BIOAVAILABILITAS KALSIUM DAN ZAT BESI PADA BERBAGAI PROSES PENGOLAHAN SAYUR DAUN TORBANGUN SEBAGAI BAGIAN MENU MAKANAN IBU MENYUSUI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BIOAVAILABILITAS KALSIUM DAN ZAT BESI PADA BERBAGAI PROSES PENGOLAHAN SAYUR DAUN TORBANGUN SEBAGAI BAGIAN MENU MAKANAN IBU MENYUSUI"

Transkripsi

1 BIOAVAILABILITAS KALSIUM DAN ZAT BESI PADA BERBAGAI PROSES PENGOLAHAN SAYUR DAUN TORBANGUN SEBAGAI BAGIAN MENU MAKANAN IBU MENYUSUI ROMYUN ALVY KHOIRIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Bioavailabilitas Kalsium dan Zat Besi pada Berbagai Proses Pengolahan Sayur Daun Torbangun sebagai Bagian Menu Makanan Ibu Menyusui adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Desember 2011 Romyun Alvy Khoiriyah I

3 ABSTRACT ROMYUN ALVY KHOIRIYAH. Bioavailability of Calcium and Iron in Various Cooking Methods of Torbangun Dishes as Part of Diet for Lactating Mothers. Under direction of M. RIZAL M. DAMANIK and LEILY AMALIA. The purpose of this study was to analyze bioavailability of calcium and iron of torbangun dishes in three cooking methods namely boiling, steaming, and stirfrying. The study also aimed to analyze the bioavailability of those minerals in the dishes when combined with carbohydrate and protein food sources namely fried chicken, catfish (Clarias batrachus), or tempe (fermented soybean) using in vitro analysis method. The results of the study showed that there were significant differences among three methods used in this study on the bioavailability of calcium. Further analysis showed that the steaming method had the highest score of calcium bioavailability (p<0,05). In addition, combination of torbangun dishes with carbohydrate and protein sources namely chicken-rice, catfish-rice and tempe-rice showed no significant differences on bioavailability of calcium and iron. Protein in the dishes that cooked with three cooking methods had positive correlation with the bioavailabilty of calcium, while the bioavailability of iron, positive correlation was only shown on the boiling method. Pearson Correlation analysis showed that tannins, oxalate and phytate had negative correlation with calcium bioavailability of the dishes, whereas phytate had negative correlation with the bioavailability of iron only on the boiling and steaming dishes. Key words: torbangun, Coleus amboinicus Lour, cooking methods, bioavailability of calcium and iron

4 RINGKASAN ROMYUN ALVY KHOIRIYAH. Bioavailabilitas Kalsium dan Zat Besi pada Berbagai Proses Pengolahan Sayur Daun Torbangun sebagai Bagian Menu Makanan Ibu Menyusui. Dibimbing oleh M. RIZAL M. DAMANIK dan LEILY AMALIA. Menyusui merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna mencapai tumbuh kembang bayi atau anak yang optimal. Ibu menyusui merupakan salah satu kelompok rawan gizi dan memerlukan zat gizi dalam jumlah yang relatif besar. Banyak ibu yang percaya bahwa mengkonsumsi bahan makanan tertentu dapat meningkatkan sekresi atau produksi air susu ibu yang merupakan kebiasaan turun temurun pada masyarakat Indonesia. Salah satu kebiasaan tersebut yaitu mengkonsumsi daun Torbangun dalam bentuk sayur yang biasa dikonsumsi bersama dengan makanan pokok. Tanaman ini dikonsumsi secara khusus oleh wanita batak yang sedang menyusui yang diyakini dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas air susu (ASI) (Damanik et al 2009; Damanik et al 2001) dan dapat meningkatkan status gizi anak yang dilahirkan (Damanik 2005). Manfaat sayur torbangun tersebut selain sebagai laktagogum juga dapat berperan sebagai sayuran sumber kalsium dan zat besi untuk ibu menyusui dikarenakan kandungan kalsium dan zat besi daun torbangun yang cukup tinggi. Konsumsi sayur daun torbangun pada umumnya dikombinasikan dengan sumber makanan pokok lainnya seperti lauk pauk. Sehingga dimungkinkan terjadi interaksi zat-zat gizi baik pada bahan pangan tersebut maupun pada saluran pencernaan. Selain itu, umumnya sayur daun torbangun ini dikonsumsi dengan cara dimasak terlebih dahulu. Beberapa cara pengolahan sayuran yang umum dilakukan adalah dengan cara direbus, dikukus dan ditumis. Sehingga melalui penelitian ini dapat diperoleh informasi tentang bioavailabilitas kalsium dan zat besi sayur daun torbangun yang diolah dengan cara direbus, dikukus dan ditumis yang masing-masing diwakili oleh sayur lodeh, sayur pecel dan sayur tumis torbangun, serta bagaimana bioavailabilitasnya jika dikombinasikan dengan pangan sumber karbohidrat dan protein yaitu nasi, daging ayam, ikan lele dan tempe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bioavailabilitas kalsium sayur daun torbangun dalam bentuk sayur lodeh, sayur pecel dan sayur tumis torbangun berbeda nyata (p<0,05) khususnya sayur pecel torbangun. Sedangkan bioavailabilitas zat besi sayur torbangun dalam ketiga bentuk tersebut tidak berbeda. Rata-rata bioavailabilitas kalsium dan zat besi sayur daun torbangun paling tinggi adalah yang diolah dengan cara dikukus yaitu sayur pecel torbangun. Demikian juga dengan hasil analisis zat gizi lain yaitu tanin, oksalat, fitat, serat, vitamin C dan protein yang paling tinggi terdapat pada sayur pecel Torbangun yang diolah dengan cara dikukus. Hasil analisis ragam ANOVA pada kombinasi pangan sumber karbohidrat dan protein yang terdiri dari ayam nasi, lele nasi dan tempe nasi menunjukkan hasil yang tidak berbeda. Rata-rata bioavailabilitas kalsium dan zat besi paling tinggi diperoleh dari kombinasi lele nasi. Sedangkan hasil analisis kandungan zat gizi lain menunjukkan bahwa kandungan protein tertinggi diperoleh dari

5 kombinasi ayam nasi, diikuti tempe nasi, demikian juga dengan kandungan vitamin C. Berdasarkan hasil analisis ragam pada sayur daun torbangun yang dikombinasikan dengan pangan sumber karbohidrat dan protein menunjukkan bahwa baik bioavailabilitas kalsium maupun zat besi pada berbagai kombinasi tidak berbeda. Hal ini diduga karena konsumsi sayur daun torbangun bersamaan dengan konsumsi pangan sumber karbohidrat dan protein dapat meningkatkan penyerapan zat gizi pada pangan tersebut. Hasil analisis korelasi Pearson kandungan zat gizi lain menunjukkan bahwa kandungan protein dapat meningkatkan bioavailabilitas kalsium dan zat besi pada kelompok sayur lodeh torbangun, sedangkan pada kelompok sayur pecel dan tumis torbangun hanya pada bioavailabilitas kalsium. Selain itu, kandungan tanin, oksalat dan fitat dapat menurunkan bioavailabilitas kalsium dan zat besi pada kelompok sayur lodeh torbangun. Pada kelompok sayur pecel torbangun, kandungan tanin dan oksalat hanya dapat menurunkan bioavailabilitas kalsium, sedangkan bioavailabilitas zat besi berhubungan dengan kandungan oksalat, fitat dan serat. Pada kelompok sayur tumis torbangun menunjukkan bahwa kandungan tanin dan oksalat hanya berhubungan dengan bioavailabilitas kalsium, dimana kandungan tanin dan oksalat dapat menurunkan bioavailabilita kalsium, sedangkan pada bioavailabilitas zat besi tidak berhubungan dengan kandungan zat lain. Kata kunci: torbangun, Coleus amboinicus Lour, pengolahan sayuran, bioavailabilitas kalsium dan zat besi

