SKRIPSI ANALISIS POLA ALIRAN UDARA DAN SUHU PADA KANDANG AYAM PEDAGING BERATAP MONITOR MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI ANALISIS POLA ALIRAN UDARA DAN SUHU PADA KANDANG AYAM PEDAGING BERATAP MONITOR MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD)"

Transkripsi

1 SKRIPSI ANALISIS POLA ALIRAN UDARA DAN SUHU PADA KANDANG AYAM PEDAGING BERATAP MONITOR MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) Oleh : UPI MUFLIHATI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 ANALISIS POLA ALIRAN UDARA DAN SUHU PADA KANDANG AYAM PEDAGING BERATAP MONITOR MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : UPI MUFLIHATI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN ANALISIS POLA ALIRAN UDARA DAN SUHU PADA KANDANG AYAM PEDAGING BERATAP MONITOR MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : UPI MUFLIHATI F Dilahirkan pada tanggal 22 Oktober 1983 Di Pandeglang Menyetujui, Ir. Meiske Widyarti, M.Eng Pembimbing I Dr. Ir. Dyah Wulandini, M.Si Pembimbing II Mengetahui, Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen TEP 3

4 UPI MUFLIHATI. Analisis Pola Aliran Udara dan Suhu di dalam Kandang Ayam Pedaging Beratap Monitor dengan Menggunakan Teknik Computational Fluid Dynamic (CFD). Dibawah Bimbingan Ir. MEISKE WIDYARTI, M. Eng dan Dr Ir. DYAH WULANDINI, M. Si RINGKASAN Daging ayam merupakan salah satu jenis makanan sumber protein hewani yang harganya relatif terjangkau untuk mayoritas penduduk dan banyak disukai. Ayam ras broiler merupakan ternak unggas yang diusahakan dalam skala rumah tangga dan industri peternakan. Dalam usaha peningkatan kuantitas dan kualitas produksi, selain faktor bibit dan makanan, juga diperlukan suatu perkandangan dan manajemen pemeliharaan yang baik. Dalam hal ini kandang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam usaha budidaya ayam ras broiler. Kandang yang baik adalah kandang yang memenuhi persyaratan teknis untuk perkembangan ayam dan mampu menyediakan kondisi lingkungan mikro yang dibutuhkan oleh ayam. Lingkungan mikro yang sangat berpengaruh dalam budidaya ayam adalah suhu, RH, dan pola aliran udara di dalam kandang. Untuk mengetahui kondisi suhu dan pola aliran udara di dalam kandang dapat dilakukan analisis terhadap suhu dan pola aliran udara di dalam kandang, salah satu metoda menganalisis suhu dan pola aliran di dalam kandang adalah dengan metode Computational Flid Dynamic (CFD). Penelitian ini bertujuan untuk menganilisis pola aliran udara dan suhu di dalam kandang ayam ras pedaging dengan menggunakan CFD, melakukan validasi suhu dan pola aliran udara hasil pengukuran dengan hasil CFD, menganilisi RH, dan menganalisis kesesuaian kandang untuk kebutuhan ayam. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2006 di Laboratorium Lapangan Kandang Unggas Blok B Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diketahui bahwa hasil simulasi suhu menunjukkan pola sebaran suhu di dalam kandang seragam, dengan standar deviasi rata-rata 0.05ºC. Sedangkan pola sebaran aliran udara tidak seragam, dengan kecepatan udara maksimum sebesar 0.56 m/det pada bukaan ventilasi kandang bagian belakang dan kecepatan udara minimum adalah 0.07 m/det pada bukaan ventilasi kandang bagian samping, dengan standar deviasi rata-rata kecepatan udaranya adalah 0.49m/det. Hasil validasi pada suhu menunjukkan bahwa suhu hasil pengukuran dengan hasil simulasi valid untuk simulasi pada pukul 08.00, 12.00, dan 14.00, sedangkan untuk simulasi pada pukul tidak valid. Hasil validasi kecepatan udara menunjukkan adanya perbedaan yang tinggi antara kecepatan udara hasil simulasi dengan kecepatan udara hasil pengukuran. RH udara rata-rata di dalam kandang adalah 73%, belum mencapai tingkat yang optimum untuk kebutuhan ayam. Suhu udara minimum di dalam kandang adalah 27ºC dan suhu maksimum di dalam kandang adalah 33.1 ºC, belum mencapai suhu kandang optimum yang dibutuhkan oleh ayam. Dari hasil pengukuran di lapangan dan hasil simulasi disimpulkan bahwa adanya bukaan pada atap memberikan kontribusi pada sirkulasi udara yang terjadi di dalam kandang. 4

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 22 Oktober 1983, anak dari pasangan M. Indik dan Sukriyah. Anak ke-sembilan dari sepuluh bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Islam Mathla ul Anwar Pusat Menes, Pandeglang (tahun lulus 1996), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di MTs. Mathla ul Anwar Pusat Menes, Pandeglang (tahun lulus 1999), dan Sekolah Menegah Umum di SMU N 1 Pandeglang (tahun lulus 2002). Pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2003 penulis lulus dari program Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dan masuk Fakultas Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Pertanian, Sub Program Studi Teknik Sipil Pertanian. Selama menjadi mahasiswa di IPB penulis telah melakukan Praktek Lapangan di Dinas Pertanian dan Peternakan di Pandeglang, Banten pada tahun 2005, aktif di Rohis Kelas TEP angkatan 39 sebagai Koordinator Keputrian periode penulis juga aktif di DKM AL Fath FATETA sebagai Staf Pengembangan Sumberdaya Manusia periode , sebagai Kepala Departemen Keputrian DKM Al Fath periode , sebagai koordinator Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keputrian Al Fath periode Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis melakukan penelitian dalam rangka menyusun karya tulis ilmiah dengan judul Analisis Pola Aliran Udara dan Suhu pada Kandang Ayam Ras Pedaging Beratap Monitor Menggunakan Teknik Computational Fluid Dynamic (CFD) dibawah bimbingan Ir. Meiske Widyarti, M. Eng sebagai pembimbing I, dan Dr. Ir. Dyah Wulandini, M. Si sebagai pembimbing II. 5

6 KATA PENGANTAR Segala puji hanya bagi Allah SWT, Yang Maha pemberi rahmat bagi umat Nya, yang Maha pemberi kemudahan atas setiap kesulitan hamba Nya, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pola Aliran Udara dan Suhu pada Kandang Ayam Pedaging Beratap Monitor Menggunakan Teknik Computational Fluid Dynamic (CFD). Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang senantiasa berjuang dalam mengembalikan kemuliaaan Islam di muka bumi ini. Dalam pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Meiske Widyarti, M. Eng. selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Dyah Wulandini, M. Si. selaku pembimbing II atas bimbingannya kepada penulis selama ini. kepada Ibu Ir. Suniarsih, M. Si. atas kemudahan fasilitas yang diberikan selama pengambilan data dilakukan. Pak Ahmad, Pak Harto, dan Pak Tresnandi atas bantuannya kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga untuk keluarga tercinta, Ibu dan Abah untuk cinta, dukungan, dan do a yang senantiasa dipanjatkan untuk kesuksesan penulis, T,Eti&K Agus, A Aep&T Heni, A Uuf&T Tatu, A Olih&T Iin, T Mia&K Iksan, A Iif&T Desi, T Susi, A Iwan dan adikku tercinta Tahir atas dukungannya selama ini. Untuk keponakankeponakanku, Yogi, Neng, Puput, Gagan, Kiki, Abi, Galih, Aip, Nida, Nadia, Fajri, Nabil, dan Ahmad atas keceriaannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Baby dan B gon atas kekompakkannya, teman-teman ACESC 39, serta teman-teman TEP 39, atas kebersamaannya, Nini, Asti, Neng, Ratih, dan Didi atas persahabatannya, temanteman di SA, T Siti, Nisa, Denop, Zikra, Nunung, dan Ida, teman-teman seperjuanganku di DKM Al Fath, atas indahnya ikatan akidah ini. Serta pihakpihak yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini tetapi tidak dapat penulis tuliskan satu per satu. 6

7 Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk kepentingan perbaikannya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada setiap pembacanya. Bogor, September 2006 Upi Muflihati ii 7

