MENGEMBANGKAN PAKAN ALAMI PHRONIMA SUPPA DALAM BUDIDAYA UDANG WINDU BERKELANJUTAN DI KABUPATEN PINRANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENGEMBANGKAN PAKAN ALAMI PHRONIMA SUPPA DALAM BUDIDAYA UDANG WINDU BERKELANJUTAN DI KABUPATEN PINRANG"

Transkripsi

1 MENGEMBANGKAN PAKAN ALAMI PHRONIMA SUPPA DALAM BUDIDAYA UDANG WINDU BERKELANJUTAN DI KABUPATEN PINRANG PENDAHULUAN Udang windu (Penaeus monodon) sejak dahulu hingga saat ini merupakan salah satu komoditas unggulan sektor Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pinrang. Produksi udang windu yang dihasilkan oleh pembudidaya di daerah ini sangat diminati oleh pasar manca negara khususnya di Jepang. Tak berlebihan apabila kabupaten Pinrang berobsesi ingin mengembalikan kejayaan udang windu seperti di era tahun 1980-an. Ketika itu, terjadi booming udang windu di enam kecamatan wilayah pesisir di kabupaten Pinrang. Pada masa itu, budidaya udang windu diandalkan sebagai penggerak roda perekonomian masyarakat pesisir. Booming udang windu yang terjadi sepanjang tahun 1980-an hingga awal 1990 berimplikasi pada semakin bertambahnya luas lahan tambak yang mencapai lebih dari ha. Mengingat, pada saat itu banyak lahan sawah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dipaksakan untuk dialihfungsikan menjadi lahan budidaya udang. Akibatnya, bermunculan berbagai masalah yang menyebabkan gagal panen terjadi dimana-mana. Budidaya tambak yang tidak memenuhi syarat telah menyebabkan kerusakan pada lingkungan, penurunan produksi tambak dan kualitas produksi udang, berjangkitnya wabah penyakit oleh virus dan bakteri. Akibat serangan patogen khususnya virus White Spote Syndrome Virus (WSSV) dan Vibrio Harvey berdampak terhadap sekitar ha areal tambak di Sulawesi selatan tidak lagi berproduksi (iddle) pada periode 1988 sampai dengan Gagal panen di Sulawesi selatan diprediksi menimbulkan kegugian bagi pembudidaya sekitar 33,4 juta USD per tahun. Kerugian akibat serangan penyakit udang di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari 300 juta USD atau lebih dari 3 triliun rupiah per tahun (Wahyono, 1999 diacu dalam Rukyani, 2000). Pemicu serangan disebabkan degradasi lingkungan sebagai akibat dari pengelolaan lahan yang tidak memenuhi standar serta penggunaan input produksi terutama antibiotik, pestisida, bahan dan zat kimia lainnya secara tidak 1

2 terkendali yang semula dimaksudkan untuk penanggulangan penyakit dan pembasmian hama. Selain itu, pemberian pakan, penggunaan pupuk maupun pengolahan tanah dasar tambak yang tidak tepat telah menyebabkan peningkatan cemaran organik. Pemberian pakan dengan jumlah dua kali lipat dari produk biomassa. Sisanya persen terbuang ke lingkungan (Nurdjana, 2005). Pakan yang sebagian besar bahan organik tersebut (terutama organik-c dan organik N) mengalir dalam siklus aliran nutrient di dalam air (Boyd dan Clay, 1989). Permintaan akan komoditas udang windu yang terus meningkat dengan tingkat harga yang relative tinggi terutama pada era booming udang windu mendorong pembudidaya memacu tingkat produksi tambak dengan menggunakan antibiotik, pestisida serta bahan dan zat kimia secara berlebihan telah menyebabkan berkembangnya organism patogen yang resisten terhadap obat-obatan dan bahan kimia tertentu serta rusaknya keseimbangan lingkungan sebagai akibat dari matinya jasad renik yang berperan penting dalam siklus hara dan rantai makananan ( food chain) di dalam tambak. Pemberian antibiotik, obatobatan serta bahan dan zat kimia lainnya secara serampangan menyebabkan matinya berbagai jenis bakteri seperti Nitrosomonas dan Nitrobacter yang sangat berperan dalam proses nitrifikasi (Nurdjana, 2005). Ketidakseimbangan lingkungan internal dan eksternal tersebut menyebabkan daya dukung tambak sangat rendah atau menyebabkan tambak menjadi kehilangan potensi produktivitas atau dikenal dengan tambak marjinal. Reklamasi tambak secara epektif, perbaikan lingkungan, dan penataan system budidaya udang windu secara holistik berhasil menormalisasi tambak marjinal (Fattah et al., 2009). Manajemen budidaya yang buruk berpotensi memicu eksplosifnya kembali serangan patogen terutama WSSV dan V.harvey yang saat ini dalam proses pemulihan atau membuka peluang infeksi patogen baru yakni Early Mortality Syndrome (EMS) atau Acute Hepatopancretic Nectrotic Disease (AHPND) yang dipicu oleh V. parahaemolyticus. Saat ini undustri udang nasional sedang bersiaga hadapi ancaman baru yang berasal dari EMS atau AHPND setelah industry udang global dan negara tetangga seperti China (2009), Vietnam (2010), Thailand (2011) dan Malaysia (2012) mengalami kegagalan produski (clopse).. Hal tersebut menyebabkan kelangkaan stok udang dunia diperkirakan mencapai 300 ton per tahun. 2

