BAB II SYNCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY (SDH) DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II SYNCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY (SDH) DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)"

Transkripsi

1 BAB II SYNCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY (SDH) DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) 2.1 Umum SDH merupakan suatu standar transmisi optik sinkron yang dapat digunakan sebagai interface untuk berbagai jenis sinyal dengan kecepatan tinggi secara efisien, termasuk sinyal kecepatan rendah yang telah ada. Pada level hirarki SDH dikenal dengan nama STMN. SDH dikembangkan dengan tujuan utamanya untuk menciptakan standarisasi bit rate secara internasional sehingga bit rate (2 Mbps untuk Eropa dan 1,5 Mbps untuk Amerika Utara dan Jepang). Teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) merupakan teknologi terbaru dalam telekomunikasi dengan media kabel serat optik. Pada prinsipnya DWDM dapat dipandang sebagai sekumpulan kanal-kanal optis yang masing-masing menggunakan panjang gelombang (wavelength) cahaya berbedabeda, tetapi semuanya menggunakan satu serat optik yang sama. Solusi teknologi tersebut mampu meningkatkan kemampuan kapasitas jaringan eksisting tanpa perlu mengeluarkan biaya penanaman kabel kembali, dan secara signifikan mampu mengurangi biaya peningkatan jaringan. 2.2 Synchronous Digital Hierarchy (SDH) SDH merupakan hirarki multiplexing yang berbasis pada transmisi sinkron yang telah ditetapkan oleh ITU-T Grid. Dalam dunia telekomunikasi, sejumlah multiplexing sinyal-sinyal dalam transmisi menimbulkan masalah dalam hal pencabangan dan penyisipan (add/drop) yang tidak mudah serta keterbatasan untuk memonitor dan mengendalikan jaringan transmisinya. Hirarki multiplexing SDH dapat dilihat pada Gambar 2.1. SDH (Synchronous Digital Hierarchy), adalah multiplex digital yang berfungsi menggabungkan: 1. Sinyal digital 2 Mbit/s, 34 Mbit/s, 140 Mbit/s menjadi : a. Sinyal STM-1 (155,52 Mbit/s) atau b. Sinyal STM-4 (622,08 Mbit/s).

2 2. Sinyal STM-1 menjadi : a. Sinyal STM-4, atau b. Sinyal STM-16 (2,48832 Gbit/s). 3. Sinyal STM-4 menjadi : a. Sinyal STM-16, b. Sinyal STM-64 (9,95328 Gbit/s) 4. Sinyal-sinyal PDH dan STM-n menjadi sinyal SDH dengan level yang lebih tinggi. Gambar 2.1 Multiplexing SDH SDH memiliki dua keuntungan pokok yaitu fleksibilitas yang demikian tinggi dalam hal konfigurasi kanal pada simpul-simpul jaringan dan meningkatkan kemampuan manajemen jaringan baik untuk payload traffic-nya maupun elemenelemen jaringan. Secara bersama-sama, kondisi ini akan memungkinkan jaringannya untuk dikembangkan dari struktur transport yang bersifat pasif pada PDH ke dalam jaringan lain yang secara aktif mentransportasikan dan mengatur informasi [1]. Struktur frame SDH terendah yang didefinisikan dalam standar SDH adalah STM-1 (Synchronous Transport Module level 1) dengan laju bit 155,520 Mbit/s (155 Mbps). Ini berarti STM-1 terdiri dari 2430 byte dengan durasi frame 125μ s. Bit rate atau kecepatan transmisi untuk level STM-N yang lebih tinggi juga telah distandarisasi sebagai kelipatan bulat (1, 4, 16 dan 64) dari N x 155,520 Mbps, seperti yang terdapat pada Tabel 2.1 [1].

3 Tabel 2.1 Standar Frame dan Kecepatan SDH Adapun fungsi SDH (Synchronous Digital Hierarchy) yaitu: 1. Mengubah sinyal bipolar PDH input menjadi sinyal unipolar NRZ. 2. Menempatkan sinyal unipolar NRZ pada containernya masing-masing : a. C-12 untuk sinyal 2048 Kbps b. C-3 untuk sinyal Kbps c. C-4 untuk sinyal Kbps 3. Melengkapi sinyal-sinyal C-12, C-3 dan C-4 dengan byte-byte : a. Over Head (POH) b. Pointer 4. Menggabungkan sinyal-sinyal yang sudah dilengkapi dengan byte-byte Over Head dan Pointer menjadi satu deretan sinyal serial. 5. Mengubah sinyal hasil multiplexing menjadi : a. Sinyal Bipolar CMI untuk STM-1 yang dikirimkan melalui Radio Gelombang Mikro Digital SDH atau melalui level SDH yang lebih tinggi. b. Sinyal dengan daya optik untuk STM-1 yang dikirimkan melalui kabel optik. Fungsi Networking utama SDH adalah sebagai berikut: 1. SDH Crossconnect SDH Crossconnect adalah versi SDH dari suatu Time- Space-Time crosspoint switch. Ini meng-connect berbagai channel dari berbagai inputnya ke berbagai channel pada berbagai outputnya. Crossconnect

4 SDH digunakan dalam Transit Exchanges, dimana semua input dan output adalah terhubung ke exchanges yang lain. 2. SDH Add-Drop Multiplexer SDH Add-Drop Multiplexer ( ADM ) dapat menambahkan atau mengurangi setiap frame yang dimultiplexkan sehingga menjadi 1.544Mb. Di bawah level ini, standard TDM dapat dibentuk. SDH ADMs juga dapat berfungsi untuk SDH Crossconnect dan juga digunakan pada End Exchanges dimana channel-channel dari subscriber-subscriber dihubungkan ke core PSTN network [1] Topologi Jaringan Transmisi SDH Ada 2 level penggunaan elemen-elemen jaringan SDH dalam jaringan transmisi: 1. Jaringan Akses (Access Network) untuk mengkombinasikan dan mendistribusikan layanan-layanan yang menggunakan semua jenis bit rate (64 kbps, VC-12, VC-3, VC-4) dan dengan bit rate transmisi STM-1, STM-4, STM-16 dan STM Level Transport untuk transmisi sinyal-sinyal STM-1 STM-4, STM-16 dan STM-64 serta node-node jaringan dengan sistem Cross-Connect yang menggunakan semua jenis bit rate (VC-12, VC-3 dan VC-4). Elemen jaringan SDH terdiri perangkat terminal Multiplexer, ADD/Drop Multiplxer, Digital Cross Connect, sejumlah regenerator, dan sepasang core serat optik (TX dan RX). Topologi jaringan SDH dapat dilihat pada Gambar 2.2 [1]. Gambar 2.2 Topologi Jaringan SDH

5 Berbagai macam aplikasi yang digunakan dalam SDH yaitu: 1. Aplikasi terminal point to point (end) Gambar 2.3 berikut merupakan Topologi point-to-point yang hanya cocok untuk trafik rendah dan pelanggan yang terkonsentrasi atau tidak menyebar. Kelemahan dari topologi ini adalah tidak adanya proteksi yang cukup. Gambar 2.3 Topologi Point to point tanpa Proteksi Untuk meningkatkan keamanan jaringan bisa dilakukan peningkatan kehandalan sistem yaitu dengan menggunakan MSP Protected point-topoint seperti yang terlihat pada Gambar 2.4. Jika jarak antar terminal cukup jauh sehingga daya optik turun sampai di bawah sensistifitas detektor optik, maka perlu ditambahkan Optical Amplifier (atau regenerator optik) [1]. Gambar 2.4 Konfigurasi Jaringan 1+1 MSP Protected Point-to-Point 2. Aplikasi Linear Add/Drop Linear Add/ drop ini digunakan apabila sebuah jaringan terdapat lebih dari 2 terminal. Sinyal dari perangkat terminal asal selain diturunkan di terminal

6 berikutnya oleh terminal ini pula diteruskan ke terminal selanjutnya. Konfigurasi jaringan Linear Add/Drop dapat dilihat pada Gambar 2.5 [1]. Gambar 2.5 Konfigurasi Jaringan Linear Add/Drop 3. Aplikasi Jaringan Ring Tipuan (Folded) Apabila terminal akhir dalam suatu jaringan dihubungkan kembali dengan serat optik (pada kabel yang sama) ke stasiun awal, maka seolah-olah membentuk jaringan Ring atau Ring tipu-tipuan (Folded Ring). Berikut Gambar 2.6 Konfigurasi Jaringan Folded Ring [1]. Gambar 2.6 Konfigurasi Jaringan Folded Ring 4. Aplikasi Ring Perangkat ADM 16/1 ini mampu memberikan Jaringan Ring dengan jumlah nodes 2 sampai dengan 16. Gambar 2.7 Konfigurasi Jaringan Ring [1]. Gambar 2.7 Konfigurasi Jaringan Ring

7 2.2.2 Sistem Proteksi 2-Fiber MS-SP Ring Topologi Jaringan dengan menggunakan system proteksi 2-fiber MS-SP Ring (Multiplex Section-Shared Protection Ring) dimana setiap saluran akan proteksi dengan satu saluran yang lain pada arah berlawanan. Dalam hal ini bandwidth akan berkurang menjadi setengahnya. Pada Gambar 2.8 dilukiskan kapasitas trafik yang tersedia pada satu system STM-64 dengan menggunakan Topologi MS-SP Ring [2]. Gambar 2.8 Trafik Normal pada Topologi 2-Fiber MS-SPRing Jika hubungan B-C putus maka komunikasi akan berlangsung seperti Gambar 2.9 [2]. Gambar 2.9 Loopback Protection pada Topologi 2-Fiber MS-SPRing

8 2.3 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) merupakan teknik multiplexing dimana sejumlah sinyal optik dengan panjang gelombang yang berbeda-beda ditransmisikan secara simultan melalui sebuah serat optik tunggal. Tiap panjang gelombang merepresentasikan sebuah kanal informasi. Pada dasarnya, konfigurasi sistem DWDM terdiri dari sekumpulan transmitter sebagai sumber optik yang memancarkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Sinyal cahaya tersebut kemudian mengalami proses multiplexing dan ditransmisikan secara simultan melalui medium serat optik yang sama. Di sisi receiver, sinyal tersebut kemudian didemultiplikasi kembali dan dipisahkan berdasarkan panjang gelombangnya masing-masing. Konfigurasi sistem DWDM secara umum dapat diperlihatkan pada Gambar 2.10 [3]. Optical Transmitter (Laser) Optical Receiver (Detector) T1 T2 λ 1 λ 2 λ 3 λ Ν λ 3 λ 2 λ 1 λ Ν λ 3 λ 2 λ 1 λ 1 λ 2 λ 3 R1 R2 Tn λ Ν Optical Amplifier λ Ν Rn Multiplex DWDM (Coupler) Beberapa Channel Wavelength Independent Kabel Fiber Optic, membawa beberapa channel Wavelength Demultiplex DWDM (Splitter) Beberapa Channel Wavelength Independent Gambar 2.10 Konfigurasi Sistem DWDM Yang menjadi fungsi dari masing-masing bagian di atas adalah sebagai berikut: 1. Optical Transmitter (Laser) Sistem DWDM menggunakan resolusi yang tinggi atau band yang sempit dan laser mengirimkan pada band panjang gelombang 1550 nm dengan 2 keuntungan a. Memperkecil kehilangan daya optik, selama perjalanan sinyal pada kabel serat optik dari pengirim ke penerima

9 b. Memungkinkan digunakannya penguat optic untuk memperbesar daya optik pada jarak tempuh yang lebih jauh lagi. Laser dikirimkan dengan band yang sempit ini penting, untuk memungkinkan spasi antar kanal menjadi dekat, dan sekaligus untuk memperkecil efek-efek lain dari sinyal, misalnya dispersi chromatic. 2. DWDM Multiplexer DWDM Multiplexer berfungsi untuk menggabungkan sinyal-sinyal transmit yang mempunyai panjang gelombang berbeda-beda menjadi satu, untuk kemudian diteruskan ke satu satu optical fiber. Untuk keperluan multiplexing ini beberapa teknologi digunakan, termasuk filter-filter dielektrik thin-film dan beberapa tipe optical grating. Beberapa multiplex dibuat dari completely passive devices artinya tidak memerlukan catuan listrik [3]. Multiplex optical pasif bekerja sebagaimana prisma dengan presisi yang sangat tinggi untuk menggabungkan beberapa sinyal individual. Multiplex ada yang mempunyai kemampuan untuk transmit dan receive pada satu single fiber, yang dikenal dengan be-directional transmission. 3. Optical Cable Berfungsi untuk menyalurkan sinyal gabungan beberapa panjang gelombang, yang datang dari DWDM Multiplexer. 4. Optical Amplifier Berfungsi untuk menguatkan sinyal optik yang sudah mulai melemah karena redaman sepanjang dalam perjalanan di dalam kabel serat optik. Satu optical amplifier dapat menguatkan beberapa sinyal optik secara bersamaan Topologi Jarigan DWDM Ada tiga topologi jaringan umum yang dapat digunakan pada sistem DWDM yaitu: 1. Jaringan Point-to-point 2. Jaringan Star 3. Jaringan Ring Gambar-gambar berikut memperlihatkan sistem DWDM yang dikonfigurasi pada jaringan point-to-point, star dan jaringan ring. Pada jaringan

10 star, setiap node mempunyai pemancar dan penerima dimana satu transmitter dihubungkan ke satu input passive star dan receiver dihubungkan ke satu output star. Jaringan DWDM juga dapat dikonfigurasikan pada bermacam-macam jaringan ring yang berbeda. Jaringan ring ini mejadi terkenal, karena banyak jaringan elektrik menggunakan topologi ini disebabkan pada jaringan ring mudah mengimplementasikan konfigurasi jaringan sesuai dengan geografi yang ada. Pada contoh berikut, setiap node dapat me-recovery setiap signal wavelength node yang lainnya, yaitu dengan cara menggunakan wavelength-tunable receiver[3]. Gambar 2.11 berikut memperlihatkan hubungan point-to-point sistem DWDM, dimana pada salah satu node digabungkan beberapa wavelength untuk kemudian ditransmisikan melalui fiber optic ke beberapa lokasi dan pada node tujuan gabungan wavelength tersebut akan di-demultiplex. Hal ini dapat dilakukan, apabila fiber optic yang digunakan mempunyai bandwidth tinggi (highbandwidth) [3]. Gambar 2.11 Sistem sederhana transmisi DWDM Point-to-point Sistem sederhana transmisi WDM point-to-point dimana WDM MUX menggabungkan multi wavelength paralel menjadi satu wavelength serial, diteruskan melalui label serat optik dan regenerator (jika diperlukan) ke arah penerima. Oleh WDM DEMUX multi wavelength serial diubah menjadi multi wavelength paralel. Gambar 2.12 menunjukkan bentuk umum jaringan multi user dimana link komunikasi dan routing path ditentukan oleh wavelength yang digunakan antar switching optik. User Node-1 terhubung ke User Node-3 dengan λ3 dan User Node-2 terhubung ke User Node-4 dengan λ4. Routing bandwidth tinggi (high-

11 bandwidth routing) dapat diterapkan pada sistem DWDM, di dalam jaringan multi-user. Tiap-tiap Wavelength harus mempunyai address, agar dapat dibedakan antara wavelength yang satu dengan yang lainnya di dalam jaringan optikal. Sebab setiap NODE akan mengadakan komunikasi dengan NODE lainnya, setiap transmitter atau receiver harus mempunyai wavelength yang tunable. Pada Gambar 2.12, dipilih transmitter yang tunable [3]. Gambar 2.12 Jaringan Generik Multi-User Gambar 2.13 menunjukkan block diagram jaringan bintang yang sederhana dimana: 1. Tx1 transmit λ1, Tx2 transmit λ2,.. Txn transmit λn ke WDM N x N STAR, yang kemudian akan diteruskan ke penerima. 2. Semua wavelength diterima pada perangkat penerima dalam hal ini pertama tama multi wavelength akan diterima oleh Tunable Optical Fiber. 3. Tunable Optical Fiber akan memilih dan meneruskan wavelength yang dikehendaki dan menekan (meredam) panjang gelombang yang tidak dikehendaki [3]. Gambar 2.13 Block diagram jaringan bintang sederhana, dimana DWDM digunakan untuk routing dan multiplexing

12 Gambar 2.14 menunjukkan jaringan ring sistem WDM unidirectional, dimana User Node-2 transmit ke User Node-N dengan λ2 dan User Node-3 transmit ke User Node-1 dengan λ3 [3]. Gambar 2.14 Jaringan Ring Unidirectional sistem DWDM Gambar 2.15 memperlihatkan suatu jaringan Transmisi WDM Ring terdiri dari OADM (Optical Add Drop Multiplexer) yang dapat add dan drop sinyal optik. Sinyal IP dan STM digabungkan menjadi satu dan diteruskan ke E/O converter untuk di add-kan ke OADM. Atau sebaliknya dari OADM sinyal didrop, diteruskan ke O/E converter untuk diteruskan ke DEMUX, dan dipecah menjadi IP dan STM. HUB mengubah sinyal IP dan STM dari elektrik menjadi optik dan digabungkan dengan wavelength yang lainnya, atau memisahkan sinyal dengan wavelength tertentu untuk didrop dan diubah menjadi IP dan STM [3]. Gambar 2.15 Sistem Transmisi DWDM Ring

13 Pada gambar kedua jaringan diatas, jaringan star dan jaringan ring setiap node mempunyai panjang gelombang yang berbeda dan setiap 2 node dapat saling berkomunikasi dengan menggunakan panjang gelombang tersebut. Hal ini berarti, untuk menghubungkan N node, dibutuhkan N panjang gelombang. Keuntungan dari topologi ini, transmisi data dari pengirim hingga penerima tidak akan mengalami interupsi sistem seperti ini dikenal dengan istilah jaringan hop tunggal. Karena data optik mulai dari node pengirim (originating) dan berakhir pada node penerima (destination) tanpa berhenti di suatu node perantara [3]. Kerugian dari jaringan DWDM single hope sebagai berikut: a. Jaringan dan semua komponen harus sebanyak N panjang gelombang dan hal ini dapat menimbulkan kesulitan (bahkan tidak mungkin) untuk diterapkan pada jaringan yang besar. b. Sampai saat ini teknologi pabrik belum dapat menyediakan dan mentransmisikan sebanyak 1000 panjang gelombang untuk 1000 jaringan pemakai. c. Sebagai alternatif untuk mengatasi kebutuhan N panjang gelombang untuk mengakomodasikan N node adalah dengan diterapkannya suatu jaringan multihop dimana setiap 2 node dapat saling berkomunikasi dengan mengirimkan sinyalnya melalui node ke-3 dengan dimungkinkan terdapat beberapa node perantara diantara kedua node yang bersangkutan. Gambar 2.16 memperlihatkan suatu bus ganda multihop pada jaringan WDM 8 node, dimana setiap node dapat mentransmisikan 2 panjang gelombang, dan dapat menerima 2 Panjang gelombang yang lainnya. Jika Node-1 ingin berhubungan dengan Node-5 maka Node-1 akan mentransmisikan panjang gelombangnya sendiri, yaitu λ1. Dan dalam hal ini hanya dibutuhkan single hop. Dan jika Node-1 ingin berhubungan dengan Node-2, maka pertama-tama Node-1 harus mengirimkan sinyalnya ke Node-5, baru kemudian ke Node-2 jadi dalam hal ini dibutuhkan 2 hop [3]. Suatu hop tambahan akan dihapus, apabila: 1. Waktu transmit antara 2 node yang saling berhubungan meningkat, sehingga pada umumnya hop membutuhkan suatu bentuk pendeteksian dan pengiriman kembali.

14 2. Keluaran (throughput) antara 2 node yang saling berhubungan menurun sehingga node pengulang (relaying node) dapat mengirimkan datanya sendiri, sementara node pengulang sedang memproses pengulangan (relaying) data dari node-node yang lainnya. Walaupun demikian suatu jaringan multihop dapat memperkecil jumlah panjang gelombang dan komponen pengatur panjang gelombang (wavelength tunable range). Gambar 2.16 Logika Koneksi Jaringan Multihop 8 node dengan dual-rail DWDM bus Gambar 2.16 menunjukkan koneksi jaringan Multihop yang terdiri dari 8 node, dengan dual-rail WDM bus dimana masing-masing node dapat mengirimkan/menerima 2 wavelength [3]: a. Node-1 berhubungan dengan Node-5 menggunakan λ1, dan dengan Node -6 menggunakan λ2. b. Node-2 berhubungan dengan Node-7 menggunakan λ3, dan dengan Node -8 menggunakan λ4. c. Node-3 berhubungan dengan Node-5 menggunakan λ5, dan dengan Node -6 menggunakan λ6. d. Node-4 berhubungan dengan Node-7 menggunakan λ7, dan dengan Node -8 menggunakan λ8.

15 e. Node-5 berhubungan dengan Node-1 menggunakan λ9, dan dengan Node -2 menggunakan λ10. f. Node-6 berhubungan dengan Node-3 menggunakan λ11, dan dengan Node -4 menggunakan λ12. g. Node-7 berhubungan dengan Node-1 menggunakan λ13, dan dengan Node -2 menggunakan λ14. h. Node-8 berhubungan dengan Node-3 menggunakan λ15, dan dengan Node -4 menggunakan λ Routing Wavelength Passive Dalam hal jumlah wavelength available yang kita miliki terbatas maka jaringan dapat menggunakan routing passive untuk melalukan suatu sinyal pada jaringan yang hanya berbasis pada panjang gelombangnya sendiri. Routing didesain dengan jalan menggunakan kembali wavelength pada link-link lainnya (non-shared links). Dapat dilihat pada Gambar 2.17, dimana user I dapat menggunakan panjang gelombang λ1 untuk berhubungan dengan user II dan secara bersamaan user V dapat menggunakan kembali panjang gelombang yang sama, λ1, untuk komunikasi dengan user III. Fungsi ini sesuai dengan prinsip cross-connect, dimana route sinyal input pada suatu wavelength menentukan output sinyal. Operasi cross-connect DWDM passive dapat dilihat pada Gambar 2.18 [3]. Cross-connect terdiri dari: a. Demultiplex Wavelength untuk arah sinyal masuk b. Multiplexer Wavelength untuk sinyal arah keluar c. Fiber yang menghubungkan tingkat input dan output Walaupun hanya ada 2 wavelength namun terdapat 4 kemungkinan path routing tanpa saling mengganggu yang berdasar kepada wavelength dan transmitternya (origin). Pada umumnya, N wavelength untuk N kemungkinan koneksi path tetapi sekarang N wavelength untuk N 2 koneksi path. Panjang gelombang yang sama dapat digunakan kembali oleh setiap port input untuk akses ke port output yang sama sekali berbeda dan menentukan penambahan koneksi. Teknik ini mengingkatkan kapasitas dari jaringan DWDM.

16 Gambar 2.17 Jaringan yang dilengkapi dengan wavelength reuse dengan routing wavelength passive Gambar 2.17 menunjukkan suatu jaringan yang dilengkapi dengan wavelength reuse dengan routing wavelength passive yaitu routing tanpa terjadi perubahan wavelength [3]. a. User Node-1 berhubungan dengan User Node-2 menggunakan λ1 dan dengan User Node -5 menggunakan λ3. b. User Node-2 berhubungan dengan User Node-1 menggunakan λ1 dan dengan User Node -4 menggunakan λ2. c. User Node-3 berhubungan dengan User Node-5 menggunakan λ1. d. User Node-4 berhubungan dengan User Node-2 menggunakan λ2. e. User Node-5 berhubungan dengan User Node-1 menggunakan λ3 dan dengan User Node -3 menggunakan λ1. Gambar 2.18 Cross-Connect Wavelength 2x2

17 Gambar 2.18 menunjukkan contoh jaringan Cross Coonnect Wavelength 2 x 2 dimana routing port outputnya ditentukan oleh Input wavelength tertentu dan input port tertentu pula. Dua buah Wavelength DEMUX masing-masing menerima input 2 wavelength λa dan λb. Masing-masing wavelength ditransmisikan ke dua wavelength Mux yang berbeda [3] Shifting Wavelength Active Berbeda dengan routing passive yang dibatasi pada kondisi jaringan statis, pada shifting wavelength active sifatnya dinamis dapat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada kondisi jaringan. Hal ini berarti bahwa perubahan routing tergantung pada wavelength dan link yang ada. Konsep jaringan ini memerlukan shifting wavelength active. Pada Gambar 2.20 diperlihatkan 2 LAN kecil dihubungkan ke suatu WAN yang lebih besar dimana setiap LAN hanya dapat mentransmisikan melalui Node-II ke Node-I, yaitu λ a dan λ b. Node-I ingin berhubungan dengan Node-II. Apabila Node-I ingin mentransmit, maka wavelength yang dapat digunakan hanya λ a. Karenanya, jika sinyal muncul pada LAN kanan, hal ini akan revealed bahwa λ a sudah digunakan oleh LAN kanan. Berarti, hanya ada satu cara bagi sinyal yang akan muncul di Node-II, yaitu dengan mengaktifkan switch ke λ b yang dapat digunakan [3]. Gambar 2.19 Active Wavelength Switching di dalam satu WAN dinamis, 2 jaringan LAN yang lebih dapat saling berhubungan hanya dengan menggunakan sepasang wavelength yang terbatas yaitu λa dan λb [3]. a. Pada Ring A : untuk komunikasi digunakan λb. b. Pada Ring B : untuk komunikasi digunakan λa. Gambar 2.19 Active Wavelength Switching di dalam suatu WAN dinamis

18 Untuk komunikasi antara Ring A dan Ring B, dari Ring A sampai Wavelength Router menggunakan λa. Pada Wavelength Router panjang gelombang dihubungkan dari λa ke λb. λb dari Wavelength Router diteruskan ke Ring B. LAN lainnya yang membutuhkan switching wavelength aktif adalah suatu kondisi dimana satu set wavelength yang digunakan secara eklusif oleh antar LAN. Wavelength yang digunakan di dalam suatu LAN dapat digunakan lagi oleh suatu LAN yang lainnya, selama diantara wavelength tersebut tidak saling mengganggu (interference) [3]. Gambar 2.20 Jaringan Wide Area Network (WAN) Gambar 2.20 menunjukkan jaringan Wide Area Network (WAN) dimana beberapa jaringan LAN (A B C D) saling dihubungkan. Satu set Wavelength Lokal yang dapat digunakan lagi oleh tiap-tiap LAN dan satu set Wavelength Global yang digunakan untuk menghubungkan antar LAN. Penggeseran satu panjang gelombang ke panjang gelombang yang lainnya merupakan pekerjaan yang sangat sulit di dalam suatu jaringan. Satu metode untuk membentuk switching panjang gelombang aktif adalah dengan menggunakan optoelectronic penggeser panjang gelombang. Metode ini membutuhkan pengubah optoelectronic dan akan menyebabkan suatu kejadian dimana kecepatan optoelectronic menjadi leher botol. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan jalan digunakannya all-optical active wavelength shifting yang bekerja pada kecepatan tinggi. All-optical disini berarti bahwa semua penggeser panjang gelombang (shifter) harus optical murni misalnya tidak menggunakan pengubah optoelectronic data optik. Dalam hal ini ada beberapa metode untuk all-optical

19 wavelength shifting dimana setiap methode mempunyai keuntungan dan kerugian [3]. Gambar 2.21 Jaringan Multihop 8 node dengan dual-rail DWDM bus Gambar 2.21 menunjukkan suatu jaringan multihop dengan 8 node yang menggunakan bus WDM dual-rail, Node-1 berhubungan dengan Node-5 (λ1) dan Node-1 berhubungan dengan Node-2 (λ1 dan λ10 melalui Node-5) dimana masing-masing node dapat bekerja dengan 2 pasang wavelength yang berbeda kombinasi λ1 s/d λ16. Semua node dapat saling berhubungan. Node-1 berhubungan dengan Node-5 menggunakan λ1. Node-2 melalui Node-5 dengan menggunakan λ10 [3]. 2.4 Sistem Proteksi Teknologi SDH dan DWDM menggunakan sarana transmisi kabel serat optik merupakan suatu teknologi yang digunakan untuk jaringan telekomunikasi pada kondisi trafik tinggi. Proteksi yang digunakan pada sistem ini yaitu: 1. Path Protection Path Protection atau disebut juga Sub Network Connection Protection (SNCP), sinyal infomasi input pada sisi kirim ditransmisikan ke dua arah working path dan protection path pada jaringan yang berbentuk ring. Sedangkan pada sisi terima, akan menerima memilih/melaksanakan switching sinyal informasi mana yang akan ditransmisikan dari sisi pengirim [4] Multiplex Section Protection

20 Pada sistem proteksi ini, sinyal informasi dikirim dari sisi multiplex secara parallel melalui media serat optik ke sistem serat optik working dan serat optik protection. Di sisi terima, akan dilaksanakan switching, dipilih sinyal mana yang mempunyai kualitas baik. Jadi switching terjadi pada sisi terima (proteksi ada pada sisi terima). 3. 1:1 Multiplex Section Protection Multiplex Section Protection merupakan sistem proteksi untuk multiplex dimana sistem switching terjadi pada sisi kirim dan sisi terima secara bersamaan dipilih kualitas sinyal informasi yang memenuhi tolok ukur Bit error rate (proteksi terdapat pada sisi kirim dan terima). Sinyal informasi dikirim secara paralel melalui serat optik working dan serat optik protection [4]. 4. Bi-directional Selfhealing Ring (BSHR) Proteksi ini merupakan kombinasi dari path protection dan line protection. Pada saat kondisi normal, bagian switching/proteksi tidak akan bekerja. Sinyal informasi akan ditransmisikan pada sistem working. Jika serat optik terjadi gangguan (putus), multiplex akan melaksanakan loopback ke sistem proteksi. 5. Card/Module Protection Card Protection adalah sistem protection yang dilaksanakan pada tingkat equipment (module). Proteksi modul ini dirancang untuk melaksanakan proteksi apabila module working terganggu dan akan diswitch ke modul proteksi yang dikendalikan oleh module switching [4]. Card Protection ada 2 tipe: a. Tipe 1: N Card Protection. Tipe ini, beberapa module working diproteksi oleh satu module protection. b. Tipe 1+1 Card Protection. Tipe ini, satu module working diproteksi oleh satu module Protection. 6. Power Supply Protection Power supply protection adalah sistem proteksi untuk perangkat power supply artinya setiap modul yang terpasang dicatu oleh dua power supply secara parallel [4].

21 2.5 Sistem Amplifikasi Untuk melengkapi handalnya jaringan beroperasi, perlu adanya amplifier yang mampu memberikan daya. Ada 3 bagian amplifikasi dalam sistem ini yaitu Amplifier EDFA, Semiconductor Optical Amplifier (SOA) dan Amplifier Raman. Sehubungan dengan penguatan yang digunakan dalam proyek ini maka hanya dibahas 2 amplifikasi saja yaitu Amplifier EDFA dan Amplifier Raman[5] Amplifier EDFA Untuk penguatan optical disediakan tehnologi Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA). SURPASS hit 7500 dilengkapi dengan broadband EDFA, yang dapat menguatkan seluruh channels optic secara bersamaan, sehingga memperpanjang jarak tempuh transmisi lebih dari 3000 km dan dapat mentransmisikan individual wavelengths dengan bit rates s/d 40 Gbit/s. Gambar 2.22 Arsitektur EDFA Module optical EDFA mempunyai 3 tingkat penguat optical dimana EDFA tingkat pertama akan bekerja menguatkan sinyal dengan power rendah secara optimal dan menguatkan noise sekecil mungkin. Antara EDFA tingkat pertama dan tingkat kedua (mid-stage access point pertama), dipasang suatu Variable Optical Attenuator (VOA) untuk setting agar EDFA dapat menguatkan sinyal secara optimal [5]. EDFA tingkat kedua menyediakan penguatan optical yang moderat, sehingga level output signal sesuai dengan kebutuhan dispersion-compensating module (DCM), yang dipasang pada mid-stage access point kedua. Pada mid-

22 stage access point kedua dapat ditambahkan spectral control untuk Hit7500, misalnya Pre-Tilt compensation filter untuk menekan Raman Tilt. EDFA tingkat ketiga (terakhir) untuk mengoptimalkan penguatan terhadap sinyal optik sebelum dikirim saluran. Disini dapat ditambahkan modul External pump untuk meningkatkan power sinyal output. Untuk memperkuat EDFA disini ditambahkan pada OLI suatu alat ukur power Optical Performance Analyzer for Power (OPAP) sehingga dapat meningkatkan performansi perangkat. OPAP digunakan untuk memonitor penguatan tilt channel yang dikuatkan dan menyediakan feedback untuk Pre-Tilt compensation filter untuk memperoleh kompensasi yang lebih akurat sepanjang link. Skema 3 tingkatan Amplifikasi EDFA diperlihatkan pada Gambar 2.22 berikut [5]. Gambar 2.23 Skema Amplifikasi (tiga tingkatan EDFA Amplifier) Adapun keuntungan EDFA yaitu: 1. Efficient pumping 2. Sensitifitas polarisasi yang minimal 3. Daya output yang tinggi 4. Rendah noise 5. Rendah distorsi dan minimal crosstalk 6. Mempunyai efisiensi lebih tinggi dari Raman untuk low amplifier pump powers (aplikasi kanal rendah). 7. Dapat digabung dengan Raman, untuk mendapat hasil yang jauh lebih baik lagi.

23 Kekurangan EDFA : 1. Terbatas untuk band C dan L 2. Pada higher amplifier pump powers (aplikasi kanal lebih tinggi) kurang efisien dibanding Raman amplifiers Raman amplification Untuk lebih memperpanjang jarak antara inline amplifier sites dan total optical transmission reach, SURPASS hit7500 dilengkapi dengan Raman amplification. Dasar dari Raman amplification adalah energy scattering effect yang disebut Stimulated Raman Scattering (SRS). SRS bekerja dengan cara mentransfer power dari signal pada higher frequency (lower wavelength) ke satu lower frequency (higher wavelength) didalam media fiber optic. Hal ini dapat digunakan untuk menguatkan sinyal optical pada gelombang lower frequency yang membawa sinyal trafik sebenarnya, selama sinar pada higher frequency berfungsi sebagai pump source. Proses amplifikasi Raman terjadi pada ujung akhir dari suatu optical span SURPASS hit7500. Jika signal melemah, maka terhadap energi signal tersebut akan diperbarui melalui pump light yang akan diinsertkan pada ujung akhir dari hop pada arah yang berlawanan. Seperti pada Gambar 2.24 penguatan Raman yang sebenarnya terjadi hanya pada span beberapa kilometers terakhir. Peristiwa ini dikenal dengan istilah contra-directional Raman pumping, dimana Raman pump light berjalan pada arah yang berlawanan dengan arah signal traffic yang sebenarnya. Raman amplification mempunyai beberapa implikasi penting untuk sistem DWDM [5]: 1. Memungkinkan spasi antar optical amplifiers ditingkatkan 2. Mengurangi power output per channel EDFA, sehingga meningkatkan jumlah total dari optical spans. Hal ini menyebabkan sistem SURPASS hit7500 dapat dikembangkan menjadi sistem Ultra Long Haul (ULH).

24 Gambar 2.24 Arsitektur Raman Amplification Keuntungan Raman yaitu : 1. Bandwidth lebar. 2. Dapat bekerja pada band C, L, dan S. 3. Penguatan Raman dapat muncul di dalam ordinary silica fibers 4. Pada higher amplifier pump powers (aplikasi kanal lebih tinggi) lebih efisien dari EDFAs. 5. Dapat digabung dengan Raman, untuk mendapat hasil yang jauh lebih baik lagi. Kekurangan Raman : Mempunyai efisiensi lebih rendah dari EDFAs untuk low amplifier pump powers (aplikasi kanal rendah) [5]. 2.6 Dispersion Compensating Fiber Dispersion Compensating Fiber (DCF) digunakan sebagai pengkompensasi akumulasi dispersi pulsa akibat pengaruh dispersi kromatik. DCF merupakan serat optik dengan panjang tertentu yang dibuat dari material yang memiliki koefisien dispersi kromatik yang khusus pada panjang gelombang operasinya. Koefisien dispersinya kromatik ini bernilai negatif dan bernilai lebih besar per unit panjangnya dibandingkan dengan koefisien dispersi dari serat optik yang digunakan sistem. Dengan karakteristik ini, maka panjang DCF yang cukup pendek dapat mengkompensasi akumulasi dispersi kromatik pada serat optik yang digunakan sistem.

25 2.7 Regenerator / Optical Amplifier Adapun yang menjadi bagian dari regenerator/optical Amplifier dalam DWDM ini yaitu : 1. Pre-amplifier Ditempatkan persis sebelum receiver, untuk menaikkan kekuatan signal; sesuai dengan rentang sensitivitas receiver. 2. Post amplifier menguatkan sinyal pada sisi pengirim, dipasang persis setelah transmitter. 3. In-Line Amplifier (ILA) Ditempatkan kira-kira setiap 80 s/d 100 km media optik, untuk menguatkkan signal yang mengalami redaman selama dalam transmisi untuk mencapai tempat yang dituju, ILA berikutnya atau sisi terminal. ILA bekerja pada daerah optik, dan berfungsi sebagai amplifier 1R. Amplifier dikatagorikan kedalam 1R, 2R, dan 3R: a. 1R : Re-amplify b. 2R : Re-amplify dan reshape c. 3R : Re-amplify, reshape, dan retime Pengembangan jaringan WDM/DWDM agar mencakup jarak lebih jauh dan/atau menambah jumlah node memerlukan penyisipan repeater atau amplifier. Amplifier dapat menyediakan regenerasi 1R hanya untuk menanggulangi redaman daya optik. Repeater dapat menyediakan regenerasi 3R untuk menanggulangi redaman dan disperse. Perangkat 1R hanya menguatkan sinyal yang diterima. Perangkat 2R menyediakan amplification dan reshaping gelombang untuk menyediakan recovery data. Perangkat 3R melakukan amplifications dan reshaping serta memerlukan sumber waktu yang digunakan bagi pewaktuan kembali transponder [5]. 2.8 Optical Cross-connect Tingkat tinggi modularitas jalan, scaling kapasitas, dan fleksibilitas dalam menambahkan atau menjatuhkan saluran di sebuah situs pengguna dapat dicapai dengan memperkenalkan konsep arsitektur cross-terhubung optik dalam struktur jalur fisik (lapisan jalan disebut) dari suatu optik jaringan. Optikal cross-connect

26 ini (OXCs) beroperasi tepat di optikal domain dan dapat merutekan kapasitas data data stream WDM yang sangat tinggi melalui jaringan jalur optik saling berhubungan [2]. Gambar 2.25 Arsitektur optikal Cross-connect menggunakan switch optic dan tanpa wavelength conventer Untuk memvisualisasikan operasi OXC, anggap pertama kali bahwa arsitektur OXC yang terlihat pada Gambar 2.25 menggunakan switching tanpa konversi panjang gelombang. Daerah switch dapat dikonstruksikan ke dalam kaskade elektronik terkontrol elemen pasangan direksional optikal atau gerbang switching penguat optikal semikonduktor. Tiap input fiber membawa M panjang gelombang (empat), satu atau semua yang mana dapat ditambahkan atau didrop pada sebuah node. Pada input, jumlah sinyal panjang gelombang yang tiba dikuatkan dan dengan pasif dicabangkan ke N jalur oleh penguat splitter. Pemilihan filter kemudian memilih panjang gelombang individual, yang diteruskan ke matrix space switching optic. Kemungkinan, gelombang demultiplexer yang mengganggu dapat digunakan untuk mencabangkan kumpulan masukan ke dalam kanal gelombang individual. Switch matrix meneruskan kanal lainnya ke delapan keluran jika sinyal tersebut dilaluinya atau ke bagian penerima yang berdempet dengan OXC pada output port 9 melalui port 12 jika telah didrop ke user pada node tersebut. Sinyal akan dibangkitkan di tempat itu oleh user untuk

27 menghubungkan elektrik via Digital Cross-connect Matrix (DXC) ke penerima optikal. Dari sini, masukka n switch matrix, yang membawanya ke output line yang tepat. M output, tiap gelombang pembawa terpisah, diberikan ke multiplexer panjang gelombang ke bentuk kumpulan keluaran single. Sebuah penguat optik menaikkan level sinyal untuk mentransmisikan trunk fiber secara normal yang mengikutinya [2].

BAB III LANDASAR TEORI

BAB III LANDASAR TEORI BAB III LANDASAR TEORI 3.1 Jaringan Backbone Backbone adalah saluran atau koneksi berkecepatan tinggi yang menjadi lintasan utama dalam sebuah jaringan. Backbone juga dapat dikatakan sebagai jaringan telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB II. SDH (Synchronous Digital Hierarchy)

BAB II. SDH (Synchronous Digital Hierarchy) BAB II SDH (Synchronous Digital Hierarchy) 2.1 Tinjauan Umum SDH Dalam sistem transmisi, dikenal teknik multiplex. Multiplex adalah penggabungan beberapa sinyal informasi menjadi satu dan ditransmisikan

Lebih terperinci

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) 2.1 Umum Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang merupakan cikal bakal lahirnya Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM),

Lebih terperinci

TRANSMISI DATA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Abstraksi

TRANSMISI DATA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Abstraksi TRANSMISI DATA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Surawan Adi Putra 1, Dwi Astharini 1, Syarifuddin Salmani 2 1 Departemen Teknik Elektro, Universitas Al Azhar Indonesia,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA JARINGAN OPTIK. Yamato & Evyta Wismiana. Abstrak

TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA JARINGAN OPTIK. Yamato & Evyta Wismiana. Abstrak TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) PADA JARINGAN OPTIK Oleh : Yamato & Evyta Wismiana Abstrak Perkembangan teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing ( DWDM ) p a da j ar in

Lebih terperinci

BAB III TEORI PENDUDUKUNG

BAB III TEORI PENDUDUKUNG BAB III TEORI PENDUDUKUNG Dalam Laporan kerja praktek ini didukung dengan beberapa teori diantaranya yaituteori tentang SDH (Syncronous digital Hierarchy). Pada bab ini menjelaskan tentang arsitektur dari

Lebih terperinci

DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM )

DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM ) DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM ) Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga 50711 Email : andreas_ardian@yahoo.com INTISARI WDM (Wavelength Division

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T Multiplexing Multiplexing adalah suatu teknik mengirimkan lebih dari satu (banyak) informasi melalui satu saluran. Tujuan utamanya adalah untuk menghemat jumlah saluran fisik misalnya kabel, pemancar &

Lebih terperinci

BAB II. SDH (Synchronous Digital Hierarchy)

BAB II. SDH (Synchronous Digital Hierarchy) BAB II SDH (Synchronous Digital Hierarchy) 2.1 Tinjauan Umum SDH Dalam sistem transmisi, dikenal teknik multiplex. Multiplex adalah penggabungan beberapa sinyal informasi menjadi satu dan ditransmisikan

Lebih terperinci

SYNCRONOUS DIGITAL HIERARCHY

SYNCRONOUS DIGITAL HIERARCHY Tugas KK Tra 17 SYNCRONOUS DIGITAL HIERARCHY Disusun Oleh: Fikri Imam Muttaqin Kelas XIi Tel 1 2010026 PENGERTIAN Synchronous Digital Hierarchy (SDH) merupakan hirarki pemultiplekan yang berbasis pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Informasi terbaru menunjukkan bahwa jaringan multimedia dan highcapacity Wavelength Division Multiplexing (WDM) membutuhkan bandwidth yang tinggi. Serat optik adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan layanan transmisi data dengan kecepatan tinggi dan kapasitas besar semakin meningkat pada sistem komunikasi serat optik. Kondisi ini semakin didukung lagi

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX BWS 1600G Sebagai Perangkat Transmisi di PT. Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java

Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX BWS 1600G Sebagai Perangkat Transmisi di PT. Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX BWS 1600G Sebagai Perangkat Transmisi di PT Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java Oleh : Hanitya Triantono WP (L2F008129) Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

ZTE ZXWM M900 SEBAGAI PERANGKAT DWDM BACKBONE

ZTE ZXWM M900 SEBAGAI PERANGKAT DWDM BACKBONE Makalah Seminar Kerja Praktek ZTE ZXWM M900 SEBAGAI PERANGKAT DWDM BACKBONE Frans Bertua YS (L2F 008 124) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ABSTRAK Pada 30 tahun belakangan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN OPTIK TRANSPARAN

IMPLEMENTASI JARINGAN OPTIK TRANSPARAN KARYA ILMIAH IMPLEMENTASI JARINGAN OPTIK TRANSPARAN OLEH : NAEMAH MUBARAKAH, ST NIP : 132 306 867 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK 200 7 Implementasi Jaringan Optik Transparan A. Pendahuluan

Lebih terperinci

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data Endah Sudarmilah, DWDM sebagai Solusi Krisis Kapasitas Bandwidth pada Transmisi Data Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data Endah Sudarmilah

Lebih terperinci

Topologi Jaringan Transport Optik

Topologi Jaringan Transport Optik KARYA ILMIAH Topologi Jaringan Transport Optik OLEH : NAEMAH MUBARAKAH, ST UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK 2007 Topologi Jaringan Transport Optik A. Pendahuluan Perkembangan dan trend trafik

Lebih terperinci

Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14

Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14 Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14 Dewiani Djamaluddin #1, Andani Achmad #2, Fiqri Hidayat *3, Dhanang Bramatyo *4 #1,2 Departemen Teknik Elektro, Universitas

Lebih terperinci

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 ANALISIS KINERJA TOPOLOGI JARINGAN RING PADA SYNCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY (SDH) DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) DI PT.TELKOM MEDAN (Aplikasi Ring 1 dan Ring 2 JASUKA) Diajukan untuk

Lebih terperinci

Synchronous Optical Networking SONET

Synchronous Optical Networking SONET Synchronous Optical Networking SONET Pendahuluan Synchronous Optical Networking (SONET) dan Synchronous Digital Hierarchy (SDH) adalah protokol standar yang mentransfer beberapa bit stream digital melalui

Lebih terperinci

Pada gambar 2.1, terdapat Customer Premises Equipment (CPE) adalah peralatan telepon atau penyedia layanan lain yang terletak di sisi user.

Pada gambar 2.1, terdapat Customer Premises Equipment (CPE) adalah peralatan telepon atau penyedia layanan lain yang terletak di sisi user. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar-dasar GPON GPON atau Gigabit Passive Optical Network merupakan sebuah arsitektur point-to-multipoint yang menggunakan media transmisi berupa fiber optik. GPON mampu mendukung

Lebih terperinci

Pengertian Multiplexing

Pengertian Multiplexing Pengertian Multiplexing Multiplexing adalah Teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi. Dimana perangkat yang melakukan Multiplexing disebut Multiplexer

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENDUDUKUNG

BAB II TEORI PENDUDUKUNG BAB II TEORI PENDUDUKUNG Dalam penelitiannya tugas akhir ini didukung dengan beberapa teori teori diantaranya yaitu teori teori tentang SDH (Syncronous digital Hierarchy). Pada bab ini menjelaskan tentang

Lebih terperinci

PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE

PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE RUAS SEMARANG-SOLO Dudik Hermanto (L2F 008 027) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ABSTRAK

Lebih terperinci

Jaringan Komputer 1 of 10. Topologi menunjuk pada suatu cara dimana end system atau station yang dihubungkan ke jaringan saling diinterkoneksikan.

Jaringan Komputer 1 of 10. Topologi menunjuk pada suatu cara dimana end system atau station yang dihubungkan ke jaringan saling diinterkoneksikan. Jaringan Komputer 1 of 10 Week #4 Topologi Unsur yang menentukan jenis suatu LAN atau MAN adalah : Topologi Media Transmisi Teknik Medium Access Control TOPOLOGI Topologi menunjuk pada suatu cara dimana

Lebih terperinci

Kontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G.652 dan G.655 Abstrak Kata Kunci PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

Kontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G.652 dan G.655 Abstrak Kata Kunci PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Makalah Seminar Kerja Praktek Kontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G652 dan G655 Oleh : Frans Scifo (L2F008125) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Abstrak Pada 30 tahun belakangan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Dasar Teori Ethernet Over SDH SDH (Synchronous Digital Hierarchy) menjelaskan tentang transfer data dengan kapasitas yang besar menggunakan media transmisi serat opti, sistem detakan

Lebih terperinci

BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM. (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran

BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM. (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM 3.1 Umum terjadi pada panjang gelombang yang terpisah dan telah di filter (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran tertentu (

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Data Komunikasi data merupakan transmisi data elektronik melalui sebuah media. Media tersebut dapat berupa kabel tembaga, fiber optik, radio frequency dan microwave

Lebih terperinci

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik Serat optik adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DWDM PADA ERION TM

IMPLEMENTASI DWDM PADA ERION TM IMPLEMENTASI DWDM PADA ERION TM Harumi Yuniarti * & Bambang Cholis Su udi ** * harumiwo@yahoo.com, ** bcholis@yahoo.com Dosen-Dosen Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti Abstract WDM technology

Lebih terperinci

BAB II. Ethernet over Synchronous Digital Hierarchy (SDH) 2.1. Deskripsi. Synchronous Digital Hierarchy (SDH) merupakan hirarki

BAB II. Ethernet over Synchronous Digital Hierarchy (SDH) 2.1. Deskripsi. Synchronous Digital Hierarchy (SDH) merupakan hirarki BAB II Ethernet over Synchronous Digital Hierarchy (SDH) 2.1. Deskripsi Synchronous Digital Hierarchy (SDH) merupakan hirarki pemultiplekan yang berbasis pada transmisi sinkron yang telah ditetapkan oleh

Lebih terperinci

BAB II WIDE AREA NETWORK

BAB II WIDE AREA NETWORK BAB II WIDE AREA NETWORK Wide Area Network adalah sebuah jaringan komunikasi data yang mencakup daerah geographi yang cukup besar dan menggunakan fasilitas transmisi yang disediakan oleh perusahaan telekomunikasi.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAR TEORI

BAB III LANDASAR TEORI BAB III LANDASAR TEORI 3.1 Sistem Transmisi PDH Plesiochronous Digital Hierarchy (PDH) adalah teknologi yang digunakan dalam jaringan telekomunikasi untuk mengangkut data dalam jumlah besar melalui peralatan

Lebih terperinci

BAB II SISTEM TRANSIMISI KABEL SERAT OPTIK. telekomunikasi yang cepat maka kemampuan sistem transmisi dengan menggunakan

BAB II SISTEM TRANSIMISI KABEL SERAT OPTIK. telekomunikasi yang cepat maka kemampuan sistem transmisi dengan menggunakan BAB II SISTEM TRANSIMISI KABEL SERAT OPTIK 2.1 Pendahuluan Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan sarana telekomunikasi dalam biaya relatif rendah, mutu pelayanan tinggi, cepat,

Lebih terperinci

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Umum Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan sarana telekomunikasi dengan biaya relatif rendah, mutu pelayanan tinggi, cepat, aman, dan juga

Lebih terperinci

BAB III CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER

BAB III CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER BAB III CROSSTALK PADA OPTICAL CROSS CONNECT MENGGUNAKAN WAVELENGTH CONVERTER 3.1 Umum Optical Cross Connect (OXC) adalah elemen jaringan yang terpenting yang memungkinkan dapat dilakukannya rekonfigurasi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN INFORMASI PENUNJANG

BAB II TEORI DAN INFORMASI PENUNJANG BAB II TEORI DAN INFORMASI PENUNJANG 2.1. Struktur Jaringan Jaringan telekomunikasi dibangun dengan tujuan menyediakan layanan komunikasi dan informasi bagi masyarakat, salah satunya adalah internet. Penyebaran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... ii. LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN... iii. LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... ii. LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN... iii. LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... ii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN... iii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PERSEMBAHAN... v HALAMAN MOTTO... vi KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

Analisis 1,28 Tbps Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) Menggunakan Modulasi Eksternal dan Deteksi Langsung

Analisis 1,28 Tbps Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) Menggunakan Modulasi Eksternal dan Deteksi Langsung Analisis 1,28 Tbps Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) Menggunakan Modulasi Eksternal dan Deteksi Langsung Unggul Riyadi 1, Fauza Khair 2, Dodi Zulherman 3 1,2,3 Fakultas Teknik Telekomunikasi

Lebih terperinci

SISTEM TRANSMISI DWDM PADA JARINGAN SDH (Studi Kasus : Penerapan Sistem DWDM dan SDH pada Jaringan Transmisi PT. XL Axiata tbk.)

SISTEM TRANSMISI DWDM PADA JARINGAN SDH (Studi Kasus : Penerapan Sistem DWDM dan SDH pada Jaringan Transmisi PT. XL Axiata tbk.) SISTEM TRANSMISI DWDM PADA JARINGAN SDH (Studi Kasus : Penerapan Sistem DWDM dan SDH pada Jaringan Transmisi PT. XL Axiata tbk.) Oleh : Medi Kartika Putri NIM : 612005020 Tugas Akhir Untuk melengkapi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tugas Akhir ini akan diselesaikan melalui beberapa tahapan yaitu mengidentifikasi masalah, pemodelan sistem, simulasi dan analisa hasil. Pemodelan dan simulasi jaringan di-design

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perangkat yang berfungsi sebagai transmitter dan receiver melalui suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. perangkat yang berfungsi sebagai transmitter dan receiver melalui suatu sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi informasi terjadi sedemikian pesatnya sehingga data dan informasi dapat disebarkan ke seluruh dunia dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini berarti

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK CWDM JARINGAN UNIVERSITAS INDONESIA TERPADU (JUITA)

ANALISIS PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK CWDM JARINGAN UNIVERSITAS INDONESIA TERPADU (JUITA) ANALISIS PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK CWDM JARINGAN UNIVERSITAS INDONESIA TERPADU (JUITA) Irvan Hardiyana Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia Email: hardiyana.irvan@gmail.com

Lebih terperinci

ABSTRAK. i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

ABSTRAK. i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA ABSTRAK Suatu hal yang paling menjanjikan untuk jaringan masa depan yaitu jaringan wavelength division multiplexing (WDM) terutama ketika diperlukan lebar pita yang cukup besar. Kapasitas transmisi dari

Lebih terperinci

Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Bahan fiber optics (serat optik) Serat optik terbuat dari bahan dielektrik berbentuk seperti kaca (glass). Di dalam serat

Lebih terperinci

Unsur yang menentukan jenis suatu LAN atau MAN adalah : Topologi Media Transmisi Teknik Medium Access Control

Unsur yang menentukan jenis suatu LAN atau MAN adalah : Topologi Media Transmisi Teknik Medium Access Control Topologi Unsur yang menentukan jenis suatu LAN atau MAN adalah : Topologi Media Transmisi Teknik Medium Access Control TOPOLOGI Topologi menunjuk pada suatu cara dimana end system atau station yang dihubungkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG

BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG Seiring perkembangan zaman, sistem telekomunikasi membutuhkan kapasitas jaringan yang lebih besar dan kecepatan lebih cepat, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaringan telekomunikasi dewasa ini mengalami kemajuan yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus dikembangkan agar user

Lebih terperinci

SONET (Synchronous Optical Network)/SDH (Synchronous Digital Hierarchy)

SONET (Synchronous Optical Network)/SDH (Synchronous Digital Hierarchy) Kelompok 13 Muhammad Asrawi (54410645) Khoirul Anwar (53410891) Steven (56410693 SONET (Synchronous Optical Network)/SDH (Synchronous Digital Hierarchy) Jaringan Komputer Lanjut 10/10/2013 1 SONET (Synchronous

Lebih terperinci

Aplikasi Multiplexer -8-

Aplikasi Multiplexer -8- Sistem Digital Aplikasi Multiplexer -8- Missa Lamsani Hal 1 Multiplexer Teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi. Dimana perangkat yang melakukan

Lebih terperinci

Tujuan Muliplexing Jenis Teknik Multiplexing Segmentasi jaringan segregasi jaringan

Tujuan Muliplexing Jenis Teknik Multiplexing Segmentasi jaringan segregasi jaringan 1. Analisa perbedaan antara sumulasi dengan multiplexing! 2. Analisa tentang devices, media dan services! 3. Perbedaan LAN, MAN, dan WAN dalam sebuah tabel perbedaan! 4. Lakukan analisa dari animasi 2.4.4.1,

Lebih terperinci

Teknik MULTIPLEXING. Rijal Fadilah S.Si Program Studi Teknik Informatika STMIK Balikpapan Semester Genap 2010/2011

Teknik MULTIPLEXING. Rijal Fadilah S.Si  Program Studi Teknik Informatika STMIK Balikpapan Semester Genap 2010/2011 Teknik MULTIPLEXING Rijal Fadilah S.Si http://rijalfadilah.net Program Studi Teknik Informatika STMIK Balikpapan Semester Genap 2010/2011 Multiplexing Proses penggabungan beberapa kanal Pembagian bandwith

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX OSN 9500 Sebagai Perangkat Transmisi di PT. Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java

Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX OSN 9500 Sebagai Perangkat Transmisi di PT. Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX OSN 9500 Sebagai Perangkat Transmisi di PT. Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java Oleh : Fandi Yusuf Nugroho (L2F008121) Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS JARINGAN TRANSPORT BACKBONE LINK MEDAN SUBULUSALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI SDH DENGAN SERAT OPTIK

ANALISIS JARINGAN TRANSPORT BACKBONE LINK MEDAN SUBULUSALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI SDH DENGAN SERAT OPTIK ANALISIS JARINGAN TRANSPORT BACKBONE LINK MEDAN SUBULUSALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI SDH DENGAN SERAT OPTIK Reni Risca T,Naemah Mubarakah Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

± voice bandwidth)

± voice bandwidth) BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Kebutuhan user akan mutu, kualitas, dan jenis layanan telekomunikasi yang lebih baik serta perkembangan teknologi yang pesat memberikan dampak terhadap pemilihan media

Lebih terperinci

Frequency Division Multiplexing

Frequency Division Multiplexing Multiplexing 1 Multiplexing 2 Frequency Division Multiplexing FDM Sinyal yang dimodulasi memerlukan bandwidth tertentu yang dipusatkan di sekitar frekuensi pembawa disebut channel Setiap sinyal dimodulasi

Lebih terperinci

Guide Media Unguide Media

Guide Media Unguide Media TUJUAN Tujuan yang ingin dicapai dari pembahasan modul ini adalah : 1) Faktor-faktor yang mempengaruhi perancangan jaringan 2) Mahasiswa mampu memahami jenis-jenis medium fisik yang digunakan pada komunikasi

Lebih terperinci

BAB III MEKANISME KERJA

BAB III MEKANISME KERJA BAB III MEKANISME KERJA 3.1 Jaringan Fiber Optik MSC Taman Rasuna PT. Bakrie Telecom sebagai salah satu operator penyedia layanan telekomunikasi di Indonesia telah menggunakan jaringan fiber optic untuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Synchronous Digital Hierarchy (SDH) merupakan hirarki pemultiplekan

BAB II DASAR TEORI. Synchronous Digital Hierarchy (SDH) merupakan hirarki pemultiplekan BAB II DASAR EORI 2.1 eori Dasar SDH Synchronous Digital Hierarchy (SDH) merupakan hirarki pemultiplekan yang berbasis pada sistem transmisi sinkron yang ditetapkan oleh CCI (IU). Sebelum kemunculan SDH,

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI Pada bab ini pembahasan yang akan dijelaskan meliputi simulasi pemodelan jaringan yang di-design menggunakan software optisystem. Langkah ini dilakukan dengan tujuan agar

Lebih terperinci

Aplikasi In-line Amplifier EDFA Pada Sistem Transmisi Panjang Gelombang Tunggal dan Transmisi Berbasis WDM

Aplikasi In-line Amplifier EDFA Pada Sistem Transmisi Panjang Gelombang Tunggal dan Transmisi Berbasis WDM Aplikasi In-line EDFA Pada Sistem Transmisi Panjang Gelombang Tunggal dan Transmisi Berbasis WDM Octarina Nur Samijayani 2), Ary Syahriar 1)2) 1) Center of Information Technology and Communication, Agency

Lebih terperinci

MULTIPLEXING Komunikasi Data. Muhammad Zen Samsono Hadi, ST. MSc. Lab. Telefoni Gedung D4 Lt. 1

MULTIPLEXING Komunikasi Data. Muhammad Zen Samsono Hadi, ST. MSc. Lab. Telefoni Gedung D4 Lt. 1 1 MULTIPLEXING Komunikasi Data Muhammad Zen Samsono Hadi, ST. MSc. Lab. Telefoni Gedung D4 Lt. 1 Multiplexing 2 Frequency Division Multiplexing 3 FDM Digunakan bila bandwidth media transmisi yang digunakan

Lebih terperinci

Komputer, terminal, telephone, dsb

Komputer, terminal, telephone, dsb Circuit Switching Jaringan Switching Transmisi jarak jauh melalui simpul-simpul jaringan switching perantara Simpul switching tidak berkaitan dengan isi data Perangkat yang melakukan komunikasi disebut

Lebih terperinci

Pengantar Teknologi Informasi Jaringan (Layer Fisik)

Pengantar Teknologi Informasi Jaringan (Layer Fisik) Pengantar Teknologi Informasi Jaringan (Layer Fisik) Sebelumnya Standard Protocol Layer OSI LAYER Application (7) Presentation (6) TCP/IP 5. Application Session (5) Transport (4) Network (3) Data link

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus. dapat memberikan kualitas layanan dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus. dapat memberikan kualitas layanan dengan baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaringan telekomunikasi dewasa ini mengalami kemajuan yang sangat cepat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi terus dikembangkan agar user

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA

Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA Widya Ningtiyas (21060111120024), Sukiswo, ST. MT. (196907141997021001) Jurusan

Lebih terperinci

Multiplexing. Meningkatkan effisiensi penggunaan bandwidth / kapasitas saluran transmisi dengan cara berbagi akses bersama.

Multiplexing. Meningkatkan effisiensi penggunaan bandwidth / kapasitas saluran transmisi dengan cara berbagi akses bersama. Multiplexing Multiplexing adalah Teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi. Dimana perangkat yang melakukan Multiplexing disebut Multiplexer atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Sistem komunikasi kabel laut dengan repeater. akan menguatkan efek dispersi dan gangguan lainnya pada link.

BAB II LANDASAN TEORI Sistem komunikasi kabel laut dengan repeater. akan menguatkan efek dispersi dan gangguan lainnya pada link. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem komunikasi kabel laut 2.1.1 Sistem komunikasi kabel laut dengan repeater Untuk jarak link lebih dari 400 kilometer, efek dari attenuasi dan dispersi optik akan membuat

Lebih terperinci

Bab 9. Circuit Switching

Bab 9. Circuit Switching 1/total Outline Konsep Circuit Switching Model Circuit Switching Elemen-Elemen Circuit Switching Routing dan Alternate Routing Signaling Control Signaling Modes Signaling System 2/total Jaringan Switching

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SISTEM PROTEKSI MS-SP RING PADA RING 2

BAB IV ANALISA SISTEM PROTEKSI MS-SP RING PADA RING 2 BAB IV ANALISA SISTEM PROTEKSI MS-SP RING PADA RING 2 4.1 Desain Jaringan Optik Prinsip kerja dari serat optic ini adalah sinyal awal/source yang berbentuk sinyal listrik ini pada transmitter diubah oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan kecepatan dan bandwidth untuk komunikasi semakin meningkat secara signifikan. Salah satu teknologi yang menjadi solusi adalah sistem transmisi berbasis cahaya

Lebih terperinci

1. Percakapan antar individu(manusia) 2. Mengirim dan atau menerima surat 3. Percakapan melalui telepon 3. Menonton Televisi 4. Mendengarkan radio

1. Percakapan antar individu(manusia) 2. Mengirim dan atau menerima surat 3. Percakapan melalui telepon 3. Menonton Televisi 4. Mendengarkan radio Komunikasi dan Informasi Komunikasi memegang peranan penting dalam kehidupan umat manusia, karena kita selalu terlibat dalam salah satu bentuk dari komunikasi tersebut, misalnya: 1. Percakapan antar individu(manusia)

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR SERAT OPTIIK DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING. Teknologi serat optik adalah suatu teknologi komunikasi yang

BAB II KONSEP DASAR SERAT OPTIIK DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING. Teknologi serat optik adalah suatu teknologi komunikasi yang BAB II KONSEP DASAR SERAT OPTIIK DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING 2.1 Umum Teknologi serat optik adalah suatu teknologi komunikasi yang menggunakan media cahaya sebagai penyalur informasi. Pada

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI PENERAPAN METRO WDM PADA JARINGAN TRANSMISI SERAT OPTIK

BAB III IMPLEMENTASI PENERAPAN METRO WDM PADA JARINGAN TRANSMISI SERAT OPTIK BAB III IMPLEMENTASI PENERAPAN METRO WDM PADA JARINGAN TRANSMISI SERAT OPTIK 3.1 Perencanaan dalam Penerapan Metro WDM 3.1.1 Prinsip Perencanaan Jaringan DWDM Dalam penerapan DWDM pada jaringan transmisi

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN KOMUNIKASI BACKBONE BAWAH LAUT BERBASIS SERAT OPTIK JALUR 40G UNTUK JALUR SURABAYA BANJARMASIN

RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN KOMUNIKASI BACKBONE BAWAH LAUT BERBASIS SERAT OPTIK JALUR 40G UNTUK JALUR SURABAYA BANJARMASIN RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN KOMUNIKASI BACKBONE BAWAH LAUT BERBASIS SERAT OPTIK JALUR 40G UNTUK JALUR SURABAYA BANJARMASIN Christopher Gerson Batara, Arifin Djauhari Teknik Elektro, Universitas Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecepatan pengiriman dan bandwidth untuk jarak jauh dalam komunikasi sudah menjadi kebutuhan tersendiri. Masalah ini dapat diatasi dengan sebuah teknologi dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH CROSSTALK PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK TERHADAP JARINGAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)

ANALISIS PENGARUH CROSSTALK PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK TERHADAP JARINGAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) ANALISIS PENGARUH CROSSTALK PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK TERHADAP JARINGAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Yolanda Margareth Sitompul, M. Zulfin Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

Jaringan Komputer Multiplexing

Jaringan Komputer Multiplexing Jaringan Komputer Multiplexing Multiplexing Frequency Division Multiplexing FDM Bandwidth yang bisa digunakan dari suatu media melebihi bandwidth yang diperlukan dari suatu channel Setiap sinyal dimodulasi

Lebih terperinci

JARINGAN KOMPUTER JARINGAN KOMPUTER

JARINGAN KOMPUTER JARINGAN KOMPUTER JARINGAN KOMPUTER JARINGAN KOMPUTER Topologi jaringan adalah : hal yang menjelaskan hubungan geometris antara unsur-unsur dasar penyusun jaringan, yaitu node, link, dan station. Jenis Topologi jaringan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO AHMAD YANI KE APARTEMEN GATEWAY

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO AHMAD YANI KE APARTEMEN GATEWAY ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO AHMAD YANI KE APARTEMEN GATEWAY Ridwan Pratama 1 1 Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom 1 ridwanpsatu@telkomuniversity.ac.id

Lebih terperinci

Pertemuan 3 Dedy hermanto/jaringan Komputer/2010

Pertemuan 3 Dedy hermanto/jaringan Komputer/2010 Pertemuan 3 Adalah : Suatu hubungan antara unsur-unsur penyusun jaringan komputer yaitu node, link dan station Atau Yang memperlihatkan hubungan jaringan atau sambungan antar komputer. Node : Titik suatu

Lebih terperinci

JARINGAN AKSES PSTN (Public Switch Telephone Network) Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP)

JARINGAN AKSES PSTN (Public Switch Telephone Network) Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) JARINGAN AKSES PSTN (Public Switch Telephone Network) Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) Konfigurasi Umum Jartel 2 Struktur Jaringan Figure A.3.33 The network hierarchy according to the ITU-T Figure

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT SANGATTA-TOWALE

PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT SANGATTA-TOWALE Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2018 ISSN 2085-4218 PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT SANGATTA-TOWALE Adinda Maulida 1), Ayudya Tri Lestari 2), Gandaria 3), Nurfitriani

Lebih terperinci

Spektrum Electromagnetic

Spektrum Electromagnetic TUJUAN Tujuan yang ingin dicapai dari pembahasan modul ini adalah : 1) Faktor-faktor yang mempengaruhi perancangan jaringan 2) Mahasiswa mampu memahami jenis-jenis medium fisik yang digunakan pada komunikasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PASSIVE SPLITTER PADA JARINGAN PASSIVE OPTICAL NETWORK (PON)

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PASSIVE SPLITTER PADA JARINGAN PASSIVE OPTICAL NETWORK (PON) BAB IV ANALISIS PENERAPAN PASSIVE SPLITTER PADA JARINGAN PASSIVE OPTICAL NETWORK (PON) Pada bab ini akan dibahas analisis parameter teknis yang berkaitan dengan penerapan passive splitter pada jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENILITIAN

BAB III METODOLOGI PENILITIAN BAB III METODOLOGI PENILITIAN 3.1 Rancangan Penilitian Penilitian ini meliputi dari pengamatan dilapangan pada jaringan Kantor Pajak Jakarta Pusat yang terhubung dengan Kantor Pusat PT Indosat dengan kapasitas

Lebih terperinci

BAB III METODE ANALISIS

BAB III METODE ANALISIS BAB III METODE ANALISIS 3.1 Metodologi Analisis yang digunakan Pada penganalisisan ini menggunakan metodologi analisis Ex Post Facto dimana memiliki pengertian yaitu melakukan analisis peristiwa yang telah

Lebih terperinci

BAB III JARINGAN AKSES SERAT OPTIK DI PT TELKOM STO JATINEGARA SERTA APLIKASI SDH DAN MODUL SDT1

BAB III JARINGAN AKSES SERAT OPTIK DI PT TELKOM STO JATINEGARA SERTA APLIKASI SDH DAN MODUL SDT1 BAB III JARINGAN AKSES SERAT OPTIK DI PT TELKOM STO JATINEGARA SERTA APLIKASI SDH DAN MODUL SDT1 3.4 Jaringan Akses STO Jatinegara PT TELKOM Indonesia sebagai salah satu penyelenggara telekomunikasi terbesar

Lebih terperinci

Pengantar Teknologi Informasi: Komunikasi Data. Hanif Fakhrurroja, MT

Pengantar Teknologi Informasi: Komunikasi Data. Hanif Fakhrurroja, MT Pengantar Teknologi Informasi: Komunikasi Data Hanif Fakhrurroja, MT PIKSI GANESHA, 2012 Hanif Fakhrurroja @hanifoza hanifoza@gmail.com Definisi Komunikasi data adalah bergeraknya data dari satu titik

Lebih terperinci

Cara kerja Ethernet Card berdasarkan broadcast network yaitu setiap node dalam suatu jaringan menerima setiap transmisi data yang dikirim oleh suatu

Cara kerja Ethernet Card berdasarkan broadcast network yaitu setiap node dalam suatu jaringan menerima setiap transmisi data yang dikirim oleh suatu 1 Cara kerja Ethernet Card berdasarkan broadcast network yaitu setiap node dalam suatu jaringan menerima setiap transmisi data yang dikirim oleh suatu node yang lain. Setiap Ethernet card mempunyai alamat

Lebih terperinci

Standarisasi SONET (Synchronous Optical Network)/SDH (Synchronous Digital Hierarchy)

Standarisasi SONET (Synchronous Optical Network)/SDH (Synchronous Digital Hierarchy) 1 SONET(Synchronous Optical Network)/SDH (Synchronous Digital Hierarchy) Standarisasi SONET (Synchronous Optical Network)/SDH (Synchronous Digital Hierarchy) Hirarki sinkronisasi digital (SDH) dan sinkronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di mana awalnya konsep jaringan komputer ini hanya untuk memanfaatkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. di mana awalnya konsep jaringan komputer ini hanya untuk memanfaatkan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep jaringan komputer pertama kali bermula pada sekitar tahun 1940-an, di mana awalnya konsep jaringan komputer ini hanya untuk memanfaatkan suatu perangkat

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN INTERKONEKSI BANYAK TINGKAT. Komponen utama dari sistem switching atau sentral adalah seperangkat sirkuit

BAB II JARINGAN INTERKONEKSI BANYAK TINGKAT. Komponen utama dari sistem switching atau sentral adalah seperangkat sirkuit BAB II JARINGAN INTERKONEKSI BANYAK TINGKAT 2.1 Konsep Switching Komponen utama dari sistem switching atau sentral adalah seperangkat sirkuit masukan dan keluaran yang disebut dengan inlet dan outlet.

Lebih terperinci

WAN. Karakteristik dari WAN: 1. Terhubung ke peralatan yang tersebar ke area geografik yang luas

WAN. Karakteristik dari WAN: 1. Terhubung ke peralatan yang tersebar ke area geografik yang luas WAN WAN adalah sebuah jaringan komunikasi data yang tersebar pada suatu area geografik yang besar seperti propinsi atau negara. WAN selalu menggunakan fasilitas transmisi yang disediakan oleh perusahaan

Lebih terperinci

Faktor Rate data. Bandwidth Ganguan transmisi(transmission impairments) Interferensi Jumlah receiver

Faktor Rate data. Bandwidth Ganguan transmisi(transmission impairments) Interferensi Jumlah receiver Version 1.1.0 Faktor Rate data Bandwidth Ganguan transmisi(transmission impairments) Interferensi Jumlah receiver Kecepatan Transmisi Bit : Binary Digit Dalam transmisi bit merupakan pulsa listrik negatif

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENAMBAHAN AUTOMATIC SWITCHING OPTICAL NETWORK (ASON) PLANNING ADDITION AUTOMATIC SWITCHING OPTICAL NETWORK(ASON)

PERENCANAAN PENAMBAHAN AUTOMATIC SWITCHING OPTICAL NETWORK (ASON) PLANNING ADDITION AUTOMATIC SWITCHING OPTICAL NETWORK(ASON) PERENCANAAN PENAMBAHAN AUTOMATIC SWITCHING OPTICAL NETWORK (ASON) PLANNING ADDITION AUTOMATIC SWITCHING OPTICAL NETWORK(ASON) Novita Dwi Susanti, Samsu Ismail Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI DAN PERENCANAAN

BAB III IMPLEMENTASI DAN PERENCANAAN BAB III IMPLEMENTASI DAN PERENCANAAN 3.1 Tahapan Proses Penelitian Pada bab ini akan dijelaskan tentang proses penelitian yang dibagi dalam beberapa tahap seperti berikut: 1. Mempelajari konfigurasi layanan

Lebih terperinci

Transmisi. Muhammad Riza Hilmi, ST.

Transmisi. Muhammad Riza Hilmi, ST. kanal komunikasi media time division multiplexing Transmisi Muhammad Riza Hilmi, ST. saya@rizahilmi.com http://rizahilmi.com Jaringan Komputer # Merupakan sebuah sistem yang terdiri atas komputer, perangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Netciti Persada sebagai salah satu operator telekomunikasi di Indonesia yang bergerak di bidang Community Service Provider dituntut untuk selalu memberikan performansi

Lebih terperinci