BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belt Conveyor Belt conveyor atau konveyor sabuk adalah pesawat pengangkut yang digunakan untuk memindahkan muatan dalam bentuk satuan atau tumpahan, dengan arah horizontal atau membentuk sudut dakian/inklinasi dari suatu sistem operasi yang satu ke sistem operasi yang lain dalam suatu line proses produksi, yang menggunakan sabuk sebagai penghantar muatannya. Belt Conveyor pada dasarnya merupakan peralatan yang cukup sederhana. Alat tersebut terdiri dari sabuk yang tahan terhadap pengangkutan benda padat. Sabuk yang digunakan pada belt conveyor ini dapat dibuat dari berbagai jenis bahan misalnya dari karet, plastik, kulit ataupun logam yang tergantung dari jenis dan sifat bahan yang akan diangkut (Zainuri, ST, 2006). Belt Conveyor (konveyor sabuk) memiliki komponen utama berupa sabuk yang berada diatas rollerroller penumpu. Sabuk digerakkan oleh motor penggerak melalui suatu pulley, sabuk bergerak secara translasi dengan melintas datar atau miring tergantung kepada kebutuhan dan perencanaan. Material diletakkan diatas sabuk dan bersama sabuk bergerak kesatu arah. Pada pengoperasiannya konveyor sabuk menggunakan tenaga penggerak berupa motor listrik dengan perantara roda gigi yang dikopel langsung ke puli penggerak. Sabuk yang berada diatas rollerroller akan bergerak melintasi rollerroller dengan kecepatan sesuai putaran dan puli penggerak Ada beberapa pertimbangan yang mendasari dalam penelitian pesawat pengangkut : 1) Karakteristik pemakaian, hal ini menyangkut jenis dan ukuran material, sifat material, serta kondisi medan atau ruang kerja alat. 2) Proses produksi, mengngkut kapasitas perjam dari unit, kontinuitas pemindahan, metode penumpukan material dan lamanya alat beroperasi.

2 16 3) Prinsipprinsip ekonomi, meliputi ongkos pembuatan, pemeliharaan, pemasangan, biaya operasi dan juga biaya penyusutan dari harga awal alat tersebut. Berdasarkan pertimbangan diatas maka dipilihnya belt conveyor sebagai pesawat pengangkut yang paling sesuai untuk mengangkut pasir kedalam proses mixer dalam pembuatan tiang beton Kelebihan dan Kelemahan Belt Conveyor Kelebihan belt conveyor 1) Mampu membawa beban berkapasitas besar. 2) Kecepatan sabuk dapat diatur untuk menetapkan jumlah material yang dipindahkan persatuan waktu 3) Dapat bekerja dalam arah yang miring tanpa membahayakan operator yang mengoperasikannya 4) Memerlukan daya yang lebih kecil, sehingga menekan biaya operasinya 5) Tidak mengganggu lingkungan karena tingkat kebisingan dan polusi yang rendah. 6) Lebih ringan dari pada konveyor rantai maupun bucket conveyor. 7) Aliran pengangkutan berlansung secara terus menerus/kontinu Belt conveyor adalah mesin pemindah yang paling universal karena kapasitas cukup besar (500 s.d 5000 m 3 /jam atau lebih), sanggup memindahkan material pada jarak relatif besar (500 s/d 1000 m atau lebih), desain yang sangat sederhana dan pengoperasian yang baik ( conveyor ). Belt conveyor dapat digunakan untuk memindahkan berbagai unit material sepanjang arah horizontal atau pada suatu kemiringan tertentu pada berbagai industri. Contohnya pada industri pengecoran logam, tambang batubara, produksi beton, industri makanan dan lainlain.

3 Kelemahan belt conveyor 1) Sabuk sangat peka terhadap pengaruh luar, misalnya timbul kerusakan pada pinggir dan permukaan belt, sabuk bisa robek karena batuan yang keras dan tajam atau lepasnya sambungan sabuk. 2) Biaya perawatannya sangat mahal. 3) Jalur pemindahan (transfer line). Karena untuk satu unit belt conveyor hanya bisa dipasang untuk jalur lurus. 4) Kemiringan/sudut inklinasi yang terbatas Geometri Belt Conveyor Geometri dari belt conveyor dapat dilihat pada Gambar 2.1 yang memperlihatkan lintasan dari belt conveyor. Gambar 2.1 Geometri belt conveyor Sudut kemiringan terhadap garis horizontal (β) tergantung pada faktor gesekan antara material yang dibawa dengan belt yang bergerak, sudut kemiringan tetap dari tumpukan material dan bagaimana cara material dibebankan keatas belt. Kemiringan yang dapat diizinkan pada belt conveyor dapat dilihat pada Tabel 2.1.

4 18 Tabel 2.1 Sudut kemiringan maksimum yang diizinkan pada geometri belt conveyor untuk beberapa jenis material. Maximum Maximum angle of angle of Material Material incline β incline β (º) (º) Coal briquetted Gravel, washed and sized Grain Foundry sand, shaken out (burnt) Foundry sand, damp (ready) Crushed stone, unsized Coke, sized Coke unsized Sawdust, fresh Lime, powdered Sumber : Charles G. Wilson head Agronomist Sand, dry Sand, clamp Ore, largelumped Ore, crushed Anthracite, pebbles Coal, run of mine Coal, sized, small Cement Slag, anthraciote, damp KomponenKomponen Utama Pada Belt Conveyor 2.2. Komponenkomponen utama konveyor sabuk dapat dilihat pada gambar Gambar 2.2 Konstruksi konveyor sabuk Konveyor sabuk yang sederhana terdiri dari : 1) Rangka (Frame) 2) Pulli penggerak (Drive pulley)

5 19 3) Pulli yang digerakkan (Tail pulley) 4) Pulli Pengencang (Snub pulley) 5) Sabuk (Belt) 6) Rol pembawa (Carrying roller idler) 7) Rol Kembali (Return roller idler) 8) Rol pemuat 9) Motor penggerak 10) Unit pemuat (Chutes) 11) Unit pengeluar (Discharge spout) 12) Pembersih sabuk (Belt cleaner) 13) Pengetat sabuk (Belt takeup) Belt Belt terbuat dari bahan tekstil, baja lembaran atau jalinan kawat baja. Belt yang terbuat dari tekstil berlapis karet paling banyak ditemukan dilapangan. Syaratsyarat belt: 1) Tahan terhadap beban tarik. 2) Tahan beban kejut. 3) Perpanjangan spesifik rendah. 4) Harus fleksibel. 5) Tidak menyerap air. 6) Ringan. Belt yang digunakan pada belt conveyor terdiri dari beberapa tipe seperti bulu unta, katun dan beberapa jenis belt tekstil berlapis karet. Belt harus memenuhi persyaratan, yaitu kemampuan menyerap air rendah, kekuatan tinggi, ringan, lentur, regangan kecil, ketahanan pemisahan lapisan yang tinggi dan umur pakai panjang. Untuk persyaratan tersebut, belt berlapis karet adalah yang terbaik. Belt tekstil berlapis karet terbuat dari beberapa lapisan yang dikenal dengan plies. Lapisanlapisan tersebut dihubungkan dengan menggunakan (vulkanisasi) atau dengan karet alam maupun sintetis. Belt dilengkapi dengan cover karet untuk melindungi tekstil dari kerusakankerusakan. Karena beberapa jenis material yang

6 20 dibawa mempunyai sifat abrasif. Bentuk penampang belt diperlihatkan pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Penampang belt 1 : lapisan 2 : cover δb : tebal belt δ1 : bagian yang dibebani δ2 : bagian pembalik Jumlah lapisan belt tergantung lebar belt. Hubungan antara lebar belt dengan jumlah lapisan dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Jumlah lapisan belt yang disarankan. (B) Belt width (mm) Sumber : MF. Spot, 1985 Minimum and maximum number of plies (i) Sedangkan untuk mengetahui ketebalan dari cover dapat dihubungkan dengan jenis material yang membebani belt. Sebab tiap jenis material mempunyai ukuran dan sifat fisik yang berbeda. Ketebalan belt dapat ditentukan dari Tabel 2.3.

7 21 Tabel 2.3 Tebal cover yang disarankan pada belt tekstil berlapis karet untuk beban tumpukan dan beban satuan. Cover thickness, mm Load characteristics Material Loaded slide δ1 Return slide, δ2 Granular and powdered, non abrasive Section 1.01 Bulk load Grain, col dust Finggrained and small Lumped, abrasive, medium and heavy weight (a <60 mm, γ<2 tons/m3) Sand, foundry sand, cement, crushed stone, coke 1.5 to Mediumlumped, slightly, abrasive, medium and heavy weight (a <160 mm, γ < 2 tons/m3) Coal, peat briquettes Ditto, abrasive Gravel, clinker, stone, ore, rock salt Largelumped, abrasive, heavy weight (a <160 mm, γ < 2 tons/m3) Manganese ore, brown iron ore Light load in paper and clocth packing Section 1.02 Unit loads Load in soft containers Load in soft containers weighin up to 15 kg Parcels, packages, books Bag, bales, packs Boxes, barrels, baskets 1.5 to to Ditto weighin over 15 kg Boxes, barrels, baskets 1.5 to to 1.5 Untared loads Sumber : Dyachkov, 1975 Machine parts, ceramic articles, building elements 1.5 to to 1.5 Berat tiap meter belt (q b ) berdasarkan Gambar 2.3 adalah : (q b ) = 1.1B (δi + δ1 + δ2) kg/m (2.1) Tebal tiap lapisan (δ) bervariasi menurut jenis belt : 1,25 mm untuk belt berlapis katun, 2,0 mm untuk belt kekuatan tinggi, 0,9 s.d 1,4 mm untuk sintetik.