3 Sejak tahun 2005 ditemukan populasi phronima suppa (Phronima sp) jenis mikro crustacea yang hidup secara alami pada perairan tambak tertentu di desa Wiringtassi dan desa Tasiwalie kecamatan Suppa, Pinrang. Phronima sp tidak ditemukan pada tambak di luar kedua desa tersebut (Fattah dan Saenong, 2008). Pada awal ditemukannya organisme tersebut, masyarakat lokal menyebutnya sebagai were. Were berasal dari kosa kata bahasa Bugis yang bermakna anugerah, berkah atau rahmat. Phronima Suppa menjadi anugerah, berkah dan rahmat bagi pembudidaya pada saat kondisi pertambakan udang nasioanl mengalami keterpurukan karena degradasi mutu lingkungan, infeksi patogen dan buruknya manajemen budidaya. Gambar 1. Phronima Suppa (Phronima sp) Keberadaan Phronima Suppa menjadi indikator bangkitnya udang windu pada kawasan yang sedang terserang virus WSSV dan V.harvey. Kawasan tambak yang ditemukan Phronima sp serta kawasan tambak yang sedang terjangkit WSSV berhasil memproduksi udang windu dengan sintasan sekitar 70 persen. Sebaliknya, tambak udang windu tanpa Phronima sp hanya mampu memproduksi udang windu dengan sintasan 10 persen (Fattah dan Saenong, 2008). Phronima Suppa diduga kaya nutrien dan berperan penting dalam membangun sistem immunitas internal pada udang serta memperbaiki struktur tanah dan lingkungan perairan. Berkembangnya pakan alami Phronima Suppa menjadikan kabupaten Pinrang sebagai daerah pemasok udang windu tersebesar di Sulawesi Selatan, dimana pada tahun 2013 produksi udang windu terbesar di Sulawesi Selatan, yaitu 2.973,2 ton, meningkat dari produksi tahun 2012 sebesar ton. Di Pinrang, luas lahan potensi perikanan tambak mencapai ha dengan pola budidaya tradisional, semi intensif, polikultur udang dan bandeng serta sedikit budidaya pola intensif. Kawasan tambak terbagi di enam lkecamatan, yaitu 3

4 Suppa (2.203 ha), Lasinrang ( ha), Mattirosompe (4.131 ha), Cemapa (2.341 ha), Duampanua (5.101 ha), dan Lembang (339 ha). Tabel 1. Produksi udang windu dari tahun di Kab. Pinrang. Tahun Luas (HA) Produksi (TON) Nilai Produksi (Rp) Windu Vannamei Windu Vannamei , ,20 774, , , , , , , , , , , , , , , , , Jumlah , ,20 (2013) 774, (2013) Berdasarkan tabel di atas, produksi udang windu dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, dimana produksi tahun 2013 menempati produksi terbesar, yaitu 2.973,20 ton dengan nilai produksi sebesar Rp , meningkat pesat jika dibandingkan produksi pada tahun 2006 yang memproduksi udang windu sebesar 2.269,13 ton dengan nilai produksi Rp Peningkatan produksi ini mempengaruhi peningkatan kesejahteraan pembudidaya udang windu. Namun, dari segi persentase peningkatan produksi dari tahun ke tahun tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan karena metode budidaya yang diterapkan oleh pembudidaya didominasi budidaya tradisional dengan kepadatan ekor perhektar. Dimana rata-rata produksi perhektar dengan kepadatan 1-2 ekor/m 2 yaitu kg. Belum maksimalnya peningkatan produksi udang windu selain karena pembudidaya tidak memaksakan lahan juga karena terbatasnya benur udang windu berkualitas. Produksi benur pada hatchery di kabupaten. Pinrang belum mencukupi kebutuhan pembudidaya, dimana jumlah hatchery di Pinrang sebanyak 9 buah dengan kapasitas produksi pertahun yaitu 220 juta benur. Sedangkan kebutuhan benur untuk penebaran rata-rata perhektar untuk hektar tambak yaitu 300 juta benur. Berarti dibutuhkan 80 juta benur harus diperoleh dari luar Kabupaten Pinrang. 4

5 Konsep pengembangan Blue economy saat ini kian gencar didengungkan seiring kian meningkatnya kesadaran untuk menjaga lingkungan dalam melakukan usaha budidaya perikanan. Prinsip ini pula yang kini diterapkan oleh para petambak udang windu di kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Mereka menyebutnya budidaya udang windu ramah lingkungan. Yaitu budidaya udang windu dengan menggunakan pakan alami yang disebut sebagai phronima (Phronima suppa). Phronima merupakan sejenis udang renik yang hidup di dasar tambak yang pertama kali ditemukan di kecamatan Suppa maka diberi sebutan Phronima Suppa. Rencananya pakan alami lokal ini akan segera dipatenkan dengan nama Phronima Suppa agar tidak diakui oleh daerah lain. PEMBAHASAN Petambak udang windu di Pinrang saat telah bangkit. Bertambak cara tradisional di era modern ternyata membawa keberuntungan. Udang windu yang diproduksi dengan sistim modular dengan pakan alami Phronima Suppa menjadi incaran konsumen di pasar internasional, karena udangnya padat, sehat, alami dan yang paling penting ramah lingkungan. Sistem modular sudah lama dipraktikkan oleh sebagian petambak udang windu sejak era tahun 1980-an. Cara itulah yang menyebabkan udang windu masih berkelanjutan di Pinrang. Sistim modular yaitu cara budidaya udang windu dengan melakukan pemindahan dari satu petakan ke petakan tambak yang lain sebelum masa panen. Tujuannya agar kualitas air tambak selalu optimal dan ketersediaan pakan alami phronima selalu ada. Pakan alami phronima menjadi potensi lokal yang mampu menggenjot produksi udang windu. Untuk mengkultur phronima di tambak perlu keterampilan khusus. Sebab jika salah dalam menumbuhkan maka akan menjadi kompetitor bagi udang yang dipelihara. Karena Phronima ini semacam udang renik yang butuh pakan alami dan oksigen dalam pertumbuhannya. Tapi, jika tepat dalam penanganannya, maka cukup hari pembudidaya sudah panen udang windu dengan ukuran size antara ekor/kg. Hewan kecil yang menyukai dasar tambak liat berpasir ini merupakan keluarga udang-udangan yang masuk dalam genus Phronima sp. Untuk tumbuh dan berkembang biak Phronima sp memerlukan kisaran parameter kualitas air seperti suhu derajat celsius, salinitas 28 40ppt dan idealnya 38 itu sudah 5

6 bagus, oksigen terlarut 0,3 4,9 ppm, ammonia 0,080 1,600 ppm dan Nitrit 0,056 1,329 ppm. Pengalaman Pembudidaya Untuk bertambak udang windu sistem modular dengan pakan alami Phronima Suppa paling tidak petambak harus memiliki 2-3 petakan tambak. Jumlah petakan tambak tersebut satu petakan seluas 0,25-0,35 ha digunakan untuk petak pentongkolan benur. Sedangkan petakan lainnya (luasnya 0,50-1,00 ha) untuk penumbuhan dan perbanyakan populasi phronima. Untuk mengembangbiakkan phronima di tambak perlu dilakukan persiapan media yaitu mulai pengeringan lahan dan pemberantasan hama menggunakan saponin. Kemudian tambak diberi kapur bakar kg/ha atau tergantung tingkat keasaman (ph) tanah dasar tambak. Beri pupuk urea 100 kg/ha, TSP 50 kg/ha, ZA 50 kg/ha dan dedak 300 kg/ha serta pupuk cair organik sebanyak 5 liter/ha. Dedak tersebut lebih dahulu dipermentasi menggunakan ragi roti atau ragi tape lalu masukkan air sampai ketinggian 30 cm di atas pelataran tambak. Jika plankton sudah tumbuh maka tebar induk atau bibit phronima sebanyak 3 liter yang diperoleh dari stok Phronima yang ada di petakan tambak lain. Phronima yang dikultur selama 20 hari populasinya diperkirakan cukup untuk dimakan oleh ekor udang maka tokolan udang yang sudah seukuran besar rokok dapat segera dipindahkan ke petakan yang telah ditumbuhi phronima. Tokolan udang yang telah dipindah, setelah dipelihara sekitar hari udang sudah bisa panen sebanyak kg/ha dengan ukuran size ekor/kg. Namun terkadang petambak belum puas harga Rp ribu/kg dengan ukuran tersebut sehingga udang itu dipindah lagi ke petakan yang lain yang telah tersedia pakan alami phronima. Dalam tempo satu bonang (satu siklus pasang surut) atau sekitar 15 hari maka ukuran udang sudah berubah capai size ekor/kg yang laku terjual Rp ribu/kg. Cara seperti ini berulang dilakukan oleh petambak sampai lima kali siklus panen dalam setahun.. Tambak Percontohan Untuk menyebarluaskan pengalaman keberhasilan pembudidaya udang windu di desa Tasiwalie kecamatan Suppa ke petambak yang lain di kabupaten Pinrang, maka penyuluh perikanan kerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Pinrang, akademisi dan WWF-Indonesia melakukan kajian lapangan 6

7 berupa tambak percontohan (dempond) budidaya udang windu dengan aplikasi pakan alami Phronima Suppa.. Gambar 2. Pembudidaya Panen Udang windu di Tambak Dempond Kegiatan tambak percontohan budidaya udang windu dengan aplikasi pakan alami Phronima Suppa berlangsung Maret sampai Agustus 2014 di desa Tasiwalie kecamatan Suppa, Pinrang.. Percontohan budidaya udang windu aplikasi Phronima Suppa dikelola sesuai dengan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB). Pendampingan dilakukan dengan cara memberikan bimbingan secara langsung dalam peningkatan produksi dan pendapatan pembudidaya tambak udang windu. Pembudidaya yang menjadi sampel dalam kegiatan kajian tersebut ditetapkan bedasarkan kesediaan mereka untuk melakukan budidaya udang windu aplikasi Phronima Suppa berbasisi CBIB. Berdasarkan persyaratan tersebut maka terpilih 9 orang pembudidaya sebagai kelompok A.. Sedangkan kelompok B sebagai pembanding sebanyak 8 orang pembudidaya yang tidak menggunakan Phronima sebagai pakan alami. Tambak terpilih adalah tambak marjnal atau tambak yang tidak dikelola dengan baik sejak berkembangnya WSSV dan V.harvey sejak Indikator yang dipergunakan dalam mengukur tingkat keberhasilan dari pelaksanaan dempond ini antara lain meliputi: (1) periode budidaya, (2) sintasan, (3) produksi tambak, (4) analisis kelayakan ekonomi berdasarkan pendapatan dan R/C rasio. 7

8 1. Periode Budidaya Periode kegiatan budidaya udang windu dengan aplikasi Phronima Suppa (A) lebih singkat dibandingkan dengan perlakukan tanpa Phronima Suppa (B). Aplikasi Phronima Suppa dapat memproduksi udang windu rata-rata 285 kg/ha dengan ukuran size 39,67 ekor /kg dengan periode masa budidaya rata-rata 47 hari. Sedangkan kelompok B memproduksi udang windu rata-rata 50,63 kg/ha dengan ukuran size rata-rata 44 ekor/kg dan produksi ikan bandeng 337,50 kg/ha selama 112 hari kegiatan budidaya. Tambak tanpa aplikasi phronima suppa (B) memerlukan periode produksi rata-rata lebih lama dibandingkan dengan aplikasi phronima suppa (Tabel 2 dan Gambar 2). Aplikasi phronima suppa (A) dengan periode produksi 47 hari memungkinkan untuk melakukan aktivitas budidaya sebanyak tiga siklus per tahun. Pada tambak tanpa aplikasi phronima suppa (B) kegiatan budidaya hanya dapat dilaksanakan sebanyak dua siklus produksi per tahun. Tabel 2. Luas Tambak, Periode Budidaya, Padat Tebar, dan Produksi pada Kedua Kelompok Pembudidaya N o Nama Luas Periode Padat Penebaran (ekor) Sintasan Produksi (kg) Pembudidaya Tambak Budidaya Udang Bandeng Udang Udang Bandeng (ha) (hari) (%) Aplikasi Phronima Suppa (Kelompok A) 1 Baharuddin 1,40 45, , Ilyas 1,20 45, , Nurdin 1,70 47, , Darise 1,00 45, , Yusuf 1,50 50, , Bahri 2,00 50, , Ridwan 1,00 48, , Abd. Rahim 1,00 48, Idris 1,00 45, , Jumlah 11,80 423, , Rata-rata 1,31±0,37 47,00±2, ,56± - 61,54± 285,44± ,60 10,36 88,02 Tanpa Aplikasi Phronima Suppa (Kelompok B) 10 Amir 1,00 60, , Syamsuddin 1,00 120, , Ramli 2,00 120, , Suardi 1,50 120, , Ahmadi 1,00 120, , Ambo Paro 2,00 120, , Odding 0,70 120, , Umar 0,80 120, , Jumlah 10,00 900, , Rata-rata 1,25± 112,50± ,50±6870, 1.962,50± 17,20± 50,63± 337,50± 0,52 21, ,36 7,34 24,27 180,77 Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer,

9 Pada Gambar 3 berikut ini menyajikan hasil analisis terhadap tiga parameter pada kedua kategori budidaya. Aplikasi phronima suppa (A) pada tambak marjinal lebih potensial untuk dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pembudidaya. Gambar 3. Periode Produksi, Sintasan dan Size Udang Windu Pada Kedua Kelompok Pembudidaya 2. Sintasan Keterbatasan kemampuan finansial dan trauma kegagalan budidaya udang windu selama sekitar 16 tahun serta kualitas manajemen budidaya yang tidak memadai menyebabkan padat penebaran pada tingkat pembudidaya masih relatif rendah (Fattah dan Busaeri, 2002). Aplikasi phronima suppa lebih efektif pada budidaya dengan komoditas tunggal (monokultur) udang windu. Pola penebaran komoditas ganda (polikultur) udang windu dan bandeng disarankan dikembangkan pada petakan tanpa aplikasi phronima suppa sebagaimana umumnya dilakukan oleh pembudidaya di Kabupaten Pinrang dan Sulawesi Selatan. Pola monokultur udang windu adalah pilihan rasional dalam memaksimalkan potensi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pembudidaya pada tambak marjinal. Namun perlu ketelitian dalam menumbuhkan Phronima, sebab apabila kepadatan populasi phronima yang tidak terkendali dapat menyebabkan kematian ikan bandeng dengan indikasi ditemukannya phronima suppa pada lembar insang sehingga menghambat proses pernapasan pada bandeng. Sintasan pada tambak terpilih disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2. Pembahasan sintasan difokuskan pada udang windu Tambak terpilih adalah 9

10 tambak marjinal yang tidak dikelola dengan baik sejak berkembangnya wabah WSSV dan V. harvey pada tahun Keberhasilan reklamasi memperbesar peluang pengembangan budidaya udang windu dan ikan bandeng pada tambak marjinal. Tambak dengan aplikasi phronima suppa (A) menghasilkan sintasan rata-rata 61,54 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa aplikasi phronima (B) yang menghasilkan sintasan rata-rata 17,20 persen sebagaimana yang disajikan pada Gambar 3. Hal ini memperkuat pembuktian bahwa phronima suppa potensial menyediakan nutrien sesuai dengan kebutuhan udang windu, membentuk imunostimulan, dan memperbaiki kualitas lingkungan budidaya (Fattah et al., 2014). Sintasan udang windu pada aplikasi phronima suppa lebih tinggi meskipun kawasan tambak secara keseluruhan belum terbebas dari wabah WSSV dan V. harvey. Kondisi tersebut dialami oleh salah seorang pembudidaya bernama Idris yang pada awal kegiatan budidaya belum mengaplikasikan phronima suppa. Aplikasi baru dilakukan setelah ditemukan beberapa ekor udang peliharaannya mati. Sisa udang yang masih hidup dipindah ke petak yang telah ditumbuhi Phronima. Metode yang dikenal dengan sistem modular menghasilkan sintasan udang windu sebesar 50 persen. (Tabel 2 dan Gbr. 2). 3. Produksi Produksi tambak dempond disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 4. Tambak dengan aplikasi phronima suppa (A) berhasil memproduksi komoditas udang windu rata-rata sebanyak 285,kg/ha/siklus. Tambak tanpa aplikasi phronima suppa (B) rata-rata memproduksi udang windu sebanyak 50,63 kg/ha/siklus dan ikan bandeng sebanyak 337,50 kg/ha/siklus. Produksi udang windu pada tambak dengan aplikasi phronima suppa (A) lebih tinggi dibandingkan dengan tambak tanpa aplikasi phronima (B). Kontribusi phronima suppa dalam menyediakan nutrien, membentuk imunostimulan, dan memperbaiki lingkungan budidaya sesuai dengan kebutuhan udang windu sangat berperan dalam peningkatan produksi. Pengembangan metode budidaya sistem modular dan upaya penyediaan phronima suppa secara berkesinambungan dapat meningkatkan produksi phronima suppa lebih tinggi dibandingkan dengan metode aplikasi sebelumnya yang memproduksi udang windu sebanyak 150,51 kg/ha.mt (Fattah et al., 2012). Secara alami puncak populasi phronima pada tambak endemik terjadi pada sekitar 15 hari inokulasi. Populasi phronima suppa mengalami penurunan 10

11 setelah 15 hari inokulasi (Fattah et al., 2010). Pemberian pakan alami kombinasi jenis Chlorella sp dan Chaetoceros sp dapat mempertahankan stabilitas ketersediaan populasi phronima suppa hingga hari 28 hari (Fattah et al., 2014). Budidaya udang windu dengan sistem modular atau aplikasi saponin berhasil mempetahankan ketersediaan pakan alami secara berkesinambungan sehingga stabilitas populasi phronima dapat dipertahankan di dalam wadah budidaya selama periode budidaya selama 47 hari. Gambar 4. Produksi Komoditas Budidaya (kg) pada Kedua Kelompok Gambar 5.. Udang windu Hasil Produksi dari Tambak Dempond Berdasarkan pengamatan lapangan selama ini bahwa ketersediaan pakan alami secara berkesinambungan dan pengendalian faktor lingkungan secara penuh menjadi faktor penentu ketersedian phronima suppa secara memadai untuk mendukung peningkatan produksi udang windu dengan aplikasi phronima suppa. Hal ini mengindikasikan bahwa phronima suppa telah dapat diproduksi secara berkesinambungan dengan pemberian kombinasi fitoplankton jenis Chlorella sp dan Chaetoceros sp. Hal ini membuka peluang diproduksinya 11

12 phronima suppa sebagai pengganti Artemia salina untuk keperluan operasional panti pembenihan dan budidaya tambak. Kehidupan phronima suppa sangat dipengaruhi oleh kualitas media. Hal ini sejalan dengan pernyataan Boyd dan Clay (1998) dan Odum (1971) bahwa kehidupan organisme perairan sangat dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia perairan. 4. Pendapatan Pada Tabel 3 disajikan biaya produksi dan penerimaan pada kedua kategori budidaya. Biaya operasional rata-rata pada tambak dengan aplikasi phronima suppa (A) sebesar Rp lebih tinggi dibandingkan dengan biaya operasional rata-rata pada tambak tanpa aplikasi phronima suppa (B) yakni Rp Nilai penerimaan dengan aplikasi phronima suppa lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa aplikasi phronima. Demikian pula dengan hasil analisis R/C-rasio aplikasi phronima suppa (8,48) lebih tinggi dibandingkan tanpa aplikasi phronima suppa (2,35). Tabel 3. Biaya dan Penerimaan pada Kedua Kelompok (A dan B) No Nama Biaya (Rp) Penerimaan (Rp) Pembudidaya Udang Bandeng Jumlah (Rp) Aplikasi Phronima Suppa (A) 1 Baharuddin Ilyas Nurdin Darise Yusuf Bahri Ridwan Abd. Rahim Idris Jumlah Rata-rata ,22 ± ,89± ,89± , , ,58 Tanpa Aplikasi Phronima Suppa (B) 10 Amir Syamsuddin Ramli Suardi Ahmadi Ambo Paro Odding Umar Jumlah Rata-rata ,00± ,00± ,00± ,00± , , , ,27 Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer,

13 Biaya produksi aplikasi phronima (A) yang lebih tinggi dipengaruhi oleh jumlah benur yang ditebar dan aplikasi pupuk yang lebih tinggi. Padat penebaran rata-rata pada perlakukan aplikasi phronima (A) sebanyak ekor/ha lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa aplikasi (B) yakni rata-rata sebanyak ekor benur/ha dan rata-rata ekor ikan bandeng/ha. Tingkat sintasan, produksi udang windu serta size udang windu yang dipanen lebih besar pada tambak dengan aplikasi phronima suppa (A) berpengaruh terhadap tingkat pendapatan dan keuntungan pembudidaya. Harga jual udang windu bervariasi berdasarkan ukuran (size). Pemberian phronima suppa menghasilkan udang windu berukuran relatif lebih besar (39,67 ekor/kg) dalam waktu 47 hari. KESIMPULAN Kesuksesan pembudidaya udang windu di desa Tasiwalie dan desa Wiringtasi kecamatan Suppa menjadikan kabupaten Pinrang sebagai produsen udang windu terbesar di Sulawesi selatan. Teknologi budidaya udang windu berkelanjutan dengan mengaplikasikan pakan alami Phronima mulai dikembangkan dan diadopsi oleh pembudidaya di luar kabupaten Pinrang. Demikian juga konsumen udang windu di Jepang sudah mengakui phronima sebagai pakan udang yang berkualitas dan ramah lingkungan. Maka tidak heran jika Jepang saat ini sedang menjejaki peluang kerjasama dalam pengembangan phronima Suppa untuk lebih meningkatkan produksi udang windu di kabupaten Pinrang, Keberhasilan oleh banyak pihak termasuk penyuluh perikanan dalam mengembangkan Phronima Suppa sebagai pakan alami dalam budidaya udang windu berkelanjutan menjadi tantangan dan kebanggaan kabupaten Pinrang di mata nasional dan internasioanl. Untuk itu diperlukan kerja keras dalam mendorong pembudidaya agar tetap mempertahankan komoditas udang windu sebagai salah satu komoditas unggulan di sector perikanan budidaya kabupaten Pinrang. Phronima suppa disarankan untuk dijadikan produk unggulan nasional untuk mendukung peningkatan daya saing produk udang windu nasional. Untuk itu diperlukan kebijakan nasional dan dukungan sektor swasta dalam pengembangan phronima Suppa. 13

14 DAFTAR PUSTAKA Boyd, C.E., and Clay, J.W., Shrimp aquaculture and the environment. Sci. Am., 278: Fattah, M.H. dan M. Saenong Uji Pendahuluan Kultur Udang Suppa (Phronima sp). Laboratorium Lapang Akultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar. 45 hal. Fattah,M.H., M. Saenong, S.R. Busaeri, dan Saidah Standarisasi Teknologi Produksi dan Kualitas Produk Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius) secara Organik Berdasarkan Ketentuan Pasar Uni Eropa Hibah Bersaing. 92 hal. Fattah, M.H., M.Saenong, Asbar, dan S.R.Busaeri Analisis Jenis dan Kelimpahan Plankton pada Habitat Endemik untuk Pendugaan Penyediaan Pakan Phronima Suppa (Phronima sp). Ditlitabmas Dikti, Jakarta. 89 hal. Nurdjana, I.M Membangun Kembali Sang Primadona. Makala Dipresentasikan pada Seminar Nasional Udang II di Bandung, 10 September Dirjen Perikanan Budidaya DKP, Jakarta. Rukyani, A Masalah Penyakit Udang dan Harapan Solusinya. Sarasehan Akuakultur Nasional, Bogor. 14

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan tumpuan harapan yang diandalkan oleh pemerintah untuk ikut berperan dalam upaya pemulihan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA 853 Upaya peningkatan produksi pada budidaya... (Gunarto) UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA ABSTRAK Gunarto

Lebih terperinci

PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK

PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK 729 Penambahan tepung tapioka pada budidaya udang... (Gunarto) PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK Gunarto dan Abdul Mansyur ABSTRAK Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

I. PENDAHULUAN.  (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan sektor agribisnis yang hingga saat ini masih memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian Indonesia. Dari keseluruhan total ekspor produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 70% wilayah perairan dengan daya dukung lingkungan yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 70% wilayah perairan dengan daya dukung lingkungan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki 70% wilayah perairan dengan daya dukung lingkungan yang besar untuk memperoleh sumberdaya ikan dan udang (KKP, 2009). Pemanfaatan sumberdaya alam melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditas utama dalam industri perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta permintaan pasar tinggi

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR Ba b 4 KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR 4.1. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kecamatan Kuala Kampar memiliki potensi perikanan tangkap dengan komoditas ikan biang, ikan lomek dan udang

Lebih terperinci

Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung

Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung V.1. Kajian keberlanjutan dengan Metode Ecological Footprint Seperti telah disebutkan sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, dengan sekitar 18. 110 buah pulau, yang terbentang sepanjang 5.210 Km dari Timur ke Barat sepanjang

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TAMBAK MEL ALUI BUDIDAYA PERIKANAN TERPADU

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TAMBAK MEL ALUI BUDIDAYA PERIKANAN TERPADU 539 Peningkatan produktivitas tambak melalui budidaya... (Brata Pantjara) PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TAMBAK MEL ALUI BUDIDAYA PERIKANAN TERPADU ABSTRAK Brata Pantjara*), Agus Nawang*), dan Irshapiani Insan**)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik Penggunaan bakteri untuk kesejahteraan manusia seperti kesehatan dan pertanian sangat menarik perhatian lebih dari satu dekade terakhir. Probiotik sudah digunakan di

Lebih terperinci

Berkala Perikanan Terubuk, Juli 2011, hlm ISSN

Berkala Perikanan Terubuk, Juli 2011, hlm ISSN Berkala Perikanan Terubuk, Juli 2011, hlm 17 24 ISSN 0126-4265 Vol. 39. No.2 17 Berkala Perikanan Terubuk, Juli 2011, hlm 17 24 ISSN 0126-4265 Vol. 39. No.2 PENGEMBANGAN BUDIDAYA UDANG WINDU DENGAN SISTIM

Lebih terperinci

GAMBAR KAWASAN TAMBAK 74,2

GAMBAR KAWASAN TAMBAK 74,2 GAMBAR KAWASAN TAMBAK 74,2 PROFIL KELOMPOK Nama Kelompok : Pokdakan 74,2 Alamat : Desa kandangsemangkon Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan Tgl. Pembentukan : 10 Juni 2006 Jumlah Anggota : 12 Orang Komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan salah satu peluang untuk kegiatan budidaya tambak baik yang dilakukan secara tradisional maupun intensif.

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI Oleh : FAUZI PANDJI IRAWAN NPM.0624310041 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PRINSIP BUDIDAYA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei DI TAMBAK DENGAN TEKNOLOGI EKSTENSIF PLUS

PRINSIP BUDIDAYA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei DI TAMBAK DENGAN TEKNOLOGI EKSTENSIF PLUS PRINSIP BUDIDAYA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei DI TAMBAK DENGAN TEKNOLOGI EKSTENSIF PLUS Hidayat Suryanto Suwoyo, S.Pi, M.Si Disampaikan pada Bimbingan Teknologi Budidaya Air Payau Bagi Penyuluh Perikanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Udang adalah komoditas unggulan perikanan budidaya yang berprospek cerah. Udang termasuk komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat berbagai macam potensi. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah lautan dengan luas mencapai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Budidaya Tambak Kegiatan budidaya tambak merupakan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan menyebabkan sumber air bersih berkurang, khususnya di daerah perkotaan. Saat ini air bersih menjadi barang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS, PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) UNTUK MENGONTROL KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK

PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) UNTUK MENGONTROL KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK 915 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) UNTUK MENGONTROL KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK ABSTRAK Burhanuddin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan yang dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling berkaitan membentuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya kebijakan pembangunan masa lalu, yang menyebabkan perubahan sosial

Lebih terperinci

BUDIDAYA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) SEMIINTENSIF DENGAN METODE SIRKULASI TERTUTUP UNTUK MENGHINDARI SERANGAN VIRUS

BUDIDAYA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) SEMIINTENSIF DENGAN METODE SIRKULASI TERTUTUP UNTUK MENGHINDARI SERANGAN VIRUS Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 1, No. 2, November 09 BUDIDAYA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) SEMIINTENSIF DENGAN METODE SIRKULASI TERTUTUP UNTUK MENGHINDARI SERANGAN VIRUS THE SEMIINTENSIVE

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena permintaannya terus meningkat setiap

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA 41 Pentokolan udang windu siste hapa... (Erfan Andi Hendrajat) PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA ABSTRAK Erfan Andi Hendrajat dan Brata Pantjara Balai Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Udang merupakan salah satu komoditas primadona di sub sektor perikanan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Udang merupakan salah satu komoditas primadona di sub sektor perikanan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditas primadona di sub sektor perikanan yang di harapkan dapat meningkatkan devisa negara. Permintaan pasar di luar negeri yang cenderung

Lebih terperinci

Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung

Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung Oleh: Agus Wahyudi (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (Sumber : SINAR TANI Edisi 17 23 November 2010)

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari negara yang menjadi produsen utama akuakultur dunia. Sampai tahun 2009, Indonesia menempati urutan keempat terbesar sebagai produsen

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Udang vannamei merupakan salah satu jenis udang yang potensial untuk

I. PENDAHULUAN. Udang vannamei merupakan salah satu jenis udang yang potensial untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei merupakan salah satu jenis udang yang potensial untuk dibudidayakan karena memiliki laju pertumbuhan yang relatif cepat serta kemampuan adaptasi yang relatif

Lebih terperinci

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA EKSTENSIF PLUS DI LAHAN MARGINAL

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA EKSTENSIF PLUS DI LAHAN MARGINAL 755 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA EKSTENSIF PLUS DI LAHAN MARGINAL ABSTRAK Markus Mangampa Balai Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki panjang garis pantai mencapai 104.000 km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2 (Pusat Data, Statistik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya peningkatan nilai tambah kekayaan sumber daya alam hayati, yang dulu lebih berorientasi kepada

Lebih terperinci

Pengujian Apilkasi Probiotik Pada Penggelondongan Calon Induk Bandeng Strain Barru Pada Bak Beton

Pengujian Apilkasi Probiotik Pada Penggelondongan Calon Induk Bandeng Strain Barru Pada Bak Beton Pengujian Apilkasi Probiotik Pada Penggelondongan Calon Induk Bandeng Strain Barru Pada Bak Beton Sirajuddin, Syamsul Bahri, Akmal, Mohd. Syaichudin Kualitas benih yang rendah menjadi penyebab lambatnya

Lebih terperinci

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi 1 Udang Galah Genjot Produksi Udang Galah Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi gaya rumah susun. Setiap 1 m² dapat diberi 30 bibit berukuran 1 cm. Hebatnya kelulusan hidup meningkat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1 1 Abstrak ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1 Zainal Abidin 2 Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung

Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa hanya ada 3 tambak yang menerapkan system silvofishery yang dilaksanakan di Desa Dabung, yaitu 2 tambak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan

Lebih terperinci

ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA

ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA Jurnal Galung Tropika, September, hlmn. 7-1 ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA ANALYSIS CHALLENGE TEST

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang diiringi dengan peningkatan kebutuhan pangan salah satunya protein ikan akan turut memicu perkembangan produksi akuakultur. Produksi ikan nila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi penduduk dunia pertengahan 2012 mencapai 7,058 milyar dan diprediksi akan meningkat menjadi 8,082 milyar pada tahun 2025 (Population Reference Bureau, 2012).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat, setidaknya mampu mendorong perekonomian Indonesia secara cepat, ditambah lagi dengan sumber daya

Lebih terperinci

PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT PENEBARAN YANG BERBEDA

PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT PENEBARAN YANG BERBEDA Jurnal Produksi Akuakultur tokolan udang Indonesia, vanamei 5(1): 57-64 (2006) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 57 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI

Lebih terperinci

Muhammad Nur Syafaat* & Abdul Mansyur

Muhammad Nur Syafaat* & Abdul Mansyur ISBN: 978-602-71759-2-1 Pertumbuhan, Sintasan dan Produksi Polikultur Udang Windu (Penaeus monodon) dan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dengan Komposisi Padat Tebar dan Waktu Penebaran yang Berbeda

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2011 BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Kondisi terkini budidaya ikan bandeng di Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Septyan Andriyanto) KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Septyan Andriyanto Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan alami memiliki peran penting dalam usaha akuakultur, terutama pada proses pembenihan. Peran pakan alami hingga saat ini belum dapat tergantikan secara menyeluruh.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. ABSTRAK

PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. Arif Wibowo *, Henni Wijayanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan masyarakat semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pembangunan Bangsa Indonesia bidang ekonomi telah mendapat prioritas

Lebih terperinci

Evaluasi Kesesuaian Lahan pada Kawasan Tambak Marjinal di Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang. Ahmad Fahrizal*

Evaluasi Kesesuaian Lahan pada Kawasan Tambak Marjinal di Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang. Ahmad Fahrizal* Evaluasi Kesesuaian Lahan pada Kawasan Tambak Marjinal di Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang Ahmad Fahrizal* *Universitas Muhammadiyah Sorong E-mail : a.fahrizal.ab@gmail.com ABSTRACT This research aims

Lebih terperinci

PROPOSAL BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR (CCD-IFAD) TAHUN 2014 OLEH KELOMPOK MASYARAKAT PESISIR

PROPOSAL BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR (CCD-IFAD) TAHUN 2014 OLEH KELOMPOK MASYARAKAT PESISIR PROPOSAL BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR (CCD-IFAD) TAHUN 2014 OLEH KELOMPOK MASYARAKAT PESISIR NO PARAMETER URAIAN 1 Kabupaten/Kota Kota Makasaar 2 Kecamatan/Desa Kelurahan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1

Lebih terperinci

dan nila merah hybrid F 2 yang dipelihara di tambak. Sebagai perlakuan pada penelitian ini adalah A = penggunaan benih nila merah hybrid F 1

dan nila merah hybrid F 2 yang dipelihara di tambak. Sebagai perlakuan pada penelitian ini adalah A = penggunaan benih nila merah hybrid F 1 1193 Pertumbuhan ikan nila merah GIFT F 1... (Burhanuddin) PERTUMBUHAN IKAN NILA MERAH GIFT F 1 DAN NILA MERAH GIFT F 2 DI TAMBAK ABSTRAK Burhanuddin dan Erfan A. Hendrajat Balai Riset Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Kabupaten Dompu secara geografis terletak di antara 117 o 42 dan 180 o 30 Bujur Timur dan 08 o 6 sampai 09 o 05 Lintang Selatan. Kabupaten Dompu

Lebih terperinci

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK KOTORAN SAPI PADA BUDIDAYA UDANG WINDU, Penaeus monodon DENGAN DOSIS PUPUK BERBEDA prb-06 Machluddin Amin* dan Erfan H. Hendrajat Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Kelompok Budi Daya Mitra Gemah Ripah merupakan salah satu kelompok usaha kecil menengah bidang perikanan darat yaitu budi daya udang galah. Kelompok usaha tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHATANI UDANG WINDU DAN UDANG VANNAMEI SECARA INTENSIVE DI DESA BEURAWANG KECAMATAN JEUMPA KABUPATEN BIREUEN

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHATANI UDANG WINDU DAN UDANG VANNAMEI SECARA INTENSIVE DI DESA BEURAWANG KECAMATAN JEUMPA KABUPATEN BIREUEN ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHATANI UDANG WINDU DAN UDANG VANNAMEI SECARA INTENSIVE DI DESA BEURAWANG KECAMATAN JEUMPA KABUPATEN BIREUEN Andika Mahasiswa Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %,

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah adalah mikroalga dari golongan Cyanobacteria yang dimanfaatkan sebagai pakan alami dalam budidaya perikanan khususnya pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bidang perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein

I. PENDAHULUAN. Bidang perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein hewani bagi rakyat Indonesia. Sebagian besar (74%) berasal dari laut dan sisanya (26%) dari air tawar.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Usaha Budidaya Udang Usaha budidaya udang merupakan suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh petambak atau petani ikan dengan menggabungkan sumberdaya (lahan, tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budidaya ikan hias dapat memberikan beberapa keuntungan bagi pembudidaya antara lain budidaya ikan hias dapat dilakukan di lahan yang sempit seperti akuarium atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luas dan garis pantai yang panjang menjadi daya dukung yang sangat baik untuk

I. PENDAHULUAN. luas dan garis pantai yang panjang menjadi daya dukung yang sangat baik untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan adalah sektor yang prospektif di Indonesia. Laut yang luas dan garis pantai yang panjang menjadi daya dukung yang sangat baik untuk pengembangan sektor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b MELALUI Artemia DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ASRI SUTANTI SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi terdapat kendala yang dapat menurunkan produksi berupa kematian budidaya ikan yang disebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

Ganjar Adhy Wirawan 1 & Hany Handajani 2

Ganjar Adhy Wirawan 1 & Hany Handajani 2 PENINGKATAN PRODUKSI BENIH IKAN KERAPU MELALUI PERBAIKAN MANAJEMEN KUALITAS AIR DI KELOMPOK PEMBENIHAN IKAN MINA SEJAHTERA BUNGATAN KABUPATEN SITUBONDO Ganjar Adhy Wirawan 1 & Hany Handajani 2 1,2 Jurusan

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

SALINAN NOMOR 5/E, 2010 SALINAN NOMOR 5/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2010 WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU Jl. Let. Jend. S. Pa[ PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BENGKULU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahkan semakin meningkat perannya dalam perolehan devisa negara. Sub sektor

I. PENDAHULUAN.  bahkan semakin meningkat perannya dalam perolehan devisa negara. Sub sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya mengatasi dampak krisis ekonomi saat ini sektor pertanian dianggap sebagai salah satu sektor andalan. Sektor pertanian mampu bertahan bahkan semakin meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Udang windu (Penaeus monodon, Fabr.) merupakan salah satu. makanan sumber protein hewani yang banyak digemari masyarakat baik

I. PENDAHULUAN. Udang windu (Penaeus monodon, Fabr.) merupakan salah satu. makanan sumber protein hewani yang banyak digemari masyarakat baik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang windu (Penaeus monodon, Fabr.) merupakan salah satu makanan sumber protein hewani yang banyak digemari masyarakat baik dalam maupun luar negeri, karena udang windu

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TAMBAK MELALUI PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TAMBAK MELALUI PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) 705 Peningkatan produktivitas tambak melalui penggunaan probiotik... (Arifuddin Tompo) PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TAMBAK MELALUI PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) ABSTRAK

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO

Lebih terperinci

PEMASYARAKATAN IPTEK BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) SISTEM TRADISIONAL PLUS DI BARRU, SULAWESI SELATAN

PEMASYARAKATAN IPTEK BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) SISTEM TRADISIONAL PLUS DI BARRU, SULAWESI SELATAN 65 Pemasyarakatan iptek budidaya udang vaname... (Agus Nawang) PEMASYARAKATAN IPTEK BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) SISTEM TRADISIONAL PLUS DI BARRU, SULAWESI SELATAN ABSTRAK Agus Nawang,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas yang mendapat

PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas yang mendapat PENDAHULUAN Latar belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas yang mendapat prioritas tinggi di bidang penelitian dan pengembangan sayuran di Indonesia. Berdasarkan volume, kentang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikan laut bernilai ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. ikan laut bernilai ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) merupakan salah satu jenis ikan laut bernilai ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Permintaan pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Pembangunan pertanian masih mendapatkan

Lebih terperinci