ISSN : HANDOVER WIMAX PADA KOMUNIKASI WIRELESS. Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISSN : HANDOVER WIMAX PADA KOMUNIKASI WIRELESS. Abstrak"

Transkripsi

1 ISSN : HANDOVER WIMAX PADA KOMUNIKASI WIRELESS Siti Dara Fadilla#1, Prof. Zulfajri B. Hasanuddin#2 #1 Universitas Sumatera Utara (Medan), #2Universitas Hasanuddin (Sulawesi) #1sitidara@usu.ac.id Abstrak Handover adalah suatu sistem yang menjamin kontinuitas koneksi antar user tetap terjaga. Dalam sistem World Wide Interoperability for Microwave Access (WiMAX), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya handover, antara lain jarak dan RSSI (Received Signal Strength Indicator). Makalah ini diperlihatkan handover pada saat terjadi pergerakan Mobile Station dari cakupan area BS_0 ke cakupan area BS_1 dan perbandingan throughput dan delay yang dihasilkan pada saat terjadi handover dengan mengubah parameter frekuensi, bandwidth, daya pancar Base Station, serta pathloss. Sehingga diperoleh bahwa semakin tinggi frekuensi maka throughput yang diterima Mobile Station akan semakin kecil sedangkan delay akan semakin besar. Kemudian juga diperoleh jika daya pancar yang lebih kecil maka level daya penerimaan juga akan semakin kecil sehingga kemampuan untuk melingkupi sel akan semakin kecil jika dibandingkan dengan daya pancar yang lebih besar. Kata Kunci : WiMAX, Handover, frekuensi, delay, Pathloss. Abstract Handover is a system that ensures continuity of the connection between the user to stay awake. In the system of World Wide Interoperability for Microwave Access (WiMAX), there are several factors that affect the handover, including distance and RSSI (Received Signal Strength Indicator). This paper demonstrated handover when there is movement of the Mobile Station BS_0 coverage area to coverage area and comparison BS_1 resulting throughput and delay in the event of handover by changing the parameters of frequency, bandwidth, transmit power Base Station, and pathloss. Thus found that the higher the frequency of the received throughput Mobile Station will be smaller while the delay will be even greater. Then also obtained if the transmit power is smaller then the power level at the reception also will be smaller so the ability to cover the cells will be smaller when compared with the larger emittance. Keywords : WiMAX, Handover, frequency, delay, Pathloss. 169

2 PENDAHULUAN Kebutuhan akan koneksi, khususnya internet yang dewasa ini sudah menjadi keperluan sekunder terlebih lagi pada kotakota besar, tentunya membutuhkan sistem koneksi yang baik, cepat, dan ekonomis agar dapat mempergunakan fasilitas ini dengan nyaman. Teknologi yang paling baik digunakan pada saat ini adalah teknologi yang dapat dibawa ke mana-mana (mobile technology). Karena sekarang adalah zaman di mana era mobilitas manusia sangat tinggi. Pergerakan atau mobilitas sering dikaitkan dengan teknologi tanpa kabel atau sering disebut Wireless. Dewasa ini teknologi wireless telah mengalami perkembangan pesat. Mulai dari WCDMA (GSM), CDMA2000 1x EV-DO, WiFi g, WiMAX d-2004, WiMAX e. World Wide Interoperability for Microwave Access (WiMAX) merupakan teknologi nirkabel yang menyediakan hubungan jalur lebar dalam jarak jauh. WiMAX merupakan teknologi broadband yang memiliki kecepatan akses yang tinggi dan jangkauan yang luas. [2] Karena WiMAX dapat diakses dari jarak yang relatif jauh, standar ini merupakan solusi terkini yang efektif untuk menyediakan akses cepat pada pengguna-pengguna rumahan, dan untuk membuat hotspothotspot di berbagai tempat seperti bandara, kampus, dan komunitas-komunitas kecil lainnya. Pada komunikasi wireless, para pengguna memiliki tingkat mobilitas yang tinggi. Ada kemungkinan pengguna bergerak dari satu sel menuju sel lain yang memakai pasangan frekuensi yang berbeda ketika sedang terjadi koneksi. Untuk menjamin bahwa koneksi akan terus tersambung diperlukan fasilitas Handover, sehingga koneksi dijamin akan terus tersambung tanpa perlu melakukan pemanggilan ulang kembali 170 atau inisialisasi ulang. Handover merupakan suatu karakteristik dari mobile networks. Handover sangat berpengaruh pada throughput yang sampai pada penerima. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain jarak antar Base Station dengan Mobile Station, daya pancar Base Station dan Receive Signal Strength Indicator (RSSI). Manfaat yang diharapkan dari makalah ini adalah untuk memahami dan menganalisis proses berlangsungnya handover pada sistem WiMAX pada komunikasi wireless. WIRELESS DATA KECEPATAN TINGGI Standar Broadband Wireless Access (BWA) yang saat ini umum diterima dan secara luas digunakan adalah standar yang dikeluarkan oleh Institute of Electrical and Electronics Engineering (IEEE), seperti standar untuk Personal Area Network (PAN), untuk jaringan Wireless Fidelity (WiFi), dan untuk jaringan World Wide Interoperability for Microwave Access (WiMAX). Umumnya masing-masing standar tersebut terus dikembangkan dengan varianvarian yang memiliki keunggulan pada penggunaan-penggunaan atau kondisi tertentu. Standar memiliki popular a, b dan g. Standar memiliki perkembangan varian a, rev.d2004 dan e untuk mobile.[2] KONFIGURASI DAN KOMPONEN WiMAX Secara umum sistem WiMAX tidak berbeda jauh dengan sistem Wireless Local Area Network (WLAN). Bila pada WLAN terdiri dari Access Point (AP) yang tersambung ke jaringan kemudian pelanggan disambungkan dengan client (device WLAN) dengan menggunakan WLAN card. Maka sistem WiMAX secara general terdiri dari Base Station (BS), Subscriber Station (SS) dan server

3 di belakang BS seperti Network Management System (NMS) serta koneksi ke jaringan.[2] HANDOVER PADA WiMAX Handover, yaitu proses otomatis pergantian frekuensi ketika Mobile Station (MS) bergerak menuju suatu daerah atau cell yang mempunyai kanal dengan frekuensi berbeda dengan cell sebelumnya, sehingga komunikasi dapat terus berlangsung tanpa perlu proses inisialisasi ulang. ada WiMAX terdapat tiga jenis handover, yaitu: a. Hard Handover (HHO) Dalam hard handover, MS berkomunikasi hanya dengan satu BS di setiap waktu. Semua hubungan dengan BS lama (disebut Melayani BS) rusak sebelum sambungan ke BS baru (Target BS) didirikan. Ini berarti ada waktu yang sangat pendek ketika MS tidak tersambung ke setiap BS. Handover dilaksanakan setelah kekuatan sinyal dari cell tetangga melebihi kekuatan sinyal dari cell saat ini. Situasi ini ditunjukkan dalam Gambar 1. Garis tebal merah di daerah cell menunjukkan tempat hard handover terjadi.. b. Macro Diversity Handover (MDHO) Ketika MDHO didukung oleh MS dan BS, Diversity Set (dalam beberapa publikasi tercatat sebagai Active Set ) dikelola oleh MS dan BS. Diversity Set adalah sebuah daftar dari BS, yang terlibat dalam prosedur handover. Diversity Set dikelola oleh MS dan BS dan diupdate melalui manajemen pesan MAC (Media Access Control). Sebuah pengiriman pesan ini biasanya didasarkan pada jangka panjang CINR (Carrier to Noise ditambah Interface Ratio) dari BS dan tergantung pada dua threshold: menambah threshold dan menghapus threshold. Nilai threshold disiarkan di pesan DCD (Downlink Channel Descriptor). Diversity Set didefinisikan untuk setiap MS di dalam jaringan. MS secara terus-menerus memantau BS dalam Diversity Set dan mendefinisikan sebuah Anchor BS. Anchor BS adalah salah satu BS dari Diversity Set di MDHO. MS disinkronkan dan terdaftar pada Anchor BS, selanjutnya mulai melakukan dan memonitor saluran downlink untuk informasi kontrol. MS berkomunikasi (termasuk lalu lintas pengguna) dengan Anchor BS dan Active BS dalam Diversity Set (lihat Gambar 2). Gambar 1 : Hard Handover [8] Jenis handover ini kurang kompleks, cukup sederhana tetapi memiliki latency tinggi. Latency lebih tinggi menyebabkan ketidakcocokan untuk layanan yang memerlukan latency rendah (seperti VoIP). Hard handover biasanya digunakan untuk data. Gambar 2: Macro Diversity Handover [8] Untuk downlink, dua atau lebih BS mengirimkan data ke MS menggabungkan keanekaragaman sehingga dapat dilakukan di MS. Untuk uplink, transmisi MS diterima oleh 171

4 beberapa BS dan keragaman pilihan informasi yang diterima dilakukan. BS tercatat sebagai Tetangga BS, dapat menerima komunikasi diantaranya MS dan BS, tetapi level sinyal tidak cukup untuk ditambahkan ke Diversity Set. c. Fast Base Station Switching (FBSS) Dalam FBSS, Diversity Set dipertahankan oleh MS dan BS sama seperti dalam MDHO. Berlawanan dengan MDHO, MS berkomunikasi hanya dengan Anchor BS untuk semua jenis lalu lintas uplink dan downlink termasuk pengelolaan pesan (lihat Gambar 3). Ketika MS terhubung dengan satu BS, Diversity Set hanya berisi satu BS yang akan disebut Anchor BS. Anchor BS dapat berubah dari frame ke frame tergantung pada pilihan skema BS. Ini berarti bahwa setiap frame dapat dikirim melalui BS yang berbeda dalam Diversity Set. Gambar 3 : Fast Base Station Switching [8] Prosedur handover dapat dipisahkan menjadi beberapa tahapan, seperti pada gambar 6 : 172 Gambar 4: [9] tahapan prosedur handover Dalam topologi jaringan dan selama fase MS neighborhood scanning, MS mengumpulkan informasi tentang base station-base station disekitarnya. Selama prosedur scanning, MS berusaha untuk target BS yang cocok atau BSBS yang sesuai untuk ditambahkan ke diversity set. Scanning dari neighborhood dilakukan interval scanning yang interleave operasi normal dari MS. Prosedur dilaporkan kembali ke BS yang melayani. Jenis laporan atau report ada dua yaitu : trigeered reporting dan periodic reporting. Pada trigeered reporting MS mengirim laporan setelah setiap pengukuran parameter kanal seperti : CINR (cerrier to interference and noise ratio), RSSI (receive signal strength indicator), delay relative dan Round Trip Delay (RTD). Pada periodic reporting laporan dikirim dalam interval periodic. Jarak masing-masing report ditunjukkan dalam frame. Target BS dipilih dalam prosedur seleksi sel berdasarkan kanal parameter dan QoS disediakan oleh BS target. Untuk inisialisasi prosedur handover (HO) di macro diversity handover (MDHO) dan fast base station switching (FBSS) ada dua batas yang

5 didefenisikan yaitu: tambahkan threshold (T_Add), dan hapus threshhold (T_Delete) lihat pada gambar 5 : Gambar 5 : [9] Prinsip inisialisasi HO pada MDHO dan FBSS. Tanda panah menunjukkan waktu instance dari inisialisasi HO. Threshold terdahulu mendefinisikan level sinyal absolut untuk menambahkan BS ke diversity set. Threshold yang terakhir mendefinisikan level sinyal absolute untuk menghapus BS dari Diversity set. Jika salah satu threshold dipenuhi oleh BS tetangga, maka prosedur HO dapat dimulai. WiMAX DI INDONESIA Standar WiMAX d-2004 (fixed and nomaden) maupun standar e-2005 bekerja pada frekuensi gelombang mikro (microwave) antara GHz.[1] Untuk implementasi di Indonesia, berdasarkan regulasi dari badan terkait dalam hal ini Dirjen Postel Depkominfo dan melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No:08/Per/M.Kominfo/1/2009danNo: 09/Per/M.Kominfo/1/2009 tertanggal 19 Januari 2009, maka alokasi frekuensi BWA (Broadband Wireless Access) ditetapkan pada frekuensi 2.3 dan 3.3 GHz dengan menggunakan teknologi WiMAX d (fixed and nomaden) dengan metode dupleks TDD (Time Division Duplex). Berbeda dengan frekuensi 3.3 GHz yang sebelumnya telah terpakai untuk komunikasi satelit, frekuensi 2.3 GHz masih merupakan frekuensi yang lowong (belum terpakai oleh operator manapun) sehingga untuk proses penetapan blok-blok frekuensi pada pita frekuensi ini ditetapkan sendiri oleh pemerintah. Penetapan blok pita frekuensi 2.3 GHz beserta dengan lebar pita (bandwidth) masing-masing 5 MHz Sedangkan untuk penetapan blok pita frekuensi 3.3 GHz dengan lebar masing-masing pita sebesar 12.5 MHz.[4] Komunikasi bergerak mengenal istilah uplink dan downlink. Kualitas sinyal uplink tergantung seberapa besar kekuatan sinyal ketika meninggalkan mobile station (MS) dan menuju base station (BS). Pada arah downlink, kualitas sinyal tergantung seberapa kuat base station dapat memancarkan sinyal dan diterima mobile station.[7] PARAMETER HANDOVER Berikut adalah parameter-parameter simulasi dalam handover beserta nilainilainya. a. Frekuensi Frekuensi yang digunakan adalah 2.3 GHz dan 3.5 GHz. Frekuensi ini diambil karena merupakan frekuensi WiMAX yang akan diaplikasikan di Indonesia. b. Waktu Waktu adalah 900 detik. 900 detik digunakan karena waktu tersebut telah dapat menggambarkan throughput pada saat perpindahan MS dari coverage area BS_0 ke coverage area BS_1. c. Kecepatan MS Kecepatan MS adalah 10 km/h, 25 km/h, 50 km/h, 75 km/h dan 90 km/h. Kecepatan tersebut diambil untuk membandingkan throughput yang dihasilkan pada saat proses 173

6 handover dengan beberapa kecepatan yang berbeda. d. Jumlah BS Jumlah BS yang digunakan adalah 2 BS. Hal ini dimaksudkan agar terdapat 2 coverage area yang terbangun dalam simulasi, sehingga dapat menggambarkan proses terjadinya handover. e. Jumlah MS Jumlah MS yang digunakan adalah 5 MS. Dimana terdapat 2 MS pada coverage area BS_0 dan 3 MS pada coverage area BS_1. Jumlah 5 MS diambil karena di dalam satu coverage area terdapat minimal 1 MS. f. Daya Pancar BS Daya pancar yang digunakan dalam simulasi ini sebesar 2 Watt dan 5 Watt. Daya pancar ini digunakan karena dianggap telah dapat mengirimkan trafik ke MS dengan baik [5]. Daya pancar 5 Watt digunakan untuk membandingkan nilai throughput untuk daya pancar yang berbeda. g. Received Signal Strength Indicator (RSSI) RSSI yang digunakan adalah -100 dbm. RSSI ini adalah level daya penerimaan minimum pada komunikasi wireless[5]. h. Diameter Cakupan Sel Diameter cakupan sel yang digunakan adalah 5 km. Diameter ini diambil karena dianggap telah memenuhi syarat luas cakupan WiMAX. Gambar 6. Perancangan Simulasi 174 Pada simulasi, Cell yang diamati sebanyak 2 cell yang diasumsikan berada pada daerah suburban dengan menetapkan jumlah MS sebanyak 5 buah, kecepatan MS_0 yang digunakan adalah 10 km/h, 25 km/h, 50 km/h, 75 km/h dan 90 km/h untuk waktu pengamatan 900 detik. MS_0 bergerak dari jarak 650 m BS_0 dan berhenti ketika berada pada luas cakupan BS_1. Pada simulasi ini, diameter cakupan sel BS_0 dan BS_1 sebesar 5 km dengan terjadi overlap pada jarak 661 m dari BS_0 dan 2354 m dari BS_0. Pada simulasi ini, diasumsikan MS mengalami hard handover yaitu pada awal komunikasi MS_0 hanya menerima trafik dari BS_0, pada saat kekuatan sinyal dari sel BS_0 atau dalam simulasi ini level daya penerimaan pada BS_0 menurun ataupun jarak MS_0 yang berada di tengah-tengah antara BS_0 dan BS_1 yaitu 1500 m dari BS_0, semua hubungan dengan BS_0 akan terputus sebelum diambil alih oleh BS_1. Tujuan dari simulasi ini adalah untuk menampilkan nilai throughput dan delay MS_0 dalam setiap detiknya pada saat proses handover. Adapun masukan program ini adalah: 1. Kecepatan rata-rata MS 2. Waktu simulasi 3. Daya pancar BS 4. RSSI (Receive Signal Strength Indicator) Langkah-langkah program simulasi handover ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan BS yang melayani suatu MS: Untuk menentukan BS mana yang melayani suatu MS, ditentukan oleh: a. Jarak minimum MS terhadap BS b. Nilai RSSI MS terhadap BS yang terbesar. 2. Menentukan terjadinya handover atau tidak untuk tiap MS: Terjadinya handover berdasarkan syarat:

7 a. Apabila jarak MS terhadap BS lebih besar dari batas cell yang melayaninya. b. Apabila nilai RSSI lebih atau sama dengan ambang batas untuk kekuatan sinyal yaitu -100 dbm. 7. Hasil Simulasi a. Analisis Handover Berdasarkan Frekuensi Pada simulasi ini akan dibandingkan throughput yang dihasilkan pada saat menggunakan frekuensi 2.3 GHz dan 3.5 GHz. Mobile Station bergerak dengan kecepatan 10 km/h dan mengalami Terrain type C pathloss yaitu keadaan lingkungan yang hampir datar dengan redaman pohon yang rendah. Adapun Terrain type C ini memiliki nilai fading sebesar 8.2 db.[3] Untuk menentukan jarak MS_0 terhadap BS_0 digunakan rumus : Kecepatan (m/s) = Kecepatan (km/h) x (1) Jarak (m) = Kecepatan (m/s) x Waktu (s) (2) Misalkan untuk waktu 45 detik : Kecepatan (m/s) = 10 km/h x = = m/s Jarak (m) = m/s x 45 sec = 125 m Jarak MS_0 terhadap BS_0 = 125 m + Jarak awal MS_0 = 125 m m = 291 m. Adapun jarak selanjutnya dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Perbandingan Throughput berdasarkan frekuensi : Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada frekuensi 2.3 GHz dan 3.5 GHz, MS_0 baru menerima throughput pada detik ke-45 sebesar bits/sec dan kemudian berangsur angsur meningkat. Handover pada frekuensi 2.3 GHz terjadi pada detik ke576 dan jarak 1766 m dari BS_0 dengan throughput yang menurun sampai sebesar bits/sec. Sedangkan pada frekuensi 3.5 GHz, handover telah terjadi pada detik ke513 dan jarak 1591 m dari BS_0 dengan throughput sebesar bits/second. Hal ini terjadi karena loss yang terjadi pada frekuensi 2.3 GHz lebih kecil dibandingkan frekuensi 3.5 GHz yang kemudian berpengaruh terhadap level daya penerimaan pada MS_0 sehingga jarak jangkau dari BS_0 semakin luas. 175

8 Throughput pada frekuensi 2.3 GHz kembali konstan pada detik ke-630 dan jarak 1916 dari BS_0. Untuk frekuensi 2.3 GHz, handover terjadi dari detik ke-567 hingga detik ke-585 yang berarti handover terjadi selama 18 sec. Sedangkan throughput pada frekuensi 3.5 GHz sudah kembali konstan pada detik ke-513 dan jarak 1591 m dari BS_0. Adapun waktu terjadinya handover untuk frekuensi 3.5 GHz berlangsung dari detik ke-513 sampai detik ke540 yang berarti handover terjadi dalam waktu 27 sec. Adapun perbandingan grafik throughput pada frekuensi 2.3 GHz dan 3.5 GHz sebagai berikut (gambar 7 dan gambar 8). (signal strength) atau tingkat kesalahan (error rates)[6]. Pada saat handover, throughput untuk frekuensi 2.3 GHz menurun sampai sebesar bits/sec sedangkan untuk frekuensi 3.5 GHz throughput menurun secara drastis sampai sebesar bits/sec (Gambar 8). Hal ini berarti pada saat handover tidak terjadi pemutusan hubungan tetapi terdapat suatu gangguan komunikasi yang diakibatkan oleh proses handover. Untuk frekuensi 2.3 GHz, loss pada throughput saat proses handover lebih rendah dibandingkan dengan frekuensi 3.5 GHz, karena pada frekuensi rendah, panjang gelombang lebih rendah sehingga tidak mudah terganggu dengan halangan secara fisik. Adapun untuk menentukan jarak pada tabel dapat dilihat pada rumus (1) dan (2). Tabel 2. Perbandingan delay berdasarkan frekuensi Gambar 7. Grafik Throughput pada frekuensi 2.3 GHz Gambar 8. Grafik Throughput pada frekuensi 3.5 GHz Dari Gambar 7 grafik menunjukkan waktu beberapa detik sebelum throughput diterima oleh MS. karena MS harus men-scan BS untuk menentukan target yang sesuai didasarkan pada sejumlah kriteria seperti kekuatan sinyal 176

9 Dari Tabel 2 diketahui bahwa handover berpengaruh terhadap delay transmisi. Untuk frekuensi 2.3 GHz handover terjadi pada detik ke-576 dan jarak 1766 m dengan delay sebesar msec. Dari tabel 2 diketahui bahwa pada saat terjadi handover, delay akan meningkat, karena adanya waktu tambahan untuk mengirimkan trafik. Hal tersebut terjadi karena pergerakan MS_0 dari cakupan BS_0 ke cakupan BS_1. Untuk frekuensi 3.5 GHz, handover terjadi pada detik ke-513 dan jarak 1591 m dari BS_0 dengan delay sebesar 3.9 msec. sehingga proses pengiriman data memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan frekuensi 2.3 GHz. Sehingga untuk keadaan bergerak, frekuensi 2.3 GHz cenderung lebih baik jika dibandingkan dengan frekuensi 3.5 GHz. Hal ini dapat dilihat dari throughput dan delay masing masing frekuensi pada saat terjadi handover. b. Analisa Handover Berdasarkan Bandwidth Pada simulasi ini dibandingkan nilai throughput saat terjadi handover dengan bandwidth yang berbeda. Bandwidth yang dipilih adalah 5 MHz dan 20 MHz. Kecepatan yang dipilih adalah 10 km/h dengan pathloss yang terjadi adalah Terrain type C pathloss..[3] Tabel perbandingan throughput untuk bandwidth 5 MHz dan 20 MHz dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Perbandingan throughput berdasarkan bandwidth Gambar 9. Grafik Delay pada frekuensi 2.3 GHz Gambar 10. Grafik Delay pada frekuensi 3.5 GHz Dari Gambar 9 dan Gambar 10 grafik menunjukkan bahwa delay pada frekuensi 3.5 GHz lebih besar dibandingkan dengan delay frekuensi 2.3 GHz. Hal ini terjadi akibat loss pada frekuensi 3.5 GHz yang lebih besar Dari tabel 3 diketahui bahwa untuk bandwidth 5 MHz dan 20 MHz, MS_0 telah menerima throughput pada detik ke-45 sebesar bits/second. Untuk masing masing bandwidth, handover terjadi pada detik ke177

10 513 dan jarak 1591 m dari BS_0 dengan nilai throughput sebesar bits/sec. Pada bandwidth 5 MHz, berulang kali terjadi penurunan throughput. Hal ini diakibatkan karena lebar pita yang sempit sehingga kemungkinan terjadinya loss saat proses pengiriman trafik lebih besar jika dibandingkan bandwidth 20 MHz. Gambar 11. Grafik Throughput pada bandwidth 5 MHz Dari tabel 4 diketahui perbedaan delay pada bandwidth 5 MHz dan 20 MHz. Untuk kedua bandwidth pada awal pengiriman trafik, keduanya memiliki delay yang sama yaitu msec. Saat proses pengirimanan trafik, delay untuk bandwidth 5 MHz lebih besar jika dibandingkan dengan bandwidth 20 MHz. Hal ini dapat dilihat pada detik ke-513, yaitu saat handover terjadi. Pada detik ke-513, delay untuk bandwidth 5 MHz sebesar msec sedangkan untuk bandwidth 20 MHz sebesar 3.86 msec. Hal ini terjadi karena semakin kecil lebar pita maka proses pengiriman data juga akan semakin lambat jika dibandingkan menggunakan lebar pita yang lebih besar. Gambar 12. Grafik Throughput pada bandwidth 20 MHz Pada gambar 11 dan gambar 12, grafik menunjukkan perbedaan throughput untuk bandwidth 5 MHz dan 20 MHz. Pada bandwidth 5 MHz dapat dilihat terjadi delapan kali penurunan throughput sebelum terjadi proses handover sedangkan pada bandwidth 20 MHz terjadi tiga kali penurunan throughput sebelum proses handover, karena semakin kecil lebar pita maka kemungkinan terjadinya loss pada saat proses pentransmisian lebih besar jika dibandingkan lebar pita yang besar. Gambar 13. Grafik Delay pada bandwidth 5 MHz Tabel 4. Perbandingan delay berdasarkan bandwidth 178

11 Tabel 5. Perbandingan Throughput berdasarkan daya pancar Gambar 14. Grafik Delay pada bandwidth 20 MHz Dari gambar 13 dan 14 terlihat grafik perbedaan delay untuk bandwidth 5 MHz dan 20 MHz. Dari grafik dapat diketahui bahwa saat proses pengirimanan trafik, delay pada bandwidth 5 MHz lebih besar jika dibandingkan dengan bandwidth 20 MHz. Untuk bandwidth 5 MHz sesaat sebelum handover yaitu pada detik ke-450 terjadi peningkatan delay hingga hampir mencapai 0.4 msec sedangkan pada bandwidth 20 MHz juga terjadi peningkatan delay tetapi hanya berkisar pada 3.88 msec. Bandwidth memiliki pengaruh yang besar dalam proses pengiriman data. Hal ini dapat diketahui dari perbandingan throughput dan delay untuk bandwidth 5 MHz dan bandwidth 20 MHz. c. Analisis Handover Berdasarkan Daya Pancar BS Pada simulasi ini dibandingkan throughput antara BS yang mempunyai daya pancar yang berbeda. Keadaan pertama, BS mempunyai daya pancar sebesar 2 watt dan keadaan kedua, BS mempunyai daya pancar sebesar 5 watt. Dengan kecepatan 10 km/h dan pathloss yang terjadi adalah Terrain type C. Dari tabel 5 diketahui bahwa untuk daya pancar 2 watt dan 5 watt, throughput diterima pada detik ke-45 sebesar bits/sec. Dari detik ke-180 hingga detik ke-450 keduanya mempunyai throughput yang berkisar 6000 bits/sec. Untuk daya pancar 2 watt, handover terjadi pada detik ke-513 dan jarak 1591 m dari BS_0 dengan throughput yang menurun hingga bits/sec, Sedangkan untuk daya pancar 5 watt, handover baru terjadi pada detik ke-540 dan jarak 1666 m dari BS_0 dengan throughput sebesar bits/sec. Untuk daya pancar 2 watt, handover telah terjadi pada detik ke-513 sedangkan untuk daya pancar 5 watt, handover terjadi pada detik ke-540, karena pada daya pancar yang lebih kecil maka level daya penerimaan juga akan semakin kecil sehingga kemampuan untuk melingkupi sel juga semakin kecil jika dibandingkan dengan daya pancar yang lebih besar. 179

12 Tabel 6. Perbandingan Delay berdasarkan daya pancar BS Gambar 15. Grafik Throughput pada daya pancar 2 Watt Gambar 16. Grafik Throughput pada daya pancar 5 Watt Gambar 15 dan 16 menunjukkan grafik perbedaan throughput untuk daya pancar 2 watt dan 5 watt. Untuk daya pancar 2 watt, handover terjadi pada detik ke-513 dan jarak 1591 m dari BS_0 dengan throughput yang menurun hingga bits/sec, Sedangkan untuk daya pancar 5 watt, handover baru terjadi pada detik ke-540 dan jarak 1666 m dari BS_0 dengan throughput sebesar bits/sec. Dari gambar 15 dan 16 juga terlihat, untuk daya pancar 2 watt waktu terjadinya handover lebih lama jika dibandingkan dengan daya pancar 5 watt. karena level daya penerimaan yang akan meningkat seiring meningkatnya daya pancar pada Base Station. 180 Dari tabel 6 diketahui perbandingan delay untuk daya pancar 2 watt dan daya pancar 5 watt. Pada detik ke-45 hingga detik ke-360, delay untuk masing masing daya pancar memiliki nilai yang sama. Delay untuk daya pancar 2 watt kembali meningkat pada detik ke-450 dengan nilai msec, sesaat sebelum terjadinya handover pada detik ke513. Hal ini terjadi karena mulai terganggunya proses pengiriman trafik dari BS_0 ke MS_0 sehingga berpengaruh terhadap waktu pengiriman trafik. Untuk daya pancar 5 watt, delay pada proses transmisi data menurun dari detik awal hingga akhir. Hal ini terjadi karena besarnya daya pancar dari BS_0 sehingga waktu untuk mengirimkan data tidak mengalami kendala yang cukup berarti.

13 d. Analisis Handover Berdasarkan Pathloss Gambar 17. Grafik Delay pada daya pancar 2 Watt Pada simulasi ini dibandingkan throughput pada saat MS mengalami pathloss yang berbeda. Keadaan pertama, MS mengalami Terrain type B pathloss. Keadaan ini menggambarkan keadaan yang berbukit bukit dan redaman pohon yang sedang. Nilai fading dari Terrain type B adalah 9.6 db. Sedangkan pada keadaan kedua, MS mengalami Terrain type C. Keadan ini menggambarkan keadaan yang datar dengan redaman pohon yang rendah. Nilai fading Terrain type C adalah 8.2 db. Pada simulasi ini kecepatan MS yang diambil adalah 10 km/h.[3] Tabel 7 menunjukkan perbandingan throughput MS mengalami vehicular pathloss dan pedestrian pahloss. Tabel 7. Perbandingan Throughput Berdasarkan Pathloss Gambar 18. Grafik Delay pada daya pancar 5 Watt Dari gambar 17 dan 18 grafik menunjukkan perbandingan delay untuk daya pancar 2 watt dan daya pancar 5 watt. Delay untuk masing masing daya pancar cenderung sama. Delay untuk daya pancar 2 watt meningkat pada detik ke-450, sesaat sebelum terjadinya handover pada detik ke-513. Untuk daya pancar 5 watt, delay pada proses transmisi data cenderung menurun dari detik awal hingga akhir. Hal ini terjadi karena besarnya daya pancar dari BS_0 sehingga waktu untuk mengirimkan data tidak mengalami kendala yang cukup berarti. Dengan demikian bahwa pada keadaan bergerak, daya pancar yang semakin besar akan semakin meningkatkan kinerja dari sistem komunikasi. Hal ini dapat dilihat dari throughput dan delay masing masing daya pancar pada saat terjadi handover. Dari tabel 7 diketahui bahwa untuk kedua pathloss, throughput diterima pada detik ke45 sebesar bits/sec. Dari detik ke-180 hingga detik ke-360 keduanya sama sama mendapat throughput yang berkisar 6000 bits/sec. Pada detik ke-441 dan jarak 1391 m untuk Terrain type B pathloss, MS_0 mengalami penurunan yang drastis hingga bits/sec. Hal ini terjadi karena keadaan lingkungan pada Terrain type B pathloss yang menyebabkan terjadinya gangguan pada proses pengiriman data. Throughput pada Terrain type B pathloss kembali konstan pada saat mendapat kiriman trafik dari BS_1 yaitu pada detik ke-630 dan jarak 1916 m dari BS_0. Pada Terrain type C pathloss, handover terjadi pada detik ke-513 dan jarak 181

14 1591 m dari BS_0. Hal ini terjadi karena pada detik ke-513, MS_0 berada pada jarak tengah antara BS_0 dan BS_1 sehingga terjadi pengalihan pengiriman trafik dari BS_0 ke BS_1. Throughput kembali konstan pada detik ke-540 dan jarak 1666 m dari BS_0. Hal ini terjadi karena MS_0 telah mendapat trafik dari BS_1. handover yaitu pada detik ke-513 dan jarak 1591 m dari BS_0. Hal ini dikarenakan keadaan lingkungan Terrain type B yang berbukit bukit sedangkan pada Terrain type C keadaan lingkungan lebih datar. Redaman pohon pada Terrain type B juga lebih besar daripada Terrain type C. Nilai fading juga mempengaruhi level penerimaan pada MS_0. Nilai fading pada Terrain type B sebesar 9.6 db sedangkan pada Terrain type C sebesar 8.2 db. Tabel 8. Perbandingan Delay Berdasarkan Pathloss Gambar 19. Grafik Throughput pada Terrain type B pathlo Gambar 20. Grafik Throughput pada Terrain type C pathloss Gambar 19 dan 20 menunjukkan grafik perbedaan throughput pada Terrain type B pathloss dan Terrain type C pathloss. Dari gambar 19 dapat terlihat bahwa pada detik ke-441 hingga detik ke-540 yaitu pada jarak 1391 m sampai 1666 m dari BS_0 terdapat gangguan pada proses pengiriman trafik dari BS_0 ke MS_0. Sedangkan pada gambar 20 Terrain type C pathloss, gangguan pada proses komunikasi hanya terjadi pada saat proses 182 Dari tabel 8 diketahui bahwa untuk kedua pathloss, delay pada saat awal pengiriman data memiliki waktu yang sama yaitu msec. Dari detik ke-45 hingga detik ke-270 keduanya memiliki nilai delay yang sama. Pada detik ke-360 pada Terrain type B pathloss, nilai delay mencapai 3.92 msec. Hal ini terjadi karena keadaan lingkungan pada Terrain type B pathloss yang menyebabkan terjadinya gangguan pada proses pengiriman data. Pada Terrain type C pathloss, delay transmisi pada saat proses pengiriman trafik tidak mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena keadaan lingkungan pada Terrain type C pathloss yang cenderung datar sehingga

15 proses pengiriman trafik berlangsung dengan baik. juga dapat Gambar 21. Grafik Delay pada Terrain type B Pathloss Gambar 22. Grafik Delay pada Terrain type C Pathloss Dari gambar 21 dan 22 Grafik menunjukkan perbedaan delay untuk kedua jenis pathloss. Untuk Terrain type B pathloss nilai delay lebih besar jika dibandingkan dengan delay pada Terrain type C pathoss. Pada Terrain type B pathloss, ada keadaan dimana delay tidak stabil yaitu pada saat terjadi gangguan pada proses pengiriman trafik dari BS_0 ke MS_0. Hal ini terjadi karena keadaan lingkungan Terrain type B pathloss yang berbukit bukit dengan nilai redaman pohon yang sedang sehingga proses pengiriman trafik menjadi terganggu. SIMPULAN 1. Untuk keadaan bergerak, frekuensi 2.3 GHz cenderung lebih baik jika dibandingkan dengan frekuensi 3.5 GHz. Hal ini diketahui dari throughput saat handover. Untuk frekuensi 2.3 GHz throughput yang diterima oleh MS_0 sebesar bits/sec sedangkan untuk frekuensi 3.5 GHz throughput yang diterima oleh MS_0 sebesar bits/sec. 2. Semakin besar bandwidth yang digunakan maka terjadinya loss pada proses pengiriman data akan semakin kecil. Untuk bandwidth 5 MHz terjadi delapan kali penurunan throughput sebelum terjadi proses handover sedangkan pada bandwidth 20 MHz terjadi tiga kali penurunan throughput sebelum terjadi proses handover. 3. Pada saat proses pengirimanan trafik, delay untuk bandwidth 5 MHz lebih besar jika dibandingkan dengan delay untuk bandwidth 20 MHz. Hal ini dapat dilihat pada detik ke-513, yaitu saat terjadi proses handover. Pada detik ke-513, delay untuk bandwidth 5 MHz sebesar msec sedangkan untuk bandwidth 20 MHz sebesar 3.86 msec. 4. Untuk daya pancar 2 watt, handover telah terjadi pada detik ke-513 sedangkan untuk daya pancar 5 watt, handover terjadi pada detik ke-540. Hal ini diakibatkan karena pada daya pancar yang lebih kecil maka level daya penerimaan juga akan semakin kecil sehingga kemampuan untuk melingkupi sel juga semakin kecil jika dibandingkan dengan daya pancar yang lebih besar. 183

16 DAFTAR PUSTAKA Bruno Rés, Susana Sargento, WiMAX Deployment, Planning and Optimization: Application to Different Scenarios. Portugal:Institute of Telecommunications, University of Aveiro Gunawan Wibisono, Gunadi Dwi Hantoro WiMAX Teknologi Broadband Wireless Access (BWA) Kini dan Masa Depan. Bandung: Informatika Bandung. IEEE Standard for Local and metropolitan area networks Part 16: Air Interface for Fixed and Mobile Broadband Wireless Access Systems Amendment 2: Physical and Medium Access Control Layers for Combined Fixed and Mobile Operation in Licensed Bands and Corrigendum 1, The Institute of Electrical and Electronics Engineers, Inc. 3 Park Avenue, New York, NY , USA Published 28 February. OPNET Technologies Undestanding WiMAX Model Internals and Interfaces Network R & D. OPNETWORK. Paul Boone, Michel Barbeau and Evangelos Kranakis Strategies for Fast Scanning and Handovers in WiMax/ School of Computer Science. Canada: Carleton University Ottawa. Wahana computer, Kupas Tuntas Teknologi WiMAX,Yogyakarta: Andi Offset Yang Xiao [editor] WiMAX/MobileFi: Advanced Research and Technology. New York: Auerbach Publications-Taylor & Francis Group. Zdenek Becvar. TTh. Jan Zelenka, Implementation of Handover Delay Timer into WiMAX. Czech Republic: Prague. Menteri Komunikasi dan Informatika, Peraturan Menteri komunikasi dan Informatika, No:08/Per/M. Kominfo/1/2009 tentang Penetapan Pita Frekuensi Radio Untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (Wireless Broadband) Pada Pita Frekuensi 2.3 GHz. Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika. 184

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi saat ini sangat pesat, khususnya teknologi wireless (nirkabel). Seiring dengan meningkatnya kebutuhan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi informasi yang berkembang pesat telah membawa dunia memasuki era informasi yang lebih cepat. Salah satu kemajuan teknologi informasi yang saat ini telah

Lebih terperinci

JARINGAN WIRELESS. Jurusan T-informatika STT-Harapan Medan T.A 2016/2017 Oleh : Tengku Mohd Diansyah, ST, M.Kom 30/05/2017 1

JARINGAN WIRELESS. Jurusan T-informatika STT-Harapan Medan T.A 2016/2017 Oleh : Tengku Mohd Diansyah, ST, M.Kom 30/05/2017 1 JARINGAN WIRELESS Jurusan T-informatika STT-Harapan Medan T.A 2016/2017 Oleh : Tengku Mohd Diansyah, ST, M.Kom 30/05/2017 1 Introduction Enable people to communicate and access applications and information

Lebih terperinci

ESTIMASI CAKUPAN JARINGAN WIMAX DAN ANALISIS PERFORMANSINYA UNTUK DAERAH MAKASSAR, MAROS, SUNGGUMINASA, DAN TAKALAR

ESTIMASI CAKUPAN JARINGAN WIMAX DAN ANALISIS PERFORMANSINYA UNTUK DAERAH MAKASSAR, MAROS, SUNGGUMINASA, DAN TAKALAR PRO S ID IN G 20 1 2 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK ESTIMASI CAKUPAN JARINGAN WIMAX DAN ANALISIS PERFORMANSINYA UNTUK DAERAH MAKASSAR, MAROS, SUNGGUMINASA, DAN TAKALAR Merna Baharuddin 1), Nien Khamsawarni

Lebih terperinci

Komunikasi dan Jaringan

Komunikasi dan Jaringan Komunikasi dan Jaringan Kartika Firdausy - UAD Komunikasi Proses transfer data / instruksi / informasi antara dua atau lebih komputer atau perangkat lain Komunikasi komputer (computer communications) 1

Lebih terperinci

STUDI TENTANG ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX TESIS

STUDI TENTANG ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX TESIS STUDI TENTANG ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX TESIS Oleh : EKA NOPERITA NPM. 0606003341 TESIS INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI MAGISTER TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi telekomunikasi nirkabel (wireless) sangat pesat sekali, khususnya teknologi informasi dan Internet. Teknologi seluler berkembang dari

Lebih terperinci

Komunikasi dan Jaringan

Komunikasi dan Jaringan Komunikasi dan Jaringan Kartika Firdausy - UAD kartika@ee.uad.ac.id blog.uad.ac.id/kartikaf Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1. menyebutkan perangkat pengirim dan penerima dalam

Lebih terperinci

Pendahuluan. Gambar I.1 Standar-standar yang dipakai didunia untuk komunikasi wireless

Pendahuluan. Gambar I.1 Standar-standar yang dipakai didunia untuk komunikasi wireless Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Sistem broadband wireless access (BWA) sepertinya akan menjadi metoda akses yang paling fleksibel dimasa depan. Dibandingkan dengan teknologi eksisting, fiber optik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih menuntut adanya komunikasi yang tidak hanya berupa voice, tetapi juga berupa data bahkan multimedia. Dengan munculnya

Lebih terperinci

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel BAB II PEMODELAN PROPAGASI 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari

Lebih terperinci

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) 802.11b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE Dontri Gerlin Manurung, Naemah Mubarakah Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik

Lebih terperinci

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN 2.1 Perencanaan Cakupan. Perencanaan cakupan adalah kegiatan dalam mendesain jaringan mobile WiMAX. Faktor utama yang dipertimbangkan dalam menentukan perencanaan jaringan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II SOFT HANDOFF. bergerak. Mobilitas menyebabkan variasi yang dinamis pada kualitas link dan tingkat

BAB II SOFT HANDOFF. bergerak. Mobilitas menyebabkan variasi yang dinamis pada kualitas link dan tingkat BAB II SOFT HANDOFF II.1 Umum Handoff adalah komponen yang esensial dalam sistem komunikasi selular bergerak. Mobilitas menyebabkan variasi yang dinamis pada kualitas link dan tingkat interferensi pada

Lebih terperinci

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse. I. Pembahasan 1. Frequency Reuse Frequency Reuse adalah penggunaan ulang sebuah frekuensi pada suatu sel, dimana frekuensi tersebut sebelumnya sudah digunakan pada satu atau beberapa sel lainnya. Jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Kinerja Protocol SCTP untuk Layanan Streaming Media pada Mobile WiMAX 3

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Kinerja Protocol SCTP untuk Layanan Streaming Media pada Mobile WiMAX 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi WiMAX (Worldwide Interoperabilitas for Microwave Access) yang berbasis pengiriman data berupa paket dan bersifat connectionless oriented merupakan teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. WLAN dengan teknologi Infra red (IR) dan Hewlett-packard (HP) menguji WLAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. WLAN dengan teknologi Infra red (IR) dan Hewlett-packard (HP) menguji WLAN BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wireless Local Area Network (WLAN) Sejarah WLAN diawali pada tahun 1970, IBM mengeluarkan hasil rancangan WLAN dengan teknologi Infra red (IR) dan Hewlett-packard (HP) menguji

Lebih terperinci

SIMULASI PERANCANGAN COVERAGE AREA DAN ANALISA HASIL PENGUKURAN NILAI RSSI MENGGUNAKAN TOPOLOGY MESH WI-FI DALAM IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN WI-FI SMART CITY Stevent Leonard Naibaho / 0522109 Email : steventln2011@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Semakin tinggi penggunaan internet dalam masyarakat saat ini, harus didukung dengan infrastruktur jaringan yang baik, sehingga penggunaan aplikasi yang membutuhkan

Lebih terperinci

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes Multiple Access Downlink Uplink Handoff Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes Base Station Fixed transceiver Frequency TDMA: Time Division Multiple Access CMDA: Code

Lebih terperinci

4.2. Memonitor Sinyal Receive CPE/SU Full Scanning BAB V. PENUTUP Kesimpulan Saran...

4.2. Memonitor Sinyal Receive CPE/SU Full Scanning BAB V. PENUTUP Kesimpulan Saran... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR ISTILAH... xi INTISARI... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi 3G yang menawarkan kecepatan data lebih cepat dibanding GSM.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi 3G yang menawarkan kecepatan data lebih cepat dibanding GSM. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan teknologi komunikasi semakin cepat khususnya teknologi 3G yang menawarkan kecepatan data lebih cepat dibanding GSM. Beberapa perusahaan telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan jaringan komputer sangat pesat dan popular, sehingga jaringan komputer sering digunakan untuk menghubungkan komunikasi di area gedung, kantor,

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European BAB II JARINGAN GSM 2.1 Sejarah Teknologi GSM GSM muncul pada pertengahan 1991 dan akhirnya dijadikan standar telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European Telecomunication Standard Institute).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Trafik Secara umum trafik dapat diartikan sebagai perpindahan informasi dari satu tempat ke tempat lain melalui jaringan telekomunikasi. Besaran dari suatu trafik telekomunikasi

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX) 1 ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX) Siska Dyah Susanti 1, Ir. Erfan Achmad Dahlan, MT. 2, M. Fauzan Edy Purnomo. ST.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam yang terbatas sehingga harus dikelola secara efisien dan efektif. Kemajuan teknologi telekomunikasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan akan flexibilitas komunikasi pada jaringan menuntut teknologi untuk mengembangkan komunikasi yang lebih flexible, dapat bergerak

Lebih terperinci

Aplikasi WiMAX. Oleh: Yenniwarti Rafsyam, Milda Yuliza, Lifwarda. Staf Pengajar Teknik Elektro Politeknik Negeri Padang ABSTRACT

Aplikasi WiMAX. Oleh: Yenniwarti Rafsyam, Milda Yuliza, Lifwarda. Staf Pengajar Teknik Elektro Politeknik Negeri Padang ABSTRACT Aplikasi WiMAX Oleh: Yenniwarti Rafsyam, Milda Yuliza, Lifwarda Staf Pengajar Teknik Elektro Politeknik Negeri Padang ABSTRACT WiMAX is Broadband Wireless Acces (BWA) technology evolution with interactive

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENDUKUNG

BAB II TEORI PENDUKUNG BAB II TEORI PENDUKUNG 2.1. WiMAX WiMAX adalah singkatan dari Worldwide Interoperability for Microwave Access, merupakan teknologi akses nirkabel pita lebar (broadband wireless access atau disingkat BWA)

Lebih terperinci

KUALITAS LAYANAN DATA PADA JARINGAN CDMA x EVOLUTION-DATA ONLY (EVDO)

KUALITAS LAYANAN DATA PADA JARINGAN CDMA x EVOLUTION-DATA ONLY (EVDO) KUALITAS LAYANAN DATA PADA JARINGAN CDMA 2000 1x EVOLUTION-DATA ONLY (EVDO) Eva Yovita Dwi Utami, Peni Listyaningsih KUALITAS LAYANAN DATA PADA JARINGAN CDMA 2000 1x EVOLUTION-DATA ONLY (EVDO) Eva Yovita

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir

Makalah Seminar Tugas Akhir Makalah Seminar Tugas Akhir ANALISIS KINERJA PROTOKOL TCP PADA SISTEM WiMAX Akhmad Sarif, Achmad Hidayatno, ST.,MT., Imam Santoso, ST.,MT. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

STANDARISASI FREKUENSI

STANDARISASI FREKUENSI STANDARISASI FREKUENSI WLAN-WIFI Muhammad Riza Hilmi, ST. saya@rizahilmi.com http://learn.rizahilmi.com Alasan Mengapa Perlu Standarisasi Teknologi yang dibuat secara masal. Pembuat hardware yang berbeda

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO Jalan MT Haryono 167 Telp & Fax. 0341 554166 Malang 65145 KODE PJ-01 PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur.

BERITA NEGARA. No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

Standar NYOMAN SURYADIPTA, ST, CCNP NYOMAN SURYADIPTA.ST.CCNP COMPUTER SCIENCE FACULTY - NAROTAMA UNIVERSITY

Standar NYOMAN SURYADIPTA, ST, CCNP NYOMAN SURYADIPTA.ST.CCNP COMPUTER SCIENCE FACULTY - NAROTAMA UNIVERSITY Standar 802.11 NYOMAN SURYADIPTA, ST, CCNP 1 Topik Pendahuluan Spektrum Frekuensi Standard 2 Pendahuluan Definisi Latar Belakang Karakteristik Working Group Aliansi Wifi 3 Pendahuluan Definisi 802.11 merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN RANCANGAN MODEL TESTBED QOS WIMAX DENGAN OPNET. menjanjikan akses internet yang cepat, bandwidth besar, dan harga yang murah.

BAB 3 ANALISA DAN RANCANGAN MODEL TESTBED QOS WIMAX DENGAN OPNET. menjanjikan akses internet yang cepat, bandwidth besar, dan harga yang murah. 62 BAB 3 ANALISA DAN RANCANGAN MODEL TESTBED QOS WIMAX DENGAN OPNET 3.1 Permasalahan Saat ini kita bisa dengan mudah mendapatkan akses internet. Kita bisa berlangganan internet menggunakan modem DSL (Digital

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Power control pada sistem CDMA adalah mekanisme yang dilakukan untuk mengatur daya pancar mobile station (MS) pada kanal uplink, maupun daya pancar base station

Lebih terperinci

Teknologi Komunikasi Data Jaringan Nirkabel. Adri Priadana - ilkomadri.com

Teknologi Komunikasi Data Jaringan Nirkabel. Adri Priadana - ilkomadri.com Teknologi Komunikasi Data Jaringan Nirkabel - ilkomadri.com PENDAHULUAN Jaringan wireless/nirkabel adalah teknologi jaringan yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik melalui udara sebagai media untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suara, melainkan juga sudah merambah kepada komunikasi multimedia seperti

BAB I PENDAHULUAN. suara, melainkan juga sudah merambah kepada komunikasi multimedia seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kebutuhan telekomunikasi tidak hanya terbatas pada komunikasi suara, melainkan juga sudah merambah kepada komunikasi multimedia seperti data, gambar dan video.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamakan hotspot. Batas hotspot ditentukan oleh frekuensi, kekuatan pancar

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamakan hotspot. Batas hotspot ditentukan oleh frekuensi, kekuatan pancar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penggunaan Wi-Fi memudahkan dalam mengakses jaringan dari pada menggunakan kabel. Ketika menggunakan WiFi, pengguna dapat berpindahpindah tempat. Meskipun

Lebih terperinci

ANALISIS DROP CALL PADA JARINGAN 3G PADA BEBERAPA BASE STATION DI KOTA MEDAN

ANALISIS DROP CALL PADA JARINGAN 3G PADA BEBERAPA BASE STATION DI KOTA MEDAN ANALISIS DROP CALL PADA JARINGAN 3G PADA BEBERAPA BASE STATION DI KOTA MEDAN Donny Panggabean (1), Naemah Mubarakah (2) Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2] 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan komunikasi suara, data, dan multimedia melalui Internet dan perangkat-perangkat bergerak semakin bertambah pesat [1-2]. Penelitian dan pengembangan teknologi

Lebih terperinci

Bluetooth. Pertemuan III

Bluetooth. Pertemuan III Bluetooth Pertemuan III Latar Belakang Pada bulan Mei 1998, 5 perusahaan promotor yaitu Ericsson, IBM, Intel, Nokia dan Toshiba membentuk sebuah Special Interest Group (SIG) dan memulai untuk membuat spesifikasi

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE JURNAL INFOTEL Informatika - Telekomunikasi - Elektronika Website Jurnal : http://ejournal.st3telkom.ac.id/index.php/infotel ISSN : 2085-3688; e-issn : 2460-0997 Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Layanan 3G komersial telah diluncurkan sejak tahun 2001 dengan menggunakan teknologi WCDMA. Kecepatan data maksimum yang dapat dicapai sebesar 2 Mbps. Walaupun demikian,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAFTAR ISI ABSTRAK..... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR SIMBOL... vii DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I.1 1.2 Identifikasi Masalah... I.1 1.3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi selular semakin berkembang, diawali dengan munculnya teknologi 1G (AMPS), 2G yang dikenal dengan GSM, dan 3G yang mulai berkembang di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dewasa ini makin cepat dalam pengembagannya dan sangat mempengaruhi kehidupan manusia, hal ini dirasakan oleh masyarakat Timor Leste pada umumya,

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS

ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Teknologi 3G 3G adalah singkatan dari istilah dalam bahasa Inggris: third-generation technology. Istilah ini umumnya digunakan mengacu kepada perkembangan teknologi telepon nirkabel

Lebih terperinci

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center)

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center) Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE 802.11n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center) Silmina Farhani Komalin 1,*, Uke Kurniawan Usman 1, Akhmad Hambali 1 1 Prodi S1 Teknik Telekomunikasi,

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Broadband Wireless Access (BWA) merupakan suatu jaringan akses nirkabel pita lebar. Sedangkan yang disebut dengan broadband menurut standar IEEE 802.16-2004

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA

ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA SINGUDA ENSIKOM VOL. 6 NO.2 /February ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA Ari Purwanto, Maksum Pinem Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Widya Teknika Vol.19 No. 1 Maret 2011 ISSN 1411 0660 : 34 39 PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Dedi Usman Effendy 1) Abstrak Dalam

Lebih terperinci

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL 21 BAB III IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL 3. 1 Sejarah Singkat Wireless Fidelity Wireless fidelity (Wi-Fi) merupakan teknologi jaringan wireless yang sedang berkembang pesat dengan menggunakan standar

Lebih terperinci

Pengaruh Teknik Modulasi Terhadap Kinerja Layanan Voice dan Video Pada Jaringan WiMAX Menggunakan Opnet Modeler

Pengaruh Teknik Modulasi Terhadap Kinerja Layanan Voice dan Video Pada Jaringan WiMAX Menggunakan Opnet Modeler Pengaruh Teknik Modulasi Terhadap Kinerja Layanan Voice dan Video Pada Jaringan WiMAX Menggunakan Opnet Modeler Muhammad Akmal #1, Nasaruddin *2, Ramzi Adriman #3 # Magister Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi komunikasi seluler tidak lagi terbatas pada layanan suara dan pesan singkat (SMS). Teknologi seluler terus berkembang pesat dari tahun ke tahun. Layanan akses

Lebih terperinci

Prakiraan Kebutuhan Akses Broadband dan Perencanaan Jaringan Mobile WiMAX untuk Kota Bandung

Prakiraan Kebutuhan Akses Broadband dan Perencanaan Jaringan Mobile WiMAX untuk Kota Bandung Prakiraan Akses Broadband dan Perencanaan Jaringan Mobile WiMAX untuk Kota Bandung Natanael Makarios 1 Institut Teknologi Bandung Email: natanaelmakarios@yahoo.com Abstrak- Makalah ini memiliki bertujuan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH HANDOVER PADA MOBILE WIMAX UNTUK LAYANAN LIVE STREAMING

ANALISIS PENGARUH HANDOVER PADA MOBILE WIMAX UNTUK LAYANAN LIVE STREAMING ANALISIS PENGARUH HANDOVER PADA MOBILE WIMAX UNTUK LAYANAN LIVE STREAMING Publikasi Jurnal Skripsi Disusun Oleh: TRI EVANTI ANDRIANI NIM. 0910630100-63 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Syailendra Dwitama Iskandar 1, Ir. Endah Budi P., MT. 2, Dwi Fadila K.. ST., MT. 3

Syailendra Dwitama Iskandar 1, Ir. Endah Budi P., MT. 2, Dwi Fadila K.. ST., MT. 3 1 PERFORMANSI QUALITY OF SERVICE (QOS) FRAMEWORK ANTARA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING-TIME DIVISION MULTIPLE ACCESS () DAN ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS () PADA IEEE 802.16

Lebih terperinci

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM Perkembangan sistem komunikasi GSM (Global System for Mobile communication) dimulai pada awal tahun 1980 di Eropa, dimana saat itu banyak negara di Eropa menggunakan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN MODEL QOS WIMAX DENGAN OPNET. Pada bab 3 ini penulis ingin memfokuskan pada system evaluasi kinerja

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN MODEL QOS WIMAX DENGAN OPNET. Pada bab 3 ini penulis ingin memfokuskan pada system evaluasi kinerja 33 BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN MODEL QOS WIMAX DENGAN OPNET Pada bab 3 ini penulis ingin memfokuskan pada system evaluasi kinerja mekanisme QoS dan skema AMC pada kinerja jaringanwimax, semakin kuat

Lebih terperinci

UNJUK KERJA ALGORITMA HARD HANDOFF TERHADAP VARIASI KECEPATAN MOBILE STATION

UNJUK KERJA ALGORITMA HARD HANDOFF TERHADAP VARIASI KECEPATAN MOBILE STATION UNJUK KERJA ALGORITMA HARD HANDOFF TERHADAP VARIASI KECEPATAN MOBILE STATION MAKSUM PINEM Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan e-mail : maksum.pinem@gmail.com ABSTRAK-

Lebih terperinci

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana : Frekuensi Reuse Frequency Reuse adalah penggunaan ulang sebuah frekuensi pada suatu sel, dimana frekuensi tersebut sebelumnya sudah digunakan pada satu atau beberapa sel lainnya. Terbatasnya spektrum frekuensi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Pada tahap ini akan dibahas tahap dan parameter perencanaan frekuensi dan hasil analisa pada frekuensi mana yang layak diimplemantasikan di wilayah Jakarta. 4.1 Parameter

Lebih terperinci

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07 /PER/M.KOMINFO/01/2009 TENTANG PENATAAN PITA FREKUENSI RADIO UNTUK KEPERLUAN LAYANAN PITA LEBAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transmisi merupakan suatu pergerakan informasi melalui sebuah media jaringan telekomunikasi. Transmisi memperhatikan pembuatan saluran yang dipakai untuk mengirim

Lebih terperinci

HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

HASIL SIMULASI DAN ANALISIS 55 HASIL SIMULASI DAN ANALISIS 4.1 Hasil Simulasi Jaringan IEEE 802.16d Jaringan IEEE 802.16d dalam simulasi ini dibuat berdasarkan pemodelan sistem sehingga akan menghasilkan dua buah model jaringan yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi saat ini sangat signifikan seiring dengan meningkatnya kebutuhan pengguna layanan sistem informasi

Lebih terperinci

Dukungan yang diberikan

Dukungan yang diberikan PERKEMBANGAN KOMUNIKASI DATA NIRKABEL Pertengahan abad 20, teknologi nirkabel berkembang pesat, diimplementasikan dalam bentuk teknologi radio, televisi, telepon mobil, dll. Komunikasi lewat sistem satelit

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR KOORDINASI ANTARA PENYELENGGARA SISTEM PERSONAL COMMUNICATION SYSTEM 1900 DENGAN PENYELENGGARA

Lebih terperinci

TAKARIR. Kapasitas transmisi dari sambungan elektronik. Percakapan melalui jaringan intenet.

TAKARIR. Kapasitas transmisi dari sambungan elektronik. Percakapan melalui jaringan intenet. TAKARIR Access Point Bandwith Browsing Coverage area Chatting Free space loss Hardware Hotspot Interface Infrared Local area network Network Operation Center Open source Personal Computer Radio Frekuensi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, ANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PER/M.KOMINFO/09/2011 TENTANG PENGGUNAAN PITA FREKUENSI RADIO 2.3 GHz UNTUK KEPERLUAN LAYANAN PITA LEBAR NIRKABEL (WIRELESS

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 3.1 Jaringan 3G UMTS dan HSDPA Jaringan HSDPA diimplementasikan pada beberapa wilayah. Untuk

Lebih terperinci

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI Zulkha Sarjudin, Imam Santoso, Ajub A. Zahra Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

WIRELESS NETWORK. Pertemuan VI. Pengertian Wireless Network. Klasifikasi Wireless Network

WIRELESS NETWORK. Pertemuan VI. Pengertian Wireless Network. Klasifikasi Wireless Network WIRELESS NETWORK Pertemuan VI Ada tiga range frekuensi umum dalam transmisi wireless, yaitu : a. Frekuensi microwave dengan range 2 40 Ghz, cocok untuk transmisi point-to-point. Microwave juga digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan suatu sistem jaringan lokal nirkabel atau WLAN (Wireless Local Area Network) sangat membantu manusia yang kini tingkat mobilitasnya semakin tinggi di dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Sistem standar 3G yang dipakai di Indonesia menggunakan teknologi WCDMA ( Wide Code Division Multiple Access ) dimana dengan teknologi ini memungkinkan kecepatan data mencapai 384

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Public Switched Telephone Network (PSTN). Untuk menambah kapasitas daerah

BAB II TEORI DASAR. Public Switched Telephone Network (PSTN). Untuk menambah kapasitas daerah BAB II TEORI DASAR 2.1 Umum Sistem komunikasi seluler merupakan salah satu jenis komunikasi bergerak, yaitu suatu komunikasi antara dua terminal dengan salah satu atau kedua terminal berpindah tempat.

Lebih terperinci

Implementasi dan Analisis Wireless Full Duplex OSPF

Implementasi dan Analisis Wireless Full Duplex OSPF Implementasi dan Analisis Wireless Full Duplex OSPF Laporan Penelitian Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi untuk memperoleh Gelar Sarjana Komputer Oleh : Hasan Mustafa NIM : 672008322 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan internet, muncul tuntutan dari para pengguna jasa telekomunikasi agar mereka dapat memperoleh akses data dengan cepat dimana pun mereka berada.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks seperti noise, fading, dan interferensi. Permasalahan tersebut merupakan gangguan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (browsing, downloading, video streaming dll) dan semakin pesatnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. (browsing, downloading, video streaming dll) dan semakin pesatnya kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin besarnya kebutuhan masyarakat akan informasi melalui internet (browsing, downloading, video streaming dll) dan semakin pesatnya kebutuhan masyarakat akan

Lebih terperinci

Analisis Pengiriman Video Pada WiMAX Menggunakan Network Simulator dan Perangkat WiMAX PCR

Analisis Pengiriman Video Pada WiMAX Menggunakan Network Simulator dan Perangkat WiMAX PCR Jurnal... Vol. XX, No. X, Bulan 20XX, XX-XX 1 Analisis Pengiriman Video Pada WiMAX Menggunakan Network Simulator dan Perangkat WiMAX PCR Ulimaz Talitha 1), Emansa Hasri Putra, S.T., M.Eng. 2), Hamid Azwar,

Lebih terperinci

Monitoring Jaringan Menggunakan Wireless Mon

Monitoring Jaringan Menggunakan Wireless Mon Monitoring Jaringan Menggunakan Wireless Mon Yama Fresdian Dwi Saputro fds.yama@gmail.com Lisensi Dokumen: Copyright 2003-2015 IlmuKomputer.Com Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi

Lebih terperinci

4.1 ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX

4.1 ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX 1. Keputusan Dirjen Postel No : 119/DIRJEN/2000 tentang penggunaan bersama (sharing) pada pita frekuensi 3.4-3.7 GHz oleh dinas tetap (WLL data) dan dinas tetap satelit. Di dalam keputusan ini belum ditetapkan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PERENCANAAN KONFIGURASI WIRELESS LAN DENGAN METODE DRIVE TEST (Studi kasus : Kantor Wireless Broadband Telkom Malang)

OPTIMALISASI PERENCANAAN KONFIGURASI WIRELESS LAN DENGAN METODE DRIVE TEST (Studi kasus : Kantor Wireless Broadband Telkom Malang) OPTIMALISASI PERENCANAAN KONFIGURASI WIRELESS LAN DENGAN METODE DRIVE TEST (Studi kasus : Kantor Wireless Broadband Telkom Malang) Citra Kurniawan, ST., MM 1 Program Studi Teknik Elektronika Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

KONSEP CELLULAR DENNY CHARTER, ST. Websites :

KONSEP CELLULAR DENNY CHARTER, ST. Websites : KONSEP CELLULAR DENNY CHARTER, ST Websites : www.dennycharter.wordpress.com E-mail : dennycharter@gmail.com Future Wireless Personal Communication Sistem layanan komunikasi dari siapa, kapan saja, dimana

Lebih terperinci

Layanan Broadband dapat dipenuhi dengan berbagai teknologi, seperti :

Layanan Broadband dapat dipenuhi dengan berbagai teknologi, seperti : Layanan Broadband dapat dipenuhi dengan berbagai teknologi, seperti : a. Wireline Menggunakan xdsl, Fiber Optik, MSAN b. Wireless Menggunakan Wifi ( Wireless Fidelity), WiMAX, UMB (Ultra Mobile Broadband),

Lebih terperinci

ANALISIS HANDOFF JARINGAN UMTS DENGAN MODEL PENYISIPAN WLAN PADA PERBATASAN DUA BASE STATION UMTS

ANALISIS HANDOFF JARINGAN UMTS DENGAN MODEL PENYISIPAN WLAN PADA PERBATASAN DUA BASE STATION UMTS ANALISIS HANDOFF JARINGAN UMTS DENGAN MODEL PENYISIPAN WLAN PADA PERBATASAN DUA BASE STATION UMTS Selfi Sinaga, Maksum Pinem Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Analisa Unjuk Kerja Jaringan Operator 3G(WCDMA-UMTS) Menggunakan Metode Drivetest

Analisa Unjuk Kerja Jaringan Operator 3G(WCDMA-UMTS) Menggunakan Metode Drivetest Analisa Unjuk Kerja Jaringan Operator 3G(WCDMA-UMTS) Menggunakan Metode Drivetest Heri Kiswanto 1, Arifin ST, MT 2 1 Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Jurusan Teknik Telekomunikasi 2 Dosen

Lebih terperinci

Management Bisnis ICT

Management Bisnis ICT Management Bisnis ICT Kode MK : 54003 (3) Modul ke: Studi Kasus Manajemen Bisnis ICT Fakultas Fakultas DR IR Iwan Krisnadi MBA (NIDN: 0010085204 Program Studi Magister Teknik Elektro www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER

TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER 6:59 DTGG Konsep Dasar Sistem Seluler by : Dwi Andi Nurmantris DEFINISI Sistem komunikasi yang digunakan untuk memberikan layanan jasa telekomunikasi bagi pelanggan

Lebih terperinci

Pertemuan ke 5. Wireless Application Protocol

Pertemuan ke 5. Wireless Application Protocol Pertemuan ke 5 Wireless Application Protocol WAP Wireless Application Protocol disingkat WAP adalah sebuah protokol atau sebuah teknik messaging service yang memungkinkan sebuah telepon genggam digital

Lebih terperinci

Komunikasi Bergerak Frekuensi 2.3 GHz Melewati Pepohonan Menggunakan Metode Giovanelli Knife Edge

Komunikasi Bergerak Frekuensi 2.3 GHz Melewati Pepohonan Menggunakan Metode Giovanelli Knife Edge Komunikasi Bergerak Frekuensi 2.3 GHz Melewati Pepohonan Menggunakan Metode Giovanelli Knife Edge Andrita Ceriana Eska Fakultas Teknik, Universitas Jember Jalan Kalimantan No. 37, Kampus Tegalboto Jember,

Lebih terperinci

ANALISA INTERFERENSI ELEKTROMAGNETIK PADA PROPAGASI Wi-Fi INDOOR

ANALISA INTERFERENSI ELEKTROMAGNETIK PADA PROPAGASI Wi-Fi INDOOR > Seminar Proyek Akhir Jurusan Teknik Telekomunikasi PENS-ITS 0< ANALISA INTERFERENSI ELEKTROMAGNETIK PADA PROPAGASI Wi-Fi INDOOR Yunia Ikawati¹, Nur Adi Siswandari², Okkie Puspitorini² ¹Politeknik Elektronika

Lebih terperinci

2011, No c. bahwa untuk dapat mendorong persaingan industri telekomunikasi yang sehat, mengembangkan inovasi teknologi informasi dan membuka pel

2011, No c. bahwa untuk dapat mendorong persaingan industri telekomunikasi yang sehat, mengembangkan inovasi teknologi informasi dan membuka pel BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.695, 2011 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Pita Frekuensi Radio 2.3Ghz. Pita Lebar Nirkabel. Netral Teknologi. RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara langsung melalui jaringan kabel[1,2]. Implementasi jaringan dengan

I. PENDAHULUAN. secara langsung melalui jaringan kabel[1,2]. Implementasi jaringan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang JSN merupakan jaringan sistem pemantauan objek yang tersebar dalam cakupan area tertentu, dimana kondisi lingkungan tidak mendukung adanya transmisi data secara langsung

Lebih terperinci

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM Kevin Kristian Pinem, Naemah Mubarakah Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departement Teknik Elektro

Lebih terperinci