ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H"

Transkripsi

1 ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN INDAH JAYANGSARI. Analisis Dampak Trade Facilitation Terhadap Perdagangan Bilateral Intra-ASEAN. (dibimbing oleh Dedi Budiman Hakim). ASEAN didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 berdasarkan Bangkok Declaration atas prakarsa lima negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, dan Thailand. Tahun 1992 negara anggota menyepakati dokumen pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA) dalam waktu maksimal 15 tahun guna mencapai globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia. Dalam rangka menuju ke arah pembentukan AFTA, disepakati juga mekanisme utama yang digunakan yaitu Common Effective Preferential Tariff (CEPT), yaitu suatu konsep yang memberikan penekanan pada pengurangan atau penghapusan tarif serta nontarif untuk produk manufaktur hingga mencapai antara 0 sampai 5 persen. Pada tahun 2003, masing-masing negara anggota menurunkan hambatan perdagangan khususnya pada hambatan tarif yang direncanakan dalam AFTA (CEPT). Sebagai hasilnya, perkembangan perdagangan intra-asean menjadi sangat signifikan. Walaupun demikian, pengetahuan negara-negara anggota tentang dampak penurunan tarif impor pada perdagangan bilateral akan terbatas. Dalam merespon dampak yang terbatas tersebut, akan diperkenalkan pengukuran trade facilitation. Pengukuran ini bertujuan untuk menurunkan biaya transaksi dan meningkatkan efisiensi perdagangan. Beberapa produk yang termasuk ke dalam proses trade facilitation antara lain kosmetik, farmasi, listrik dan produk-produk telekomunikasi. Kosmetik, listrik dan telekomunikasi merupakan produk-produk yang masuk dalam suatu perjanjian yang telah disepakati bersama oleh negaranegara anggota ASEAN, yaitu suatu perjanjian yang dimulai pada tahun 1998 yang dikenal dengan nama Mutual Recognition Agreements (MRAs). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aliran perdagangan bilateral intra-asean. Selain itu akan dianalisa dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral intra-asean. Pada penelitian ini, untuk menganalisis dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral intra-asean digunakan gravity model yang akan diestimasi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Squares, OLS). Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari data impor, Gross Domestic Product (GDP), populasi, transparansi indeks, tarif, dan jarak antar ibukota negara. Adapun jenis data yang digunakan adalah data panel, yaitu penggabungan antara data time series dan data cross section yaitu Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, dan Thailand. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan bilateral intra-asean untuk komoditi kosmetik adalah GDP j (GDP negara pengimpor), POP i (populasi negara pengekspor), Transparansi Indeks (TI), Tarif, dan MRAs. Sedangkan untuk komoditi listrik dan telekomunikasi, perdagangan bilateral intra-asean dipengaruhi oleh GDP i (GDP negara pengekspor), GDP j (GDP negara pengimpor), POP i (populasi negara

3 pengekspor), Tarif, Jarak, dan MRAs. Perubahan pada masing-masing variabel ini akan mempengaruhi perdagangan bilateral intra-asean. Untuk melihat dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral intra-asean adalah dengan melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh kedua variabel yang mewakili indeks trade facilitation yaitu transparansi indeks dan Mutual Recognition Agreements (MRAs) untuk komoditi kosmetik, listrik dan telekomunikasi. Transparansi indeks dan MRAs memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perdagangan bilateral intra-asean untuk komoditi kosmetik. Dimana transparansi indeks memberikan pengaruh yang negatif sehingga menyebabkan volume perdagangan menjadi menurun. Sedangkan MRAs memberikan pengaruh yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa dimana setelah adanya perjanjian MRAs menyebabkan volume impor komoditi kosmetik menjadi meningkat, sehingga perdagangan juga menjadi semakin meningkat. Pada komoditi listrik dan telekomunikasi, transparansi indeks memberikan pengaruh yang tidak signifikan. Sebaliknya, MRAs memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perdagangan bilateral intra-asean akan tetapi memiliki nilai yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa setelah perjanjian MRAs justru menyebabkan volume impor komoditi listrik dan telekomunikasi menjadi menurun, sehingga perdagangan bilateral intra-asean untuk komoditi tersebut juga menjadi menurun. Hal ini disebabkan oleh menurunnya trend impor ASEAN pada tahun 2004 untuk komoditi listrik dan telekomunikasi yang disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan GDP pada tahun dan meningkatnya inflasi yang sangat tajam pada tahun Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa kebijakan trade facilitation di ASEAN untuk komoditi kosmetik, listrik dan telekomunikasi mengindikasikan bahwa kebijakan tersebut belum sepenuhnya efektif. Dengan demikian diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat juga menambahkan variabel lain yang dapat mewakili indeks trade facilitation dengan periode waktu yang lebih lama. Sehingga variabel-variabel yang ditambahkan diharapkan dapat memperjelas pembahasan perdagangan antar negara anggota ASEAN yang telah dilakukan pada penelitian ini.

4 ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN Oleh INDAH JAYANGSARI H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Indah Jayangsari Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Dampak Trade Facilitation Terhadap Perdagangan Bilateral Intra-ASEAN dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Menyetujui, Dosen Pembimbing, Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Tanggal Kelulusan: Dr. Ir. Rina Oktaviani, M. S. NIP

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Agustus 2006 Indah Jayangsari H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Indah Jayangsari lahir pada tanggal 10 Juni 1984 di Tangerang. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Suindra dan Zubaidah. Jenjang pendidikan penulis lalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada Madrasah Ibtidaiyah Al-Hidayah, Cirendeu, kemudian melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Negeri 3, Pondok Pinang dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Widuri, Lebak Bulus dan lulus pada tahun Pada tahun 2002 penulis meneruskan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam organisasi Hipotesa dan menjadi panitia pada Masa Perkenalan Jurusan dan Fakultas.

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul Analisis Dampak Trade Facilitation Terhadap Perdagangan Bilateral Intra-ASEAN. Perdagangan internasional merupakan topik yang menarik karena diharapkan dapat memberikan dampak yang positif bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi negara. Di samping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Sahara, M.Si yang telah menguji hasil karya ini, semua saran dan kritik beliau merupakan sesuatu ynag sangat berharga bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Muhammad Findi, M.Si selaku dosen Komisi Pendidikan atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Amzul Arifin, M. Sc atas bantuan dan kerja samanya dalam proses pengolahan data. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis. Dorongan dan dukungannya sangat berarti sekali selama proses penyelesaian skripsi ini. Tidak lupa penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman atas segala masukan, bantuan, dan dukungannya selama proses pembuatan skripsi ini, khususnya teman-teman satu bimbingan terima kasih atas kebersamaannya selama ini, hari-hari yang kita lalui bersama akan jadi kenangan yang tidak terlupakan bagi penulis.

9 Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Bantuan yang diberikan selama ini sangat membantu penulis dalam rangka penyelesaian skripsi ini. Sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Bogor, Agustus 2006 Indah Jayangsari H

10 vii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Manfaat Penelitian... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Teori Teori Perdagangan Internasional Definisi Trade Facilitation Gravity Model Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Konseptual Hipotesis III. METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Panel Data Model Pooled Model Efek Tetap (Fixed Effect) Perumusan Model Pengujian Hipotesis Uji t Uji F... 36

11 viii Koefisien Determinasi (R 2 ) Evaluasi Model IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Estimasi Model dan Uji Asumsi OLS Klasik Komoditi Kosmetik Komoditi Listrik dan Telekomunikasi Interpretasi Model Analisis Regresi Gravity Model pada Komoditi Kosmetik, Listrik dan Telekomunikasi Komoditi Kosmetik Komoditi Listrik dan Telekomunikasi Dampak Trade Facilitation Terhadap Perdagangan Bilateral Implikasi Kebijakan V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 68

12 ix DAFTAR TABEL Nomor Halaman 4.1. Hasil Estimasi dengan Model Efek Tetap (Fixed Effect) pada Komoditi Kosmetik Hasil Estimasi dengan Model Efek Tetap (Fixed Effect) Pada Komoditi Listrik dan Telekomunikasi... 44

13 x DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1.1. Alur Perdagangan Produk Manufaktur di ASEAN Sebelum MRAs Alur Perdagangan Produk Manufaktur di ASEAN Setelah MRAs Kurva Kemungkinan Produksi Analisis Parsial Pertambahan Populasi Kerangka Pemikiran Konseptual Trend Impor Komoditi Listrik dan Telekomunikasi Tahun Pertumbuhan GDP ASEAN 5 Tahun Pertumbuhan Inflasi ASEAN 5 Tahun

14 xi DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Panel untuk Komoditi Kosmetik di Lima Negara ASEAN Tahun Data Panel untuk Komoditi Listrik dan Telekomunikasi di Lima Negara ASEAN Tahun Hasil Estimasi Gravity Model dengan Metode Pooled Untuk Komoditi Kosmetik Hasil Estimasi Gravity Model dengan Metode Fixed Effect Untuk Komoditi Kosmetik Hasil Estimasi Gravity Model dengan Metode Pooled Untuk Komoditi Listrik dan Telekomunikasi Hasil Estimasi Gravity Model dengan Metode Fixed Effect Untuk Komoditi Listrik dan Telekomunikasi... 78

15 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 berdasarkan Bangkok Declaration atas prakarsa lima negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, dan Thailand. Tujuan didirikannya ASEAN adalah meningkatkan kerja sama ekonomi, perdagangan, dan sosial-budaya antar negara di kawasan Asia Tenggara. Inti pokok dari kerja sama ekonomi antar negara ASEAN adalah peningkatan lalu lintas perdagangan antar negara anggota ASEAN dengan memberikan perhatian khusus kepada peningkatan kerja sama regional. Kerja sama regional ini harus saling menguntungkan dan mampu memberi kontribusi pada masing-masing negara anggota ASEAN serta memberi prospek yang sangat cerah pada perkembangan ekonomi di negara Indonesia, baik secara mikro maupun secara makro (Hady, 2001). Suatu terobosan penting dalam kerja sama ekonomi intra-asean telah disetujui. Sidang para kepala pemerintahan ASEAN ke-4 di Singapura tanggal Januari 1992 antara lain menyepakati dokumen pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA) dalam waktu maksimal 15 tahun guna mencapai globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia. Keputusan ini telah memperlihatkan suatu langkah yang lebih maju untuk ASEAN. Dalam rangka menuju ke arah pembentukan AFTA disepakati juga mekanisme utama yang digunakan, yaitu Common Effective Preferential Tariff (CEPT), yaitu suatu konsep yang memberikan penekanan pada pengurangan atau penghapusan tarif serta non-tarif untuk produk manufaktur hingga mencapai

16 2 antara 0 sampai 5 persen. Mekanisme ini mulai diberlakukan Januari Barang-barang yang dimasukkan dalam CEPT tersebut yang diimpor dari sesama negara ASEAN akan dikenakan bea masuk yang sama di semua negara anggota. Bea masuk ini akan lebih rendah dari pada bea masuk terhadap barang sejenis yang diimpor dari luar ASEAN (Rachmadi, 1992). Berdasarkan dewan keempat AFTA dan pertemuan menteri-menteri ekonomi ASEAN yang ke-25, negara-negara anggota setuju untuk mempercepat implementasi AFTA melalui dua program penurunan tarif dibawah skema CEPT, antara lain : 1. The Fast Track Programme, menunjukkan bahwa (a) tarif di atas 20% akan diturunkan menjadi 0-5% dalam waktu 10 tahun. Negara-negara anggota yang melaksanakan program ini adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand, dan (b) tarif 20% dan di bawah 20% akan diturunkan menjadi 0-5% dalam waktu 7 tahun (1 Januari 2000). Negara yang melaksanakan program ini adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura. 2. The Normal Track Programme, menunjukkan bahwa (a) tarif diatas 20% akan diturunkan dalam dua tingkat : (1) Untuk tarif 20% akan diturunkan dalam waktu 5-8 tahun (1 Januari 2001) dan (2) Kemudian untuk tarif 0-5% dalam waktu 7 tahun sesuai dengan jadwal yang telah disetujui yang berakhir pada 1 Januari Dalam program ini, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand mulai melaksanakan pemotongan tarif normal track, (b) tarif 20% dan dibawah 20% akan diturunkan menjadi 0-5% dalam waktu 10 tahun.

17 3 Dalam skema CEPT ini produk yang disertakan adalah barang manufaktur, barang modal, dan hasil pertanian olahan. Produk-produk yang masuk ini berdasarkan sektoral pada tingkat 6 digit HS. Setiap negara mempunyai kode barang yang berbeda-beda, sehingga untuk masuk dalam skema CEPT negaranegara anggota ASEAN sepakat untuk melakukan pengharmonisasian sistem atau melakukan sistem penyeragaman pada kode barang yang dikenal dengan nama Harmonized System (HS). Sejak tahun 2003, masing-masing negara anggota menurunkan hambatan perdagangan khususnya pada hambatan tarif yang direncanakan dalam AFTA (CEPT). Sebagai hasilnya, perkembangan perdagangan intra-asean menjadi sangat signifikan. Walaupun demikian, pengetahuan negara-negara anggota tentang dampak penurunan tarif impor pada perdagangan bilateral akan terbatas. Dalam merespon dampak yang terbatas tersebut, akan diperkenalkan pengukuran trade facilitation. Pengukuran ini bertujuan untuk menurunkan biaya transaksi dan meningkatkan efisiensi perdagangan. Trade facilitation muncul sebagai isu penting dalam liberalisasi perdagangan unilateral, bilateral, dan multilateral. Pentingnya trade facilitation ini diakui secara nasional oleh semua pembuat kebijakan. Sebagian besar negara-negara melakukan perubahan luar biasa yang ditujukan pada penurunan biaya transaksi perdagangan. Akan tetapi tidak semua negara menempatkan trade facilitation tersebut dalam memulai perbaikan. Beberapa negara membutuhkan dukungan ekstra untuk memudahkan perdagangan karena mereka kekurangan sumber daya manusia dan sumber daya finansial. Dengan adanya trade facilitation ini akan

18 4 memudahkan aliran perdagangan antar negara-negara yang melakukan perdagangan, sehingga diharapkan dengan adanya trade facilitation ini perdagangan yang dilakukan oleh kedua negara yang berdagang menjadi lebih efisien dan aliran perdagangan menjadi semakin meningkat Perumusan Masalah Trade facilitation merupakan salah satu faktor kunci untuk pembangunan ekonomi dari suatu negara dan terkait dalam agenda nasional seperti kesejahteraan sosial, penurunan kemiskinan dan pembangunan ekonomi suatu negara dan masyarakatnya. Dalam konteks lingkup perdagangan internasional bea cukai memainkan peranan yang penting tidak hanya dalam mempertemukan tujuan dari pemerintah tetapi memastikan efektifitas dari kontrol yang menjamin pendapatan, tunduk terhadap hukum nasional, keamanan, dan melindungi masyarakat. Efisiensi dan efektifitas dari prosedur bea cukai memiliki pengaruh yang signifikan pada daya saing ekonomi suatu negara dan dalam pertumbuhan perdagangan internasional dan pembangunan pasar global. Beberapa produk yang termasuk ke dalam proses trade facilitation antara lain kosmetik, farmasi, listrik dan produk-produk telekomunikasi. Kosmetik, listrik dan telekomunikasi merupakan produk-produk yang masuk dalam suatu perjanjian yang telah disepakati bersama oleh negara-negara anggota ASEAN, yaitu suatu perjanjian yang dimulai pada tahun 1998 yang dikenal dengan nama Mutual Recognition Agreements (MRAs).

19 5 Adapun manfaat potensial melalui implementasi MRAs adalah sebagai berikut (Hakim, Arifin, dan Sahara, 2006) : (a) Mengurangi biaya. Para pedagang diperbolehkan menghindari prosedur pengujian yang berulang-ulang dan sertifikasi dari barang-barang ekspor bagi para anggota. Berdasarkan kesepakatan dari pengujian yang telah diakui dan proses sertifikasi barang-barang ekspor atau yang dijual di negara anggota lain secara otomatis diterima oleh badan regulasi. Dengan mengurangi tahapan pengujian dan sertifikasi barang, mereka dapat mengurangi biaya dari kedua prosedur dan menikmati keuntungan dari penjualan barang-barang yang berdaya saing tinggi dari negara-negara anggota lainnya. (b) Menyediakan akses pasar yang lebih besar. Saat hambatan teknik perdagangan dihilangkan, para pedagang akan mempunyai akses yang lebih besar pada negara mitra dagangnya. Ini diharapkan mereka dapat memperluas skala ekonomi mereka. (c) Meningkatkan kompetisi dan inovasi. Mengkombinasikan akses yang besar dan pengurangan biaya, para pedagang akan menghadapi kompetisi yang intensif dalam memproduksi barang oleh produsen dalam negeri dan barangbarang ekspor dari negara lain. Pada saat yang sama inovasi dan kualitas barang yang tinggi telah tersedia di pasaran. (d) Memastikan keamanan dari barang-barang yang di pasarkan diantara negaranegara anggota. Konsumen akan dipenuhi oleh barang-barang yang berkualitas tinggi dan terjaga. Ini karena penerapan dari MRAs akan diiringi dengan pemenuhan tindakan perlindungan terhadap konsumen. Barang yang

20 66 telah melewati proses sertifikasi akan diberi label berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan. Pada saat yang sama mereka akan menerima barang dengan harga yang lebih rendah. (e) Membangun forum bagi masing-masing para agen regulator sehingga dapat merubah pengalaman dan bekerja melalui praktek regulasi yang lebih baik. Perbedaan sebelum dan sesudah MRAs diperlihatkan pada gambar di bawah ini: Country A Regulatory body Country B Regulatory body Conformity Assessment Body : - Testing - Certification Conformity Assessment Body : - Testing - Certification Country A Test report Country B Test report Manufacture Gambar 1.1. Alur Perdagangan Produk Manufaktur di ASEAN Sebelum MRAs Sumber : ASEAN Sekretariat (Tidak dicantumkan Tahun) 1 1

21 7 Country A Country B Regulatory body MRAs Regulatory body Conformity Assessment Body : - Testing - Certification Country A Test report Conformity Assessment Body : - Testing - Certification Manufacture Gambar 1.2. Alur Perdagangan Produk Manufaktur di ASEAN Setelah MRAs Sumber : ASEAN Sekretariat (Tidak dicantumkan Tahun) Hubungan antara trade facilitation, aliran perdagangan, dan pembangunan kapasitas adalah kompleks dan menarik untuk dinilai baik secara empiris maupun didalam implementasi. Bahkan pada langkah awal hubungan trade facilitation dan aliran perdagangan, ditemukan masalah definisi dan pengukuran pada trade facilitation. Bagaimanapun juga saat tarif mengalami penurunan, hal ini menunjukkan bagaimana faktor-faktor lain yang mempengaruhi perdagangan telah menimbulkan kebijakan yang relevan. Ketika trade facilitation didefinisikan dan diukur, tantangan selanjutnya adalah untuk mengestimasi pengaruh trade facilitation terhadap aliran perdagangan. Perdagangan suatu negara akan merubah tidak hanya melalui perbaikan-perbaikan trade facilitation masing-masing negara, tetapi juga perbaikan-perbaikan pada mitra dagang lain. Perbedaan secara relatif dari

22 8 pentingnya usaha trade facilitation pada perdagangan, sebagaimana dihitung melalui kategori usaha trade facilitation atau kelompok mitra dagang menghasilkan negosiasi dan memfokuskan pada pembangunan kapasitas. Sehingga dengan adanya trade facilitation diharapkan dapat meningkatkan volume perdagangan antar negara anggota. Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aliran perdagangan bilateral intra- ASEAN untuk komoditi kosmetik, listrik dan telekomunikasi? 2. Bagaimana dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral intra- ASEAN untuk komoditi kosmetik, listrik dan telekomunikasi? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aliran perdagangan bilateral intra-asean untuk komoditi kosmetik, listrik dan telekomunikasi. 2. Menganalisa dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral intra- ASEAN untuk komoditi kosmetik, listrik dan telekomunikasi.

23 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis mengenai dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral intra-asean. Penelitian ini dilakukan hanya dalam lingkup perdagangan bilateral diantara 5 negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Phillipina, Singapura, dan Thailand. Sedangkan untuk mewakili indeks trade facilitation digunakan Transparency Index dan Mutual Recognition Agreements (MRAs) Manfaat Penelitian 1. Memberikan gambaran tentang trade facilitation dan dampaknya terhadap perdagangan bilateral. 2. Menambah pengetahuan dan memperluas wawasan tentang trade facilitation bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. 3. Sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan arah orientasi perdagangan internasional. 4. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan pada masa yang akan datang.

24 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Teori Teori Perdagangan Internasional Perdagangan adalah kegiatan jual beli barang atau jasa yang dilakukan secara terus-menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi. Perdagangan selalu menjadi kekuatan utama dalam hubungan ekonomi antar negara. Dalam World Economic and Social Survey yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), perdagangan komoditi internasional berjumlah sekitar 15% dari GDP dunia (Henderson dalam Anisa, 2004). Perdagangan dapat memberikan keuntungan bagi masing-masing negaranegara yang terlibat karena perdagangan akan mendorong spesialisasi produksi pada komoditi tertentu yang memiliki keuntungan komparatif sehingga negara yang bersangkutan dapat memusatkan segenap sumberdayanya pada sektor itu dan mengekspor sebagian outputnya untuk memperoleh keuntungan komoditi lain yang keunggulan komparatifnya tidak ia kuasai. Perdagangan atau pertukaran secara ekonomi dapat diartikan sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela. Perdagangan akan terjadi bila diantara pihak yang melakukan perdagangan mendapatkan manfaat atau keuntungan. Demikian pula halnya dengan perdagangan internasional. Dalam arti sempit, perdagangan internasional merupakan suatu gugusan masalah yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditi antar negara. Apabila

25 11 perdagangan internasional tidak ada masing-masing negara harus mengkonsumsi hasil produksinya sendiri (Salvatore, 1997). Negara-negara akan melakukan perdagangan bila mereka memperoleh manafaat atau keuntungan di dalam perdagangan tersebut (gains from trade). Karena dengan adanya perdagangan internasional akan berdampak cukup luas terhadap perekonomian suatu negara, baik aspek ekonomi maupun non-ekonomi. Ada dua alasan mengapa hal ini terjadi yaitu karena setiap negara mempunyai keunggulan komparatif yang berbeda dan untuk tujuan skala ekonomis (economies of scale) (Halwani dalam Margarettha, 2005) Definisi Trade Facilitation Trade facilitation didefinisikan sebagai usaha untuk memperoleh kenyamanan terbesar dalam perdagangan internasional melalui simplifikasi aktifitas ekonomi seperti perpindahan barang-barang dan jasa. Dalam pengertian luas, trade facilitation dapat didefinisikan sebagai penurunan atau pengurangan hambatan non tarif. Trade facilitation mencoba untuk menurunkan biaya-biaya dalam administrasi, standarisasi, teknologi, informasi, transaksi, tenaga kerja, komunikasi, asuransi dan keuangan, dan juga mengurangi biaya waktu (Kim and Park, 2004). Dalam pengertian sempit, usaha-usaha trade facilitation menunjukkan logistik perpindahan barang-barang melalui pelabuhan atau yang lebih efisien melalui perpindahan dokumentasi yang dihubungkan dengan perdagangan antar negara. Pada tahun-tahun belakangan ini, definisi telah diperluas yang mencakup lingkungan dimana didalamnya terdapat transaksi perdagangan, transparansi dan

26 12 profesionalisme bea cukai dan lingkungan pengaturan sebagaimana harmonisasi dari standarisasi dan dikonversikan terhadap peraturan internasional atau peraturan regional. Perpindahan ini difokuskan pada usaha trade facilitation dalam batas pada kebijakan domestik dan struktur institusional dimana pembangunan kapasitas dapat memainkan peranan penting. Sebagai tambahan, integrasi yang cepat dari jaringan teknologi informasi ke dalam perdagangan yang berarti bahwa definisi modern dari trade facilitation memerlukan cakupan konsep teknologi yang baik. Dalam menerangkan perluasan definisi trade facilitation, definisi trade facilitation memasukkan secara relatif elemen batas yang konkrit seperti efisiensi pelabuhan dan administrasi bea cukai, dan elemen di dalam batas seperti lingkup kebijakan domestik dan infrastruktur yang memungkinkan pelaksanaan e-bisnis (Wilson, Mann dan Otsuki, 2004). Kemampuan negara-negara untuk mengirimkan barang-barang dan jasajasa yang tepat waktu pada kemungkinan biaya terendah adalah faktor kunci dari integrasi ke dalam ekonomi dunia. Dengan penghapusan hambatan perdagangan dan ekspansi dalam volume perdagangan, kebijakan yang menghilangkan hambatan non-tarif dan mempercepat pergerakan barang-barang dan jasa melewati batas wilayah seperti trade facilitation yang mengedepankan agenda perdagangan. Definisi trade facilitation tidak henti-hentinya dikembangkan. Trade facilitation hendak membuat prosedur perdagangan seefisien mungkin melalui penyederhanaan dan harmonisasi dokumentasi, prosedur, dan aliran informasi (Roy dan Shweta Bagai, 2004).

27 Gravity Model Menurut Leamer (Anisa, 2004) terdapat tiga penjelasan gravity model. Pertama, berdasarkan fisika dalam pembahasan singkat. Kedua, mengidentifikasi persamaan sebagai reduced-form dengan variabel eksogen sisi demand (pendapatan dan populasi negara pengimpor), dan variabel sisi suplai (pendapatan dan populasi negara pengekspor). Di lain pihak karakteristik negara pengimpor dan pengekspor mengidentifikasi ukuran dari masing-masing negara, dengan semua aliran sebagai fungsi ukuran negara pada kedua sisi. Interpretasi ketiga didasarkan pada model probabilitas. Pada gravity model aliran perdagangan bilateral ditentukan oleh tiga kelompok variabel yaitu : 1. Variabel-variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor. 2. Variabel-variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor. 3. Variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antar negara pengekspor dan negara pengimpor. Model gravitasi adalah salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengestimasi berapa besarnya nilai barang yang keluar dan masuk di suatu wilayah. Gravity model pertama kali dikembangkan oleh Tinberger (1962) dan Poyhonen (1963) untuk menjelaskan aliran perdagangan bilateral oleh mitra dagang pada GNP dan jarak geografi antar negara. Model ini disebut gravity model, karena menggunakan suatu perumusan yang sama dengan model gravitasi Newton, dimana interaksi antara dua objek

28 14 adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masingmasing. Dalam bentuknya yang paling umum, konsep gravitasi dapat dirumuskan sebagai berikut (Richardson, H; edisi terjemahan oleh Sihotang, P, 2001 dalam Oktaviani dan Sahara, 2006). a b Ai A j I ij = k (2.1) d dimana : I ij c ij = Taksiran tingkat interaksi antara wilayah i dengan j A i, A j = Besarnya daya tarik wilayah i dan j d ij k = Ukuran jarak antar wilayah i dan j = Konstanta a, b, c = Parameter Dugaan Interaksi antara i dan j (I ij ) mencerminkan nilai dari aliran perdagangan suatu komoditas dari wilayah i ke wilayah j. Aliran perdagangan tersebut tidak hanya terbatas pada aliran perdagangan yang terjadi di tingkat negara tetapi juga meliputi arus perdagangan di wilayah bawahnya (propinsi/kabupaten). Di tingkat negara, penerapan model gravitasi tidak hanya diterapkan pada aliran perdagangan antar dua negara melainkan juga dapat diterapkan lebih dari 2 negara, misalnya aliran perdagangan antar negara ASEAN, APEC, dan EROPA UNION. Umumnya variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur besarnya daya tarik wilayah i dan j (A) adalah jumlah penduduk, Produk Domestik Bruto (PDB) ataupun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), nilai tukar, harga relatif komoditas yang diperdagangkan, dan lain-lain. Sedangkan variabel jarak (d ij ) dapat diukur melalui pendekatan biaya transportasi.

29 15 Linnemann memperlihatkan standar gravity model dalam bentuk logaritma adalah sebagai berikut (Beers, 2000) : Log X ij = β 0 + β 1 logy i + β 2 logy j + β 3 logn i + β 4 logn j + β 5 logd ij + β 6 logp ij + u ij (2.2) dimana : X ij Y i Y j N i N j D ij P ij u ij : Komoditi aliran perdagangan bilateral dari negara i ke negara j : GDP negara i : GDP negara j : Populasi negara i : Populasi negara j : Jarak antara negara i dan j : Dummy : standar error Model di atas menggambarkan pola normal atau sistematik dari perdagangan dunia yang digambarkan oleh determinan natural dari volume perdagangan seperti Y i, Y j, N i, N j, dan D ij. Variabel dummy integrasi ekonomi diperkenalkan untuk menjelaskan deviasi dari pola perdagangan ini pada faktor preferensial perdagangan. Variabel jarak bilateral dipakai untuk setiap aliran perdagangan bilateral. Spesifikasi model mengasumsikan bahwa rintangan hubungan jarak pada perdagangan menyebabkan timbulnya hambatan yang sama per unit jarak pada perdagangan dalam setiap arah. Anderson (1979: 113) memperoleh persamaan gravity secara bersamasama dengan memasukkan fungsi jarak bilateral ke dalam persamaan yang menunjukkan bahwa aliran dari i ke j tergantung pada jarak ekonomi dari i ke j relatif terhadap rata-rata terbobot perdagangan pada jarak ekonomi dari i ke semua

30 16 titik dalam sistem. Polak (1996) juga memperoleh model gravity pada variabel jarak efektif yang tergabung dalam penjumlahan pada variabel jarak absolut : Χ D ij j = β Υ i 0 β 1 i = θ D i Υ ij β 2 j Ν β 3 i GDPi Dimana θ i = GDP Ν asean β 4 j Ρ β 6 ij D D ij j β 8 (2.3) Modifikasi gravity model mengingatkan akan jarak bilateral relatif terhadap rata-rata terbobot dari jarak pengimpor ke semua para supplier yang potensial. Jika jarak bilateral tinggi dibandingkan dengan jarak rata-rata ke semua pengekspor potensial, pengimpor dilokasikan secara relatif kurang baik dan oleh sebab itu perdagangan bilateral menjadi menurun. Apabila pengimpor j dilokasikan secara relatif kurang baik, misalnya jarak efektif yang tinggi sebagai spesifikasi dalam persamaan di atas, hal tersebut masih menyisakan kemungkinan bahwa lokasi tersebut secara relatif menguntungkan dari perspektif pengekspor karena secara relatif akhirnya lokasi yang kurang baik menyebabkan tingginya rata-rata jarak untuk semua demanders potensial. Aliran perdagangan bilateral akan berpengaruh positif karena dampak spesifik tersebut (Beers, 2000) Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto) Gross Domestic Product (GDP) suatu negara adalah ukuran kapasitas untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. Kapasitas perekonomian suatu negara terbuka dapat diketahui berdasarkan kurva batas kemungkinan produksinya. Batas kemungkinan produksi adalah sebuah kurva yang memperlihatkan berbagai alternatif kombinasi dua komoditi yang dapat

31 17 diproduksi oleh sebuah negara dengan menggunakan semua sumberdayanya dengan teknologi terbaik yang dimilikinya. Komoditi Y KI KKP 2 KKP 1 E E X 1 X 2 X 3 Komoditi X Gambar 2.1. Kurva Kemungkinan Produksi Sumber : Salvatore (1997) Pada Gambar 2.1 terdapat dua kurva kemungkinan produksi, KKP 1 dan KKP 2. Dengan asumsi negara memproduksi komoditi ekspor X, maka apabila terjadi kenaikan GDP negara akan menambah kapasitas negara untuk memproduksi komoditi ekspor dan menggeser kurva KKP 1 menjadi KKP 2. Besar perubahan KKP tergantung pada besar perubahan GDP yang terjadi dan pergeseran ini menggambarkan pertambahan produksi domestik suatu negara. Sesudah terjadi pergeseran dengan asumsi konsumsi masyarakat sama dan negara mengekspor komoditi X, ekspor meningkat dari sebesar X 1 X 2 menjadi X 1 X Populasi Pertambahan populasi dapat mempengaruhi ekspor melalui dua sisi, yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Pada sisi penawaran, pertambahan populasi

32 18 dapat diartikan pertambahan tenaga kerja untuk melakukan produksi komoditi ekspor. Kenaikan kepemilikan tenaga kerja di suatu negara dari waktu ke waktu akan mendorong ke atas kurva-kurva batas kemungkinan produksi negara yang bersangkutan. Jenis dan tingkatan pergesaran tersebut tentu saja ditentukan oleh sejauh mana faktor produksi tenaga kerja mengalami pertumbuhan atau penambahan jumlah. Hal ini dapat pula digambarkan dengan Gambar 2.1 Kondisi awal kurva kemungkinan produksi adalah KKP 1. Dengan aadanya pertambahan populasi sisi penawaran maka terjadi pergeseran dari KKP 1 menjadi KKP 2. Hal ini menggambarkan peningkatan produksi domestik negara. Px/Py Px/Py Px/Py P 3 Sx A St P 3 A S P 4 Bt E t P 2 B E B * E E * B P A * 1 A Dx D Dx 0 X 0 X 2 X 1 X 0 X Pasar di negara 1 Hubungan perdagangan Pasar di negara 2 untuk komoditi X Internasional dalam untuk komoditi X komoditi X dengan bertambahnya populasi Sumber: Salvatore (1997) Gambar 2.2. Analisis Parsial Pertambahan Populasi Sx Pertambahan populasi sisi permintaan akan menyebabkan bertambah besarnya permintaan domestik. Dapat dilihat pada Gambar 2.2 pertambahan permintaan domestik pada negara eksportir akan menurunkan jumlah ekspor yang

33 19 dilakukan oleh negara 1. Keseimbangan yang berlaku pada pasar internasional berada pada tingkat harga P 4 dan jumlah komoditi yang diperdagangkan sebesar X 2, negara 2 akan menerima komoditi X lebih sedikit dengan tingkat harga yang lebih besar dari pada sebelum terjadi pertambahan populasi Indeks Transparansi (Transparency Index/TI) Indeks transparansi merupakan proksi dari custom procedure yang mengindikasikan tingkat korupsi suatu negara yang digambarkan secara kuantitatif (dengan angka), yang diterbitkan oleh lembaga independen yaitu Transparancy International (TI) di Berlin. Dengan adanya indeks ini kita dapat mengetahui transparansi yang menggambarkan kejujuran dari suatu negara, karena indeks ini menggambarkan good governance yang terkait dengan pelaku impor. Semakin besar indeks transparansi maka kemungkinan terjadinya korupsi semakin kecil sehingga menyebabkan perdagangan menjadi meningkat Tarif Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah sejak lama. Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yakni tarif impor (import tariff) dan tarif ekspor (export tariff). Tarif impor adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. Sedangkan tarif ekspor adalah pajak untuk suatu komoditi yang diekspor. Apabila ditinjau dari mekanisme perhitungannya, ada beberapa jenis tarif, yaitu tarif spesifik, tarif ad valorem, dan tarif campuran. Tarif spesifik

34 20 (specific tariff) dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor (misalnya pungutan 3 dolar untuk setiap barel minyak). Tarif ad valorem (ad valorem tariff) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya suatu negara memungut tarif 25 persen atas nilai atau harga dari setiap unit mobil yang diimpor). Sedangkan tarif campuran (compound tariff) adalah gabungan dari keduanya (Salvatore, 1997) Jarak Jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor. Biaya transportasi adalah salah satu faktor penghambat perdagangan internasional. Jarak meningkatkan biaya transaksi pertukaran barang dan jasa internasional. Semakin jauh terpisah suatu negara dengan yang lain semakin besar pula biaya transportasi pada perdagangan diantara keduanya. Dengan adanya biaya transportasi keuntungan yang diterima oleh suatu negara dari perdagangan internasional semakin kecil. (Krugman dalam Anisa 2004) mempertimbangkan jarak kedua negara sebagai determinan penting untuk pola perdagangan geografis Penelitian Terdahulu Studi mengenai trade facilitation dapat dilakukan menurut metode yang akan digunakan. Terdapat dua metode dalam trade facilitation, diantaranya adalah Computable General Equilibrium (CGE) model dan model ekonometrika (khususnya gravity model). APEC (1999) menggunakan CGE model dalam mengukur pengaruh liberalisasi perdagangan dan trade facilitation pada perdagangan serta pendapatan

35 21 riil pada negara-negara anggota APEC. Pengaruh perdagangan tersebut ditunjukkan oleh perubahan dalam volume barang-barang ekspor dan atau impor negara-negara anggota APEC. Sedangkan liberalisasi perdagangan dan trade facilitation menciptakan manfaat pada pendapatan riil melalui peningkatan efisiensi. Perbandingan antara pendapatan riil dan produksi menjadi lebih tinggi tanpa liberalisasi perdagangan dan trade facilitation. Hasil yang ditunjukkan oleh komite putaran Uruguay, ekspor barang-barang negara anggota APEC akan meningkat sebesar 5,3 persen. Apabila perjanjian APEC juga diimplementasikan, termasuk trade facilitation, maka nilainya menjadi sekitar 6,6 persen. Pengaruh pendapatan riil menunjukkan bahwa ketika sebagian dari komitmen putaran Uruguay diimplementasikan, hal tersebut akan memberikan keuntungan pendapatan per tahun sebesar US$114 milyar untuk anggota-anggota APEC. Sebagai tambahan, implementasi dari komitmen APEC akan lebih jauh meningkatkan keuntungan pada level sebesar US$189 milyar untuk anggotaanggota APEC (Hakim, Arifin, dan Sahara, 2006). APEC (2001) juga menggunakan CGE model dalam mempelajari pengaruh dari trade facilitation dan membandingkannya dengan pengaruh liberalisasi perdagangan pada perekonomian APEC. Penelitian menunjukkan bahwa pengaruh trade facilitaton jauh lebih unggul dan lebih mudah dipraktekkan dari pada liberalisasi perdagangan melalui peniadaan atau penurunan tarif impor. Dalam perhitungannya, liberalisasi perdagangan akan meningkatkan GDP APEC sebesar 0,98 persen (US$154 milyar), sementara itu trade facilitation akan meningkatkan GDP APEC sebesar 1,3 persen (US$204 milyar). Di masa yang

36 22 akan datang, penurunan hambatan perdagangan tradisional, akan membuat trade facilitation menjadi lebih penting (Hakim, Arifin, dan Sahara, 2006). Wilson, Mann dan Otsuki (2003) menganalisis hubungan antara trade facilitation, aliran perdagangan dan GDP per kapita untuk sektor barang-barang di negara APEC dengan menggunakan empat indikator dari trade facilitation, yaitu efisiensi pelabuhan, bea cukai, regulasi, dan e-bisnis. Penelitiannya menunjukkan bahwa perbaikan dalam efisiensi pelabuhan mempunyai pengaruh yang sangat positif dan signifikan terhadap perdagangan dan diikuti oleh perbaikan bea cukai dan pelaksanaan e-bisnis. Sedangkan indikator regulasi mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap perdagangan manufaktur APEC. Manfaat dari perbaikan trade facilitation akan meningkatkan perdagangan intra-apec sebesar $254 milyar dan GDP per kapita sebesar 4,3 persen. Wilson, Mann dan Otsuki (2004) dalam penelitiannya juga menggunakan gravity model untuk mengestimasi hubungan antara trade facilitation dan aliran perdagangan pada barang-barang manufaktur selama di 75 negara. Mereka menggunakan empat indikator dalam trade facilitation, yaitu efisisensi perdagangan, bea cukai, regulasi, dan jasa sektor infrastruktur. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa perbaikan dalam trade facilitation meningkatkan ekspor dan impor di setiap negara dan di dunia. Hasil lain menunjukkan bahwa total keuntungan dalam aliran perdagangan pada barang-barang manufaktur dari perbaikan trade facilitation adalah $377 milyar. Dalam penelitiannya Kim dan Park (2004) menggunakan gravity model untuk mengestimasi pengaruh liberalisasi perdagangan dan fasilitas perdagangan

37 23 terhadap perdagangan bilateral diantara 15 negara anggota APEC, dengan menggunakan empat indeks fasilitas perdagangan, yaitu prosedur bea cukai, standar dan penyesuaian, mobilitas bisnis, teknologi informasi dan komunikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh kreasi perdagangan positif yang signifikan terhadap perbaikan dalam pengukuran trade facilitation membuat usaha APEC untuk trade facilitation yang lebih baik sebagai alternatif kebijakan yang efektif untuk melengkapi kebijakan penurunan tarif. Mereka juga menemukan bahwa pengaruh kreasi perdagangan bilateral pada liberalisasi perdagangan melalui penurunan tarif atau perbaikan trade facilitation diantara negara-negara yang memiliki ketergantungan yang sangat tinggi seperti Korea, China, dan Jepang dalam APEC lebih kuat dari pada efek rata-rata yang meliputi perekonomian APEC Kerangka Pemikiran Konseptual Pada tahun 1992 negara-negara anggota ASEAN menyepakati pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA) guna mencapai globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia. Dalam rangka menuju ke arah pembentukan AFTA, disepakati pula mekanisme utama yang digunakan, yaitu Common Effective Preferential Tariff (CEPT). Implementasi AFTA (CEPT) memberikan dampak yang terbatas terhadap aliran perdagangan bilateral antar negara anggota. Sehingga menyebabkan menurunnya nilai perdagangan antar negara anggota. Dalam merespon dampak yang terbatas tersebut maka diperkenalkan pengukuran trade facilitation. Dimana dengan adanya pengukuran trade facilitation ini diharapkan dapat memberikan pengaruh yang signifikan pada perekonomian

38 24 masing-masing negara dalam rangka meningkatkan volume perdagangan diantara negara anggota ASEAN. Pengukuran trade facilitation kemudian diestimasi dengan menggunakan gravity model. Adapun variabel-variabel yang digunakan untuk menganalisis dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral intra-asean adalah GDP, populasi, transparansi indeks, tarif, jarak, dan dummy MRAs. Perdagangan bilateral dapat terjadi dalam dua bentuk, ekspor dan impor. Dalam penelitian ini digunakan variabel impor untuk mewakili perdagangan bilateral. Data impor terdiri dari dua produk, yaitu kosmetik, listrik dan telekomunikasi yang termasuk ke dalam perjanjian trade facilitation antar negara ASEAN. Data impor mengukur nilai impor yang datang ke suatu negara tertentu dari keempat negara partner. Sumber COMTRADE dipakai untuk data impor yang menggunakan dua digit HS1996, HS33 untuk kosmetik dan HS85 untuk listrik dan telekomunikasi. GDP mewakili ukuran ekonomi negara eksportir dan importir. Ukuran negara eksportir akan menentukan jumlah produksi komoditi ekspor (productive capacity) dan ukuran negara importir menentukan jumlah komoditi ekspor yang dapat dijual oleh negara eksportir (absorbtive capacity) (Kalbasi dalam Anisa, 2004). Ukuran ekonomi adalah kemampuan potensial negara untuk melakukan perdagangan luar negeri, yaitu kemamapuan kedua negara untuk menjual atau membeli komoditi ekspor. Semakin besar ukuran ekonomi negara eksportir maka semakin besar pula kemampuan untuk melakukan produksi komoditi ekspor.

39 25 Begitu pula bagi negara importir, semakin besar ukuran ekonomi negara importir maka semakin besar pula kemampuan untuk melakukan impor. Pada model yang digunakan dalam penelitian ini populasi tidak dibedakan antara sisi permintaan maupun sisi penawaran. Pada negara eksportir peningkatan populasi pada sisi permintaan akan meningkatkan permintaan domestik, maka tejadi penurunan penawaran ekspor dari negara tersebut. Apabila pertambahan populasi negara eksportir terjadi pada sisi penawaran maka hal ini berdampak pada pertambahan tenaga kerja untuk produksi komoditas ekspor negara tersebut. Kenaikan populasi sisi penawaran ini akan meningkatkan penawaran ekspor negara eksportir. Pertambahan populasi pada negara importir dapat berada pada sisi penawaran maupun sisi permintaan. Pada sisi penawaran pertambahan populasi akan meningkatkan produksi dalam negeri dalam hal kuantitas maupun diversifikasi produk negara importir. Kondisi ini akan mengakibatkan penurunan pada permintaan komoditi ekspor oleh negara importir. Pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatkan permintaan komoditi ekspor dari negara importir, maka jumlah komoditi yang diperdagangkan antara kedua negara semakin besar. Populasi besar memungkinkan skala ekonomi yang dapat meningkatkan produksi komoditi ekspor (Bergstrand dalam Anisa, 2004). Sehingga diharapkan populasi dapat berpengaruh positif. Indeks transparansi digunakan sebagai proksi yang mengindikasikan tingkat korupsi suatu negara yang digambarkan secara kuantitatif. Semakin besar

40 26 nilai indeks transparansi maka semakin kecil kemungkinan adanya korupsi. Dengan demikian perdagangan menjadi semakin meningkat. Pada penelitian ini tarif yang akan digunakan dalam model adalah Tarif Impor (Impor Tariff), yaitu pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. Pengenaan tarif impor akan memberikan keuntungan kepada produsen di negara-negara pengimpor karena harga produk domestik menjadi relatif lebih murah dibandingkan produk sejenis yang berasal dari impor. Semakin tinggi tarif yang dikenakan maka semakin rendah perdagangan yang terjadi antar dua negara yang melakukan perdagangan. Jarak merupakan indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan perdagangan. Jarak bersifat konstan tiap tahunnya. Jarak meningkatkan biaya transaksi pertukaran barang dan jasa internasional. Semakin jauh jarak yang memisahkan suatu negara dengan negara lain semakin besar biaya transportasi pada perdagangan diantara keduanya, sehingga perdagangan menjadi menurun. Walaupun demikian, adanya perkembangan teknologi transportasi dapat meminimisasi perbedaan waktu tempuh dan biaya pada perbedaan jarak antar negara. Dalam model yang diestimasi, jarak yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarak efektif (jarak ekonomi) yang dihitung berdasarkan GDP. Dimana jika dilihat dari perspektif pengimpor, posisi negara pengimpor yang relatif kurang baik yang digambarkan dengan semakin tingginya jarak yang mengindikasikan semakin tingginya GDP menyebabkan perdagangan menjadi menurun. Sedangkan jika dilihat dari perspektif pengekspor, semakin tingginya

41 27 jarak tersebut menyebabkan perdagangan menjadi meningkat, karena biaya yang dikeluarkan oleh negara pengimpor untuk melakukan impor komoditi menjadi lebih besar karena jaraknya yang jauh. Sehingga hal tersebut menguntungkan bagi negara pengekspor. Dummy variabel merupakan variabel yang merubah variabel kualitatif menjadi variabel kuantitatif. Banyaknya variabel dummy pada tiap variabel kualitatif tergantung pada banyaknya pilihan kategori dikurangi 1. Nilai yang digunakan adalah 0 yang menunjukkan ketidakhadiran ciri dan 1 yang menunjukkan kehadiran ciri. Dummy yang digunakan dalam penelitian ini adalah dummy terhadap perjanjian MRAs. Dummy tanpa MRAs diberi nilai 0 sedangkan dummy dengan MRAs diberi nilai 1. Dengan adanya perjanjian MRAs diharapkan perdagangan menjadi semakin meningkat, sehingga volume impor juga menjadi meningkat. Pada penelitian ini pengukuran trade facilitation yang diestimasi dengan menggunakan gravity model hanya mencakup lima negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, dan Thailand. Setelah dilakukan estimasi, akan dilihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perdagangann bilateral dan bagaimana dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral intra-asean. Di samping itu, dilihat pula kebijakan apa yang akan dilakukan dalam rangka meningkatkan volume perdagangan dan melihat apakah kebijakan trade facilitation untuk komoditi kosmetik, listrik dan telekomunikasi sudah efektif.

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H14102043 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional menurut Heckscher-Ohlin merupakan model analisis perdagangan antara dua negara yang mempunyai

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti yang sederhana adalah suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran

Lebih terperinci

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H14050818 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua analisis untuk membuat penilaian mengenai pengaruh ukuran negara dan trade facilitation terhadap neraca perdagangan, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS),

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Analisis Kinerja Ekspor Teh Indonesia ke Pasar ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Kutznets dalam Todaro dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti sempit adalah merupakan suatu gugus masalah yang timbul sehubungan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H

ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE 1984-2003 (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H14102061 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT OLEH ERIKA H14104023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H14102011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H i ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H14053157 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode 1982-2003) OLEH M. FAHREZA H14101011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah tumbuh dengan pesat dan memainkan peranan penting dan strategis dalam perekonomian global. Meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Aliran Perdagangan ASEAN dan Negara Anggota ASEAN Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap hasil estimasi model gravity untuk persamaan perdagangan dan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wealth of Nation (Halwani & Tjiptoherijanto, 1993). Dengan adanya

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wealth of Nation (Halwani & Tjiptoherijanto, 1993). Dengan adanya 58 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Perdagangan bebas yang menjadi landasan teori perdagangan internasional dicetuskan pertama kali oleh Smith (1776) dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan utama ekspor.