8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SIMBOL... Halaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...18 B. Tujuan...19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Ras Broiler ( Ayam Ras Pedaging )...20 B. Kandang...21 C. Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara...23 D. Angin...25 E. Ventilasi...26 F. Teknik Simulasi Computational Fluid Dynamic(CFD)...27 III. PENDEKATAN TEORITIK A. Teknik Simulasi CFD...29 B. Perhitungan RH...32 C. Perhitungan Kecepatan Udara...34 D. Analisis Teknik...35 IV. PERCOBAAN A. Tempat dan Waktu Penelitian...36 B. Alat dan Bahan...36 C. Parameter Yang Diukur...37 D. Metode...38 E. Model Kandang...39 F. Kondisi Awal Dalam Simulasi CFD...39 G. Kondisi Batas Dalam Simulasi CFD...40 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi CFD Untuk Kandang Ayam Bentuk Domain 3D Kandang Ayam Sebaran Suhu Di Dalam Kandang Sebaran RH di Dalam Kandang Sebaran Kecepatan Angin di Dalam Kandang B. Validasi Hasil Simulasi Validasi Suhu Validasi RH Validasi Kecepatan Angin C. Kondisi Lingkungan Kandang...61 i iii v vi ix xii 8

9 1. Suhu RH Pola Aliran Udara di Dalam Kandang VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...66 B. Saran...67 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN iv 9

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Rata-rata jumlah ransum dan air minum yang dikonsumsi per ekor ayam ras pedaging... 4 Tabel 2. Pengaruh temperatur terhadap bobot hidup dan konsumsi pakan pada ayam pedaging umur 1-49 hari... 7 Tabel 3. Suhu udara rata-rata harian di dalam kandang Tabel 4. Kecepatan Udara Rata-rata Pada Outlet

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Tipe-tipe atap yang digunakan untuk kandang... 5 Gambar 2. Diagram proses pemanasan pada kurva psikrometrik Gambar 3. Lokasi titik-titik pengukuran Gambar 4. Geometri model kandang hasil simulasi skenario Gambar 5. Geometri model kandang hasil simulasi skenario Gambar 6. Proses iterasi pada skenario Gambar 7. Proses iterasi pada skenario Gambar 8. Sebaran suhu udara simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m Gambar 9. Sebaran suhu udara simulasi skenario 1, pukul pada bidang YZ, pada X= 3.5 m Gambar 10. Sebaran suhu udara simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m Gambar 11. Sebaran suhu udara simulasi skenario 2, pukul 16.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m Gambar 12. Kontur udara simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m Gambar 13. Kontur udara simulasi skenario 1, pukul 12.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m Gambar 14. Kontur udara simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m Gambar 15. Kontur udara simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m Gambar 16. Vektor aliran udara di dalam kandang pada simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m Gambar 17. Vektor aliran udara di dalam kandang pada simulasi skenario 1, pukul 12.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m Gambar 18. Vektor aliran udara di dalam kandang pada simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m

12 Gambar 19. Vektor aliran udara di dalam kandang pada simulasi skenario 2, pukul 16.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m.. 35 Gambar 20. Validasi suhu udara hasil simulasi (T simulasi ) terhadap suhu pengukuran (T ukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul pada X=3.5 m Gambar 21. Validasi suhu udara hasil simulasi (T simulasi ) terhadap suhu pengukuran (T ukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul pada X=3.5 m Gambar 22. Validasi suhu udara hasil simulasi (T simulasi ) terhadap suhu pengukuran (T ukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul pada X=3.5 m Gambar 23. Validasi suhu udara hasil simulasi (T simulasi ) terhadap suhu pengukuran (T ukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul pada X=3.5 m Gambar 24. Validasi RH hasil perhitungan (RH hitung ) terhadap RH pengukuran (RH ukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul pada Z = 0.2 m Gambar 25. Validasi RH hasil perhitungan (RH hitung ) terhadap RH pengukuran (RH ukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul pada Z = 0.2 m Gambar 26. Validasi RH hasil perhitungan (RH hitung ) terhadap RH pengukuran (RH ukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul pada Z = 0.2 m Gambar 27. Validasi RH hasil perhitungan (RH hitung ) terh dap RH pengukuran (RH ukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul pada Z = 0.2 m Gambar 28. Validasi kecepatan udara hasil simulasi (V simulasi ) terhadap kecepatan pengukuran (V ukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul pada Z = 0.2 m Gambar 29. Validasi kecepatan udara hasil simulasi (V simulasi ) terhadap kecepatan pengukuran (V ukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul pada Z = 0.2 m vii 12

13 Gambar 30. Validasi kecepatan udara hasil simulasi (V simulasi ) terhadap kecepatan pengukuran (V ukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul pada Z = 0.2 m Gambar 31. Validasi kecepatan udara hasil simulasi (V simulasi ) terhadap kecepatan pengukuran (V ukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul pada Z = 0.2 m viii 13

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kandang Lampiran 2. Denah tata letak kandang Lampiran 3. Data Input CFD Lampiran 4. Contoh Perhitungan Lampiran 5. Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 simulasi 08.00, pada x=3.5 m) Lampiran 6. Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 simulasi 08.00, pada y=26 m) Lampiran 7. Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 simulasi 12.00, pada x=3.5 m) Lampiran 8. Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 simulasi 12.00, pada y=26 m) Lampiran 9. Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi 14.00, pada x=3.5 m) Lampiran 10. Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi 14.00, pada y=26 m) Lampiran 11. Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi 16.00, pada x=3.5 m) Lampiran 12. Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi 16.00, pada y=26 m)

15 Lampiran 13. RH hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 simulasi 08.00, pada z=0.2 m) Lampiran 13. Data RH hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 simulasi 12.00, pada z=0.2 m) Lampiran 13. Data RH hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi 14.00, pada z=0.2 m) Lampiran 13. Data RH hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi 16.00, pada z=0.2 m) Lampiran 14. Sebaran suhu udara simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m Lampiran 14. Sebaran kecepatan udara simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m Lampiran 15. Vektor kecepatan udara simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m Lampiran 15. Sebaran suhu udara simulasi skenario 1, pukul 12.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m Lampiran 16. Sebaran kecepatan udara simulasi skenario 1, pukul 12.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m Lampiran 16. Vektor kecepatan udara simulasi skenario 1, pukul 12.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m Lampiran 17. Sebaran suhu udara simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m Lampiran 17. Sebaran kecepatan udara simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m Lampiran 18. Vektor kecepatan udara simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m Lampiran 18. Sebaran suhu udara simulasi skenario 2, pukul pada bidang XZ pada Y = 26 m x

16 Lampiran 29. Sebaran kecepatan udara simulasi skenario2, pukul 16.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m Lampiran 29. Sebaran suhu udara simulasi skenario 2, pukul 16.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m xi

17 DAFTAR SIMBOL Simbol Satuan A luas m 2 a absorbsivitas Cp panas jenis (kj/kg C) F faktor koreksi g percepatan gravitasi (m/s 2 ) H entalpi (kj/kg uap air) h koefisien pindah panas (W/m 2 C) I iradiasi surya (W/m 2 ) K konduktivitas panas (W/m 2 C) L panjang karakteristik (m) L g panjang tali gabus (cm) m massa bola gabus (kg) P tekanan (Pa) P atm tekanan atmosfer (Pa)? massa jenis (kg/m 3 ) r jari-jari gabus (m) RH kelembaban relatif (%) T suhu ( C) t waktu (menit)?t selang waktu (menit) v kecepatan udara (m/s) v? kecepatan udara (m/s) x simpangan gabus (cm) u nilai pengukuran Subskip: a in IR out r udara luar inlet iradiasi outlet udara dalam ruang 17

18 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu jenis makanan sumber protein hewani yang harganya relatif terjangkau untuk mayoritas penduduk dan banyak disukai. Untuk memenuhi permintaan akan daging ayam yang terus meningkat, saat ini semakin berkembang usaha peternakan ayam ras pedaging, baik yang dikelola oleh peternakan rakyat, perorangan maupun badan usaha. Ayam ras pedaging (broiler) merupakan ternak unggas yang diusahakan dalam skala rumah tangga dan industri peternakan. Ayam ras pedaging secara genetik sengaja diciptakan sedemikian rupa sehingga dalam waktu yang relatif singkat sudah dapat dipanen. Daging ayam jenis ini adalah daging ayam yang umumnya dijual di pasaran. Dalam usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi, selain faktor bibit dan makanan, juga diperlukan suatu perkandangan dan manajemen yang baik. Dalam hal ini kandang merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh, karena ayam ras pedaging selama masa pemeliharaannya tinggal di dalam kandang. Bangunan kandang yang baik adalah bangunan kandang yang mampu menciptakan lingkungan dalam bangunan yang sesuai dengan kebutuhan ayam untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik. Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat penting untuk kebutuhan pertumbuhan dan produksi ayam ras pedaging. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan nafsu makan ayam berkurang, begitu juga dengan kemampuan untuk mengkonversi pakan menjadi daging berkurang juga. Salah satu usaha agar suhu di dalam kandang tidak terus meningkat dan mendekati suhu yang sesuai dengan kebutuhan ayam dapat dilakukan dengan sistem ventilasi. Bangunan kandang dengan ventilasi yang baik akan memperlancar pertukaran udara dalam kandang, sehingga tidak menimbulkan bau dan mencegah perkembangan bibit penyakit. Ventilasi adalah pertukaran / pergerakan udara melewati bukaan bangunan untuk memindahkan panas yang ada dalam bangunan yang disebabkan oleh radiasi matahari. Ventilasi alamiah 18

19 merupakan ventilasi yang paling ekonomis. Dengan ventilasi diharapkan pertukaran udara yang lama dengan dengan udara yang baru dapat berlangsung dengan baik Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa ayam membutuhkan kandang yang baik untuk hidupnya. Kandang yang baik adalah kandang yang kondisinya sesuai untuk ayam tersebut, seperti memiliki pola aliran udara yang berjalan dengan baik serta besarnya cukup. Untuk mengetahui apakah pertukaran udara di dalam kandang sudah baik atau belum, perlu dilakukan analisa pola aliran udara. Pemecahan analisis aliran udara dapat dilakukan dengan metode Computational Fluid Dynamic (CFD). Metode CFD menggunakan analisis numerik yaitu kontrol volume sebagai elemen dari integrasi persamaanpersamaan keseimbangan massa, momentum dan energi ( Versteeg dan Malalasekera, 1995). Dengan demikian penyelesaian persaman untuk benda dua dimensi atau tiga dimensi lebih cepat dan dapat dilakukan dengan simultan. Melaui CFD dapat ditentukan desain yang tepat untuk bangunan kandang ayam. B. Tujuan 1. Melakukan analisis dinamika fluida untuk mendapatkan pola sebaran suhu dan kecepatan udara dalam kandang. 2. Melakukan validasi antara hasil pengukuran dengan perhitungan menggunakan CFD. 3. Melakukan analisis kelembaban relatif (RH) udara di dalam kandang. 4. Melakukan analisis kesesuaian kandang untuk produksi ayam. 19

20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Ras Broiler ( Ayam Ras Pedaging ) Ayam ras broiler merupakan salah satu jenis ayam yang dipelihara di Indonesia secara komersial dan termasuk ayam tipe pedaging yang telah dikembangkan secara khusus untuk pemasaran pada umur dini. Ayam ras pedaging ini biasanya dijual ketika berbobot sekitar 1.4 kg yaitu pada umur 7-14 minggu, tergantung pada efisiensi pengusahaannya (Darmadja, 1993). Sebuah peternakan ayam ras boiler akan lebih berhasil jika ayam yang dipelihara adalah ayam jantan, hal ini karena pertumbuhan ayam jantan lebih baik dari pada ayam betina, begitu juga dengan kemampuan mengkonversi pakannya (Wathes dan Charles, 1994). Ayam ras pedaging memerlukan lingkungan dan ransum tertentu untuk pertumbuhan dan perkembangannya agar mencapai tingkat yang optimum. Menurut AAK (1991), suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan ayam ras pedaging adalah 21ºC dengan kelembaban relatif yang optimum adalah 60%. Sedangkan menurut Darmadja (1993), ayam ras pedaging yang diternakkan pada suhu 17.0ºC 18.3ºC akan lebih berat daripada ayam yang diternakkan pada suhu antara 18.3ºC 35.0ºC, akan tetapi efisiensi pengubahan makanannya lebih kecil. Dalam ransum yang diberikan harus terdapat semua zat makanan yang penting untuk pertumbuhan yang cepat. Selain itu dalam ransum makanan yang diberikan biasanya ditambahkan antibiotika dan bahan-bahan tambahan lainnya. Ayam ras pedaging juga memerlukan air dalam jumlah yang cukup. Rata-rata jumlah ransum dan air minum yang dikonsumsi per ekor ayam ras pedaging dapat dilihat pada Tabel 1. 20

21 Tabel 1. Rata-rata jumlah ransum dan air minum yang dikonsumsi per ekor Umur (minggu) ayam ras pedaging Ransum rata-rata per ekor (kg) Air minum rata-rata per ekor (kg) Per-minggu Kumulatif Per-minggu Kumuatif Sumber: North (1978) B. Kandang Menurut Prayitno (1996), kandang merupakan unsur penting dalam menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan ayam, karena merupakan tempat hidup ayam sejak awal sampai berproduksi. Dengan demikian kandang harus memenuhi segala persyaratan yang dapat menjamin kesehatan serta pertumbuhan yang baik bagi ayam yang dipelihara, sehingga ayam dapat berproduksi sesuai harapan. Bangunan kandang yang baik adalah bangunan kandang yang memenuhi persyaratan teknis, sehingga kandang tersebut dapat berfungsi sebagai pelindung terhadap kondisi lingkungan yang merugikan, seperti terik matahari, kedinginan akibat tiupan angin kencang secara langsung dan air hujan, serta mempermudah pelaksanaan dalam pengelolaan ayam yang tinggal di dalamnya (AAK,1991). Ayivor et al (1970) menyatakan bahwa ada empat faktor penting kandang bagi ayam, yaitu: (1) Melindungi ayam dari cuaca buruk, seperti cuaca dingin dan panas serta kelembaban, (2) Melindungi ayam dari pencurian atau serangan binatang lain, (3) Agar mudah dikontrol, dan (4) Memisahkan 21

22 dan mengelompokkan ayam dengan tingkat umur yang sama sehingga penularan penyakit dapat dicegah. Untuk daerah tropis yang sepanjang hari bersuhu tinggi, sebaiknya letak kandang memanjang arah Timur Barat, hal ini untuk mengatasi jatuhnya sinar matahari secara langsung ke dalam kandang (Rahman, 1979), karena sinar matahari yang secara langsung masuk ke dalam kandang akan menyebabkan kenaikan suhu di dalam kandang. Menurut Neurbauer dan Walker (1961), untuk kandang-kandang tertutup, pencahayaan secara langsung dari sinar radiasi matahari diperoleh dengan cara menghadapkan kandang ke arah Utara Selatan, akan tetapi pada musim panas dibutuhkan efek shading untuk menghindari radiasi matahari secara langsung. Shading diberikan dengan cara menanam pohon-pohon di sebelah Barat dan Timur bangunan. Untuk menjaga ternak dari radiasi matahari berlebih di daerah tropis sebaiknya bangunan kandang diletakkan memanjang ke arah Timur Barat. Menurut Ayivor et al (1970) untuk membangun kandang hendaknya dirancang berdasarkan kebutuhan ruang tiap ekor ayam, ventilasi yang baik, mudah dibersihkan, dan atap yang baik. Bahan bangunan hendaknya dipilih yang tahan serangga, kedap air dan tahan lama. Pemakaian atap dapat dipakai seperti kertas aspal, seng, lembaran kertas, papan yang dilapisi dengan aspal atau genting (Sastroamodjojo,1971). Untuk keperluan kandang yang mengutamakan teknis yang bisa memberikan jaminan bagi kehidupan ayam, antara lain juga ditentukan oleh bentuk atap. Bentuk atap dapat dipilih dari bentuk jongkok, jongkok-a, monitor jongkok-a, bentuk A, monitor-a, monitor-a dua lapis (Prayitno dan Yuwono, 1997). Gambar 1. Tipe-tipe atap yang digunakan untuk kandang 22

23 Menurut Neurbauer dan Walker (1961), unggas merupakan sasaran berbagai macam penyakit, dimana penyakit ini lebih sering menyerang ketika kepadatan kandang berlebih, pemeliharaan dan pemberian makan yang tidak tepat, temperatur yang fluktuatif, aliran udara dan kelembaban terlalu tinggi, penjagaan yang tidak cukup dari panas dan dingin, kesalahan sanitasi dan kurangnya cahaya, air dan ventilasi. Penyakit-penyakit ini dapat diantisipasi atau diminimalisir dengan menggunakan manajemen kandang yang baik, ventilasi cukup dan sanitasi kandang yang baik. Sanitasi dapat dipelihara dengan penggunaan selokan beton, lantai berkawat, drainase yang baik dan ketersediaan air bersih. Serlain itu harus ada pembersihan secara rutin pada kandang, pemberian disinfektan dan adanya kandang isolasi bagi ayam yang sakit, serta dengan menjaga kebersihan tanah (Neubauer dan Walker, 1961). C. Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara Pada dasarnya faktor yang mempengaruhi produktivitas ayam pedaging ada dua, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam berupa sifat-sifat biologis dari ayam ras pedaging itu sendiri, sedangkan faktor luar adalah pengaruh dari suhu lingkungan keadaan tempat atau kandang, makanan dan penyakit. Perbaikan faktor dalam untuk mempertinggi produksi hanya dapat dilakukan dengan perbaikan sifat-sifat genetik dari ayam tersebut (Hammond, 1956). Salah satu faktor luar yang menonjol adalah faktor suhu lingkungan tempat ayam dipelihara (Gozzali,1981). Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah kandang ayam. Bentuk dan kondisi kandang ayam yang memadai akan menciptakan lingkungan yang nyaman bagi ayam tersebut. Hanya ayam-ayam yang hidup nyamanlah yang dapat hidup dan berproduksi secara optimal, sebab mereka akan mampu mengkonversi pakan secara wajar (AAK,1991). Pengaruh faktor luar seperti tinggi dan rendahnya suhu, sistem ventilasi dan adanya gas-gas beracun dalam kandang serta perkandangan yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup ayam akan menyebabkan stress pada ayam. Dari segi praktisnya stress berarti produksi rendah, efisiensi menurun, dan 23

24 kematian tinggi (Cheng, 1979). Tingkat kematian ayam ras pedaging yang masih dapat ditoleransi adalah sebesar 5% (AAK, 1991). Daerah suhu optimum untuk ayam ras pedaging adalah 20-30ºC, di atas 30ºC ayam akan menderita karena stress (Fisher,1983). Ayam ras pedaging yang diternakan di Indonesia berasal dari negara-negara Barat dan ayam ras pedaging tersebut lebih sesuai bila dipelihara pada suhu kandang antara 18-21ºC (Rasyaf,1985). Suhu optimal bagi kehidupan ayam ras pedaging adalah antara 19-21ºC atau bervariasi antara 16-26ºC dengan kelembaban optimal 60% (AAK, 1991). Jika suhu lingkungan terlalu tinggi misalnya 30ºC dan ayam gagal mengatur suhu tubuhnya, maka badan ayam akan panas pula. Akibat meningkatnya suhu lingkungan, nafsu makan ayam menurun dan konversi pakan juga kurang baik, sehingga konsumsi makanan rendah. Akibat rendahnya makanan yang masuk, maka kandungan zat protein yang dapat diambilpun akan menjadi lebih rendah, sehingga menyebabkan laju pertumbuhan pun lambat (AAK,1991). Menurut Prayitno dan Yuwono (1997), suhu produksi yang ideal untuk produksi ayam pedaging adalah 21ºC. pada suhu ini daya konversi pakan paling baik. Pengaruh suhu terhadap bobot hidup dan konsumsi pakan pada ayam pedaging umur 1-49 hari dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Pengaruh suhu terhadap bobot hidup dan konsumsi pakan pada ayam pedaging umur 1-49 hari Temperatur Bobot Hidup (kg) Konsumsi Pakan (kg) (ºC) Jantan Betina Jantan Betina Sumber: Charles (1984) cit wathes, 1994 Menurut Esmay (1987), jumlah atau massa air yang bercampur dengan satu unit massa udara kering dalam gram, dari air yang menguap per kilogram udara kering disebut kelembaban relatif. Udara panas mengandung lebih 24

25 banyak embun daripada udara sejuk dan jika jumlah embun konstan maka kelembaban relatif akan lebih rendah pada suhu tinggi dan sebaliknya akan tinggi pada suhu rendah. Kelembaban udara sangat berpengaruh bagi kesehatan ternak ayam. Kelembaban yang tinggi menyebabkan ayam peka terhadap penyakit-penyakit pernafasan. Terhadap kelembaban yang terlalu rendah dan suhu yang rendah ayam menunjukkan ketidak cocokannya dengan bergerombol. Uap air di dalam kandang berasal dari berbagai sumber, antara lain pernafasan, kotoran dan air kencing, percikan dari air minum dan lingkungan sekitar kandang. Penguapan terjadi sepanjang hari terus-menerus dan bertambah banyak jika suhu di dalam kandang naik. Sebaliknya bila kelembaban rendah dapat diatasi dengan menyemprotkan air bersih berupa kabut ke dinding sampai dicapai kelembaban yang ideal. Bagi ayam ras pedaging kelembaban yang ideal antara 60-70% (Prayitno dan Yuwono,1997). D. Angin Dalam bentuk yang sangat sederhana, angin dapat dibatasi sebagai gerak horizontal udara relatif terhadap permukaan bumi. Batasan ini diasumsikan bahwa seluruh gerakan udara secara vertikal kecepatannya dapat diabaikan karena relatif rendah, akibat diredam oleh gaya gravitasi bumi. Angin terjadi disebabkan karena adanya perbedaan tekanan. Menurut Timmons, Bottcer dan Baughman (1984), perbedaan tekanan antara luar dan dalam bangunan pertanian disebabkan oleh dua hal: 1. Perbedaan ketinggian antara netral plane dengan sumbu tengah dinding pada bangunan. Netral plane adalah suatu ketinggian dimana tekanan statik luar dan dalam bangunan pertanian adalah sama besar. 2. Perbedaan berat spesifik udara luar dan dalam bangunan. Apabila berat spesifik udara luar lebih tinggi dari berat spesifik udara dalam bangunan dan keduanya homogen maka variasi tekanan hidrostatis akan terjadi (Bot, 1983). 25

26 E. Ventilasi Ventilasi digunakan untuk mengendalikan suhu, kelembaban udara, kadar amoniak serta pergerakan udara, bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan manusia dalam bekerja dan menciptakan kondisi lingkungan mikro yang dibutuhkan untuk proses-proses yang berlangsung di dalamnya. Disamping kebutuhan ventilasi yang utama adalah untuk mengontrol aliran udara dan suhu di dalamnya. Ventilasi udara pada bangunan perkandangan khususnya ayam ras pedaging merupakan desain untuk mendapatkan keseimbangan panas (heat balance), kelembaban dan suhu dalam kandang. Laju ventilasi minimum dalam kandang biasanya didasarkan pada kebutuhan pergerakan udara untuk mengontrol kelembaban (Esmay, 1986). Pergerakan udara di dalam kandang mampu mempengaruhi laju aliran udara pada ventilasi bangunan. Ventilasi adalah pergerakan udara yang melalui bangunan, merupakan faktor penting dalam struktur bangunan perkandangan. Faktor-faktor lingkungan seperti kecepatan angin, suhu dalam dan suhu luar kandang, kelembaban, serta perubahan kesetimbangan panas dapat menimbulkan naik turunnya fluktuasi laju ventilasi udara. Ventilasi atau pergerakan udara, melalui lubang pada bangunan kandang terjadi saat perbedaan tekanan yang digerakan melalui bukaan bangunan. Ventilasi dengan tekanan tertentu dapat mempengaruhi kecepatan pergerakan udara, arah pergerakan, intensitas dan pola aliran serta rintangan setempat (Takakura, 1979). Terdapat dua strategi untuk mengubah laju ventilasi, baik melalui perbedaan tekanan yang melintasi bukaan yang diubah atau melalui ukuran bukaan ventilasi yang disesuaikan untuk menaikkan atau menurunkan laju ventilasi. Di daerah tropis, ventilasi bangunan kandang yang biasanya digunakan adalah ventilasi alam (natural ventilation), dikarenakan sistem ventilasi alam mempunyai potensi mengurangi tenaga kerja dan memperkecil biaya pengoperasian dibandingkan sistem ventilasi lainnya. Efek angin dan perbedaan suhu lingkungan, bergerak sendiri atau bersama, dapat dimanfaatkan untuk pergerakan udara ventilasi khususnya laju 26

27 ventilasi alam (natural ventilation rate) yang masuk dan melalui struktur bangunan. Aliran udara ventilasi alam pada tipe bangunan terbuka memiliki hubungan yang linier dengan kecepatan udara, dan diperlihatkan aliran ventilasi alam tergantung pada perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh perbedaan suhu lingkungan (Takakura, 1979). Dan akhirnya menimbulkan naik turunnya laju ventilasi udara. Sistem ventilasi alam disebabkan oleh perbedaan tekanan yang melalui lubang, ditimbulkan oleh efek angin dan thermal. Angin merupakan pergerakan udara yang ditimbulkan oleh perbedaan tekanan alam. Kecepatan dari pergerakan udara umumnya lebih lambat pada musim panas dan akhirnya dapat mempengaruhi keseimbangan panas dalam kandang. Angin menggerakkan udara sepanjang luar kandang dan timbul perbedaan tekanan dimana tekanan luar kandang lebih tinggi daripada tekanan dalam kandang. Sedangkan efek thermal ini ditimbulkan dari perbedaan suhu dalam dan suhu luar kandang mampu mengakibatkan fluktuasi laju aliran udara. Disamping adanya panas hewan yang menyebabkan kenaikan temperatur udara dalam kandang dan menimbulkan laju ventilasi. Kontrol manual dari sistem ventilasi alam dapat dilakukan dengan pembukaan dan penutupan lubang ventilasi dan pengaturan bukaan pada dinding samping. F. Teknik Simulasi Computational Fluid Dynamic(CFD) Computational Fluid Dynamic (CFD) merupakan pemanfaatan komputer untuk membuat suatu prediksi apa yang akan terjadi secara kuantitatif saat fluida mengalir. Dengan menggunakan CFD, prediksi aliran fluida di berbagai sistem dapat dilakukan dengan biaya relatif murah dan waktu relatif singkat dibandingkan dengan menggunakan metode eksperimen. Untuk memprediksikan aliran fluida pada kondisi tertentu, program CFD harus dapat menyelesaikan persamaan yang mengatur aliran fluida, sehingga pemahaman tentang sifat-sifat dasar aliran fluida sangat penting. Persamaan pengaturan aliran fluida adalah persamaan persamaan diferensial parsial. Komputer digital tidak dapat langsung digunakan untuk menyelesaikan persamaan tersebut secara langsung. 27

28 Dalam simulasi pola aliran udara, udara digambarkan secara kuantitatif dalam besaran suhu dan kecepatan dalam persamaan diferensial, dalam koordinat kartesian dan dipecahkan dengan menggunakan metode CFD tiga dimensi yang didasarkan pada analisis numerik dengan metode finite volume (Versteeg dan Malalasekera, 1995). Ada beberapa software yang digunakan dalam CFD ini, yaitu software Fluent , Gambit , dan Auto CAD. Penggunaan software Auto CAD adalah untuk mempermudah penggambaran geometri kandang sebelum diproses lebih lanjut dalam software Gambit Selain untuk menggambarkan geometri kandang software Gambit digunakan juga untuk pembuatan mesh dan penentuan kondisi batas geometri kandang yang akan disimulasikan. Adapun software Fluent digunakan untuk analisis pola aliran udara dan suhu. 28

29 III. PENDEKATAN TEORITIK A. Teknik Simulasi CFD Program CFD dapat melakukan analisis prediksi aliran fluida pada suatu bangunan dengan terlebih dahulu menyelesaikan persamaan-persamaan fluida yang mengatur aliran fluida. Menurut Versteeg dan Malalasakera, (1995) dalam Nugraha, (2005) persamaan pengatur aliran fluida adalah persamaan diferensial parsial. Komputer digital tidak akan dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan tersebut secara langsung. Oleh karena itu persamaan diferensial itu harus ditransformasikan ke dalam persamaan aljabar yang sederhana dan disebut dengan metoda diskritisasi. Ada beberapa metode diskritisasi yang digunakan dan masing-masing berdasarkan pada prinsip diskritisasi yang berbeda. Beberapa teknik tersebut adalah: a) Metode beda hingga (Finite Difference Methode) b) Metode elemen hingga (Finite Element Methode) c) Metode volume hingga (Finite Volume Methode) Dalam simulasi pola aliran udara, udara digambarkan secara kuantitatif dalam besaran suhu dan kecepatan dalam persamaan diferensial, dalam koordinat kartesian dan dipecahkan menggunakan teknik CFD tiga dimensi yang didasarkan pada analisis numerik dengan metode finite volume (Versteeg dan Malalasakera,1995). CFD mengandung tiga elemen utama, yaitu: pre-processor, solver dan post-processor. 1. Pre-processor Terdiri dari input masalah aliran ke dalam program CFD dengan memakai interface yang memudahkan operator dan transformasi input berikutnya ke dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Halhal yang dilakukan pada tahap ini meliputi: Mendefinisikan geometri dari daerah yang dianalisis Pembentukan grid pada setiap domain yang dianalisis dan subdomain yang tidak saling tumpang tindih 29

30 Pemilihan fenomena kimia dan fisik yang diperlukan Menentukan sifat-sifat fluida (konduktifitas, viskositas, massa jenis, panas jenis, dan sebagainya) Menentukan kondisi batas yang sesuai. Pemecahan masalah aliran (kecepatan, tekanan, suhu, dll) didefinisikan pada titik (nodal) di dalam tiga sel. Kecepatan CFD dibentuk oleh sejumlah sel dalam grid. Secara umum semakin besar jumlah sel, ketelitian hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak selalu seragam, semakin halus pada bagian yang memiliki variasi cukup besar dan semakin kasar untuk bagian yang relatif tidak banyak perubahan. 2. Solver Proses solver pada fluent menggunakan finite volume. Metoda ini dikembangkan dari finite difference khusus. Algoritma numerik metoda ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu: Aproksimasi variabel aliran yang tidak diketahui menggunakan fungsi sederhana Diskretisasi dengan mensubstitusi hasil aproksimasi ke dalam persamaan aliran dan manipulasi matematis berikutnya. Penyelesaian persamaan lajabar Persamaan atur fluida menyatakan hukum kekekalan fisika dalam bentuk matematis, yaitu terdiri dari persamaan-persamaan: Massa kekal fluida Laju perubahan momentum sama dengan resultansi gaya pada partikel fluida (Hukum II Newton) Laju perubahan energi sama dengan resultansi laju panas yang ditambahkan dan laju kerja yang diberikan pada partikel fluida (Hukum I Termodinamika) Kekekalan massa 3 dimensi Steady state Keseimbangan massa untuk elemen fluida dinyatakan sebagai: Laju kenaikan massa dalam elemen fluida = laju net aliran massa ke dalam elemen terbatas. Atau dituliskan dalam bentuk matematis (Bird et al, 1960): 30

31 31 0 ) ( ) ( ) ( = + + z w y v x u ρ ρ ρ...(1) Persamaan (1) disebut sebagai persamaan kontinuitas untuk fluida. Ruas kiri menggambarkan laju net massa keluar dari elemen melewati batas dan dinyatakan sebagai faktor konveksi. Persamaan momentum dalam kondisi 3 dimensi stady state Persamaan momentum merupakan persamaan naviar stokes dalam bentuk yang sesuai dengan metode finite volume (Bird et al, 1960): Momentum x: S MX z u y u x v x p z u w y u v x u u = µ ρ...(2) Momentum y: S MY z v y v x v y p z v w y v v x v u = µ ρ...(3) Momentum z: S MZ z v y v x v y p z v w y v v x v u = µ ρ...(4) Persamaan energi dalam 3 dimensi staedy state Persamaan energi diturunkan dari hukum pertama termodinamika yang menyatakan bahwa :laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan pada partikel. S i z w y v x u k z w y v x u P z T w y T v x T u = ρ...(5) Persamaan State Kecepatan fluida selalu mencari keseimbangan secara termodinamik, kecuali adanya gangguan. Jika digunakan variabel? dan p, maka persamaan state untuk p dan I (Versteeg dan Malalasakera,1995): P = p(?, T)...(6) I = i(?, T)...(7) Untuk gas ideal : p =?RT...(8)

32 I = CvT...(9) 3. Post-processor Seluruh hasil yang dilakukan pada tahap sebelumnya akan ditampilkan dalam post-processor yang meliputi: Tampilan geometri domain dan grid Plot vektor Plot permukaan 2D dan 3D Tracking partikel manipulasi pandangan output berwarna. Kondisi awal didefinisikan sebagai berikut: 1) kecepatan udara awal pada dinding pada arah x,y,z adalah 0 2) suhu awal dinding diasumsikan sama dengan suhu lingkungan pada tiaptiap simulasi, yaitu 27ºC, 32ºC, 31.3ºC dan 27.8ºC. 3) tekanan udara awal di dalam kandang sama dengan tekanan udara atmosfer 1 atm atau Kpa. B. Perhitungan RH Pemanasan udara dapat terjadi di dalam kandang karena adanya peningkatan suhu di dalam kandang. Menurut Nugraha (2005), proses pemanasan ini dapat digambarkan dengan kurva psikrometrik, suhu udara sebelum terjadi pemanasan dapat dinyatakan dalam t A, setelah mengalami pemanasan suhu udara menjadi t B, perubahan suhu selama pemanasan berlangsung pada garis horisontal pada kurva psikrometrik, pada kondisi tekanan uap mutlak dan kelembaban mutlak tetap. Selama pemanasan tidak akan terjadi penambahan uap air, artinya jumlah udara kering yang masuk sama dengan jumlah udara kering yang keluar. Pada kondisi tekanan atmosfer, bila suhu meningkat maka kelembaban relatif akan menurun seperti pada kurva psikrometrik. 32

33 Menurut Brooker (1984) dalam Nugraha (2005), kelembaban relatif merupakan perbandingan antara tekanan uap terhadap tekanan jenuh air pada suhu tersebut. RH = Pv / Ps...(10) Dimana : RH = Kelembaban Relatif (%) Pv = Tekanan Uap Ps = Tekanan jenuh air. Kelembaban mutlak (H) konstan selama pemanasan H = Pv / (P atm Pv)...(11) dimana, = T = K dan Pv < P atm. H RH A RH B T A T B Pemanasan Gambar 2. Diagram proses pemanasan pada kurva psikrometrik. Maka tekanan uap (P v ) juga konstan selama proses pemanasan, jika kelembaban udara lingkungan (RH a ) dan kelembaban udara pengering (RH r ), maka : RH r P = sa...(12) RH ln a P s R P sr 2 3 A+ BT + CT + DT = 2 FT GT + ET 4...(13) = T = K, (dari Keenan dan Keyes, dalam ASAE Standard 1994) R = D = x

34 A = E = x 10-7 B = F = C = G = x 10-2 C. Perhitungan Kecepatan Udara Pengukuran kecepatan pada tiap rak dilakukan dengan model persamaan (Kamarudin A, dalam Lesmana, 2001), yang dikaliberasi dengan pengukuran Hot Wire Anemometer. Persamaan Bernoulli: 2 P1 v1 + Z1+ γ 2g 2 P2 vη = + Z2 + γ 2g Z 1 = Z, V = vη γ P = 2g = ma ( Lθ ) 2 d m = mg sin θ + 2 dt F angin 2 vη γ Dari Bernoulli diperoleh : F angin = 2g Keadaan steady state : x2π 2 2 d ( Lθ) m 2 dt = 0 2 vη γ 0 = mg sin θ + x2π 2g v mg g η = 2 πr x l ρ 2 34

35 D. Analisis Teknik Koefisien pindah panas konveksi di dalam kandang didekati dengan persamaan konveksi alami, karena proses pindah panas yang terjadi di dalam sebuah ruangan tanpa pengendalian mekanis adalah proses pindah panas konveksi alami (Zemansky, 1957). a. Koefisien pindah panas pada permukaan horizontal menghadap ke atas h = 1 ( ) T b. Koefisien pindah panas pada permukaan horizontal menghadap ke bawah h = 1 ( ) T c. Koefiesien pindah panas pada permukaan vertical h = 1 ( ) T 35

36 IV. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapangan Kandang Unggas Blok B Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni B. Alat dan Bahan 1. Kandang Ayam Kandang ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang ayam jenis postal dengan alas deep litter, bahan atap yang digunakan adalah seng. Ukuran kandang yang digunakan adalah 52 m X 7 m. Gambar kandang ayam dapat dilihat pada lampiran Termometer Air Raksa Penggunaan alat ini untuk mengambil data Tbb dan Tbk untuk mendapatkan temperatur dan Rh ruangan. Termometer ditempatkan pada titik-titik tertentu untuk nantinya divalidasi dengan menggunakan CFD. Termometer yang digunakan ini memiliki skala ºC dengan ketelitian satu digit angka di belakang koma. 3. Hot Wire Anemometer digunakan untuk mengukur besarnya kecepatan udara dan suhu pada titik yang sama. Ketelitian Hot Wire Anemometer yang digunakan adalah dua digit angka di belakang koma. 4. Bola - Bola Gabus Bola-bola gabus yang digunakan untuk mengukur besarnya kecepatan udara. 5. Personal Computer (PC) Personal Computer dipergunakan untuk mengoperasikan program simulasi CFD dengan menggunakan software Fluent dan Gambit Thermokopel Thermokopel digunakan untuk mengukur suhu di dalam ruangan yang meliputi suhu dinding, suhu udara, suhu atap, dan suhu pada ketinggian 20 cm di atas permukaan lantai. 36

37 C. Parameter Yang Diukur Parameter yang diukur selama penelitian adalah 1. Suhu Pengukuran suhu meliputi pengukuran suhu udara dan pengukuran suhu bangunan kandang. Pengukuran suhu udara meliputi pengukuran suhu udara di luar kandang (suhu lingkungan) dan pengukuran suhu udara di dalam kandang pada titik-titik tertentu. Letak masing-masing titik diperlihatkan pada lampiran 2. Pengukuran suhu bangunan kandang meliputi : (1) Suhu atap, (2) Suhu dinding kassa, (3) Suhu dinding bata, (4) Suhu lantai, (5) Suhu outlet dan suhu inlet. Titik titik pengukuran dan validasi dilakukan pada ketinggian z 1m, 2m, dan 3m. Titik titik pengukuran dan validasi dapat dilihat pada Gambar 3. Samping Belakang Depan x 52 m y Titik pengukuran Gambar 3. Denah titik-titik pengukuran 2. RH Udara RH udara yang diukur pada beberapa titik pengukuran suhu, yang dianggap dapat mewakili. Perhitungan RH dilakukan dengan menggunakan Psycrometric chart 3. Kecepatan Angin Pengukuran kecepatan udara dilakukan dengan menggunakan bola-bola gabus pada saluran inlet dan saluran outlet, sedangkan pada titik-titik untuk validasi menggunakan hot wire anemometer. 37

38 D. Metode 1. Metode Percobaan Penempatan alat-alat yang dipergunakan untuk mengukur parameter-parameter antara lain: a. Tahap I : Pengukuran Suhu dan RH b. Tahap II : Pengukuran kecepatan aliran udara 2. Metode Simulasi CFD Tahap pertama dalam simulasi CFD adalah pembuatan geometri dari kandang dengan menggambarkannya pada software Gambit di dalam program ini ditentukan domain dan kondisi batas model kandang yang meliputi saluran inlet, saluran outlet dan wall. Setelah itu geometri yang sudah dibuat dieksport ke program Fluent untuk dianalisis lebih lanjut. Program fluent melakukan beberapa proses sebagai berikut : a. Mendefinisikan Model, pemakaian energi, dimana didalamnya ditentukan solver (2D atau 3D), viskos model ( Laminer atau Turbulen) Menetukan jenis fluida dan material penyusun bangunan kandang yang digunakan serta sifat termofisiknya. Menentukan kondisi operasi ( Operating Conditions) yang terlibat. Memasukkan nilai kondisi-kondisi batas ( Boundary Conditions) terhadap domain yang sudah dibuat dengan program Gambit b. Melakukan proses inisialisasi c. Melakukan proses iterasi d. Melihat tampilan hasil simulasi dalam bentuk Grid, Kontur ( Suhu, Kecepatan, Tekanan, dll), Vektor ( Suhu, Kecepatan, Tekanan, dll) e. Mendapatkan informasi data yang terkait hasil simulasi untuk keperluan validasi plot (XY plot, Histpgram, dll) 3. Metode Validasi Validasi dilakukan untuk membandingkan hasil keluaran Fluent 6.2 dengan pengukuran langsung di lapangan. Hal ini dilakukan untuk melihat 38

39 seberapa akurat pengukuran di lapangan dibandingkan dengan penggunaan program Fluent 6.2. Validasi dilakukan setelah mendapatkan keluaran dari Fluent 6.2 dengan cara membandingkan data hasil pengukuran x,y,z pada posisi yang sama di lapangan E. Model Kandang Bangunan kandang yang dijadikan objek pada penelitian ini adalah kandang ayam jenis postal, yaitu kandang ayam yang lantainya terbuat dari semen (concrete), dengan dimensi panjang 52 m, lebar 7 m, dan tinggi 5.5 m. Atap kandang adalah atap jenis monitor yang memiliki bukaan sebagai tambahan ventilasi kandang, dengan bahan penutup atap adalah seng dengan ketebalan m. Dinding kandang setinggi 0.3 m, yang terbuat dari semen. Dinding kandang terbuat dari kawat ram berukuran 0.05 x 0.05 m setinggi 2.7 m. Untuk keperluan simulasi, geometri kandang digambarkan pada software Gambit sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan. Bentuk dan dimensi kandang dilukiskan pada Lampiran 1.F. Simulasi CFD Asumsi Dalam Asumsi yang digunakan dalam simulasi suhu dan aliran udara yaitu sebagai berikut: 1. Udara bergerak dalam kondisi steady 2. Aliran udara dianggap laminar 3. Udara tidak tertekan (incompressible),? konstan 4. Panas jenis, konduktifitas dan viskositas udara konstan 5. Udara lingkungan dianggap konstan selama simulasi 6. Iradiasi surya didefinisikan sebagai fluks dari atap bangunan kandang. 7. Pengaruh radiasi diabaikan F. Kondisi Awal Dalam Simulasi CFD Untuk semua simulasi dilakukan pada kondisi awal sebagai berikut: 1. Kecepatan udara awal baik pada arah koordinat x, y, dan z adalah 0 m/det 2. Suhu udara awal = suhu udara akhir pada pengukuran sebelumnya 39

40 3. Tekanan udara = 1 atm = KPa G. Kondisi Batas Dalam Simulasi CFD Kandang ayam diasumsikan dibatasi oleh: 1. Empat sisi dinding yang terbuka pada bagian tengah dinding, bagian terbuka ini merupakan ventilasi pada kandang, jika salah satu bukaan berfungsi sebagai inlet maka bukaan lainnya berfungsi sebgai outlet. 2. Atap yang memiliki bukaan ventilasi yang berfungsi sebagai outlet. 3. Lantai dianggap wall, parameter lantai diperlihatkan pada Lampiran Dinding bata dianggap wall, parameter diperlihatkan pada Lampiran Inlet dianggap sebagai velocity inlet, parameter diperlihatkan pada Lampiran 3 6. Outlet dianggap sebagai outflow dengan ratio bukaan 1. 40

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA IV. KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA 4.1. Penelitian Sebelumna Computational Fluid Dnamics (CFD) merupakan program computer perangkat lunak untuk memprediksi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK

BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK 5.1. PENDAHULUAN 5.1.1. Latar Belakang Kadar air merupakan salah satu parameter mutu yang perlu diperhatikan dalam mengeringkan produk. Masalah yang terjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nutrient Film Technique (NFT) Nutrient film technique (NFT) merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perancangan bangunan. Sebuah bangunan seharusnya dapat mengurangi pengaruh iklim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah Analisis distribusi suhu dan kelembaban udara dilakukan pada saat kandang tidak diisi sapi (kandang kosong). Karakteristik

Lebih terperinci

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai BAB V PERCOBAAN V. PERCOBAAN 5.1. Bahan dan alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari model alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2)

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2) KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2) Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman Rumah tanaman merupakan suatu tempat tanaman untuk tumbuh dan berkembang dengan kondisi lingkungan mikro yang telah diatur agar mendekati kondisi yang optimum. Khusunya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Titik Fokus Letak Pemasakan Titik fokus pemasakan pada oven surya berdasarkan model yang dibuat merupakan suatu bidang. Pada posisi oven surya tegak lurus dengan sinar surya, lokasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Esmay and Dixon (1986 )

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Esmay and Dixon (1986 ) TINJAUAN PUSTAKA Produksi Panas Hewan Dalam Kandang Ternak menghasilkan sejumlah panas metabolisme tergantung dari tipe ternak yaitu bobot badan, jumlah makanan yang dikonsumsi dan kondisi lingkungan mikro.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Tanaman (Greenhouse)

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Tanaman (Greenhouse) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Tanaman (Greenhouse) Menurut Nelson (1978) dalam Suhardiyanto (2009) mendefinisikan rumah tanaman sebagai suatu bangunan untuk budidaya tanaman yang memiliki struktur atap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Rumah tanaman yang digunakan terletak di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo Leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Pre-processor

PENDEKATAN TEORITIS. Pre-processor PENDEKAAN EORIIS eknik Simulasi Menggunakan Computational Fluid Dnamics (CFD) Pola distribusi suhu dan kelembaban udara relatif (RH) pada suatu ruangan tertentu dapat dianalisis menggunakan CFD. Dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD Simulasi distribusi pola aliran udara dan suhu dilakukan pada saat ayam produksi sehingga dalam simulasi terdapat inisialisasi

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA Disusun Oleh: Erni Zulfa Arini NRP. 2110 100 036 Dosen Pembimbing: Nur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas.

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI 3.1 KONDISI ALIRAN FLUIDA Sebelum melakukan simulasi, didefinisikan terlebih dahulu kondisi aliran yang akan dipergunakan. Asumsi dasar yang dipakai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kolektor Surya Pelat Datar Duffie dan Beckman (2006) menjelaskan bahwa kolektor surya adalah jenis penukar panas yang mengubah energi radiasi matahari menjadi panas. Kolektor surya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pompa adalah mesin yang mengkonversikan energi mekanik menjadi energi tekanan. Menurut beberapa literatur terdapat beberapa jenis pompa, namun yang akan dibahas dalam perancangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pompa adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan suatu cairan dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara menaikkan tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan cairan tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Lab. Surya Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya

I. PENDAHULUAN. Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya manusia yang berkualitas ditentukan oleh pendidikan yang tepat guna dan pemenuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA Lustyyah Ulfa, Ridho

Lebih terperinci

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan tahap sarjana pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani,

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, mengakibatkan meningkatnya produk peternakan. Broiler merupakan produk peternakan yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Simulasi Model Pengering dengan Gambit 5.1.1. Bentuk domain 3D model pengering Bentuk domain 3D ruang pengering diperoleh dari proses pembentukan geometri ruang pengering

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

PENGARUH HUMIDITY DAN TEMPERATURE TERHADAP KENYAMANAN PEMAKAIAN HELM TENTARA MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) FLUENT

PENGARUH HUMIDITY DAN TEMPERATURE TERHADAP KENYAMANAN PEMAKAIAN HELM TENTARA MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) FLUENT Jurnal DISPROTEK Volume 7 no. 2 Juli 206 PENGARUH HUMIDITY DAN TEMPERATURE TERHADAP KENYAMANAN PEMAKAIAN HELM TENTARA MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) FLUENT Andung Jati Nugroho Universitas

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang cepat. Tipe ayam pembibit atau parent stock yang ada sekarang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Suprianto,2002).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dalam rumah tanaman di Laboratorium Lapangan Leuwikopo dan Laboratorium Lingkungan Biosistem, Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

PERNYATAAN. Yogyakarta, 17 Agustus Immawan Wahyudi Ahyar. iii

PERNYATAAN. Yogyakarta, 17 Agustus Immawan Wahyudi Ahyar. iii PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir dengan judul ANALISIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) TERHADAP PROFIL TEMPERATUR UNTUK KONDENSASI STEAM

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA A III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1 Teori Dasar Metode Volume Hingga Computational fluid dnamic atau CFD merupakan ilmu ang mempelajari tentang analisa aliran fluida, perpindahan panas dan

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR FITRI SETYOWATI Dosen Pembimbing: NUR IKHWAN, ST., M.ENG.

SIDANG TUGAS AKHIR FITRI SETYOWATI Dosen Pembimbing: NUR IKHWAN, ST., M.ENG. SIDANG TUGAS AKHIR STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEBERANGKATAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA FITRI SETYOWATI 2110 100 077 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK ANALISA ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA SIRKULAR DAN PIPA SPIRAL UNTUK INSTALASI SALURAN AIR DI RUMAH DENGAN SOFTWARE CFD Oleh : MARIO RADITYO PRARTONO 1306481972 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005). 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam ras merupakan ayam yang mempunyai sifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

Simulasi Kondisi sirkulasi udara di dalam suatu ruangan ibadah

Simulasi Kondisi sirkulasi udara di dalam suatu ruangan ibadah Simulasi Kondisi sirkulasi udara di dalam suatu ruangan ibadah Oleh : Ir. M. Syahril Gultom, MT. Staf pengajar Fak.teknik Departmen teknik mesin USU. Abstrak Simulasi dan modelling aliran fluida udara

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW Oleh : Ai Rukmini F14101071 2006 DEPATEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERANCANGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. RUMAH TANAMAN Rumah tanaman atau greenhouse di kawasan tropika basah berfungsi sebagai bangunan perlindungan tanaman baik pada budidaya tanaman dengan media tanam maupun dengan

Lebih terperinci

ANALISA LAJU ALIRAN FLUIDA PADA MESIN PENGERING KONVEYOR PNEUMATIK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI CFD

ANALISA LAJU ALIRAN FLUIDA PADA MESIN PENGERING KONVEYOR PNEUMATIK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI CFD FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepagejurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISA LAJU ALIRAN FLUIDA PADA MESIN PENGERING KONVEYOR PNEUMATIK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI CFD Imron

Lebih terperinci

Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data

Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data 4.1 Data Percobaan Parameter yang selalu tetap pada tiap percobaan dilakukan adalah: P O = 1 atm Panci tertutup penuh Bukaan gas terbuka penuh Massa air pada panci

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN FASILITAS FISIK USAHA TERNAK PUYUH SKALA KOMERSIAL DI KECAMATAN RANCA BUNGUR, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

SKRIPSI PERANCANGAN FASILITAS FISIK USAHA TERNAK PUYUH SKALA KOMERSIAL DI KECAMATAN RANCA BUNGUR, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT SKRIPSI PERANCANGAN FASILITAS FISIK USAHA TERNAK PUYUH SKALA KOMERSIAL DI KECAMATAN RANCA BUNGUR, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh AHMAD SUHAELY F14103065 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan 134 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL Oleh : DEWI RUBAEATUL ADAWIYAH F14103089 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang begitu pesat dewasa ini sangat mempengaruhi jumlah ketersediaan sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbaharui yang ada di permukaan

Lebih terperinci

Brooding Management. Danang Priyambodo

Brooding Management. Danang Priyambodo Brooding Management Danang Priyambodo Tujuan Brooding manajemen memiliki tujuan untuk menyediakan lingkungan pemeliharaan yang nyaman dan sehat secara efisien dan ekonomis bagi anak ayam agar pertumbuhannya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Pada penelitian ini software yang digunakan untuk simulasi adalah jenis program CFD ANSYS 15.0 FLUENT. 3.1.1 Prosedur Penggunaan Software Ansys 15.0 Setelah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Pada Penelitian ini dilakukan secara numerik dengan metode Computer Fluid Dynamic (CFD) menggunakan software Ansys Fluent versi 15.0. dengan menggunakan

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein hewani yang dibutuhkan bagi hidup, tumbuh dan kembang manusia. Daging, telur, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT 6.2.16 Ridwan Arief Subekti, Anjar Susatyo, Jon Kanidi Puslit Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI Komplek LIPI,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD Agus Waluyo 1, Nathanel P. Tandian 2 dan Efrizon Umar 3 1 Magister Rekayasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi Konduksi Mantap 2-D Shinta Rosalia Dewi SILABUS Pendahuluan (Mekanisme perpindahan panas, konduksi, konveksi, radiasi) Pengenalan Konduksi (Hukum Fourier) Pengenalan Konduksi (Resistensi ermal) Konduksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembenihan Ikan Pemeliharaan larva atau benih merupakan kegiatan yang paling menentukan keberhasilan suatu pembenihan ikan. Hal ini disebabkan sifat larva yang merupakan stadia

Lebih terperinci

SKRIPSI DISAPN STRUKTURAL KANDANG A YM RAS PEDAGENG DENGAN KONSTRUKSI KAYU

SKRIPSI DISAPN STRUKTURAL KANDANG A YM RAS PEDAGENG DENGAN KONSTRUKSI KAYU SKRIPSI DISAPN STRUKTURAL KANDANG A YM RAS PEDAGENG DENGAN KONSTRUKSI KAYU Oleh ROEIMA INDRAWAT1 F 29.1086 1997 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTAMAN BOGOR BOGOR ROHMA INDRAWATI. F 29.1086. Disain

Lebih terperinci

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air. KELEMBABAN UDARA 1 Menyatakan Kandungan uap air di udara. Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Berikut adalah diagram alir penelitian konduksi pada arah radial dari pembangkit energy berbentuk silinder. Gambar 3.1 diagram alir penelitian konduksi

Lebih terperinci

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN. 4.2 ALAT DAN BAHAN 1) Rumah petani tradisional (Baduy) dan Modern

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN. 4.2 ALAT DAN BAHAN 1) Rumah petani tradisional (Baduy) dan Modern BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan selama 3 hari terhitung mulai dari tanggal 4 Juni 2009 sampai dengan 7 Juni 2009. Bertempat disalah satu rumah petani modern dan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B1, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI

ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B1, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era modern, teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini akan mempengaruhi pada jumlah konsumsi bahan bakar. Permintaan konsumsi bahan bakar ini akan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para. penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan space halaman

BAB I PENDAHULUAN. halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para. penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan space halaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya rumah tinggal mempunyai halaman depan dan halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan

Lebih terperinci

IRVAN DARMAWAN X

IRVAN DARMAWAN X OPTIMASI DESAIN PEMBAGI ALIRAN UDARA DAN ANALISIS ALIRAN UDARA MELALUI PEMBAGI ALIRAN UDARA SERTA INTEGRASI KEDALAM SISTEM INTEGRATED CIRCULAR HOVERCRAFT PROTO X-1 SKRIPSI Oleh IRVAN DARMAWAN 04 04 02

Lebih terperinci

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLIN FILM EVAPORATOR DENAN ADANYA ALIRAN UDARA Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG KESETIMBANGAN ENERGI Konsep dan Satuan Perhitungan Perubahan Entalpi Penerapan Kesetimbangan Energi Umum

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)

Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) Media Peternakan, Desember 2007, hlm. 28-228 ISSN 026-0472 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 30 No. 3 Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 13 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Rumah tanaman (P=18.75 m, L=8 m, T=7.37m) yang digunakan adalah rumah tanaman satu bentang dengan tipe standard peak (Gambar 4). Rumah tanaman terletak di University

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI

SIDANG TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI SIDANG TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI ADITYA SAYUDHA. P NRP. 2107 100 082 PEMBIMBING Ir. KADARISMAN NIP. 194901091974121001 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci