BAB II DASAR TEORI 2.1 UMUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR TEORI 2.1 UMUM"

Transkripsi

1 BAB II DASAR TEORI 2.1 UMUM Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Pada bab ini menyajikan teori-teori dari berbagai sumber yang bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar untuk menggunakan rumus-rumus tertentu dalam perencanaan suatu konstruksi. 2.2 DASAR-DASAR PERENCANAAN Bathimetri Topografi Untuk keperluan perencanaan reklamasi, sangat diperlukan peta bathimetri dan topografi. Peta bathimetri diperlukan untuk: Menentukan volume material yang akan dipergunakan pada reklamasi Menghitung deformasi gelombang dalam rangka menentukan tinggi gelombang rencana Menentukan tata letak (lay out) lahan reklamasi dan bangunan pelindung Menentukan volume bangunan pelindung lahan reklamasi Sedangkan peta topografi diperlukan untuk : menghubungkan antara prasarana atau fasilitas yang terdapat dilahan reklamasi dengan prasarana atau fasilitas yang terdapat di daratan induk Untuk menganalisis pengaruh reklamasi terhadap tata air yang terdapat di daratan induk, misalnya peningkatan potensi banjir, dan gangguan terhadap drainase perkotaan Pengukuran bathimetri harus meliputi daerah disekitar perairan yang akan dilakukan reklamasi, paling tidak meliputi perairan sejauh 500 sd 1000 m keluar dari kawasan yang akan direklamasi. Hal ini memberikan keleluasaan pada perencanaan dalam menentukan tata letak dan perhitungan deformasi gelombang. Bersama dengan pelaksanaan pengukuran kedalaman perairan (laut) perlu dicatat pula waktu dan pasang surut pada saat itu. Data hasil pengukuran kedalaman (dari echosounder) harus dikoreksi dengan hasil pencatatan pasang surut pada jam yang sama, sehingga

2 8 semua hasil pengukuran mempunyai datum yang sama, Pengukuran bathimetri dan topografi harus menggunakan datum yang sama, disarankan menggunakan Chart Datum. Pengukuran topografi dan bathimetri digabungkan dan digambar pada peta dengan sekala 1:2000 sd 1:5000, atau sesuai dengan kebutuhan. Pada peta harus tampak jelas garis pantai dengan elevasi + 0,00 m Angin Angin yaitu sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi. Data angin yang didapat biasanya diolah dan disajikan dalam bentuk tabel atau diagram yang disebut dengan mawar angin (wind rose). Pada umumnya pengukuran angin dilakukan di daratan, sedangkan di dalam rumus-rumus pembangkitan gelombang data angin yang digunakan adalah yang ada di atas permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi data angin di atas daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke data angin di atas permukaan laut. Hubungan antara angin di atas laut dengan angin di atas daratan terdekat diberikan rumus sebagai berikut ini. RL = UW/UL ( Triatmodjo, hal : 154,1999) Dimana : UL = Kecepatan angin yang diukur di darat (m/dt) UW = Kecepatan angin dilaut (m/dt) RL = Tabel korelasi hubungan kecepatan angin di darat dan di laut ( lihat gambar 2.1) Gambar 2.1. Grafik Hubungan Kecepatan Angin di Laut dan di Darat

3 9 Dari kecepatan angin yang didapat, dicari faktor tegangan angin (wind stress factor) dengan persamaan: UA = 0,71 U 1.23 ( Triatmodjo, hal: 155,1999) Dimana UA adalah kecepatan angin darat dalam m/dt U adalah kecepatan angin laut dalam m/dt Fetch Fetch adalah panjang daerah dimana gelombang dibangkitkan oleh angin yang berhembus dengan kecepatan dan arah yang konstan. Didalam peninjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh daratan yang mengelilingi. Di daerah pembangkitan,gelombang tidak hanya dibangkitkan oleh angin dengan arah angin yang sama tetapi juga dalam berbagai sudut arah angin. Feff = Xi cos α 1 / cos α 1 ( Triatmodjo,hal: 155,1999) Dengan : Feff = Fetch rerata efektif Xi = Panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelom bang ke ujung akhir fetch α 1 = Sudut arah angin datang yang diukur dari arah tegak lurus garis pantai Gambar 2.2. Panjang Fetch

4 Peramalan Gelombang Laut Dalam Berdasarkan wind stress factor pada sub bab dan panjang fetch pada sub bab 2.2.2, dilakukan peramalan gelombang di laut dalam dengan menggunakan grafik peramalan gelombang, tinggi, durasi, dan periode gelombang signifikan dapat diketahui dengan cara mencari titik potong antara nilai U A dengan panjang fetch yang sudah diketahui, maka akan didapat nilai tinggi gelombang dan periode gelombang. Berikut ini adalah grafik peramalan gelombang. Gambar 2.3. Grafik Peramalan Gelombang

5 Gelombang Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam yang tergantung pada daya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin, gelombang pasang surut, dan gelombang tsunami, serta gelombang lainnya. Diantara beberapa bentuk gelombang yang paling penting adalah gelombang angin dan gelombang pasang surut. Pada umumnya bentuk gelombang sangat kompleks dan sulit digambarkan secara matematis karena ketidak linierannya, tiga dimensi dan bentuknya yang random. Ada beberapa teori yang menggambarkan bentuk gelombang yang sederhana dan merupakan pendekatan dari alam. Teori yang paling sederhana adalah teori gelombang linier. Menurut teori gelombang linier, gelombang berdasarkan kedalaman relatifnya dibagi menjadi tiga yaitu deep water, transitional, shallow water. Klasifikasi dari gelombang tersebut ditunjukan dalam tabel berikut ini. Tabel 2.1 Klasifikasi Gelombang Menurut Teori Gelombang Linier Klasifikasi d/l 2π d/l tan h (2π d/l) Deep Water > ½ >π 1 Transitional 1/25 s/d ½ ¼ s/d π tan h (2π d/l) Shallow Water < 1/25 < ¼ 2π d/l Sumber : Shore Protection Manual (volume I ), hal: 2-9,1984 Sedangkan persamaan dari profil gelombang, cepat rambat gelombang, dan panjang gelombang dari masing masing gelombang diberikan pada tabel 2.2 berikut. Masing-masing penggunaan rumus harus disesuaikan dengan kriteria gelombang tersebut apakah termasuk shallow water, transitional, atau deep water.

6 Deformasi Gelombang Gelombang merambat dari laut dalam ke laut dangkal. Selama penjalaran tersebut, gelombang mengalami perubahan-perubahan atau disebut deformasi gelombang. Deformasi gelombang bisa disebabkan karena variasi kedalaman di perairan dangkal atau karena terdapatnya penghalang/rintangan seperti struktur di perairan a Gelombang Laut Dalam Ekivalen Analisis transformasi gelombang sering dilakukan dengan konsep gelombang laut dalam ekivalen yaitu tinggi gelombang di laut dalam jika tidak mengalami refraksi. Tinggi gelombang laut dalam ekivalen diberikan dalam persamaan: H 0 = K Kr Ho ( Triatmodjo, hal:66, 1999) Dimana : H 0 = tinggi gelombang laut dalam ekivalen Ho = tinggi gelombang laut dalam K = koefisien difraksi Kr = koefisien refraksi b Waveshoaling dan Refraksi Akibat dari pendangkalan ( waveshoaling ) dan refraksi ( berbeloknya gelombang akibat perubahan kedalaman ) persamaan gelombang laut dapat menjadi: H = K S K R H O H H O H = H ' O H ' O = Kr H O K r H O = K r H o (Triatmodjo, hal: 70,1999) Dimana: K s = Koefisien Pendangkalan (K s bisa didapat langsung dari tabel fungsi d/l untuk pertambahan nilai d/l o ) K r = Koefisien refraksi = cosα 0 cosα

7 14 α 0 = Sudut antara garis puncak gelombang dengan dasar dimana gelombang melintas α = sudut yang sama yang diukur saat garis puncak gelombang melintasi kontur dasar berikutnya Gambar 2.4 Refraksi gelombang c Difraksi Gelombang Apabila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti pemecah gelombang atau pulau, maka gelombang tersebut akan membelok disekitar ujung rintangan dan masuk di daerah terlindung dibelakangnya, fenomena ini yang disebut difraksi gelombang. Hitungan difraksi gelombang ini adalah: HA = K Hp K = f ( θ, β, r/l ) (Triatmodjo, hal: 80, 1999) Dimana : HA = Tinggi gelombang dititik A K = Perbandingan antara tinggi gelombang dititk yang terletak di daerah terlindung dan tinggi gelombang datang r = Jarak suatu titik terhadap suatu rintangan θ = Sudut antara arah perjalanan gelombang dan rintangan β = Sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik tersebut dengan ujung rintangan

8 15 Gambar 2.5 Difraksi gelombang d Gelombang Pecah Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringannya, yaitu perbandingan antara tinggi dan panjang gelombang. Dilaut dalam kemiringan gelombang maksimum di mana gelombang mulai tidak stabil diberikan oleh bentuk berikut: H o 1 = = Lo = Panjang gelombang 7 L o Jika kedalaman gelombang pecah (d b ) dan tinggi gelombang pecah H b, maka rumus untuk menentukan tinggi dan kedalaman gelombang pecah adalah H 1 = H 3,3( H / L d H b o b = 1,28 o o ) 1 3 (Triatmodjo, hal: 94, 1999) Parameter H b /H o disebut dengan indek tinggi gelombang pecah. Pada grafik 2.4 menunjukan hubungan antara H b /H o dan H b /L o untuk berbagai kemiringan dasar laut. Sedang grafik 2.5 menunjukan hubungan antara d b /H b dan H b /gt 2 untuk berbagai kemiringan dasar. Grafik 2.5 ditulis dalam rumus sebagai berikut: d b 1 = (Triatmodjo, hal: 95, 1999) 2 H b ( ah / gt ) b b Dimana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai m dan diberikan oleh persamaan berikut:

9 16 a = 43,75 ( 1 e -19m ) b = 1,56,5 (1 + e 19 m ) (Triatmodjo, hal: 95, 1999) Gambar 2.6 Penentuan Tinggi gelombang Pecah ( H b ) Gambar 2.7 Penentuan Kedalaman Gelombang Pecah ( d b )

10 Fluktuasi Muka Air Laut Fluktuasi muka air laut disebabkan oleh pasang surut, tsunami, wave set-up dan storm surge a Tsunami Tsunami adalah gelombang yang terjadi karena gempa bumi atau letusan gunung api di laut. Gelombang yang terjadi bervariasi dari 0,5 m sampai 30 m dan periode dari beberapa menit sampai beberapa satu jam. Tabel 2.3 Hubungan antara besarnya gempa dan tinggi tsunami di pantai M 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 M 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0-0,5-1,0-1,5-2,0 H (meter) > 32 24,0 32,0 16,0 24,0 12,0 16,0 8,0 12,0 6,0 8,0 H (meter),0 6,0 3,0 4,0 2,0 3,0 1,5 2,0 1,0 1,5 0,75 1,0 0,5 0,75 0,3 0,5 < 0, b Kenaikan Muka Air Karena Gelombang (Wave Set-up) Gelombang yang datang dari laut menuju pantai menyebabkan fluktuasi muka air di daerah pantai terhadap muka air diam. Pada waktu gelombang pecah akan terjadi penurunan elevasi muka air rerata terhadap elevasi muka air diam disekitar

11 18 lokasi gelombang pecah. Kemudian dari titik dimana gelombang pecah permukaan air rerata miring ke atas ke arah pantai. Turunnya muka air tersebut dikenal dengan wave set-down, sedang naiknya muka air disebut wave set-up.besarnya wave set-down di daerah gelombang pecah (S b ) adalah: S b = - 0,536 g 2 3 H b 1 2 T (Triatmodjo, hal: 107, 1999) Dimana: S b : Wave set down ( m ) S w : Wave set up ( m ) T : periode gelombang H o : tinggi gelombang laut dalam ekivalen d b g : kedalaman gelombang pecah : percepatan gravitasi Wave set-up di pantai diberikan oleh bentuk berikut: S w = S - S b (Triatmodjo, hal: 107, 1999) Jika S = 0,15 d b dan dianggap bahwa d b = 1,28 H b maka: S w = 0,19 H 1 2,82 b 2 Hb (Triatmodjo, hal: 108, 1999) gt Gambar 2.8 Wave set up dan wave set down

12 c Kenaikan Muka Air Karena Angin (Wind Set-up) Angin dengan kecepatan besar (badai) yang terjadi di atas permukaan laut bisa membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar besar di sepanjang pantai jika badai tersebut cukup kuat dan daaerah pantai dangkal dan luas. Kenaikan elevasi muka air karena badai dapat dihitung dengan persamaan berikut: Fi h = 2 h = F c 2 V 2gd (Triatmodjo, hal: 108, 1999) Denagan: h F i = kenaikan elevasi muka air karena badai (m) = panjang fetch (m) = kemiringan muka air c = konstanta = 3,5 x 10-6 V d = kecepatan angin (m/dt) = kedalaman air (m) g = percepatan gravitasi (m/dt 2 ) Gambar 2.9 Wind set up d Pemanasan Global Efek rumah kaca menyebabkan bumi panas sehingga dapat dihuni kehidupan. Disebut efek rumah kaca karena kemiripannya dengan apa yang terjadi dalam sebuah rumah kaca ketika matahari bersinar. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya suhu bumi yang nantinya akan berdampak pada peningkatan tinggi permukaan laut yag disebabkan oleh pemuaian air laut dan mencairnya gunung-gunung es di kutub. Kenaikan muka air laut akan menyebabkan mundurnya garis pantai sehingga menggusur daerah pemukiman dan mengancam daerah perkoataan yang rendah,

13 20 membanjiri lahan produktif dan mencemari persediaan air tawar. Untuk melindungi daerah tersebut perlu dibangun tanggul laut e Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik bendabenda langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Elevasi muka air tertinggi (pasang) dan muka air terendah (surut) sangat penting untuk perencanaan bangunan pantai. Data pasang surut didapatkan dari pengukuran selama minimal 15 hari. Dari data tersebut dibuat grafik sehingga didapat HHWL, MHWL, MLWL, MSL. Dalam pengamatan selama 15 hari tersebut telah tercakup satu sirklus pasang surut yang meliputi pasang purnama dan perbani. Pengamatan yang lebih lama akan memberikan data yang lebih lengkap Proses Abrasi Abrasi adalah proses pengkikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Material yang terkikis tersebut terbawa oleh arus ke tempat lain dan tidak kembali ke tempat semula. Material tersebut akan mengendap di daerah yang lebih tenang dan akan mengakibatkan sedimentasi di daerah tersebut. Abrasi pantai dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu proses alami dan kegiatan manusia. Tabel 2.4 Penyebab Abrasi Pantai Alami Kegiatan Manusia Kenaikan muka air laut Penurunan muka tanah Berubahnya jumlah suplai sedimen ke Gangguan dalam transpor material arah pantai Gelombang badai Reduksi suplai sedimen sungai ke arah pantai Gelombang dan ombak overwash Pemusatan energi gelombang di pantai Deflasi Peningkatan elevasi muka air (perpindahan material lepas karena angin) Transpor sedimen sejajar pantai Perubahan perlindungan alami pantai Pengurangan sedimen pantai Pemindahan material dari pantai Sumber : Shore Protection Manual (volume I), 1984, hal : 1-16

14 Sedimen Pantai Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan yang dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai. (Triatmodjo, hal: 108, 1999) Angkutan sedimen pantai dapat dihitung dengan rumus berikut: n Q s = K P 1 P 1 = ρg 2 H b C b sin α b cos α b (Triatmodjo, hal: 186, 1999) 8 Dimana : Q s = angkutan sedimen sepanjang pantai ( m 3 /hari ) P 1 = komponen fluks energi gelombang sepanjang pantai pada saat pecah ( N m /d/m ) ρ = rapat massa air laut ( Kg/ m 3 ) H b = tinggi gelombang pecah (m) C b α b K,n = cepat rambat gelombang pecah (m/d) = gd b = sudut datang gelombang pecah = konstanta Kondisi Tanah Dasar Untuk keperluan perencanaan bangunan maritim, termasuk reklamasi dan bangunan pengamannya, diperlukan informasi mengenai keadaan dan sifat sifat teknik ( engineering properties ) dari tanah dasar. Untuk mengetahui informasi tersebut maka diperlukan penyelidikan tanah dan pengujian mekanika tanah di laboraturium. Penyelidikan tanah di lokasi pekerjaan dimaksudkan untuk mendapatkan data lapisan lapisan tanah dibawah permukaan, sifat dan perilaku tanah yang berkaitan dengan pekerjaan penimbunan yang akan dilakukan di lokasi tersebut. Beberapa kegiatan penyelidikan dan pengujian tanah diantaranya adalah: Pengeboran dan pengambilan sample tanah, tanah terganggu maupun tidak terganggu Uji sondir (statis) Uji penetrasi standart (STP)

15 22 Vane shear test Uji deformasi dan kekuatan ditempat dengan pressuremeter Plate bearing test Direct dynamic probing Static-dynamic penetration testing Uji kepadatan (densitas) CBR lapangan Survey geofisik (seismic refraction, electrikal resistivity) Kegiatan pengujian di laboraturium mekanika tanah ditujukan untuk mendapatkan informasi tanah di lokasi pekerjaan terutama mengenai klasifikasi tanah, sifat mekanis (kekuatan) dan pemampatan (kompressibilitas), diantaranya adalah: Kadar air asli Kepadatan asli (berat volume) Berat jenis Batas Atterberg (batas cair, batas plastis, dan tekan bebas) Konsolidasi Uji kimia tanah bila diperlukan Hasil penyelidikan sondir digambarkan dalam bentuk grafik hubungan antara kedalaman sebagai ordinat dengan bacaan konus qc (kg/cm 2 ) dan jumlah hambatan pelekat JHP (kg/cm) sebagai absis. Hubungan perlawanan konus dan tingkat kekerasan tanah dapat diperkirakan sebagai berikut (Direktorat Bina Teknik Dirjen SDA, 2004) qc < 20,4 kg/cm 2 = sangat lunak /gembur qc < 20,4 sd 40,8 kg/cm 2 = lunak qc < 40,8 sd 122,4 kg/cm 2 = keras qc < 204 kg/cm 2 = sangat keras Pegujian penetrasi standart (Standart Penetration Test SPT) merupakan cara yang paling ekonomis dalam mendapatkan informasi dibawah permukaan tahan dengan melakukan pengambilan contoh bahan pada kedalaman kedalaman tertentu dengan alat berupa tabung selinder yang dipancang pada kedalaman tertentu dengan hasil nilai N berupa banyaknya pukulan untuk memasukkan tabung selinder tersebut, berdasarkan nilai N tersebut secara empiris dan pengujian laboratorium dari hasil