BAB III METODE PENELITIAN. yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan utama ekspor. digilib.uns.ac.id 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan suatu kajian masalah terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H 14104017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

2.2. Definisi Produk Makanan dan Minuman Olahan

2.2. Definisi Produk Makanan dan Minuman Olahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Ekspor Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor, sedangkan kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor. Kegiatan ekspor-impor

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H14103070 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN RINA MARYANI. Analisis

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA OLEH POPY ANGGASARI H14104040 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN ANALISIS

V. HASIL DAN ANALISIS 53 V. HASIL DAN ANALISIS 5.1. Analisis Regresi Data Panel Statis Tabel 8 menyajikan hasil estimasi koefisien regresi dari model data panel statis pada persamaan (1). Koefisien estimasi yang disajikan merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H

ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H14102059 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KOMODITAS KERAMIK DI INDONESIA OLEH HANY LARASSATI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KOMODITAS KERAMIK DI INDONESIA OLEH HANY LARASSATI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KOMODITAS KERAMIK DI INDONESIA OLEH HANY LARASSATI H14103088 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H14052628 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka waktu yang cukup lama untuk dapat

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H14101089 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

DAMPAK EFISIENSI LOKASI INDUSTRI TERHADAP NILAI TAMBAH SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERIK PRIYADI SIMATUPANG H

DAMPAK EFISIENSI LOKASI INDUSTRI TERHADAP NILAI TAMBAH SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERIK PRIYADI SIMATUPANG H DAMPAK EFISIENSI LOKASI INDUSTRI TERHADAP NILAI TAMBAH SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERIK PRIYADI SIMATUPANG H14102031 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

PROYEKSI PENAWARAN TEBU INDONESIA TAHUN 2025 : ANALISIS RESPON PENAWARAN OLEH I MADE SANJAYA H

PROYEKSI PENAWARAN TEBU INDONESIA TAHUN 2025 : ANALISIS RESPON PENAWARAN OLEH I MADE SANJAYA H PROYEKSI PENAWARAN TEBU INDONES SIA TAHUN 2025 : ANALISIS RESPON PENAWA ARAN OLEH I MADE SANJAYA H14053726 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMENN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PROYEKSI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA OLEH YULI WIDIANINGSIH H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA OLEH YULI WIDIANINGSIH H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA OLEH YULI WIDIANINGSIH H14053143 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Regional Trade Agreements (RTA) didefinisikan sebagai kerjasama perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup free trade agreements (FTA),

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H14094021 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya tercermin dari

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMASARAN INTERNASIONAL

PEMASARAN INTERNASIONAL PENGANTAR PEMASARAN PEMASARAN INTERNASIONAL Suwandi PROGRAM STUDI MANAGEMENT RESORT & LEISURE UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG PEMASARAN INTERNASIONAL 1. Globalisasi perdagangan dunia 2. Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak pernah lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Karena pembangunan ekonomi mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun negara yang tidak

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Gravity Model Gravity model adalah model yang awalnya digunakan untuk menganalisa secara statistik arus barang/uang diantara secara bilateral antara dua pihak yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Association of South East Asian Nation (ASEAN), yaitu Kamboja, Indonesia,

BAB III METODE PENELITIAN. Association of South East Asian Nation (ASEAN), yaitu Kamboja, Indonesia, BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah sembilan negara anggota Association of South East Asian Nation (ASEAN), yaitu Kamboja, Indonesia, Myanmar, Singapura,

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H14104036 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan berbagai rumusan masalah yang terdapat pada Bab 1 dan memberikan saran bagi berbagai

Lebih terperinci

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS. Oleh. Baida Soraya /MAG

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS. Oleh. Baida Soraya /MAG 1 ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS Oleh Baida Soraya 117039030/MAG PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN PASAR MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH EDI SUMANTO H

ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN PASAR MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH EDI SUMANTO H ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN PASAR MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH EDI SUMANTO H14102021 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN EDI

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H14050754 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder selama enam tahun pengamatan (2001-2006). Pemilihan komoditas yang akan diteliti adalah sebanyak lima komoditas

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENERIMAAN DENGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PERKAPITA PROVINSI DI INDONESIA. Oleh Noviyani H

HUBUNGAN PENERIMAAN DENGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PERKAPITA PROVINSI DI INDONESIA. Oleh Noviyani H HUBUNGAN PENERIMAAN DENGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PERKAPITA PROVINSI DI INDONESIA Oleh Noviyani H14103053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARA IKLIM INVESTASI BERDASARKAN PERSEPSI PELAKU USAHA DAN REALISASI INVESTASI: KASUS PROVINSI JAWA BARAT OLEH ARDANI JANUAR H

KETERKAITAN ANTARA IKLIM INVESTASI BERDASARKAN PERSEPSI PELAKU USAHA DAN REALISASI INVESTASI: KASUS PROVINSI JAWA BARAT OLEH ARDANI JANUAR H KETERKAITAN ANTARA IKLIM INVESTASI BERDASARKAN PERSEPSI PELAKU USAHA DAN REALISASI INVESTASI: KASUS PROVINSI JAWA BARAT OLEH ARDANI JANUAR H14051312 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS?

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? Oleh: Ahmad Syariful Jamil, S.E., M.Si Calon Widyaiswara Ahli Pertama Belum selesai proses penarikan diri Inggris dari keanggotaan Uni Eropa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya

Lebih terperinci

DAN. Oleh H DEPARTEMEN MEN

DAN. Oleh H DEPARTEMEN MEN DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI LISTRIK DI KAWASAN TIMUR INDONESIA Oleh SIGIT YUSDIYANTO H14104079 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEM

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan meliputi perancangan penelitian, perumusan masalah, pengumpulan data pada berbagai instansi terkait, pemrosesan data, analisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan berupa data sekunder baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data sekunder kuantitatif terdiri dari data time series dan cross section

Lebih terperinci

BAB IV. MODEL GRAVITASI, METODOLOGI PENELITIAN DAN SUMBER DATA

BAB IV. MODEL GRAVITASI, METODOLOGI PENELITIAN DAN SUMBER DATA BAB IV. MODEL GRAVITASI, METODOLOGI PENELITIAN DAN SUMBER DATA IV.1 Model Gravitasi dalam Model Perdagangan Internaional Model gravitasi pertama kali dikembangkan oleh Newton (1687) untuk menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI INDONESIA: APLIKASI HUKUM OKUN OLEH REINHARD JANUAR SIMAREMARE H

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI INDONESIA: APLIKASI HUKUM OKUN OLEH REINHARD JANUAR SIMAREMARE H ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI INDONESIA: APLIKASI HUKUM OKUN OLEH REINHARD JANUAR SIMAREMARE H14102038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI EKSPOR PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN OLAHAN INDONESIA DI PASAR NON-TRADISIONAL ASIA OLEH MARIA ULFAH H

ANALISIS POTENSI EKSPOR PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN OLAHAN INDONESIA DI PASAR NON-TRADISIONAL ASIA OLEH MARIA ULFAH H ANALISIS POTENSI EKSPOR PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN OLAHAN INDONESIA DI PASAR NON-TRADISIONAL ASIA OLEH MARIA ULFAH H14080065 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang terdiri dari data time series tahunan selama periode tahun 2003-2010 dan

Lebih terperinci