6 Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 BIOAVAILABILITAS KALSIUM DAN ZAT BESI PADA BERBAGAI PROSES PENGOLAHAN SAYUR DAUN TORBANGUN SEBAGAI BAGIAN MENU MAKANAN IBU MENYUSUI ROMYUN ALVY KHOIRIYAH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

8 LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis : Bioavailabilitas Kalsium dan Zat Besi pada Berbagai Proses Pengolahan Sayur Daun Torbangun sebagai Bagian Menu Makanan Ibu Menyusui Nama : Romyun Alvy Khoiriyah NIM : I Disetujui Komisi Pembimbing Drh. M. Rizal. M. Damanik, MRepSc,PhD Ketua Leily Amalia, STP, Msi Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana Drh. M. Rizal. M. Damanik, MRepSc,PhD Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Ujian: 31 Oktober 2011 Tanggal Lulus:

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia yang diberikan sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2011 ini adalah tentang penyerapan kalsium dan zat besi sayur daun torbangun dengan judul Bioavailabilitas Kalsium dan Zat Besi pada Berbagai Proses Pengolahan Sayur Daun Torbangun sebagai Bagian Menu Makanan Ibu Menyusui. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc dan Ibu Leily Amalia, STP, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran serta menyediakan waktu di tengah kesibukan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Orangtuaku tercinta Bapak Drs. KH. Ahmad Fauzi Effendi dan Ibunda Hj Chamidah, Spd, Bapak Drs. Timan, Mpd dan Ibunda Sujati, Spd atas dukungan, cinta, dan doa. Semoga ini dapat menjadi persembahan terbaik dari ananda 2. Suamiku tercinta Muhammad Taufik Cahyono, S.Kom atas dukungan dan kesabarannya selama adinda belajar di kota yang berbeda 3. Adikku Ahmad Syihab Fahmi QRM, STP yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan. 4. Bapak Mashudi sebagai teknisi laboratorium yang telah memberikan masukan dan arahannya yang sangat berharga 5. Teman-teman di laboratorium A immatul Fauziyah, Rahmi Khalida, Tien, Panji, Lina, Mahmud, Suprapti, dan semua yang telah memberikan bantuan, motivasi dan saran yang berarti bagi penulis 6. Teman-teman pasca GMS 2009: Bu Any, Eka, Prita, mbak Erny, Zulya, Mbak Yayuk, Mbak Yuni, Dian, Tari, Aris, Pak Ismanto, Pak Ferry, atas kebersamaan dan dukungannya. 7. Teman-Teman Ar-Riyadh: Tari, Lili, Laswi, Nita, Maya, Ziah, Belinda, Ririn, Gita, Pipit, Isna, Firas, Nisa atas semua bantuan, dukungan dan kebersamaannya. Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk semua. Bogor, Desember 2011 Romyun Alvy Khoiriyah

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 27 Juni 1983 dari ayah Drs. KH. Ahmad Fauzi Effendi dan Ibu Hj. Chamidah, Spd. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar dijalani dikota kelahiran penulis yaitu pada SD Negeri Mulyorejo II. Sedangkan pendidikan sekolah menengah pertama sampai sekolah menengah atas dijalani di kota Jombang pada SLTP Negeri I Bandarkedungmulyo Jombang dan SMU Negeri I Bandarkedungmulyo Jombang. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Brawijaya dengan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian hingga memperoleh gelar Sarjana. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan kembali pendidikan strata 2 (S2) pada Sekolah Pascasarjana IPB, Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat.

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 4 Hipotesis Penelitian... 4 Manfaat Penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA... 7 Tanaman Torbangun... 7 Gizi Ibu Menyusui Zat Besi Metabolisme Zat Besi Bioavailabilitas Zat Besi Kalsium Metabolisme Kalsium Bioavailabilitas Kalsium Faktor Yang Berhubungan dengan Bioavailabilitas Ca dan Fe Proses Pengolahan Sayur Daun Torbangun Pangan Sumber Karbohidrat: Nasi (Oryzae sativa) Pangan Sumber Protein Daging Ayam Ikan Lele Tempe METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Analisis Bioavailabilitas Kalsium dan Zat Besi Analisis Kadar Kalsium dan Zat Besi Analisis Tanin Analisis Oksalat Analisis Fitat Analisis Serat Analisis Vitamin C Analisis Kadar Protein Prosedur Penelitian Analisis Bioavailabilitas Kalsium dan Zat Besi Analisis Kadar Kalsium Analisis Kadar Zat Besi Analisis Tanin ix x xi

12 Analisis Oksalat Analisis Fitat Analisis Serat Analisis Vitamin C Analisis Kadar Protein Rancangan Percobaan Analisis Data Definisi Operasional HASIL dan PEMBAHASAN Sayur Daun Torbangun Kandungan Kalsium dan Zat Besi Bioavailabilitas Kalsium dan Zat Besi Komponen Zat Gizi Lain Kombinasi Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein Kandungan Kalsium dan Zat Besi Bioavailabilitas Kalsium dan Zat Besi Komponen Zat Gizi Lain Interaksi Sayur Daun Torbangun dan Kombinasi Pangan Kandungan Kalsium Bioavailabilitas Kalsium Kandungan Zat Besi Bioavailabilitas Zat Besi Komponen Zat Gizi Lain Sayur Lodeh Torbangun dan Kombinasi Pangan Sayur Pecel Torbangun dan Kombinasi Pangan Sayur Tumis Torbangun dan Kombinasi Pangan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 77

13 DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi Zat Gizi Daun Torbangun dan Katu Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan untuk Ibu Menyusui (per Orang per Hari) Kandungan Gizi Nasi Kandungan Gizi Daging Ayam Kandungan Gizi Ikan Lele Kandungan Gizi Tempe Kedelai Goreng Kombinasi Perlakuan Bioavailabilitas Sayur daun Torbangun dan Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein Rata-Rata Kandungan Kalsium dan Zat Besi Sayur Torbangun pada Berbagai Proses Pengolahan Kandungan Zat Lain Sayur Daun Torbangun pada Berbagai Proses Pengolahan Rata-Rata Kandungan Kalsium dan Zat Besi Kombinasi Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein Kandungan Zat Lain Kombinasi Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein Rata-Rata Kandungan Zat Lain Kelompok Sayur Lodeh Torbangun dengan Kombinasi Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein Korelasi Pearson Kelompok Sayur Lodeh Torbangun pada Berbagai Kombinasi Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein Rata-Rata Kandungan Zat Lain Kelompok Sayur Pecel Torbangun dengan Kombinasi Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein Korelasi Pearson Kelompok Sayur Pecel Torbangun pada Berbagai Kombinasi Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein Rata-Rata Kandungan Zat Lain Kelompok Sayur Tumis Torbangun dengan Kombinasi Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein Korelasi Pearson Kelompok Sayur Tumis Torbangun pada Berbagai Kombinasi Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein... 64

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Tanaman Torbangun Diagram Alir Penelitian Bioavailabilitas Kalsium dan Zat Besi Sayur Daun Torbangun Bioavailabilitas Kalsium dan Zat Besi Kombinasi Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein Rata-Rata Kadar Kalsium Kombinasi Sayur Daun Torbangun dan Pangan Karbohidrat dan Protein Bioavailabilitas Kalsium Kombinasi Sayur Daun Torbangun dan Pangan Karbohidrat dan Protein Rata-Rata Kadar Zat Besi Kombinasi Sayur Daun Torbangun dan Pangan Karbohidrat dan Protein Bioavailabilitas Zat Besi Interaksi Sayur Daun Torbangun dan Kombinasi Pangan Karbohidrat dan Protein... 58

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Bioavailabilitas Kalsium Sayur Torbangun Bioavailabilitas Zat Besi Sayur Torbangun Bioavailabilitas Kalsium Kombinasi Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein Bioavailabilitas Zat Besi Kombinasi Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein Bioavailabilitas Kalsium Kombinasi Sayur Daun Torbangun dan Pangan Sumber Karbohidrat Dan Protein Bioavailabilitas Zat Besi Kombinasi Sayur Daun Torbangun dan Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein Korelasi Pearson Kelompok Sayur Lodeh Torbangun Korelasi Pearson Kelompok Sayur Pecel Torbangun Korelasi Pearson Kelompok Sayur Tumis Torbangun Analisis Ragam Anova Kandungan Kalsium dan Zat Besi Sayur Torbangun Pada Berbagai Proses Pengolahan Analisis Ragam Anova Kandungan Kalsium dan Zat Besi Kombinasi Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein Analisis Ragam Anova Kandungan Kalsium Sayur Daun Torbangun dengan Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein Analisis Ragam Anova Kandungan Zat Besi Sayur Daun Torbangun dengan Pangan Sumber Karbohidrat dan Protein Bahan-Bahan yang Digunakan pada Pembuatan Sayur Lodeh Torbangun Bahan-Bahan yang Digunakan pada Pembuatan Sayur Pecel Torbangun Bahan-Bahan yang Digunakan pada Pembuatan Sayur Tumis Torbangun Prosedur Pengolahan Sayur Daun Torbangun... 93

16 PENDAHULUAN Latar Belakang Menyusui merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna mencapai tumbuh kembang bayi atau anak yang optimal. Sejak lahir bayi hanya diberikan ASI hingga usia 6 bulan yang disebut sebagai ASI eksklusif. Selanjutnya ASI diteruskan hingga berusia 2 tahun dengan penambahan makanan lunak/padat yang disebut Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang cukup dalam jumlah maupun mutunya (WHO 2002). Ibu menyusui merupakan salah satu kelompok rawan gizi dan memerlukan zat gizi dalam jumlah yang relatif besar, karena pada saat menyusui ibu sedang mengalami pemulihan, menstruasi, disamping memenuhi kebutuhan gizi bagi bayi yang sedang disusui juga untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya sendiri. Selain itu, pada saat ibu menyusui, ibu mengalami banyak kehilangan zat-zat gizi mikro maupun makro seperti zat besi dan kalsium yang dikeluarkan melalui ASI. Ibu menyusui perlu mendapatkan perhatian asupan makanan yang baik untuk pemenuhan zat gizi di dalam tubuhnya. Zat gizi tersebut selain untuk memenuhi kandungan zat gizi pada air susu ibu, juga untuk menjalankan fungsi fisiologis pada tubuh ibu. Apabila kebutuhan gizi ibu menyusui tidak diperhatikan dengan baik, maka keadaan seperti ini memungkinkan ibu mudah menderita berbagai penyakit defisiensi yang akut. Seringkali ibu-ibu yang menyusui anaknya terlihat pucat, lesu dan kurus (Moehji 1991). Meskipun ibu menyusui dianjurkan untuk mengonsumsi suplemen untuk memenuhi kebutuhan gizinya, akan tetapi seringkali ibu tidak patuh dalam mengkonsumsinya. Untuk itu cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan ibu menyusui akan zat gizi adalah dengan mengkombinasikan beraneka sumber makanan yang secara alami menyediakan zat gizi mikro maupun makro. Banyak ibu yang percaya bahwa mengonsumsi bahan makanan tertentu dapat meningkatkan sekresi atau produksi air susu ibu yang merupakan kebiasaan turun temurun pada masyarakat Indonesia. Salah satu kebiasaan tersebut adalah mengonsumsi daun torbangun dalam bentuk sayur yang biasa dikonsumsi bersama dengan makanan pokok. Tanaman ini dikonsumsi secara khusus oleh

17 2 wanita Batak yang sedang menyusui dan diyakini dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas air susu (ASI) (Damanik 2009; Damanik et al 2001) dan dapat meningkatkan status gizi anak yang dilahirkan (Damanik 2005). Selain berkhasiat sebagai lactagogum, masyarakat Batak juga meyakini khasiat daun torbangun sebagai pembersih rahim ibu yang baru melahirkan (uterine cleansing agent), penambah tenaga (tonikum), pengurang rasa nyeri (analgesik), penawar racun (antimikroba/antibakteri) dan obat untuk menyembuhkan penyakit seperti sariawan dan batuk (Damanik et al 2004). Selain dari manfaat tersebut, daun torbangun diketahui juga mengandung lebih banyak kalsium, zat besi total dibandingkan dengan daun Katuk, dimana kalsium dan zat besi pada daun torbangun segar masing-masing sebesar 273,86 mg/100 gr dan 21,37 mg/100 gr (Devi 2009). Menurut Hardinsyah et al (2004), angka kecukupan gizi ibu menyusui pada wanita dewasa untuk kalsium adalah sebesar 950 mg/orang/hari, dan zat besi sebesar 35 mg/orang/hari. Menurut AKE kebutuhan konsumsi sayuran untuk ibu menyusui dalam sehari adalah sebesar 350 gram. Maka dapat disimpulkan bahwa konsumsi daun torbangun sebanyak 350 gram per hari dapat mencukupi seratus persen kebutuhan kalsium dan zat besi ibu menyusui menurut jumlah ketersediaannya. Sehingga apabila secara tradisional bagi ibu yang mengonsumsi daun torbangun sebagai sayuran sehari-hari selama menyusui, maka selain memberi manfaat untuk peningkatan kualitas dan kuantitas ASI, sayuran tersebut juga bermanfaat sebagai salah satu sumber mineral kalsium dan zat besi yang diperlukan oleh ibu menyusui. Konsumsi sayur daun torbangun sebagai bagian dari makanan pokok tak terlepas dari kombinasi dengan sumber makanan pokok lainnya. Pada umumnya menu makanan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat adalah makanan yang mengandung pangan sumber karbohidrat dan protein dalam porsi yang lebih besar dibandingkan dengan pangan sumber vitamin dan mineral yaitu sayuran dan buahbuahan. Adanya kombinasi konsumsi pangan sayur daun torbangun bersamaan dengan makanan pokok lainnya menyebabkan kemungkinan terjadinya interaksi antar zat gizi dari masing-masing pangan tersebut. Interaksi dapat terjadi antara zat gizi dengan zat gizi yang lain, atau zat gizi dengan zat anti gizi. Selain itu,

18 3 interaksi antar zat gizi juga dapat terjadi dalam bahan pangan itu sendiri, serta pada saluran pencernaan. Semua hasil interaksi tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi hasil akhir penyerapan zat gizi oleh tubuh, dimana dalam kajian penelitian ini akan secara spesifik membahas tentang interaksi mineral kalsium dan zat besi pada sayur daun torbangun dengan zat gizi lain terhadap bioavailabilitasnya. Karena adanya berbagai macam zat gizi yang dapat berinteraksi pada bahan pangan, maka perlu dilakukan penelitian tentang pemanfaatan sayur daun torbangun terhadap kombinasi dengan pangan sumber karbohidrat seperti nasi dan pangan sumber protein hewani (daging ayam, ikan) dan protein nabati seperti tempe. Sehingga dapat diperoleh informasi tentang zat gizi dan anti gizi yang berinteraksi baik didalam bahan pangan maupun selama proses pencernaan yang dapat mempengaruhi penyerapan zat gizi khususnya kalsium dan zat besi yang sangat diperlukan bagi ibu menyusui. Pada masyarakat umumnya jenis proses pengolahan yang dilakukan pada sayuran juga beragam, sehingga untuk dapat memberikan hasil penelitian yang dapat mewakili masing-masing jenis proses pemasakan tersebut dan pengaruhnya terhadap bioavailabilitas kalsium dan zat besi sayur daun torbangun maka peneliti juga memberikan perlakuan terhadap metode pemasakan sayur yang bervariasi yaitu dengan cara direbus, dikukus dan ditumis. Menurut Lowe (1963), pada sayuran, adanya proses pemanasan dapat menyebabkan rusaknya dinding sel sayuran yaitu selulosa dan hemiselulosa yang mengakibatkan zat besi yang bersifat larut, keluar dari sel tanaman dan masuk ke dalam cairan pemasak. Proses penyerapan zat gizi juga dipengaruhi oleh kondisi pencernaan pada masing-masing individu yang bervariasi. Meskipun demikian, dengan mempertimbangkan efisiensi teknis, untuk dapat memberikan gambaran secara umum hasil interaksi antara sayur daun torbangun dengan sumber makanan pokok lainnya, maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode in vitro, dimana kondisi pencernaan pada setiap orang dianggap sama. Menurut Roig et al (1998) metode pengukuran bioavailabilitas secara in vitro merupakan simulasi dari sistem pencernaan makanan pada saluran gastrointestinal dalam kondisi yang tetap.

19 4 Tujuan Konsumsi sayur daun torbangun pada ibu menyusui telah dilakukan secara turun-temurun dan terbukti dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI, selain itu kandungan mineral kalsium dan zat besi pada sayur daun torbangun juga cukup tinggi, maka perlu dilakukan adanya pengkajian terhadap hasil interaksi zat gizi dari sayur daun torbangun yang dikonsumsi sebagai bagian dari menu makan ibu menyusui, dengan tujuan sebagai berikut: 1. Menganalisis bioavailabilitas kalsium dan zat besi sayur daun torbangun dengan berbagai cara pengolahan (direbus, dikukus, ditumis) 2. Menganalisis bioavailabilitas kalsium dan zat besi pangan sumber karbohidrat yang dikombinasikan dengan pangan sumber protein tanpa sayur daun torbangun 3. Menganalisis bioavailabilitas kalsium dan zat besi sayur daun torbangun dengan berbagai cara pengolahan yang dikombinasikan dengan pangan sumber karbohidrat dan protein 4. Menganalisis kandungan zat gizi lain yaitu tanin, oksalat, fitat, serat, vitamin C dan kadar protein yang diduga berhubungan dengan bioavailabilitas kalsium dan zat besi Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Terdapat perbedaan bioavailabilitas kalsium dan zat besi sayur daun torbangun dengan berbagai cara pengolahan 2. Terdapat perbedaan bioavailabilitas kalsium dan zat besi dari sayur daun torbangun yang dikombinasikan dengan pangan sumber karbohidrat dan protein 3. Terdapat hubungan antara kandungan zat gizi lain yaitu tanin, oksalat, fitat, serat, vitamin C dan kadar protein dengan bioavailabilitas kalsium dan zat besi

20 5 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran bagi masyarakat secara umum maupun ibu menyusui tentang manfaat yang bisa diperoleh dari mengonsumsi sayur daun torbangun, selain untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI, juga sebagai sayuran yang dapat menyumbangkan mineral kalsium dan zat besi yang diperlukan oleh ibu menyusui serta bagaimana penyerapan sayur daun torbangun jika dikombinasikan bersama makanan pokok lainnya.

21 6

22 7 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour) Torbangun merupakan suatu tanaman jenis perdu, yang memiliki batang tebal, berdaging lunak, dan agak berkayu dengan cabang-cabang yang mencapai ketinggian satu meter. Pada bagian batang terdapat ruas-ruas yang bila menyentuh tanah, maka bisa keluar akar pada bagian tersebut. Torbangun umumnya ditanam di kebun-kebun di daerah dataran rendah dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Batang torbangun memiliki karakteristik lunak dan berair, sementara daun torbangun berwarna hijau muda, berbentuk lonjong serta bergerigi kasar dan tebal. Daun torbangun memiliki bau yang khas dan bermanfaat untuk pengobatan. Pengembangbiakan tanaman ini dapat dilakukan dengan cara stek dan dapat ditanam dalam pot maupun ditanam langsung di tanah. Torbangun tumbuh di tempat-tempat yang tidak terlalu banyak terkena sinar matahari dan mengandung cukup air atau tidak terlalu kering (Tanaman Obat Indonesia 2005). Asal usul tanaman torbangun ini tidak diketahui secara pasti, namun torbangun dikenal sebagai tanaman tahunan di daerah tropis, hidup di dataran rendah hingga ketinggian kira-kira 1100 m di atas permukaan laut. Batangnya berbentuk bulat dan sedikit berambut dan pada kakinya seringkali agak seperti kayu. Jarang berbunga (warnanya ungu putih) namun mudah sekali dibiakkan dengan stek dan cepat berakar didalam tanah (Heyne 1987). Gambar 1 Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour) Daun torbangun (coleus amboinicus Lour) memiliki daun tunggal berwarna hijau dengan ukuran panjang 6-7 cm, lebar 5-6 cm. Daging daun torbangun tebal

23 8 dan letak satu daun berhadapan dengan daun yang lainnya. Daun torbangun memiliki tangkai dan berbentuk bulat telur berujung runcing dengan tepian bergerigi. Tulang daun nampak menonjol seperti jala dan jika diremas daun akan mengeluarkan aroma yang khas (Tanaman Obat Indonesia 2005). Daun torbangun merupakan salah satu sumber bahan pangan yang secara turun temurun dipercaya oleh ibu-ibu suku Batak di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki khasiat sebagai menstimulasi produksi air susu ibu menyusui (Laktagogum). Masyarakat Batak khususnya Batak Karo biasa mengkonsumsi sayur daun torbangun untuk menu sehari-hari dan terutama disajikan untuk ibu yang baru melahirkan. Daun torbangun dikonsumsi secara khusus oleh wanita batak yang sedang menyusui yang diyakini dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas air susu (ASI) (Damanik 2009; Damanik et al 2001) dan dapat meningkatkan status gizi anak yang dilahirkan (Damanik 2005). Selain berkhasiat sebagai lactagogum, masyarakat Batak juga meyakini khasiat daun torbangun sebagai pembersih rahim ibu yang baru melahirkan (uterine cleansing agent), penambah tenaga (tonikum), pengurang rasa nyeri (analgesik), penawar racun (antimikroba/antibakteri) dan obat untuk menyembuhkan penyakit seperti sariawan dan batuk (Damanik et al 2004). Disamping itu hasil suatu penelitian menunjukkan bahwa konsumsi daun Torbangun berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar beberapa mineral seperti zat besi, kalium, seng dan magnesium dalam ASI serta mengakibatkan peningkatan berat badan bayi secara nyata (Damanik et al 2005). Daun torbangun juga dapat dijumpai di hampir semua daerah di Indonesia dengan penamaan yang berbeda. Di Sumatera Utara selain nama torbangun, masyarakat juga menyebutnya sebagai daun Jinten, daun Hati-hati, atau Sukan. Orang Sunda di Jawa Barat menamakannya Ajeran atau Acerang, di Jawa dikenal sebagai daun Kucing sedangkan di Madura dikenal sebagai Majha Nereng atau daun Kambing. Masyarakat Bali menyebutnya sebagai Iwak, sedangkan masyarakat Timor menyebutnya Kumuetu. Pada keadaan segar, helaian daun torbangun bertekstur tebal, sangat berdaging dan berair, tulang daun bercabang-cabang dan menonjol sehingga membentuk bangunan menyerupai jala, permukaan atas berbungkul-bungkul,

24 9 berwarna hijau muda dan kedua permukaan berambut halus berwarna putih. Pada keadaan kering helaian daun tipis dan sangat berkerut, permukaan atas kasar, warna coklat, permukaan bawah berwarna lebih muda dari permukaan atas, tulang daun kurang menonjol (Depkes RI 1989). Komposisi kandungan kimia daun torbangun secara ilmiah juga belum banyak diketahui. Beberapa yang sudah pernah diteliti oleh Dr. Boorsma (Heyne 1987, Depkes RI 1989) dan Mardisiswojo et al (1985) menunjukkan bahwa dalam daun torbangun terdapat banyak kalium (6,46 persen dari berat kering pada K 2 O) dan minyak atsiri (0,043 persen pada daun segar atau 0,2 persen daun kering). Menurut Heyne (1987), dari 120 kg daun segar terdapat sekitar 25 ml minyak atsiri yang mengandung fenol (isopopyl-o-kresol) dan atas dasar hal tersebut daun torbangun dianggap sebagai antisepticum yang bernilai tinggi. Minyak atsiri dari daun torbangun juga mempunyai aktivitas tinggi melawan infeksi cacing (Vasquez et al 2000). Selain itu, menurut Mardisiswojo et al (1985) daun dan buah torbangun mengandung zat lemak dan protein. Komposisi zat gizi daun torbangun menunjukkan bahwa dalam 100 g daun torbangun, kandungan kalsium, besi dan karoten total lebih tinggi dibandingkan dengan daun katuk (Sauropus androgynus). Data selengkapnya tentang komposisi zat gizi daun torbangun dan daun katuk disajikan pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Komposisi Zat Gizi Daun Torbangun dan Katuk dalam 100 g Berat Basah Komposisi Zat Gizi Daun Torbangun Katuk Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Hidrat arang (g) Serat (g) Abu (g) Kalsium (mg) Phosfor (mg) Besi (mg) Karoten total (µg) Vitamin A (mg) 0 0 Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) Berat dapat dimakan (%) Sumber : (Devi 2009)