16 23 pengambilan material akan didapatkan parameter tanah lainya seperti terlihat pada Tabel 3.1 Untuk daerah yang akan di reklamasi, kondisi tanah dasar telah dilakukan penyelidikan tanah oleh PPLH UNDIP. Hasil penyelidikan dapat dilihat pada lampiran. Tabel 2.5 Parameter tanah hasil pengujian dan analisis laboratorium Jenis tanah granular Deskripsi Sangat lepas Lepas Sedang Padat Sangat padat Angka penetrasi Standart (N) >35 Sudut geser dalam (ø) Berat jenis tanah (γ) ton/m , Borrow Area dan Quarry a Borrow Area Reklamasi pantai merupkan pekerjaan yang menggunakan tanah timbunan yang jumlahnya cukup besar. Material timbunan biasanya dipilih yang bergradasi baik dan berbutir kasar. Material urug bagian bawah (lapisan bawah) biasanya berupa pasir, dan lapisan atas setebal 0,5 m sampai dengan 1,0 m berupa tanah urug. Tanah urug diperlukan di bagian atas agar supaya tanaman dapat tumbuh dengan baik. Mengingat pentingnya bahan timbunan ini, maka sumber material untuk keperluan penimbunan (borrow area) haruslah di studi dengan baik terutama terkait dengan: Volume material yang tersedia Peralatan yang digunakan untuk menggali, mengangkut, dan menebarkan material di lokasi pekerjaan Perijinan melakukan penggalian di borrow area. Untuk keperluan penggalian material urug ini diperlukan kajian lingkungan berupa AMDAL dan ijin penambangan dari Pemerintah (Departemen Pertambangan). Penyelidikan tanah yang dilakukan di daerah borrow area terutama adalah pengeboran, pengambilan contoh tanah dan uji kepadatan. Sedangkan uji

17 24 laboratorium yang diperlukan adalah untuk mendapatkan informasi berat jenis, batas atterberg, distribusi ukuran butir, uji pemadatan dan kuat geser tanah b Quarry Disamping kebutuhan material timbun yang jumlahnya sangat besar, pekerjaan reklamasi juga membutuhkan batu dari quarry untuk pekerjaan - pekerjaan seperti : perlindungan lahan rekamasi (tembok, tanggul laut, krib sejajar pantai, jetty atau groin) dan material untuk perkerasan jalan. Batu yang diperlukan adalah batu yang keras, tahan aus dan mempunyai rapat massa yang cukup besar ( di atas 2500 Kg/m 3 ). Quarry yang disukai berupa gunung batu, dan ditambang dengan cara peledakan. Hasil peledakan berupa batu ukuran besar yang berfungsi untuk lapis luar tembok laut sedangkan yang kecil sebagai pengisinya Design water level ( DWL ) Untuk menentukan kedalaman rencana bangunan ( d s )maka perlu dipilih suatu kondisi muka air yang memberikan gelombang terbesar, atau run-up tertinggi. (d s ) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut. d s = (HHWL BL) + wind set-up + SLR (Triatmodjo, hal: III-11, 1992) Dimana : d s = kedalaman kaki bangunan pantai HHWL= highest high water level ( muka air pasang tertinggi ) BL = bottom level ( elevasi dasar pantai di depan bangunan ) SLR = sea level rise ( kenaikan muka air laut ) Yang dimaksud dengan sea level rise disini adalah kenaikan muka air yang disebabkan oleh perubahan cuaca, misal efek rumah kaca. Pada perencanaan ini kenaikan tersebut tidak diperhitungkan Run-Up Gelombang Run-Up sangat penting untuk perencanaan bangunan pantai. Nilai run-up dapat diketahui dari grafik setelah terlebih dahulu menentukan bilangan Irribaren. Ir = tg θ / ( H / L o ) 0.5 (Triatmodjo, hal: 268, 1999) Dimana : Ir = bilangan Irribaren

18 25 θ H L o = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang = tinggi gelombang di lokasi bangunan = panjang gelombang di laut dalam Grafik tersebut juga dapat digunakan untuk menentukan rundown (R d ). Gambar 2.10 Grafik Run-Up Gelombang Run-up digunakan untuk menentukan elevasi mercu bangunan pantai, sedangkan run-down digunakan untuk menghitung stabilitas rip-rap atau revetmen. Besarnya elevasi mercu dapat dihitung dengan persamaan : EL mercu = DWL + F b + R u (Triatmodjo, hal: 349, 1999) Dimana : EL mercu R u = elevasi mercu bangunan pantai (m) = Run-up gelombang (m) F b = tinggi jagaan ( 1,0 1,5 m ) DWL = design water level

19 Bangunan Pelindung Pantai Bangunan pantai digunakan untuk melindungi pantai terhadap kerusakan karena serangan gelombang dan arus. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk melindungi pantai yaitu: Memperkuat / melindungi pantai agar mampu menahan serangan gelombang Mengubah laju transpor sedimen sepanjang pantai Mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai (Triatmodjo, hal: 201, 1999) Sesuai dengan fungsinya, bangunan pantai dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu : Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar dengan garis pantai. Yang termasuk kelompok ini adalah dinding pantai / revetment Konstruksi yang dibangun kira-kira tegak lurus pantai dan sambung ke pantai. Yang termasuk kelompok ini adalah groin dan jetty. Konstruksi yang dibangun lepas pantai dan kira-kira sejajar dengan garis pantai. Yang termasuk kelompok ini yaitu pemecah gelombang. (Triatmodjo, hal: 201, 1999) Gambar 2.11 Beberapa Tipe Bangunan Pelindung Pantai a Dinding Pantai dan Revetment Dinding pantai dan revetment adalah bangunan yang memisahkan daratan dan perairan pantai, yang terutama berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap erosi dan limpasan gelombang ( overtopping ) ke darat. Daerah yang dilindungi adalah daratan tepat dibelakang bangunan. Dinding pantai biasanya berbentuk dinding vertikal,

20 27 sedang revetment mempunyai sisi miring. Bangunan ini ditempatkan sejajar dengan garis pantai, dan bisa terbuat dari pasangan batu, beton tumpukan pipa beton, turap, kayu atau tumpukan batu. (Triatmodjo, hal: 205, 1999) Dalam perencanaan dinding pantai dan revetment perlu ditinjau fungsi dan bentuk bangunan, lokasi, panjang, tinggi stabilitas bangunan dan tanah pondasi, elevasi muka air baik di depan maupun belakang bangunan, ketersediaan bahan bangunan dan sebagainya. (Triatmodjo, hal: 205, 1999). Gambar di bawah ini menunjukan penempatan revetment dan tampang melintangnya. Gambar 2.12 Revetment dan Tampang Melintang Pada perencanaan bangunan pantai perlu diperhatikan stabilitas dinding pantai. Dinding pantai harus dicek terhadap stabilitas guling dan geser. Bila stabilitas geser belum memenuhi, diberikan sepatu di tengah atau di ujung tumitnya b Groin Groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya dibuat tegak lurus pantai dan berfungsi untuk menahan transpor sedimen sepanjang pantai sehingga bisa mengurangi atau menghentikan erosi yang terjadi. Groin hanya bisa mengurangi transpor sedimen sepanjang pantai. (Triatmodjo, hal: 213, 1999)

21 28 Gambar 2.13 Sket groin Berikut ini adalah kriteria perencanaan groin: a. Panjang groin Groin dibuat sepanjang 40% sampai dengan 60% dari lebar surf zone.(triatmodjo, hal: 214, 1999) b.tinggi groin Tinggi groin menurut Thorn dan Robert berkisar antara cm di atas elevasi rencana, sedangkan berdasarkan Muir Wood dan Fleming antara 0,5-1,0 m di atas elevasi rencana. c.jarak groin Jarak groin pada pantai kerikil biasanya diambil 1-3 L, sedangkan pantai pasir diambil 2-4 L. (Triatmodjo, hal: 214, 1999) d.elevasi groin Elevasi puncak groin dapat diambil di bawah HWL c Pemecah Gelombang Pemecah gelombang adalah bangunan yang digunakan untuk melindungi daerah perairan dari gangguan gelombang. Pemecah gelombang dibedakan menjadi dua macam yaitu pemecah gelombang sambung dan lepas pantai. Tipe pertama digunakan untuk perlindungan perairan pelabuhan sedangkan tipe kedua digunakan untuk perlindungan pantai terhadap erosi. (Triatmodjo, hal: 224, 1999) Pemecah gelombang lepas pantai bisa dibuat dari satu pemecah gelombang atau suatu seri bangunan yang terdiri dari beberapa ruas pemecah gelombang yang

22 29 dipisahkan oleh celah. Di Indonesia penggunaan pemecah gelombang sisi miring dapat dihitung dengan menggunakan rumus Hudson: 3 γ r H W = K ( s 1)cotθ Dengan: W γ r S r = γ γ r γ a H υ a D r = Berat butir batu pelindung = Berat jenis batu = Berat jenis laut = Tinggi gelombang rencana = Sudut kemiringan sisi pecah gelombang (Triatmodjo, hal: 259, 1999) K D = Koefisien stabilitas yang tegantung pada bentuk batu pelindung, kekasaran permukaan batu, ketajaman sisinya, ikatan antar butir, dan keadaan pecahnyan gelombang. Lebar puncak pemecah gelombang dapat dihitung dengan rumus: 1 3 W B = n k (Triatmodjo, hal: 264, 1999) γ r Dengan: B = Lebar puncak n = Jumlah butir batu (n minimum ) k W γ r = Koefisien lapis = Berat butir batu pelindung = berat jenis batu pelindung Sedangkan tebal lapis pelindung dan jumlah butir tiap satu luasan diberikan oleh rumus berikut ini: t = n k W γ r 1 3 Dengan: t N = A n k P γ 1 r 100 W 2 3 = Tebal lapisan pelindung (Triatmodjo, hal: 265, 1999)

23 30 n k A P N γ r = Jumlah lapisan batu dalam lapisan pelindung = Koefisien lapisan = Luas permukaan = Porositas rerata dari lapis pelindung = Jumlah butir batu untuk satu satuan luas = Berat jenis batu pelindung d Tembok Laut ( Sea Wall ) Tembok laut biasanya dipergunakan untuk melindungi pantai atau tebing dari gempuran gelombang laut sehingga tidak terjadi erosi atau abrasi. Agar fasilitas yang ada dibalik tembok dapat aman biasanya tembok laut direncanakan tidak boleh overtopping. Tembok laut ada dua macam yaitu tembok laut masif dan tidak masif. Tembok laut masif biasanya dibuat dari konstruksi beton atau pasangan batu sedangkan tembok laut tidak masif berupa tumpukan batu ( rubble mound ). Konstruksi tembok laut dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.14 Sket Tembok Laut Kriteria perencanaan tembok laut: 1.Elevasi mercu EL mercu = DWL + F b + R u (Triatmodjo, hal: 349, 1999) Dimana :

24 31 EL mercu R u = elevasi mercu bangunan pantai (m) = Run-up gelombang (m) F b = tinggi jagaan ( 1,0 1,5 m ) DWL = design water level 2.Lebar mercu Lebar mercu tembok laut paling tidak tiga kali diameter equivalen batu lapis lindung. Bila mercu dipergunakan untuk jalan maka lebar mercu dapat diambil antara 3,0 s/d 6,0 m. 3.Berat lapis lindung W = K D γ H b 3 3 Cot( θ ) (Triatmodjo, hal: 259, 1999) = ( γ b - γ a ) / γ a Dimana: W = Berat minimum batu (tf) γ b = Berat jenis batu (tf/m 3 ) γ a = Berat jenis laut (tf/m 3 ) H υ K D = Tinggi gelombang rencana (m) = Sudut kemiringan tembok laut = Koefisien stabilitas batu lindung 4. Tebal lapis lindung W t = 2d e = 2 γ b Dimana: t = Tebal lapisan lindung (m) d e = Diameter equivalen (m) W = Berat lapis lindung (m) 1 3 γ b = Berat jenis batu (tf/m 3 ) 5.Toe protection Tebal toe protektion = 1t 2t, sedangkan berat batu lapis lindung dipergunakan kira-kira 1 / 2 dari yang dipergunakan dinding tembok laut. Menurut

25 32 Triatmodjo, berat butir batu untuk pondasi da pelindung kaki bangunan diberikan oleh persamaan berikut: 3 γ r H W = (Triatmodjo, hal: 268, 1999) 3 N s ( sr 1) Dimana: W = Berat rerata butir batu (ton) γ r = Berat jenis batu (ton/m 3 ) S r = Perbandingan antara berat jenis batu dan berat jenis air laut (γ r /γ a ) γ a = Berat jenis air laut (1,025 1,03 ton/m 3 ) N s = Angka stabilitas rencana untuk fondasi dan pelindung kaki bangunan seperti diberikan dalam gambar 2.6 Gambar 2.15 Angka Stabilitas N s Untuk Pondasi Dan Pelindung Kaki

26 e Training Jetty Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada kedua sisi muara sungai yang berfungsi untuk mengurangai pendangkalan alur oleh sedimen pantai. Mengingat fungsinya, jetty dapat dibagi menjadi tiga jenis: Jetty panjang Jetty ini ujungnya berada di luar gelombang pecah. Tipe ini efektif untuk menghalangi masuknya sedimen ke arah muara tetapi biaya konstruksinya sangat mahal. Jetty ini dibangun apabila daerah yang dilindungi sangat penting. Jetty sedang Jetty sedang ujungnya berada di antara muka air surut dan lokasi gelombang pecah dan dapat menahan transpor sedimen sepanjang pantai. Jetty pendek Jetty pendek ujungnya berada pada muka air surut. Fungsinya untuk menahan berbeloknya muara sungai dan mengkonsentrasikan aliran pada alur yang telah ditetapkan untuk mengerosi endapan Teori Konsolidasi Penurunan total adalah jumlah dari penurunan segera dan penurunan konsolidasi. Bila dinyatakan dalam bentuk persamaan besarnya penurunan total adalah : S t = S i + S cp + S cs Keterangan : S t S i S cp S cs = penurunan total = penurunan segera = penurunan konsolidasi primer = penurunan konsolidasi sekunder Penurunan yang diakibatkan oleh konsolidasi sekunder adalah sangat penting untuk semua jenis tanah organik dan tanah anorganik yang sangat mampu mampat ( Compressible ). Untuk lempung anorganik yang terlalu terkonsolidasi, indeks pemampatan sekunder adalah sangat kecil sehingga diabaikan.

27 34 Penurunan segera ( Immediate Settlement ) Penurunan segera atau penurunan elastis terjasi segera setelah pemberian beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan kadar air. Perhitungnan penurunan segera umumnya didasarkan pada penurunan yang diturunkan dari teori elastisitas. Untuk perhitungan penurunan tanah segera disini kami mengasumsikan beban timbunan sebagai sebuah pondasi kaku diatas material yang elastis. Penurunan ini dapat dihitung dari persamaan persamaan yang diturunkan dengan menggunakan prinsip dasar teori elastis. Bentuk persamaan tersebut adalah sebagai berikut : 2 1 V Si = q. B.. Ip E Keterangan : S i q B v = Penurunan elastis = Tekanan bersih yang dibebankan = Lebar urugan = Angka poisson E = Modulus elastisitas tanah ( Modulus Young ) I p = Faktor pengaruh yang tidak mempunyai dimensi. Tabel 2.6 Harga Harga Angka Poisson Jenis Tanah Angka Poisson Pasir lepas 0,2 0,4 Pasir agak padat 0,25 0,4 Pasir padat 0,3 0,45 Pasir berlanau 0,2 0,4 Lempung lembek 0,15 0,25 Lempung agak kaku 0,2 0,5

28 35 Tabel 2.7 Harga Modulus Young Modulus Young Jenis Tanah ( KN/m 2 ) Lempung lembek Lempung keras Pasir lepas Pasir padat Tabel 2.8 Faktor Pengaru I p Bentuk M I p Bundar Peregi - 1,0 1,50 2,0 3,0 5, ,79 0,88 1,07 1,21 1,42 1,70 2,10 2,46 3,0 3,43 Penurunan konsolidasi primer Bila suatu lapisan tanah jenuh yang berpermeabilitas rendah dibebani, maka tekanan air pori dalam tanah tersebut akan segera bertambah. Akibatnya air mengalir ke lapisan tanah dengan tekanan air yang lebih rendah, yang diikuti dengan penurunan tanahnya. Karena permeabilitas tanah yang rendah, proses ini membutuhkan waktu. Konsolidasi adalah proses berkurangnya rongga pori dari tanah jenuh yang berpermeabilitas rendah akibat pembebana, dimana prosesnya dipengaruhi oleh kecepatan air pori yang keluar rongga tanah. Penambahan beban diatas permukaan tanah dapat mengakibatkan lapisan tanah dibawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut

29 36 disebabkan adanya deformasi partikel tanah, dan keluarnya air dan udara dari dalam pori. Faktor faktor tersebut mempunyai hubungan dengan keadaan tanah yang bersangkutan. Proses keluarnya air dari dalam pori pori tanah, sebagai aibat dari penambahan beban, yang disertai dengan pemindahan kelebihan tekanan air pori ke tegangan efektif akan menyebakan terjadinyan penurunan tanah. Besarnya amplitudo penurunan tanah akibat konsolidasi primer ( S cp ) dari tanah lempung ini, tergantung dari sejarah tanahnya, yaitu Normally Consolidated ( NC ) atau Over Consolidated ( OC ). Kondisi terkonsolidasi secara normal ( Normally Consolidated ), dimana tekanan efektif overburden pada saat ini adalah merupakan tekan maksimal yang pernah dialami oleh tanah ini. Cc. H σ Scp = log e0 σ ' 0 Kondisi terlalu terkonsolidasi ( Over Consolidated ), dimana tekanan efektif overburden pada saat ini adalah sangat kecil dari tekanan yang pernah diterima oleh tanah itu sebelumnya. Tekanan efektif overburden maksimal yang pernah dialami sebelum dinamakan tekanan prakonsolidasi ( Preconsolidation Pressure ). Bila σ o + P σ e, maka : Cs. H σ Scp = log e0 σ ' 0 Bila σ o + P > σ e, maka : Cs. H σ ' e Cc. H σ ' + 0 σ Scp = log + log 1+ e0 σ ' 0 1+ e0 σ ' e Keterangan : H = Tebal lapisan lempung ( Compressible Soil ) e o = Angka pori awal ( initial Void Ratio ) C c C s = Compression index = Swelling index σ = Surcharge ( Besarnya tergangan dimuka tanah ) σ o = Overburden pressure effective σ e = Tegangan prakonsolidasi effective

30 37 Surcharge yang dimaksud adalah besarnya beban yang bekerja diatas permukaan tanah asli dalam satuan tegangan. σ = γ timbunan * h timbunan Bila timbunannya terendam air, maka dipakai harga γ. Gambar 2.16 Grafik Osterberg

31 38 OSTERBERG ( Gambar 2.16 ) menyajikan suatu grafik dari koefisien pengaruh I untuk perhitungan besarnya tegangan vertikal ( σ ) yang diterima oleh suatu titik tinjau tertentu didalam lapisan tanah. Koefisien I tersebut dipengaruhi oleh : a, b, dan z yang merupakan karakteristik geometrik dari bentuk timbunan reklamasi dan kedalaman titik tinjau. Jadi : σ = γ * h * 2l Koefisien l dikalikan dua, karena disajikan oleh grafik Osterberg tersebut adalah harga l untuk separuh dari lebar timbunan total. Untuk lapisan tanah yang heterogen ( berlapis lapis ), maka formula perhitungan S cp dapat dilakukan disetiap lapisannya,sehingga penurunan total dari seluruh lapisan tersebut adalah : Cs. H Scp = 1+ e i σ log 1+ σ 0 ' 0 Keterangan : H i = Tebal sub lapisan i σ oi = Overburden pressure pada lapisan I σ i = Variasi tegangan vertikal yang diterima oleh lapisan ke i Penurunan konsolidasi sekunder Pada proses prabeban sebenarnya hanya dikaitkan dengan salah satu unsur penurunan, yakni penurunan konsolidasi. Penurunan seketiaka biasanya tidak menjadi masalah, karena dapat diukur langsung bersamaan pada waktu beban diberikan. Penurunan sekunder atau rangkak sering kali menjadi kendala. Untuk tanah lempung lunak. Dimana compression index ( Cc ) dan secondary compression index ( C d ) bernilai tinggi, penurunan rangkak bisa menjadi komponen yang cukup besar untuk diabaikan, bahkan dalam hal tertentu, penurunan sekunder atau rangkak bisa menjadi komponen terbesar. Untuk mengatasi hal ini, Terzaghi, Peck dan Mesri ( 1996 ), mengusulkan suatu pendekatan yang menggunakan prabebean atas dasar suatu Surcharging Time Ratio. Dalam pendekatan ini diperlukan informasi yang teliti mengenai tegangan efektif pada saat prabeban disingkirkan. Untuk

32 39 penurunan rangkak, Terzaghi et al (1996 ) menganjurkan penjumlahan tiga persamaan berikut : Ca. H ' Scp = log 1+ e c t p t Keterangan : S cs = Penurunan rangkak akibat prabeban H = Tebal lapisan yang ditinjau pada saat akhir konsolidasi C a = Indeks pemampatan sekunder t p = Waktu selesainya konsolidasi ( primer ) e c = Angka pori saat selesainya konsolidasi ( primer ) Setelah prabeban sisingkirkan, akan terjadi rebound, yang komponen rangkaknya S cr, adalah : Ca. H '' = t Scp log 1+ e l t l pr Keterangan : H = Tebal lapisan saat primary rebound selesai C α t t t pr e l = Mengambil nilai yang sama dengan untuk penurunan = Waktu sampai akhir rebound rangkak, dihitung sejak saat prabeban diambil = Waktu sampai akhir primary rebound, dihitung sejak saat prabeban diambil = Angka pori saat akhir primary rebound Bila waktu masih terus berlanjut, rebound akan berubah menjadi penurunan rangkak kembali. Ca.'' H ''' Scp = log 1+ e cr t tl Keterangan : H = Tebal lapisan saat rebound rangkak selesai C α = Diambil dari data uji oedometer ( Mesri dan Feng, 1991 )

33 40 t t e cr = Waktu sampai akhir rebound rangkak, dihitung sejak saat prabeban diambil = Angka pori saat akhir rebound rangkak Karena semua besaran yang dinyatakan dalam tiga persamaan tersebut dapat diperoleh dari uji oedometer, besarnya penurunan akibat pembebanan pasca masa prabeban dapat diperkirakan. Kecepatan waktu penurunan Yang perlu diperhatikan pada saat lamanya waktu penurunan adalah waktu yang dibutuhkan oleh tanah untuk melakukan proses penurunan segera ( Immediate Settlement ), berlangsung sesaat setelah pembebanan bekerja pada tanah ( t = 0 ). Waktu penurunan akibat proses konsolidasi primer tergantung pada besarnya kecepatan konsolidasi ( C v ), panjang aliran rata rata yang harus ditempuh air pori selama proses consolidasi ( H d ) serta faktor waktu ( T v ). Waktu atau lamanya penurunan tanah ( t ) dapat diperoleh dari perumusan sebagai berikut : Tv. Hd t = Cv 2 Keterangan : T v = Faktor waktu, tergantung derajat konsolidasi U C v = Koefisien konsolidasi vertikal ( cm 2 /s atau m 2 ) H d = Panjang aliran air drainage di dalam tanah ( m ) Faktor waktu Faktor waktu T v adalah merupakan fungsi langsung dari derajat konsolidasi ( U % ) danbentuk dari distribusi tegangan pori ( u ) di dalam tanah ( aliran satu arah atau dua arah ). Harga faktor waktu dan derajat konsolidasi dapat dinyatakan dengan satu hubungan yang sederhana : π U % Untuk U = 0 sampai dengan 60 %, Tv = Untuk U = 60 %, T v = 1,781 0,933log ( 100 U % ) Panjang Aliran Drainage 2

34 41 Apabila tebal lapisan lempung ( Compressible Soil ) kita sebut H, maka panjang aliran drainage H d adalah : H d = ½ * H Bila aliran air selama proses konsolidasi adalah dua arah ( ke atas dan ke bawah ) Hd = H Bila aliran drainasenya satu arah ( ke atas atau ke bawah ) hal ini biasanya terjadi apabila salah satu lapisan merupakan lapisan kedap air. Koefisien Konsolidasi Vertikal Koefisien konsolidasi vertical Cv, diperoleh dari grafik korelasi antara besarnya penurunan tanah dengan waktu ( t ), berdasarkan hasil konsolidasi Oedometric test. 0,197.( H Cv = t 50 2 / 2) Apabila lapisan tanahnya heterogen dan mempunyai beberapa nilai Cv, maka Cv yang dipakai adalah nilai Cv rat-ratanya : Cvrata rata = ( hi) 2 hi Cvi Keterangan : hi = tebal lapisan i Cvi = harga Cv di lapisan i Perbaikan Tanah Dengan Vertical Drain Fungsi utama digunakannya Vertical Drain dalam suatu lapisan tanah lempung adalah untuk mempercepat proses konsolidasi primer. Konsolidasi primer menurut definisi adalah merupakan peristiwa keluarnya air dari dalam ruang pori tanah sebagai akibat adanya pembebanan mekanik atau lainnya, sehingga mengakibatkan suatu settlement dari suatu lapisan tanah tersebut. Proses konsolidasi primer ini ditandai dengan mengecilnya harga tegangan air porinya ( u ). Apabila harga u tersebut menjadi konstan atau u = 0, namun deformasi masih tetap berlangsung, maka fenomena ini dinamakan konsolidasi sekunder.

35 42 Metoda perbaikan tanah dengan menggunakan vertical drain ini, pada hakekatnya adalah untuk : Mereduksi waktu antara dua fase pelaksanaan di saat diterapkannya penimbunan bertahap. Mengurangi waktu yang diperlukan untuk memperoleh derajat konsolidasi yang memadai. Adakalanya penggunaan vertical drain ini dikombinasikan dengan surcharge ( beban lebih) sementara. Surcharge temporer ini dapat menghasilkan dengan cepat sebagian besar dari penurunan tanah total sebelum struktur bangunan atau timbunan permanent di atasnya berfungsi. Jenis jenis vertical drain : Vertical Sand Drain, yaitu dengan membuat lubang bor pada lapisan lempung dan diisi dengan pasir gradasi tertentu Prefabricated Vertical Drain ( PVD ) yang berupa band-shaped(rectangular cross section) yang terdiri dari Syinthetic geotextile jacket di sekeliling plastic core. Jaket tersebut umumnya dibuat dari bahan non-woven polyester`atau polypropelene geotextile a Prinsip Teori kerja Vertical Drain Prinsip kerjanya adalah mempercepat aliran air. jika tanpa vertical drain, aliran air akan bergerak kea rah vertical saja. Tetapi dengan adanya vertical drain, aliran air selain bergerak ke arah vertical juga kea rah horizontal. Dengan adanya vertical drain, maka konsolidasi yang akan terjadi aalah konsilidasi tiga dimensi, yaitu arah x, y, z. Pada arah x-y atau arah mendatar, perhitungan didasarkan pada satu pipa pasir yang berpengaruh pada satu lingkaran tertentuyang berjari-jari R. Mengenai besarnya jari jari tersebut tergantung pada bentuk jaringan pipanya. Untuk jaingan bujur sangkar, R = 0,564.S Untuk jaringan segitiga sama sisi, R = 0,525.S

36 43 Timbunan Drainase Horizontal Drainase Vertikal Arah Aliran Lapisan Kedap Air s s s R rw s R rw R= 0,564S R= 0,525S Gambar 2.17 Drainase Vertikal, Pola Bujur Sangkar dan Segitiga b Teori Dasar Drainase Vertical Pada pemasangan vertical drain maka pengaliran horizontal/radial yang dominan, sedangkan data tanah yang ada biasanya hanya koefisien konsolidasi arah vertical ( Cv). Dari hasil penelitian diketahui bahwa rasio koefisien konsolidasi arah horizontal dengan arah vertical adalah sebagai berikut : Ch = (1-2) Cv Dengan semakin besarnya rasio tersebut, maka pemasangan vertical drain akan sangat bermanfaat, seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh : Jamiolkowski dkk. (1983) rasio konsolidasi arah vertical dengan menggunakan konstruksi PVD didapat : Ch = (2-4). Cv Dengan menggunakan pengaruh smear zone nilai Ch dapat diambil : Ch = (1,2-3). Cv Derajat konsolidasi tanah lempung tanpa vertical fibre drain :

37 44 t. Cv Tv = 2 Hd Uv = f (Tv) Uv = 100. (4Tv/Π) Dimana : Uv = derajat konsolidasi arah vertical Tv = Time factor t = waktu yang dibutuhkan untuk konsolidasi Cv = koefisien konsolidasi arah vertical Hd = tebal tanah lunak yang terkonsolidasi Derajat konsolidasi tanah lempung dengan vertical fibre drain : U = 1-(1-Uv).(1-Uh) Uh= f(th) Ch. t Th = 2 D 2 2 n 3n 1 F( n) = ln( n) 2 2 n 1 4n re n = rw dimana : re = jari-jari ekivalen rw = jari-jari sumuran drainase pasir Uh = derajat konsolidasi rata-rata arah horizontal akibat vertical drain Fn = faktor jarak vertical drain dw= keliling bahan vertical drain D = diameter ekivalen vertical drain Diameter ekivalen ditentukan oleh formasi jarak titik vertical fibre drain, yaitu : jaringan bujur sangkar dan jaringan segitiga. Faktor waktu untuk aliran radial : 1997 ) Cvr * t Tr = ( Mekanika Tanah, Ir. G. Djatmiko S, & Ir. S. J. Edy P. hal 88, 2 d e

38 45 Perhitungan derajat konsolidasi dengan drainase vertikal dan radial. Apabila drainase vertikal dan radial bekerja bersamaan maka derajat konsolidasi rata-rata oleh Carrilo (1942 ) diberikan persamaan sebagai berikut : U = 1-(1-Uv) (1-Ur) Tabel 2.9 Harga-harga faktor waktu Truntuk bermacam-macam harga Ur. Derajat Konsolidasi Ur, % Faktor Waktu Tr re/rw = ,006 0,01 0,013 0,0144 0,016 0,017 0,019 0,02 0,021 0,032 0, ,012 0,021 0,026 0,03 0,032 0,035 0,039 0,042 0,044 0,048 0, ,019 0,032 0,04 0,046 0,05 0,054 0,06 0,064 0,068 0,074 0, ,026 0,044 0,055 0,063 0,069 0,074 0,082 0,088 0,092 0,101 0, ,034 0,057 0,071 0,081 0,089 0,096 0,106 0,114 0,12 0,131 0, ,042 0,07 0,088 0,101 0,11 0,118 0,131 0,141 0,149 0,162 0, ,05 0,085 0,106 0,121 0,133 0,143 0,158 0,17 0,18 0,196 0, ,06 0,101 0,125 0,144 0,158 0,17 0,188 0,202 0,214 0,232 0, ,07 0,118 0,147 0,169 0,185 0,198 0,22 0,236 0,25 0,291 0, ,081 0,137 0,17 0,195 0,214 0,23 0,255 0,274 0,29 0,315 0, ,094 0,157 0,197 0,225 0,247 0,265 0,294 0,316 0,334 0,363 0, ,107 0,18 0,226 0,258 0,283 0,304 0,337 0,362 0,383 0,4136 0, ,123 0,207 0,259 0,296 0,325 0,3487 0,386 0,415 0,439 0,477 0, ,137 0,231 0,289 0,33 0,362 0,389 0,431 0,463 0,49 0,532 0, ,162 0,273 0,342 0,391 0,429 0,46 0,51 0,548 0,579 0,629 0, ,188 0,317 0,397 0,453 0,498 0,534 0,592 0,636 0,673 0,73 0, ,222 0,373 0,467 0,534 0,587 0,629 0,697 0,75 0,793 0,861 0, ,27 0,455 0,567 0,649 0,712 0,764 0,847 0,911 0,963 1,046 1, ,351 0,59 0,738 0,844 0,926 0,994 1,102 1,185 1,253 1,36 1, ,539 0,907 1,135 1,298 1,423 1,528 1,693 1,821 1,925 2,091 2,219

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 5 BAB II 2.1 TINJAUAN UMUM Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan di

Lebih terperinci

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI 7.. Perhitungan Struktur Seawall Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB VI PERENCANAAN STRUKTUR

BAB VI PERENCANAAN STRUKTUR BAB VI PERENCANAAN STRUKTUR VI - BAB VI PERENCANAAN STRUKTUR 6. Tinjauan Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan struktur bangunan pantai yang direncanakan dalam hal ini bangunan pengaman pantai

Lebih terperinci

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 145 BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 6.1. Perhitungan Struktur Revetment dengan Tumpukan Batu Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN INFRASTRUKTUR REKLAMASI PANTAI MARINA SEMARANG ( DESIGN OF THE RECLAMATION INFRASTRUCTURE OF THE MARINA BAY IN SEMARANG )

PERENCANAAN INFRASTRUKTUR REKLAMASI PANTAI MARINA SEMARANG ( DESIGN OF THE RECLAMATION INFRASTRUCTURE OF THE MARINA BAY IN SEMARANG ) LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN INFRASTRUKTUR REKLAMASI PANTAI MARINA SEMARANG ( DESIGN OF THE RECLAMATION INFRASTRUCTURE OF THE MARINA BAY IN SEMARANG ) Disusun oleh : Haspriyaldi L2A 000 081

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG Olga Catherina Pattipawaej 1, Edith Dwi Kurnia 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. drg. Suria

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap pasir. buatan). Pemecah gelombang ini mempunyai beberapa keuntungan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap pasir. buatan). Pemecah gelombang ini mempunyai beberapa keuntungan, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Bangunan tanggul pemecah gelombang secara umum dapat diartikan suatu bangunan yang bertujuan melindungi pantai, kolam pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PENANGANAN

BAB V RENCANA PENANGANAN BAB V RENCANA PENANGANAN 5.. UMUM Strategi pengelolaan muara sungai ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah pemanfaatan muara sungai, biaya pekerjaan, dampak bangunan terhadap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah.

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah. BAB IV ANALISIS Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap ini memerlukan berbagai data meliputi : data peta topografi, oceanografi, data frekuensi kunjungan kapal dan data tanah. Data

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 5224 KOMPONEN PENURUNAN (SETTLEMENT) Penambahan beban di atas suatu permukaan

Lebih terperinci

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi 1. Fase Tanah (1) Sebuah contoh tanah memiliki berat volume 19.62 kn/m 3 dan berat volume kering 17.66 kn/m 3. Bila berat jenis dari butiran tanah tersebut

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 4 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum PPI Logending Pantai Ayah Kabupaten Kebumen menggunakan bangunan pengaman berupa pemecah gelombang dengan bentuk batuan buatan hexapod (Gambar 2.1). Pemecah gelombang

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan

BAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan BAB V ANALISIS DATA 5.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) ini memerlukan berbagai data meliputi : data frekuensi kunjungan kapal, data peta topografi, oceanografi, dan data tanah.

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 6 BAB II STUDI PUSTAKA. TINJAUAN UMUM Studi pustaka diperlukan sebagai dasar perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Adapun metode

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH SOIL SETTLEMENT/ PENURUNAN TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH SOIL SETTLEMENT/ PENURUNAN TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH SOIL SETTLEMENT/ PENURUNAN TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENYEBAB PENURUNAN /SETTLEMENT Tanah tidak mampu mendukung

Lebih terperinci

KONSOLIDASI. Konsolidasi.??? 11/3/2016

KONSOLIDASI. Konsolidasi.??? 11/3/2016 KONSOLIDASI Mekanika Tanah II Konsolidasi.??? Konsolidasi adalah suatu proses pengecilan volume secara perlahan-lahan pada tanah jenuh sempurna dengan permeabilitas rendah akibat pengaliran sebagian air

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Boussinesq. Caranya dengan membuat garis penyebaran beban 2V : 1H (2 vertikal

BAB III LANDASAN TEORI. Boussinesq. Caranya dengan membuat garis penyebaran beban 2V : 1H (2 vertikal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Distribusi Tegangan Dalam Tanah Berbagai cara telah digunakan untuk menghitung tambahan tegangan akibat beban pondasi. Semuanya menghasilkan kesalahan bila nilai banding z/b

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Garis Pantai Garis pantai merupakan batas pertemuan antara daratan dengan bagian laut saat terjadi air laut pasang tertinggi. Garis ini bisa berubah karena beberapa hal seperti

Lebih terperinci

BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 52 BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 5.1. TINJAUAN UMUM Perencanaan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) ini memerlukan berbagai data meliputi : data peta Topografi, oceanografi, data frekuensi kunjungan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. PERENCANAAN BANGUNAN PELINDUNG PANTAI TAMBAK MULYO, SEMARANG (Design of The Shore Protection for Tambak Mulyo, Semarang)

LEMBAR PENGESAHAN. PERENCANAAN BANGUNAN PELINDUNG PANTAI TAMBAK MULYO, SEMARANG (Design of The Shore Protection for Tambak Mulyo, Semarang) ii LEMBAR PENGESAHAN PERENCANAAN BANGUNAN PELINDUNG PANTAI TAMBAK MULYO, SEMARANG (Design of The Shore Protection for Tambak Mulyo, Semarang) Disusun Oleh : BASRINDU BURHAN UTOMO L2A 003 034 DWI PRASETYO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Daerah yang menjadi objek dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah pesisir Kecamatan Muara Gembong yang terletak di kawasan pantai utara Jawa Barat. Posisi geografisnya

Lebih terperinci

Erosi, revretment, breakwater, rubble mound.

Erosi, revretment, breakwater, rubble mound. ABSTRAK Pulau Bali yang memiliki panjang pantai 438 km, mengalami erosi sekitar 181,7 km atau setara dengan 41,5% panjang pantai. Upaya penanganan pantai yang dilakukan umumnya berupa revretment yang menggunakan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP Diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata - 1) pada Jurusan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Air Laut Menggenangi Rumah Penduduk

Gambar 4.1 Air Laut Menggenangi Rumah Penduduk 41 BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Analisis Masalah Kawasan sepanjang pantai di Kecamatan Sayung yang dijadikan daerah perencanaan mempunyai sejumlah permasalahan yang cukup berat dan kompleks.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum kegiatan pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini di susun hal-hal yang penting dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk mempresentasikan data kecepatan angin dalam bentuk mawar angin sebagai

Lebih terperinci

STABILITAS STRUKTUR PELINDUNG PANTAI AKIBAT PEMANASAN GLOBAL

STABILITAS STRUKTUR PELINDUNG PANTAI AKIBAT PEMANASAN GLOBAL STABILITAS STRUKTUR PELINDUNG PANTAI AKIBAT PEMANASAN GLOBAL Sinatra 1 dan Olga Pattipawaej 1 Program Studi Double Degrre, Teknik Sipil-Sistem Informasi, Universitas Kristen Maranatha, Jl. Prof. drg. Suria

Lebih terperinci

VII. Penurunan. Pertemuan XI, XII, XIII. VII.1 Pendahuluan

VII. Penurunan. Pertemuan XI, XII, XIII. VII.1 Pendahuluan Pertemuan XI, XII, XIII VII. Penurunan VII.1 Pendahuluan Jika tanah dibebani maka akan terjadi penurunan (settlement), penurunan akibat beban ini terdiri dari penurunan segera dan penurunan konsolidasi.

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 4.1 TINJAUAN UMUM Dalam perencanaan dermaga peti kemas dengan metode precast di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin ini, data yang dikumpulkan dan dianalisis, meliputi data

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN

BAB VII PERENCANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN 117 BAB VII PERENCANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN 7.1 ANALISA MASALAH PENUTUPAN MUARA Permasalahan yang banyak di jumpai di muara sungai adalah pendangkalan/penutupan mulut sungai oleh transport sedimen sepanjang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA IV - 1 BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Umum Analisis data yang dilakukan merupakan data-data yang akan digunakan sebagai input program GENESIS. Analisis data ini meliputi analisis data hidrooceanografi,

Lebih terperinci

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan...

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... ii PERNYATAAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah laut seluas kira-kira 1400 ha (kirakira

BAB I PENDAHULUAN. daerah laut seluas kira-kira 1400 ha (kirakira BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Reklamasi Pantai Utara Jakarta bertujuan untuk menata kembali kawasan Pantura dengan cara membangun kawasan pantai dan menjadikan Jakarta sebagai kota pantai (waterfront

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA 4.1.Tinjauan Umum Perencanaan pelabuhan perikanan Glagah ini memerlukan berbagai data meliputi: data angin, Hidro oceanografi, peta batimetri, data jumlah kunjungan kapal dan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan pada konstruksi teknik sipil akibat proses konsolidasi tanah

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan pada konstruksi teknik sipil akibat proses konsolidasi tanah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penurunan pada konstruksi teknik sipil akibat proses konsolidasi tanah pendukung merupakan salah satu aspek utama dalam bidang geoteknik terutama pada lapisan tanah

Lebih terperinci

(Design of The Shore Protection for Muarareja, Tegal)

(Design of The Shore Protection for Muarareja, Tegal) LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PELINDUNG PANTAI MUARAREJA, TEGAL (Design of The Shore Protection for Muarareja, Tegal) Disusun Oleh : BRAMUDYA ERSA M L2A 003 036 SASMITO WIHANTORO L2A 003 131

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum 6 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan tentu dibutuhkan pustaka yang bisa dijadikan sebagai acuan dari perencanaan tersebut agar dapat terwujud bangunan pantai yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai kepantaian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI DAFTAR ISI ALAMAN JUDUL... i ALAMAN PENGESAAN... ii PERSEMBAAN... iii ALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMBANG... xiii INTISARI...

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA

BAB III DATA DAN ANALISA BAB III DATA DAN ANALISA 3.1. Umum Dalam studi kelayakan pembangunan pelabuhan peti kemas ini membutuhkan data teknis dan data ekonomi. Data-data teknis yang diperlukan adalah peta topografi, bathymetri,

Lebih terperinci

VI. Konsolidasi ( Lanjutan )

VI. Konsolidasi ( Lanjutan ) Pertemuan IX, X VI. Konsolidasi ( Lanjutan ) VI.1 Tekanan Prakonsolidasi (p c ) Tekanan prakonsolidasi ditentukan (Casagrande, 1936) pada Grafik e log p. a. Pilih dengan pandangan mata titik berjari jari

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL STRUKTUR DAN REKLAMASI PELABUHAN PARIWISATA DI DESA MERTASARI - BALI OLEH : SIMON ROYS TAMBUNAN 3101.100.105 PROGRAM SARJANA (S-1) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA Irnovia Berliana Pakpahan 1) 1) Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Bangunan yang direncanakan diatas suatu lapisan tanah liat lunak harus

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Bangunan yang direncanakan diatas suatu lapisan tanah liat lunak harus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Bangunan yang direncanakan diatas suatu lapisan tanah liat lunak harus mempertimbangkan daya dukung tanah yang sangat terbatas serta penurunan yang cukup besar dimana

Lebih terperinci

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK 96 BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK 6.1 Perlindungan Muara Pantai Secara alami pantai telah mempunyai perlindungan alami, tetapi seiring perkembangan waktu garis pantai

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM Penimbunan pada tanah dengan metode drainase vertikal dilakukan secara bertahap dari ketinggian tertentu hingga mencapai elevasi yang diinginkan. Analisis penurunan atau deformasi

Lebih terperinci

PRAKTIKUM MEKANIKA TANAH 2006/2007 BAB X KONSOLIDASI 1 REFERENSI

PRAKTIKUM MEKANIKA TANAH 2006/2007 BAB X KONSOLIDASI 1 REFERENSI BAB X KONSOLIDASI 1 REFERENSI Das, Braja M. 1985. Mekanika Tanah jilid 1. Penerbit Erlangga: Jakarta. Bab 7, Kemampumampatan Tanah, Hal. 177. 2 DASAR TEORI Telah kita ketahui bahwa ketika sebuah material

Lebih terperinci

PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI PADA DAERAH PANTAI KIMA BAJO KABUPATEN MINAHASA UTARA

PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI PADA DAERAH PANTAI KIMA BAJO KABUPATEN MINAHASA UTARA PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI PADA DAERAH PANTAI KIMA BAJO KABUPATEN MINAHASA UTARA Injilia Christy Mamanua Tommy Jansen, A. K. T. Dundu Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Email

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Sampel tanah yang akan diuji adalah tanah yang diambil dari Desa Rawa

III. METODOLOGI PENELITIAN. Sampel tanah yang akan diuji adalah tanah yang diambil dari Desa Rawa III. METODOLOGI PENELITIAN A. Sampel Tanah Sampel tanah yang akan diuji adalah tanah yang diambil dari Desa Rawa Sragi, Kabupaten Lampung Timur B. Metode Pengambilan Sampel Pada saat pengambilan sampel

Lebih terperinci

TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI. 1. Soal : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? Jawab : butiran tanah, air, dan udara.

TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI. 1. Soal : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? Jawab : butiran tanah, air, dan udara. TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI 1. : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? : butiran tanah, air, dan udara. : Apa yang dimaksud dengan kadar air? : Apa yang dimaksud dengan kadar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN 31 BAB III 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN Tahapan persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting dengan tujuan mengefektifkan

Lebih terperinci

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB III DATA PERENCANAAN BAB III DATA PERENCANAAN 3.1 Umum Perencanaan pondasi tiang mencakup beberapa tahapan pekerjaan. Sebagai tahap awal adalah interpretasi data tanah dan data pembebanan gedung hasil dari analisa struktur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada diagram alir berikut: 74 dengan SMS Gambar 3.1 Diagram

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-280 Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek Dzakia Amalia Karima dan Bambang Sarwono Jurusan

Lebih terperinci

MODUL 4 (MEKANIKA TANAH II) Penurunan Konsolidasi Tanah Consolidation Settlement

MODUL 4 (MEKANIKA TANAH II) Penurunan Konsolidasi Tanah Consolidation Settlement Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana 4 MODUL 4 (MEKANIKA TANAH II) Penurunan Konsolidasi Tanah Consolidation Settlement 1. Pengertian Dasar Penambahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir Langkah-langkah secara umum yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini dapat dilihat pada diagram alir

Lebih terperinci

Mata kuliah MEKANIKA TANAH Dr. Ir. Erizal, MAgr.

Mata kuliah MEKANIKA TANAH Dr. Ir. Erizal, MAgr. MEKANIKA Mata kuliah semester berikutnya BAGAN ALIR GAYA ANGKAT DISTRIBUSI DIBAWAH TEGANGAN BANGUNAN AIR (8) (6) PERENCANAAN TEGANGAN EFEKTIF (7) (9) PONDASI REMBESAN AIR DALAM (5) (1) KLASIFIKASI (3)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii. ix xii xiv xvii xviii

DAFTAR ISI. i ii iii. ix xii xiv xvii xviii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR NOTASI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii v ix xii xiv xvii xviii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 6 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Teori Pantai Definisi daerah pantai sangat penting dalam penanganan permasalahan pantai untuk menyamakan pandangan dan arti kata. Berdasarkan hasil lokakarya di Manado yang diselenggarakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMANAN PANTAI PADA DAERAH PANTAI MANGATASIK KECAMATAN TOMBARIRI KABUPATEN MINAHASA

PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMANAN PANTAI PADA DAERAH PANTAI MANGATASIK KECAMATAN TOMBARIRI KABUPATEN MINAHASA PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMANAN PANTAI PADA DAERAH PANTAI MANGATASIK KECAMATAN TOMBARIRI KABUPATEN MINAHASA Leonardo Lalenoh J. D. Mamoto, A. K. T. Dundu Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA & LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA & LANDASAN TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA & LANDASAN TEORI 2.1 Konsolidasi Konsolidasi merupakan suatu proses pemampatan tanah, dan berkurangnya volume pori dalam tanah. Hal ini dapat menghasilkan bertambahnya daya dukung

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM PERBAIKAN TANAH DASAR TIMBUNAN pada JEMBATAN KERETA API DOUBLE TRACK BOJONEGORO SURABAYA (STA )

PERENCANAAN SISTEM PERBAIKAN TANAH DASAR TIMBUNAN pada JEMBATAN KERETA API DOUBLE TRACK BOJONEGORO SURABAYA (STA ) 1 PERENCANAAN SISTEM PERBAIKAN TANA DASAR TIMBUNAN pada JEMBATAN KERETA API DOUBLE TRACK BOJONEGORO SURABAYA (STA 190+575) Achmad Rizal Zulmi, dan Ir. Suwarno, M.Eng, Musta in arief, S.T., M.T. Jurusan

Lebih terperinci

Analisis Konsolidasi dengan Menggunakan Metode Preloading dan Vertical Drain pada Areal Reklamasi Proyek Pengembangan Pelabuhan Belawan Tahap II

Analisis Konsolidasi dengan Menggunakan Metode Preloading dan Vertical Drain pada Areal Reklamasi Proyek Pengembangan Pelabuhan Belawan Tahap II Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Analisis Konsolidasi dengan Menggunakan Metode Preloading dan Vertical Drain pada Areal Reklamasi Proyek

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Bahan Timbunan 1. Berat Jenis Partikel Tanah (Gs) Pengujian Berat Jenis Partikel Tanah Gs (Spesific Gravity) dari tanah bahan timbunan hasilnya disajikan dalam

Lebih terperinci

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2 KUAT GESER Mekanika Tanah I Norma Puspita, ST. MT. 5/6/05 NORMA PUSPITA, ST. MT. KUAT GESER =.??? Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butiran tanah terhadap desakan atau tarikan.

Lebih terperinci

PERENCANAAN SEAWALL ( TEMBOK LAUT ) DAN BREAK WATER ( PEMECAH GELOMBANG ) UNTUK PENGAMAN PANTAI TUBAN. Suyatno

PERENCANAAN SEAWALL ( TEMBOK LAUT ) DAN BREAK WATER ( PEMECAH GELOMBANG ) UNTUK PENGAMAN PANTAI TUBAN. Suyatno PERENCANAAN SEAWALL ( TEMBOK LAUT ) DAN BREAK WATER ( PEMECAH GELOMBANG ) UNTUK PENGAMAN PANTAI TUBAN. Suyatno Dosen Pembimbing : Ir.Adi Prawito,MM,MT. ABSTRAK Kabupaten Tuban,tepatnya di desa Jenu merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perlidungan pantai dapat ditimbulkan secara alami oleh pantai maupun dengan bantuan manusia. Perlindungan pantai secara alami dapat berupa dunes maupun karang laut ataupun lamun

Lebih terperinci

3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN

3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN Tahapan persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting dengan tujuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada III. METODE PENELITIAN A. Pengambilan Sampel Sampel tanah yang dipakai dalam penelitian ini adalah tanah lempung lunak yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada kondisi tidak

Lebih terperinci

PEMODELAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN VARIASI PELINDUNG LAPISAN INTI PADA UJI LABORATORIUM DUA DIMENSI ABSTRAK

PEMODELAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN VARIASI PELINDUNG LAPISAN INTI PADA UJI LABORATORIUM DUA DIMENSI ABSTRAK PEMODELAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN VARIASI PELINDUNG LAPISAN INTI PADA UJI LABORATORIUM DUA DIMENSI Nurdiyana NRP: 1121022 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Pemecah

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS STRUKTUR BREAKWATER MENGGUNAKAN BATU BRONJONG DI SERANG BANTEN ABSTRAK

ANALISIS STABILITAS STRUKTUR BREAKWATER MENGGUNAKAN BATU BRONJONG DI SERANG BANTEN ABSTRAK ANALISIS STABILITAS STRUKTUR BREAKWATER MENGGUNAKAN BATU BRONJONG DI SERANG BANTEN Edith Dwi Kurnia NRP: 0621022 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Naiknya permukaan air laut, mengakibatkan

Lebih terperinci

STABILISASI TANAH HIDROLIS

STABILISASI TANAH HIDROLIS STABILISASI TANAH HIDROLIS Pre-fabricated Vertical Drain Oleh : Andika Satria Agus (0907132986) Jurusan Teknik SIpil, Fakultas Teknik, Universitas Riau Prefabricated Vertical Drain (PVD) adalah adalah

Lebih terperinci

= tegangan horisontal akibat tanah dibelakang dinding = tegangan horisontal akibat tanah timbunan = tegangan horisontal akibat beban hidup = tegangan

= tegangan horisontal akibat tanah dibelakang dinding = tegangan horisontal akibat tanah timbunan = tegangan horisontal akibat beban hidup = tegangan DAFTAR NOTASI Sci = pemampatan konsolidasi pada lapisan tanah ke-i yang ditinjau Hi = tebal lapisan tanah ke-i e 0 = angka pori awal dari lapisan tanah ke-i Cc = indeks kompresi dari lapisan ke-i Cs =

Lebih terperinci

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG Fathu Rofi 1 dan Dr.Ir. Syawaluddin Hutahaean, MT. 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN TANAH (SOIL INVESTIGATION)

PENYELIDIKAN TANAH (SOIL INVESTIGATION) LAMPIRAN I PENYELIDIKAN TANAH (SOIL INVESTIGATION) BANGUNAN PADA AREA BPPT LOKASI JALAN M H. THAMRIN NO. 8 JAKARTA 105 I. Pendahuluan Pekerjaan Penyelidikan tanah (Soil Test) dilaksanakan Pada Area Gedung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pantai BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pantai adalah daerah tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah, sedangkan pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan sebanyak dua puluh sampel dengan jenis tanah yang sama

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENGAMANANAN PANTAI DARI BAHAYA ABRASI DI KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENGAMANANAN PANTAI DARI BAHAYA ABRASI DI KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENGAMANANAN PANTAI DARI BAHAYA ABRASI DI KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA.1 TINJAUAN UMUM Secara alami pantai berfungsi sebagai pertahanan alami untuk daratan terhadap hempasan gelombang. Akumulasi sedimen di pantai menyerap/memantulkan energi yang berasal

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN. Disusun oleh : LEONARDUS LOAN RAH UTOMO L2A Disetujui pada : Hari : Tanggal : Oktober 2010

HALAMAN PENGESAHAN. Disusun oleh : LEONARDUS LOAN RAH UTOMO L2A Disetujui pada : Hari : Tanggal : Oktober 2010 HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI MARON KOTA SEMARANG (The Evaluation and Design of Maron Shore Protection Structure, Semarang) Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA Ratna Parauba M. Ihsan Jasin, Jeffrey. D. Mamoto Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email : Parauba_ratna@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PERENCANAAN BREAKWATER PELABUHAN PENDARATAN IKAN (PPI) TAMBAKLOROK SEMARANG

PERENCANAAN BREAKWATER PELABUHAN PENDARATAN IKAN (PPI) TAMBAKLOROK SEMARANG LEMBAR PENGESAHAN PERENCANAAN BREAKWATER PELABUHAN PENDARATAN IKAN (PPI) TAMBAKLOROK SEMARANG (The Breakwater Design of Tambaklorok Port of Fish Semarang) Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat akademis

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tanah Lempung Menurut Terzaghi ( 1987 ) Lempung adalah agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI Transpor sedimen pada bagian ini dipelajari dengan menggunakan model transpor sedimen tersuspensi dua dimensi horizontal. Dimana sedimen yang dimodelkan pada penelitian

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA 2.1 Sifat Alamiah Tanah Tanah adalah akumulasi partikel mineral yang mempunyai ikatan antar partikel yang lemah atau sama sekali tidak mempunyai ikatan antar partikel tanahnya, dimana

Lebih terperinci

PERBAIKAN TANAH LUNAK DENGAN METODE PRELOADING DENGAN PREFABRICATED VERTICAL DRAINS (PVD)

PERBAIKAN TANAH LUNAK DENGAN METODE PRELOADING DENGAN PREFABRICATED VERTICAL DRAINS (PVD) PERBAIKAN TANAH LUNAK DENGAN METODE PRELOADING DENGAN PREFABRICATED VERTICAL DRAINS (PVD) Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Perbaikan Tanah Oleh : Marsa Achadian Tyarpratama NIM. 135060107111002

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku tanah gambut yang berbeda menjadikan tanah gambut mempunyai keunikan karakteristik tersendiri misalnya, dalam hal sifat fisik tanah gambut mempunyai kandungan

Lebih terperinci

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G)

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) Marti Istiyaningsih 1, Endah Kanti Pangestuti 2 dan Hanggoro Tri Cahyo A. 2 1 Alumni Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 PENGARUH GELOMBANG TERHADAP TRANSPOR SEDIMEN DI SEPANJANG PANTAI UTARA PERAIRAN BANGKALAN Dina Faradinka, Aries Dwi Siswanto, dan Zainul Hidayah Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Uraian Singkat Jembatan Kereta Api Lintas Semarang-Bojonegoro Pembangunan Jembatan Kereta Api Lintas Semarang-Bojonegoro, merupakan proyek pembangunan Track dan Jalur

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 1 PENDAHULUAN Bab PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari 1

Lebih terperinci

embankment (preloading) Drainasi vertikal Sand blanket 0,5 1 M

embankment (preloading) Drainasi vertikal Sand blanket 0,5 1 M DRAINASE VERTIKAL Tujuan : untuk mempercepat proses konsolidasi. Contoh : pada pembangunan jalan, dermaga, perumahan atau kompleks industri di daerah tanah lunak. Berupa tiang-tiang pasir atau pita-pita

Lebih terperinci

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) :

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) : TEKANAN TANAH LATERAL Tekanan tanah lateral ada 3 (tiga) macam, yaitu : 1. Tekanan tanah dalam keadaan diam atau keadaan statis ( at-rest earth pressure). Tekanan tanah yang terjadi akibat massa tanah

Lebih terperinci

KORELASI KAPASITAS DUKUNG MODEL PONDASI TELAPAK BUJUR SANGKAR DENGAN LUAS PERKUATAN GEOTEKSTIL (STUDI LABORATORIUM) Muhammad. Riza.

KORELASI KAPASITAS DUKUNG MODEL PONDASI TELAPAK BUJUR SANGKAR DENGAN LUAS PERKUATAN GEOTEKSTIL (STUDI LABORATORIUM) Muhammad. Riza. KORELASI KAPASITAS DUKUNG MODEL PONDASI TELAPAK BUJUR SANGKAR DENGAN LUAS PERKUATAN GEOTEKSTIL (STUDI LABORATORIUM) Muhammad. Riza. H NRP : 0221105 Pembimbing : Herianto Wibowo, Ir, M.sc FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci