BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
|
|
- Ratna Budiono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sesuai ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu mahkamah konstitusi mempunyai kewajiban memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau wakil Presiden menurut Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pasal 10 ayat (1) huruf a UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
2 2 menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Kewenangan Mahkamah Konstitusi lainnya yang sudah sangat ditunggu adalah kewenangan antar lembaga negara. Kewenangan yang didasarkan pada UUD 1945 ini sangat ditunggu adalah kewenangan memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara. Kewenangan yang didasarkan pada UUD 1945 ini sangat penting mengingat sampai saat ini terdapat sejumlah kewenangan yang tumpang tindih di antara lembaga negara sehingga terjadi ketidakpastian. Perkara sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara, yang lebih penting untuk diperhatikan adalah apakah lembaga negara yang bersangkutan mendapat kewenangan dari UUD 1945 atau tidak. Jika lembaga atau subyek hukum organisasi yang bersangkutan mendapatkan kewenangannya langsung dari UUD 1945, maka jika dalam pelaksanaanya timbul sengketa dengan lembaga lain, maka sengketa yang demikian itulah yang disebut sebagai sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara. 1 Badan Pemeriksa Keuangan (disingkat BPK) adalah lembaga negara Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945 BPK merupakan lembaga yang bebas dan manndiri. 2 Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 tahun 2006 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan 1 Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara 068/SKLN-II/2004 bertanggal 12 November 2004 yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD),.dikutip dalam Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, hlm Lihat Pasal 23E ayat (1 Undan-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
3 3 Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga/ badan Lain yang mengelola keuangan negara. Terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, terdapat suatu perkara dimana Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga negara mengajukan permohonan uji materiil atas pasal 34 ayat (2a) huruf b serta penjelasan pasal 34 ayat (2a) UU No.28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang dianggap membatasi kewenangan konstitusional BPK untuk memeriksa penerimaan negara yang bersumber dari sektor perpajakan yang bebas dan mandiri. 3 Pasal ini menyatakan bahwa pejabat atau tenaga ahli pajak dapat memberikan keterangan kepada lembaga negara yang memiliki kewenangan pemeriksaan keuangan negara harus ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dan pada prakteknya selain Menkeu tidak pernah memberi izin, dokumen yang didapatkan BPK hanyalah dokumen-dokumen yang bersifat umum, bukan dokumen yang dijadikan sebagai dasar pencatatan. Prosedur ini menurut pemohon (BPK) dinilai mengurangi kewenangan konstitusional BPK sebagai lembaga auditor eksternal atas setiap keuangan negara yang bebas dan mandiri berdasar pasal 23E ayat (1) UUD Karena undang-undang itu bertentangan dengan UUD Konstitusi memberikan hak kepada BPK untuk memeriksa keuangan negara, mulai dari sumber, penyimpanan, sampai dengan pemakaiannya. 3 Konstitusi, edisi No.23, Juni-Juli 2008, hlm.31.
4 4 BPK merasa keberatan oleh adanya pembatasan auditor untuk pemeriksaan keuangan pada Dirjen Pajak Depkeu. Auditor BPK itu terbentur Pasal 34 ayat (2a) huruf b yang menyatakan, pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberi keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaa dalam bidang keuangan negara. Jadi sesuai pasal itu untuk bisa mengaudit penerimaan pajak, BPK mesti mendapat restu dari Menkeu melalui sebuah penetapan dengan alasan untuk menjaga kerahasiaan pajak wajib pajak 4 UU KUP melarang BPK untuk masuk ke sana. Jadi itu merupakan aturan yang salah. Bahkan UUD 1945 mengatakan bahwa semua lembaga negara diperiksa oleh BPK. Apalagi, tidak ada satu negara pun yang melarang BPK-nya memeriksa pajak, begitu juga Uni Soviet (dahulu) yang negara komunis. Jadi ini (larangan BPK mengaudit pajak) merupakan peninggalan Soeharto. Tidak heran bila pemerintah terus-menerus disclaimer. Bagaimana BPK dapat memberikan opini jika sama sekali tidak mengetahuinya. Jadi mereka yang membuat UU KUP itu tidak mengerti UUD 1945 dan tidak mengerti ketatanegaraan. Sehingga kami akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. 5 Dalam putusannya Mahkamah Konstitusi menyatakan pengajuan judicial review BPK tersebut tidak dapat diterima karena tidak terpenuhinya syarat kerugian kewenangan konstitusional pada BPK atas pasal 34 ayat (2a) UU KUP yang diuji materiilkan tersebut. 4 Ali, News, at Des. 08, Anwar Nasution, Ada Sesuatu yang Salah pada Aparat Perpajakan, at Des.08, 2008.
5 5 Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terhadap Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 yang diajukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI merupakan salah satu putusan Mahkamah Konstitusi yang cukup kontroversial. Sekilas Putusan ini dinilai tidak mengakomodasi prinsip transparansi dalam upaya penerapan asas-asas umum pemerintahan yang baik, yang saat ini tengah diagungkan secara nasional. Mahkamah Konstitusi memutus bahwa BPK tidak berhak, tanpa penetapan Menteri Keuangan, untuk mengakses data wajib pajak dalam hal dilakukan pemeriksaan pengelolaan keuangan negara di Direktorat Jendral Pajak. Permasalahan itulah yang membuat penulis merasa penting mengambil judul : Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No.3/PUU-VI/2008 Tentang Pengujian UU No. 28 tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU No.6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan.
6 6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Mengapa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengajukan permohonan pengujian UU No.28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan? 2. Mengapa permohonan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk pengujian UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi? 3. Langkah apa yang selanjutnya dapat dilakukan oleh BPK dan Menteri Keuangan guna menjembatani dua kepentingan hukum tersebut? C. Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab pengajuan permohonan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk pengujian UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 2. Untuk mengetahui penyebab Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk pengujian UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi
7 7 3. Untuk mengetahui langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh BPK dan Menteri Keuangan guna menjembatani dua kepentingan hukum tersebut. D. Tinjauan Pustaka Setelah Indonesia merdeka dan undang-undang dasar negara terus mengalami pergantian dan perubahan, ide pengujian undang-undang itu juga terus bergulir dari waktu ke waktu. Ide pengujian konstitusionalitas undang-undang itu diadopsi dalam norma undang-undang dasar dan bahkan kelembagaanya dibentuk secara tersendiri dengan nama Mahkamah Konstitusi yang berada diluar dan sederajat dengan Mahkamah Agung. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menentukan: Kekuasaan kehakiman dilakuakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sesuai ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar, memutus pembubaran patai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu Pasal 24C ayat (2) menambahkan pula bahwa Mahkamah konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau wakil
8 8 presiden menurut Undang-undang Dasar. Kewajiban ini secara timbal balik juga berisi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutus perkara yang dimaksud, sehingga dapat dikatakan bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki bidang kewenangan peradilan, yaitu: 1) Peradilan dalam rangka pengujian konstitusionalitas undang-undang 2) Peradilan sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara 3) Peradilan perselisihan hasil pemilihan umum 4) Peradilan pembubaran partai politik 5) Peradilan atas pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut Undang-undang Dasar. Pasal 10 ayat (1) huruf a UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-undang terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Pengujian undang-undang menempatkan undang-undang sebagai objek peradilan, yang jika undang-undang itu terbukti bertentangan dengan Undangundang Dasar, maka sebagian materi ataupun keseluruhan undang-undang itu dapat dinyatakan tidak lagi berlaku mengikat umum. 6 Lembaga negara bukan konsep yang secara terminologis memiliki istilah tunggal dan seragam. Didalam literatur Inggris istilah Political Institution di gunakan untuk menyebut lembaga negara, sedangkan bahasa Belanda mengenal 6 Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-undang, Setjen dan Kepaniteraan MKRI, Jakarta, 2005,dikutif dalam. ibid. hlm 589.
9 9 istilah organen. Sementara di Indonesia, secara baku digunakan istilah lembaga negara, badan negara, atau organ negara. 7 Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kata lembaga memiliki beberapa arti, salah satu arti yang paling relevan digunakan dalam penelitian ini adalah badan atau organisasi yang tujuannya melakukan suatu usaha. Kamus tersebut juga memberi contoh frase yang menggunakan kata lembaga, yaitu Lembaga Pemerintahan yang diartikan sebagai badan-badan pemerintahan dalam lingkungan eksekutif. Apabila kata pemerintah diganti dengan kata negara, maka frase lembaga negara diartikan sebagai badan-badan negara disemua lingkungan pemerintahan negara (khususnya dilingkungan eksekutif, legislatif, dan yudikatif). 8 Hubungan antar satu lembaga dengan lembaga lain yang diikat oleh prinsip Check and balances, dimana lembaga-lembaga tersebut diakui sederajat itu, timbul kemungkinan dalam melaksanakan kewenangan masing-masing terdapat perselisihan dalam menafsirkan amanat UUD. Jika timbul persengketaan pendapat semacam itu, diperlukan organ tersendiri yang diserahi tugas untuk memutus final atas hal itu. Mekanisme penyelesaian sengketa kewenangan demikian dilakukan melalui proses peradilan tata negara, yaitu melalui lembaga yang dibentuk tersendiri dengan nama Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangnnya diberikan oleh UUD, dapat disebut dengan lebih sederhana dengan sengketa kewenangan konstitusional 7 Firmansyah Arifin dkk, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan AntarLembaga Negara, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Jakarta, 2005, hlm Ibid. hlm 30
10 10 antarlembaga negara. Dalam pengertian sengketa kewenangan konstitusional itu terdapat dua unsur yang harus dipenuhi, yaitu (i) adanya kewenangan konstitusional yang ditentukan dalam UUD; dan (ii) timbulnya sengketa dalam pelaksanaan kewenangan konstitusional tersebut sebagai akibat perbedaan penafsiran diantara dua atau lebih lembaga negara yang terkait. 9 Badan Pemeriksa Keuangan (disingkat BPK) adalah lembaga negara Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945 BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD (sesuai dengan kewenangannya). Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 tahun 2006 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga/ badan Lain yang mengelola keuangan negara. 9 Jimly Asshiddiqie, Sengketa KewenanganAntar Lembaga Negar,Konstitusi Press, Jakarta, 2006, hlm.15.
11 11 Terdapat tiga jenis pemeriksaan BPK Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, pasal 4, yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. 1. Pemeriksaan Keuangan Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah (Pusat, daerah, BUMN maupun BUMD), dengan tujuan pemeriksaan memberikan pernyataan pendapat/opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah pusat/daerah. Kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan didasarkan atas empat kriteria: Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah Kecukupan pengungkapan Kepatuhan terhadap perundang-undangan Efektifitas system pengendalian intern 2. Pemeriksaan Kinerja. Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan Negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. Dalam melakukan pemeriksaan kinerja pemeriksa juga menguji kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan serta pengendalian intern. Pemeriksaan kinerja dilakukan secara obyektif dan sistematik terhadap berbagai macam
12 12 bukti/dokumen, untuk dapat melakukan penilaian secara obyektif atas kinerja organisasi atau program/kegiatan yang diperiksa. Pemeriksaan kinerja menghasilkan temuan, simpulan, dan rekomendasi. Tujuan pemeriksaan yang menilai hasil dan efektivitas suatu program adalah mengukur sejauh mana suatu program mencapai tujuannya. Sedangkan tujuan pemeriksaan yang menilai aspek ekonomi dan efisiensi berkaitan dengan apakah suatu organisasi telah menggunakan sumber dayanya dengan cara yang paling produktif di dalam mecapai tujuan program. Contoh tujuan pemeriksaan atas hasil dan efektivitas program serta pemeriksaan atas ekonomi dan efisiensi adalah penilaian atas: a. Sejauh mana tujuan peraturan perundang-undangan dan organisasi dapat dicapai. b. Kemungkinan alternatif lain yang dapat meningkatkan kinerja program atau menghilangkan faktor-faktor yang menghambat efektivitas program. c. Perbandingan antara biaya dan manfaat atau efektivitas biaya suatu program. d. Sejauh mana suatu program mencapai hasil yang diharapkan atau menimbulkan dampak yang tidak diharapkan e.sejauh mana program berduplikasi, bertumpang tindih, atau bertentangan dengan program lain yang sejenis. f.sejauh mana entitas yang diperiksa telah mengikuti ketentuan pengadaan
13 13 yang sehat. g.validitas dan keandalan ukuran-ukuran hasil dan efektivitas program, atau ekonomi dan efisiensi. h.keandalan, validitas, dan relevansi informasi keuangan yang berkaitan dengan kinerja suatu program. 3. Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu. Pemeriksaan dengan tujuan adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, diluar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern pemerintah. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu bertujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu dapat bersifat: eksaminasi, review, atau prosedur yang disepakati Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain dibidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern. Apabila pemeriksa melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu berdasarkan permintaan maka BPK harus memastikan melalui komunikasi tertulis yang memadai bahwa sifat pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah telah sesuai dengan permintaan. Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK-RI segera melaporkan hal tersebut kepada