8 22 Jumlah lapisan (number of plies) dapat ditentukan dari persamaan : Dimana: I KS B maks Kt (2.2) S maks = gaya tarik maksimum teoritis dari belt, kg K t = gaya tarik ultimate per cm dari lebar per lapisan, kg/cm K = faktor keamanan (dari Tabel 2.4) B = lebar belt, cm Tabel 2.4 Faktor keamanan sesuai dengan jumlah lapisan belt. Number of plies (i) 2 to 4 4 to 5 6 to 8 9 to to 14 Safety factor (k) 9 9, ,5 11 Sumber : Sularso, 1987 Menurut standar USSR, tegangan tarik maksimum untuk belt adalah 55 kg/cm untuk belt tipe b820, 115 kg/cm untuk belt tipe OIIb5 dan OIIb12, 119 kg/cm untuk belt katun dan 300 kg/cm untuk belt sintetik Idlers Belt disangga oleh idler. Jenis idler yang digunakan kebanyakan adalah roller idler. Berdasarkan lokasi idler di conveyor, dapat dibedakan menjadi idler atas dan idler bawah. Gambar susunan idler atas dapat dilihat pada Gambar 2.4. Sudut antara idler bawah dan idler atas dapat divariasikan sesuai keperluan. Gambar 2.4 Idler bagian atas

9 23 Idler atas menyangga belt yang membawa beban. Idler atas bisa merupakan idler tunggal atau tiga idler. Sedangkan untuk idler bawah digunakan idler tunggal. Gambar idler bawah dapat dilihat pada Gambar 2.5 di bawah ini. B Gambar 2.5 Idler bagian bawah Idler dibuat sedemikian rupa sehingga mudah untuk dibongkar pasang. Ini dimaksudkan untuk memudahkan perawatan. Jika salah satu komponen idler rusak, dapat dilakukan penggantian secara cepat. Kontruksi idler dapat dilihat pada Gambar 2.6. Gambar 2.6 Kontruksi roller Idler Komponenkomponen roller idler diatas adalah: 1) selubung bagian luar, yang langsung berfungsi untuk menopang belt. 2) Selubung bagian dalam. 3) Bantalan. 4) Karet perlindung, yang berfungsi untuk melindungi bantalan dari debu atau kotoran lainnya. 5) Pengunci bantalan. 6) Poros idler. 7) Baut. 8) Bantalan

10 24 Diameter (D) idler tergantung pada lebar belt (B) yang disangganya. Hubungan antara lebar belt dengan diameter idler dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Hubungan antara diameter roller idler dengan lebar belt. (D) Roller diameter (mm) (B) Belt width (mm) to to to 2000 Sumber : Sularso, 1987 Dalam perancangan, panjang idler L id dibuat lebih panjang 100 s/d 200 mm dari lebar belt. Untuk saluran pemasangan komponen belt conveyor dapat dilihat pada Gambar 2.7. Jika idler pada loading zone adalah dan pada belt bagian bawah Training idler berfungsi untuk menjaga agar belt berjalan lurus dan efektif jika dipasang pada belt conveyor yang panjangnya lebih dari 50 meter. Jarak idler tergantung pada belt dan berat jenis dari beban seperti tertera pada Tabel 2.7. Gambar 2.7 Susunan Idler pada belt conveyor Tabel 2.6 Jarak maksimum idler pada belt conveyor. Bulk weight of load, (ton/ m 3 ) γ < 1 γ = 1 to 2 γ > 2 ( B ) Spacing 1 for belt width (mm) Sumber : Sularso,

11 Unit penggerak Daya penggerak pada belt conveyor ditransmisikan kepada belt melalui gesekan yang terjadi antar belt puli penggerak yang digerakkan dengan motor listrik. Unit penggerak terdiri dari beberapa bagian, yaitu puli, motor serta roda gigi transmisi antara motor dan puli. Tipetipe susunan puli penggerak untuk belt conveyor dapat dilihat pada Gambar 2.8. Gambar a dan b menunjukkan pulli penggerak tunggal (single pulley drive) dengan sudut α = 180 dan α s.d Peningkatan sudut kontak seperti Gambar b dapat diperoleh jika idler pembalik diletakkan lebih keatas dan jarak dengan puli penggerak lebih dekat. Gambar c dan d menunjukan dua puli penggerak dengan sudut kontak dan Pada gambar e dan f diperlihatkan puli penggerak khusus, dan digunakan pada conveyor yang panjang serta beban yang berat. Susunan puli penggerak pada gembar e menggunakan pegas tekan pada gambar f menggunakan beban takeup (Metriadi, 2005). Tetapi dalam aplikasi dilapangan, konstruksi seperti pada Gambar 2.8 (b) lebih banyak digunakan. (a ) (b) (d) (c) (e) (f) Gambar 2.8 Susunan puli pengegrak belt conveyor a dan b puli tunggal; c dan d sistem dua puli; e dan f menggunakan bagian penekan

12 26 Untuk kondisi tak ada slip antara belt dengan puli seperti pada Gambar 2.8, diperoleh persamaan berikut : S t S s1 e μα (2.3) Keterangan notasi : S t S t Μ α = gaya tarik pada sisi belt yang kencang = gaya tarik pada sisi belt pembalik = koefisien gesekan antara belt dengan puli = sudut lilit e 2,718 Gaya tarik keliling W o pada puli penggerak, dengan mengabaikan losses pada puli penggerak dengan mengacu pada kekuatan belt, diberikan oleh persamaan : W 0 = S t S t1 (2.4) Sehingga: W o = S t S s1 S t1 e μα S s1 = S s1 (e μα 1) (2.5) µα e Atau; W o 1 εµα Sumber : Bell, Idler An Pulley Catalogue Dari persamaan di atas, besar gaya tarik yang dapat ditransmisikan oleh puli penggerak ke belt meningkat dengan penambahan sudut kontak. Koefisien gesek dan tegangan belt. Besar koefisien gesek tergantung pada permukaan puli dan sudut kontak. Dan dapat dilihat pada Tabel 2.7, yaitu hubungan antara sudut kontak dan bagaimana belt dililitkan pada puli. Tegangan belt tergantung dari kekuatan belt. Sedangkan kekuatan belt ditentukan lebar dan jumlah lapisan belt.

13 27 Tabel 2.7 Harga koefisien gesek μ dan e μα. Type of pulley and atmospheric conditions Cast iron of steel pulley and very humid (wet) atmosphere; dirty Friction factor μ 0.1 e μα for wrap angles α, deg and radians ,14 3,66 4,19 5,24 6,28 7,0 8, Wood or ruber lagged pulley and very humid (wet) atmophere; dirty Cast iron or steel pulley and humid atmosphere; dirty Cast iron or steel pulley and dry atmosphere; dusty Wood lagged pulley and dry atmosphere; dusty Rubber lagged pulley and dry atmosphere; dusty Sumber : Bell, Idler An Pulley Catalogue Puli penggerak terbuat dari besi cor atau baja lembaran (sheet steel) yang dibuat menggunakan proses pengelasan. Permukaan puli harus lebih besar 100 s.d 200 mm dari lebar belt. Diameter puli D p ditentukan oleh jumlah lapisan belt yang diberikan oleh persamaaan berikut : D p > K p. i, mm (2.6) Dimana : D p K p I = diameter puli, mm = faktor proporsional = jumlah lapisan belt

14 28 Harga K p adalah 125 s.d 150 (K p = 150 untuk I = 8 s/d 12). Diameter puli dihitung dari persamaan diatas dan dibulatkan ke diameter terdekat yaitu: 250, 320, 400, 500, 630, 800, 1000, 1250, dan 1600 mm Pengencang Belt (take up) Pengencang belt dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu screw take up dan gravity take up, atau sering juga disebut pengencang horizontal dan vertical. Gravity take up terdiri dari tiga puli seperti pada gambar 2.9. b a c a. Horizontal Gravity type b. Vertical Gravity type c. Screw type Gambar 2.9 Berbagai cara pengencangan sabuk/belt Penekuk Belt Belt ditekuk dengan puli atau roller pembelok. Penggunaan roller pembelok adalah untuk merubah kemiringan sistem seperti dari arah horizontal menjadi seperti miring. Tekukan belt dapat dibedakan atas dua macam yaitu tekukan kearah pembalik (Gambar 2.10a) dan tekukan kearah pembebanan (Gambar 2.10b), kedua jenis tekukan tersebut mempunyai jarijari tekukan minimum yang berbeda.

15 29 a. Tekukan kearah pembalik b. Tekukan kearah pembebanan Gambar 2.10 Pembeloken belt Untuk kondisi pada gambar 2.10a, jika B adalah lebar belt maka harga R 12 B dan I2 = (0,40,5). Sedangkan untuk kondisi seperti gambar 2.10b, lintasan belt berubah dari arah horizontal menjadi miring. Harga jarijari kelengkungan minimum (R min ) diberikan pada persamaan berikut : R min S K 1 (m) (2.7) q b Dimana : S = Gaya tarik belt pada akhir lengkungan (kg) qb = Berat beban tiap meter panjang belt (kg/m) K 1 = Factor numerik (K 1 = 1 untuk β 7, k1 =1,05) untuk β = 825 ) dan K 1 = 1, 1 untuk β = 1620 Diameter dan panjang idler yang digunakan untuk penekuk belt sama dengan digunakan untuk system horizontal Conveyor Frame Struktur penyangga (frame) terbuat dari susunan baja batangan atau besi siku yang disambung dengan menggunakan las listrik. Frame dibuat kaku (rigit). Atruktur tersebut terbuat dari batangan membujur, tegak dan menyilang. Tinggi dari frame biasanya 400 s/d 500 mm dan jarak batang tegak/tiang adalah 2 s/d 3,5 meter Komponenkomponen Pendukung

16 30 Dalam pengoperasian belt conveyor dilapangan, ada beberapa komponen pendukung yang ditambahkan pada sistim tersebut seperti : 1) Hopper, berfungsi untuk mencurahkan bebas keatas belt conveyor. Kapasitas beban dapat diatur dari curahan hopper tersebut. 2) Peralatan pembongkar (discharging device), berfungsi untuk membongkar muatan belt conveyor 3) Rem penahan otomatis (automatic hold back brakes) berfungsi untuk mematikan sistem seketika jika ada gangguan. 4) Pembersih belt, yang dipasangkan pada puli bagian depan. Alat ini dipasang untuk conveyor yang membawa material basah dan lengket 5) Feeder, sebagai pengumpan dari hopper ke belt, feeder ini memiliki dua bentuk yaitu sudu dan screw Perhitungan Belt Conveyor Dalam merancang belt conveyor, ditetapkan data awal perancangan. Kemudian dipilih belt dan motor penggerak yang sesuai Data Awal Perhitungan Untuk merancang dimensi utama dan daya motor yang diperlukan untuk belt conveyor diperlukan data awal sebagai dasar perancangan. Seperti karakteristik material, kapasitas perjam, geometri belt dan kondisi operasi dari belt conveyor Lebar Belt Untuk beban tumpukan, lebar belt ditentukan berdasarkan kapasitas conveyor dan ukuran material yang dibawa atau sebaliknya. Untuk material aliran bebas seperti gambar 2.11

17 31 Gambar 2.11 Tumpukan bulk material diatas belt Luas penampang irisan aliran material pada gambar 2.11 dibagian atas (A 1 ) adalah luas segitiga : bh A 1 = 1 2 C =,8 0,4C 1 tanφ Bila kemiringan idler samping adalah 20 dan panjang idler tengah 11 = 0,4B maka luas penampang irisan A2 adalah luas trapezium, yaitu : A2 = 0,0435B 2 (2.8) Maka luas total aliran tersebut adalah : A = A 1 + A 2 = 0,16B 2 C 1 tan 0,35φ + 0,043B 2 (2.9) Jika persamaan tersebut disubstitusikan ke persaaman sebelumnya maka didapat persamaan untuk kapasitas yaitu : Q = 3600AFvγ = F 2 vγ [576C1 tan (0,35φ) + 1 ] = 160 B 2 vγ [3,6C1 tan (0,35φ) + 1 ] (ton/ jam) (2.10) Harga factor koreksi bervariasi tergantung harga sudut kemiringan idler. Harga C1 = 1, untuk β = 010, C1 = 0,95 untuk β = 1015, C1 = 0,85 untuk β 20.

18 32 Lebar belt yang dihitung dari persamaan diatas disesuaikan dengan ukuran ukuran butir material (lumpsized) sesuai dengan ukuran berikut : Untuk unsized material : B 2a mm (2.11) Untuk sized material : B 3,3a mm (2.12) Lebar belt yang dipilh adalah pembulatan terhadap harga terbesar yang terdekat dari lebar standar. Kecepatan belt tergantung pada sifat material yang dibawa, lebar belt dan kemiringan konstruksi conveyor, kecepatan belt dengan berbagai variasi diberikan pada Tabel 2.8 berikut : Tabel 2.8 Kecepatan belt yang direkomendasikan Bulk load characteristics Nonbrasive and abrasive material, crusched, without downgrading. Material Coal, run of mine, salt, sand, peat Belt width B (mm) and and Belt speed v (m/sec) and Abrasive, small and medium lumped, a <160 mm Gravel, ore, stone Rock, ore, stone Abrasive, large lumped, a >160 mm Fragile load, downgraded by crushing Pulverized load, dusty Grain Coke, sizedcoal, charcoal Flour, cement, apatile Rye, wheat Sumber : MF. Spot, Machine Element, 1985

19 Penentuan Tahanan Gerak Belt Untuk belt yang dijalankan diatas idler, losses (rugirugi) tahanan disebabkan gesekan pada bantalan idler, belt slip diatas roller dan tekukan dari idler. Gaya dari tahanan belt conveyor ditentukan dari persamaan berikut : Untuk belt yang membawa beban : W1 = (q + qb + qp ) Lω cos β ± (q + qb) L sin β = (q + qb + qp ) Lhor ω cos β ± (q + qb) H (kg) Dan untuk belt pembalik : W1 = (qb + qp ) Lhor ω cos β ± qb H (kg) (2.13) Arti notasi : q = berat beban (kg/m) qb = berat belt (kg/m) qp = berat bagian berotasi pada idler beban (kg/m) q = berat bagian berotasi pada idler pembalik (kg/m) β = sudut kemiringan kontruksi conveyor, ( ) L = Panjang lintasan conveyor (m) L hor H = Panjang proyeksi horizontal lintasan conveyor, (m) = beda ketinggian awal dan akhir conveyor ω = koefisien tahanan belt Pada persamaan diatas, tanda plus berarti gerakan naik dan tanda minus berarti gerakan turun. Berat idler tergantung pada disainnya. Jika berat bagian berotasi untuk satu idler adalah Gp maka berat permeter dari bagian berotasi idler dari persamaan berikut : q p = q p = G p I G p I 2 (kg/m) (kg/m) Arti notasi : I I 2 = jarak idler yang menahan beban (m) = jarak idler pembalik (m) Harga koefisien tahanan ω rolling bearing diberikan pada tabel 2.9, sedangkan untuk sliding bearing harga ω akan lebih besar 3 s/d 4 dari rolling hearing.

20 34 Tabel 2.9 Faktor tahanan untuk rolling hearing Operating Characteristics of the operating condition condition Favorable Operating in clean, dry premises in the absence of abrasive dust Faktor ω for idlers Flat troughing Medium Operation in heated premises in the presence of a limited amount of abrasive dust, normal air humanity Operation in unheated premises Adverse or outofdoor, large amount of abrasive dust, excessive moisture or other factor present adversely affecting the operation of the bearing Sumber : MF. Spot, Machine Element, Tahanan gerak puli penekuk diberikan oleh persamaan berikut dengan harga faktor K = 1.05 untuk sudut lilit α = 180 dan K = 1.07 untuk sudut lilit α = 180 Gambar 2.12 Sudut Lilit Pada Puli Wcury = (K 1) St, kg (2.14) Atau: Sst = K.St, kg (2.15) Sedangkan tahanan untuk puli penggerak (Wdr) adalah: Wdr = (0,03 s/d 0,05)(Sst + Sst), kg (2.16) Tahanan untuk peralatan pembongkar (Wpt) adalah : Wpt 2.7 qb, kg (2.17)

21 Penentuan Daya Motor Penggerak Pada belt conveyor, tegangan dari titiktitik yang terpisah pada sistem dapat diketahui dari persamaan berikut : Si = S11 = W(i1).1, kg Arti notasi : i = 1,2,3 S = gaya tarik, kg W = tahanan gerak (kg) Gaya tarik efektif pada belt adalah : Wo = St Ssl, kg (2.18) Jika efisiensi transmisi adalah ηg maka daya motor penggerak yang dibutuhkan adalah : N = = W ov 75η W ov g 102η g (HP) (KW) (2.19) Faktor tahanan total dari belt conveyor adalah : 270 ω = (2.20) QL Daya spesifik motor adalah : ω N' = 270 N = QL (2.21) 2.2 Ukuran Butir Pasir Definisi Pasir Pasir merupakan material alam yang banyak di dapatkan dipermukaan bumi. Pasir adalah material yang dibentuk oleh silikon dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur. Butiran pasir umumnya berukuran antara 0,06 sampai 2 mm. Pasir merupakan meterial alam yang berperan penting dalam kehidupan umat manusia. Misalnnya pasir kuarsa digunakan pada industri pembuatan kaca,

22 36 pasir silika dimanfaatkan untuk memisahkan kotoran dari baja cair pada pengecoran baja. Selain itu, pasir juga adalah material yang paling utama dalam kegiatan konstruksi bangunan seperti pada pembuatan tiang beton, hingga keindustri kerajinan, dekorasi maupun kegiatan lainnya. Namanama pasir dalam bisnis bangunan kadang identik dengan daerah asal pasir itu didapat. Misalnya, pasir yang berasal dari Cileungsi, orang menyebutnya dengan sebutan Pasir Cileungsi. Pasir yang berasal dari daerah Cikalong, orang menyebutnya Pasir Cikalong. Pasir dari daerah Lampung, disebut Pasir Lampung. Pasir dari daerah Bangka disebut Pasir Bangka, karena warnanya putih lebih lengkap dengan sebutan Pasir Putih Bangka. Namun demikian meskipun memiliki nama berbeda, corak dan tekstur yang berbeda semua itu tetaplah Pasir yang bermanfaat dalam kehidupan Karakteristik Material Pasir Karakteristik bulk ditentukan oleh sifat mekanik (berat spesifik, abrasivitas, angle of repose) dan sifat fisik (ukuran buitr) (Joseph, 1993). Berikut ini adalah beberapa karakteristik material pasir : 1) Ukuran Butir Menurut ukuran butir, bulk material dikenal sebagai nilai bongkah (a ) dan mempunyai satuan mm. Dimensi linier material terdiri dari diagonal besar a maks dan diagonal kecil a min yang menentukan karakteristik partikel serta jumlah parameter untuk perhitungan alat pemindahan dan peralatan pembantunya. Bentuk ukuran bongkah dapat dilihat pada Gambar a maks a min Gambar 2.13 Dimensi Partikel Bulk

23 37 Untuk menentukan ukuran bongkah material yang lebih besar dari 0,1 mm, dilakukan penyaringan secara bertingkat. Ukuran bongkah bulk material dengan ukuran partikel lebih kecil dari 0,1 mm ditentukan melalui metoda khusus, yaitu berdasarkan kecepatannya jika dimasukkan kedalam air atau udara. Menurut keseragaman komposisi bongkah, bulk material dibagi menjadi dua jenis, yakni terukur (sized) dan tidak terukur (unsized). Jika rasio ukuran terbesar a maks terhadap ukuran terkecil a min dibawah 2,5 dianggap tidak terukur (unsized). Material terukur (sized) adalah material homogen dengan a maks /a min 2,5. Karakteristik material terukur ditentukan oleh ukuran bongkah ratarata. Persamaan yang digunakan untuk menghitung ukuran bongkah tersebut adalah : a = a maks + a min 2 (2.22) Karakteristik material tak terukur ditentukan oleh ukuran bongkah yang terbesar (a maks ). Menurut ukuran partikelnya, bulk material diklasifikasikan menjadi bongkah dengan ukuran besar, sedang, kecil, granular atau bubuk. Ukuran bongkah partikel dapat dilihat pada Tabel 2.10 berikut. Tabel 2.10 Pengelompokan bulk material menurut ukuran partikelnya. Load Group Size of largest characteristic particle a (mm) Largelumped Over 160 Mediumlumped Smalllumped 1060 Granular 0,510 Powdered Below 0.5 Sumber : Hardyanto, Ukuran bongkah bulk material harus diperhatikan karena akan berpengaruh dalam menentukan ukuran mesin pemindah material, hopper serta sistem salurannya. 2) Berat Spesifik Berat spesifik/massa jenis bulk material adalah berat material per satuan volume dengan satuan ton/m 3 atau kg/m 3. Berat dari bulk material yang berbentuk

24 38 butiran atau serbuk diukur dengan peralatan khusus yang terdiri dari container dengan volume tertentu (13 liter), batang yang dipasangkan ke container dan kerangka berputar pada batang. Makin besar ukuran bongkah maka makin besar ukuran container yang dibutuhkan. Untuk menentukan berat bulk material, material dimasukkan kedalam container melalui kerangka sampai penuh. Putaran kerangka akan membuang kelebihan material dalam container. Selanjutnya container di timbang. Container ini dapat dilihat pada Gambar Berat bulk material dihitung sebagai berat bersih material dalam container relatif terhadap volume. Perbedaan dibuat antara berat bulk material yang terbuka (γ) dan material yang dikemas (γ packed ). Bulk material yang dikemas mengalami kompresi statis atau dinamis yang seragam akibat goncangan. Gambar 2.14 Container untuk menghitung berat bulk material aliran bebas Berat material yang dikemas dibandingkan dengan berat sebelum dikemas, dikenal sebagai packing coeficient yang harganya bervariasi untuk berbagai jenis bulk material dari 1,051,52. Penggolongan bulk material berdasarkan beratnya dapat dilihat pada Tabel 2.11.

25 39 Tabel 2.11 Distribusi bulk material berdasarkan berat. Weight group Bulk weight γ (ton/ m 3 ) Material Up to 0,6 From 0,6 to 1,1 From 1,2 to 2,0 Over 2,0 Light Medium Heavy Very heavy Sumber : Hardyanto, 1992 Saw dust, peat, coke Wheat, rye, coal, slag Sand, gravel, core, raw mix Iron core, cobbe stone Berat bulk material berpengaruh dalam menghitung kapasitas alat pemindah material dan tekanan pada dinding serta sisi keluar hopper. Berat spesifik bulk material diberi simbol G dan dapat dihitung dengan menggunakan formula : G = W V s s Dimana : W s = Berat spesifik bulk material V s =Volume spesifi bulk material 3) Abrasivitas Abrasivitas adalah sifat partikel yang mengikis permukaan saat terjadi kontak dalam pergerakannya. Permukaan saluran belt dan pin, merupakan objek yang akan mengalami abrasivitas oleh material yang dipindahkan. Pengikisan akan terus terjadi tergantung pada kekerasan, kondisi permukaan, bentuk, serta ukuran partikel. Beberapa material seperti abu, bouksit, aluminium oksida, semen, pasir, dan kokas bersifat abrasif. Sifat spesifik material yang dipindahkan adalah kelembaban, kemampuan untuk dikemas, kekakuan, kerapuhan, pengkaratan penggumpalan serta sifat mudah meledak. Semua sifat ini harus diperhatikan dalam perancangan alat pemindah material dan peralatan pembantunya. 4) Angle of Refose Sudut antara kemiringan tumpukan material dengan garis horizontal disebut angle of repose yang dilambangkan dengan φ. Besarnya sudut φ tergantung pada mobilitas partikel. Jika mobilitas partikel semakin besar maka

26 40 sudut φ semakin kecil. Angle of repose bisa berbentuk statik atau dinamik (φ dyn ). Angle of repose dinamik besarnya sekitar 0,7φ. Angle of repose statik bisa ditentukan dengan peralatan sederhana seperti silinder berlubang pada Gambar Material dimasukkan kedalam selinder dan dibiarkan tersebar di lantai sampai berbentuk kerucut. Sudut yang dibentuk oleh kerucut material dengan bidang horizontal itulah disebut angle of repose statik. Gambar 2.15 Angel of Repose statik Koefisien gesekan suatu bulk material terhadap baja, kayu, beton, karet, dan lainya harus diperhatikan dalam perancangan mesin pemindah material. Faktor gesekan menentukan sudut kemiringan dinding dan sisi hopper, saluran dan inklinasi maksimum suatu mesin pemindah (conveyor). Hubungan antara faktor gesekan dan sudut gesekan material diberikan dalam bentuk : atau: f 0 = tan ρ 0 (2.23) f = tanρ (2.24)

27 41 Tabel 2.12 Berat bulk, angle of repose dan faktor gesekan bulk material. Material Anthracite, dry fine, Bulk weight γ, ton/m 3 0,8 0,95 Angle of repose, (º) Static friction factor (f 0 ) Dynamic φ dyn Static φ steel wood rubber ,84 small Gypsum, lumped 1,2 1,4 40 0,82 Clay, dry, smalllumped 1,0 1, Gravel 1,5 1, Ground, dry 1, Foundry shakeout sand, 1, ,61 Ash, dry 1, Lime stone, smalllumped 0,4 0,6 30 0,7 Coke 1,2 1, ,0 Wheat flour 0,36 0, ,85 Oat 0,45 0, ,78 0,50 Sawdust 0,40 0, ,65 Sand, dry 0,16 0, ,56 Wheat 1,40 1, ,58 0,50 Iron one 0,65 0, Peat, dry, lumped 2,10 2, ,80 Coal, run,ofmine 0,33 0, ,0 0,64 Cement, dry 0,65 0,78 Sumber : Afrizal, ,64

28 Berat Volume Pasir dan Hubunganhubungannya Segumpal pasir terdiri dari dua atau tiga bagian. Dalam pasir yang kering, hanya akan terdiri dari dua bagian, yaitu butirbutir tanah dan poripori udara. Dalam pasir yang jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air pori.dalam keadaan tidak jenuh, pasir terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian padat atau butiran, poripori udara, dan air pori. Bagianbagian pasir dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase seperti gambar dibawah ini. V u Udara V v V V a Air M a M V t Tanah M t Gambar 2.16 Diagram fase pasir Gambar 2.16 diatas menunjukkan elemen pasir yang mempunyai volume V dan berat total W dan hubungan berat dan volumenya. Dari gambar tersebut dapat dibentuk persamaan berikut : (E.Bowks, 1995) W = W s + W w dimana : dan V = V s + V w + V a V v = V w + V a W s = berat butiran padat W w = berat air V s = volume butiran padat V w = volume air V a = volume udara Dengan berat udara dianggap nol, hubunganhubungan volume yang biasa digunakan adalah angka pori, porositas dan derajat kejenuhan. Adapun hubunganhubungan tersebut adalah sebagai berikut :

29 43 Kadar air (w) didefenisikan sebagai perbandingan antara berat air (W w ) dengan berat butiran (W s ) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen (%). w (%) = W w 100 (2.25) W s Porositas (n), didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga (V v ) dengan volume total (V). Dalam hal ini dapat digunakan dalam benntuk persen maupun decimal. n = V V v (2.26) Angka pori (e), disefinisikan sebagai perbandingan volume rongga (V v ) dengan volume butiran (V s ). Biasanya dinyataka dalam desomal. e = V V v s (2.27) Berat volume basah (γ b ), adalah perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara (W) dengan volume total tanah (V). γ b = V W (2.28) dengan W = W w + W s + W v (W v = berat udara = 0). Bila ruang udara terisi oleh air seluruhnya (V a = 0), maka tanah menjadi jenuh. Berat volume kering (γ b ), adalah perbandingan antara berat butiran (W s ) dengan volume total (V) tanah. γ b = V W s (2.29) Berat butiran padat (γ s ), didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butiran padat (W s ) dengan volume butiran padat (V s ). γ s = W V s s (2.30)

30 44 Berat jenis (specific gravity) tanah (G s ) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran padat (γ s ) dengan berat volume air (γ w ) pada temperatur 4 C. G s = γ γ s w (2.31) G s tidak berdimensi. Berat jenis dari berbagai jenis tanah berkisar antara 2,65 sampai 2,75. Nilai berat jenis sebesar 2,67 biasanya digunakan untuk tanahtanah tak berkohesi. Sedangkan untuk tanah kohesip tak organik berkisar antara 2,68 sampai 2,72. (Hardyanto, 1992) Untuk melihat berat jenis dari pasir dapat dilihat pada tabel berbagai jenis tanah dibawah ini. Tabel 2.13 Tabel berat jenis tanah Keadaan tanah Kerikil Pasir Lanau tak organik Lempung organik Lempung tak organiok Humus Gambut Sumber : Hardyanto, 1992 Berat Jenis G s 2,652,68 2,652,68 2,622,68 2,582,65 2,682,75 1,37 1,251,80 Derajat kejenuhan (S), adalah perbandingan volume air (V w ) dengan volume total rongga pori tanah (V v ). Biasanya dinyatakan dalam persen (%). S (%) = V w 100 % (2.32) V v Analisis Ukuran Butiran pasir Sifatsifat tanah sangat berngantung pada ukuran butirannya. Karena besarnya butiran tanah mempengaruhi volume dan persentase berat butiran pada suatu unit saringan dengan ukuran mesh yang tertentu. Oleh karena itu, analisis butiran ini merupakan pengujian yang sangat penting untuk dilakukan (E.Bowks, Joseph, 1993).

31 45. Karena pemeriksaan makroskopis massa butiran tanah menunjukkan bahwa hanya sedikit pastikelpartikel yang bundar. Kasar Sedang Halus Gambar 2.17 Jenis besar butiran pasir Dan karena itu mempunyai diameter, kita dapat menarik kesimpulan bahwa ini merupakan deskripsi mengenai tanah yang agak longgar. (4,76 mm) # 4 (2,00 mm) # 10 (0,84 mm) # 20 (0,42 mm) # 40 (0,25 mm) # 60 (0,147 mm)#100 Gambar 2.18 Analisis saringan pasir Pasir Berbutir Kasar Distribusi ukuran butir dari pasir berbutir kasar dapat ditentukan dengan cara menyaringanya. Pasir berbeda uji disaring (screening) standar untuk pengujian pasir. Berat pasir yang tinggal pada masingmasing saringan ditimbang

32 46 dan persentase tehadap berat kumulatif pada tiap saringan dihitung. Contoh nomornomor saringan dan diameter lubang dari standar Amerika dapat dilihat dari tabel dibawah ini. Tabel 2.14 Standar ukuran saringan Nomor Saringan Sumber : E.Bowks Joseph, 1993 Diameter Lubang (mm) 4,75 2,00 0,85 0,425 0,25 0,15 0,106 0, Pasir Berbutir Halus Distribusi ukuran butiran pasir berbutir halus atau bagian yang berbutir haluis dari pasir berbutir kasar, dapat ditentukan dengan cara sedimentasi. Metode inididasarkan pada hukum Stokes yang berkenaan dengan kecepatan butiran mengendap pada larutan suspensi. Menurut Stokes, kecepatan mengendap butiran dapat ditentukan oleh persamaan berikut : v = γ s γ 18µ w (2.33) dimana: v = kecepatan, sama dengan jarak (L/t) γ w = Berat volume air γ s = berat volume butiran padat (gr/cm 3 ) µ = kekentalan air absolute (g det/cm 2 ) Ukuran butiran ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah melalui seperangkast saringan yang disusun dengan lobang yang paling besar berada paling atas, dan makin kebawah makin kecil. Jumlah tanah yang tertahan pada saringan tertentu disebut sebagaisalah satu dari ukuran butiran pasir.

33 Tingkat Kelembaban Pasir Kelembaban atau kadar air pasir dapat didefinidikan sebagai rasio berat air di dalam poripori pasir terhadap butiran air atau disebut dengan tingkat kebasahan pasir. Perbedaan telah dibuat antara penentuan kadar air yang dilakukan di laboratorium lewat sejumlah jenis pasir yang menunjukkan nilai pada suatu saat di lapangan Untuk mengetahui pengaruh kebasahan terhadap kapasitas transfer maka pasir tersebut diberi air dan diukur kelembabannya dengan menggunakan Formula di bawah ini : Kelembaban = Basah ker ing ker ing x 100 % Kelembaban biasanya diberi simbol w N, dan biasanya tingkat kebasahan/kelembaban ini adalah bervariasi, tergantung pada lokalisasi dari pasirnya. 2.4 Kapasitas Transfer Pemindah Material Yang Bergerak Kontinu Pemilihan kapasitas dari peralatan pemindah material yang bergerak kontinu tergantung pada berat dari beban per meter panjang mesin (q dalam satuan kg/m) dan pada laju pemindahan (v dalam satuan m/dt). Jika laju aliran pada conveyor adalah (kg/dt), maka kapasitas perjamnya adalah : 3600 Q = qv = 3,6 qv (ton/jam) (2.34) 1000 Jika beban mempunyai bulk weight (γ dalam satuan ton/m 3 ) dan dipindahkan dalam aliran yang kontinu yang mempunyai luas penampang A dalam (m 2 ), maka beban per meternya adalah : q = 1000 Aγ (kg/m) (2.35) Contoh sketsa potongan melintang belt conveyor yang bergerak secara kontinu dengan mempunyai luas penampang (A) material dapat dilihat pada Gambar 2.19 berikut ini :

34 48 Gambar 2.19 Penampang Lintang Material pada Belt Conveyor Saat material dipindahkan dalam saluran atau pipa yang mempunyai luas penampang A 0 dalam satuan (m 2 ), efisiensi pembebanan ψ, maka luas penampang : A = A 0.ψ Sehingga: q = 1000A 0.γ.ψ (kg/m) (2.36) Dengan mensubtitusikan persamaan diatas dengan persamaan yang sebelumnya maka untuk material dalam aliran kontinu, didapatkan kapasitas per jam : Q = 3600A.v.γ = 3600A 0.v.γ.ψ (ton/jam ) (2.37) Kapasitas mesin pemindah tersebut dapat dinyatakan tanpa berat per unit, atau Q (ton/jam), dan selanjutnya dapat juga dinyatakan dalam bentuk volume per unit V (m 3 /jam). Bila kapasitas mesin pemindah tanpa berat per unit, maka Q dinyatakan dalam ton/jam seperti persamaan berikut : Q = V.γ (ton/jam) (2.38) Sedangkan untuk kapasitas mesin pemindah dalam bentuk bulk, maka kapasitasnya dapat dihitung dengan persamaan : Q = massapasir( kg), atau waktutransfer( m) Q = t m (2.39) Pengaruh Beban Terhadap Laju Dalam penelitian ini yang akan menjadi topik utama pembahasan adalah bagaimana pengaruh Beban terhadap Laju pada conveyor yang yang digunakan pada PT.WIKA BETON. Untuk menghindari salah penafsiran

35 49 tentang hal tersebut, maka diperlukan penegasan istilah sebelum masuk ke landasan teori mengenai hal tersebut, yaitu: a) Beban, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti barang yang dibawa atau muatan yang dibawa. Dalam penelitian ini beban berarti muatan yang mempengaruhi kerja bagian lain. Satuan beban yang digunakan adalah Kg. b) Laju, sebelum memahami istilah laju harus dalam hal ini harus dibedakan antara pengertian laju dan kecepatan, dan mengapa dalam penulisan skripsi ini digunakan istilah kecepatan bukan menggunakan istilah laju. Istilah laju dalam Fisika karangan Giancoli, menyatakan seberapa jauh sebuah benda berjalan dalam suatu selang waktu tertentu, atau dapat diartikan bahwa laju ratarata adalah jarak yang ditempuh sepanjang lintasannya dibagi waktu yang diperlukan untuk untuk menempuh jarak tersebut (Giancoli, 2001). Berdasarkan rumus dapat ditulis demikian : Laju ratarata = jarak yang tempuh waktu tempuh diperlukan Sedangkan kecepatan didefinisikan sebagai sebuah vektor yang berhubungan dengan waktu yang diperlukan untuk perpindahan sesuatu (Giancoli, 2001). Dalam hal ini pengertian perpindahan berarti perubahan posisi benda. Berdasarkan rumus dapat ditulis sebagai berikut : Kecepatan ratarata = Atau dapat dituliskan : V = t s perpindahan (m) waktu yang tempuh diperlukan (dt) ( 2.40) 2.5 Pengatur Debit aliran material (Hopper) Hopper berfungsi sebagai pencurah dan pengatur kapasitas material pada belt conveyor. Konstruksi hopper dapat dilihat pada gambar 2.20.

36 50 Gambar 2.20 Hopper Gambar 2.21 Sudu Pencurah dan Poros Volume material yang dicurahkan dapat dihitung berdasarkan volume bagian yang cekung dari hopper (gambar 2.21). Jika sudu pencurah mempunyai diameter dalam d 0, diameter luar d 1 dan panjang sudu I s maka volume curahan untuk satu putaran adalah : π V =. ( d1 d 0 ) 2 4 I s π =. ( 11 2,7 ) 2 = (2.41) Kapasitas curahan hopper akan bervariasi tergantung putaran sudu (nh) dan jenis material yaitu : Q h = 0, n h. γ (ton/menit) (2.42) = 0,0402. n h. γ (ton/jam) Arti notasi: Q h = kapasitas curaahan hopper (ton/jam) n h = putaran sudu hopper (rpm)

BAB III PERANCANGAN BELT CONVEYOR

BAB III PERANCANGAN BELT CONVEYOR BAB III PERANCANGAN BELT CONVEYOR 3.1 Belt Conveyor Belt conveyor atau konveyor sabuk adalah pesawat pengangkut yang digunakan untuk memindahkan muatan dalam bentuk satuan atau tumpahan, dengan arah horizontal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Material Dalam Industri Alat pemindah material sangat diperlukan pada sebuah industri. Diantaranya seperti pada industri berkapasitas besar, pengembangan batubara,

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN MATERI. industri, tempat penyimpanan dan pembongkaran muatan dan sebagainya. Jumlah

BAB II PEMBAHASAN MATERI. industri, tempat penyimpanan dan pembongkaran muatan dan sebagainya. Jumlah BAB II PEMBAHASAN MATERI 2.1 Mesin Pemindah Bahan Mesin pemindahan bahan merupakan salah satu peralatan mesin yang dugunakan untuk memindahkan muatan dilokasi pabrik, lokasi konstruksi, lokasi industri,

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN MATERI. digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi

BAB II PEMBAHASAN MATERI. digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi 5 BAB II PEMBAHASAN MATERI 2.1 Mesin Pemindah Bahan Mesin pemindah bahan merupakan satu diantara peralatan mesin yang digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi konstruksi, tempat

Lebih terperinci

TUGAS SKRIPSI MESIN PEMINDAH BAHAN

TUGAS SKRIPSI MESIN PEMINDAH BAHAN TUGAS SKRIPSI MESIN PEMINDAH BAHAN STUDI PRESTASI BELT CONVEYOR HUBUNGANNYA DENGAN UKURAN BUTIRAN DAN TINGKAT KELEMBABAN BAHAN CURAH ( BATUBARA ), PANJANG BELT 7,6 METER ; LEBAR 32 CENTIMETER OLEH RIO

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN MATERI

BAB II PEMBAHASAN MATERI BAB II PEMBAHASAN MATERI 2.1 Mesin Pemindah Bahan Mesin pemindah bahan merupakan satu diantara peralatan mesinyang digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi konstruksi, tempat

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA BELT CONVEYOR UNTUK OPTIMALISASI KAPASITAS TRANSFER BATUBARA DI PT. KALTIM PRIMA COAL

EVALUASI KINERJA BELT CONVEYOR UNTUK OPTIMALISASI KAPASITAS TRANSFER BATUBARA DI PT. KALTIM PRIMA COAL EVALUASI KINERJA BELT CONVEYOR UNTUK OPTIMALISASI KAPASITAS TRANSFER BATUBARA DI PT. KALTIM PRIMA COAL PROPOSAL PENELITIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Penelitian Tugas Akhir Mahasiswa Pada Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR 3.1 Data Perancangan Spesifikasi perencanaan belt conveyor. Kapasitas belt conveyor yang diinginkan = 25 ton / jam Lebar Belt = 800 mm Area cross-section

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS KEMBALI BELT CONVEYOR BARGE LOADING DENGAN KAPASITAS 1000 TON PER JAM

SKRIPSI ANALISIS KEMBALI BELT CONVEYOR BARGE LOADING DENGAN KAPASITAS 1000 TON PER JAM SKRIPSI ANALISIS KEMBALI BELT CONVEYOR BARGE LOADING DENGAN KAPASITAS 1000 TON PER JAM Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama : Noor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Conveyor merupakan suatu alat transportasi yang umumnya dipakai dalam proses industri. Conveyor dapat mengangkut bahan produksi setengah jadi maupun hasil produksi

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERHITUNGAN

BAB III ANALISA PERHITUNGAN BAB III ANALISA PERHITUNGAN 3.1 Data Informasi Awal Perancangan Gambar 3.1 Belt Conveyor Barge Loading Capasitas 1000 Ton/Jam Fakultas Teknoligi Industri Page 60 Data-data umum dalam perencanaan sebuah

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN BELT CONVEYOR PENGANGKUT BUBUK DETERGENT DENGAN KAPASITAS 25 TON/JAM

SKRIPSI PERANCANGAN BELT CONVEYOR PENGANGKUT BUBUK DETERGENT DENGAN KAPASITAS 25 TON/JAM SKRIPSI PERANCANGAN BELT CONVEYOR PENGANGKUT BUBUK DETERGENT DENGAN KAPASITAS 25 TON/JAM Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dibuat Oleh : Nama : Nuryanto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Mesin pemindah bahan (material handling equipment) adalah peralatan yang digunakan untuk memindahkan muatan yang berat dari suatu tempat ke tempat yang lain dalam jarak yang tidak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN BAB IV ANALISA PERHITUNGAN 4.1 Pengolahan Data Berdasarkan data yang sudah terkumpul seperti yang terangkum di atas, maka dilakukan perhitungan pengolahan data untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalur Batubara Jalur batu bara dimulai dari pembongkarann batu bara dari kapal tongkang menggunakan ship unloader. Pengangkatan batu bara menggunakan grab dengan kapasitas 650

Lebih terperinci

PERANCANGAN BARK BELT CONVEYOR 27B KAPASITAS 244 TON/JAM

PERANCANGAN BARK BELT CONVEYOR 27B KAPASITAS 244 TON/JAM PERANCANGAN BARK BELT CONVEYOR 27B KAPASITAS 244 TON/JAM Arief Yanuar Chrise 1, Syafri 2 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Riau, Kampus Bina Widya Panam, Pekanbaru, 28293. 1 ariefyanuarchrise12@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ULANG BELT CONVEYOR B-W600-6M DENGAN KAPASITAS 9 TON / JAM

BAB III PERANCANGAN ULANG BELT CONVEYOR B-W600-6M DENGAN KAPASITAS 9 TON / JAM 37 BAB III PERANCANGAN ULANG BELT CONVEYOR B-W600-6M DENGAN KAPASITAS 9 TON / JAM 3.1. Penjelasan dan Perencanaan Produk PT.CCCM Merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang conveyor system dan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Konsep perencanaan komponen yang diperhitungkan sebagai berikut: a. Motor b. Reducer c. Daya d. Puli e. Sabuk V 2.2 Motor Motor adalah komponen dalam sebuah kontruksi

Lebih terperinci

2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung. 2.2 Prinsip Kerja Mesin Pemipil Jagung BAB II DASAR TEORI

2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung. 2.2 Prinsip Kerja Mesin Pemipil Jagung BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung Mesin pemipil jagung merupakan mesin yang berfungsi sebagai perontok dan pemisah antara biji jagung dengan tongkol dalam jumlah yang banyak dan

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Pendahuluan Indonesia sebagai negara berkembang dimana pembangunan di setiap wilayah di indonesia yang semakin berkembang yang semakin berkekembang pesat-nya bangunanbangunan

Lebih terperinci

MESIN PEMINDAH BAHAN

MESIN PEMINDAH BAHAN TUGAS SARJANA MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN BELT CONVEYOR SEBAGAI ALAT PENGANGKUT BUTIRAN PUPUK DARI PENGOLAHAN AKHIR KE BULK STORAGE PADA SEBUAH PABRIK PUPUK KAPASITAS 87 TON/JAM OLEH : GABE PANDAPOTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokasi konstruksi, lokasi industri, tempat penyimpanan, bongkaran muatan dan

TINJAUAN PUSTAKA. lokasi konstruksi, lokasi industri, tempat penyimpanan, bongkaran muatan dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi mesin Pemindah Bahan Mesin pemindah bahan merupakan salah satu peralatan mesin yang digunakan untuk memindahkan muatan dari lokasi satu ke lokasi yang lainnya, misalnya

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA CONVEYOR BELT SYSTEM PADA PROJECT PENGEMBANGAN PRASARANA PERTAMBANGAN BATUBARA TAHAP 1 PT. SUPRABARI MAPANINDO MINERAL

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA CONVEYOR BELT SYSTEM PADA PROJECT PENGEMBANGAN PRASARANA PERTAMBANGAN BATUBARA TAHAP 1 PT. SUPRABARI MAPANINDO MINERAL LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA CONVEYOR BELT SYSTEM PADA PROJECT PENGEMBANGAN PRASARANA PERTAMBANGAN BATUBARA TAHAP 1 PT. SUPRABARI MAPANINDO MINERAL Diajukan Guna Memenuhi Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut: BAB II DASAR TEORI 2.1 Daya Penggerak Secara umum daya diartikan sebagai suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah kerja, yang dinyatakan dalam satuan Watt ataupun HP. Penentuan besar daya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Dasar Pemilihan Bucket Elevator sebagai Mesin Pemindah Bahan Dasar pemilihan mesin pemindah bahan secara umum selain didasarkan pada sifat-sifat bahan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

ANALISA KEMAMPUAN ANGKAT DAN UNJUK KERJA PADA OVER HEAD CONVEYOR. Heri Susanto

ANALISA KEMAMPUAN ANGKAT DAN UNJUK KERJA PADA OVER HEAD CONVEYOR. Heri Susanto ANALISA KEMAMPUAN ANGKAT DAN UNJUK KERJA PADA OVER HEAD CONVEYOR Heri Susanto ABSTRAK Keinginan untuk membuat sesuatu hal yang baru serta memperbaiki atau mengoptimalkan yang sudah ada adalah latar belakang

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KONVEYOR KAPASITAS 1500 TPH DAN ANALISA KEKUATAN PIN PADA RANTAI RECLAIM FEEDER

PERANCANGAN SISTEM KONVEYOR KAPASITAS 1500 TPH DAN ANALISA KEKUATAN PIN PADA RANTAI RECLAIM FEEDER PERANCANGAN SISTEM KONVEYOR KAPASITAS 1500 TPH DAN ANALISA KEKUATAN PIN PADA RANTAI RECLAIM FEEDER TUGAS AKHIR Oleh DWI JAMES 04 05 22 017 X DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Potato peeler atau alat pengupas kulit kentang adalah alat bantu yang digunakan untuk mengupas kulit kentang, alat pengupas kulit kentang yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TIORI

BAB II LANDASAN TIORI BAB II LANDASAN TIORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Pemecah Kedelai Mula-mula biji kedelai yang kering dimasukkan kedalam corong pengumpan dan dilewatkan pada celah diantara kedua cakram yang salah satunya

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

Kelompok 6. Pesawat Kerja. Belt Conveyor. Ahmad Fikri Muhamad Nashrulloh

Kelompok 6. Pesawat Kerja. Belt Conveyor. Ahmad Fikri Muhamad Nashrulloh Kelompok 6 Pesawat Kerja Belt Conveyor Ahmad Fikri 5315111767 Muhamad Nashrulloh 5315111769 http://www.automation.com/resources-tools/articles-white-papers/motion-control/selecting-the-optimal-conveyor-drive

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Tabung Luar Dan Tabung Dalam a. Perencanaan Tabung Dalam Direncanakan tabung bagian dalam memiliki tebal stainles steel 0,6, perencenaan tabung pengupas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Pesawat Pemindah Bahan Pesawat pemindah bahan merupakan suatu media atau alat yang berguna untuk memindahkan suatu beban / material dari satu tempat ke tempat

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERANCANGAN ROLLER CONVEYOR DI PT. MUSTIKA AGUNG TEKNIK

BAB III PROSES PERANCANGAN ROLLER CONVEYOR DI PT. MUSTIKA AGUNG TEKNIK BAB III PROSES PERANCANGAN ROLLER CONVEYOR DI PT. MUSTIKA AGUNG TEKNIK 3.1 Pengertian Perancangan Perancangan memiliki banyak definisi karena setiap orang mempunyai definisi yang berbeda-beda, tetapi intinya

Lebih terperinci

Kentang yang seragam dikupas dan dicuci. Ditimbang kentang sebanyak 1 kg. Alat pemotong kentang bentuk french fries dinyalakan

Kentang yang seragam dikupas dan dicuci. Ditimbang kentang sebanyak 1 kg. Alat pemotong kentang bentuk french fries dinyalakan Lampiran 1. Prosedur penelitian Kentang yang seragam dikupas dan dicuci Ditimbang kentang sebanyak 1 kg Alat pemotong kentang bentuk french fries dinyalakan Kentang dimasukkan ke dalam mesin melalui hopper

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi BAB II DASAR TEORI Dasar teori yang digunakan untuk pembuatan mesin pemotong kerupuk rambak kulit adalah sistem transmisi. Berikut ini adalah pengertian-pengertian dari suatu sistem transmisi dan penjelasannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara Kerja Alat Cara kerja Mesin pemisah minyak dengan sistem gaya putar yang di control oleh waktu, mula-mula makanan yang sudah digoreng di masukan ke dalam lubang bagian

Lebih terperinci

Analisa Kerja Belt Conveyor 5857-V Kapasitas 600 Ton/Jam

Analisa Kerja Belt Conveyor 5857-V Kapasitas 600 Ton/Jam Analisa Kerja Belt Conveyor 5857-V Kapasitas 600 Ton/Jam Erinofiardi Jurusan Mesin, Fakultas Teknik Universitas Bengkulu Jl. W.R. Supratman Kandang Limun Bengkulu Telepon: (0736) 344087, 105-7 Email: riyuno.vandi@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Mesin Pan Granulator Mesin Pan Granulator adalah alat yang digunakan untuk membantu petani membuat pupuk berbentuk butiran butiran. Pupuk organik curah yang akan

Lebih terperinci

BAB III. Metode Rancang Bangun

BAB III. Metode Rancang Bangun BAB III Metode Rancang Bangun 3.1 Diagram Alir Metode Rancang Bangun MULAI PENGUMPULAN DATA : DESAIN PEMILIHAN BAHAN PERHITUNGAN RANCANG BANGUN PROSES PERMESINAN (FABRIKASI) PERAKITAN PENGUJIAN ALAT HASIL

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flowchart Perencanaan Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Proses Perancangan mesin pemotong umbi seperti yang terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai mm Studi Literatur

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. rokok dengan alasan kesehatan, tetapi tidak menyurutkan pihak industri maupun

BAB II DASAR TEORI. rokok dengan alasan kesehatan, tetapi tidak menyurutkan pihak industri maupun BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan umum Tembakau merupakan salah satu komoditas pertanian yang menjadi bahan dasar rokok. Dimana kita ketahui bahwa rokok telah menjadi kebutuhan sebagian orang. Walaupun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR Dalam pabrik pengolahan CPO dengan kapasitas 60 ton/jam TBS sangat dibutuhkan peran bunch scrapper conveyor yang berfungsi sebagai pengangkut janjangan

Lebih terperinci

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik KURNIAWAN

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN Perancangan atau desain mesin pencacah serasah tebu ini dimaksudkan untuk mencacah serasah yang ada di lahan tebu yang dapat ditarik oleh traktor dengan daya 110-200

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Teknik 4.1.1. Kebutuhan Daya Penggerak Kebutuhan daya penggerak dihitung untuk mengetahui terpenuhinya daya yang dibutuhkan oleh mesin dengan daya aktual pada motor

Lebih terperinci

MESIN PEMINDAH BAHAN

MESIN PEMINDAH BAHAN MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN DAN ANALISA PERHITUNGAN BEBAN ANGKAT MAKSIMUM PADA VARIASI JARAK LENGAN TOWER CRANE KAPASITAS ANGKAT 3,2 TON TINGGI ANGKAT 40 METER DAN RADIUS LENGAN 70 METER SKRIPSI Skripsi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Perajang Singkong. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai beberapa komponen, diantaranya adalah piringan, pisau pengiris, poros,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. Gambaran Umum Mesin pemarut adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu atau serta mempermudah pekerjaan manusia dalam hal pemarutan. Sumber tenaga utama mesin pemarut adalah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi 2.2 Motor Listrik

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi 2.2 Motor Listrik BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi Sistem transmisi dalam otomotif, adalah sistem yang berfungsi untuk konversi torsi dan kecepatan (putaran) dari mesin menjadi torsi dan kecepatan yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Perhitungan Sebelum mendesain mesin pemotong kerupuk hal utama yang harus diketahui adalah mencari tegangan geser kerupuk yang akan dipotong. Percobaan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Motor Listrik

BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Motor Listrik BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Transmisi bertujuan untuk meneruskan daya dari sumber daya ke sumber daya lain, sehingga mesin pemakai daya tersebut bekerja menurut kebutuhan yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Bahan

Lebih terperinci

BAB II TEORI ELEVATOR

BAB II TEORI ELEVATOR BAB II TEORI ELEVATOR 2.1 Definisi Elevator. Elevator atau sering disebut dengan lift merupakan salah satu jenis pesawat pengangkat yang berfungsi untuk membawa barang maupun penumpang dari suatu tempat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Pulley adalah suatu alat mekanis yang digunakan sebagai pendukung pergerakan belt atau sabuk lingkar untuk menjalankan sesuatu kekuatan alur yang berfungsi menghantarkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

Penggunaan transmisi sabuk, menurut Sularso (1979 : 163), dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

Penggunaan transmisi sabuk, menurut Sularso (1979 : 163), dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : SABUK-V Untuk menghubungkan dua buah poros yang berjauhan, bila tidak mungkin digunakan roda gigi, maka dapat digunakan sabuk luwes atau rantai yang dililitkan di sekeliling puli atau sprocket pada porosnya

Lebih terperinci

BAB III TEORI PERHITUNGAN. Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut :

BAB III TEORI PERHITUNGAN. Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut : BAB III TEORI PERHITUNGAN 3.1 Data data umum Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tinggi 4 meter 2. Kapasitas 4500 orang/jam

Lebih terperinci

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.KONDISI SERASAH TEBU DI LAHAN Sampel lahan pada perkebunan tebu PT Rajawali II Unit PG Subang yang digunakan dalam pengukuran profil guludan disajikan dalam Gambar 38. Profil guludan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung 4 TINJAUAN PUSTAKA Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung

Lebih terperinci

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alur Perencanaan Proses perancangan alat pencacah rumput gajah seperti terlihat pada diagram alir berikut ini: Mulai Pengamatan dan Pengumpulan Perencanaan Menggambar

Lebih terperinci

Gambar Konstruksi belt conveyor Komponen utama Belt Conveyor Adapun komponen-komponen utama dari belt conveyor dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar Konstruksi belt conveyor Komponen utama Belt Conveyor Adapun komponen-komponen utama dari belt conveyor dapat dilihat pada gambar berikut : Pada umumnya belt conveyor terdiri dari : kerangka (frame), dua buah pulley yaitu pulley penggerak (driving pulley) pada head end dan pulley pembalik ( take-up pulley) pada tail end, sabuk lingkar (endless

Lebih terperinci

TRANSMISI RANTAI ROL

TRANSMISI RANTAI ROL TRANSMISI RANTAI ROL Penggunaan: transmisi sabuk > jarak poros > transmisi roda gigi Rantai mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip perbandingan putaran tetap Keuntungan: Mampu meneruskan

Lebih terperinci

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis 4. 1 Perancangan Mekanisme Sistem Penggerak Arah Deklinasi Komponen penggerak yang dipilih yaitu ball, karena dapat mengkonversi gerakan putaran (rotasi) yang

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 PERENCANAAN KONVAYOR SABUK UNTUK MEMINDAHKAN KAYU GERGAJIAN DARI PROSES PENGERGAJIAN SAMPAI KEPENGEMASAN PADA PABRIK PENGOLAHAN KAYU BALOK DENGAN KAPASITAS 30 TON/JAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian pengelasan secara umum a. Pengelasan Menurut Harsono,1991 Pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah, sintetis, analisis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah, sintetis, analisis, BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Perancangan Mesin Pemisah Biji Buah Sirsak Proses pembuatan mesin pemisah biji buah sirsak melalui beberapa tahapan perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah,

Lebih terperinci

Metode perhitungan Belt conveyor

Metode perhitungan Belt conveyor belt conveyor dan pengolahan Metode perhitungan Belt conveyor Daftar Isi Terminologi Sistem penghantaran satuan barang 3 Kisaran yang dapat diterima untuk sistem take up yang bergantung muatan 8 Sistem

Lebih terperinci

TRANSMISI RANTAI ROL 12/15/2011

TRANSMISI RANTAI ROL 12/15/2011 TRANSMISI RANTAI ROL Penggunaan: transmisi sabuk > jarak poros > transmisi roda gigi Rantai mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip perbandingan putaran tetap Mampu meneruskan daya besar

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Mesin, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016

Jurnal Teknik Mesin, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016 16 RANCANG BANGUNBELT CONVEYOR TRAINNER SEBAGAI ALAT BANTU PEMBELAJARAN Ahmad Dony Mutiara Bahtiar Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri adonbahtiar82@gmail.com Abstrak Belt conveyor

Lebih terperinci

OPTIMASI JARAK ADJUSTMENT TENSIONING DEVICE PADA DRAG CHAIN CONVEYOR

OPTIMASI JARAK ADJUSTMENT TENSIONING DEVICE PADA DRAG CHAIN CONVEYOR OPTIMASI JARAK ADJUSTMENT TENSIONING DEVICE PADA DRAG CHAIN CONVEYOR Budi Setiyana 1) Abstrak Drag Chain Conveyor (DCC) adalah salah satu jenis alat transport untuk memindahkan material baik powder maupun

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

MESIN PEMINDAH BAHAN

MESIN PEMINDAH BAHAN TUGAS SARJANA MESIN PEMINDAH BAHAN PERENCANAAN LIFT UNTUK KEPERLUAN GEDUNG PERKANTORAN BERLANTAI SEPULUH Oleh : R O I M A N T A S. NIM : 030421007 PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kebutuhan Daya Diketahui: Massa silinder pencacah (m)

Lampiran 1. Analisis Kebutuhan Daya Diketahui: Massa silinder pencacah (m) LAMPIRAN 74 75 Lampiran 1. Analisis Kebutuhan Daya Diketahui: Massa silinder pencacah (m) : 15,4 kg Diameter silinder pencacah (D) : 37,5cm = 0,375 m Percepatan gravitasi (g) : 9,81 m/s 2 Kecepatan putar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Umum Konveyor. Konveyor (Conveyor) berasal dari kata convoy yang artinya, berjalan bersama dalam suatu grup besar. Konveyor berfungsi mengangkut suatu barang dalam

Lebih terperinci

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN MEDAN TUGAS SARJANA MESIN PEMINDAH BAHAN PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS

Lebih terperinci

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap KOPLING Defenisi Kopling dan Jenis-jenisnya Kopling adalah suatu elemen mesin yang berfungsi untuk mentransmisikan daya dari poros penggerak (driving shaft) ke poros yang digerakkan (driven shaft), dimana

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB II LANDASAN TEORI

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Conveyor Conveyor merupakan bagian dari material handling equipment yaitu suatu pesawat (alat) pengangkut yang digunakan untuk memindahkan atau menggangkut suatu beban / material

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN PERANCANGAN

BAB III PERHITUNGAN PERANCANGAN BAB III PERHITUNGAN PERANCANGAN.1 ATA INFORMASI AWAL RANCANGAN Spesifikasi awal yang ditetapkan oleh owner Kapasitas yang diinginkan : 1500 ton per jam Lokasi dan temperatur Lokasi : Outdoor Temperatur

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN KOMPONEN UTAMA ELEVATOR BARANG

BAB IV PERHITUNGAN KOMPONEN UTAMA ELEVATOR BARANG IV PERHITUNGN KOMPONEN UTM ELEVTOR RNG 4.1 Perhitungan obot Pengimbang. obot pengimbang berfungsi meringkankan kerja mesin hoist pada saat mengangkat box. obot pengimbang yang akan kita buat disini adalah

Lebih terperinci

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan Standar Nasional Indonesia Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH Proses pembuatan rangka pada mesin pemipih dan pemotong adonan mie harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut meliputi gambar kerja, bahan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK 3.1 Perancangan dan pabrikasi Perancangan dilakukan untuk menentukan desain prototype singkong. Perancangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapis tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Apapun jenis perkerasan

Lebih terperinci

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin.

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin. BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN A. Desain Mesin Desain konstruksi Mesin pengaduk reaktor biogas untuk mencampurkan material biogas dengan air sehingga dapat bercampur secara maksimal. Dalam proses

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 14 METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian terdiri dari : (1) proses desain, () konstruksi alat, (3) analisis desain dan (4) pengujian alat. Adapun skema tahap penelitian seperti

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PEMECAH BIJI KEMIRI DENGAN SISTEM BENTUR

RANCANG BANGUN MESIN PEMECAH BIJI KEMIRI DENGAN SISTEM BENTUR RANCANG BANGUN MESIN PEMECAH BIJI KEMIRI DENGAN SISTEM BENTUR Sumardi 1* Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh Medan Km. 280 Buketrata Lhokseumawe 24301 Email: Sumardi63@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perencanaan Proses perencanaan mesin pembuat es krim dari awal sampai akhir ditunjukan seperti Gambar 3.1. Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) BAB V LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) 5.1. UMUM a. Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base / CTB) adalah Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B atau Kelas C yang diberi

Lebih terperinci

Mulai. Studi Literatur. Gambar Sketsa. Perhitungan. Gambar 2D dan 3D. Pembelian Komponen Dan Peralatan. Proses Pembuatan.

Mulai. Studi Literatur. Gambar Sketsa. Perhitungan. Gambar 2D dan 3D. Pembelian Komponen Dan Peralatan. Proses Pembuatan. BAB III PERANCANGAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alur Proses Perancangan Proses perancangan mesin pemipil jagung seperti terlihat pada Gambar 3.1 seperti berikut: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema Dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin pemotong krupuk rambak kulit ini adalah sumber tenaga motor listrik ditransmisikan kepulley 2 dan memutar pulley 3 dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fluida Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN TRANSMISI PADA MESIN PERAJANG TEMBAKAU DENGAN PENGGERAK KONVEYOR

BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN TRANSMISI PADA MESIN PERAJANG TEMBAKAU DENGAN PENGGERAK KONVEYOR BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN TRANSMISI PADA MESIN PERAJANG TEMBAKAU DENGAN PENGGERAK KONVEYOR 4.1 Perencanaan Pulley dan V-Belt 1 4.1.1 Penetapan Diameter Pulley 1 1. Penetapan diameter pulley V-belt

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PENELITIAN

BAB IV ANALISA PENELITIAN BAB IV ANALISA PENELITIAN 4.1 ANALISA AGREGAT 4.1.1 Agregat Halus 4.1.1.1 Pengujian Berat Jenis dan Absorpsi Pengujian ini dilakukan berdasarkan standar ASTM C 128-93. Tujuan pengujian berat jenis dan

Lebih terperinci

A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan

A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan Di dalam merencanakan suatu alat perlu sekali memperhitungkan dan memilih bahan-bahan yang akan digunakan, apakah bahan tersebut sudah sesuai dengan

Lebih terperinci