25 10 Manfaat lain dari daun torbangun adalah dapat dimasak sebagai sayur ataupun sebagai lalapan. Di pulau Jawa, daun torbangun seringkali digunakan untuk memberi aroma tajam pada masakan daging kambing. Selain itu daun ini juga bermanfaat sebagai penyembuh luka dengan cara digerus kemudian ditempelkan pada daerah luka, atau dibuat jamu penurun panas, atau langsung dikunyah untuk obat sariawan (Heyne 1987). Di daerah China Penisula, jus daun torbangun dengan ditambahkan gula, seringkali digunakan sebagai obat batuk untuk anak-anak. Di Indo China, daun torbangun seringkali dimanfaatkan sebagai obat asma dan bronkitis (Burkill 1996). Di Malaysia daun torbangun juga dimanfaatkan untuk jamu-jamuan yang direbus dan diberikan setelah melahirkan (Burkill 1996). Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa daun torbangun memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Gizi Ibu Menyusui Menyusui merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna mencapai tumbuh kembang yang optimal. Sejak lahir bayi hanya diberikan ASI hingga usia 6 bulan yang disebut sebagai ASI eksklusif. Selanjutnya ASI diteruskan hingga berusia 2 tahun dengan penambahan makanan lunak/padat yang disebut Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang cukup dalam jumlah maupun mutunya (WHO 2002). Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi. Produksi ASI yang cukup dipengaruhi oleh konsumsi makanan ibu menyusui yang harus dapat memenuhi kebutuhan ganda. Selain untuk memenuhi kebutuhan ibu juga untuk produksi ASI sebagai makanan terbaik bagi bayi baru lahir karena ASI mengandung gizi yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan bayi. ASI juga mengandung antibodi yang dapat melindungi bati dari infeksi dan penyakit tertentu (Soetjiningsih, 1997). Pada saat menyusui ibu harus makan makanan yang cukup agar mampu menghasilkan ASI yang cukup bagi bayinya, memulihkan kesehatan setelah melahirkan dan memenuhi kebutuhan gizi yang meningkat karena kegiatan seharihari yang bertambah. Ibu menyusui memerlukan zat gizi dan minuman lebih banyak daripada saat hamil, banyaknya makanan ibu menyusui disesuaikan

26 11 dengan kebutuhan gizi ibu (Depkes RI, 2005). Prinsip makanan ibu menyusui sama dengan makanan wanita dewasa hanya jumlah lebih banyak dan mutunya lebih baik. Kebutuhan gizi ibu menyusui meningkat dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui. Bila sebelum menyusui kebutuhan energi dan protein perempuan usia tahun sebesar kkal dan 50 g per hari, pada waktu menyusui kebutuhannya akan meningkat menjadi kkal dan 67 g per hari pada enam bulan pertama, serta kkal dan 67 g per hari pada enam bulan kedua. Demikian juga dengan kebutuhan zat-zat gizi lain, juga akan meningkat selama menyusui. Kebutuhan lemak ibu menyusui disesuaikan dengan kebutuhan energi, yaitu seperlima dari total kebutuhan energi (Kurniasih, 2010). Tabel 2 Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan untuk Ibu Menyusui (per Orang per Hari) Kelompok Umur (th) Energi (kkal) Protein (g) Vit C (mg) Ca (mg) Fosfor (mg) Wanita: Menyusui: bln bln Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (2004) Besi (mg) Seng (mg) 9,3 9,8 +4,6 +4,6 Kuantitas makanan untuk ibu menyusui lebih besar dibanding dengan ibu hamil, karena metabolisme meningkat akan tetapi kualitasnya tetap sama. Pada ibu menyusui diharapkan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan berenergi tinggi untuk kebutuhan diri sendiri dan produksi ASI (Depkes RI, 2005). Kecukupan gizi ASI juga dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi ibu. Makanan bagi ibu menyusui harus beragam untuk menjamin konsumsi yang cukup akan protein, bermacam vitamin, dan makanan yang mengandung gizi essensial lainnya (Perinasia, 1990). Zat Besi Zat besi (Fe) merupakan zat gizi mikro yang essensial dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh dan mengangkut elektron dalam sel. Selain itu zat besi berperan dalam proses

27 12 sintesis enzim yang mengandung zat besi yang dibutuhkan dalam pemanfaatan oksigen selama proses produksi energi seluler (Linder 1992). Selain itu, zat besi merupakan salah satu komponen penyusun hemoglobin. Jika tubuh kekurangan zat besi (defisiensi zat besi), maka pembentukan hemoglobin akan terhambat yang berakibat pada terhambatnya pembentukan sel darah merah. Selanjutnya timbullah anemia akibat kekurangan zat besi yang disebut sebagai anemia defisiensi zat besi (Wijayakusumah 2007). Daging pangan hewani lengkap dengan residu darah dan sel-sel ototnya, pada umumnya kaya akan zat besi dalam bentuk heme yang bersifat lebih tersedia bagi tubuh bila dibandingkan dengan zat besi anorganik dan zat besi dalam bahan nabati (Linder 1992). Bioavailabilitas zat besi dalam bahan pangan nabati relatif rendah. Senyawa-senyawa lain yang kemungkinan terkandung dalam bahan nabati antara lain asam fitat yang terdapat pada biji-bijian, tanin dan oksalat yang terdapat didalam teh dan beberapa sayuran berdaun hijau, serta pektin yang banyak terdapat pada buah-buahan. Zat besi memiliki kemampuan untuk berubah bentuk antara dua keadaan ionik. Dalam keadaan tereduksi, besi kehilangan dua buah elektron sehingga mempunyai dua buah muatan positif. Besi dalam keadaan tereduksi disebut besi ferro (Fe 2+ ). Dalam keadaan teroksidasi, besi kehilangan tiga buah elektron sehingga memiliki tiga muatan positif. Besi dalam keadaan teroksidasi disebut besi ferri (Fe 3+ ). Karena dapat berada dalam keadaan ionik yang berbeda maka besi dapat berfungsi sebagai kofaktor bagi enzim-enzim yang terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi (Whitney et al 1998). Di dalam bahan pangan, terdapat dua macam zat besi yang berpengaruh terhadap mekanisme penyerapan (absorpsi), yaitu zat besi heme dan non heme. Zat besi heme berasal dari bahan pangan hewani terutama hemoglobin dan mioglobin. Sedangkan zat besi non-heme berasal dari serealia, sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan serta beberapa bahan pangan hewani seperti telur dan produk-produk susu (Halberg 1981). Zat besi heme dapat diabsorpsi secara langsung dalam bentuk kompleks besi porfirin. Jumlah zat besi heme yang diabsorpsi lebih tinggi dibandingkan dengan zat besi non heme. Monsen (1988) mengemukakan bahwa zat besi heme dapat

28 13 diabsorpsi sebesar persen, sedangkan zat besi non-heme hanya sekitar 2-20 persen. Pada umumnya 50 persen dari total zat besi dalam daging, ikan serta ayam berada dalam bentuk heme, dan selebihnya dalam bentuk non heme. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, zat besi non heme sebagian besar berasal dari bahan pangan nabati. Informasi mengenai bentuk kimia zat besi pada bahan pangan nabati masih sangat sedikit. Beberapa diantaranya yang telah diketahui adalah senyawa fitat monoferik yang merupakan bentuk utama zat besi dalam gandum, dan fitoferritin yang ditemukan dalam kacang-kacangan (Latunde and Neale 1986). Suhardjo dan Kusharto (1992) menyatakan bahwa pada umumnya dalam bahan pangan nabati, zat besi berada dalam bentuk ikatan ferri, sedangkan dalam bahan pangan hewani berada dalam bentuk ikatan ferro. Zat besi yang berbentuk ferri oleh HCL didalam lambung direduksi menjadi ferro yang lebih mudah diserap oleh sel-sel mukosa usus. Bentuk ferro (Fe 2+ ) dan ferri (Fe 3+ ) bersifat sukar larut dalam ph netral. Lambung yang mempunyai ph rendah menyebabkan Fe 3+ dapat berdisosiasi dan bereaksi dengan senyawa-senyawa yang mempunyai berat molekul rendah, seperti fruktosa, asam askorbat, asam sitrat, dan asam-asam amino untuk membentuk senyawa kompleks yang memungkinkan zat besi tetap bersifat larut pada ph netral dengan adanya cairan usus. Zat besi heme diserap terutama di bagian duodenum, sedangkan zat besi non heme juga diserap di daerah jejenum usus halus (Skikne 1988). Metabolisme Zat Besi Zat besi yang ada dalam tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu besi yang diperoleh dari hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan dalam tubuh, dan zat besi yang diserap dari saluran pencernaan (Winarno 1997). Sel-sel darah merah yang telah tua didegradasi oleh retikulum endoplasma yang berlangsung terutama dalam organ hati dan ginjal. Secara cepat zat besi yang dibebaskan dari hemoglobin dan profirin akan terikat pada protein transferin dan ferritin serum plasma. Transferin berfungsi untuk mentransfer zat besi kembali ke sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin atau ke bagian tubuh yang

29 14 memerlukan, sedangkan ferritin akan dikirim langsung ke organ hati (Linder 1992). Ferro dioksidasi menjadi ferri di dalam sel mukosa, kemudian bergabung dengan apoferritin membentuk protein yang mengandung zat besi yaitu ferritin. Untuk masuk ke plasma darah, zat besi dilepaskan dari ferritin dalam bentuk ferro, sedangkan apoferritin yang terbentuk akan kembali lagi kedalam fungsi semula. Zat besi ferro didalam plasma dioksidasi menjadi ferri untuk digabungkan dengan protein spesifik yang mengikat zat besi yaitu transferin. Besi yang ada dalam protein heme harus dibebaskan terlebih dahulu melalui pencernaan protein sehingga gugus heme terlepas. Proses ini terjadi di dalam lumen duodenum. Selanjutnya besi dalam gugus heme ini dibebaskan dari protoforfirin dengan bantuan enzim hemoksigenase yang memecah cincin porfirin (Fairbanks 1999). Mekanisme penyerapan zat besi non heme dibagi menjadi tiga tahap utama, yaitu 1) tahap intraluminal dimana makanan dicerna oleh asam lambung (gastrik) dan enzim pankreatin dan besi dilepaskan dalam bentuk larutan, 2) tahap mukosa dimana zat besi diambil oleh sel mukosa dan diangkut pada sisi serosal atau disimpan sebagai ferritin, dan 3) tahap corporeal, dimana zat besi diambil oleh transferin dalam plasma pada sisi serosa sel mukosa dan dibawa ke hati dan jaringan hemopoitetik (Latunde and Neale 1986). Plasma darah disamping menerima zat besi yang berasal dari penyerapan makanan, juga menerima zat besi dari simpanan (hati, limpa, dan sumsum tulang belakang), pemecahan hemoglobin dan sel-sel yang telah mati. Sebaliknya plasma harus mengirim zat besi ke sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin, juga ke sel endotelial untuk disimpan, dan ke semua sel untuk fungsi enzim yang mengandung zat besi. Jumlah zat besi yang diganti (turnover) sebanyak mg/hari dan dari jumlah itu hanya sekitar 1 mg berasal dari makanan (Suhardjo dan Kusharto 1992). Selanjutnya dikatakan pula, bahwa banyaknya zat besi yang dimanfaatkan untuk pembentukan hemoglobin umumnya sebesar mg/hari. Zat besi yang berlebihan disimpan sebagai cadangan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin di dalam sel parenkim hepatik, sel retikuloendotelial, sumsum tulang, hati dan limpa.

30 15 Ekskresi zat besi dari tubuh sebanyak 0,5-1,0 mg/hari, dikeluarkan bersama urin, keringat dan feses. Disamping itu zat besi dalam bentuk hemoglobin juga dapat diekskresikan dari dalam tubuh melalui pendarahan dan menstruasi (Suhardjo dan Kusharto 1992). Bioavailabilitas Zat Besi Latunde dan Neale (1986), menyatakan bahwa bioavailabilitas zat besi diartikan sebagai jumlah zat besi dari bahan pangan yang ditransfer dari lumen usus ke dalam darah. Bioavailabilitas zat besi dipengaruhi oleh kebutuhan gizi seseorang, kecukupan sekresi enzim pencernaan dan interaksi berbagai macam komponen dalam bahan pangan yang berperan dalam pelepasan zat besi. Faktor yang terakhir dapat berupa faktor pendorong dan faktor penghambat absorpsi juga kandungan zat besi dan bentuk kimianya. Kebutuhan zat besi seseorang berbeda-beda. Umur, jenis kelamin, kondisi fisiologis (kehamilan dan menyusui, masa bayi dan remaja), status zat besi individu, dan penyakit dapat mempengaruhi kebutuhan zat besi seseorang. Wanita membutuhkan zat besi lebih banyak daripada pria karena wanita mengalami kehilangan besi selama menstruasi dan membutuhkan lebih banyak besi saat hamil dan menyusui (Halberg 1988). Dalam keadaan defisiensi, seseorang akan menyerap zat besi dari makanan lebih banyak dibandingkan dengan orang lain yang memiliki status besi normal (Husaini et all, 1989). Absorpsi besi non heme dapat meningkat sampai sepuluh kali bila tubuh kekurangan besi atau karena kebutuhan yang meningkat pada masa pertumbuhan (Almatsier 2001). Zat besi dalam tubuh hanya dapat diserap dalam bentuk ferro (Fe 2+ ). Akan tetapi selama pencernaan, valensi zat besi non heme (Fe 3+ ) dapat berubah dan membentuk kompleks zat besi dengan ligan makanan seperti asam askorbat, fitat, tanin dan oksalat. Bioavailabilitas zat besi ditentukan oleh tingkat afinitas setiap ligan terhadap zat besi dan kelarutan kompleks ligan zat besi (Allen et al 1997). Zat besi heme dan non heme juga memiliki perbedaan dalam bioavailabilitasnya. Zat besi heme memiliki bioavailabilitas yang tinggi, yaitu sekitar persen, karena diserap secara utuh dalam cincin profirin dan tidak terekspos ligan-ligan penghambat (pengikat) yang ada dalam makanan. Zat besi

31 16 non heme dalam bahan pangan masuk ke dalam pool yang mudah dipertukarkan (exchangeable pool). Pool ini menyebabkan adanya efek dari ligan-ligan pendorong dan penghambat, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu hanya 2-20 persen besi non heme yang dapat diserap, tergantung pada ligan dan status besi seseorang (Hallberg 1988). Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1,3 kg. Dari jumlah ini, 99% berada didalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit 3Ca 3 (PO 4 ) 2 Ca(OH) 2. Hidroksiapatit merupakan kristal mineral yang terdiri atas kalsium fosfat atau kombinasi kalsium fosfat dan kalsium hidroksida. Kristal mineral ini terbentuk melalui proses klasifikasi matriks tulang yang terdiri atas serabut yang terbuat dari protein kolagen yang diselubungi oleh bahan gelatin. Selebihnya kalsium tersebar luas di dalam tubuh (Almatsier 2001). Mervyn (1989) menyatakan bahwa kalsium merupakan makroelemen logam yang terdapat dalam skeleton dan gigi (1100 g) dan sisanya (10 g) berada dalam sel-sel syaraf, otot dan darah. Fungsi kalsium didalam tubuh antara lain berperan dalam pembentukan tulang dan gigi, mengatur pembekuan darah, katalisator reaksi biologik dan berperan dalam kontraksi otot (Almatsier 2001). Menurut Winarno (1997), disamping berperan dalam pembentukan trombin dan proses penggumpalan darah, kalsium juga diperlukan dalam proses penyerapan vitamin B 12 serta bermanfaat dalam struktur dan fungsi membran. Kebutuhan kalsium dapat dicukupi dengan mengkonsumsi bahan pangan sumber kalsium. Bahan makanan yang kaya akan kalsium adalah susu dan hasil olahannya seperti keju dan es krim. Selain itu, ikan, serealia, kacang-kacangan tahu dan tempe serta sayuran hijau juga merupakan sumber kalsium yang baik (Almatsier 2001). Kalsium diabsorpsi dari usus melalui pengangkutan aktif, yaitu melewati suatu perbedaan konsentrasi dengan suatu proses yang membutuhkan energi. Vitamin D dibutuhkan untuk pengangkutan aktif tersebut (Olson et all 1988).

32 17 Lebih lanjut Muchtadi et al (1993) menjelaskan bahwa absorpsi kalsium terjadi terutama di dalam duodenum dan jejunum. Penyerapan ini terjadi pada ph 6. kurang lebih sebanyak 0,5 g kalsium hilang dan disimpan kembali dalam tulang setiap harinya. Menurut Weaver et al (1999), kehilangan kalsium dari tubuh dapat melalui urin, feses dan keringat. Kehilangan kalsium melalui urin mencapai mg per hari, melalui feses mencapai mg per hari, dan melalui keringat hanya mg, tetapi mencapai 100 mg per hari untuk orang yang bekerja berat. Konsentrasi kalsium dan feses berhubungan dengan intake kalsium. Sebagian besar kalsium pada feses adalah kalsium yang tidak dapat diserap dan hanya sejumlah kecil yang diekskresi dalam tubuh setelah absorpsi, sedangkan sisanya dibuang melalui keringat. Metabolisme Kalsium Kurang lebih sebesar 20% kalsium diserap dari asupan kalsium 800 mg/hari. Kalsium diabsorpsi melalui duodenum dan jejenum proksimal oleh protein pengikat kalsium yang disintesis sebagai respon terhadap kerja 1,25- dihidroksikolekalsiferol (1,25-dihidroksivitamin D 3 ). Absorpsi dihambat oleh senyawa-senyawa yang membentuk garam-garam kalsium yang tidak larut (Martin et al 1987). Kalsium tulang tersebar di antara: a) pool (cadangan) yang relatif tidak berubah/stabil, yang tidak dapat digunakan untuk pengaturan jangka pendek keseimbangan kalsium; dan b) pool yang cepat dan berubah, yang terlibat dalam kegiatan metabolisme kalsium (kurang lebih 1% kalsium tulang). Komponen yang dapat berubah ini dapat dianggap sebagai cadangan yang menumpuk bila makanan cukup kalsium. Cadangan kalsium ini terutama disimpan pada bagian ujung tulang panjang dalam bentuk kristal yang dinamakan trabekula dan dapat dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada masa pertumbuhan, kehamilan dan menyusui. Kekurangan konsumsi kalsium untuk jangka panjang menyebabkan struktur tulang yang tidak sempurna. Tulang senantiasa berada dalam keadaan dibentuk dan diresorpsi (diserap kembali). Sintesis tulang dominan pada anak-anak, ibu hamil dan menyusui. Pada orang

33 18 dewasa kedua proses berada dalam keadaan seimbang dimana kurang lebih 600 hingga 700 mg kalsium dipertukarkan tiap hari (Almatsier 2001). Kalsium dalam tulang merupakan sumber kalsium darah. Walaupun makanan kurang mengandung kalsium, konsentrasinya dalam darah akan tetap normal (Almatsier 2001). Konsentrasi kalsium plasma dikontrol oleh kombinasi daya kerja dari hormon paratiroid (PTH), kalsitonin dan metabolit-metabolit aktif vitamin D. Dalam cakupan konsentrasi kalsium plasma 4-10 mg/dl, kadar PTH merupakan kebalikan dari kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium plasma sekalipun dalam jumlah kecil akan mengakibatkan kenaikan sekresi PTH, yang kemudian merangsang resorbsi tulang secara aktif. PTH juga merangsang perubahan vitamin D menjadi metabolit yang paling aktif yaitu 1,25- dihidroksivitamin D yang bekerja secara sinergis dengan PTH untuk meningkatkan resorbsi tulang. Sistem hormonal vitamin D ini juga terlibat dalam homeostatis kalsium plasma melalui perannya dalam merangsang absorpsi kalsium di usus. Bila kadar kalsium plasma meningkat lebih dari 9,5 mg/dl, jumlah kalsitonin yang dilepaskan meningkat secara proporsional dan menurunkan sekresi PTH yang mengakibatkan turunnya produksi 1,25-(OH) 2 D 3 (Schuette et al 1998). Bioavailabillitas Kalsium Walaupun bahan makanan mengandung berbagai mineral untuk keperluan tubuh, namun tidak semuanya dapat dimanfaatkan. Hal ini bergantung pada ketersediaan biologisnya (bioavailabilitas). Bioavailabilitas kalsium dapat diartikan sebagai jumlah kalsium yang tersedia dalam bahan pangan yang dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh. Semakin tinggi kebutuhan dan semakin rendah persediaan kalsium dalam tubuh akan menyebabkan semakin efisien absorpsi kalsium (Almatsier 2001). Secara umum, bioavailabilitas kalsium dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik berkaitan dengan keadaan fisiologis individu seperti umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan, genetik, status gizi, efisiensi absorpsi dan interaksi metabolisme dalam tubuh. Faktor ekstrinsik berkaitan dengan makanan, seperti perlakuan pengolahan dan pemasakan, daya

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Menyusui merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna mencapai tumbuh kembang bayi atau anak yang optimal. Sejak lahir bayi hanya diberikan ASI hingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour) 7 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour) Torbangun merupakan suatu tanaman jenis perdu, yang memiliki batang tebal, berdaging lunak, dan agak berkayu dengan cabang-cabang yang mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi Disusun

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui 1 / 11 Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Perubahan Berat Badan - IMT normal 18,25-25 tambah : 11, 5-16 kg - IMT underweight < 18,5 tambah : 12,5-18 kg - IMT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran segar adalah bahan pangan yang banyak mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh (Ayu, 2002). Di samping sebagai sumber gizi, vitamin dan mineral,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga yang sehat merupakan kebahagian bagi kehidupan manusia. Hal ini memang menjadi tujuan pokok dalam kehidupan. Soal kesehatan ditentukan oleh makanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Konsumsi Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu golongan dari suatu kelompok usia yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan yang akan dikonsumsinya. Taraf kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Kimia Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara kadar Zn, Se, dan Co pada rambut siswa SD dengan pendapatan orang tua yang dilakukan pada SDN I Way Halim Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi pada periode tahun 2012 mencapai 50-63% yang terjadi pada ibu hamil, survei yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Indonesia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK N 1 Sukoharjo 1. Keadaan Demografis SMK Negeri 1 Sukoharjo terletak di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mineral merupakan unsur kimia yang diperlukan untuk tubuh kita. Mineral bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus mendapatkannya dari luar tubuh

Lebih terperinci

MAKALAH GIZI ZAT BESI

MAKALAH GIZI ZAT BESI MAKALAH GIZI ZAT BESI Di Buat Oleh: Nama : Prima Hendri Cahyono Kelas/ NIM : PJKR A/ 08601241031 Dosen Pembimbing : Erwin Setyo K, M,Kes FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT

PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT Oleh : ENDANG SUPRIYATI, SE KETUA KWT MURAKABI ALAMAT: Dusun Kenteng, Desa Puntukrejo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. APA YANG ADA dibenak dan PIKIRAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa alam, dan sebagainya, yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kopi 1. Pengertian kopi Kopi merupakan salah satu minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman psikostimulant

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 2002, konsumsi kalsium di kalangan masyarakat baru mencapai rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. pada 2002, konsumsi kalsium di kalangan masyarakat baru mencapai rata-rata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah salah satu faktor kehidupan yang sangat penting untuk diperhatikan. Menurut data Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes RI pada 2002, konsumsi kalsium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan GIZI Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan Lanjutan Gizi : Arab gizzah : zat makanan sehat Makanan : segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur pembangunan. Peningkatan kemajuan teknologi menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Gizi Besi Anemia gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi

Lebih terperinci

7 Manfaat Daun Singkong

7 Manfaat Daun Singkong 7 Manfaat Daun Singkong Manfaat Daun Singkong Penduduk asli negara Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi dengan pohon singkong. Pohon singkong merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak ditanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat kehamilan, terjadi peningkatnya kebutuhan janin untuk masa pertumbuhannya, sebagai respon ibu melakukan perubahan metabolisme secara jumlah maupun intensitas,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 26 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosectional study. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder dari Program Perbaikan Anemia Gizi Besi di Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 METABOLISME MINERAL PADA WANITA HAMIL : KALSIUM DAN FOSFOR Selama kehamilan metabolisme kalsium dan fosfor mengalami perubahan. ABSORBSI kalsium dalam darah menurun

Lebih terperinci

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Kontribusi Tingkat Kontribusi Tingkat Protein Konsumsi Zat Pemilihan Konsumsi Protein Besi Besar Lauk Zat Lauk Daya Protein Hewani Pengetahuan Keluarga Lauk Sayuran Besi

Lebih terperinci

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pelatihan dan Pendidikan Baby Sitter Rabu 4 November 2009 Pengertian Gizi Kata gizi berasal dari bahasa Arab Ghidza yang berarti makanan Ilmu gizi adalah ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Pra-Sekolah Anak pra-sekolah / anak TK adalah golongan umur yang mudah terpengaruh penyakit. Pertumbuhan dan perkembangan anak pra-sekolah dipengaruhi keturunan dan faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Serat Di Indonesia sayur cukup mudah diperoleh, petani pada umumnya menanam guna mencukupi kebutuhan keluarga. Pemerintah juga berusaha meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA 1 GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA 2 PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunankesehatan Tdk sekaligus meningkat kan mutu kehidupan terlihat dari meningkatnya angka kematian orang dewasa karena penyakit degeneratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P. Pola Makan Sehat Oleh: Rika Hardani, S.P. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga melalui pemilihan dan pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya

Lebih terperinci

GIZI IBU HAMIL TRIMESTER 1

GIZI IBU HAMIL TRIMESTER 1 GIZI IBU HAMIL TRIMESTER 1 OLEH : KELOMPOK 15 D-IV BIDAN PENDIDIK FK USU Pengertian Gizi ibu hamil Zat gizi adalah : Ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia bisa terjadi pada segala usia. Indonesia prevalensi anemia masih tinggi, insiden anemia 40,5% pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh. Kalsium dibutuhkan di semua jaringan tubuh, khususnya tulang. Sekitar 99% kalsium tubuh berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi berupa

Lebih terperinci

LOGO VITAMIN DAN MINERAL

LOGO VITAMIN DAN MINERAL LOGO VITAMIN DAN MINERAL Widelia Ika Putri, S.T.P., M.Sc Vitamin - Zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil - Pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh - Zat pengatur pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan GIZI & PANGAN PENDAHULUAN Gizi seseorang tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsinya Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. Kriteria anemia berdasarkan WHO

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Status Anemia Kadar hemoglobin contoh yang terendah 9.20 g/dl dan yang tertinggi 14.0 g/dl dengan rata-rata kadar Hb 11.56 g/dl. Pada Tabel 6 berikut dapat diketahui sebaran contoh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan peternakan dimasa mendatang bertujuan untuk mewujudkan peternakan yang modern, efisien, mandiri mampu bersaing dan berkelanjutan sekaligus dapat memberdayakan

Lebih terperinci

PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.)

PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.) PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.) SAEPAN JISMI D14104087 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN ZAT BESI HEM DAN NON HEM PADA DIET HARIAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI YANG MENGALAMI ANEMIA

PENGARUH PEMBERIAN ZAT BESI HEM DAN NON HEM PADA DIET HARIAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI YANG MENGALAMI ANEMIA PENGARUH PEMBERIAN ZAT BESI HEM DAN NON HEM PADA DIET HARIAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI YANG MENGALAMI ANEMIA Yeni Tutu Rohimah, Dwi Susi Haryati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah suatu proses pembuahan dalam rangka melanjutkan keturunan sehingga menghasilkan janin yang tumbuh di dalam rahim seorang wanita (1). Di mana dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Turi (Sesbania grandiflora) merupakan tanaman asli Indonesia, yang termasuk kedalam jenis kacang-kacangan. Kacang turi merupakan jenis kacang-kacangan dari pohon turi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam

Lebih terperinci

Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin

Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin a. Metabolisme besi Zat besi normal dikonsumsi 10-15 mg per hari. Sekitar 5-10% akan diserap dalam bentuk Fe 2+ di duodenum dan sebagian kecil di jejunum. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu mendapat perhatian khusus. Adanya peningkatan dan perbaikan kualitas hidup anak merupakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 %

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 % BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian yang telah dilakukan yaitu pembuatan alat pemeras madu (Gambar 1 & 2) dan penyaring madu (Gambar 3). Pelaksanaan pembuatan ruang khusus pengolahan madu (Gambar

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Peneltian.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Peneltian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Peneltian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi 1. Defenisi motivasi Istilah motivasi berasal dari bahasa latin, yakni movere yang berarti menggerakan (Winardi, 2007). Swanburg 2002 mendefenisikan motivasi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman dahulu jus buah dijadikan minuman raja-raja untuk menjaga kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. zaman dahulu jus buah dijadikan minuman raja-raja untuk menjaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan telah lama dikenal sebagai sumber vitamin dan mineral. Pada zaman dahulu jus buah dijadikan minuman raja-raja untuk menjaga kesehatan tubuh. Demikian pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat IX-xi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat dari bahan utama yaitu tumbuhan umbi yang digunakan oleh semut sebagai sarang sehingga

Lebih terperinci

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi DIIT SERAT TINGGI Deskripsi Serat makanan adalah polisakarida nonpati yang terdapat dalam semua makanan nabati. Serat tidak dapat dicerna oleh enzim cerna tapi berpengaruh baik untuk kesehatan. Serat terdiri

Lebih terperinci

ILMU GIZI: Ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal ZAT GIZI ( NUTRIEN ): Ikatan kimia yang dip

ILMU GIZI: Ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal ZAT GIZI ( NUTRIEN ): Ikatan kimia yang dip ILMU GIZI ANAK DIVISI NUTRISI DAN PENYAKIT METABOLIK FK-USU/RS.HAM 1 ILMU GIZI: Ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal ZAT GIZI ( NUTRIEN ): Ikatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia pada Remaja Putri Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu antara usia 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja menunjukkan ke masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi

Lebih terperinci

Vitamin. Dibawah ini merupakan penjelasan jenis jenis vitamin, dan sumber makanan yang mengandung vitamin

Vitamin. Dibawah ini merupakan penjelasan jenis jenis vitamin, dan sumber makanan yang mengandung vitamin Vitamin Pengertian Vitamin adalah sekelompok senyawa organik amina yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena vitamin berfungsi untuk membantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh (vitamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zat Besi 2.1.1. Fungsi Zat Besi Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat ini terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam

Lebih terperinci

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG 12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG Makanlah Aneka Ragam Makanan Kecuali bayi diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya Triguna makanan; - zat tenaga; beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar. Demikian. (The Tree of Life) atau pohon yang amat

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar. Demikian. (The Tree of Life) atau pohon yang amat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan komoditas strategis yang memiliki peran sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Manfaat tanaman kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci