Dengan mengetahui hubungan antara obat anti epilepsi dengan kognitif. dan behavior bisa menjadi dasar pertimbangan dalam pemilihan jenis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dengan mengetahui hubungan antara obat anti epilepsi dengan kognitif. dan behavior bisa menjadi dasar pertimbangan dalam pemilihan jenis"

Transkripsi

1 Dengan mengetahui hubungan antara obat anti epilepsi dengan kognitif dan behavior bisa menjadi dasar pertimbangan dalam pemilihan jenis obat anti epilepsi demi tercapai kualitas hidup penderita yang lebih baik. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 II.1. FUNGSI KOGNITIF Kognitif berasal dari bahasa latin cognoscere yang artinya together (co) dan know (nos). Kognitif termasuk sebagai sifat sensasi, berpikir, persepsi, arousal dan kesadaran.(whitehouse, 2006) Fungsi Kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar seperti berpikir, mengingat, belajar, dan menggunakan bahasa. Fungsi kognitif juga merupakan kemampuan atensi, memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif seperti merencanakan, menilai, mengawasi, dan melakukan evaluasi.(strub dkk, 2000; Rizzo dkk, 2004). Fungsi kognitif terdiri dari : 1. Atensi Atensi merupakan kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus tertentu (spesifik) dengan mampu mengabaikan stimulus lain baik internal atau eksternal yang tidak dibutuhkan. Setelah menentukan kesadaran, pemeriksaan atensi harus dilakukan saat awal pemeriksaan neurobehavior karena pemeriksaan modalitas kognitif lainnya sangat dipengaruhi oleh atensi yang cukup terjaga. (Rizzo dkk, 2004) Atensi dan konsentrasi sangat penting dalam mempertahankan fungsi kognitif, terutama dalam proses belajar. Gangguan atensi dan konsentrasi akan mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa dan fungsi eksekutif. Gangguan atensi dapat berupa dua kondisi klinik berbeda. Pertama ketidakmampuan mempertahankan atensi maupun atensi yang terpecah atau

3 tidak atensi sama sekali, dan kedua inatensi spesifik unilateral terhadap stimulus pada sisi tubuh kontralateral lesi otak.(rizzo dkk, 2004) 2. Bahasa Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang membangun kemampuan fungsi kognitif. Oleh karena itu pemeriksaan bahasa harus dilakukan pada awal pemeriksaan neurobehavior. Jika terdapat gangguan bahasa, pemeriksaan kognitif seperti memori verbal, fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak mungkin dilakukan.(rizzo dkk, 2004) Gangguan bahasa (afasia) sering terlihat pada lesi otak fokal maupun difus, sehingga merupakan gejala patognomonik disfungsi otak. Penting bagi klinikus untuk mengenal gangguan bahasa karena hubungan yang spesifik antara sindroma afasia dengan lesi neuroanatomi. Kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa penting, sehingga setiap gangguan berbahasa akan menyebabkan hendaya fungsional.(rizzo dkk, 2004) 3. Memori Memori adalah proses bertingkat dimana informasi pertama kali harus dicatat dalam area korteks sensorik kemudian diproses melalui sistem limbik untuk terjadinya pembelajaran baru. Secara klinik memori dibagi menjadi tiga tipe dasar : immediate, recent, dan remote memory berdasarkan rentang waktu antara stimulus dan recall (Rizzo dkk, 2004) a. Immediate memory merupakan kemampuan untuk merecall stimulus dalam interval waktu beberapa detik.

4 b. Recent memory merupakan kemampuan untuk mengingat kejadian sehari-hari (misalnya tanggal, nama dokter, apa yang dimakan saat sarapan, atau kejadiankejadian baru) dan mempelajari materi baru serta mencari materi dalam rentang waktu menit, jam, hari, bulan, tahun. c. Remote memory merupakan rekoleksi kejadian yang terjadi bertahun tahun yang lalu (misalnya tanggal lahir, sejarah, nama teman). Gangguan memori merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan pasien. Amnesia secara umum merupakan efek fungsi memori. Ketidak mampuan untuk mempelajari materi baru setelah brain insult disebut amnesia anterograd. Amnesia anterograd merujuk pada amnesia kejadian yang terjadi sebelum brain insult. Hampir semua pasien demensia menunjukkan masalah memori pada awal perjalanan penyakitnya. Tidak semua gangguan memori merupakan gangguan organik. Pasien depresi dan ansietas sering mengalami kesulitan memori. Amnesia psikogenik jika amnesia hanya pada satu periode tertentu, dan pada pemeriksaan tidak dijumpai defek pada recent memory.(rizzo dkk, 2004) 4. Visuospasial Kemampuan visuospasial dapat dievaluasi melalui kemampuan kontruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam gambar (misal : lingkaran, kubus) dan menyusun balok-balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi ini tetapi lobus parietal terutama hemisfer kanan

5 mempunyai peran yang paling dominan. Menggambar jam sering digunakan untuk skrining kemampuan visuospasial dan fungsi eksekutif dimana berkaitan dengan gangguan di lobus frontal dan parietal.(rizzo dkk, 2004) 5. Fungsi Eksekutif Fungsi eksekutif adalah kemampuan kognitif tinggi seperti cara berpikir dan kemampuan pemecahan masalah. Kemampuan eksekusi diperankan oleh lobus frontal, tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa semua sirkuit yang terkait dengan lobus frontal juga menyebabkan sindroma lobus frontal. Diperlukan atensi, bahasa, memori dan visuospasial sebagai dasar untuk menyusun kemampuan kognitif. (Kolegium Neurologi Indonesia, 2008a ) Pemburukkan kognitif ada yang bersifat normal yang banyak ditemukan pada warga usia lanjut secara fisiologis karena faktor penuaan dan dianggap tidak ada hubungannya dengan Alzheimer, yang disebut forgetfulness. (Sjahrir,1999) Dan kondisi ini disebut juga Age-associated memory impairment, dimana salah satu kriteria diagnostik inti adalah usia paling sedikit 50 tahun. (Crook, 2006) Berbagai penelitian menemukan angka kejadian forgetfulness 39% pada usia tahun. (Sjahrir, 1999) sedangkan menurut Thomas Crook angka kejadian Age-associated memory impairment adalah 46%.(Crook, 2006) II.1.1. Assesmen kognitif Beberapa instrumen skiring tersedia untuk membantu klinisi dalam penilaian status mental, yaitu: 1. Mini-mental state examination

6 Pemeriksaan dikembangkan pada pertengahan 1970-an oleh Folstein. Mini-mental state examination telah digunakan secara luas untuk literatur klinik atau epidemiologi sehingga MMSE merupakan instrumen skrining kognitif yang paling luas digunakan. Dimana lama tes ini hanya membutuhkan waktu sekitar 5 menit dan menilai enam domain yaitu: orientasi, bahasa, atensi/konsentrasi, working memory, memori jangka pendek dan constructional copy.(rizzo dkk, 2004) Sensitifitas MMSE untuk mendeteksi pemburukkan kognitif meningkat ketika skor cut-off (26-28) digunakan atau ketika dilakukan adjustment terhadap umur dan pendidikan. Walaupun skor cut-off untuk dementia secara umum adalah dibawah 24, skor median bervariasi tergantung umur dan lama pendidikan.(fink, 2004) Tabel 1. Skor median MMSE adjustment terhadap usia dan lama pendidikan. Lama pendidikan Usia (tahun) > 79 Tingkat keempat Tingkat kedelapan Sekolah tingkat atas Perguruan tinggi

7 Dikutip dari: Fink, Vivian Mild Cognitive Impairment : Pre-Alzheimers disease state provides opportunity for early detection and possible treatment. The Institute For medical Education Bulletin V(6):1-11 Sebuah studi yang dilakukan pada 473 orang sehat yang berumur lebih dari 15 tahun dengan latar belakang pekerjaan dan pendidikan yang beragam di Medan didapatkan skor median MMSE berdasarkan usia dan lama pendidikan sebagai berikut:(sjahrir dkk, 2001) Tabel 2. Skor median MMSE Median Lama pendidikan: 0-6 tahun tahun tahun 26 > 12 tahun 28 Usia: < 20 tahun tahun tahun tahun tahun 27 > 60 tahun 21 Dikutip dari: Sjahrir, H., Ritarwan, K., Tarigan, S., Rambe, A.S., Lubis, I.D., Bhakti, I The Mini Mental State Examination in healthy individuals in Medan, Indonesia by age and education level. Neurol J Southeast Asia;6:19-22

8 2. Digit span atau Digit repetition Level dasar atensi pasien dapat dengan mudah ditentukan dengan menggunakan tes ini. Penampilan prima pada tes ini menjamin bahwa pasien mampu memusatkan perhatian terhadap stimulus verbal dan atensi terusmenerus untuk periode waktu yang dibutuhkan untuk mengulang deretan angka tersebut. Tes ini tidak dapat dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan bahasa. Penilaian digit span berdasarkan berapa banyak angka yang dapat diulang dengan urutan yang benar. Pasien dengan intelegensia rata-rata dapat mengulang angka dengan akurat lima hingga tujuh angka tanpa kesulitan. Pasien non-retardasi mental tidak dapat mengulang lebih atau sama dengan lima mengindikasikan atensi kurang baik.(strub dkk, 2000) II.2. BEHAVIOR Otak manusia merupakan suatu organ yang merupakan dasar apakah pikiran seseorang sehat, yang harus dikerjakan, merasakan, dan berpikir atau pada istilah yang lebih formal adalah pengalaman sensori kita, behavioral, affective dan kognitif. Dengan memproses stimulus eksternal kedalam impuls neuronal, sistem sensori menciptakan suatu representation internal dunia eksternal. Sistem motorik memampukan seseorang untuk mengerakkan (manipulate) lingkungan mereka dan untuk mempengaruhi behavior yang lain

9 melalui komunikasi. Pada otak, input sensori, representing dunia eksternal diintegrasikan dengan drivers stimulus internal, memori dan emosional di association units, dimana akan memberi umpan balik pada aktifitas motorik. Bila terjadi distorsi yang diintrodusir oleh psikopatologi pada fungsi asosiasi otak maka akan terjadi gangguan psikiatri.(sadock dkk, 2007) Behavior adalah respon total jiwa termasuk gerak hati, motivasi, hasrat, drives, insting dan idaman seperti diekspresikan dengan tingkah laku seseorang dan aktivitas motorik (konasi), sedangkan emosi adalah suatu kompleks keadaan perasaan dengan komponen psikis, somatik dan perilaku yang berhubungan dengan afek dan mood.(sadock dkk, 2007) Kehidupan mental diekspesikannya secara kelihatan sebagai tingkah laku verbal dan gestural dan perubahan somatik dimana secara kolektif dihubungkan sebagai behavior. Tingkah laku gestural pada konteks ini mencakup behavior non-verbal dan motorik. Behavior merupakan manisfestasi pikiran orang lain maka ia jelas dapat diamati dan dinilai. Kognitif, emosi dan motivasi merupakan dasar kehidupan mental normal. Kognitif mengacu pada proses informasi, yang mana pengetahuan diperoleh, disimpan, dimanipulasi, didapat kembali dan digunakan oleh individu sebagai instrumen dan adaptasi dalam lingkungan yang kompleks. Mind dan behavior merupakan produk interaksi kompleks yang melibatkan sistem proyeksi neural regional dan yang luas.(rizzo dkk, 2004) Mood adalah suatu emosi yang meresap dan dipertahanan, yang dialami secara subjektif dan dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain, seperti depresi dan iritabel. Mood yang irritabel adalah dengan mudah diganggu atau

10 dibuat marah sedangkan depresi adalah perasaan kesedihan yang psikopatologis.(sadock dkk, 2007) Gejala emosi yang lain adalah ansietas yaitu perasaan ketakutan yang disebabkan oleh dugaan bahaya / anticipation of danger, yang mungkin berasal dari dalam atau luar.(sadock dkk, 2007) II.2.1. The Beck Scales Dua buah inventori self-report ditulis oleh Aaron Beck memperoleh popularitas diseluruh dunia sebagai alat ukur yang informatif dan cocok aspek mood dan emosi. The beck Depression Inventory (BDI, 1987) memberikan suatu metode mudah dan cepat untuk mengukur beragam gejala dan keluhan depresi termasuk kognitif, behavioral dan masalah somatik. Beck Depression Inventory sangat berguna dalam menetapkan kehadiran dan keparahan keluhan depresi walaupun tidak memberikan informasi mengenai durasinya. The Beck Anxiety Inventory (BAI) merupakan paralel dalam bentuk terhadap BDI, dan berfokus khusus pada keluhan yang berhubungan dengan ansietas. Sama seperti BDI, BAI mudah dan cepat untuk dilakukan dan memberikan informasi yang berguna tentang pasien dan partisipan penelitian mengenai status terkini ansietas dan kerentanan umum terhadap ansietas.(rizzo dkk, 2004) The beck Depression Inventory adalah kuisioner self-rated, dimana kemungkinan tidak dapat dijawab oleh pasien dengan masalah pemahaman sedang hingga berat. Beberapa soal dalam skala, seperti penampilan diri sendiri,

11 kemampuan bekerja dan kekuatiran tentang kesehatan mungkin secara jelas dipengaruhi oleh keluhan kelainan neurologi.(rizzo dkk, 2004) II.3. EPILEPSI II.3.1. Definisi Epilepsi merupakan suatu kumpulan penyakit kompleks otak dimana melibatkan rentang lebar manifestasi klinis dan banyak variasi penyebabnya. International League Againts Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) menetapkan definisi epilepsi sebagai suatu kejadian sementara gejala dan/atau keluhan yang berhubungan dengan aktifitas neuron berlebihan atau synchronous yang abnormal di otak. Walaupun terdapat perselisihan kecil dengan definisi ini, terdapat catatan berharga bahwa bangkitan epilepsi tidaklah sesederhana hasil langsung dari eksitasi yang meningkat.(panayiotopoulos, 2010) Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan bangkitan epilepsi adalah manisfestasi klinik yang disebabkan oleh aktivitas listrik otak yang abnormal dan berlebihan dari sekelompok neuron. Manisfestasi klinik ini terjadi secara tiba-tiba dan sementara berupa perubahan perilaku yang stereotipik, dapat menimbulkan gangguan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, otonom ataupun psikik. Sindrom epilepsi merupakan kumpulan gejala dan tanda klinik yang unik untuk suatu epilepsi.

12 Dikenal juga istilah penyakit epilepsi yang merupakan suatu keadaan patologik dengan satu etiologi yang spesifik.(kelompok studi epilepsi, 2011). II.3.2. Epidemiologi Pada tahun 2004, WHO memperkirakan bahwa hampir 80% dari beban epilepsi di seluruh dunia ditanggung oleh sumber daya di negara miskin. Di negara maju, angka prevalensi seumur hidup untuk epilepsi berkisar 3,5-10,7 per orang/tahun, dan rentang angka insiden per orang/tahun. Pada systemic review terkini, angka prevalensi seumur hidup untuk epilepsi aktif bervariasi 1,5-14 per orang/tahun di Asia, 5,1-57,0 per orang/tahun di Amerika Latin, dan 5,2-74,4 per orang/tahun di Afrika. Angka median prevalensi seumur hidup di Asia (6 per orang/tahun) lebih rendah daripada di Afrika dan Amerika Latin (masing-masing 15 dan 18 per orang/tahun). Angka insiden tahunan untuk epilepsi di Asia (29-60 per orang/tahun) tidak berbeda secara signifikan dengan negara maju.(meyer dkk, 2010) Berapa banyak pasien epilepsi di Indonesia, sampai sekarang belum tersedia data hasil studi berbasis populasi. Bila dibandingkan dengan negara berkembang lain dengan tingkat ekonomi sejajar, probabilitas penyandang epilepsi di Indonesia sekitar 0,7-1,0% dan bila jumlah penduduk sekitar 220 juta maka 1,5-2 juta orang kemungkinan mengidap epilepsi dengan kasus baru pertahun.(hawari, 2012) Hasil survei population-based ditemukan bahwa dua per tiga kasus diklasifikasikan sebagai idiopatik atau kriptogenik. Satu dari tiga orang dengan

13 bangkitan tunggal unprovoked akan mengalami bangkitan kedua diatas lima tahun berikutnya. Tanpa terapi, setelah bangkitan kedua, sekitar 75% akan mengalami bangkitan yang lain dalam satu atau dua tahun berikutnya. Epilepsi simtomatik mempunyai rasio mortalitas lebih tinggi dibanding epilepsi idiopatik.(nadir dkk, 2005) Bangkitan secara dependen umur, pola bimodal dengan puncak awal pada insiden selama tahun pertama kehidupan dan kemudian terus menerus meningkat pada insiden sekitar umur 60 tahun dimana jauh melebihi insiden pada semua golongan umur yang lain.(hiba, 2010) II.3.3. Klasifikasi Klasifikasi yang dipakai adalah klasifikasi menurut ILAE, dimana terdiri dari dua macam klasifikasi, yaitu jenis bangkitan epilepsi dan sindrom epilepsi.(kelompok studi epilepsi, 2011)

14 Tabel 3. Klasifikasi Epilepsi Dikutip dari: Habibi, Mitra Refractory Epilepsy. US Pharm. 34:8-14 II.3.4. Hubungan antara Epilepsi dengan Kognitif dan behavior Pemburukkan kognitif dan behavior telah diobservasi sebagai konsekuensi adanya bangkitan. Adanya pemburukkan kognitif dan gangguan behavior sering berhubungan dengan kerusakkan struktur otak. Penting secara khusus pada epilepsi simtomatik dimana terdapat penyebab yang mendasari kerusakkan otak tersebut seperti trauma kepala, stroke atau alcoholism-related epilepsy. Kerusakkan otak juga dapat disebabkan oleh bangkitan kejang yang tidak terkontrol. (Aldenkamp dkk, 2005) Lokalisasi fokus epilepsi juga merupakan faktor penting adanya penurunan kognitif atau gangguan behavior, misalnya, epilepsi lobus temporalis

15 sering berhubungan dengan defek memori dan epilepsi lobus frontalis dengan defisit fungsi eksekutif sedangkan masalah bahasa lebih sering terlihat pada epilepsi fokal dimana berlokasi pada hemisfer dominan. Berbeda dengan epilepsi umum idiopatik lebih jarang berhubungan dengan pemburukkan intelektual.(aldenkamp dkk, 2005) Umur saat onset juga tampaknya menjadi faktor yang krusial pada dampak epileps terhadap kognitif dan behavior, dimana onset bangkitan sebelum berumur 5 tahun tampaknya menjadi faktor resiko untuk IQ rendah sementara berbeda dengan keluhan behavior yang muncul pada late seizure onset.(aldenkamp dkk, 2005) Depresi interiktal merupakan keadaan yang biasa, namum prevalensi yang pasti belum diketahui. Tampaknya depresi cenderung timbul sekitar sepuluh tahun setelah onset epilepsi. Beragam faktor penyebab telah diajukan terhadap perkembangan depresi tetapi etiologinya kebanyakkan adalah multifaktorial. Riwayat keluarga depresi telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Beberapa studi menemukan depresi lebih sering pada penderita bangkitan parsial kompleks khususnya epilepsi lobus temporal.(rizzo dkk, 2004) II.4. OBAT ANTI EPILEPSI (OAE) II.4.1. Sejarah Obat Anti Epilepsi Sebelum obat anti epilepsi ditemukan dan dikembangkan, pengobatan epilepsi dengan pemberian obat herbal dan ekstrak hewan. Pada tahun 1857, Sir Charles Locock melaporkan kesuskesan penggunaan potassium bromide pada

16 pengobatan epilepsi. Pada tahun 1912, phenobarbital pertama kali digunakan untuk terapi epilepsi, dan 25 tahun berikutnya, 35 analog phenobarbital dipelajari sebagai antikejang. Pada tahun 1938, phenitoin ditemukan efektif melawan bangkitan pada kucing.(porter dkk, 2001) Antara 1935 dan 1960, langkah hebat diciptakan pada pengembangan model eksperimental dan metode untuk skrining dan tes obat ati epilepsi baru. Selama periode tersebut, 13 obat anti epilepsi dikembangkan dan dipasarkan. Menyusul pengumunan kewajiban untuk membuktikan drug efficacy pada tahun 1962, pengembangan obat anti kejang menurun dramatis, dan hanya sedikit obat baru yang ditemukan dan dipasarkan dalam 3 dekade berikutnya. Namun, serentetan komposisi obat baru bermunculan pada era tahun 1990-an.(Porter dkk, 2001) Obat anti epilepsi sering dikelompokkan menjadi agen lama (berkembang sebelum tahun 1990-an) dan agen terbaru (dikenalkan selama tahun 1990-an atau kemudian). Dimana OAE agen lama/klasik adalah phenitoin (PHT), carbamazepine (CBZ), sodium valproat (VPA), phenobarbital (PB) dan benzodiazepine sementara agen terbaru adalah felbamate (FBM), gabapentin (GBP), lamotrigine (LTG), oxcarbazepine (OXC), topiramate (TPM), tiagabine (TGB), vigabatrin (VGB), zonisamide (ZNS), pregabalin (PGB) dan levetiracetam (LEV).(Sung-Pa dkk, 2008) II.4.2. Farmakologi Dasar Obat Anti Epilepsi

17 Hingga tahun 1990, 16 anti epilepsi telah ada, dan 13 diantaranya diklasifikasikan kedalam 5 kel. kimiawi, yaitu: barbiturat, hydantoin, oxazolidinediones, succinimides dan acetylureas.(porter dkk, 2001) Gambar 1. Struktur kimiawi obat anti epilepsi. Dikutip dari: Lullmann, H., Mohr, K., Ziegler, A., Bieger, D Color Atlas of Pharmacology. New York. Theme Stuutgart. Obat anti epilepsi menunjukkan beberapa sifat farmakokinetik sama walaupun struktur dan sifat kimiawi lumayan berbeda. Walaupun, beberapa komposisi mudah larut hanya sedikit, absorbsi biasanya baik dengan % dosis sudah mencapai sirkukasi.(porter dkk, 2001)

18 Tabel 4. Parameter farmakokinetik obat anti epilepsi. Dikutip dari: Henry, J.C., Gross, R.A Epilepsy. Principles of drugs theraphy in Neurology. Johnston, Michael. New York. Oxford Univesity Press. Untuk status penyakit dengan gangguan konsentrasi serum albumin (biasanya hipoalbunemia), dosis obat yang berikatan tinggi mungkin lebih pantas berdasarkan konsentrasi obat bebas. Dimana umumnya konsentrasi obat bebas tidak terganggu, konsentrasi total obat mungkin menurun menyebabkan klinisi menaikkan dosis; sementara peningkatan pada dosis akan menghasilkan level obat bebas lebih tinggi lagi dan kemungkinan akan terjadi toksisitas obat.(porter dkk, 2001)

19 Tabel 5. Dosis obat anti epilepsi Dikutip dari: Panayiotopoulos, C.P Atlas of epilepsies. Springer-Verlag London Limited. II.4.3. Mekanisme kerja Obat Anti Epilepsi Pengelompokkan OAE berdasarkan neurobiologi dibagi menjadi: a. Modulasi voltage gated ion channel atau membatasi cetusan yang lama bertahan (sustained repetitive neuronal firing) melalui blokage pada voltage dependent sodium channel. b. Meningkatkan inhibisi sinapsis atau meningkatkan inhibisi GABA.

20 c. Inhibisi eksitasi sinaptik atau memblokade neurotransmiter eksitatorik glutamatergik.(porter dkk, 2001) Tabel 6. Mekanisme kerja obat anti epilepsi Dikutip dari: Panayiotopoulos, C.P Atlas of epilepsies. Springer-Verlag London Limited. Voltage gated ion channel (termasuk natrium, kalium dan kalsium) menentukan sub ambang perilaku listrik dari neuron, mengizinkan cetusan aksi potensial, mengatur respon pada signal sinaps, konstribusi pada pergeseran depolarisasi paroksismal, dan akhirnya perlu untuk melengkapi terjadinya letupan bangkitan. Sebagai tambahan, voltage gated ion channel merupakan elemen yang rumit pada pelepasan neurotransmiter sebagai syarat transmisi sinaps. Konsekuensinya, ada target kunci untuk obat anti epilepsi yang akan menghambat cetusan sinkronisasi dan penyebaran bangkitan. Inhibisi sinapsis dan eksitasi dimediasi oleh saluran regulasi neurotransmiter; saluran ini mengijinkan sinkronisasi gesekan neuron dan mengijinkan propagasi dari cetusan abnormal pada lokal yang jauh. Obat anti epilepsi yang memodifikasi neurotransmisi eksitasi dan inhibisi juga dapat menekan cetusan dan saat

21 mereka menghambat eksitasi sinaptik, mempunyai efek yang menonjol dalam penyebaran bangkitan.(bittigau dkk. 2002) Gambar 2. Aksi obat anti epilepsi pada inhibisi (A) dan eksitasi (B). Dikutip dari : Stafstrom, C.E The pathophysiology of epileptic seizure: a primer for pediatrician. Pediatrics in review. 19(10): II.4.4. Adverse Effect Obat Anti Epilepsi

22 Adverse effect obat anti epilepsi dapat dibagi berdasarkan sistem organ dan lebih secara kasar menjadi yang mempengaruhi susunan saraf pusat dan fungsinya dan yang mempengaruhi bagian tubuh lainnya. (Henry dkk, 2008). Tabel 7. Adverse effect pemakaian obat anti epilepsi jangka panjang. Dikutip dari: Panayiotopoulos, C.P Atlas of epilepsies. Springer-Verlag London Limited.

23 Tabel 8. Efek kejiwaan dan behavior OAE. Dikutip dari: Panayiotopoulos, C.P Atlas of epilepsies. Springer-Verlag London Limited. II.5. HUBUNGAN ANTARA OBAT ANTI EPILEPSI DENGAN KOGNITIF DAN BEHAVIOR Pasien dengan epilepsi sering sekali mengalami disfungsi kognitif dan gangguan behavior. Beragam faktor dapat mempengaruhi kognitif pada epilepsi termasuk etiologi kejang, lesi serebral sebelum onset kejang, tipe kejang, umur saat onset kejang, frekuensi, durasi dan keparahan kejang, disfungsi fisiologi intraiktal dan interiktal, kerusakan struktur serebral disebabkan oleh kejang berulang atau memanjang, faktor hereditas, faktor psikososial dan sekuele

24 pengobatan epilepsi termasuk obat anti epilepsi (OAE) dan operasi epilepsi. Semua faktor yang saling berhubungan ini berkonstribusi membuat kompleksnya defisit kognitif. Pasien dan beberapa klinikus cenderung menyalahkan masalah kognitif pada OAE karena lebih dapat diidentifikasi dibandingkan dengan faktor lain. Stigma epilepsi dan ketakutan akan serangan kejang didepan umum dapat menyebabkan kepercayaan diri rendah, isolasi sosial dan depresi, semua ini dapat mempengaruhi negatif fungsi kognitif. Obat anti epilepsi dapat memberikan pengaruh buruk terhadap fungsi kognitif dengan menekan perangsangan neuronal atau mempertinggi neurotransmisi inhibitor. Efek utama kognitif obat anti epilepsi adalah menganggu atensi, kewaspadaan dan kecepatan psikomotorik tapi efek sekunder dapat bermanisfestasi pada fungsi kognitif yang lain seperti memori. Walaupun, penggunaan jangka panjang OAE dapat secara pasti mendatangkan disfungsi kognitif pada pasien epilepsi, efek kognitifnya yang berakhir hingga setahun lamanya tidak memberikan bukti yang menyakinkan sehubungan dengan masalah metodologi.(sung-pa Park, 2008 dan Ghaydaa 2009) Kognitif dapat dipengaruhi secara kronik oleh obat anti epilepsi dengan mensupresi kemampuan eksibilitas neuronal atau peningkatan neurotansmiter inhibisi sehingga mengakibatkan pemburukkan atensi/konsentrasi, kewaspadaan dan gangguan kecepatan psikomotorik. Carbamazepine, asam valproat berhubungan dengan resiko yang lebih kecil terkena depresi dan dilain pihak dapat meningkatkan mood yang berhubungan dengan efek serotonergic pada obat ini.(panaylotopoulos, 2010) Hampir tidak terdapat data yang sistematis pada efek samping psikiatri oleh obat anti epilepsi klasik. Pengetahuan yang ada sebagian besar

25 berdasarkan empiris, serangkaian kasus kecil atau laporan anekdot. Beberapa penelitian menyatakan adanya hubungan phenobarbital dengan efek samping iritabel dan perilaku agresif. Bettina, 2006) Obat anti epilepsi memiliki keduanya efek negatif dan positif terhadap kognitif dan behavior. Obat anti epilepsi dapat meningkatkan kognitif dan behavior dimana berkaitan dengan pengurangan aktifitas kejang dan efek modulasi pada neurotransmiter dan efek psikotropi. Obat anti epilepsi mengurangi iritabilitas neuron dan meningkatkan inhibisi postsinaptik atau mengubah sinkronisasi jaringan saraf untuk menurunkan eksitabilitas neuron yang berlebihan terkait dengan perkembangan bangkitan dan penyebaran sekunder aktifitas epilepsi ke sekitar jaringan otak normal. Namun, pengurangan berlebihan eksitabilitas neuronal dapat mengakibatkan kecepatan motorik dan psikomotorik melambat, dan atensi buruk dan terganggu pengolahan memori, yang merupakan efek samping umum pada blokade sodium channel dan peningkatan aktivitas inhibisi GABAergik (Ghaydaa, 2009) Suatu studi yang menilai kemunduran kognitif dengan menggunakan Sternberg test kemudian dilakukan fmri menemukan bahwa working memory berhubungan dengan aktivasi spesifik korteks frontal dorsolateral, kortikal lainnya dan area thalamus juga teraktivasi saat melakukan tes tersebut termasuk korteks cingulate anterior yang berhubungan dengan fungsi eksekutif dan korteks parietal posterior berhubungan dengan attention. (Aldenkamp, 2005) Beberapa obat anti epilepsi meningkatkan konsentrasi GABA di kortikal serebral terutama di lobus frontal. Disfungsi GABAergic di korteks prefrontal dapat menyebabkan mental slowing dan berikutnya penyebaran disfungsi ini ke

26 area dorsolateral termasuk area broca dapat sebagai penyebab pemburukkan produksi bahasa. Penggunaan obat anti epilepsi dengan aksi primer tidak pada GABAergic neurotransmission seperti lamotrigine dapat berhubungan dengan pemburukkan kognitif dan behavior yang lebih kecil. (Aldenkamp, 2005) Terapi dengan obat anti epilepsi memberi efek terhadap behavior dan kejiwaan meskipun hubungan anatomi dan biokimiawi yang tepat belum dketahui sepenuhnya. Obat anti epilepsi secara umum diklasifikasikan oleh apakah mereka mempunyai efek positif dan negatif pada fungsi behavior dan kejiwaan. Kemungkinan efek negatif yaitu depresi (Levetiracetam, Tiagabine, Topiramat dan Vigabatrin), irritabilitas (Felbamate Levetiracetam dan Vigabatrin), hiperaktifitas & impulsif (Phenobarbital), aggresif (Lamotrigine, Phenobarbital, Topiramat dan Vigabatrin) dan psikosis (Levetiracetam dan Topiramat) sedangkan efek positif yaitu stabilisasi mood (Carbamazepine, Lamotrigine), antimania (Carbamazepine dan Asam valproat) dan menurunkan ansietas (Gabapentin, Phenobarbital dan Pregabaline). Efek obat anti epilepsi pada kejiwaan pasien dapat berhubungan dengan dosis atau idiosinkronisasi dan mungkin muncul secara bebas dari efeknya terhadap frekuensi bangkitan dan keparahan epilepsinya.(panayiotopoulo, 2010) Walaupun mekanisme bagaimana OAE dapat mempengaruhi behavior masih belum diketahui secara pasti. Namun, terdapat beberapa teori yang mendukung hal diatas. Phenitoin dapat menginduksi perburukkan fungsi behavior oleh karena penurunan aktifitas enzim asetilkolinesterase di hippokampus, serebellum dan korpus striatum. Efek phenobarbital terhadap behavior akibat penurunan pelepasan neurotransmiter dan eksitasi postsinaptik dengan cara memblok ca 2+ memasuki neuron dan dengan peninggian maksimal respon

27 GABA. Efek carbamazepine terhadap behavior yang menguntungkan disebabkan beberapa faktor, yaitu: 1) Struktur CBZ yang mirip dengan tricyclic antidepresant, 2) Efek stabilisasi pada sistem limbik yang dimediasi oleh pelemahan neurotransmiter eksitatorik glutamanergik dan pengurangan discharge neuronal paroksismal di sistem limbik. 3) Penuruanan turnover dopamin dan norepinefrin, 4) Efek meningkat pada serotonin. Sedangkan efek asam valproat yang menguntungkan behavior adalah 1) Efek GABA-ergic dimana terjadi peningkatan neurotransmisi dan regulasi reseptor b GABA yang memodulasi aktifitas noradrenergik yang memegang peranan penting gangguan afek bipolar, 2) Pengurangan aktifitas glutamat dekarbosilase di korteks frontal, 3) Pengurangan GABA di cairan liquor serebri. (Kantoush dkk, 1998) Obat anti epilepsi GABAergic dapat berhubungan dengan perkembangan sedasi, depresi, hiperaktiftas, agresif, impulsiveness dan gangguan tidur dan efek positifnya adalah anxiogenic dan anti-mania. Sedangkan obat anti-glutamatergic dapat sebagai anxiogenic dan anti depresan. Pada tahun 2008, US Food and Drug administration (FDA) mengeluarkan peringatan bahwa obat anti epilepsi dapat meningkatkan pikiran dan tindakan bunuh diri pada pasien-pasien epilepsi. Hal ini didasarkan pada studi meta-analysis yang mereka lakukan dimana pada sebelas penelitian secara konsisten ditemukan peningkatan resiko pikiran maupun tindakan bunuh diri.(panayiotopoulos, 2010)

28 II.6. KERANGKA TEORI EPILEPSI OBAT ANTI EPILEPSI Ghaydaa, 2009 Buruk digit forward, immeddiate memory. Durasi OAE memori objek Loring, 2007 Penurunan irritability neuron memberikan efek behavior dan penurunan kognitif PENURUNAN IRRITABILITY Sung-Pa, 2008 Studi paralel pada onset baru epilepsi sedikit perubahan kognitif setelah di th/ OAE. Clare, 2011 Penurunan kognitif & gangguan behavior menurunkan kualitas hidup pasien. MENGURANGI EKSITASI Palanisamy dkk, 2011 MMSE lebih buruk pada pasein epilepsi telah th/ Loring dan Meador, 2009 CBZ, PHT gangguan memori Marco, 2009 Perucca dkk, Depresi, 2011 psikosis, Tidak terdapat ansietas perbedaan dan adverse effect perubahan profile prilaku. signifikan setelah pasien epilepsi diterapi OAE. Hiba dkk, 2010 Gangguan psikiatri 2-4,9%. Carbamazepine tidak menyebabkan gangguan psikiatri. Asam valproat Kognitif MENINGKATKAN INHIBISI Loring & Meador, 2009 PB gangguan atensi KOGNITIF BEHAVIOR

29 Olubunmi, 2005 PB Skor buruk memori Elger, 2008 kognitif rendah VPA. kognitif tinggi CBZ, PB, PHT Olubunmi, 2005 CBZ & PHT menurunkan atensi. Hiba dkk, 2010 GBP psikiatri Elger, 2008 Depresi rendah CBZ Depresi tinggi PB Panaylotopoulos, 2010 CBZ & PHT resiko lebih kecil terkena depresi & meningkatkan mood II.7. KERANGKA KONSEP Epilepsi Obat Anti Epilepsi

30 Kognitif Behavior

BAB I PENDAHULUAN. Epilepsi yang merupakan penyakit kronik masih tetap merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Epilepsi yang merupakan penyakit kronik masih tetap merupakan BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Epilepsi yang merupakan penyakit kronik masih tetap merupakan masalah medik dan sosial. Masalah medik yang disebabkan oleh gangguan komunikasi neuron bisa berdampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. NYERI PUNGGUNG BAWAH II.1.1. Definisi Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya.

Lebih terperinci

2/19/2017 MATERI DEFINISI EPILEPSI PENATALAKSANAAN EPILEPSI. Definisi Konseptual

2/19/2017 MATERI DEFINISI EPILEPSI PENATALAKSANAAN EPILEPSI. Definisi Konseptual PENATALAKSANAAN EPILEPSI DR. Suryani Gunadharma SpS(K), M.Kes MATERI Definisi Etiologi Pemeriksaan penunjang Klasifikasi Patofisiologi Terapi DEFINISI EPILEPSI Definisi Konseptual Kelainan otak yang ditandai

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. FUNGSI KOGNITIF II.1.1. Definisi Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar seperti berpikir, mengingat, belajar dan menggunakan bahasa. Fungsi kognitif

Lebih terperinci

Gangguan Mental Organik (GMO) Oleh : Syamsir Bs, Psikiater Departemen Psikiatri FK-USU

Gangguan Mental Organik (GMO) Oleh : Syamsir Bs, Psikiater Departemen Psikiatri FK-USU Gangguan Mental Organik (GMO) Oleh : Syamsir Bs, Psikiater Departemen Psikiatri FK-USU 1 PPDGJ I (1973) : disamakan dgn SOO PPDGJ II (1983) : dibedakan dgn SOO PPDGJ III (1993) : hanya dipakai nama GMO

Lebih terperinci

FUNGSI LUHUR. Mata Kuliah: ANATOMI OTAK; Pertemuan ke 9&10; Jurusan PLB

FUNGSI LUHUR. Mata Kuliah: ANATOMI OTAK; Pertemuan ke 9&10; Jurusan PLB FUNGSI LUHUR Oleh : dr. Euis Heryati Mata Kuliah: ANATOMI OTAK; Pertemuan ke 9&10; Jurusan PLB FUNGSI LUHUR FUNGSI YANG MEMUNGKINKAN MANUSIA DAPAT MEMENUHI KEBUTUHAN JASMANI DAN ROHANI SESUAI DENGAN NILAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 C) akibat suatu proses ekstrakranium tanpa adanya infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan di dunia. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan epilepsi menyerang 70 juta dari penduduk

Lebih terperinci

Di Indonesia penelitian epidemiologik tentang epilepsi belum pernah dilakukan, namun epilepsi tidak jarang dijumpai dalam masyarakat.

Di Indonesia penelitian epidemiologik tentang epilepsi belum pernah dilakukan, namun epilepsi tidak jarang dijumpai dalam masyarakat. BAB 1 PENDAHULUAN Epilepsi merupakan suatu gangguan fungsional kronik yang relatif sering terjadi dimana ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan kejang yang merupakan gejala atau manifestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. epistemologi dan perbedaan status ontologi sekaligus basis aksiologis antara

BAB I PENDAHULUAN. epistemologi dan perbedaan status ontologi sekaligus basis aksiologis antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perbedaan metode dalam pengambilan kesimpulan serta dasar epistemologi dan perbedaan status ontologi sekaligus basis aksiologis antara ilmu sains dan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanpa disadari, fungsi kognitif memiliki peranan besar dalam kehidupan manusia dan menentukan setiap tindakan yang akan dilakukan oleh manusia. Fungsi kognitif sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Berdasarkan statistik, jumlah penduduk Indonesia di tahun 2020 akan

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Berdasarkan statistik, jumlah penduduk Indonesia di tahun 2020 akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terpadat ke 4 di dunia. Jumlah penduduk saat ini diperkirakan 220 juta jiwa. Berdasarkan

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

GANGGUAN KESADARAN PADA EPILEPSI. Pendahuluan

GANGGUAN KESADARAN PADA EPILEPSI. Pendahuluan GANGGUAN KESADARAN PADA EPILEPSI Pendahuluan Epilepsy dapat menyebabkan gangguan kesadaran yang transient mulai dari gannguan kesiagaan ringan sampai hilangnya kesadaran. hal ini disebabkan terdapatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN Bapak/Ibu/Adik Yth, Perkenalkan nama saya: dr. Siska Imelda Tambunan, saat ini saya sedang menjalani pendidikan di bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham),

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham), BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Skizofrenia adalah suatu kumpulan gangguan kepribadian yang terbelah dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan

Lebih terperinci

Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn atensi, orientasi, m

Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn atensi, orientasi, m DELIRIUM Oleh : dr. H. Syamsir Bs, Sp. KJ Departemen Psikiatri FK-USU 1 Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Karakteristik Lokasi Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari yang merupakan salah satu rumah sakit umum milik pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. salah satu gejala sisa yang sering terjadi akibat stroke. Afasia secara substansial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. salah satu gejala sisa yang sering terjadi akibat stroke. Afasia secara substansial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan berbahasa atau yang biasa disebut dengan afasia merupakan salah satu gejala sisa yang sering terjadi akibat stroke. Afasia secara substansial mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. AKTIVITAS FISIK II.1.1. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dari 72 tahun di tahun 2000 (Papalia et al., 2005). Menurut data Biro Pusat Statistik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dari 72 tahun di tahun 2000 (Papalia et al., 2005). Menurut data Biro Pusat Statistik BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Perkembangan dan kemajuan di berbagai bidang, khususnya bidang perekonomian, kesehatan, dan teknologi menyebabkan meningkatnya usia harapan hidup. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada anak, dan biasanya kejang sudah dimulai sejak usia bayi dan anak-anak. Kejang pada

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM NEUROPSIKIATRI CONVULSANT & ANTICONVULSANT

PENUNTUN PRAKTIKUM NEUROPSIKIATRI CONVULSANT & ANTICONVULSANT SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN PENUNTUN PRAKTIKUM NEUROPSIKIATRI CONVULSANT & ANTICONVULSANT UNTUK MAHASISWA DISUSUN OLEH : dr. Jason Sriwijaya, Sp.FK FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang perjalanan

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang perjalanan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang perjalanan penyakitnya berlangsung kronis 1, umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi kognitif merupakan aktifitas mental secara sadar seperti berpikir, mengingat, belajar dan menggunakan bahasa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi kognitif merupakan aktifitas mental secara sadar seperti berpikir, mengingat, belajar dan menggunakan bahasa. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1.FUNGSI KOGNITIF Fungsi kognitif merupakan aktifitas mental secara sadar seperti berpikir, mengingat, belajar dan menggunakan bahasa. Berdasarkan Kolegium Neurologi Indonesia,2008,

Lebih terperinci

Mampu mengenal dan mengetahui tanda, gejala dan pemeriksaan status mental yang menunjang dalam mendiagnosa pasien dengan gangguan mental organik

Mampu mengenal dan mengetahui tanda, gejala dan pemeriksaan status mental yang menunjang dalam mendiagnosa pasien dengan gangguan mental organik Judul: Gangguan Mental Organik prof. Jayalangkara Tanra (neuropsikiatri) Alokasi waktu: 3 x 50 menit Tujuan Instruksional Umum (TIU): Mampu melakukan diagnosa dan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No.32 Tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke, yang juga dikenal dengan istilah cerebrovascular

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke, yang juga dikenal dengan istilah cerebrovascular BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang terjadi secara tiba-tiba dan menyebabkan kerusakan neurologis. Kerusakan neurologis tersebut dapat disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia 1. Definisi Lanjut Usia Lanjut usia merupakan tahap terakhir dari perkembangan hidup manusia, suatu proses alami dimana tidak semua orang dapat mencapai tahap ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dunia perkuliahan seringkali mahasiswa-mahasiswi mengalami stres saat mengerjakan banyak tugas dan memenuhi berbagai tuntutan. Terbukti dengan prevalensi

Lebih terperinci

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Bio Psikologi Modul ke: Fakultas Psikologi SISTEM SENSORI MOTOR 1. Tiga Prinsip Fungsi Sensorimotor 2. Korteks Asosiasi Sensorimotor 3. Korteks Motorik Sekunder 4. Korteks Motorik Primer 5. Serebelum dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar,

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar, meningkat dari sekitar 6.5 milyar di tahun 2006. Peningkatan jumlah penduduk tersebut diikuti dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah suatu keadaan akut yang disebabkan oleh terhentinya aliran darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011). Lebih ringkas,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki I. PENDAHULUAN Epilepsi adalah terganggunya aktivitas listrik di otak yang disebabkan oleh beberapa etiologi diantaranya cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, dan tumor otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi

Lebih terperinci

Takrif/pengertian. 1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes

Takrif/pengertian. 1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes EPILEPSI Takrif/pengertian epilepsi : kejadian kejang yang terjadi berulang (kambuhan) Kejang : manifestasi klinik dari aktivitas neuron yang berlebihan di dalam korteks serebral Manifestasi klinik kejang

Lebih terperinci

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF 2.1 Ganglia basalis dan subthalamik nukleus Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain dalam menghasilkan gerakan motorik terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejala negatif merupakan suatu gambaran defisit dari pikiran, perasaan atau perilaku normal yang berkurang akibat adanya gangguan otak dan gangguan mental (Kring et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan obat-obatan masih merupakan pilihan utama untuk terapi epilepsi pada

BAB I PENDAHULUAN. dengan obat-obatan masih merupakan pilihan utama untuk terapi epilepsi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan bangkitan kejang bersifat sementara yang disebabkan oleh aktifitas neuron yang abnormal atau berlebihan dan sinkronisasi. Penanganan dengan obat-obatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan angka kejadian penyakit kronik degeneratif yang. berhubungan dengan usia terjadi akibat pertambahan usia yang progresif

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan angka kejadian penyakit kronik degeneratif yang. berhubungan dengan usia terjadi akibat pertambahan usia yang progresif 20 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Peningkatan angka kejadian penyakit kronik degeneratif yang berhubungan dengan usia terjadi akibat pertambahan usia yang progresif pada penduduk dunia. Diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan data United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) tahun 2011 menyebutkan bahwa, jumlah penduduk lanjut usia

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik. BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Persepsi ialah daya mengenal barang, kwalitas atau hubungan serta perbedaan antara suatu hal melalui proses mangamati, mengetahui dan mengartikan setelah panca indranya

Lebih terperinci

BIPOLAR. oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz. Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ

BIPOLAR. oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz. Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ BIPOLAR oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ Definisi Bipolar Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang untuk mengembalikan stamina tubuh dalam kondisi yang optimal. Tidur dapat diartikan sebagai suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB 7 PENURUNAN DAYA INGAT

BAB 7 PENURUNAN DAYA INGAT BAB 7 PENURUNAN DAYA INGAT A. Tujuan pembelajaran 1. Melaksanakan anamnesis pada pasien gangguan daya ingat. 2. Menerangkan mekanisme terjadinya gangguan daya ingat. 3. Membedakan klasifikasi gangguan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Penurunan Kognitif pada Infeksi STH. Infeksi cacing dapat mempengaruhi kemampuan kognitif.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Penurunan Kognitif pada Infeksi STH. Infeksi cacing dapat mempengaruhi kemampuan kognitif. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mekanisme Penurunan Kognitif pada Infeksi STH Infeksi cacing dapat mempengaruhi kemampuan kognitif. 13 Efek cacing terhadap kognitif dapat terjadi secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan. kesehatan manusia, salah satu diantanranya stroke.

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan. kesehatan manusia, salah satu diantanranya stroke. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menimbulkan berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan kesehatan manusia, salah satu diantanranya stroke.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal. U1n. U2n

BAB 3 METODE PENELITIAN. Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal. U1n. U2n BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Rancang Bangun Penelitian Jenis penelitian : observasional Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal Sembuh P N M1 U1n mg I mg II mg III mg IV mg V mg VI Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertambahan jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertambahan jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia semakin bertambah sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2011

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah penyakit dengan manifestasi psikologik atau perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial, psikologik, genetika,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Epilepsi 1. Definisi Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan (seizure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Definisi gagap yang disetujui belum ada. Menurut World Health Organization (WHO) definisi gagap adalah gangguan ritme bicara dimana seseorang tahu apa yang mau dibicarakan,

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kognitif adalah suatu proses pengolahan masukan sensoris (taktil, visual,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kognitif adalah suatu proses pengolahan masukan sensoris (taktil, visual, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kognitif Kognitif adalah suatu proses pengolahan masukan sensoris (taktil, visual, dan auditorik) untuk diubah, diolah, dan disimpan, serta selanjutnya digunakan untuk hubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf juga bertanggung jawab sebagai sietem persepsi, perilaku dan daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf juga bertanggung jawab sebagai sietem persepsi, perilaku dan daya BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem saraf merupakan salah satu sistem yang berfungsi untuk memantau dan merespon perubahan yang terjadi di dalam atau luar tubuh atau lingkungan. Sistem saraf juga

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi LAMPIRAN Depresi Teori depresi dalam ilmu psikologi, banyak aliran yang menjelaskannya secara berbeda.teori psikologi tentang depresi adalah penjelasan predisposisi depresi ditinjau dari sudut pandang

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DIMENSIA. OLEH: Ns. SATRIA GOBEL, M.Kep, Sp. Kom

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DIMENSIA. OLEH: Ns. SATRIA GOBEL, M.Kep, Sp. Kom ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DIMENSIA OLEH: Ns. SATRIA GOBEL, M.Kep, Sp. Kom PERUBAHAN PADA LANSIA Anatomi Dewasa Perubahan pada lansia Otak Saraf otonom Sistem saraf perifer Otak terletak di dalam

Lebih terperinci

Anesty Claresta

Anesty Claresta Anesty Claresta 102011223 Skenario Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berdebar sejak seminggu yang lalu. Keluhan berdebar ini terjadi ketika ia mengingat suaminya yang

Lebih terperinci

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Artikel PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Mardiya Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Saat ini diperkirakan ratusan juta jiwa penduduk di dunia menderita depresi. Depresi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit kedua terbanyak setelah stroke (Blum, 2003). Epilepsi disebabkan oleh berbagai etiologi

Lebih terperinci

Kata kunci: kualitas hidup, faktor yang terkait, orang dewasa, epilepsi, Nigeria

Kata kunci: kualitas hidup, faktor yang terkait, orang dewasa, epilepsi, Nigeria KUALITAS HIDUP DAN FAKTOR HUBUNGAN ANTARA Orang Dewasa PADA EPILEPSI DI NIGERIA ABSTRAK Tujuan: Epilepsi adalah kondisi umum di seluruh dunia dan telah diamati mempengaruhi kualitas hidup (QOL). Padahal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Insiden epilepsi di dunia berkisar antara tiap penduduk tiap

BAB I PENDAHULUAN. Insiden epilepsi di dunia berkisar antara tiap penduduk tiap 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan suatu manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang lebih dari 24 jam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Sudah semestinya kita dapat menjaga dengan senantiasa memperhatikan kebutuhan dan kesehatannya. Sehat berarti

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cerebrovaskular accident atau yang sering di sebut dengan istilah stroke adalah gangguan peredaran darah di otak yang mengakibatkan terganggunya fungsi otak yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Konsentrasi berkaitan dengan kemampuan otak untuk mengikuti rangsang eksternal maupun internal. Konsentrasi didefinisikan sebagai suatu mekanisme pemilihan rangsang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan tidur dijumpai 25% pada populasi anak yang sehat, 1-5%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan tidur dijumpai 25% pada populasi anak yang sehat, 1-5% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan tidur dijumpai 25% pada populasi anak yang sehat, 1-5% diantaranya adalah gangguan kesulitan bernapas saat tidur (obstructive sleep apneu syndrome: OSAS) (Owens,

Lebih terperinci

manusia mengalami banyak perubahan dari segi fisik dan mental. Penuaan adalah salah satu

manusia mengalami banyak perubahan dari segi fisik dan mental. Penuaan adalah salah satu Demensia Oleh : Anglia Febrina Manusia pada dasarnya selalu berkembang. Perkembangan setiap manusia memiliki proses dan tahap-tahap yang harus dihadapinya. Setiap manusia akan melalui tahap bayi, anakanak,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi serebral yang menetap minimal 24 jam atau menyebabkan. kematian, tanpa penyebab lain selain vaskuler. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi serebral yang menetap minimal 24 jam atau menyebabkan. kematian, tanpa penyebab lain selain vaskuler. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke merupakan kejadian serebrovaskular yang terjadi mendadak dengan tanda-tanda klinis gangguan fokal atau global dari fungsi serebral yang menetap minimal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Proses Penuaan Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN EPILEPSI DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK

NASKAH PUBLIKASI GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN EPILEPSI DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK NASKAH PUBLIKASI GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN EPILEPSI DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK RAYNALDO D.PINEM I11112044 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF Sistem syaraf bertanggung jawab dalam mempertahankan homeostasis tubuh (kesetimbangan tubuh, lingkungan internal tubuh stabil) Fungsi utamanya adalah untuk:

Lebih terperinci

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA Bio Psikologi Modul ke: Konduksi Neural / Sinapsis: 1. Konsep sinapsis 2. Peristiwa kimiawi pada sinapsis 3. Obat-obatan dan sinapsis Fakultas Psikologi Firman Alamsyah, MA Program Studi Psikologi Konsep

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI

Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Email : andri@ukrida.ac.id Pendahuluan Pasien gagal ginjal kronis adalah salah

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional)

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional) BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional) terhadap 46 orang responden pasca stroke iskemik dengan diabetes mellitus terhadap retinopati diabetika dan gangguan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epilepsi 2.1.1. Definisi Epilepsi merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling umum terjadi dan mengenai sekitar 50 juta orang di dunia. Epilepsi berupa suatu kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan prevalensi penyakit kronik degeneratif yang. berhubungan dengan usia merupakan outcome utama akibat

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan prevalensi penyakit kronik degeneratif yang. berhubungan dengan usia merupakan outcome utama akibat BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Peningkatan prevalensi penyakit kronik degeneratif yang berhubungan dengan usia merupakan outcome utama akibat pertambahan usia yang progresif pada populasi penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan salah satu masalah psikologis yang sering terjadi pada masa remaja dan onsetnya meningkat seiring dengan meningkatnya usia (Al- Qaisy, 2011). Depresi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. pada individu yang telah mengalami stres dramatis (Wang et al., 2010; Han et al.,

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. pada individu yang telah mengalami stres dramatis (Wang et al., 2010; Han et al., BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Posttraumatic stress disorder (PTSD) merupakan suatu gangguan ansietas pada individu yang telah mengalami stres dramatis (Wang et al., 2010; Han et al., 2013). Para

Lebih terperinci

DAFTAR KOMPETENSI KLINIK

DAFTAR KOMPETENSI KLINIK Panduan Belajar Ilmu Kedokteran Jiwa - 2009 DAFTAR KOMPETENSI KLINIK Target Kompetensi Minimal Masalah Psikiatrik Untuk Dokter Umum: 1. Mampu mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan kasus psikiatrik

Lebih terperinci

TUGAS PENGAYAAN KEPANITRAAN KLINIK MADYA LABORATORIUM NEUROLOGI AMNESIA PASCA TRAUMA

TUGAS PENGAYAAN KEPANITRAAN KLINIK MADYA LABORATORIUM NEUROLOGI AMNESIA PASCA TRAUMA TUGAS PENGAYAAN KEPANITRAAN KLINIK MADYA LABORATORIUM NEUROLOGI AMNESIA PASCA TRAUMA Nindy OLEH : Maria Natalia Putri 115070107111078 Pembimbing : dr. Sri Budhi Rianawati, Sp.S PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di kota-kota besar tiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan transportasi juga semakin meningkat.

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan kejiwaan

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan kejiwaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan kejiwaan yang termasuk ke dalam kelompok mood disorder. Pada sebagian besar survey, major depressive disorder memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suram, pesimistis, ragu-ragu, gangguan memori, dan konsentrasi buruk. 1

BAB I PENDAHULUAN. suram, pesimistis, ragu-ragu, gangguan memori, dan konsentrasi buruk. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan gangguan mood yang ditandai dengan penderita terlihat sedih, murung, kehilangan semangat, mengalami distorsi kognitif misalnya kepercayaan diri yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah diatas normal yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 1 Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. darah diatas normal yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 1 Hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami tekanan darah diatas normal yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 1 Hipertensi dapat dibagi menjadi

Lebih terperinci

Darulkutni Nasution Department of Neurology

Darulkutni Nasution Department of Neurology HIGHER CORTICAL C FUNCTIONS (FUNGSI LUHUR) Darulkutni Nasution Department of Neurology University of Sumatera Utara, School of Medicine S I R Integrasi semua impuls afferen pada korteks serebri Gangguan

Lebih terperinci

Vol.2, No.1 Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Vol.2, No.1 Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Tingkat penderita epilepsi (ayan) pada anak di Indonesia bahkan di negara maju seperti Amerika masih cukup tinggi. Pandangan yang salah dari sebagian masyarakat Indonesia terhadap penyakit epilepsi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan terhadap golongan pelajar ini dapat menyebabkan pola tidur-bangun. berdampak negatif terhadap prestasi belajarnya.

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan terhadap golongan pelajar ini dapat menyebabkan pola tidur-bangun. berdampak negatif terhadap prestasi belajarnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa kedokteran merupakan golongan dewasa muda yang unik, yang memiliki komitmen akademik dan gaya hidup yang dapat berimbas pada kebiasaan tidurnya dan mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada usia dewasa. Insidens SN pada salah satu jurnal yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada usia dewasa. Insidens SN pada salah satu jurnal yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu penyakit ginjal serta kelainan glomerular pada anak yang paling sering ditemukan. Prevalensi sindrom nefrotik pada anak lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin meningkat. Peningkatan jumlah lansia yang meningkat ini akan

BAB I PENDAHULUAN. makin meningkat. Peningkatan jumlah lansia yang meningkat ini akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan segala aspek seperti perekonomian, teknologi dan kesehatan memberikan dampak pada usia harapan hidup yang makin meningkat. Peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pentingnya Atensi dalam Kehidupan Sehari-hari dan Jaringan Atensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pentingnya Atensi dalam Kehidupan Sehari-hari dan Jaringan Atensi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pentingnya Atensi dalam Kehidupan Sehari-hari dan Jaringan Atensi Atensi merupakan hal penting dalam kehidupan sehari-hari untuk proses belajar dan memahami informasi baru.

Lebih terperinci

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( )

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( ) GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ disusun oleh: Ade Kurniadi (080100150) DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI

Lebih terperinci