PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDUSTRI PARIWISATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDUSTRI PARIWISATA"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDUSTRI PARIWISATA ABSTRAK Suparwoko Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta Kreatifitas merupakan modal utama dalam menghadapi tantangan global. Bentukbentuk ekonomi kreatif selalu tampil dengan nilai tambah yang khas, menciptakan pasar nya sendiri, dan berhasil menyerap tenaga kerja serta pemasukan ekonomis. Departemen Pedagangan Republik Indonesia memanfaatkan momentum ini dengan menyusun Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Untuk mengembangkan ekonomi kreatif, diperlukan sejumlah SDM yang berkualitas dengan daya inovatif dan kreativitas yang tinggi. Namun, di samping kebutuhan akan SDM yang berualitas, pengembangan ekonomi kreatif juga membutuhkan ruang atau wadah sebagai tempat penggalian ide, berkarya, sekaligus aktualisasi diri dan ide-ide kratif. Di negara-negara maju, pebentukan ruang-ruang kreatif tersebut telah mengarah pada kota kreatif (creative city) yang berbasis pada penciptaan suasana yang kondusif bagi komunitas sehingga dapat mengakomodasi kreativitas. Kota-kota di Indonesia, dengan sejumlah keunikannya, memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kota-kota kreatif. Pengembangan ekonomi kreatif dapat dilakukan seiring dengan pengembangan wisata. Kota-kota wisata di Indonesia, seperti Yogyakarta, Bandung, dan Lombok, sebenrnya telah memiliki ruang kreatif, yaitu zona-zona wisata itu sendiri. Atraksi wisata dapat menjadi sumber ide-ide keatif yang tidak akan pernah habis untuk dikembangkan. Proses kreativitas seperti pembuatan souvenir dapat menjadi atraksi wisata tersendiri yang memberikan nilai tambah. Sementara di sisi lain, pasar yang menyerap produk ekonomi kreatif telah tersedia, yaitu melalui turis atau wisatawan yang berkunjunng ke obyek wisata. Pembahasan lebih lanjut mengenai model ekonomi kreatif dan pengembangan wisata akan dijelaskan dalam makalah ini. Kata kunci: ekonomi kreatif, pariwisata, kerajinan PENDAHULUAN Globalisasi dan perdagangan global merupakan suatu hal yang tidak terelakkan dari kemajuan teknologi. Teknologi informasi dan komunikasi yang bekembang dengan pesat telah mengaburkan batas-batas wilayah karena satu wilayah dapat terhubung dengan wilayah lainnya dalam satu waktu yang sama. Pentingnya informasi diera tersebut kemudian menimbulkan ekonomi informasi, yaitu kegiatan ekonomi yang berbasis pada penyediaan informasi. Setelah hampir sebagian besar wilayah di dunia terhubung pada era ekonomi informasi, tantangan globalisasi menjadi semakin nyata. Dalam konteks globalisasi, daya saing merupakan kunci utama untuk bisa sukses dan bertahan. Daya saing ini muncul tidak hanya dalam bentuk produk dalam jumah banyak namun juga berkualitas. Kualitas produk tersebut dapat diperoleh melalui Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 52

2 pencitraan ataupun menciptakan produk-produk inovatif yang berbeda dari wilayah lainnya. Diperlukan kreativitas yang tinggi untuk dapat menciptakan produk-produk inovatif. Berangkat dari poin inilah, ekonomi kreatif menemukan eksistensinya dan berkembang (Salman, 2010). Ekonomi kreatf telah dikembangkan di berbagai negara dan menampilkan hasil positif yang signifikan, antara lain berupa penyerapan tenaga kerja, penambahan pendapatan daerah, hingga pencitraan wilayah di tingkat internasional. Pencitraan wilayah muncul ketika suatu wilayah menjadi terkenal karena produk kreatif yang dihasilkannya. Sebagai contoh, Kota Bandung yang saat ini terkenal karena distro dan factory outlet-nya. Dalam konteks yang lebih luas, pencitraan wilayah dengan menggunakan ekonomi kreatif juga terkoneksi dengan berbagai sektor, di antaranya sektor wisata. Ekonomi Kreatif : Definisi, Potensi, dan Tantangannya pada Kota-Kota di Indonesia Definisi ekonomi kreatif hinggga saat ini masih belum dapat dirumuskan secara jelas. Kreatifitas, yang menjadi unsur vital dalam ekonomi kreatif sendiri masih sulit untuk dibedakan apakah sebagai proses atau karakter bawaan manusia. Departemen Perdagangan Republik Indonesia (2008) merumuskan ekonomi kreatif sebagai upaya pembangunan ekonomi secara berkelanjutan melalui kreativitas dengan iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Definisi yang lebih jelas disampaikan oleh UNDP (2008) yang merumuskan bahwa ekonomi kreatif merupakan bagian integratif dari pengetahuan yang bersifat inovatif, pemanfaatan teknologi secara kreatif, dan budaya. Seperti dijelaskan pada Gambar 1. Gambar 1: bagan rumusan ekonomi kreatif menurut UNDP (2008) Lingkup kegiatan dari ekonomi kreatif dapat mencakup banyak aspek. Departemen Perdagangan (2008) mengidentifikasi setidaknya 14 sektor yang termasuk dalam ekonomi kreatif, yaitu : Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 53

3 1. Periklanan 2. Arsitektur 3. Pasar barang seni 4. Kerajinan (handicraft) 5. Desain 6. Fashion 7. Film, video, dan fotografi 8. Permainan interaktif 9. Musik 10. Seni pertunjukan 11. Penrbitan dan percetakan 12. Layanan komputer dan piranti lunak 13. Radio dan televisi 14. Riset dan pengembangan Bila dilihat luasan cakupan ekonomi kreatif tersebut, sebagian besar merupakan sektor ekonomi yang tidak membutuhkan skala produksi dalam jumlah besar. Tidak seperti industri manufaktur yang berorientasi pada kuantitas produk, industri kreatif lebih bertumpu pada kualitas sumber daya manusia. Industri kreatif justru lebih banyak muncul dari kelompok industri kecil menengah. Sebagai contoh, adalah industri kreatif berupa distro yang sengaja memproduksi desain produk dalam jumlah kecil. Hal tersebut lebih memunculkan kesan eksklusifitas bagi konsumen sehingga produk distro menjadi layak untuk dibeli dan bahkan dikoleksi. Hal yang sama juga berlaku untuk produk garmen kreatif lainnya, seperti Dagadu dari Jogja atau Joger dari Bali. Kedua industri kreatif tersebut tidak berproduksi dalam jumlah besar namun ekslusifitas dan kerativitas desain produknya digemari konsumen. Walaupun tidak menghasilkan produk dalam jumlah banyak, industri kreatif mampu memberikan kontribusi positif yang cukup signifikan terhadap perekonomian nasional. Depertemen Perdagangan (2008) mencatat bahwa kontribusi industri kreatif terhadap PDB di tahun 2002 hingga 2006 rata-rata mencapai 6,3% atau setara dengan 152,5 trilyun jika dirupiahkan. Industri kreatif juga sanggup menyerap tenaga kerja hingga 5,4 juta dengan tingkat partisipasi 5,8%. Dari segi ekspor, industri kreatif telah membukukan total ekspor 10,6% antara tahun 2002 hingga Merujuk pada angka-angka tersebut di atas, ekonomi kreatif sangat potensial dan penting untuk dikembangkan di Indonesia. Dr. Mari Elka Pangestu dalam Konvensi Pengembangan Ekonomi Kreatif menyebutkan beberapa alasan mengapa industri kreatif perlu dikembangkan di Indonesia, antara lain : 1. Memberikan kontibusi ekonomi yang signifikan 2. Menciptakan iklimbisnis yang positif 3. Membangun citra dan identitas bangsa 4. Berbasis kepada sumber daya yang terbarukan Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 54

4 5. Menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa 6. Memberikan dampak sosial yang positif Salah satu alasan dari pengembangan industri kreatif adalah adanya dampak positif yang akan berpengaruh pada kehidupan sosial, iklim bisnis, peningkatan ekonomi, dan juga berdampak para citra suatu kawasan tersebut. Dalam konteks pengembangan ekonomi kreatif pada kota-kota di Indonesia, industri kreatif lebih berpotensi untuk berkembang pada kota-kota besar atau kota-kota yang telah dikenal. Hal ini terkait dengan ketersediaan sumber daya manusia yang handal dan juga tersedianya jaringan pemasaran yang lebih baik dibanding kota-kota kecil. Namun demikian, hal itu tidak menutup kemungkinan kota-kota kecil di Indonesia untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Bagi kota-kota kecil, strategi pengembangan ekonomi kreatif dapat dilakukan dengan memanfaatkan landmark kota atau kegiatan sosial seperti festival sebagai venue untuk mengenalkan produk khas daerah (Susan, 2004). Salah satu contoh yang cukup berhasil menerapkan strategi ini adalah Jember dengan Jember Fashion Carnival. Festival yang digelar satu tahun sekali tersebut mampu menarik sejumlah turis untuk berkunjung dan melihat potensi industri kreatif yang ada di Jember. Bertolak dari kasus Jember dengan Jember Fashion Carnival, sejatinya sejumlah kota di Indonesia berpotensi untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Indonesia dikenal sebagai negara dengan banyak suku bangsa dan budaya. Sebuah kota dapat merepresentasikan budayanya melalui cara-cara yang unik, inovatif, dan kreatif. Pada gilirannya, pengembangan ekonomi kreatif tersebut juga akan berdampak pada perbaikan lingkungan kota, baik secara estetis ataupun kualitas lingkungan. Ekonomi Kreatif dan Pengembangan Wisata Pariwisata didefinisikan sebagai aktivitas perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk bersenang senang, memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau waktu libur serta tujuan tujuan lainnya (UNESCO, 2009). Sedangkan menurut UU No.10/2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Seseorang atau lebih yang melakukan perjalanan wisata serta melakukan kegiatan yang terkait dengan wisata disebut Wisatawan. Wisatawan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara. Wisatawan nusantara adalah wisatawan warga negara Indonesia yang melakukan perjalanan wisata sementara wisatawan mancanegara ditujukan bagi wisatawan warga negara asing yang melakukan perjalanan wisata. Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 55

5 Untuk mengembangkan kegiatan wisata, daerah tujuan wisata setidaknya harus memiliki komponen-komponen sebagai berikut (UNESCO, 2009) : 1. Obyek/atraksi dan daya tarik wisata 2. Transportasi dan infrastruktur 3. Akomodasi (tempat menginap) 4. Usaha makanan dan minuman 5. Jasa pendukung lainnya (hal-hal yang mendukung kelancaran berwisata misalnya biro perjalanan yang mengatur perjalanan wisatawan, penjualan cindera mata, informasi, jasa pemandu, kantor pos, bank, sarana penukaran uang, internet, wartel, tempat penjualan pulsa, salon, dll) Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia sebelumnya telah menetapkan program yang disebut dengan Sapta Pesona. Sapta Pesona mencakup 7 aspek yang harus diterapkan untuk memberikan pelayanan yang baik serta menjaga keindahan dan kelestarian alam dan budaya di daerah kita. Program Sapta Pesona ini mendapat dukungan dari UNESCO (2009) yang menyatakan bahwa setidaknya 6 aspek dari tujuh Sapta Pesona harus dimiliki oleh sebuah daerah tujuan wisata untuk membuat wisatawan betah dan ingin terus kembali ke tempat wisata, yaitu: Aman; Tertib; Bersih: Indah; Ramah; dan Kenangan. Ekonomi kreatif dan sektor wisata merupakan dua hal yang saling berpengaruh dan dapat saling bersinergi jika dikelola dengan baik (Ooi, 2006). Konsep kegiatan wisata dapat didefinisikan dengan tiga faktor, yaitu harus ada something to see, something to do, dan something to buy (Yoeti, 1985). Something to see terkait dengan atraksi di daerah tujuan wisata, something to do terkait dengan aktivitas wisatawan di daerah wisata, sementara something to buy terkait dengan souvenir khas yang dibeli di daerah wisata sebagai memorabilia pribadi wisatawan. Dalam tiga komponen tersebut, ekonomi kreatif dapat masuk melalui something to buy dengan menciptakan produkproduk inovatif khas daerah. Pada era tradisional, souvenir yang berupa memorabilia hanya terbatas pada foto polaroid yang menampilkan foto sang wisatawan di suatu obyek wisata tertentu. Seiring dengan kemajuan tekonologi dan perubahan paradigma wisata dari sekedar melihat menjadi merasakan pengalaman baru, maka produkproduk kreatif melalui sektor wisata mempunyai potensi yang lebih besar untuk dikembangkan. Ekonomi kreatif tidak hanya masuk melalui something to buy tetapi juga mulai merambah something to do dan something to see melalui paket-paket wisata yang menawarkan pengalaman langsung dan interaksi dengan kebudayaan lokal. Penerapan strategi pengembangan ekonomi kreatif melalui sektor wisata ini telah diterapkan di beberapa wilayah. Beberapa yang cukup sukses dan populer Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 56

6 di antaranya adalah Kanazawa (Jepang), New Zealand, dan Singapura. Daerah Kanazawa, Jepang menawarkan paket wisata ke tempat pembuatan kerajinan (handicraft) warga setempat. Produk kerajinan (handicraft) Kanazawa merupakan bentuk kerajinan tradisional, seperti keramik dan sutra. Para pengrajin bekerja sekaligus menjual serta memamerkan hasil produksinya di sekitar kastil Kanazawa (Kanazawa Kanazawa City Tourism Association, 2010). New Zealand mengadakan paket wisata berikut pelatihan kerajinan tanah liat, pelatihan membuat kerajinan perak, dan pembuatan anggur (wine). Dalam paket wisata tersebut, wisatawan dapat berpartisipasi aktif dan membawa pulang hasil kerajinannya sebagai memorabilia pribadi (Yozcu dan İçöz, 2010). Sementara Singapura mengembangkan ekonomi kreatif melalui pusat perbelanjaan sehingga dikenal sebagai daerah tujuan wisata belanja (Ooi, 2006). Dalam pengembangan ekonomi kreatif melalui sektor wisata yang dijelaskan lebih lanjut oleh Yozcu dan İçöz (2010), kreativitas akan merangsang daerah tujuan wisata untuk menciptakan produk-produk inovatif yang akan memberi nilai tambah dan daya saing yang lebih tinggi dibanding dengan daerah tujuan wisata lainnya. Dari sisi wisatawan, mereka akan merasa lebih tertarik untuk berkunjung ke daerah wisata yang memiliki produk khas untuk kemudian dibawa pulang sebagai souvenir. Di sisi lain, produk-produk kreatif tersebut secara tidak langsung akan melibatkan individual dan pengusaha enterprise bersentuhan dengan sektor budaya. Persentuhan tersebut akan membawa dampak positif pada upaya pelestarian budaya dan sekaligus peningkatan ekonomi serta estetika lokasi wisata. Contoh bentuk pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 : Bentuk Pengembangan Ekonomi Kreatif sebagai Penggerak Sektor Wisata Wisata Ekonomi Kreatif 1. Something to see Festival (contoh : Jember Fashion Carnival) Proses kebudayaan (contoh : pembuatan kerajinan batik) 2. Something to do Wisatawan berlaku sebagai konsumen aktif, tidak hanya melihat atraksi dan membeli souvenir tapi ikut serta dalam atraksi 3. Something to buy Souvenir (handicraft atau memorabilia) Sumber: Yoeti, 1985 dan diolah Potensi pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata di Indonesia masih belum dapat diimplementasikan secara optimal. Jika dibandingkan dengan pola paket wisata luar negeri seperti yang diuraikan di atas, Indonesia mengadopsi bentuk paket wisata tersebut ke dalam desa wisata. Hingga saat ini, tercatat banyak desa wisata yang bermunculan namun hanya Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 57

7 sebagian kecil yang berhasil (dalam arti sanggup mendatangkan wisatawan secara berkala dan meningkatkan ekonomi warganya). Fenomena banyaknya desa wisata di Indonesia seringkali terjadi bukan sebagai bentuk kreatifitas, tetapi lebih pada prestige. Sangat sering ditemui desa wisata yang infrastrukturnya tidak siap untuk dikunjungi wisatawan. Kelemahan terbesar dari konsep desa wisata selanjutnya adalah minimnya upaya promosi dan tidak adanya link dengan industri kreatif untuk produksi souvenir. Wisatawan hanya sekedar datang dan pulang tanpa membawa sesuatu untuk dikenang (memorabilia) atau untuk dipromosikan pada calon wisatawan lainnya. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa ekonomi kreatif dan sektor wisata pada sebagian besar kota-kota di Indonesia berjalan secara terpisah. Masih kurangnya linkage antara ekonomi kreatif dan sektor wisata dapat terlihat dari tiadanya tempat penjualan souvenir khas daerah. Kalaupun ada, tempat penjualan souvenir dan souvenir yang dijual terkesan biasa saja, dan dapat dengan mudah ditemukan di daerah lain. Atau, pada beberapa kasus, tempat penjualan souvenir berlokasi terlalu jauh. Pasar Gabusan Yogyakarta merupakan salah satu contoh tempat ekonomi kreatif yang berada terlalu jauh dari tempat wisata, kurang dipromosikan, dan dengan desain produk yang biasa saja sehingga menjadi sebuah proyek yang gagal mendatangkan lebih banyak wisatawan. Pada hakikatnya, hampir sebagian besar kota/kabupaten di Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata. Kota/kabupaten di Indonesia memiliki daya tarik wisata yang berbeda untuk dapat diolah menjadi ekonomi kreatif. Purworejo, sebagai salah satu kota tertua di Indonesia, memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan ekonomi kreatif. Alun-alun Purworejo dengan sentra kuliner dan bedug sebagai atraksi wisata membutuhkan sentuhan kreatifitas, di antaranya dengan menciptakan souvenir khas Purworejo. Potensi kerajinan di Kabupaten Purworejo dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Industri Kerajinan Rumah Tangga di Kabupaten Purworejo 2007 Jenis kerajinan Jumlah Lokasi/Kecamatan 1. Sangkar burung 69 Kutoarjo 2. Ukir kayu 12 Kaligesing 3. Anyaman bambu kecamatan 4. Anyaman mendong 25 Ngombol dan Bruno 5. Anyaman batok/kayu 12 Grabag, Purworejo, Kutoarjo 6. Minyak Astiri Kaligesing, Kemiri, Bruno Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 58

8 Jenis kerajinan Jumlah Lokasi/Kecamatan 7. Batik tulis 189 Grabag, Bagelen, Banyurip, Bayan, Pituruh, Kemiri 8. Konveksi 75 Bagelen, Purworejo, Bruno 9. Bordir 27 Grabag 10. Sepatu 4 Ngombol, Purworejo, Kutoarjo 11. Ikat pinggang 1 Kutoarjo Dari segi sumber daya manusia, keberadaan sejumlah UMKM berpotensi untuk diarahkan sebagai industri-industri kreatif. Tidak berhenti di situ, potensi wisata Purworejo juga mencakup wisata alam, wisata budaya, hingga wisata sejarah (potensi wisata Purworejo secara lebih lengkap ditampilkan dalam Tabel 3). Tabel 3 : Potensi Wisata Purworejo Bentuk Wisata Lokasi Wisata alam gua Seplawan, Anjani, Gong, Silumbu, Gajah dan Semar Wisata Pantai Jatimalang, Ketawang, dan Watukuro Air Terjun Curug Muncar, Curug Pangilon, dan Curug Silangit Wisata Buatan Kawasan Geger Menjangan Wisata Sejarah/Budaya Imampuro, Bagelen, Nanggul Jaya, Cokronegoro, Pangeran Bintoro Wisata Bangunan Bersejarah Kawasan pusat kota Purworejo dari Stasiuk KA hingga SPG (SMU 2) Masjid Kauman, Seboro Krapyak, Santren, dan Banyu-urip Gereja Kyai Sadrah, GPIB, dan Gereja Katolik Sumber: RIPP Purworejo, 1996 Sementara menurut hasil survei potensi wisata yang dilakukan pada bulan April 2004 berhasil mengidentifikasi sejumlah aset wisata yang dimiliki oleh Purworejo, yaitu : 1. Aset Bangunan Bersejarah: Mesjid Kauman, Gereja, Bangunan Kawasan Pusat Kota (Stasiun-SPG/SMU-2), Kerkop, dan Benteng Pendem. 2. Aset Wisata Spiritual/Makam: Cokro Negoro, Gagak Handoko, Romo Sumono, Imampuro, Gagak Pranolo, Nyai Bagelen, dan Mesjid Satren. 3. Aset Wisata Pahlawan: Taman Makam Pahlawan, A. Yani, Sarwo Edhi, Urip Sumoharjo, dan WR Supratman Potensi wisata tersebut dapat dikembangkan melalui ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif di sini tidak hanya melibatkan masyarakat atau komunitas sebagai sumber daya yang berkualitas, tetapi juga melibatkan unsur birokrasi dengan pola entrepreneurship (kewirausahaan). Konsep pelibatan birokrasi dalam ekonomi kreatif adalah bahwa birokrasi tidak hanya membelanjakan tetapi juga menghasilkan (income generating) dalam arti positif (Obsore dan Gaebler, 1992). Pertentangan pajak untuk penganggaran unit-unit birokrasi harus Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 59

9 dihentikan dan birokrasi harus dapat menciptakan pemasukan baru melalui ekonomi kreatif (Gale Wilson, Mantan Manajer Kota Fairled, California). Strategi pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata dirumuskan sebagai berikut (Barringer) : 1. Meningkatkan peran seni dan budaya pariwisata 2. Memperkuat keberadaan kluster-kluster industri kreatif 3. Mempersiapkan sumber daya manusia yang kreatif 4. Melakukan pemetaan aset yang dapat mendukung munculnya ekonomi kreatif. 5. Mengembangkan pendekatan regional, yaitu membangun jaringan antar kluster-kluster industri kreatif. 6. Mengidentifikasi kepemimpinan (leadership) untuk menjaga keberlangsungan dari ekonomi kreatif, termasuk dengan melibatkan unsur birokrasi sebagai bagian dari leadership dan facilitator. 7. Membangun dan memperluas jaringan di seluruh sektor 8. Mengembangkan dan mengimplementasikan strategi, termasuk mensosialisasikan kebijakan terkait dengan pengembangan ekonomi kreatif dan pengembangan wisata kepada pengrajin. Pengrajin harus mengetahui apakah ada insentif bagi pengembangan ekonomi kreatif, ataupun pajak ekspor jika diperlukan. Model Pengembangan Ekonomi Kreatif Sebagai Penggerak Sektor Wisata Pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata memerlukan sinergi antar stakeholder yang terlibat di dalamnya, yaitu pemerintah, cendekiawan, dan sektor swasta (bisnis). Dalam Konvensi Pengembangan Ekonomi Kreatif yang disampaikan oleh Dr. Mari Elka Pangestu, berhasil dirumuskan model sinergitas antar stakeholders ekonomi kreatif, khususnya pada sub sektor kerajinan. Sebagai catatan, sub sektor kerajinan merupakan bentuk ekonomi kreatif yang paling dekat dengan pengembangan wisata. Kerajinan termasuk pada pembuatan souvenir atau memorabilia yang memberikan kenangan pada wisatawan sehingga membuka peluang agar wisatawan tersebut kembali berkunjung di kesempatan lain. Model pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata dapat diadaptasi dari model-model kota kreatif. Kota kreatif bertumpu pada kualitas sumber daya manusia untuk membentuk (bisa dalam bentuk design atau redesign) ruang-ruang kreatif (UNDP, 2008). Pembentukan ruang kreatif diperlukan untuk dapat merangsang munculnya ide-ide kreatif, karena manusia yang ditempatkan dalam lingkungan yang kondusif akan mampu menghasilkan produk-produk kreatif bernilai ekonomi. Festival budaya, merupakan salah satu bentuk penciptaan ruang kreatif yang sukses mendatangkan wisatawan. Penjelasan lebih lanjut terdapat pada Bagan Model Sinegitas Stakeholders Ekonomi Kreatif Sub-Sektor Kerajinan dapat dilihat pada Gambar 2. Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 60

10 Gambar 2. Bagan Model Sinergitas Stakeholders Ekonomi Kreatif Sub-Sektor Kerajinan (sumber: Departemeni Perdagangan Rep. Indonesia, 2008) Dalam konteks kepariwisataan, diperlukan ruang-ruang kreatif bagi para pengrajin untuk dapat menghasilkan produk khas daerah wisata yang tidak dapat ditemui di daerah lain. Salah satu tempat yang paling penting bagi seorang pengrajin untuk bisa menghasilkan karya adalah bengkel kerja atau studio. Bengkel kerja atau studio sebagai ruang kreatif harus dihubungkan dengan daerah wisata sehingga tercipta linkage atau konektivitas. Konektivitas tersebut diperlukan untuk mempermudah rantai produksi (Evans, 2009). Dari segi ekonomi kreatif, produk kerajinan dalam bentuk souvenir dapat terjual sementara dari sektor wisata, wisatawan memperoleh suatu memorabilia mengenai daerah wisata tersebut. Konektivitas atau linkage antara ekonomi kreatif dan wisata dapat berbentuk outlet penjualan yang terletak di daerah wisata. Dengan kata lain, wisata menjadi venue bagi ekonomi kreatif untuk proses produksi, didtribusi, sekaligus pemasaran. Seperti dijelaskan pada Gambar 3. WISATA Venue Memorabilia OUTLET Supply Penyerapan produk kreatif EKONOMI KREATIF Gambar 3. Bagan Linkage Antara Ekonomi Kreatif dan Sektor Wisata Hal lain yang perlu diperhatikan dalam implementasi model linkage tersebut adalah penetapan lokasi outlet yang harus diusahakan berada di tempat stratgis dan dekat dengan tempat wisata. Upaya ini telah dilakukan sejumlah industri kreatif, di antaranya Dagadu yang meletakkan outlet-nya di pusat perbelanjaan. Contoh lain adalah industri batik di Kampung Laweyan, Solo. Wisatawan dapat Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 61

11 melihat proses pembuatan batik, beberapa paket wisata malah menawarkan wisatawan untuk mencoba membatik, dan setelah melihat proses pembatikan wisatawan dapat berkunjung ke outlet penjualan batik untuk membeli batik sebagai souvenir. Pengembangan Industri Kreatif untuk mendukung Pariwisata Purworejo Potensi batik sebagai industri kreatif saat ini sangat tinggi. Batik telah diakui sebagai warisan budaya oleh UNESCO di tahun 2009 dan telah dikenal oleh masyarakat internasional sebagai produk khas Indonesia. Dalam penyelenggaraan INACRAFT tahun 2009, batik tercatat sebagai komoditas yang paling diminati (Warta Ekspor, 2009). Persebaran motif batik di Indonesia cukup luas dan masing-masing daerah memiliki motif khas yang berbeda antara satu dengan lainnya. Kekayaan motif batik Indonesia juga bertambah dengan munculnya motif-motif baru yang umumnya berwarna lebih cerah dan memiliki corak yang lebih modern. Purworejo memiliki sejumlah UMKM yang bergerak di bidang produksi batik namun belum digarap secara optimal sebagai bagian dari industri kreatif ataupun wisata. Di kabupaten Purworejo terdapat dua jenis batik dari segi produksinya, yaitu batik tulis dan batik cap. Sejumlah kelompok sentra kerajinan batik tulis di Purworejo yaitu (1) Laras Driyo di Kecamatan dan Wahyuningsih di kecamatan Grabag, (2) Lung Kenongo di kecamatan Banyuurip, (3) Wijoyo Kusumo dan Sidoluhur di kecamatan Bayan, dan (4) Limaran di kecamatan Bagelen. Batik cap di Purworejo sempat mengalami masa jaya di tahun 1970an namun saat ini tengah mengalami mati suri, khususnya di keluraahan Baledono yang sudah tidak berproduksi lagi. Alat cap batik sebagian besar telah dijual dan ruang produksinya telah dialihfungsikan. Jika dikomparasikan dengan model pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak ekonomi wisata, Purworejo telah memiliki sejumlah modal utama. Alun-alun Purworejo yang terkenal dengan bedug terbesar yang dibuat dari satu batang pohon utuh merupakan sebuah landmark dan lokasi di sekitarnya berpotensi menjadi outlet untuk industri kreatif. Sentra kuliner di sekeliling alun-alun juga memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi industri kreatif, antara lain dengan menyajikan kulier tradisional, menciptakan kuliner baru, atau bahkan dengan menciptakan kemasan baru. Untuk industri kreatif kuliner, Bandung merupakan salah satu contoh sukses karena berhasil mengembangkan kuliner-kuliner dengan penyajian yang kreatif serta rasa yang inovatif, seperti pisang molen, roti unyil, ataupun cireng aneka rasa. Untuk lebih jelas pola adaptasi pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata yang di terapkan di Purworejo, perhatikan Tabel 4. Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 62

12 Tabel 4: Adaptasi Pengembangan Ekonomi Kreatif sebagai Penggerak Sektor Wisata di Purworejo Wisata Ekonomi Kreatif 1. Something to see Alun-alun Purworejo (bedug terbesar) 2. Something to do Wisata kuliner Proses pembuatan batik tulis ataupun batik cap 3. Something to buy Souvenir : Kuliner khas Batik Purworejo Sementara di sisi lain, batik Purworejo yang belum tergarap juga merupakan potensi ekonomi kreatif. Bercermin dari Laweyan, Solo, indsutri batik Purworejo dapat dikemas dalam paket-paket wisata atraktif. Wisatawan dapat melihat proses pembuatan batik tulis ataupun batik cap Purworejo. Untuk batik cap, karena proses pembuatannya relatif lebih mudah dan cepat dibanding batik tulis, dapat dikemas paket wisata yang menawarkan wisatawan untuk berkerasi dengan batik cap dan setelahnya hasil kreasi wisatawan tersebut dapat dikirim sebagai souvenir (dengan ongkos pembayaran tertentu). Pola-pola industri kreatif tersebut akan dapat menghidupkan lagi kerajinan batik cap yang saat ini sedang mati suri, WISAT Venue Memorabilia OUTLET Supply Penyerapan produk kreatif EKONOM I Gambar 4. Bagan Linkage Antara Ekonomi Kreatif dan Sektor Wisata Untuk mendukung pengembangan batik sebagai bagian dari industri kreatif sekaligus penggerak wisata, perlu diciptakan linkage antara industri batik dan atraksi wisata Purworejo. Outlet kerajinan batik sebaiknya diposisikan dekat dengan alun-alun Purworejo, sehingga tercipta suatu sistem wisata; wisatawan berkunjung melihat atraksi wisata di Alun-alun, makan di sekitar alun-alun, membeli oleh-oleh makanan khas, dilanjutkan dengan melihat sekaligus membeli batik Purworejo sebagai souvenir seperti digambarkan pada Gambar 4. Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 63

13 Tabel 5: pola-pola pengembangan ekonomi kreatif Bentuk Wisata Lokasi Pengembangan Ekonomi Kreatif Wisata alam gua Seplawan, Anjani, Gong, Silumbu, Gajah dan Semar Paket wisata jelajah gua, tracking, Wisata Pantai Jatimalang, Ketawang, dan Watukuro Air Terjun Curug Muncar, Curug Pangilon, dan Curug Silangit Outbond, dan out let souvenir Paket wisata kuliner ikan laut Outbond, motocross, pacuan kuda Outlet souvenir Outbond, Tracking Outlet souvenir Wisata Buatan Kawasan Geger Menjangan Berenang, minizoo, outbond, tracking, berkuda, kuliner, pentas musik, belanja, dan outlet souvenir Wisata Sejarah/Budaya Wisata Bangunan Bersejarah Imampuro, Bagelen, Nanggul Jaya, Cokronegoro, Pangeran Bintoro Kawasan pusat kota Purworejo dari Stasiuk KA hingga SPG (SMU 2) Penyelenggaraan festival sejarah Outlet souvenir Paket wisata fotografi (wisatawan dapat berburu foto bangunan bersejarah dan dilengkapi panduan sejarah dari bangunan tersebut) dan Outlet souvenir Masjid Kauman, Seboro Krapyak, Santren, dan Banyu-urip Pola-pola pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata juga dapat diterapkan pada obyek wisata lain di Purworejo. Bentuk adaptasi polapola pengembangan ekonomi kreatif tersebut dijabarkan dalam Tabel 5. Paket wisata religi (semacam pesantren kilat) dan Outlet souvenir Tantangan Pengembangan Ekonomi Kreatif sebagai Penggerak Sektor Wisata Pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata walau terdengar sangat menjanjikan, namun tetap memiliki sejumlah tantangan. Tantangan tersebar terkait dengan keberlanjutan industri kreatif itu sendiri untuk menggerakkan sektor wisata. Trend wisata cenderung cepat berubah sehingga pengrajin dituntut untuk bisa menciptakan produk-produk kreatif dan inovatif. Di sisi lain, pengarajin juga tidak boleh terjebak pada selera pasar karena dapat menghilangkan orisinalitas dan keunikan produk (Syahram 2000). Ooi (2006), mengindentifikasi sejumlah tantangan pengembangan sebagai berikut : 1. Kualitas poduk. Dengan bertumpu pada pengembangan wisata, maka produk ekonomi kreatif akan lebih berorientasi pada selera wisatawan dan diproduksi dalam jumlah yang cukup banyak sebagai souvenir. Hal ini dapat Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 64

14 mengakibatkan hilangnya keunikan ataupun nilai khas dari produk hasil ekonomi kreatif tersebut. 2. Konflik sosial terkait dengan isu komersialisasi dan komodifikasi. Pengembangan ekonomi kreatif melalui wisata dapat mengkomersialisasikan ruang-ruang sosial dan kehidupan sosial untuk dipertontonan pada wisatawan sebagai atraksi wisata. Bila tidak dikelola dengan melibatkan komunitas lokal, hal ini dapat berkembang menjadi konflik sosial, karena di beberapa komunitas terdpat ruang-ruang sosial yang bersifat suci dan tidak untuk dipertontonkan pada wisatawan. 3. Manajemen ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif seringkali menyajikan produk-produk yang berbau isu politik ataupun isu sosial yang sangat sensitif (misal : rasialisme). Untuk mengatasi hal ini, dibutuhkan manajemen ekonomi kreatif yang baik, dengan salah satu fungsinya menentukan guideline ekonomi kreatif mana yang harus dikembangkan dan mana yang sebaiknya tidak dikembangkan KESIMPULAN Sinergi antara ekonomi kreatif dengan sektor wisata merupakan sebuah model pengembangan ekonomi yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia, termasuk Kabupaten Purworejo. Untuk mengembangkan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata dibutuhkan konektivitas, yaitu dengan menciptakan outlet produk-prouk kreatif di lokasi yang strategsi dan dekat dengan lokasi wisata. Outlet tersebut dapat berupa counter atau sentra kerajinan yang dapat dikemas dalam paket-paket wisata. Outlet kerajinan berupa counter atau kios atau toko sebaiknya dikembangkan pada tempat wisata yang sudah popular seperti mesjid agung dan alun-alun Purworejo. Pada sentra kerajinan wisatawan tidak hanya sekedar membeli souvenir, tetapi juga melihat proses pembuatannya dan bahkan ikut serta dalam proses pembuatan tersebut (souvenir sebagai memorabilia). Potensi batik selain untuk kebutuhan souvenir pariwisata juga bisa untuk kebutuhan seragam sekolah dan pegawai. Untuk menggerakkan industry keratif dalam perekonomian dan kepariwisataan Purworejo, maka potensi kerajinan batik perlu dikembangkan dan didukung melalui kebijakan pemerintah. Sebagai contoh, Pemda Purworejo bekerja sama dengan DPR, tokoh dan pengusaha batik menyusun Perda seragam batik untuk para pegawai negeri, swasta, sekolah (SD, SMP, SMA). Perda perlu disiapkan dengan instansi terkait untuk mengembangkan produksi batik cap secara bertahap sesuai dengan kebutuhan seragam. Setelah akes cukup jelas, maka usaha kerajinan perlu ditingkatkan pada aspek ketrampilan SDM perajin, akases teknologi dan financial atau permodalan. Sehingga peran pemerintah, perguruan tinggi dan dana bergulir dari BUMN sangat dibutuhkan. Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 65

15 REFERENSI Barringer, Richard, et.al., (tidak ada tahun). The Creative Economy in Maine: Measurement & Analysis, The Southern Maine Review, University of Southern Maine Christopherson, Susan (2004). Creative Economy Strategies For Small and Medium Size Cities: Options for New York State, Quality Communities Marketing and Economics Workshop, Albany New York, April 20, 2004 Departemen Perdagangan Republik Indonesia (2008). Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 : Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia Evans, Graeme L (2009). From Cultural Quarters to Creative Clusters Creative Spaces in The New City Economy Kanazawa City Tourism Association, 2010, Trip to Kanazawa, City of Crafts 2010 Dates: Jan. 1 - March 31, 2010, accessed on May 12, 2010 from Ooi, Can-Seng (2006). Tourism and the Creative Economy in Singapore Pangestu, Mari Elka (2008). Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025, disampaikan dalam Konvensi Pengembangan Ekonomi Kreatif yang diselenggarakan pada Pekan Produk Budaya Indonesia 2008, JCC, 4-8 Juni 2008 Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP) Purworejo, (1996) Salman, Duygu (2010). Rethinking of Cities, Culture and Tourism within a Creative Perspective sebuah editorial dari PASOS, Vol. 8(3) Special Issue Sumantra, I Made (tidak ada tahun). Peluang Emas Seni Kriya Dalam Ekonomi Kreatif Syahra, Rusydi (2000). Pengelolaan Sumber Daya Manusia Pendukung Produksi Produk Kerajinan Sebagai Daya Saing Dalam Menghadapi Persaingan, makalah yang disampaikan dalam Seminar Nasional Kerajinan 2000, Balai Sidang, Jakarta UNDP (2008). Creative Economy Report 2008 UNESCO (2009). Pamduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata Warta Ekspor (2009) edisi April 2009, didownload dari df Yoeti, Oka A. (1985). Pengantar Ilmu Pariwisata, Bandung: Angkasa Yozcu, Özen Kırant dan İçöz, Orhan (2010). A Model Proposal on the Use of Creative Tourism Experiences in Congress Tourism and the Congress Marketing Mix, PASOS, Vol. 8(3) Special Issue 2010 Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 66

Pengembangan Ekonomi Kreatif Sebagai Penggerak Industri Pariwisata Kabupaten Purworejo. Abstrak

Pengembangan Ekonomi Kreatif Sebagai Penggerak Industri Pariwisata Kabupaten Purworejo. Abstrak Pengembangan Ekonomi Kreatif Sebagai Penggerak Industri Pariwisata Kabupaten Purworejo Suparwoko, Ir. MURP PhD Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA

PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA Sumarno Dwi Saputra Fakultas Ekonomi UNISRI Surakarta ABSTRAK Modal utama dalam menghadapi era globalisasi adalah keatifitas. Untuk membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianzb Pariwisata telah bergerak sangat cepat dan telah menjadi stimulus pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata adalah bidang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN POTENSI WISATA KABUPATEN PURWOREJO SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini menjadi fokus utama yang sangat ramai dibicarakan masyarakat karena dengan mengembangkan sektor pariwisata maka pengaruh pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ratu Selly Permata, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ratu Selly Permata, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dengan berbagai suku dan keunikan alam yang terdapat di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai salah satu destinasi wisatawan yang cukup diminati, terbukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep berdasarkan modal kreatifitas yang dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut Presiden Susilo Bambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif atau industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif atau industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1990-an, dimulailah era baru ekonomi dunia yang mengintensifkan informasi dan kreativitas, era tersebut populer dengan sebutan ekonomi kreatif atau industri

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG Presentation by : Drs. BUDIHARTO HN. DASAR HUKUM KEPARIWISATAAN Berbagai macam kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang

Lebih terperinci

2015 ANALISIS POTENSI EKONOMI KREATIF BERBASIS EKOWISATA DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU

2015 ANALISIS POTENSI EKONOMI KREATIF BERBASIS EKOWISATA DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata bahari merupakan salah satu jenis wisata andalan yang dimiliki oleh Indonesia, karena Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan banyaknya kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak terjadinya suatu kelangkaan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN PENUNJANG PARIWISATA BERBASIS EKONOMI KREATIF DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ekonomi kreatif yang digerakkan oleh industri kreatif, didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam rencana pengembangan industri kreatif Indonesia tahun 2025 yang dirumuskan oleh Departemen Perdagangan RI dijelaskan adanya evaluasi ekonomi kreatif. Berdasarkan

Lebih terperinci

Strategi Pemasaran Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1

Strategi Pemasaran Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1 Strategi Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1 Hasil kajian Tim Inisiasi ( taskforce) Ekonomi Kreatif Propinsi Jawa Barat 2011, bersama Bappeda Jawa Barat, dimana penulis terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang pertumbuhan perekonomian mengalir dalam era ilmu pengetahuan dan ide yang menjadi motor dalam perkembangan ekonomi. Era tersebut pada saat ini dikatakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era modern sekarang ini, industri memiliki peran yang besar dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Khususnya di Indonesia yang sering di bahas oleh

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga sebagai penghasil sumber daya alam yang melimpah, terutama di sektor pertanian dan perkebunan,

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari bisnis itu sendiri. Menurut Peter Drucker (1954) 2 fungsi dalam bisnis itu adalah marketing dan

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia senantiasa melakukan pembangunan di segala bidang, termasuk pembangunan di bidang ekonomi adalah sektor perindustrian. Dalam era globalisasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi kendaraan di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Data dari badan pusat statistik dari tahun 2000 hingga 2012 menunjukkan kenaikan jumlah kendaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, sektor ekonomi Indonesia mengalami perubahan. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor pertanian. Namun seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia telah mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan jatuhnya perekonomian nasional. Banyak usaha-usaha skala besar pada berbagai sektor termasuk industri, perdagangan,

Lebih terperinci

Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik

Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik Seni batik merupakan salah satu kebudayaan lokal yang telah mengakar di seluruh kalangan masyarakat Indonesia. Bila awalnya kerajinan batik hanya berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki keanekaragaman seni dan budaya. Hal ini yang menjadi salah satu daya tarik wisata di Indonesia. Salah satu daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, yang didapat dari mata uang asing yang dikeluarkan oleh wisatawan

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, yang didapat dari mata uang asing yang dikeluarkan oleh wisatawan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu faktor utama yang menguntungkan bagi negara sebab dapat meningkatkan pendapatan negara yang dapat menunjang usaha pariwisata,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hukum Permintaan Permintaan adalah sejumlah barang yang akan dibeli atau yang diminta pada tingkat harga tertentu dalam waktu tertentu. Masyarakat selaku

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL WISATA EDUKASI- EKONOMIBERBASIS INDUSTRI KREATIF BERWAWASAN KEARIFAN LOKALUNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT BALI

PENGEMBANGAN MODEL WISATA EDUKASI- EKONOMIBERBASIS INDUSTRI KREATIF BERWAWASAN KEARIFAN LOKALUNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT BALI PENGEMBANGAN MODEL WISATA EDUKASI- EKONOMIBERBASIS INDUSTRI KREATIF BERWAWASAN KEARIFAN LOKALUNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT BALI A. A. Gede Agung 1*,I Gusti Putu Sudiarta 2 Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

Analisis Pemetaan Industri Kreatif Subsektor Kerajinan Serta Dampak Peningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Aceh Besar

Analisis Pemetaan Industri Kreatif Subsektor Kerajinan Serta Dampak Peningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Aceh Besar Jurnal Ekonomi dan Manajemen Teknologi (EMT) Indonesian Journal for the Economics, Management and Technology. Jurnal Ekonomi dan Manajemen Teknologi, 1(1), 2017,11-17 Available online at http://journal.lembagakita.org

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Wakil Ketua DPRD Kota Yogyakarta, M. Ali Fahmi, SE, MM yang dikutip dalam artikel koran Kedaulatan Rakyat 24 Agustus 2015, selain Yogyakarta mendapat predikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat serta pengaruh perekonomian global. pemerintah yaitu Indonesia Desain Power yang bertujuan menggali

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat serta pengaruh perekonomian global. pemerintah yaitu Indonesia Desain Power yang bertujuan menggali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun perekonomian di Indonesia mengalami perkembangan, hal ini seiring dengan perkembangan jumlah penduduk, pendapatan masyarakat serta pengaruh perekonomian

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF KABUPATEN BELITUNG DENGAN

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi kerakyatan, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 33 UUD 1945, adalah sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dengan cara menghasilkan dan memberdayakan kemampuan berkreasi

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dengan cara menghasilkan dan memberdayakan kemampuan berkreasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri Kreatif adalah industri yang memanfaatkan kreatifitas, keterampilan dan bakat individu demi menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan dengan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata BAB V PEMBAHASAN Pada bab sebelumnya telah dilakukan analisis yang menghasilkan nilai serta tingkat kesiapan masing-masing komponen wisata kreatif di JKP. Pada bab ini akan membahas lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL WISATA EDUKASI-EKONOMI BERBASIS INDUSTRI KREATIF BERWAWASAN KEARIFAN LOKAL UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT

PENGEMBANGAN MODEL WISATA EDUKASI-EKONOMI BERBASIS INDUSTRI KREATIF BERWAWASAN KEARIFAN LOKAL UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT PENGEMBANGAN MODEL WISATA EDUKASI-EKONOMI BERBASIS INDUSTRI KREATIF BERWAWASAN KEARIFAN LOKAL UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT Anak Agung Gede Agung Jurusan Teknologi Pendidikan FIP UNDIKSHA Singaraja,

Lebih terperinci

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo.

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo. minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo. Perpustakaan Jumlah kunjungan ke perpustakaan selama 1 tahun di Kota Bandung dibandingkan dengan jumlah orang yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu untuk menggunakan kekreatifitasannya untuk menjadi lebih unggul dibandingkan para pesaing. John Howkins

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri

BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri internal manusia yang berkaitan dengan aspek orisinalitas, imajinasi, aspirasi, kecerdasan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Obyek Wisata Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata dan salah satu alasan pengunjung melakukan perjalanan ( something to see).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peradaban ekonomi dunia terbagi dalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri. Ketiga adalah

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU Berdasarkan analisis serta pembahasan sebelumnya, pada dasarnya kawasan studi ini sangat potensial untuk di kembangkan dan masih

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran Era Pertanian ke Era Industrialisasi dan semakin majunya Era komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari seluruh pola pikir dalam

Lebih terperinci

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini, tingkat persaingan usaha sangatlah tinggi. Hal ini secara otomatis memaksa para pelaku usaha untuk terus mengembangkan diri

Lebih terperinci

Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan

Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan Bogor, 29 Desember 2015 1 Agenda 1. Potensi dan Tantangan Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Selain UMKM ada juga Industri

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Selain UMKM ada juga Industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam perekonomian Indonesia Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu kelompok ini terbukti tahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat berarti terhadap pembangunan, karena melalui pariwisata dapat diperoleh dana dan jasa bagi

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan

Lebih terperinci

DAMPAK KERJASAMA BIDANG PARIWISATA INDONESIA DAN AUSTRALIA TERHADAP EKONOMI KREATIF INDONESIA TAHUN

DAMPAK KERJASAMA BIDANG PARIWISATA INDONESIA DAN AUSTRALIA TERHADAP EKONOMI KREATIF INDONESIA TAHUN DAMPAK KERJASAMA BIDANG PARIWISATA INDONESIA DAN AUSTRALIA TERHADAP EKONOMI KREATIF INDONESIA TAHUN 2010-2014 Oleh: Enda Verya (enda.veya@ymail.com) Pembimbing: Afrizal, S.IP,M.Si Jurusan Hubungan Internasional

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR: 13 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN PURWOREJO TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR: 13 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN PURWOREJO TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR: 13 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2013 2028 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan globalisasi ditandai dengan semakin tingginya intensitas

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan globalisasi ditandai dengan semakin tingginya intensitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan globalisasi ditandai dengan semakin tingginya intensitas persaingan di kalangan industri atau dunia bisnis. Setiap perusahaan dituntut untuk semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri baik dari segi manufaktur maupun jasa. Salah satu strategi

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri baik dari segi manufaktur maupun jasa. Salah satu strategi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan zaman saat ini yang ada di Indonesia telah banyak sekali pertumbuhan industri baik dari segi manufaktur maupun jasa. Salah satu strategi pengembangan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu negara pada saat ini lebih fokus berorientasi kepada industri non migas seperti industri jasa yang didalamnya termasuk industri pariwisata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan menarik bagi sebagian orang adalah mencoba berbagai makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini sektor Usaha kecil menengah semakin menggeliat sebagai penopang ekonomi nasional. Hal tersebut terlihat dari pengalaman yang mampu melewati masa krisis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan ujung tombak bagi kemajuan perekonomian negara. Pariwisata juga bertanggung jawab untuk membawa citra bangsa ke dunia Internasional. Semakin tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harmonis dapat diwujudkan tanpa mengurangi nilai estetika dan terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harmonis dapat diwujudkan tanpa mengurangi nilai estetika dan terutama BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, kota Medan memiliki banyak lokasi pariwisata yang sangat potensial untuk di kembangkan. Untuk menggali potensi tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Lokasi Solo baru adalah daerah bagian selatan dan sebelah utara kota Surakarta jawa tengah untuk daerah ini bertepatan dengan kabupaten Sukoharjo daerah ini dulunya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan menjadikan segala sektor di Indonesia mengalami persaingan yang lebih ketat terutama sektor industri.

Lebih terperinci

PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH

PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH TUGAS AKHIR 111 Periode April September 2010 LAPORAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH DI KECAMATAN TUNTANG, KABUPATEN SEMARANG Disusun untuk

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAYA DUKUNG DAN PEMASARAN PARIWISATA BERKELANJUTAN. Oleh : M. Liga Suryadana

PENGELOLAAN DAYA DUKUNG DAN PEMASARAN PARIWISATA BERKELANJUTAN. Oleh : M. Liga Suryadana PENGELOLAAN DAYA DUKUNG DAN PEMASARAN PARIWISATA BERKELANJUTAN Oleh : M. Liga Suryadana KLASIFIKASI WISATA Wisata alam (nature tourism), merupakan aktifitas wisata yang ditujukan pada pemanfaatan terhadap

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi negara merupakan suatu hal yang sangat penting karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih baik untuk dicapai sehingga

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi dilapangan serta analisis yang dilaksanakan pada bab terdahulu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan konsep

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

Industri Kreatif Jawa Barat

Industri Kreatif Jawa Barat Industri Kreatif Jawa Barat Dr. Togar M. Simatupang Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB Masukan Kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat 2007 Daftar Isi Pengantar Industri Kreatif Asal-usul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni oleh bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian dan Pariwisata merupakan dua kegiatan yang saling memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Dalam konteks pariwisata telah menjadi atraksi atau daya tarik wisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini menginstruksikan: Kepada : 1. Menteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta penggerak ekonomi masyarakat. Pada tahun 2010, pariwisata internasional tumbuh sebesar 7% dari 119

Lebih terperinci

LANDASAN AKTIVITAS PEMIMPIN BISNIS

LANDASAN AKTIVITAS PEMIMPIN BISNIS LANDASAN AKTIVITAS PEMIMPIN BISNIS KEBUTUHAN AKAN INOVASI DAN KREATIVITAS Pengenalan barang dan jasa baru Metode produksi baru Sumber bahan mentah baru Pasar-pasar baru Organisasi industri baru Kreativitas,

Lebih terperinci

Solichul Hadi Achmad Bakri

Solichul Hadi Achmad Bakri PERADABAN EKONOMI KREATIF KAJIAN KAMPUNG BATIK, SEBAGAI PERLINDUNGAN WARISAN BUDAYA KOTA SOLO Oleh : Solichul Hadi Achmad Bakri Koperasi Batik BATARI, Surakarta Yayasan Pendidikan Batik (YPB), Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab 1 berisikan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang diangkatnya penelitian ini, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah serta sistematika dalam penulisan laporan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif.

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini dunia telah memasuki era industri pada gelombang keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Industri ini telah mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata terjadi karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum di ketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif adalah industri yang bermuara pada intelektualitas, ide, dan gagasan orisinil yang kemudian di realisasikan berdasarkan pemikiran insan kreatif yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata sebagai sebuah sektor telah mengambil peran penting dalam membangun perekonomian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata sebagai sebuah sektor telah mengambil peran penting dalam membangun perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata sebagai sebuah sektor telah mengambil peran penting dalam membangun perekonomian bangsa-bangsa di dunia. Hal ini terwujud seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buatan dan peninggalan sejarah. Wilayah Kabupaten Sleman terdapat banyak

BAB I PENDAHULUAN. buatan dan peninggalan sejarah. Wilayah Kabupaten Sleman terdapat banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah yang kaya akan objek wisata baik wisata alamnya yang sangat menarik, wisata budaya, wisata buatan dan peninggalan sejarah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak antara lintang selatan dan. serta Kabupaten Demak di Selatan. Jepara dikenal sebagai kota ukir, karena

BAB I PENDAHULUAN. terletak antara lintang selatan dan. serta Kabupaten Demak di Selatan. Jepara dikenal sebagai kota ukir, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jepara adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten terletak antara lintang selatan dan bujur timur yang berbatasan dengan Laut Jawa di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah Muhamad Irdan Rusyaman, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah Muhamad Irdan Rusyaman, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu penggerak perekonomian suatu wilayah yang terdiri dari berbagai kegiatan didalamnya. Berbagai kegiatan tersebut memiliki keterkaitan

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA 1. Latar Belakang Program pelestarian dan pengembangan kebudayaan pada dasarnya dilaksanakan untuk mengetengahkan nilai-nilai kebudayaan guna memperkokoh ketahanan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara agar tetap dapat unggul. Menurut Nurimansyah (2011), daya saing

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara agar tetap dapat unggul. Menurut Nurimansyah (2011), daya saing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat persaingan dalam perdagangan internasional yang ketat mangharuskan setiap negara untuk menyiapkan industrinya agar dapat bersaing. Daya saing yang tinggi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga miskin dan kemiskinan pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga miskin dan kemiskinan pada umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga miskin dan kemiskinan pada umumnya masih menjadi masalah sosial yang harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan yang dapat menjadi suatu aset dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan salah satu kota tujuan wisata di Indonesia. Selain

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan salah satu kota tujuan wisata di Indonesia. Selain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota tujuan wisata di Indonesia. Selain menjadi kota pelajar dan kota gudeg Yogyakarta. Yogyakarta memiliki banyak daya tarik wisata

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling. BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata Kata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Gambar 1.1 Gelombang Perekonomian Dunia. (sumber:

BAB I Pendahuluan. Gambar 1.1 Gelombang Perekonomian Dunia. (sumber: BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Perkembangan Era Ekonomi Kreatif Kondisi ekonomi di Dunia saat ini telah memasuki era ekonomi gelombang ke- 4 yang dikenal dengan nama Era Ekonomi Kreatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi yang penting dalam mendongkrak pendapatan di sektor usaha atau pendapatan daerah. Dunia pariwisata saat ini sudah mengalami

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta Menggunakan Metode Shift Share Metode shift share digunakan dalam penelitian ini untuk melihat

Lebih terperinci