannya memenuhi kebutuhan makanan. Perubahan pendapatan secara langsung dapat memengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatkan pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan keluarga. Meningkatkan pendapatan berarti memperbesar peluang membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik dan sebaliknya. 2. Faktor Sosio Budaya dan Religi Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk dikonsumsi. Kebudayaan juga menentukan kapan seseorang boleh atau tidak boleh memakan suatu makanan. Oleh

18 karena itu kebudayaan memengaruhi seseorang dalam konsumsi pangan yang menyangkut pemilihan jenis pangan serta persiapan serta penyajiannya. Sejak zaman dahulu, makanan selain untuk kekuatan/pertumbuhan, memenuhi rasa lapar dan selera, juga sebagai lambang, yaitu lambang kemakmuran, kekuasaan, ketentraman dan persahabatan. Semua faktor bercampur membentuk suatu ramuan yang kompak yang disebut dengan pola konsumsi pangan (Santosodkk, 2004).Dalam hal pola konsumsi, permasalahan yang dihadapi tidak hanya mencakup ketidakseimbangan komposisi pangan yang dikonsumsi, tetapi juga masalah masih belum terpenuhinya kecukupan gizi. Penganekaragaman konsumsi pangan selama ini sering diartikan terlalu sederhana, berupa penganekaragaman konsumsi pangan pokok, terutama pangan non-beras. Penganekaragaman konsumsi pangan seharusnya mengkonsumsi aneka ragam pangan dari berbagai kelompok pangan baik pangan pokok, lauk-pauk, sayuran maupun buah dalam jumlah yang cukup. Tujuan utama penganekaragaman konsumsi pangan adalah untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi dan mengurangi ketergantungan konsumsi pangan pada salah satu jenis atau kelompok pangan (Baliwati dkk, 2004). Pola konsumsi pangan sebagai metode ukur tingkat kecukupan makanan yang berbentuk susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu untuk mencapai angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan (Baliwati dkk, 2004). Pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis dan frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu

19 (Aritonang, 2004). Pola konsumsi juga dikatakan sebagai suatu cara seseorang atau kelompok orang (keluarga) memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, kebudayaan dan sosial (Suhardjo, 1990) Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Angka kecukupan gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus dipenuhi dari makanan untuk mencukupi hampir semua orang sehat. Tujuan penyusunan AKG ini adalah untuk acuan perencanaan makanan dan menilai tingkat konsumsi makanan individu/masyarakat (Almatsier, 2009). Kebutuhan gizi untuk bayi dan anak merupakan kebutuhan zat gizi yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan. Anak yang tidak mendapat asupan gizi yang baik akan mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan terjadinya sel otak dengan konsekuensi sel yang lebih sedikit. Sebaliknya anak yang mendapat gizi lebih tinggi akan memperoleh kalori yang lebih tinggi juga. Dengan kata lain konsumsi yang melebihi kebutuhan akan menyebabkan gizi lebih, sebaliknya konsumsi gizi yang kurang menyebabkan kondisi kurang atau defisiensi. Kebutuhan kalori untuk anak sekolah dasar (umur tahun) yang dianjurkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dapat dilihat pada tabel berikut:

20 Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (10-12 Tahun) Golongan Umur Berat Badan (kg) Tinggi Badan (cm) Energi (kkal) Protein (gr) Vit A (RE) Besi (mg) Zn (mg) Pria (10-12 tahun) Wanita (10-12 tahun) Sumber: Depkes RI, Kecukupan MakananUsia Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar biasanya telah mempunyai pilihan sendiri terhadap makanan yang disukainya. Pada usia anak sekolah dasar, pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya para guru, teman sebayadan keberadaan tempat jajan sangat memengaruhi terbentuknya pola makan (Sulistyoningsih dkk, 2011). Pada masa ini telah terbentuk kebiasaan makan yang tidak sehat, yaitu seringnya anak jajan di luar rumah. Golongan umur ini masih rawan terhadap infeksi dan penyakit kurang gizi, karena itu nutrisinya diutamakan terhadap kalori dan protein, ditambah dengan perlunya perhatian terhadap masukan vitamin A dan mineral besi. Jenis makanan keras dapat diberikan seperti pada orang dewasa. Menu yang dihidangkan hendaknya bervariasi dengan bahan makanan hewani dan nabati yang selalu bergantian (Markum, 2002). Makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah makanan seimbang yang terdiri atas (Santoso dkk, 2004): 1. Sumber zat tenaga, misalnya: roti, nasi, mie, bihun, jagung, ubi, singkong, tepungtepungan, gula dan sebagainya.

21 2. Sumber zat pembangun, misalnya: ikan telur, ayam, daging, susu, kacangkacangan, tahu, tempe. 3. Sumber zat pengatur, misalnya: sayur-sayuran dan buah-buahan terutama yang berwarna hijau dan kuning. Untuk mencapai prinsip gizi seimbang hendaknya susunan makanan sehari terdiri dari campuran ketiga kelompok bahan makanan tersebut yang terdiri dari: 1. Energi Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada dalam bahan makanan. Karbohidrat dikenal sebagai zat gizi makro sumber energi utama tubuh karena sebagian energi berasaldari karbohidrat maka digolongkan sebagai makanan pokok (Kurniasih, 2010). Kebutuhan energi seseorang menurut FAO adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang dan yang memungkinkan pemeliharaan aktifitas fisik dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Pada anak-anak, ibu hamil dan ibu menyusui kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan jaringan-jaringan atau untuk sekresi ASI yang sesuai dengan kesehatan (Almatsier, 2009). Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan, akibatnya berat badan kurang dari berat badan seharusnya. Bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan dan pada keadaan

22 kronis akan mengakibatkan penyakit gizi yang disebut dengan marasmus dan bila disertai kekurangan protein menyebabkan kwashiorkor. 2. Protein Protein adalah molekul makro dan bagian dari semua sel hidup yang merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Nilai gizi protein ditentukan oleh kadar asam amino esensial. Sumber protein dapat berasal dari protein nabati dan hewani. Protein hewani biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan protein nabati. Protein memiliki fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Disamping itu protein berfungsi sebagai pertumbuhan dan pemeliharaan, mengatur keseimbangan air, sumber energi, pembentukan antibodi dan mengangkut zat-zat gizi. Fungsi protein sebagai zat pembangun sangat diperlukan untuk membuat sel-sel baru dan merupakan unsur pembentuk berbagai struktur organ tubuh, selain itu juga berperan dalam pembentukan enzim dan hormon yang dapat mengatur proses metabolisme tubuh dan sebagai mekanisme pertahanan tubuh melawan berbagai macam penyakit dan infeksi (Asydhad dkk, 2006). 3. Vitamin A Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Vitamin A dapat meningkatkan risiko anak terhadap penyakit infeksi seperti penyakit saluran pernafasan dan diare, meningkatkan angka kematian karena campak serta menyebabkan keterlambatan pertumbuhan (Almatsier, 2009). Vitamin A terdapat di dalam pangan hewani seperti hati, kuning telur, susu

23 dan mentega. Sedangkan karoten terutama di dalam pangan nabati. Vitamin A berperan dalam berbagai fungsi faal tubuh, antara lain fungsi penglihatan, kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan. Vitamin adalah zat gizi makro yang memperlancar proses pembuatan energi dan proses biologis lainnya untuk mempertahankan kesehatan, oleh sebab itu di dalam makanan seimbang, sayuran dan buah dianjurkan dikonsumsi sesering mungkin setiap hari (Kurniasih, 2010). 4. Besi (Fe) Besi merupakan mineral makro yang fungsinya paling banyak di dalam tubuh diantaranya sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu bebagai reaksi enzim dalam jaringan tubuh. Secara luas defisiensi besi berpengaruh terhadap kualitas SDM, yaitu terhadap kemampuan belajar dan produktifitas. Sumber zat besi yang baik adalah makanan hewani seperti daging, ayam dan ikan. Sumber zat besi yang baik lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayur-sayuran hijau dan beberapa jenis buah. 5. Seng (Zn) Seng merupakan mineral mikro yang esensial bagi tubuh, sebagian seng berada di dalam tubuh. Sebagian seng berada di dalam hati, pankreas, ginjal, otot dan tulang. Sumber paling baik seng adalah sumber protein hewani terutama daging, hati, kerang, telur, serealia tumbuk dan kacang-kacangan. Dalam fungsi tubuh, seng berperan dalam fungsi kekebalan tubuh, pembentukan kulit, metabolisme jaringan ikat dan penyembuhan luka. Apabila kekurangan seng dapat mengakibatkan gangguan

