DAYA DAN KUALITAS PEMOTONGAN TUNGGUL TEBU PADA BEBERAPA BENTUK PISAU DAN PITCH PEMOTONGANNYA SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAYA DAN KUALITAS PEMOTONGAN TUNGGUL TEBU PADA BEBERAPA BENTUK PISAU DAN PITCH PEMOTONGANNYA SKRIPSI"

Transkripsi

1 DAYA DAN KUALITAS PEMOTONGAN TUNGGUL TEBU PADA BEBERAPA BENTUK PISAU DAN PITCH PEMOTONGANNYA SKRIPSI ICHSAN GANTINA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 CUTTING POWER AND CUTTING QUALITY OF SUGARCANE STUMPS ON SEVERAL BLADE SHAPES AND CUTTING PITCHS Ichsan Gantina and Wawan Hermawan Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone , ABSTRACT A study was conducted in order to get an optimum cutting blade design for sugarcane stump cutting. A test apparatus consisting of a rotary cutting unit, sugarcane stump holder-driver was used for the experiments. Three types of blade tip design were tested, and then cutting power and cutting quality were measured in the experiments. A blade tip design with gradual increase of radius from 30 cm to 30.6 cm was proposed, and compared to two other conventional blade tip designs. The rotary cutting unit with 8 blades was inclined 45 o from horizontal and rotated at 550 rpm. The cutting radius was 30 cm. The cane was held vertically and moved to the cutting unit at forward speed of 0.3 m/s and 0.5 m/s. Test results showed that there was no significant difference of cutting power among the three types of tested blade. However, bigger cutting pitch produced a bigger cutting power than that of smaller cutting pitch. The average cutting power at forward speed of 0.3 m/s and 0.5 m/s was 76 Watt and 94 Watt respectively. The blade with gradual increase of radius produced the best cutting quality. Keywords: blade, cutting, sugarcane, tip design, power, cutting quality

3 Ichsan Gantina. F Daya dan Kualitas Pemotongan Tunggul Tebu pada Beberapa Bentuk Pisau dan Pitch Pemotongannya. Di bawah bimbingan Wawan Hermawan RINGKASAN Tebu merupakan salah satu tanaman yang penting sebagai penghasil gula. Di Indonesia konsumsi gula terus mengalami peningkatan setiap tahunnya yang tidak diikuti oleh peningkatan produksi, sehingga sejak tahun 1966 pemerintah terus melakukan impor gula untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Berbagai upaya terus dilakukan dalam meningkatkan produksi tebu, di antaranya dengan memperbaiki proses pengeprasan tunggul tebu setelah panen, untuk meningkatkan produksi tebu ratoon. Di sebagian besar kebun tebu di Indonesia, pengeprasan masih dilakukan secara manual dengan cangkul. Penggunaan mesin kepras mekanis, juga masih terkendala karena kebutuhan bahan bakar tinggi, pisau cepat tumpul dan hasil potongan tunggul tebu yang rusak. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan pisau kepras yang dapat menghasilkan mutu potongan baik dan kebutuhan dayanya rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bentuk mata pisau dan kecepatan pemotongan tunggul tebu yang efektif (kualitas pemotongan baik dan daya pemotongan rendah). Percobaan pemotongan tunggul tebu dilakukan menggunakan peralatan uji pemotongan yang terdiri dari: 1) unit pemotong tipe rotari dengan 8 bilah pisau yang digerakkan motor listrik, dan 2) unit pemegang dan penggerak batang tebu yang digerakkan oleh motor listrik yang bisa diatur kecepatannya. Unit pemotong dipasang miring 45 o, memiliki jari-jari pemotongan 30 cm dan kecepatan putarnya 550 rpm. Batang tebu dipegang tegak oleh bagian pemegang yang digerakkan menuju pisau pemotong dengan kecepatan 0.3 m/s dan 0.5 m/s. Dalam penelitian ini, ada tiga jenis desain mata pisau yang dicoba, yaitu: 1) mata pisau dengan jari-jari pemotong muka lebih panjang 1 pitch (7.5 mm) dari jari-jari belakangnya (30 cm), 2) mata pisau dengan jari-jari pemotongan sama (30 cm) dari muka ke belakang, dan 3) mata pisau dengan jari-jari pemotong yang bertambah panjang bertahap dari 30 cm di muka dan di belakang. Pisau nomor tiga ini dirancang untuk memberikan efek pengirisan saat memotong tebu. Ada dua perlakuan kecepatan maju yang dicoba yaitu 0.3 m/s (pitch pemotongan 4.5 mm) dan 0.5 m/s (pitch pemotongan 7.5 mm). Dalam percobaan, tiga posisi tebu diuji yaitu di tengah (pusat putaran pisau pemotong), dan di sebelah kanan serta kirinya dengan jarak 15 cm dari pusat putaran. Selama percobaan, daya yang dibutuhkan untuk memotong tebu diukur dengan mengukur daya listrik (arus dan tegangan listrik) yang digunakan motor listrik penggerak pisau pemotong. Setelah pemotongan, batang tebu hasil pemotongan diamati dan diukur tingkat kerusakannya. Retakan yang terjadi pada batang tebu hasil pemotongan dihitung jumlah dan panjangnya. Setiap perlakuan dilakukan dengan 7 ulangan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa bentuk ujung mata pisau yang dicoba tidak memberikan dampak perbedaan yang signifikan pada kebutuhan daya pemotongan. Namun demikian, kecepatan maju atau pitch pemotongan mempengaruhi daya, torsi dan gaya pemotongan. Daya pemotongan ratarata pada kecepatan 0.3 m/s adalah 76 Watt dan lebih rendah dari daya pemotongan pada kecepatan 0.5 m/s yaitu 94 Watt. Dengan demikian, pitch pemotongan yang lebih kecil membutuhkan daya pemotogan yang lebih kecil. Hasil pengujian menunjukkan bahwa perbedaan bentuk ujung pisau pemotong tebu yang dicoba tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada daya pemotongan batang tebu. Kecepatan maju pemotongan yang lebih cepat (pitch pemotongan lebih besar) membutuhkan daya pemotongan tebu yang lebih besar, di mana pada kecepatan maju 0.5 m/s membutuhkan daya rata-rata 94 Watt sedangkan pada kecepatan maju 0.3 m/s membutuhkan daya rata-rata 76 Watt. Posisi batang tebu terhadap garis pusat putaran pisau tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada besarnya daya pemotongan. Pisau tipe 3 menghasilkan potongan tebu yang lebih baik dari kedua tipe yang lainnya, di mana pisau tipe 3 memberikan 71.4% potongan yang baik, sedangkan pisau tipe 1 dan tipe 2 masing masing hanya memberikan % dan 54.76% potongan yang baik. Demikian juga, total panjang retakan batang tebu hasil pemotongan pisau tipe 3 jauh lebih kecil dari pisau tipe 1 dan 2. Kecepatan maju pemotongan 0.3 m/s (pitch 4.5 mm) lebih baik untuk pengeprasan tebu dibandingkan dengan kecepatan 0.5 m/s (pitch 7.5 mm), dalam penggunaan daya yang lebih kecil dan hasil pemotongan yang lebih baik.

4 DAYA DAN KUALITAS PEMOTONGAN TUNGGUL TEBU PADA BEBERAPA BENTUK PISAU DAN PITCH PEMOTONGANNYA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh ICHSAN GANTINA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Judul Skripsi Nama NIM : Daya dan Kualitas Pemotongan Tunggul Tebu pada Beberapa Bentuk Pisau dan Pitch Pemotongannya : Ichsan Gantina : F Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S NIP Mengetahui: Ketua Departemen, Dr. Ir. Desrial, M.Eng NIP Tanggal Lulus:

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Daya dan Kualitas Pemotongan Tunggul Tebu pada Beberapa Bentuk Pisau dan Pitch Pemotongannya adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2011 Yang membuat pernyataan Ichsan Gantina F

7 BIODATA PENULIS Ichsan Gantina. Lahir pada tanggal 7 April 1989 di Bogor. Penulis lahir sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Ojib Ibrahim dan Ibu Aat Surtiati. Pendidikan formal mulai ditempuh di TK Insan Takwa Bogor ( ), SDN Sirnagalih 02 Bogor ( ), SLTPN 3 Bogor ( ), SMAN 7 Bogor ( ), dan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Teknik Pertanian (Teknik Mesin dan Biosistem) Fakultas Teknologi Pertanian ( ). Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti berbagai kegiatan termasuk menjadi pengurus Agricultural Engineering Design Club (AEDC) periode dan sebagai staf project drawing. Selain itu penulis pernah menjadi asisten praktikum Gambar Teknik tahun ajaran ( ) dan ( ) serta menjadi asisten praktikum Teknik Mesin Budidaya Pertanian (TMBP) tahun ajaran ( ). Pada tahun 2010, penulis melaksanakan praktik lapangan di PT Perkebunan Nusantara VIII Perkebunan Malabar, Kab. Bandung, Jawa Barat selama 40 hari kerja dengan topik Aspek Keteknikan dan Aplikasi Mekanisasi pada Budidaya dan Pengolahan Teh di PT Perkebunan Nusantara VIII Perkebunan Malabar Pangalengan Bandung. Di tahun berikutnya, penulis melakukan penelitian sebagai syarat kelulusan Sarjana Teknologi Pertanian dengan judul Daya dan Kualitas Pemotongan Tunggul Tebu pada Beberapa Bentuk Pisau dan Pitch Pemotongannya.

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan rahmat-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam juga dihaturkan kepada junjungan baginda Rasulullah SAW, pemimpin besar umat Islam. Penelitian ini berjudul Daya dan Kualitas Pemotongan Tunggul Tebu pada Beberapa Bentuk Pisau dan Pitch Pemotongannya dilaksanakan di laboratorium lapangan Leuwikopo Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB, sejak Maret sampai Juli Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama pelaksanaan penelitian dan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr dan Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ayah, Ibu, kakak dan semua keluarga untuk semua pertolongan, dukungan moril dan materil, kasih sayang, do a, dan semua pengorbanan yang tak ternilai. 4. Abang Syafriandi, Teguh, Dipta dan Nurul untuk semua bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian. 5. Pak Wana, Mas Firman, Mas Darma, dan Pak Parma serta seluruh civitas Departemen Teknik Mesin dan Biosistem atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian. 6. Drupadi Ciptaningtyas atas kesehariannya yang telah menemani penulis. 7. Rekan rekan Teknik Pertanian angkatan 44 atas semangat dan motivasinya. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bogor, Agustus 2011 Ichsan Gantina iii

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI...iv DAFTAR TABEL...v DAFTAR GAMBAR...vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1 B. Tujuan...2 II. TINJAUAN PUSTAKA...3 A. Tanaman Tebu...3 B. Struktur dan Kekerasan Batang Tebu...3 C. Kepras Tebu...4 D. Alat Kepras Tebu...5 E. Kecepatan Potong Pisau...7 F. Sudut Mata Pisau dan Ketajaman Pisau...7 G. Pemotongan dan Torsi...9 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Alat dan Bahan Peralatan dan Bahan Pembuatan Alat Pengujian Alat dan Bahan untuk Pengujian Peralatan Pendukung C. Metode Penelitian Persiapan Penelitian Simulasi Putaran Pisau Perlakuan Penelitian Pengukuran dan Pengamatan Perbandingan Gaya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Putaran Pisau B. Daya, Torsi, dan Gaya Pemotongan C. Hasil Potongan D. Retakan Hasil Kepras V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Keterangan luas lahan, produksi, dan produktivitas tebu antara tahun Tabel 2. Alat atau instrumen pengukuran Tabel 3. Data perlakuan kepras tebu Tabel 4. Rata rata daya pemotongan (Watt) pada kecepatan maju 0.3 m/s Tabel 5. Rata rata daya pemotongan (Watt) pada kecepatan maju 0.5 m/s Tabel 6. Rata rata torsi pemotongan (Nm) pada kecepatan maju 0.3 m/s Tabel 7. Rata rata torsi pemotongan (Nm) pada kecepatan maju 0.5 m/s Tabel 8. Rata rata gaya pemotongan (N) pada kecepatan maju 0.3 m/s Tabel 9. Rata rata gaya pemotongan (N) pada kecepatan maju 0.5 m/s Tabel 10. Rasio gaya pada kecepatan 0.5 m/s dengan gaya pada kecepatan 0.3 m/s Tabel 11. Hasil potongan tebu berdasarkan tipe pisau Tabel 12. Perbandingan jumlah kualitas potongan tebu (%) terhadap posisi tebu v

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Bentuk dan bagian bagian batang tebu (Humbert 1968)... 4 Gambar 2. Keprasan bentuk rata...5 Gambar 3. Keprasan bentuk W...5 Gambar 4. Keprasan bentuk U...5 Gambar 5. Mesin kepras tebu tenaga traktor tangan Gambar 6. Alat kepras tebu tipe stuble shaver (Lisyanto 2007)...6 Gambar 7. Alat kepras tebu piringan bercoak (Feri 2008)...7 Gambar 8. Bentuk mata pisau. (a) Tajam, (b) runcing...8 Gambar 9. Efek sudut mata pisau (ANE) terhadap gaya pemotongan spesifik maksimum (FOCSMX) pada dua ketebalan potong yang berbeda (Chancellor 1957, diacu dalam Lisyanto 2007)...8 Gambar 10. Efek ketebalan mata pisau (LTE) atau ketajaman terhadap gaya pemotongan spesifik maksimum (FOCSMX) pada dua ketebalan potong yang berbeda (Choncellor 1957, dalam Lisyanto 2007)...9 Gambar 11. Bagan alir metode penelitian Gambar 12. Alat pengujian kepras tebu Gambar 13. Tunggul tebu Gambar 14. Pisau tipe Gambar 15. Pisau tipe Gambar 16. Pisau tipe Gambar 17. Skema putaran pisau tanpa kecepatan Gambar 18. Skema putaran pisau dengan kecepatan maju Gambar 19. Putaran pisau dengan kecepatan maju dan sudut pemotongan tebu (β) Gambar 20. Skema posisi tebu Gambar 21. Hasil simulasi putaran pisau kepras Gambar 22. Grafik perbandingan daya antara kecepatan 0.3 m/s dan 0.5 m/s Gambar 23. Grafik perbandingan daya terhadap posisi tebu pada pisau tipe Gambar 24. Skema pemotongan pisau 1. (a) Kecepatan 0.5 m/s, (b) kecepatan 0.3 m/s Gambar 25. Skema pemotongan pisau 2. (a) Kecepatan 0.5 m/s, (b) kecepatan 0.3 m/s Gambar 26. Skema pemotongan pisau 3. (a) Kecepatan 0.5 m/s, (b) kecepatan 0.3 m/s Gambar 27. Hasil potongan tebu. (a) Kualitas A, (b) kualitas B, (c) kualitas C Gambar 28. Grafik perbandingan jumlah setiap kualitas tebu pada kecepatan 0.3m/s Gambar 29. Grafik perbandingan jumlah setiap kualitas tebu pada kecepatan 0.5m/s Gambar 30. Grafik perbandingan panjang total retakan (cm) pada setiap pisau vi

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data arus dan tegangan hasil pengukuran Lampiran 2. Data retakan dan panjang retakan pada tebu hasil kepras Lampiran 3. Data daya, torsi, dan gaya hasil perhitungan Lampiran 4. Gambar alat dan instrumen pengujian vii

13 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tebu merupakan salah satu tanaman yang penting sebagai penghasil gula. Gula pasir sampai saat ini merupakan komoditas strategis bagi suatu negara karena sangat vital keberadaannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Komoditi lain yang bisa menggantikan sampai saat ini masih belum berkembang dan rata-rata dikonsumsi kelas menengah ke bawah. Di Indonesia konsumsi gula terus mengalami peningkatan setiap tahunnya yang tidak diikuti oleh peningkatan produksi, karena itulah sejak tahun 1966 pemerintah terus melakukan impor gula untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri-industri makanan dan minuman yang memerlukan gula di Indonesia, maka kebutuhan akan gula pun meningkat. Oleh karena itu pasokan gula harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat maupun industri itu sendiri. Rendahnya pemenuhan gula di Indonesia diakibatkan oleh lahan yang semakin sempit dengan produktivitas lahan yang semakin menurun khususnya pulau Jawa, kondisi cuaca yang tidak menentu, menurunnya kemampuan pabrik dalam mengolah tebu menjadi gula, sarana produksi kurang dan teknik budidaya kurang sehingga dihasilkan tebu dengan rendemen yang rendah (Haryanti 2008). Tabel 1. Keterangan luas lahan, produksi dan produktivitas tebu antara tahun Tahun Luas lahan (ha) Produksi (ton) Produktivitas (kg/ha) ,660 1,690,004 4, ,441 1,725,467 5, ,722 1,755,354 5, ,725 1,631,918 4, ,793 2,051,644 5, ,786 2,241,782 5, ,441 2,307,027 5, ,799 2,623,786 6, ,505 2,668,428 6, ,440 2,517,374 5,951 Sumber : ( Dalam proses budidaya tebu terdapat dua cara dalam melakukan penanamannya. Pertama adalah dengan cara plant cane dan kedua adalah dengan cara keprasan. Plant cane merupakan budidaya tanaman baru pada lahan yang diolah setelah panen. Lahan tersebut harus diolah sebelum ditanami. Tanaman keprasan merupakan tanaman tebu yang tumbuh kembali dari jaringan batang yang masih tertinggal dalam tanah setelah tebu ditebang dan dikepras. Pada proses pengeprasan, sisa-sisa tunggul dipotong pada posisi rata atau lebih rendah dari permukaan guludan (Faturrohim 2009). Menurut Faturrohim (2009), Pada proses pengeprasan ini diharapkan tunas yang terbentuk mempunyai perakaran yang dalam. Tanaman keprasan ini di Indonesia mempunyai hasil yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tanaman pertama sehingga hanya dapat dilakukan beberapa kali saja tergantung varietas tebu, faktor budidaya serta faktor lingkungan sekitarnya. 1

14 Salah satu yang menjadi faktor tumbuhnya tunas dengan baik yaitu kondisi tebu hasil keprasan. Hasil keprasan ini bergantung pada alat atau pisau yang digunakan untuk mengepras, semakin baik alat atau pisau yang digunakan maka hasil keprasan akan baik dan pertunasan pun akan tumbuh dengan baik pula. Namun pada kenyataannya masih banyak terjadi kerusakan pada hasil pemotongan dengan menggunakan alat kepras tebu mekanis. Selain itu kebutuhan daya yang tinggi menjadi salah satu faktor kendala dalam penggunaan mesin kepras tebu. Oleh karena itu pemilihan bentuk pisau merupakan salah satu penentu keberhasilan proses pengeprasan dari segi hasil pemotongan tebu sedangkan agar daya yang dibutuhkan rendah maka perlu dipertimbangkan pitch pemotongan. B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menentukan bentuk mata pisau dan kecepatan pemotongan tunggul tebu yang efektif (tingkat kerusakan (pecah atau tidak) batang tebu hasil pemotongan dan daya pemotongan rendah). 2. Membandingkan hasil potongan tebu dari berbagai perlakuan (bentuk pisau, posisi batang tebu, dan kecepatan maju). 2

15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tumbuhan monokotil dari famili rumputrumputan (Gramineae) yang merupakan tanaman untuk bahan baku gula. Batang tanaman tebu memiliki anakan tunas dari pangkal batang yang membentuk rumpun. Tanaman ini memerlukan waktu musim tanam sepanjang bulan. Tanaman ini berasal dari daerah tropis basah sebagai tanaman liar. Tanaman tebu merupakan tanaman perkebunan yang berasal dari India. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra. Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Graminalis Familia : Gramineae Genus : Saccharum Spesies : Saccharum officinarum (Sumber : Dalam masa pertumbuhannya tanaman tebu membutuhkan banyak air, sedangkan ketika tebu akan menghadapi waktu masak menghendaki keadaan kering sehingga pertumbuhannya terhenti. Apabila hujan turun terus menerus akan menyebabkan tanaman tebu rendah rendemennya. Jadi jelas bahwa tebu selain memerlukan daerah yang beriklim panas, juga diperlukan adanya perbedaan yang nyata antara musim hujan dan musim kemarau (Notojoewono 1967 dalam Haryanti 2008). Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air. Menurut Chapman (1976) dalam Budihardjo (1984), penentuan saat tebu dapat dipanen didasarkan pada umur tebu. Di Hawaii, tanaman tebu dipanen setelah berumur kirakira dua tahun. Tanaman yang ditebang akan tumbuh kembali sebagai ratoon dan dipanen lagi dua tahun berikutnya, cara ini diulangi dua sampai tiga kali sebelum tanaman dibongkar. B. Struktur dan Kekerasan Batang Tebu Batang tebu memiliki bentuk silindris dan terdiri atas beberapa bagian (Gambar 1). Bagian-bagian tersebut diantaranya adalah mata tunas (eye or bud), buku (node), ruas tebu (internode), pita lilin (wax band), dan pita akar (root band). Pita akar merupakan bagian yang paling keras dari satu ruas tebu yang masak, sedangkan bagian pertengahan ruas memiliki tingkat kekerasan yang kedua (Hutasoit 1978 dalam Lisyanto 2007). Pada tebu jenis Uba (tebu keras), semakin kecil diameter tebu maka tebu tersebut semakin keras, sedangkan kekerasan tebu yang ditanam di kebun tanpa irigasi naik sekitar 20.39% dibandingkan dengan tebu yang ditanam di kebun yang beririgasi (Hutasoit 1978 dalam Lisyanto 2007). Kerasnya batang tebu yang ditanam di lahan yang tidak beririgasi disebabkan oleh kurangnya suplai air untuk proses pertumbuhan tebu, hal tersebut mengakibatkan struktur sel pada 3

16 batang tebu tersebut memiliki sifat yang lebih keras jika dibandingkan dengan struktur sel batang tebu yang kebutuhan airnya dapat terpenuhi dengan baik. Gambar 1. Bentuk dan bagian-bagian batang tebu (Humbert 1968) C. Kepras Tebu Pada proses budidaya tanaman tebu di perkebunan terdapat beberapa kegiatan budidaya yang salah satunya adalah proses penanaman. Ada dua cara dalam penanaman tanaman tebu yaitu dengan cara bongkar ratoon maupun dengan cara kepras. Menurut King, Mungomeri dan Hughes (1953) dalam Feri (2008), tanaman tebu mempunyai kemampuan memproduksi tunas-tunas baru dari tunggul dalam tanah setelah tanaman dipanen. Tanaman keprasan merupakan hasil tunas tebu yang tumbuh kembali dari jaringan batang yang masih tertinggal dalam tanah setelah ditebang (Barnes 1964 dalam Feri 2008). Keuntungan dari tanaman keprasan adalah dapat menghemat pemakaian bibit, disamping itu tebu yang tumbuh sudah beradaptasi dengan lingkungan, dan kelestarian alam dapat terjaga (Widodo 1991 dalam Feri 2008). Pengeprasan tebu merupakan pemotongan sisa-sisa tunggul tebu setelah penebangan yang dilakukan pada posisi tepat atau lebih rendah dari permukaan guludan (Koswara 1989 dalam Lisyanto 2007). Pengeprasan tersebut dapat dilakukan secara manual maupun mekanis. Alat yang digunakan dalam pengeprasan secara manual umumnya berupa cangkul atau golok, sedangkan untuk pengeprasan mekanis digunakan pisau rotari yang digerakkan oleh traktor. Pengeprasan tebu bertujuan agar tunas tanaman tebu yang tumbuh tidak mengambang di atas tanah dan tidak roboh apabila sudah tumbuh besar. Sebelum proses pengeprasan sebaiknya lahan dialiri air terlebih dahulu agar bekas tanaman tebu yang akan dikepras tidak mudah terbongkar (Sutardjo 1996). Ada tiga bentuk pengeprasan : 4

17 a. Kepras bentuk rata Bentuk pengeprasan ini merupakan hasil dengan menggunakan alat kepras mekanis stubble shaver. Gambar 2. Keprasan bentuk rata b. Keprasan bentuk W Umumnya bentuk ini dilakukan pada tanah-tanah berat yang mudah pecah bila musim kemarau. Gambar 3. Keprasan bentuk W c. Keprasan bentuk U Umumnya bentuk ini dilakukan pada tanah-tanah yang mengandung pasir. Gambar 4. Keprasan bentuk U D. Alat Kepras Tebu 1. Alat Kepras Tebu Traktor Tangan Menurut Feri (2008), budidaya tebu dengan cara keprasan dilakukan di perkebunan tebu karena dapat menghemat biaya produksi. Keprasan yang baik dilakukan dengan memotong sisa tanaman rata dengan tanah. Alat yang dipakai umumnya adalah cangkul dan golok dengan memakai tenaga kerja orang. Untuk menyelesaikan pekerjaan pengeprasan diperlukan orang per hektar. Telah direkayasa alat kepras tebu traktor tangan PSAB 5

18 97-1 (Gambar 5) yang dapat dioperasikan pada tanah ringan, sedang, dan berat dengan tenaga 10 HP. Rancangan ini memiliki keistimewaan pada gear box serta pada rangka kedudukan mesin. Gear box dapat menghasilkan putaran rpm serta dapat menjamin keseimbangan dan kenyamanan pengoperasian alat. Keunggulan penggunaan alat ini dibandingkan pengeprasan manual terletak pada kapasitas kerjanya yaitu jam per hektar dan pada kualitas hasil keprasan yang lebih baik. Kepras daun dan tunas tebu merupakan bagian dari budidaya tanaman tebu dalam rangka mengendalikan pertumbuhannya agar produktivitas gula lebih tinggi dan biaya produksi dikurangi. Gambar 5. Mesin kepras tebu tenaga traktor tangan (Feri 2008) 2. Alat Kepras Tenaga Traktor Roda Empat Teknologi alat kepras tanaman tebu dengan penggerak traktor roda empat. Alat kepras mekanis atau stubble shaver (Gambar 6) pernah digunakan oleh beberapa pabrik gula di Indonesia, tetapi kinerja dari alat tersebut masih belum optimal sehingga tidak dipergunakan lagi. Mata pisau dari alat tersebut cepat tumpul sehingga menghasilkan potongan yang cenderung pecah. Gaya pukul (impact) dan energi pemotongan yang dibutuhkan cukup tinggi. Beberapa komponen pada alat tersebut memiliki suku cadang yang terbatas sehingga apabila terjadi kerusakan dibutuhkan waktu perbaikan yang panjang (Feri 2008). Pramudya et al. (1995) dalam Lisyanto (2007) mengemukakan bahwa tidak optimumnya alat dan mesin budidaya tebu diakibatkan oleh tidak sesuainya ukuran alat atau mesin dengan kondisi pengoperasian di lahan, suku cadang yang tersedia sangat terbatas,dan pengelolaannya yang belum baik. Gambar 6. Alat kepras tebu tipe stubble shaver (Lisyanto 2007) 6

19 Selain itu masih terdapat alat kepras tebu hasil dari penelitian Feri (2008) dimana alat kepras ini bertipe piringan bercoak. Alat dapat dilihat di Gambar 7. Tenaga yang digunakan untuk alat kepras ini berasal dari traktor empat roda dengan tenaga putar PTO. Hasil yang diperoleh adalah kapasitas lapang yang diperoleh pada pengujian ini berturut-turut adalah 0.12 Ha/jam (pengeprasan baris tebu1, tebu2, tebu3 dengan kecepatan maju 0.277m/s) dan 0.10 Ha/jam (pengeprasan rumpun tebu1 dan rumpun tebu2 dengan kecepatan maju m/s) dan slip roda 0.0 %. Gambar 7. Alat kepras tebu tipe piringan bercoak (Feri 2008) E. Kecepatan Potong Pisau Berge (1951) dalam Lisyanto (2007) menemukan bahwa energi pemotongan meningkat secara linier pada selang kecepatan potong pisau antara 20 dan 50 m s-1. Penelitian yang dilakukan Chancellor (1957) dalam Lisyanto (2007) menunjukkan bahwa pemotongan timothy pada kadar air 54% menggunakan mower dengan kecepatan potong normal yang umum digunakan ( m s-1) memiliki efek yang relatif kecil terhadap energi pemotongan. Blevins dan Hansen (1956) dalam Lisyanto (2007) menemukan bahwa pada kecepatan potong pisau yang rendah hampir tidak ada efek terhadap energi pemotongan. F. Sudut Mata Pisau dan Ketajaman Pisau Menurut Feri (2008), ketajaman (sharpness) dan keruncingan (fineness) merupakan dua sifat yang berbeda pada sebuah mata pisau. Pisau dikatakan tajam (sharp) (Gambar 8 (a)) apabila pisau tersebut memiliki radius dan ketebalan mata pisau yang kecil, sedangkan dikatakan runcing (fine) (Gambar 8 (b)) apabila pisau tersebut memiliki sudut mata pisau yang kecil. Kebalikan dari ketajaman adalah ketumpulan (dullness), sedangkan kebalikan dari keruncingan disebut tidak runcing (bluntness). 7

20 Gambar 8. Bentuk mata pisau. (a) Tajam, (b) runcing Sudut mata pisau memiliki efek yang signifikan terhadap gaya pemotongan maksimum. Pisau yang memiliki sudut mata pisau yang kecil (fine) membutuhkan gaya pemotongan maksimum yang relatif rendah. Penelitian yang dilakukan Chancellor (1957) dalm Lisyanto (2007) pada pemotongan timothy dengan kadar air 20%, lebar pemotongan 7.9 mm, dan mata pisau yang digunakan bersifat tajam sedangkan pisau penahan (countershear) tidak runcing (blunt) menunjukkan bahwa pada sudut mata pisau dari 20 o sampai 30 o membutuhkan gaya pemotongan maksimum yang relatif rendah (Gambar 9). Diduga hal tersebut disebabkan oleh faktor sudut mata pisau yang berpengaruh terhadap luas permukaan kontak antara penampang mata pisau dan material yang dipotong. Sudut mata pisau yang kecil (fine) menghasilkan penampang mata pisau yang kecil sehingga gaya yang diperlukan untuk penetrasi pisau ke material yang dipotong juga relatif rendah. MAAE = bobot material per unit luas countershear (mg mm -2 ) LTS = ketebalan lapisan solid material yang terletak antara pisau dan countershear (mm) Gambar 9. Efek sudut mata pisau (ANE) terhadap gaya pemotongan spesifik maksimum (FOCSMX) pada dua ketebalan potong yang berbeda (Chancellor 1957, diacu dalam Lisyanto 2007) 8

21 Ketajaman pisau merupakan salah satu faktor penting dalam pemotongan material. Ketajaman memiliki efek yang signifikan terhadap gaya pemotongan, semakin tajam pisau yang digunakan maka gaya pemotongan yang diperlukan juga semakin rendah. Penelitian yang dilakukan Chancellor (1957) dalam Lisyanto (2007) mengenai efek ketebalan mata pisau (ketajaman) terhadap gaya pemotongan spesifik maksimum untuk pemotongan timothy pada kadar air 54% menggunakan mower dengan kecepatan potong normal yang umum ( m s-1) menunjukkan bahwa gaya pemotongan spesifik maksimum (FOCSMX) terendah terjadi pada ketebalan mata pisau (LTE) mencapai 0.15 mm, sedangkan pada LTE yang melebihi 0.15 mm gaya pemotongan terus meningkat (Gambar 10). Keterangan: Sudut mata pisau (ANE) yang digunakan sebesar 25 o. Lebar pemotongan (LWC) material sebesar 7.9 mm. Sudut kemiringan pisau (ANO) = 0 o Garis 400 MPa merupakan yield stress material baja. Gambar 10. Efek ketebalan mata pisau (LTE) atau ketajaman terhadap gaya pemotongan spesifik maksimum (FOCSMX) pada dua ketebalan potong yang berbeda (Chancellor 1957, dalam Lisyanto 2007) G. Pemotongan dan Torsi Pemotongan adalah proses pembagian benda solid secara mekanik sepanjang garis yang diinginkan dengan menggunakan alat pemotong (Persson 1987 dalam Faturrohim 2009). Dalam beberapa kasus, pemotongan mempunyai istilah lain bergantung dengan alat apa dan bagaimana pemotongan itu dilakukan. Istilah tersebut antara lain mencacah (chopping), memangkas (mowing), menggergaji (sawing), membelah (aplitting), mengiris (slicing), dan sebagainya. Ketajaman pisau merupakan salah satu faktor penting dalam pemotongan material. Ketajaman memiliki efek yang signifikan terhadap gaya pemotongan, semakin tajam pisau yang digunakan maka gaya pemotongan yang diperlukan juga semakin rendah. Begitu juga dengan sudut mata pisau, pisau yang memiliki sudut mata pisau kecil membutuhkan gaya pemotongan spesifik maksimum yang relatif rendah (Faturrohim 2009). Torsi pemotongan merupakan hasil antara gaya yang diperlukan oleh mata pisau untuk melakukan pemotongan dan jari-jari putaran mata pisau. Selanjutnya, parameter torsi pemotongan tersebut dapat digunakan untuk menentukan besarnya gaya dan daya pemotongan (Lisyanto 2007). Untuk poros yang berputar, besarnya daya (P) dipengaruhi oleh torsi (T) yang menyebabkan putaran dan kecepatan putaran (Shingley 2001) : 9

22 di mana, P : daya (Watt) T : torsi (Nm) ω : kecepatan sudut (rad/s) = (2πN/60) N : kecepatan putar pisau kepras (rpm) P = T ω...(1) 10

23 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2011 di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Pelaksanaan penelitian terbagi menjadi tiga tahap : 1) pembuatan peralatan pengujian, 2) pembuatan pisau, 3) percobaan pemotongan tebu. Bagan alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 11. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8) Pembuatan pisau berdasarkan hasil simulasi dan pembuatan peralatan pengujian Pengujian Pengukuran daya sebelum pemotongan dan saat pemotongan Pemotongan tebu dengan pisau 1, 2 dan 3. kecepatan 0.5 m/s dan 0.3 m/s (posisi di sisi kiri posisi awal (tengah)). Pemotongan tebu dengan pisau 1, 2, dan 3. kecepatan 0.5 m/s dan 0.3 m/s (posisi tebu di tengah) Pemotongan tebu dengan pisau 1, 2, dan 3. kecepatan 0.5 m/s dan 0.3 m/s. (posisi di sisi kanan posisi awal (tengah)). Pemotongan sebanyak 7 kali ulangan Pengamatan hasil potongan tebu Kualitas A : Tebu tidak pecah, kulit pecah, kulit tidak terkelupas, tebu tidak retak Kualitas B : Tebu retak atau kulit tebu terkelupas Kualitas C : Tebu pecah Pencatatan data, mendokumentasikan, dan melakukan perhitungan persentase jumlah tebu kualitas A, Kualitas B dan Kualitas C pada setiap tipe pisau. Gambar 11. Bagan alir metode penelitian 11

24 B. Alat dan Bahan 1. Peralatan dan Bahan Pembuatan Alat Pengujian Peralatan pembuatan alat pengujian yang digunakan adalah : - komputer (dengan kelengkapan software AutoCAD) - mesin potong listrik - las listrik - mesin bor - gergaji besi - dan peralatan bengkel lainnya. Software AutoCAD digunakan untuk menggambar alat penguji kepras tebu. Peralatan bengkel digunakan sebagai alat bantu dalam pembuatan alat pengujian. Alat pengujian dapat dilihat pada Gambar 12. Pisau rotary Pemegang tebu Rantai penggerak tebu Motor listrik penggerak pisau Gambar 12. Alat pengujian kepras tebu Bahan yang digunakan untuk membuat alat pengujian adalah : - besi U - besi L ( 4 x 4 cm) - besi silinder Besi U digunakan untuk pembuatan rangka penopang mesin kepras tebu, besi L dan besi silinder digunakan sebagai bahan pembuatan rel penarik tebu dan penjepit tebu. 12

25 2. Alat dan Bahan untuk Pengujian Alat/instrumen untuk pengukuran yang digunakan adalah seperti pada Tabel 2. Gambar alat/instrumen dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 2. Alat atau Instrumen pengukuran Alat / Instrumen Clampmeter Tachometer Penggaris atau mistar Penggunaannya Mengukur arus dan tegangan pada saat pemotongan Mengukur kecepatan putar pada pisau kepras dan motor penarik rel tebu Mengukur panjang retakan tebu Clampmeter yang digunakan sebanyak dua unit. Satu unit digunakan untuk mengukur arus dan satu unit digunakan untuk mengukur tegangan. Pengukuran dilakukan sebelum pemotongan dan saat pemotongan. Untuk mengukur panjang retakan pada batang tebu hasil pemotongan digunakan penggaris. Motor listrik yang digunakan sebanyak dua unit. Satu unit untuk pemutar pisau kepras dan satu unit untuk penarik rel pembawa tebu. Motor listrik yang digunakan sebagai penarik rel tebu menggunakan motor listrik variabel speed dengan kecepatan putar 1440 rpm dan daya motor tersebut 3 hp. Kecepatan putar dari motor listrik tersebut dapat diubah-ubah. Motor listrik penggerak pisau kepras menggunakan motor listrik dengan kecepatan putar 1440 rpm dan memiliki daya 1 hp. Bahan yang digunakan untuk pengujian adalah : - tebu - pisau kepras Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tunggul tebu berdiameter 3-4 cm dengan panjang 20 cm terhitung dari permukaan tanah dan varietas tebu yang digunakan adalah tebu kuning. Pemotongan tebu dilakukan diantara ruas tebu. Gambar tebu dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Tunggul tebu 13

26 Pisau kepras yang digunakan untuk memotong tebu sebanyak tiga tipe mata pisau. Pengukuran panjang pisau terhitung dari pusat putaran ke ujung pisau. Pisau tersebut terdiri dari : - Pisau Tipe 1 Panjang bagian muka pisau diberikan penambahan panjang sebesar satu pitch (7.5 mm), sedangkan bagian belakang pisau memiliki panjang 30 cm. Bentuk pisau dapat dilihat pada Gambar cm Arah putaran cm Arah Gerak Tebu Gambar 14. Pisau tipe 1 - Pisau Tipe 2 Pisau tipe 2 memiliki ukuran panjang bagian muka dan belakang sama yaitu 30 cm. Bentuk pisau dapat dilihat pada Gambar cm Arah putaran + Arah Gerak Tebu Gambar 15. Pisau tipe 2 - Pisau Tipe 3 Pisau tipe 3 memiliki ukuran sedikit lebih panjang pada bagian belakang mata pisau. Penambahan diberikan sepanjang ¾ pitch (5.6 mm). Sedangkan bagian muka pisau sesuai dengan jari-jari (30 cm). Bentuk pisau dapat dilihat pada Gambar

27 30.56 cm Arah putaran + 30 cm Arah Gerak Tebu 3. Peralatan Pendukung Peralatan pendukung lain yang digunakan antara lain kamera digital yang digunakan untuk merekam dan mendokumentasikan pengujian, jangka sorong untuk mengukur diameter tebu yang akan dilakukan pengujian, kalkulator yang dipergunakan sebagai alat hitung dan PC yang dipergunakan untuk input data. C. Metode Penelitian 1. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian merupakan kegiatan awal yang dilakukan agar proses penelitian dapat berjalan dengan lancar. Persiapan penelitian meliputi pembuatan pisau kepras, dudukan pisau, motor listrik dan penjepit tebu, serta persiapan tebu yang akan digunakan dalam pengujian. 2. Simulasi Putaran Pisau Gambar 16. Pisau tipe 3 Pensimulasian gerakan atau mekanisme pemotongan tebu dilakukan dengan menggunakan MS Office Excel, di mana input yang digunakan adalah kecepatan putar pisau (rpm), kecepatan maju (m/s), jumlah pisau, dan sudut pemotongan tebu. Putaran pisau yang digunakan adalah 500 rpm, kecepatan maju pisau 0.5 m/s, jumlah pisau 8, dan sudut pemotongan tebu 45 o. Skema putaran pisau dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17. Skema putaran pisau tanpa kecepatan 15

28 R merupakan jari-jari dari pisau, dan θ adalah sudut yang terjadi akibat putaran dari titik awal. Maka pada posisi kedua pada saat t sekon, posisi X dan Y dapat diperhitungkan dengan persamaan, X = R Cos θ...(2) Y = R Sin θ...(3) di mana, X, Y : titik koordinat ujung mata pisau (m) R : jari jari pisau (m) θ : sudut putaran yang terjadi pada saat t sekon (rad). Pada saat pemotongan tebu maka dibutuhkan kecepatan maju untuk memotong batang batang tebu. Maka dengan adanya kecepatan yang diberikan, persamaan untuk X akan berubah seiring dengan kecepatan maju dari pemotongan tersebut selama t sekon. Skema putaran pisau yang diberikan kecepatan maju dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Skema putaran pisau dengan kecepatan maju Dari hasil ilustrasi ini dapat diketahui bahwa tidak ada perubahan titik koordinat untuk Y, sedangkan perubahan terjadi pada sumbu X di mana perubahan titik koordinat X pada saat t sekon dan kecepatan pada saat t sekon. Sehingga dapat diketahui persamaan untuk X adalah, X = R Cos θ + V.t...(4) 16

29 Dalam pengujian alat, pemotongan dilakukan dengan kemiringan 45 o (β). Sehingga terdapat koordinat baru yakni Z yang akan mempengaruhi nilai dari koordinat X. Berdasarkan skema pada Gambar 19, maka dapat diketahui nilai X, Y dan Z, untuk menentukan pitch yang akan dipergunakan sebagai acuan untuk pembuatan pisau kepras. Gambar 19. Putaran pisau dengan kecepatan maju dan sudut pemotongan tebu (β). Maka berdasarkan skema Gambar 18, dapat diketahui persamaan X yaitu, X = R Cos θ Cos β+v.t...(5) di mana, R : jari jari pisau (m) θ : sudut putaran yang terjadi pada saat t sekon (rad) = ω t β : sudut pemotongan pisau (45 o ) v : kecepatan maju pisau (m/s) t : waktu (sekon) ω : kecepatan sudut (rad/s) Sumbu Y memiliki nilai tetap karena tidak ada penambahan jarak dan begitu juga pada sumbu Z, sehingga hanya nilai pada sumbu X yang diperhitungkan. Selanjutnya nilai pitch yang diperoleh dari hasil simulasi dijadikan acuan untuk pembuatan pisau kepras tebu. Selain menggunakan simulasi, panjang pitch dapat diketahui dengan persamaan, di mana, f : feed pemotongan (m) v : kecepatan maju mesin (m/s) k : jumlah pisau N : kecepatan putar pisau (rpm) f =...(6) 17

30 3. Perlakuan Penelitian Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pemotongan tebu dengan kecepatan maju, bentuk mata pisau dan posisi tebu yang berbeda. Dalam pengujian, kecepatan yang digunakan berdasarkan pada kisaran kecepatan relatif yang digunakan di perkebunan untuk kepras tebu. Setiap perlakuan dilakukan pemotongan sebanyak tujuh sampel. Data perlakuan penelitian tersebut tersaji dalam Tabel 3. Tabel 3. Data perlakuan kepras tebu. No perlakuan Kecepatan maju (m/s) Tipe pisau Posisi tebu Tengah (1) Kanan (2) Kiri (3) Tengah (1) Kanan (2) Kiri (3) Tengah (1) Kanan (2) Kiri (3) Tengah (1) Kanan (2) Kiri (3) Tengah (1) Kanan (2) Kiri (3) Tengah (1) Kanan (2) Kiri (3) Posisi tebu dapat dilihat pada Gambar 20. Pisau Arah putaran pisau Gambar 20. Skema posisi tebu 18

31 4. Pengukuran dan Pengamatan 1. Pengukuran daya Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengukuran daya yang dipakai pisau untuk memotong tebu. Parameter yang diukur meliputi arus dan tegangan pada motor listrik pemutar pisau. Pengukuran arus dan tegangan dilakukan pada saat pisau mulai berputar (dalam keadaan tidak memotong/sebelum memotong) dan pengukuran pada saat pemotongan berlangsung. Pengukuran dilakukan pada setiap sampel, di mana setiap perlakuan menggunakan tujuh sampel tunggul tebu. Pengukuran arus dan tegangan menggunakan alat clampmeter yang dipasangkan pada salah satu kabel penyuplai arus ke motor listrik untuk pengukuran arus dan disambungkan dengan kedua kabel motor listrik untuk pengukuran tegangan. Dari hasil pengukuran arus dan tegangan tersebut dapat dihitung dayanya. Daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan pisau tersebut dapat diketahui dengan persamaan (Sularso 2004), di mana, P : daya (Watt) f c : faktor koreksi (0.8) V : tegangan (Volt) I : arus (Ampere) P = f V I...(7) Selanjutnya, daya pemotongan tebu adalah selisih dari daya saat memotong dengan daya sebelum memotong. Maka daya pemotongan tebu dapat dihitung dengan persamaan, P = P P...(8) di mana, P p : daya untuk memotong tebu (Watt) P sp : daya terukur saat memotong (Watt) P tp : daya terukur sebelum memotong (Watt) Torsi pemotongan dihitung dengan persamaan berikut, di mana, T : torsi pemotongan (Nm) ω : kecepatan sudut (rad/s) N : kecepatan putar pisau (rpm) T = =...(9) Gaya pemotongan dihitung dengan persamaan, F =...(10) di mana, F : gaya pemotongan (N) R p : jari jari pemotongan (m) 19

32 2. Pengukuran kecepatan Pengukuran kecepatan gerak tebu dilakukan pada rel pembawa tebu. Karena pembawa tebu digerakkan oleh rantai dan putaran sproket, maka kecepatan majunya adalah, v =...(11) di mana, v t : kecepatan maju (m/s) d s : diameter sproket (m) N s : kecepatan putar sproket (rpm) Dengan menggunakan Persamaan 11, maka kecepatan yang diharapkan yaitu 0.3 m/s dan 0.5 m/s dapat dicapai dengan mencari nilai N s (rpm) pada sproket penarik rel tebu tersebut. Perubahan kecepatan maju pemotongan dilakukan dengan cara mengubah putaran pada motor listrik penggerak rel tebu. Motor listrik tersebut merupakan motor listrik variabel speed, di mana putaran dari motor tersebut dapat diubah sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan Persamaan 11, kecepatan 0.3 m/s akan dicapai ketika putaran pada penggerak tebu mencapai 96 rpm dan kecepatan 0.5 m/s akan dicapai ketika putaran pada penggerak tebu mencapai 160 rpm. Diameter sproket yang digunakan untuk menggerakkan rel tebu adalah 0.06 m. Dalam mereduksi kecepatan putaran motor digunakan transmisi rantai sproket, maka dengan perbandingan jumlah gigi sproket dapat diketahui kecepatan putaran (rpm) dengan menggunakan persamaan, di mana, N 1 : putaran 1 (rpm) N 2 : putaran 2 (rpm) Z 1 : jumlah gigi sproket 1 Z 2 : jumlah gigi sproket 2 N = N...(12) Perbandingan jumlah gigi pada poros penggerak rel tebu dengan motor listrik adalah 13 : 30. Sehingga dengan Persamaan 12 dapat diketahui kecepatan putaran pada motor listrik adalah 41.6 rpm untuk kecepatan 0.3 m/s dan 70 rpm untuk kecepatan 0.5 m/s. Pada motor listrik pengerak pisau kepras memiliki kecepatan putaran motor secara terukur pada tachometer sebesar 1493 rpm, dengan perbandingan jumlah gigi antara motor listrik dengan pisau kepras 11 : 30 maka putaran yang tersalurkan pada pisau kepras yaitu 547 rpm. 3. Pengamatan Pengamatan dilakukan pada tebu hasil pemotongan. Setelah selesai dilakukan pemotongan, tebu diamati baik dari segi bentuk potongan maupun dari segi efek yang terjadi akibat pemotongan tersebut (pecah atau retak). Apabila tebu mengalami retak maka dihitung berapa jumlah retakan yang terjadi dan diukur pula panjang retakan yang terjadi. Untuk mengetahui tingkat kerusakan pada setiap tipe pisau maka kerusakan yang terjadi dapat dikategorikan menjadi: 1) bagus (tidak pecah, kulit pecah, kulit tidak terkelupas, atau tidak retak), 2) rentan rusak (kulit terkelupas atau tebu retak), dan 3) 20

33 rusak (tebu pecah). Selain itu dapat diketahui tingkat kerusakan (dalam persentase) dengan menggunakan perbandingan antara jumlah bagus, rentan rusak, atau rusak dengan jumlah total sampel pengujian pada tiap tipe pisau. 5. Perbandingan Gaya Setelah dilakukan pengujian dan diperoleh gaya yang dibutuhkan pisau untuk memotong tebu, maka gaya hasil pengujian dapat dibandingkan dengan gaya secara teoritis. Secara teori, gaya pemotongan sebanding dengan luas bidang potong. Luas bidang potong sebanding dengan kecepatan maju pisau untuk kecepatan putar yang sama. Oleh karena itu, secara teoritis : di mana, F 0.5 F 0.3 F. = F....(13) : gaya pemotongan saat kecepatan 0.5 m/s (N) : gaya pemotongan saat kecepatan 0.3 m/s (N) 21

34 III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Putaran Pisau Simulasi dilakukan untuk menduga bentuk putaran yang akan terjadi pada saat melakukan pengujian. Di samping itu dari hasil simulasi ini dapat diketahui pitch yang terjadi pada proses pemotongan. Masukan untuk pembuatan simulasi ini menggunakan Persamaan 3 dan Persamaan 5. Berdasarkan hasil simulasi yang diperoleh dengan menggunakan Software MS Office Excel pada kecepatan putar pisau 500 rpm, jumlah pisau 8, dan kecepatan maju 0.5 m/s, nilai pitch yang diperoleh sebesar m atau 7.5 mm. Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21. Hasil simulasi putaran pisau kepras Berdasarkan hasil simulasi yang telah dibuat, nilai pitch yang diperoleh dapat dijadikan acuan pembuatan pisau. Pisau yang dibuat menjadi tiga tipe pisau, yaitu pisau tipe 1, tipe 2 dan tipe 3 (lihat Gambar 14, 15, dan 16). B. Daya, Torsi, dan Gaya Pemotongan Pengeprasan tebu dilakukan agar tebu hasil panen dapat tumbuh kembali, di mana tujuan utamanya agar tunas yang muncul setelah pengeprasan tumbuh dari bagian tebu dalam tanah dan dapat tumbuh perakaran baru di dalam tanah yang dapat menopang lebih kuat dari batang tebu tersebut. Untuk melakukan pengeprasan diperlukan daya untuk memutar alat kepras itu sendiri. Daya merupakan usaha atau energi yang dilakukan per satuan waktu. Data hasil pengukuran arus dan tegangan, dapat dilihat pada Lampiran 1. Rata rata daya pemotongan dengan kecepatan maju 0.3 m/s disajikan pada Tabel 4. Rata rata daya pemotongan dengan kecepatan maju 0.5 m/s disajikan pada Tabel 5. Tabel 4. Rata rata daya pemotongan (Watt) pada kecepatan maju 0.3 m/s Posisi tebu Pisau 1 Pisau 2 Pisau 3 Tengah Kanan Kiri Rata - rata

35 Tabel 5. Rata rata daya pemotongan (Watt) pada kecepatan maju 0.5 m/s Posisi tebu Pisau 1 Pisau 2 Pisau 3 Tengah Kanan Kiri Rata - rata Berdasarkan hasil yang didapat daya pemotongan menggunakan pisau tipe 3 lebih kecil dari dua pisau lainnya baik pada kecepatan maju 0.3 m/s ataupun 0.5 m/s. Ini menandakan pisau tipe 3 lebih baik dari sisi kebutuhan daya potongnya. Namun demikian hasil perbedaan kebutuhan dayanya relatif kecil. Perbedaan yang kecil ini dikarenakan luas bidang potong untuk ketiga jenis pisau tersebut sama. Selain itu dapat dibandingkan daya antara kecepatan maju 0.3 m/s dengan 0.5 m/s. Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan daya yang terjadi pada kecepatan 0.3 m/s lebih rendah dari kecepatan 0.5 m/s. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah kualitas pemotongan oleh tiap pisau. Pada kecepatan 0.5 m/s terjadi pemotongan dengan pitch yang lebih besar dari pemotongan pada kecepatan 0.3 m/s. Dengan pitch yang lebih besar, maka luas bidang potong semakin besar, sehingga daya pemotongannya lebih besar. Grafik perbandingan daya antara kecepatan 0.3 m/s dan 0.5 m/s dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22. Grafik perbandingan daya antara kecepatan 0.3 m/s dan 0.5 m/s Posisi tebu saat pemotongan (kiri, tengah dan kanan) tidak memberikan perbedaan yang konsisten pada pengukuran daya pemotongan (lihat Tabel 4, Tabel 5 serta Gambar 23). Torsi merupakan gaya yang terjadi sepanjang lengan gaya. Kecepatan putar rata rata dari pisau pemotong adalah 547 rpm. Dengan kecepatan putar tersebut dapat diperoleh torsi pemotongan seperti pada Tabel 6 dan Tebel 7. Data torsi pemotongan tebu dapat dilihat pada Lampiran 3. 23

36 Gambar 23. Grafik perbandingan daya terhadap posisi tebu pada pisau tipe 3 Tabel 6. Rata rata torsi pemotongan (Nm) pada kecepatan maju 0.3 m/s Posisi tebu Pisau 1 Pisau 2 Pisau 3 Tengah Kanan Kiri Rata -rata Tabel 7. Rata rata torsi pemotongan (Nm) pada kecepatan maju 0.5 m/s Posisi tebu Pisau 1 Pisau 2 Pisau 3 Tengah Kanan Kiri Rata -rata Selaras dengan hasil pengukuran daya pemotongan, rata rata torsi pada proses kepras terlihat bahwa pisau 3 memiliki nilai torsi paling kecil dari ketiga tipe pisau. Namun seperti halnya daya, nilai torsi pun memiliki selisih yang kecil di setiap tipe pisau. Hal ini sangat wajar mengingat daya dan torsi berbanding lurus. Sehingga selisih yang terjadi antara daya dan torsi tidak akan berbeda jauh. Apabila dibandingkan torsi antara kecepatan maju 0.3 m/s dan 0.5 m/s, maka nilai torsi pada 0.3 m/s lebih rendah dari kecepatan 0.5 m/s. Hal ini karena dipengaruhi daya yang digunakan pada kecepatan 0.3 m/s lebih rendah, sehingga nilai torsi lebih rendah pula. Gaya pemotongan merupakan gaya luar yang harus diberikan oleh pisau kepada material agar bahan tersebut dapat terpotong (Persson 1987 dalam Lisyanto 2007). Gaya diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan Persamaan 10, di mana diketahui jari jari pemotongan sepanjang 0.3 m. Data gaya pemotongan dapat dilihat pada Lampiran 3. Rata - rata gaya pemotongan setiap pisau disajikan pada Tabel 8 untuk kecepatan maju 0.3 m/s dan Tabel 9 untuk kecepatan maju 0.5 m/s. 24

37 Tabel 8. Rata rata gaya pemotongan (N) pada kecepatan maju 0.3 m/s Posisi tebu Pisau 1 Pisau 2 Pisau 3 Tengah Kanan Kiri Rata -rata Tabel 9. Rata rata gaya pemotongan (N) pada kecepatan maju 0.5 m/s Posisi tebu Pisau 1 Pisau 2 Pisau 3 Tengah Kanan Kiri Rata -rata Nilai gaya untuk kecepatan maju 0.3 m/s, pisau 3 mencapai 3.84 N sedangkan pisau 1 dan 2 masing masing 4.50 N dan 4.44 N. Pisau 3 membutuhkan gaya pemotongan yang paling kecil dari dua tipe pisau lainnya. Begitu pula pada kecepatan 0.5 m/s, nilai gaya untuk pisau 3 mencapai 5.48 N sedangakan untuk pisau 2 dan 3 memiliki nilai masing masing 5.50 N dan 6.02 N. Pisau 3 memiliki gaya paling kecil akibat diminimalisirnya pemotongan secara ditebas pada batang tebu tersebut. Ini disebabkan oleh bentuk mata pisau yang lebih panjang di bagian belakang mata pisau, sehingga pemotongan yang terjadi adalah memotong secara mengiris dan pisau selanjutnya akan masuk ke bagian dalam tebu yang kemudian akan memotong secara mengiris juga. Hal inilah yang menyebabkan gaya untuk pisau 3 lebih kecil. Secara teori, gaya potong dengan kecepatan maju 0.3 m/s berbanding lurus dengan gaya potong dengan kecepatan maju 0.5 m/s, di mana gaya potong pada kecepatan 0.5 m/s adalah lima per tiga (1.67) kali gaya potong pada kecepatan 0.3 m/s. Pada pengukuran, ternyata rasio gayanya tidak demikian, seperti diperlihatkan pada Tabel 10. Tabel 10. Rasio gaya pada kecepatan 0.5 m/s dengan gaya pada kecepatann 0.3 m/s Jenis Pisau Kec. 0.3 m/s Kec 0.5 m/s Rasio F 0.5 /F Rataan C. Hasil Potongan Hasil pemotongan tebu dengan kepras sangat penting dalam pengujian, karena hasil potongan inilah yang dapat dijadikan acuan tipe pisau yang efektif dalam proses kepras. Data hasil potongan tebu dapat dilihat pada Lampiran 2. Selain itu hasil keprasan yang mengalami pecah akan merusak tebu dan menghambat pertumbuhan tunas. Dengan pecahnya tebu tersebut 25

38 berpeluang besar tebu tidak akan tumbuh kembali. Skema pemotongan pada pisau tipe 1, 2 dan 3 masing masing dapat dilihat pada Gambar 24, 25, dan 26. Arah putaran (a) Arah maju (b) Gambar 24. Skema pemotongan pisau 1. (a) Kecepatan 0.5 m/s, (b) kecepatan 0.3 m/s Arah putaran (a) Arah maju (b) Gambar 25. Skema pemotongan pisau 2. (a) Kecepatan 0.5 m/s, (b) kecepatan 0.3 m/s Arah putaran (a) Arah maju (b) Gambar 26. Skema pemotongan pisau 3. (a) Kecepatan 0.5 m/s, (b) kecepatan 0.3 m/s Berdasarkan skema pemotongan pada Gambar 26, pisau tipe 3 secara teori lebih banyak memotong secara mengiris. Dapat dilihat bahwa pisau ke 1 bagian muka memotong terlebih dahulu tebu, kemudian dilanjutkan dengan pisau bagian belakang yang memotong secara mengiris. Sedangkan untuk pisau tipe 1 dan tipe 2, pisau lebih banyak memotong tebu (tidak secara mengiris). Hal ini dapat dikuatkan dengan hasil pemotongan pada Tabel 11 yang menunjukkan hasil potongan untuk tipe 1 dan tipe 2 lebih banyak tebu mengalami rusak dibandingkan pisau tipe 3. Tebu hasil potongan diklasifikasikan menjadi tiga, diantaranya baik (A) yaitu tebu terpotong rapi dan kulit pecah, rentan rusak (B) yaitu tebu retak dan kulit terkelupas, dan rusak (C) yaitu tebu pecah. Hasil potongan tebu dapat dilihat pada Gambar

39 (a) Gambar 27. Hasil potongan tebu. (a) Kualitas A, (b) kualitas B, (c) kualitas C. (b) (c) Tabel 11. Hasil potongan tebu berdasarkan tipe pisau Kualitas Pemotongan Pisau Tebu A B C Gambar 28. Grafik perbandingan jumlah setiap kualitas tebu pada kecepatan 0.3 m/s Gambar 29. Grafik perbandingan jumlah setiap kualitas tebu pada kecepatan 0.5 m/s 27