14 14 instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 10 Pajak merupakan gejala social dan hanya terdapat dalam suatu masyarakat. Tanpa ada masyarakat, tidak mungkin ada suatu pajak. Pembuatan undang-undang pajak adalah suatu pebuatan yang menentukan peraturan atau norma yang mengikat umum, oleh karena itu harus dilakukan secara cermat dan hati-hati. Jadi setiap pajak yang dipungut oleh pemerintah harus berdasarkan undang-undang, sehingga tidak mungkin ada pajak yang hanya dipungut berdasarkan peraturan-peraturan yang lebih rendah dari pada undang-undang. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang mempunyai kedudukan yang sama dengan undang-undang. 11 Dasar hukum pajak diletakkan dalam pasal 23 ayat 2 UUD 1945 Republik Indonesia yang berbunyi: Segala pajak untuk kegunaan kas negara berdasarkan undang-undang. Menurut Undang-undang Dasar 1945 pasal 23A ditentukan bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Undang-undang dalam kalimat ini dapat berarti dengan suatu undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya di bawah undangundang yang pembuatannya berdasarkan undang-undang. Berdasarkan untuk ketentuan itu telah dibuat hanya undang-undang yang mengatur masalah perpajakan di Indonesia. Salah satu dari undang-undang perpajakan yang utama yang berlaku setelah reformasi perpajakan tahun 1983 adalah Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Berbeda dengan undang-undang perpajakan lainnya, Undang-undang Nomor Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan 1, PT.Eresco, Bandung, 1990, hlm.7.
15 15 tahun 1983 hanya berisikan hukum pajak formal, yang semata-mata memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara pelaksanaan pemungutan pajak oleh negara. Hukum pajak formal pokok-pokoknya diatur dalam undang-undang tersendiri (UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan). Oleh Menteri Keuangan telah dikeluarkan banyak surat keputusan untuk pelaksanaan undang-undang pajak, dan juga oleh Direktur Jenderal Pajak sudah dikeluarkan berpuluh-puluh peraturan pelaksanaan dalam bentuk surat edaran atau dalam bentuk surat kepada pihak atau instansi tertentu, yang mengandung isi yang sifatnya umum. Pelaksanaannya diwilayah diawasi oleh Kantor Wilayah, dan di daerah pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Kepala Inspeksi Pajak. Bila wajib pajak mendapat kesulitan dalam penerapan undangundang pajak, maka ia selalu dapat minta bantuan dan penjelasan petugas-petugas pajak di daerahnya. 12 E. Metode Penelitian 1. Obyek penelitian a. Permohonan pengujian UU No.28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. b. Permohonan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk pengujian UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 tahun 12 Ibid. hlm. 43.
16 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi. c. Langkah apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh BPK dan Menteri Keuangan guna menjembatani dua kepentingan hukum tersebut. 2. Sumber Data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari peraturan perundangundangan, yaitu Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang No.23 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi,UU No.15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, UU No.6 tahun1983 juncto UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan, dokumen-dokumen, serta literatur-literatur yang berhubungan dengan obyek penelitian. 3. Teknik Pengumpilan Data Yaitu dengan menelaah literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini, kemudian dianalisis dan diambil kesimpulannya. Menurut Ronny Hanintijo Soemitro mengenai studi kepustakaan ini disebutkan sebagai: Langkah selanjutnya mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pandanganpandangan atau penemuan-penemuan yang relevan dengan pokok perkara atau permasalahannya. Konsepsi teori, pandangan, atau penemuan itu dapat dicari dari dua referensi pokok, yaitu sumber referensi umum (buku, teks ensiklopedia, monograph review, dan lain-lainnya) dan sumber referensi khuhus (bulletin, penelitian, jurnal, periodekal, tesis, desertasi, laporan penelitian dan lain-lain) Ronny Hanintijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hal.23
17 17 4. Metode Pendekatan Metode pendekatan ialah sudut pandang yang digunakan peneliti dalam memahami dan menyelesaikan permasalahan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yang disebut juga dengan istilah Pendekatan undang-undang (tatute approach), yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan rugulasi yang bersangkutan dengan obyek penelitian untuk mencari tahu ratio legis dan ontologisnya sebuah undang-undang Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara Deskriptif kualitatif yaitu pengelolaan dan penguraian data-data yang diperoleh dalam suatu gambaran sistematis yang didasarkan pada teori dan pengertian hukum yang terdapat dalam ilmu hukum untuk mendapatkan kesimpulan yang signifikan dan ilmiah. F. Sistematika Penulisan Untuk lebih memudahkan dalam pembahasan, maka di dalam penyusunan Skripsi ini akan diberikan gambaran secara garis besar mengenai Skripsi ini secara keseluruhan. Secara sistematis Skripsi ini dibagi menjadi Empat Bab pembahasan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah 14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005, hal 93
18 18 C. Tujuan Penelitian D. Tinjauan Pustaka E. Metode Penelitian BAB II Tinjauan Umum Mengenai Lembaga Negara Dan Pengawasan Keuangan Serta Perpajakan. A. Lembaga Negara Dan Sengketa Lembaga Negara. A.1. Pengertian Lembaga Negara A.2. Presiden dan Menteri-menteri A.3. Mahkamah Konstitusi. A.4. Badan Pemeriksa Keuangan. A.5. Sengketa Lembaga Negara. B. Pengawasan Keuangan dan Perpajakan B.1. Pengawasan keuangan B.2. Perpajakan BAB III Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No.3/PUU-VI/2008 Tentang Pengujian UU No. 28 tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Dalam bab ini penulis akan menyajikan data penelitian dan analisis tentang Putusan Mahkamah Konstitusi No.3/PUU-VI/2008 Tentang Pengujian Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
19 19 A. Argumentasi Badan Pemeriksa Keuangan (Pemohon) Mengajukan Permohonan Pengujian UU No.28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 1. Landasan Yuridis Konstitusional Pemohon 2. Keterangan Ahli B. Argumentasi Hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 3/ PUU-VI/2008 C. Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) D. Pendapat Masyarakat Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VI/2008 Bab IV Penutup A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:
34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008
MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara memerlukan aspek akuntabilitas (pertanggungjawaban).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan fungsi kenegaraan yang dilakukan oleh pejabat penyelenggara negara memerlukan aspek akuntabilitas (pertanggungjawaban). Salah satu yang paling krusial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah
Lebih terperinci-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN Negara. Hak Keuangan. Fasilitas. Hakim Agung. Hakim Konstitusi. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 259). PENJELASAN ATAS
Lebih terperinciKEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh : Ni Kadek Riza Sartika Setiawati Nyoman Mas Aryani Bagian Penyelenggaraan Negara Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan
Lebih terperinciTugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan
Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi
Lebih terperinciPUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
PUTUSAN Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan
Lebih terperinciI. UMUM
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara
Lebih terperinciHubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI
Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam
Lebih terperinciTugas dan Wewenang BPK dalam Peraturan Perundang-Undangan dan Implementasinya
Tugas dan Wewenang BPK dalam Peraturan Perundang-Undangan dan Implementasinya Diajukan sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Hukum Tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, SH., LL. M. Disusun Oleh:
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN I. PARA PEMOHON Mohamad Yusuf Hasibuan dan Reiza Aribowo, selanjutnya disebut Pemohon II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota I. PEMOHON Agus II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun
Lebih terperinciKepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Yang Mulia Hakim Majelis, atas permintaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dalam perkara sengketa wewenang antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termuat dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945).
Lebih terperinciInfo Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14
1 of 14 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada
Lebih terperinciBAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN
BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Ketatanegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan Indonesia mengalami perubahan cepat di era reformasi. Proses demokratisasi dilakukan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan
Lebih terperinciSIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS DAPAT SEGERA DITERBITKAN Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 Sehubungan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU- XV/2017 tanggal
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 55 TAHUN 2014 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AGUNG DAN HAKIM KONSTITUSI DENGAN
Lebih terperinciMengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam
TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciJemmy Jefry Pietersz Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Pattimura. Keyword: Dispute authority of state institutions, objective analytic
SENGKETA KEWENANGAN ANTARA PEMERINTAH DAERAH MALUKU TENGAH DENGAN MENTERI DALAM NEGERI (TELAAH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI PERKARA NOMOR : 1/SKLN-VIII/2010) Jemmy Jefry Pietersz Staf Pengajar Fakultas
Lebih terperinciINDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani *
INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedikit mulai terusik dengan adanya pengajuan uji materiil Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK I. PEMOHON Ir. Eddie Widiono Sowondho,M.Sc., selanjutnya disebut Pemohon. Kuasa Hukum: Dr.
Lebih terperinciINTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016
INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016 Mahkamah Konstitusi (yang selanjunya disebut MK) sebagai lembaga peradilan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah I. PEMOHON PT. Gresik Migas, dalam hal ini diwakili oleh Bukhari dalam
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 128 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pajak Penghasilan Pemerintah tidak berhak menetapkan pajak
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 128 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pajak Penghasilan Pemerintah tidak berhak menetapkan pajak I. PEMOHON Prof. Moenaf Hamid Regar, selanjutnya disebut Pemohon. II.
Lebih terperinciPENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2
PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 Selama 4 kali berturut-turut bangsa kita telah menyelesaikan agenda perubahan Undang-Undang
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG DIMILIKI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS UNDANG-UNDANG DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG DIMILIKI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS UNDANG-UNDANG DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA Oleh : Arfa i, S.H., M.H. [ ABSTRAK Undang-undang yang dibuat oleh Lembaga
Lebih terperinciPROGRAM JIMLY SCHOOL OF LAW AND GOVERNMENT SEPTEMBER - NOVEMBER 2014
PROGRAM JIMLY SCHOOL OF LAW AND GOVERNMENT SEPTEMBER - NOVEMBER 2014 No Nama Program Materi Biaya dan Durasi Waktu/Hari 1 PENDIDIKAN dan 1. Sistem Hukum Nasional. Rp. 2.500.000,- 2. Proses Pembentukan
Lebih terperinciAnalisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 45 Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 Oleh: Ayu
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan I. PEMOHON E. Fernando M. Manullang. II. III. OBJEK PERMOHONAN Pengujian formil dan pengujian materil
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan
BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) 2.1 Sejarah Singkat Organisasi Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) baru diperkenalkan oleh pakar hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen menyatakan
Lebih terperinciLEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia
LEMBAGA LEMBAGA NEGARA Republik Indonesia 1. Sumbernya a. Berdasarkan UUD (Constitutionally entrusted powers) b. Berdasarkan UU (Legislatively entrusted powers) 2. fungsinya a. lembaga yang utama atau
Lebih terperinciBAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945
33 BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, kekuasaan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim I. PEMOHON Teguh Satya Bhakti, S.H., M.H. selanjutnya disebut
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengkajian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK I. PEMOHON Ir. Eddie Widiono Sowondho,M.Sc., selanjutnya disebut Pemohon. Kuasa Hukum: Dr. Maqdir Ismail,
Lebih terperinciPemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai suatu kumpulan metode
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint I. PEMOHON Sri Royani II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciKUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 106/PUU-XII/2014 Larangan Rangkap Jabatan di Lembaga Negara Lain dan Menjadi Anggota Partai Politik bagi Anggota BPK I. PEMOHON 1. Ai Latifah Fardhiyah 2. Riyanti,
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih I. PEMOHON Taufiq Hasan II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan UmumPresiden
Lebih terperinciKuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan
Lebih terperinciLembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial
Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 11 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Wewenang Presiden
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen UUD 1945 membawa pengaruh yang sangat berarti bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya adalah perubahan pelaksanaan kekuasaan negara.
Lebih terperincikeberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara
Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama I. PEMOHON Haji Agus Ali, sebagai Direktur Utama PT. Igata Jaya Perdania.
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan I. PEMOHON 1. Salamuddin, sebagai Pemohon I; 2. Ahmad Suryono,
Lebih terperinciREKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.
1 REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak
Lebih terperinciPUTUSAN. Nomor 3/PUU-VI/2008 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
PUTUSAN Nomor 3/PUU-VI/2008 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 46/PUU-XII/2014 Retribusi Terhadap Menara Telekomunikasi
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 46/PUU-XII/204 Retribusi Terhadap Menara Telekomunikasi I. PEMOHON PT. Kame Komunikasi Indonesia. KUASA HUKUM Donny Tri Istiqomah, S.H., M.H., dkk berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya
Lebih terperinciUU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O
UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O Politik Nasional Indonesia Indonesia merupakan negara republik presidensil yang multipartai demokratis Politik nasional merupakan kebijakan menggunakan potensi nasional
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa
Lebih terperinciKUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 14/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON Drs. Fatahillah, S.H.,
Lebih terperinciI. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 149/PUU-VII/2009 Tentang UU Ketenagalistrikan Perusahaan listrik tidak boleh memiliki usaha yang sama dalam satu wilayah I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN,
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan I. PEMOHON - P.T. Inanta Timber & Trading Coy Ltd.yang diwakili oleh Sofandra sebagai Direktur Utama -------------------------------------
Lebih terperinciPengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)
Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pendahuluan Mahkamah Konstitusi memutus Perkara Nomor 122/PUU-VII/2009
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai
Lebih terperinciTINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA
TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi
Lebih terperinciDR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015
DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 POKOK BAHASAN Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945 Wewenang Mahkamah
Lebih terperinciBAB SATU PENDAHULUAN
1 BAB SATU PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam negara hukum, pembentukan undang-undang merupakan suatu bagian penting yang mendapat perhatian serius. Undang-undang dalam negara hukum berfungsi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskursus mengenai Mahkamah Konstitusi muncul saat dirasakan perlunya sebuah mekanisme demokratik, melalui sebuah lembaga baru yang berwenang untuk menafsirkan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah pada tahun 1999 sampai dengan 2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan I. PEMOHON 1. Salamuddin, sebagai Pemohon I; 2. Ahmad Suryono, sebagai
Lebih terperinciBAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014
BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014 A. Latar Belakang Keluarnya SEMA No. 7 Tahun 2014 Pada awalnya SEMA dibentuk berdasarkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ps. 86. Dalam Praktek, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 17 Maret Legal standing..., Nur Syamsiati D., FHUI.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Kurang lebih empat tahun setelah terbentuknya Mahkamah Konstitsi (MK), dimana dalam perkembangan perkaranya, masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
Lebih terperinciRechtsVinding Online
KONSTITUSIONALITAS KETENTUAN KONSULTASI YANG MENGIKAT BAGI PENYELENGGARA PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 19 Juni 2016; disetujui: 8 Agustus 2016 Pasal 9 huruf a dan Pasal 22B huruf a dalam
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12 /PUU-VII/2009 Tentang Undang-undang Kepabeanan (Sertifikat Registrasi Pabean)
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12 /PUU-VII/2009 Tentang Undang-undang Kepabeanan (Sertifikat Registrasi Pabean) I. PEMOHON Philipus P. Soekirno bertindak untuk dan atas nama diri sendiri, baik selaku
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUUXIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya UndangUndang Aparatur Sipil Negara I. PEMOHON Rochmadi Sularsono II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil UndangUndang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat secara bersama-sama pada tahun 1998 membawa perubahan yang sangat luar biasa dalam kehidupan berbangsa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH SEKRETARIAT JENDERAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XV/2017 Mekanisme Pengangkatan Wakil Kepala Daerah yang Berhenti Karena Naiknya Wakil Kepala Daerah Menggantikan Kepala Daerah I. PEMOHON Dr. Ahars Sulaiman, S.H.,
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 1/PUU-X/2012 Tentang Pemberlakuan Pajak Atas Alat-Alat Berat
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 1/PUU-X/2012 Tentang Pemberlakuan Pajak Atas Alat-Alat Berat I. PEMOHON 1. Pemohon I, PT. Bukit Makmur Mandiri Utama, diwakili oleh Budikwanto
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan
Lebih terperinciBAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA
BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA A. Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilukada di Mahkamah Agung 1. Tugas dan Kewenangan Mahkamah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA I. PEMOHON Abdul Wahid, S.Pd.I. Kuasa Hukum: Dr. A. Muhammad Asrun, SH., MH., Ai
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata I. PEMOHON Moch. Ojat Sudrajat S. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR I. PEMOHON 1. Dr. Bambang Supriyanto, S.H., M.M.. selanjutnya disebut sebagai Pemohon I; 2.
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan I. PEMOHON Abdul Hakim, Romi Andriyan Hutagaol, Budi Oktariyan, Mardani,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C amandemen ketiga Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah panjang mengenai pengujian produk legislasi oleh sebuah lembaga peradilan (judicial review) akan terus berkembang. Bermula dari Amerika (1803) dalam perkara
Lebih terperinciPENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017 Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi I. PEMOHON Muhammad Hafidz. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Pasal 57 ayat (3) Undang -Undang Nomor 8 Tahun
Lebih terperinci