24 pertumbuhan dan kematangan sel. Disamping itu fungsi pencernaan juga terganggu dan dapat menimbulkan diare dan gangguan fungsi kekebalan (Almatsier, 2009). Menurut Uripi (2004), kebutuhan zat gizi pada anak harus cukup dan seimbang karena anak sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Kebutuhan energi dan protein harus dipenuhi dengan tepat, karena jika kekurangan energi dan protein dapat mengakibatkan keadaan kekurangan energi dan protein, namun jika kelebihan energi dan protein dapat menyebabkan obesitas Faktor-faktor yang Memengaruhi Status Gizi Usia Siswa Sekolah Dasar Makin bertambah usia anak maka makin bertambah pula kebutuhannya. Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang penyakit, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling memengaruhi (Almatsier, 2009). Penelitian Simarmata (2012), bahwa ada perbedaan status gizi antara siswa dengan dan tanpa infeksi soil transmitted helmints. Anak dengan asupan makanan yang kurang akan menyebabkan daya tahan tubuhnya kurang hingga anak lebih rentan terhadap penyakit, kurang nafsu makan hingga akhirnya akan kekurangan gizi (Narendra, 2010). Anak dengan penyakit

25 infeksi seperti infeksi Ascaris lumbricoides akan kekurangan gizi karena terganggunya penyerapan karbohidrat dan protein yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak. Akibatnya anak akan mengalami kekurangan gizi dan tumbuh kembang anak terganggu. Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan. Penelitian Arifin (2011), prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides sebesar 76,6% dengan derajat infeksi ringan paling banyak dan terdapat hubungan antara infeksi Ascaris lumbricoides dengan status gizi. Beberapa penyakit infeksi kronis dapat menyebabkan anemia dan parasit seperti cacing di usus dapat menyebabkan anemia. Penyakit infeksi disebabkan kurangnya sanitasi, pelayanan kesehatan dan pola asuh yang tidak memadai (Schaible dkk, 2007) Siswa Usia Sekolah Dasar Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pertumbuhan dan perkembangan terbagi dalam beberapa tahap di antaranya: tahap pranatal (dari konsepsi sampai lahir); tahap neonatus dan bayi (neonatus: dari lahir sampai berusia 28 hari; masa bayi: dari 29 hari-12 bulan); tahap masa kanak-kanak awal (usia 1-3 tahun dan usia pra-sekolah: usia 3-6 tahun); tahap masa kanak-kanak pertengahan (usia sekolah dasar/usia 6-12 tahun dan tahap masa remaja adalah usia tahun (Mary, 2005).

26 Pada masa kanak-kanak pertengahan/usia sekolah dasar, ada beberapa label tahap usia yang digunakan oleh orangtua, pendidikan dan psikologi, antara lain: tahap rajin dan rendah diri, tahap yang menyulitkan, tahap yang tidak rapih, tahap bertengkar, tahap kritis, tahap berkelompok, tahap kreatif dan tahap bermain. Di tahap berkelompok anak lebih berminat dalam kegiatan teman-teman dan ingin menjadi bagian dari kelompok yang mengharapakan anak untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola perilaku, nilai-nilai dan minat anggota-anggotanya sehingga anak sering menolak standar orang tua, mengembangkan sikap menentang lawan jenis dan berprasangka kepada semua yang bukan anggota kelompoknya dan masalah yang umum terjadi pada usia ini adalah bahaya fisik, seperti: penyakit (infeksi), kegemukan/bentuk tubuh yang tidak sesuai, kecelakaan, kecanggungan dan ketidakmampuan fisik (Hurlock, 2004). Siswa sekolah dasar adalah bagian dari masyarakat yang masuk ke dalam bagian masyarakat yang beresiko tinggi terhadap infeksi cacing (Depkes, 2007). Penelitian Hairani dkk (2012), bahwa prevalensi kecacingan pada sekelompok umur 6-9 tahun lebih tinggi dibandingkan anak kelompok umur tahun, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Iqbal (2004) menyatakan bahwa infeksi cacing pada siswa sekolah dasar di Kelurahan Pannampu Kecamatan Tallo Kotamadya Makassar sebanyak 84,7%. Prevalensi tertinggi oleh cacing Ascaris Lumbricoides yaitu 76,6%, TrichurisTrichiura 45,2% dan infeksi ganda (Ascaris dan Trichuris)37,1%. Hasil pemeriksaan sampel tanah dari 34 lokasi yang diperiksa, diperoleh 58,8% positif tanahnya mengandung telur cacing. Telur cacing yang ditemukan adalah

27 Ascarislumbricodes yaitu 41,2%, telur cacing Trichuris Trichiura yaitu 32,3% dan telur cacing ganda (Ascaris dan Trichuris)yaitu 14,7%. Siswa yang terinfeksi oleh Ascaris lumbricoides dapat menimbulkan gangguan gizi dengan gambaran klinik yang nyata seperti: nyeri perut berupa kolik di daerah pusat atau epiguastrium, perut buncit, rasa mual dan kadang-kadang muntah, cengeng, anoreksia, susah tidur dan sering diare. Siswa yang terinfeksi oleh Trichuris trichiura terdapat keluhan nyeri di daerah abdomen atau epigastrium yang disertai muntah-muntah, konstipasi perut kembung dan ileus, diare dengan tinja yang terlihat bergaris-garis merah darah dan berat badan menurun. Pada siswa yang terinfeksi Ancylistoma duodenale umumnya mengalami anemia umumnya berupa anemia defisiensi besi dan anemia akan semakin berat pada siswa yang kurang protein. Gejala yang dapat dijumpai adalah lemah, lesu, pusing dan nafsu makan yang kurang. Apabila cacing dewasa yang terdapat pada anak-anak jumlahnya banyak maka dapat mengakibatkan gejala hebat dan dapat menyebabkan kematian (Ngastiyah, 2005) Landasan Teori Landasan teori dalam penelitian ini mengacu pada konsep teori simpuldan bagan model interaksi tumbuh kembang anak. Adapun teori simpul yang menggambarkan bahwa adanya telur cacing pada fesessiswa sekolah dasardisebabkan oleh lima simpul yang mencakup di antaranya (Achmadi, 2012):

28 1. Simpul 1, yaitu Sumber/AgentPenyakit yang merupakan komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan melalui kontak langsung, terhirup atau melalui perantara seperti: virus, bakteri, jamur, parasit. 2. Simpul 2, yaitu Media Transmisi Penyakit berupa komponen lingkungan yaitu udara, air, makanan yang mengandung agent penyakit. 3. Simpul 3, yaitu Perilaku Pemajanan (Behavioural Exposure). Agent penyakit masuk ke dalam tubuh melalui satu proses yang disebut hubungan interaktif. Adanya hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk berikut perilakunya dapat diukur dalam konsep yang disebut perilaku pemajanan (behavioural exposure). Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit. Agent penyakit masuk ke dalam tubuh melalui jalur pernafasan, pencernaan dan kulit, apabila kesulitan mengukur besaran agent penyakit maka di ukur dengan cara tidak langsung (biomarker). 4. Simpul 4, yaitu Kejadian Penyakit adalah bukti nyata atau outcome hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. 5. Simpul 5, yaitu Variabel Suprasistem adalah kelompok variabel seperti topografi, iklim, keputusan politik, kebijakan dan institusi pemerintah dan paradigma kesehatan lingkungan lain yang memengaruhi semua simpul.

29 Manajemen Penyakit Cacingan Simpul 1 Sumber (Agents) Penyakit Parasit Simpul 2 Media Transmisi a. Tanah b. Makanan Simpul 3 Perilaku Pemajanan a. Pencernaan b. Permukaan kulit Simpul 4 Kejadian Penyakit a. Diare b. Anemia c. Malnutrisi Simpul 5 Topografi ; Iklim ; Institusi terkait Gambar 2.1. Dinamika Penularan Penyakit Cacingan Mengacu pada gambaran skematik di atas, maka patogenesis penyakit cacingan pada siswa sekolah dasar dapat diuraikan ke dalam 5 simpul, yakni dimulai dari simpul 1 di mana telur-telur cacing sebagai sumber penyakit berserakan di halaman/tanah. Siswa-siswi yang bermain di tanah, tanpa mencuci tangan memasukkan telur-telur cacing ke dalam perutnya ketika makan dan yang tanpa alas kaki dapat memasukkan telur cacing melalui kulitnya. Siswa yang terinfeksi kecacingan akan mengalami penyakit seperti diare, anemia dan malnutrisi. Institusi kesehatan seperti Dinas Kesehatan secara teoritis berperan dalam pemutusan rantai penularan penyakit cacingan dengan mengeluarkan kebijakan dan program kesehatan untuk siswa sekolah dasar (Achmadi, 2012). Siswa sekolah dasar merupakan kelompok anak yang sudah banyak beraktivitas di luar rumah. Perkembangan yang berkenaan dengan keseluruhan

30 kepribadian individu siswa membuat pengaruh teman dan aktivitas yang tinggi menjadi penyebab keterpaparan terhadap sumber penyakit infeksi semakin tinggi. Tawaran makanan dan ajakan bermain dari teman menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam penyebaran penyakit infeksi cacingan. Selain perkembangan mental dan kepribadian, pertumbuhan siswa sekolah dasar sebagai perubahan dalam aspek jasmaniah seperti berubahnya struktur tulang, tinggi dan berat badan, proporsi badan, semakin sempurnanya jaringan syaraf dan sejenisnya, pada sebagian siswa sekolah dasar juga sudah mulai memasuki masa pertumbuhan cepat pra-pubertas, sehingga kebutuhan terhadap zat gizi mulai meningkat. Perkembangan dan pertumbuhan siswa sekolah dasar membutuhkan pola asuh yang baik dalam memenuhi kebutuhan zat gizi dan pemantauan personal hygiene anak oleh orang tua. Dalam upaya untuk mengetahui hubungan dari asupan zat gizi, penyakit infeksi dan pola asuh anak, maka diperlukan suatu identifikasi (Soetjiningsih, 2007) di antaranya:

31 TumbuhKembang Anak Manifestasi Kecukupan MakananPenyakit Infeksi Penyebab Langsung Ketahanan Pangan Keluarga Asuhan Bagi Ibu dan Anak Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dan Sanitasi Lingkungan Penyebab Tidak Langsung Pendidikan Keluarga Keadaan dan Kontrol Sumber Daya (Manusia, Ekonomi dan Keluarga) Pokok Masalah di Masyarakat Struktur Politik dan Keluarga Struktur Ekonomi Akar Dasar Potensi Sumber Daya Gambar 2.2. Bagan Model Interaksi Tumbuh Kembang Anak Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh kecukupan makanan (zat gizi) dan penyakit infeksi yang diderita. Menurunnya status gizi anak secara langsung disebabkan oleh karenaketidakseimbangan zat gizi dan adanya penyakit infeksi. Zat gizi yang tidak seimbang akan menyebabkan daya tahan tubuh (imunitas) terhadap penyakit infeksi kecacingan menurun dan sebaliknya penyakit infeksi kecacingan akan menyebabkan peningkatan kebutuhan zat gizi (hubungan timbal balik).

32 Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian infeksi penyakit dan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Disisi lain anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk (Depkes, 2005). Menurut Supariasa dkk (2004), adanya interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi, di mana infeksi akan memengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi. Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu: 1. Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit. 2. Peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit, mual/muntah dan perdarahan yang terus menerus. 3. Meningkatkan kebutuhan, baik dari peningkatan akibat sakit (human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh Menurut Gandahusada (2004), apabila kecukupan makanan semakin baik juga personal hygiene dan sanitasi lingkungan menuju ke arah yang lebih baik, maka sejalan dengan bertambahnya umur anak dalam jangka 16 bulan tanpa pengobatan infestasi cacing usus akan hilang dengan sendirinya, sedangkan dengan pengobatan kesembuhan diperoleh antara 80-90%.

33 2.8.Kerangka Konsep Berdasarkan pada landasan teori tersebut, maka dalam penelitian ini dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Variabel Independen Variabel Dependen I. Personal Hygiene 1. Kebiasaan cuci tangan 2. Kebiasaan mandi 3. Kebiasaan gunting kuku 4. Penggunaan alas kaki Infeksi Kecacingan II. Tingkat Kecukupan Makanan 1.Tingkat Kecukupan Energi 2. Tingkat Kecukupan Protein Gambar 2.3 Kerangka Konsep

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Cacingan Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 2.1 Helminthiasis Cacing merupakan parasit yang bisa terdapat pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes dari beberapa Nematoda usus. Sebagian besar daripada Nematoda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit halus)cacing tersebut menggulung dan berbentuk kumparan dan biasanya mempunyai

Lebih terperinci

xvii Universitas Sumatera Utara

xvii Universitas Sumatera Utara xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminths Manusia merupakan hospes yang utama untuk beberapa nematoda usus. Sebagian besar dari nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan yang penting

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi

Lebih terperinci

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur kira-kira 28 hari sesudah infeksi. 2. Siklus Tidak Langsung Pada siklus tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan masih menghadapi berbagai masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit parasit baik yang disebabkan oleh cacing, protozoa, maupun serangga parasitik pada manusia banyak terdapat di negara berkembang dan beriklim tropis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah penyakit infeksikecacingan yang ditularkan melalui tanah(soil transmitted

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminth (STH) atau penyakit kecacingan yang penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Soil Transmitted Helminhs Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik. Panjang cacing ini mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah terjadinya pengindraan terhadap suatu objek menggunakan panca indra manusia,

Lebih terperinci

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI Oleh: Muhammad Fawwaz (101211132016) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 DAFTAR ISI COVER... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I... 3 A. LATAR BELAKANG...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminth Soil Transmitted Helminth adalah Nematoda Intestinal yang berhabitat di saluran pencernaan, dan siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Trasmitted Helminth Soil Transmitted Helminth ( STH ) merupakan infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing yang penyebarannya melalui tanah. Cacing yang termasuk STH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan permasalahan yang banyak ditemukan di masyarakat namun kurang mendapat perhatian. Di dunia lebih dari 2 milyar orang terinfeksi berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak Sekolah Dasar merupakan sasaran strategis dalam perbaikan gizi masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan anak sekolah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing kedalam tubuh manusia karena menelan telur cacing. Penyakit ini paling umum tersebar

Lebih terperinci

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris Lumbricoides Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering dijumpai. Diperkirakan prevalensi di dunia berjumlah sekitar 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil-transmitted helminths Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit. Cacing-cacing ini berbeda satu sama lain dalam habitat, daur hidup dan hubungan

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Konsumsi Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kecacingan Menurut asal katanya helminth berasal dari kata Yunani yang berarti cacing. Cacing merupakan hewan yang terdiri dari banyak sel yang membangun suatu jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor meningkatnya kejadian infeksi adalah kebiasaan hidup yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang higinis adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Soil Transmitted Helminths (STH) adalah cacing golongan nematoda usus yang penularannya melalui tanah. Dalam siklus hidupnya, cacing ini membutuhkan tanah untuk proses

Lebih terperinci

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006)

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006) CACING TAMBANG Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006) PROGRAM STUDY D-IV ANALIS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN 2015/2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih dari satu miliar orang terinfeksi oleh Soil Transmitted Helminth (STH) (Freeman et al, 2015).

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Infeksi Kecacingan a. Pengertian Infeksi Kecacingan Infeksi kecacingan adalah masuknya suatu bibit penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme (cacing)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hygiene Perorangan Hygiene perorangan disebut juga kebersihan diri, kesehatan perorangan atau personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah Yunani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan cacing kelas nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing yang termasuk STH antara lain cacing

Lebih terperinci

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Anak pra sekolah merupakan kelompok yang mempunyai resiko besar terkena gizi kurang. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut tumbuh kembang anak dalam masa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang prevalensinya sangat tinggi di Indonesia, terutama cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth

Lebih terperinci

MAKALAH GIZI ZAT BESI

MAKALAH GIZI ZAT BESI MAKALAH GIZI ZAT BESI Di Buat Oleh: Nama : Prima Hendri Cahyono Kelas/ NIM : PJKR A/ 08601241031 Dosen Pembimbing : Erwin Setyo K, M,Kes FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit endemik dan kronik diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, khususnya di negara-negara berkembang pada daerah tropis dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cacing Tambang Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar 30 50 % di perbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah memegang peranan penting bagi masyarakat. Kehidupan tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia murni menata tubuh tanah menjadi bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014

Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014 Al-Sihah : Public Health Science Journal 12-18 Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014 Azriful 1, Tri Hardiyanti Rahmawan 2 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis soil transmitted

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis soil transmitted BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Kecacingan 2.1.1 Definisi Kecacingan Helmintiasis (kecacingan) menurut WHO adalah infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usus

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun 20 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminthiasis Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun yang tersering penyebarannya di seluruh dunia adalah cacing gelang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Tambang dan Cacing Gelang 1. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) a. Batasan Ancylostoma duodenale dan Necator americanus kedua parasit ini di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi pembangunan kesehatan, yaitu memelihara kesehatan yang bermutu (promotif), menjaga kesehatan (preventif),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara tropis yang sedang berkembang seperti Indonesia, masih banyak penyakit yang masih menjadi permasalahan di dunia kesehatan, salah satunya adalah infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan merupakan suatu kegiatan atau proses menyediakan makanan dalam jumlah yang banyak atau dalam jumlah yang besar. Pada institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi cacing usus terutama yang ditularkan melalui tanah atau disebut soil-transmitted helmint infections merupakan salah satu infeksi paling umum di seluruh

Lebih terperinci

Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting

Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid Direktur P2PTVZ, Ditjen P2P, Kemenkes SITUASI CACINGAN Lebih dari 1.5 milyar orang atau 24% penduduk

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Manusia

Sistem Pencernaan Manusia Sistem Pencernaan Manusia Manusia memerlukan makanan untuk bertahan hidup. Makanan yang masuk ke dalam tubuh harus melalui serangkaian proses pencernaan agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Proses

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '/ * i zt=r- (ttrt u1 la l b T'b ', */'i '"/ * I. JENIS.JENIS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MENYERANG ANAK SEKOLAH DASAR-) Oleh : Dr. Bambang Heru Budianto, MS.**) I. PENDAHULUAN Penyakit cacing usus oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia masih menghadapi masalah tingginya prevalensi penyakit infeksi, terutama yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil-Transmitted Helminths (STH) STH adalah cacing yang dalam siklus hidupnya memerlukan tanah yang sesuai untuk berkembang menjadi bentuk infektif. Ukuran sangat bervariasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kecacingan merupakan salah satu diantara banyak penyakit yang menjadi masalah masyarakat di Indonesia. Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian kecacingan di Indonesia yang dilaporkan di Kepulauan Seribu ( Agustus 1999 ), jumlah prevalensi total untuk kelompok murid Sekolah Dasar (SD) (95,1 %),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Soil Transmitted Helminths (STHs) Soil Transmitted Helminths (STHs) adalah kelompok parasit golongan nematoda usus yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui

Lebih terperinci

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) BAB I PENDAHALUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi masih merupakan beban berat bagi bangsa, hakekatnya berpangkal dari keadaan ekonomi dan pengetahuan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah atau Soil- Transmitted Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health Oganization

Lebih terperinci

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan Oleh : Restian Rudy Oktavianto J500050011 Kepada : FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menentukan kualitas sumber daya manusia adalah asupan nutrisi pada

BAB I PENDAHULUAN. yang menentukan kualitas sumber daya manusia adalah asupan nutrisi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak adalah masa depan bangsa dan untuk menjadi bangsa yang besar diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu faktor penting yang menentukan kualitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Helminthiasis Nematoda mempunyai jumlah spesies terbanyak di antara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Cacing tersebut berbeda-beda dalam habitat,daur hidup dan hubungan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Pra-Sekolah Anak pra-sekolah / anak TK adalah golongan umur yang mudah terpengaruh penyakit. Pertumbuhan dan perkembangan anak pra-sekolah dipengaruhi keturunan dan faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Balita Balita adalah kelompok anak yang berumur dibawah 5 tahun. Umur balita 0-2 tahun merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, terutama yang penting adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil Transmitted Helminths Soil Transmitted Helminths adalah nematoda usus yang dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangan. Kecacingan oleh STH ini ditularkan

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi disebabkan oleh parasit cacing yang dapat membahayakan kesehatan. Penyakit kecacingan yang sering menginfeksi dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing tularan tanah merupakan cacing yang paling sering menginfeksi manusia, biasanya hidup di dalam saluran pencernaan manusia (WHO, 2011). Spesies cacing tularan

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang bersifat kronis yang ditularkan melalui tanah dan menyerang sekitar 2 milyar penduduk di dunia

Lebih terperinci

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG 12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG Makanlah Aneka Ragam Makanan Kecuali bayi diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya Triguna makanan; - zat tenaga; beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

Lebih terperinci

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG LEMBAR BALIK PENDIDIKAN GIZI UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG Disusun Oleh: Iqlima Safitri, S. Gz Annisa Zuliani, S.Gz Hartanti Sandi Wijayanti, S.Gz, M.Gizi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Yang Siklus Hidupnya Melalui Tanah 1. klasifikasi Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes dan mempunyai kelas Nematoda, sedangkan superfamili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 dalam Bab I Pasal 1 disebutkan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trichuris trichiura Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang hidup di sekum dan kolon ascending manusia. Pejamu utama T.trichiura adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di sebuah industri sangat penting untuk dilakukan tanpa memandang industri tersebut berskala besar ataupun kecil dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

Pencernaan mekanik terjadi di rongga mulut, yaitu penghancuran makanan oleh gigi yang dibantu lidah.

Pencernaan mekanik terjadi di rongga mulut, yaitu penghancuran makanan oleh gigi yang dibantu lidah. Kata pengantar Saat akan makan, pertama-tama yang kamu lakukan melihat makananmu. Setelah itu, kamu akan mencium aromanya kemudian mencicipinya. Setelah makanan berada di mulut, kamu akan mengunyah makanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa alam, dan sebagainya, yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan 1. Definisi Kecacingan secara umum merupakan infeksi cacing (Soil transmitted helminthiasis) yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain berfungsi sebagai

Lebih terperinci

IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD

IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD Disusun oleh : Cristin Dita Irawati/ 111134027/ PGSD Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Standar Kompetensi Makhluk Hidup dan Proses kehidupan 1. Mengidentifikasi fungsi

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN Oleh : Kelompok 7 Program Profesi PSIK Reguler A Prilly Priskylia 115070200111004 Youshian Elmy 115070200111032 Defi Destyaweny 115070200111042 Fenti Diah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang tersebar luas didaerah tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 lebih dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis cacing Sebagian besar infeksi cacing terjadi di daerah tropis yaitu di negaranegara dengan kelembaban tinggi dan terutama menginfeksi kelompok masyarakat dengan higiene

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichuira, cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti banyak manusia di seluruh dunia. Sampai saat ini penyakit kecacingan masih tetap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Nematoda Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral

Lebih terperinci