40 Berdasarkan hasil pemotongan menunjukkan pada pisau tipe 3, kualitas potongan tebu lebih banyak menghasilkan kualitas baik (A) dan sedikit menghasilkan potongan tebu rusak (C) dibandingkan dua tipe pisau lainnya. Pada Gambar 28 dan Gambar 29 dapat dilihat pula perbandingan hasil potongan akibat perbedaan kecepatan maju antara 0.3 m/s dengan 0.5 m/s. Semua tipe pisau menunjukkan pada kecepatan 0.3 m/s, bahwa hasil potongan tebu mengalami kerusakan yang lebih sedikit dibandingkan kecepatan 0.5 m/s. Berdasarkan tingkat kerusakan, maka pada pisau tipe 1 hasil potongan menunjukkan 26.19% tebu rusak, tebu yang berpeluang tumbuh kembali sebesar 33.33% dan terdapat sekitar 40.47% tebu rentan rusak. Ini menandakan pisau 1 kurang efektif apabila digunakan untuk kepras tebu karena lebih berpeluang tebu mengalami kerusakan dibandingkan dengan tebu yang berpeluang tumbuh kembali. Pisau tipe 2 menghasilkan potongan tebu yang rusak (C) mencapai 14.28%, tebu yang rentan rusak (B) mencapai 30.95%, dan tebu yang memiliki kualitas baik (A) mencapai 54.76%. Hasil potongan untuk pisau tipe 3 menunjukkan jumlah yang terpotong rapi lebih banyak dibandingkan kedua tipe yang lain, dengan tingkat kerusakan tebu pada pisau tipe 3 adalah 11.90% tebu mengalami rusak, 16.66% tebu rentan rusak dan 71.42% hasil potongan menunjukkan potongan yang baik (A). Sehingga dari ketiga pisau yang telah dibuat maka pisau tipe 3 menghasilkan potongan yang lebih baik dibandingkan tipe 1 dan tipe 2. Tabel 12. Perbandingan jumlah kualitas potongan tebu (%) terhadap posisi tebu Pisau 1 Pisau 2 Pisau 3 % Tengah Sisi Tengah Sisi Tengah Sisi A B C Berdasarkan Tabel 12, untuk setiap posisi pun menunjukkan bahwa pisau tipe 3 menghasilkan potongan kualitas A lebih baik dibandingkan dua tipe lainnya, baik posisi di tengah maupun posisi di sisi pusat putaran pisau. Selain itu hasil percobaan menunjukkan baik pada kecepatan 0.3 m/s maupun 0.5 m/s pada berbagai tipe pisau, bahwa sebagian besar hasil potongan menghasilkan pecah pada kulit. Pecah kulit umumnya terjadi pada bagian tepi tebu dimana bagian tersebut merupakan bagian terkahir dari proses pemotongan pada tebu. Ini sangat umum terjadi pada pengujian yang dilakukan, hal ini disebabkan tidak adanya tahanan pada tebu bagian belakang saat terjadi dorongan dan putaran dari pisau. Kondisi pecah kulit kebanyakan terjadi pada posisi tebu di sisi pusat putaran pisau, sedangkan di posisi tengah sangat jarang kondisi kulit pecah. Maka dalam pengujian ini pecah kulit masih dapat dikategorikan dalam kondisi baik sebab tidak merusak tebu tersebut dan berpeluang besar dapat tumbuh kembali dan tebu yang pecah dapat mengakibatkan gagalnya tunas baru muncul maka tebu pecah dikategorikan kondisi buruk. Tebu yang mengalami pecah ini dapat dikarenakan karena kondisi pisau yang kurang tajam. 28

41 D. Retakan Hasil Kepras Tebu yang mengalami rentan rusak diantaranya adalah tebu yang mengalami retak. Retakan yang terjadi pada setiap pisau berbeda beda. Data jumlah dan panjang retakan disajikan pada Lampiran 2. Pisau tipe 1 mengalami tebu retak dengan jumlah 15 tebu, untuk pisau tipe 2 tebu yang retak berjumlah 11 tebu dan untuk pisau tipe 3 yang mengalami retak mencapai 7 tebu. Dilihat dari jumlah retakan maka dapat diketahui bahwa pisau tipe 3 lebih menghasilkan potongan tebu yang lebih baik. Untuk mengetahui perbandingan jumlah retakan pada setiap pisau maka dibuat grafik yang menunjukkan jumlah panjang retakan dari semua perlakuan. Grafik dapat dilihat pada Gambar 30. Gambar 30. Grafik perbandingan panjang total retakan (cm) pada setiap pisau. Berdasarkan grafik pada Gambar 30, dapat dilihat bahwa pisau tipe 1 memiliki jumlah panjang retakan yang besar dengan mencapai cm, kemudian untuk pisau tipe 2 mencapai panjang total retakan 163.3cm, dan pisau tipe 3 memiliki nilai panjang total retakan mencapai 94.2 cm. Berdasarkan total panjang retakan ini dapat disimpulkan bahwa pisau tipe 3 dapat meminimalkan retakan pada proses kepras tebu. 29

42 IV. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Perbedaan bentuk ujung pisau pemotong tebu yang dicoba tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada daya pemotongan batang tebu. 2. Kecepatan maju pemotongan yang lebih cepat (pitch pemotongan lebih besar) membutuhkan daya pemotongan tebu yang lebih besar, di mana pada kecepatan maju 0.5 m/s membutuhkan daya rata-rata 94 Watt sedangkan pada kecepatan maju 0.3 m/s membutuhkan daya rata-rata 76 Watt. 3. Posisi batang tebu terhadap garis pusat putaran pisau tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada besarnya daya pemotongan. 4. Pisau tipe 3 menghasilkan potongan tebu yang lebih baik dari kedua tipe yang lainnya, di mana pisau tipe 3 memberikan 71.4% potongan yang baik, sedangkan pisau tipe 1 dan tipe 2 masing masing hanya memberikan % dan 54.76% potongan yang baik. Demikian juga, total panjang retakan batang tebu hasil pemotongan pisau tipe 3 jauh lebih kecil dari pisau tipe 1 dan Kecepatan maju pemotongan 0.3 m/s (pitch 4.5 mm) lebih baik untuk pengeprasan tebu dibandingkan dengan kecepatan 0.5 m/s (pitch 7.5 mm), dalam penggunaan daya yang lebih kecil dan hasil pemotongan yang lebih baik. B. Saran Sebaiknya dalam proses pengeprasan di lapangan menggunakan pisau tipe 3 dengan pitch 4.5 mm dan kecepatan yang digunakan 0.3 m/s. Karena berdasarkan hasil yang diperoleh dari perlakuan tersebut menghasilkan daya yang rendah dan hasil pemotongan yang baik dibandingkan kedua pisau lainnya. 30

43 DAFTAR PUSTAKA Barnes AC The Sugarcane. Leonald Hill. London. 456 p. Berge OL Design And Performance Characteristics Of The Flywheel Typeforage Harvester Cutterhead. Agricultural Engineering 32: Blevins FZ, Hansen J Analysis of Forage Harvester Design. Agricultural Engineering 37: Budihardjo Uji Coba Mesin Tebu di Pabrik Gula Jatitujuh Jatibarang, Cirebon. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Chapman SR and Carter LP Crop Production, Principles, and Practice. San Fransisco : W.H Freeman and Company. [Deptan] Departemen Pertanian. Luas Areal, produktivitas dan produksi tebu.. [19 Feb 2011]. Faturrohim R Uji Kinerja Alat Kepras Tebu Tipe Piringan Berputar (Kepras Pintar) Prototipe - 2. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Feri Pengujian Prototipe Alat Kepras Tebu Tipe Piringan Berputar. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Haryanti V Analisa Sistem Pemanenan Tebu (saccharum offcinarum L.) yang Optimal di PG Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Humbert RP The Growing of Sugar Cane. Amsterdam : Elsevier Publishing Company. Hutasoit GF Penelitian pendahuluan tentang hubungan sifat fisik tebu dengan tingkat pencacahan. Majalah Perusahaan Gula 2: King NJ, Mungomery RW, and Hughes CG Manual of Cane Growing. Halstead Press. Sidney. 349p. Koswara E Pengaruh Kedalaman Kepras Terhadap Pertunasan Tebu. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, Pasuruan, 23-25November P3GI. hlm Lisyanto Evaluasi Parameter Desain Bajak Piring yang Diputar Untuk Pengeprasan Tebu Lahan Kering. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Notojoewono Berkebun Tebu Lengkap. Yogyakarta. Persson S Mechanics of Cutting Plant Material. Michigan : American Society of Agricultural Engineering. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). [22 Feb 2011]. Saputro HA Desain dan Pengujian Alat Kepras Tebu Tipe Piringan Berputar. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Shingley JE, Mischke CR Mechanical Engineering Design. New York : McGraw-Hill. Sularso, Suga K Dasar Perancangan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta : Pradnya Paramita. Sutardjo E Budidaya Tanaman Tebu. Jakarta : Bumi Aksara. Tebu. [2 Feb 2011] Widodo Pengusahaan TRI di Wilayah Kerja PG Tasik Madu PTP XV-XVI, Surakarta, Jawa Tengah. Laporan Keterampilan Profesi Jurusan Budidaya Pertanian IPB. Bogor. 31

44 LAMPIRAN 32

45 Lampiran 1. Data arus dan tegangan hasil pengukuran. NO PERLAKUAN : 1 Sample V I V' I' NO PERLAKUAN : 4 Sample V I V' I' NO PERLAKUAN : 2 Sample V I V' I' NO PERLAKUAN : 5 Sample V I V' I' NO PERLAKUAN : 3 Sample V I V' I' NO PERLAKUAN : 6 Sample V I V' I'

46 NO PERLAKUAN : 7 Sample V I V' I' NO PERLAKUAN : 11 Sample V I V' I' NO PERLAKUAN : 8 Sample V I V' I' NO PERLAKUAN : 12 Sample V I V' I' NO PERLAKUAN : 9 Sample V I V' I' NO PERLAKUAN : 13 Sample V I V' I' NO PERLAKUAN : 10 Sample V I V' I' NO PERLAKUAN : 14 Sample V I V' I'

47 NO PERLAKUAN : 15 Sample V I V' I' NO PERLAKUAN : 16 Sample V I V' I' NO PERLAKUAN : 17 Sample V I V' I' NO PERLAKUAN : 18 Sample V I V' I'

48 Lampiran 2. Data retakan dan panjang retakan pada tebu hasil kepras. NO PERLAKUAN : 1 Sample Jumlah retakan Panjang Retakan (mm) Diameter (cm) , 75, 52, 50, 61, , 34, 39, 35, , 40, 30, 25, 33, , 20, 54, 50, Ket /2 kulit pecah /2 kulit pecah /3 kulit pecah NO PERLAKUAN : 2 Sample Jumlah retakan Panjang Retakan (mm) Diameter (cm) Ket /3 kulit pecah /3 kulit pecah /3 kulit pecah , 40, 55, 43, 40, /3 kulit pecah , NO PERLAKUAN : 3 Jumlah Panjang Retakan Sample retakan (mm) Diameter (cm) Ket /2 bagian pecah /3 bagian pecah /5 bagian pecah /5 bagian pecah /2 bag kulit pecah tebu pecah 36

49 NO PERLAKUAN : 4 Jumlah Panjang Retakan Sample retakan (mm) Diameter (cm) , 39, 30, 42, 33, Ket /3 bagian pecah , 64, /3 kulit terkelupas /4 pecah NO PERLAKUAN : 5 Jumlah Panjang Retakan Sample retakan (mm) Diameter (cm) , 70, 23, Ket /3 kulit terkelupas , 78, 94, 97, 105, , , 62, , 87, 71, NO PERLAKUAN : 6 Jumlah Panjang Retakan Sample retakan (mm) Diameter (cm) Ket /3 pecah kulit pecah tebu pecah 1/ tebu pecah 1/ /3 kulit pecah tebu pecah 1/ tebu pecah 1/3 NO PERLAKUAN : 7 Jumlah Panjang Retakan Sample retakan (mm) Diameter (cm) Ket /3 bag kulit pecah , /3 bag kulit pecah /3 kulit terkelupas /2 bag kulit pecah 37

50 NO PERLAKUAN : 8 Jumlah Panjang Retakan Sample retakan (mm) Diameter (cm) , 87, Ket /3 tebu pecah /2 bag kulit pecah /2 bag kulit pecah , 75, bag kulit pecah NO PERLAKUAN : 9 Jumlah Panjang Retakan Sample retakan (mm) Diameter (cm) Ket /2 bag kulit pecah /3 kulit terkelupas /3 tebu pecah /2 bag kulit pecah /3 bag kulit pecah NO PERLAKUAN : 10 Jumlah Panjang Retakan Sample retakan (mm) Diameter (cm) Ket. NO PERLAKUAN : 11 Jumlah Panjang Retakan Sample retakan (mm) Diameter (cm) Ket /4 tebu pecah /3 bag kulit pecah /3 bag kulit pecah ,

51 NO PERLAKUAN : 12 Jumlah Panjang Retakan Sample retakan (mm) Diameter (cm) Ket /2 bag kulit pecah /3 tebu pecah /4 bag kulit pecah /3 tebu pecah /3 tebu pecah /3 bag kulit pecah NO PERLAKUAN : 13 Jumlah Panjang Retakan Sample retakan (mm) Diameter (cm) Ket /2 bag kulit pecah /2 bag kulit pecah , /3 tebu pecah NO PERLAKUAN : 14 Jumlah Panjang Retakan Sample retakan (mm) Diameter (cm) Ket /4 tebu pecah /2 bag kulit pecah NO PERLAKUAN : 15 Jumlah Panjang Retakan Sample retakan (mm) Diameter (cm) Ket kulit pecah /2 bag kulit pecah /4 bag kulit pecah /4 bag kulit pecah /4 bag kulit pecah /4 bag kulit pecah 39

52 NO PERLAKUAN : 16 Jumlah Panjang Retakan Sample retakan (mm) Diameter (cm) , , Ket /2 bag kulit pecah /3 bag kulit pecah /2 tebu pecah NO PERLAKUAN : 17 Jumlah Panjang Retakan Sample retakan (mm) Diameter (cm) , 85, Ket /2 bag kulit pecah /2 bag kulit pecah /2 bag kulit pecah /2 bag kulit pecah /3 bag kulit pecah NO PERLAKUAN : 18 Jumlah Panjang Retakan Sample retakan (mm) Diameter (cm) Ket /5 tebu pecah /2 bag kulit pecah /3 bag kulit pecah /2 tebu pecah 40

53 Lampiran 3. Data daya, torsi, dan gaya hasil perhitungan. Perlakuan 1 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata Perlakuan 2 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata Perlakuan 3 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata

54 Perlakuan 4 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata Perlakuan 5 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata Perlakuan 6 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata

55 Perlakuan 7 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata Perlakuan 8 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata Perlakuan 9 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata

56 Perlakuan 10 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata Perlakuan 11 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata perlakuan 12 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata

57 Perlakuan 13 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata Perlakuan 14 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata Perlakuan 15 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata

58 Perlakuan 16 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata Perlakuan 17 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata Perlakuan 18 V I V' I' P P' Δ P T F Sampel (Volt) (Amp) (Volt) (Amp) (Watt) (Watt) (Watt) (Nm) (N) Rata rata

59 Lampiran 4. Gambar alat dan instrumen pengujian. Clampmeter Tachometer Motor listrik 1 Hp Motor listrik 3 Hp (variable speed) 47

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Tebu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Tebu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tumbuhan monokotil dari famili rumputrumputan (Gramineae) yang merupakan tanaman untuk bahan baku gula. Batang tanaman tebu memiliki

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8)

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8) III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2011 di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Pelaksanaan penelitian terbagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon Saat ini proses budidaya tebu terdapat dua cara dalam penanaman. Pertama dengan cara Plant Cane dan kedua dengan Ratoon Cane. Plant Cane adalah tanaman tebu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Putaran Pisau Simulasi dilakukan untuk menduga bentuk putaran yang akan terjadi pada saat melakukan pengujian. Di samping itu dari hasil simulasi ini dapat diketahui

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : FERI F14103127 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS

Lebih terperinci

Analisis Kecepatan Maju Traktor dan Putaran Pisau Pemotong Pada Pengeprasan Tebu Ratoon

Analisis Kecepatan Maju Traktor dan Putaran Pisau Pemotong Pada Pengeprasan Tebu Ratoon Analisis Kecepatan Maju Traktor dan Putaran Pisau Pemotong Pada Pengeprasan Tebu Ratoon Analysis on Forward Speed of Tractor and The Spin of Cutter Knife on Ratoon Sugarcane Stubble Shaver Syafriandi *1)

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F14104084 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR vii UJI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu untuk keperluan industri gula dibudidayakan melalui tanaman pertama atau plant cane crop (PC) dan tanaman keprasan atau ratoon crop (R). Tanaman keprasan merupakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2010 September 2011. Perancangan dan pembuatan prototipe serta pengujian mesin kepras tebu dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tebu dan Morfologi Tebu Tebu adalah salah satu jenis tanaman monokotil yang termasuk dalam famili Poaceae, yang masuk dalam kelompok Andropogoneae, dan masuk dalam genus Saccharum.

Lebih terperinci

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA LPORN KHIR Insentif Riset SINas 2014 Desain dan Pengujian lat Pemanen dan Pengepras Tebu dengan Memodifikasi dan Memanfaatkan Tenaga Traktor Roda Dua RT-2014-1137 Bidang Prioritas Iptek: 10. Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Mesin Secara keseluruhan mesin kepras tebu tipe rotari terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bagian rangka utama, bagian coulter, unit pisau dan transmisi daya (Gambar

Lebih terperinci

Arzal Bili 1, Syafriandi 1, Mustaqimah 2 Program Studi Teknik pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Arzal Bili 1, Syafriandi 1, Mustaqimah 2 Program Studi Teknik pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Pengaruh Kedalaman Keprasan Tebu dengan Menggunakan Mesin Kepras Traktor Roda Dua Terhadap Kualitas Keprasan dan Pertumbuhan Tunas Effect of Stubble Cane Cutting Depth by Using Cutting Machine Two Wheel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Sisa Panen

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Sisa Panen HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Sisa Panen Kondisi lahan di PG Jatitujuh setelah penebangan umumnya tertutup oleh serasah atau pucuk-pucuk tebu sisa pemanenan. Serasah tersebut

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW Prototip mole plow mempunyai empat bagian utama, yaitu rangka three hitch point, beam, blade, dan mole. Rangka three hitch point merupakan struktur

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT TEBANG TEBU MANUAL TIPE TAJAK SKRIPSI. Oleh: OKTAFIL ULYA F

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT TEBANG TEBU MANUAL TIPE TAJAK SKRIPSI. Oleh: OKTAFIL ULYA F PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT TEBANG TEBU MANUAL TIPE TAJAK SKRIPSI Oleh: OKTAFIL ULYA F14054386 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT

Lebih terperinci

MODIFIKASI PROTOTIPE MESIN PEMANGKAS RUMPUT POTRUM MODEL BBE-01 MENJADI BBE-02 (BACK PACK BRUSH CUTTER ENGINE-02) SKRIPSI

MODIFIKASI PROTOTIPE MESIN PEMANGKAS RUMPUT POTRUM MODEL BBE-01 MENJADI BBE-02 (BACK PACK BRUSH CUTTER ENGINE-02) SKRIPSI MODIFIKASI PROTOTIPE MESIN PEMANGKAS RUMPUT POTRUM MODEL BBE-01 MENJADI BBE-02 (BACK PACK BRUSH CUTTER ENGINE-02) SKRIPSI Oleh: REZA PAHLEVI F141051251 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : FERI F14103127 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F141484 29 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR vii UJI KINERJA

Lebih terperinci

Desain Alat Kepras Tebu dengan Tenaga Hand Traktor untuk Meningkatkan Mutu Tebu Keprasan ABSTRAK

Desain Alat Kepras Tebu dengan Tenaga Hand Traktor untuk Meningkatkan Mutu Tebu Keprasan ABSTRAK Desain Alat Kepras Tebu dengan Tenaga Hand Traktor untuk Meningkatkan Mutu Tebu Keprasan Syafrindi, Andriani Lubis, Kiman Siregar 1 Staf Pengajar Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Unsyiah

Lebih terperinci

ROI{A TEKNIK PERTAhIIAN

ROI{A TEKNIK PERTAhIIAN ISSN 2085-26t4 ROI{A TEKNIK PERTAhIIAN Jurnal Ilmiah dan Penerapan Keteknikan Peftanuan Volume 5, No. 2o Oktober 2012 Program Sfudi Teknik Pertanian Fakultas Pertantan Universitas Syiah Kuala Darussalam,Banda

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Konsep perencanaan komponen yang diperhitungkan sebagai berikut: a. Motor b. Reducer c. Daya d. Puli e. Sabuk V 2.2 Motor Motor adalah komponen dalam sebuah kontruksi

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F14103133 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Desember 2011 dan dilaksanakan di laboratorium lapang Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen

Lebih terperinci

Jumlah serasah di lapangan

Jumlah serasah di lapangan Lampiran 1 Perhitungan jumlah serasah di lapangan. Jumlah serasah di lapangan Dengan ketinggian serasah tebu di lapangan 40 cm, lebar alur 60 cm, bulk density 7.7 kg/m 3 dan kecepatan maju traktor 0.3

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat sebagai berikut. 1) Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kegiatan penelitian yang meliputi perancangan, pembuatan prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya

Lebih terperinci

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR Oleh: GINA AGUSTINA F14102037 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DESAIN RODA

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM Oleh : ARIEF SALEH F14102120 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Arief Saleh. F14102120.

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN Perancangan atau desain mesin pencacah serasah tebu ini dimaksudkan untuk mencacah serasah yang ada di lahan tebu yang dapat ditarik oleh traktor dengan daya 110-200

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F14103078 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu Berdasarkan hasil survey lapangan di PG. Subang, Jawa barat, permasalahan yang dihadapi setelah panen adalah menumpuknya sampah

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN 3.1. Diagram Alur Perencanaan Proses perencanaan pembuatan mesin pengupas serabut kelapa dapat dilihat pada diagram alur di bawah ini. Gambar 3.1. Diagram alur perencanaan

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT. Oleh: VIDY HARYANTI F

ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT. Oleh: VIDY HARYANTI F ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT Oleh: VIDY HARYANTI F14104067 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh : ARI SEMBODO F14101098 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Alat dan Bahan untuk Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Alat dan Bahan untuk Penelitian Pendahuluan 37 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pendahuluan mengenai bentuk dan dimensi guludan tanaman keprasan, tahanan penetrasi dan tahanan geser tanah, gaya cabut satu rumpun tunggul tebu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan April 2011. Tempat perancangan dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian IPB. Pengambilan

Lebih terperinci

RONA TEKNIK PERTAI{IAN

RONA TEKNIK PERTAI{IAN rssn 208s-2614 RONA TEKNIK PERTAI{IAN Jurnal Ilmiah dan Pener ap an Ketekn tkan P ertanuan Volume 4, No. I, April 2012 Program Sfudi Teknik Pertanuan Fakultas Pertantan Universitas Syiah l(uala Darussalam,Banda

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A.WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010. Desain pembuatan prototipe, uji fungsional dan uji kinerja dilaksanakan di Bengkel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN PENDAHULUAN Pengujian ini bertujuan untuk merancang tingkat slip yang terjadi pada traktor tangan dengan cara pembebanan engine brake traktor roda empat. Pengujian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR Oleh: SARI ROSMAWATI F14102049 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) seperti terlihat pada Gambar 1. merupakan family graminae yang dapat tumbuh di berbagai kondisi tanah dan iklim. Menurut Notojoewono

Lebih terperinci

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah)

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) OLEH: PRIAGUNG BUDIHANTORO F14103010 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 2013. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pembuatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kebutuhan Daya Diketahui: Massa silinder pencacah (m)

Lampiran 1. Analisis Kebutuhan Daya Diketahui: Massa silinder pencacah (m) LAMPIRAN 74 75 Lampiran 1. Analisis Kebutuhan Daya Diketahui: Massa silinder pencacah (m) : 15,4 kg Diameter silinder pencacah (D) : 37,5cm = 0,375 m Percepatan gravitasi (g) : 9,81 m/s 2 Kecepatan putar

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi BAB II DASAR TEORI Dasar teori yang digunakan untuk pembuatan mesin pemotong kerupuk rambak kulit adalah sistem transmisi. Berikut ini adalah pengertian-pengertian dari suatu sistem transmisi dan penjelasannya.

Lebih terperinci

PERANCANGAN MESIN PEMERAS SANTAN DENGAN SISTEM ROTARI KAPASITAS 281,448 LITER/JAM

PERANCANGAN MESIN PEMERAS SANTAN DENGAN SISTEM ROTARI KAPASITAS 281,448 LITER/JAM PERANCANGAN MESIN PEMERAS SANTAN DENGAN SISTEM ROTARI KAPASITAS 281,448 LITER/JAM Ir.Soegitamo Rahardjo 1, Asep M. Tohir 2 Lecture 1,College student 2,Departement of machine, Faculty of Engineering, University

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara yang berbasis pertanian umumnya memiliki usaha tani keluarga skala kecil dengan petakan lahan yang sempit. Usaha pertanian ini terutama

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2010 Pembuatan prototipe hasil modifikasi dilaksanakan di Bengkel Departemen Teknik

Lebih terperinci

UJI KINERJA BULLDOZER MINI BERBASIS TRAKTOR TANGAN TIPE TREK. Oleh : ANDIKA KURNIAWAN F

UJI KINERJA BULLDOZER MINI BERBASIS TRAKTOR TANGAN TIPE TREK. Oleh : ANDIKA KURNIAWAN F UJI KINERJA BULLDOZER MINI BERBASIS TRAKTOR TANGAN TIPE TREK Oleh : ANDIKA KURNIAWAN F14101077 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI KINERJA BULLDOZER

Lebih terperinci

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alur Perencanaan Proses perancangan alat pencacah rumput gajah seperti terlihat pada diagram alir berikut ini: Mulai Pengamatan dan Pengumpulan Perencanaan Menggambar

Lebih terperinci

EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING

EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING LISYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 0 0 7 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini terjadi ketidak seimbangan antara produksi dan konsumsi gula. Kebutuhan konsumsi gula dalam negeri terjadi peningkatan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA DAYA POROS MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN WATER BRAKE DYNAMOMETER YANG SUDAH DIMODIFIKASI

EVALUASI KINERJA DAYA POROS MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN WATER BRAKE DYNAMOMETER YANG SUDAH DIMODIFIKASI EVALUASI KINERJA DAYA POROS MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN WATER BRAKE DYNAMOMETER YANG SUDAH DIMODIFIKASI Oleh : PRAMUDITYA AZIZ FATIHA F14053142 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN A. ANALISIS PENGATUR KETINGGIAN Komponen pengatur ketinggian didesain dengan prinsip awal untuk mengatur ketinggian antara pisau pemotong terhadap permukaan tanah, sehingga

Lebih terperinci

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh: ALAM MUHARAM F14102005 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PEMOTONG KABEL ROBOTIK TIPE WORM GEAR

RANCANG BANGUN ALAT PEMOTONG KABEL ROBOTIK TIPE WORM GEAR RANCAN BANUN ALAT PEMOTON KABEL ROBOTIK TIPE WORM EAR Estiko Rijanto Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik (Telimek) LIPI Kompleks LIPI edung 0, Jl. Cisitu No.1/154D, Bandung 40135, Tel: 0-50-3055;

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Motor Listrik

BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Motor Listrik BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Transmisi bertujuan untuk meneruskan daya dari sumber daya ke sumber daya lain, sehingga mesin pemakai daya tersebut bekerja menurut kebutuhan yang diinginkan.

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.KONDISI SERASAH TEBU DI LAHAN Sampel lahan pada perkebunan tebu PT Rajawali II Unit PG Subang yang digunakan dalam pengukuran profil guludan disajikan dalam Gambar 38. Profil guludan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan September 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING

EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING LISYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 7 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT Oleh : SUPRIYATNO F141 02 105 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pembuatan Alat 3.1.1 Waktu dan Tempat Pembuatan alat dilaksanakan dari bulan Maret 2009 Mei 2009, bertempat di bengkel Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo,

Lebih terperinci

ALAT DAN MESIN PANEN PADI

ALAT DAN MESIN PANEN PADI ALAT DAN MESIN PANEN PADI Sejalan dengan perkembangan teknologi dan pemikiran-pemikiran manusia dari jaman ke jaman, cara pemungutan hasil (panen) pertanian pun tahap demi tahap berkembang sesuai dengan

Lebih terperinci

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Pada perancangan suatu kontruksi hendaknya mempunyai suatu konsep perencanaan. Untuk itu konsep perencanaan ini akan membahas dasar-dasar teori

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Mulai. Dipasang pulley dan v-belt yang sesuai. Ditimbang kelapa parut sebanyak 2 kg. Dihidupkan mesin pemeras santan sistem screw press

LAMPIRAN. Mulai. Dipasang pulley dan v-belt yang sesuai. Ditimbang kelapa parut sebanyak 2 kg. Dihidupkan mesin pemeras santan sistem screw press LAMPIRAN Lampiran 1. Flowchart pelaksanaan penelitian Mulai Dipasang pulley dan v-belt yang sesuai Ditimbang kelapa parut sebanyak Dihidupkan mesin pemeras santan sistem screw press Dimasukkan kelapa perut

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE A. BAHAN BAB III BAHAN DAN METODE Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Besi plat esser dengan ketebalan 2 mm, dan 5 mm, sebagai bahan konstruksi pendorong batang,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 16 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah modifikasi alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi Pertanian

Lebih terperinci

KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS. Oleh : SLAMET EKA DANNY PRIYADI F

KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS. Oleh : SLAMET EKA DANNY PRIYADI F KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS Oleh : SLAMET EKA DANNY PRIYADI F14103101 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan dalam famili gramineae. Seperti halnya padi dan termasuk kategori tanaman semusim, tanaman tebu tumbuh

Lebih terperinci

PENGARUH KETINGGIAN PEMANGKASAN DENGAN MESIN POTRUM SRT-03 TERHADAP TORSI PEMANGKASAN DAN KUALITAS LAPANGAN RUMPUT BERMUDA

PENGARUH KETINGGIAN PEMANGKASAN DENGAN MESIN POTRUM SRT-03 TERHADAP TORSI PEMANGKASAN DAN KUALITAS LAPANGAN RUMPUT BERMUDA PENGARUH KETINGGIAN PEMANGKASAN DENGAN MESIN POTRUM SRT-03 TERHADAP TORSI PEMANGKASAN DAN KUALITAS LAPANGAN RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon) TIFF WAY 146 I PUTU SURYA WIRAWAN PROGRAM STUDI ILMU KETEKNIKAN

Lebih terperinci

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 Oleh : Galisto A. Widen F14101121 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi 2.2 Motor Listrik

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi 2.2 Motor Listrik BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi Sistem transmisi dalam otomotif, adalah sistem yang berfungsi untuk konversi torsi dan kecepatan (putaran) dari mesin menjadi torsi dan kecepatan yang berbeda-beda

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN VISKOSITAS Viskositas merupakan nilai kekentalan suatu fluida. Fluida yang kental menandakan nilai viskositas yang tinggi. Nilai viskositas ini berbanding terbalik

Lebih terperinci

yang tinggi dan ragam penggunaan yang sangat luas (Kusumaningrum,2005).

yang tinggi dan ragam penggunaan yang sangat luas (Kusumaningrum,2005). 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Juta ton BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan sumber pangan utama yang digunakan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Di Indonesia,

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perencanaan Proses perencanaan mesin pembuat es krim dari awal sampai akhir ditunjukan seperti Gambar 3.1. Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN 19 BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN 31 Diagram Alur Proses Perancangan Proses perancangan mesin pengupas serabut kelapa seperti terlihat pada diagram alir berikut ini: Mulai Pengamatan dan Pengumpulan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut: BAB II DASAR TEORI 2.1 Daya Penggerak Secara umum daya diartikan sebagai suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah kerja, yang dinyatakan dalam satuan Watt ataupun HP. Penentuan besar daya

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN BUD CHIP TEBU (Saccharum officinarum L.) SKRIPSI OLEH:

PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN BUD CHIP TEBU (Saccharum officinarum L.) SKRIPSI OLEH: PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN BUD CHIP TEBU (Saccharum officinarum L.) SKRIPSI OLEH: ARIF AL QUDRY / 100301251 Agroteknologi Minat- Budidaya Pertanian Perkebunan PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK 3.1 Perancangan dan pabrikasi Perancangan dilakukan untuk menentukan desain prototype singkong. Perancangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Potato peeler atau alat pengupas kulit kentang adalah alat bantu yang digunakan untuk mengupas kulit kentang, alat pengupas kulit kentang yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN MESIN PELUBUR KERTAS BEKAS. HARRY SUNARDI;

PERANCANGAN MESIN PELUBUR KERTAS BEKAS. HARRY SUNARDI; 1 PERANCANGAN MESIN PELUBUR KERTAS BEKAS HARRY SUNARDI; sunardi.harry@gmail.com ABSTRAK Bubur kertas adalah langkah awal dalam proses daur ulang kertas, adapun daur ulang kertas harus ditingkatkan secara

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH Proses pembuatan rangka pada mesin pemipih dan pemotong adonan mie harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut meliputi gambar kerja, bahan,

Lebih terperinci

DESAIN MESIN KOMPOSTER SKALA INDUSTRI KECIL

DESAIN MESIN KOMPOSTER SKALA INDUSTRI KECIL DESAIN MESIN KOMPOSTER SKALA INDUSTRI KECIL Gatot Pramuhadi 1), Abdul Wahhaab 2), Gina Rahmayanti 2), Nurwan Wahyudi 2), Syahidin Nurul Ikhwan 2) 1) Dosen Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. sangat penting, yaitu untuk menghilangkan kulit atau penutup luar buah atau

BAB II DASAR TEORI. sangat penting, yaitu untuk menghilangkan kulit atau penutup luar buah atau BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Pengupasan Pengupasan merupakan pra-proses dalam pengolahan agar didapatkan bahan panganyang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan memiliki tujuan yang sangat penting,

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PEMOTONG KERUPUK RAMBAK KULIT (SISTEM TRANSMISI)

RANCANG BANGUN MESIN PEMOTONG KERUPUK RAMBAK KULIT (SISTEM TRANSMISI) RANCANG BANGUN MESIN PEMOTONG KERUPUK RAMBAK KULIT (SISTEM TRANSMISI) PROYEK AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Oleh: BUDDHI PUTRANTA NIM I8613006 PROGRAM DIPLOMA

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 14 METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian terdiri dari : (1) proses desain, () konstruksi alat, (3) analisis desain dan (4) pengujian alat. Adapun skema tahap penelitian seperti

Lebih terperinci

IV. ANALISIS TEKNIK. Pd n. Besarnya tegangan geser yang diijinkan (τ a ) dapat dihitung dengan persamaan :

IV. ANALISIS TEKNIK. Pd n. Besarnya tegangan geser yang diijinkan (τ a ) dapat dihitung dengan persamaan : A. POROS UTAMA IV. ANALISIS TEKNIK Menurut Sularso dan K. Suga (1997), untuk menghitung besarnya diameter poros yang digunakan adalah dengan menentukan daya rencana Pd (kw) dengan rumus : Pd = fcp (kw)...

Lebih terperinci

ALTERNATIF DESAIN MEKANISME PENGENDALI

ALTERNATIF DESAIN MEKANISME PENGENDALI LAMPIRAN LAMPIRAN 1 : ALTERNATIF DESAIN MEKANISME PENGENDALI Dari definisi permasalahan yang ada pada masing-masing mekanisme pengendali, beberapa alternatif rancangan dibuat untuk kemudian dipilih dan

Lebih terperinci