ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H"

Transkripsi

1 ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN NOVIE ILLYA SASANTI. Analisis Pengaruh Variabel-Variabel Makroekonomi terhadap Pertumbuhan Obligasi Pemerintah di Indonesia (dibimbing oleh BUNASOR SANIM). Krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan perubahan paradigma dalam sistem kebijakan moneter dan sistem perbankan di Indonesia. Namun pascakrisis neraca bank perlahan-lahan mengalami perubahan secara fundamental karena adanya rekapitalisasi perbankan melalui penerbitan obligasi pemerintah. Penerbitan obligasi pemerintah merupakan salah satu cara pemerintah untuk mengatasi masalah dari tekanan fiskal. Terutama untuk menutup anggaran defisit berimbang. Selain itu, obligasi pemerintah diharapkan dapat menarik dana masyarakat yang disimpan di luar negeri, menarik investor finansial dalam negeri agar berminat memegang obligasi pemerintah, menarik dana para investor finansial luar negeri dan meningkatkan kinerja sektor finansial terutama pelaksanaan kebijakan moneter khususnya melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT). Penerbitan obligasi ditujukan untuk menutup pendanaan yang tidak dapat dipenuhi oleh penerimaan dari pajak. Melihat pentingnya obligasi pemerintah sebagai alternatif pembiayaan pembangunan, maka harus memperhatikan variabel-variabel ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhannya. Selain itu, perlu diperhatikan juga adanya infrastruktur hukum yang memadai dan telah dikeluarkannya UU No. 24 Tahun 2004 yang memberikan kepastian hukum kepada para investor. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel-variabel ekonomi yaitu jumlah uang beredar, laju inflasi, pendapatan nasional, tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah, dan suku bunga deposito terhadap obligasi pemerintah di Indonesia dan melihat respon dari obligasi pemerintah terhadap guncangan variabel-variabel ekonomi tersebut, serta menganalis variabel ekonomi manakah yang paling dominan mempengaruhi pertumbuhan obligasi pemerintah. Untuk melakukan analisis tersebut, jenis data yang digunakan dalam adalah data sekunder berupa time series, maka digunakan analisis kuantitatif Vector Auto Regression (VAR) yang dilanjutkan dengan Vector Error Correction Model (VECM) karena variabel-variabel yang digunakan stasioner dan terkointegrasi. Hasil estimasi VECM, pengaruh dari enam variabel makroekonomi yaitu suku bunga deposito (RDPSTO), jumlah uang beredar (MS), nilai tukar riil (RER), pendapatan nasional (GDPRIIL), suku bunga SBI (R), dan laju inflasi (INF) terhadap variabel obligasi pemerintah riil (OBGRIIL) adalah pada jangka pendek, variabel ekonomi yang berpengaruh positif terhadap obligasi pemerintah riil adalah obligasi pemerintah rill itu sendiri, suku bunga deposito, nilai tukar riil, laju inflasi, sedangkan yang berpengaruh negatif terhadap obligasi pemerintah riil adalah jumlah uang beredar, pendapatan nasional, suku bunga SBI. Pada jangka panjang hanya tiga variabel yang berpengaruh terhadap obligasi pemerintah, karena ada empat persamaan yang terkointegrasi, variabel yang berpengaruh positif terhadap obligasi

3 pemerintah riil adalah suku bunga SBI dan pendapatan nasional, sedangkan yang berpengaruh negatif adalah suku bunga deposito. Hasil estimasi the impuls response function (IRF), respon negatif obligasi pemerintah dihasilkan dari guncangan variabel nilai tukar riil, laju inflasi, suku bunga deposito, suku bunga SBI, sedangkan respon positif obligasi pemerintah dihasilkan dari guncangan variabel jumlah uang beredar, pendapatan nasional. Melihat berfluktuasinya variabel-variabel makroekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan pasar obligasi pemerintah di Indonesia yang tidak menentu, maka untuk menciptakan kedalaman pasar (market deepening), diharapkan pemerintah mempunyai sistem informasi yang baik mengenai perkiraan perubahan variabel-variabel makroekonomi tersebut, misalnya melalui early warning system. Hasil Estimasi VECM, dari Variance Decompisition (VD), variabel yang paling mempengaruhi obligasi pemerintah riil sesuai dengan urutan pengaruh terbesar adalah obligasi pemerintah riil itu sendiri, suku bunga deposito, jumlah uang beredar, nilai tukar rupiah, pendapatan nasional, suku bunga SBI, dan laju inflasi. Hal ini menyebabakan pemerintah harus lebih memperhatikan kebijakan yang akan diambil, kebijakan yang seharusnya diambil adalah kebijakan suku bunga dalam proses pengendalian jumlah uang beredar.

4 ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA Oleh Novie Illya Sasanti H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama mahasiswa : Novie Illya Sasanti Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Variabel-Variabel Makroekonomi terhadap Pertumbuhan Obligasi Pemerintah di Indonesia Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, Prof. Dr. Ir. H. Bunasor Sanim, M.Sc NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Rina Oktaviani, Ph.D NIP Tanggal Kelulusan:

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR- BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Agustus 2008 Novie Illya Sasanti H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis yang bernama Novie Illya Sasanti lahir pada tanggal 18 November 1986 di Bojonegoro, sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Timur. Penulis anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Ir. RM. Ichwal Subagjo, S.H, M.Si, dan Endyk Setyaningsih. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Kadipaten IV Bojonegoro pada tahun 1998, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bojonegoro pada tahun yang sama dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 1 Bojonegoro dan lulus pada tahun Pada tahun 2004 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir. Penulis masuk IPB melalui Undangan Saringan Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program studi Ilmu Ekonomi pada fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Syariah Economy Student Club (SES-C), dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Judul skripsi ini adalah Analisis Pengaruh Variabel-Variabel Makroekonomi terhadap Pertumbuhan Obligasi Pemerintah di Indonesia. Penerbitan Obligasi Pemerintah merupakan salah satu cara untuk mengatasi beban fiskal, terutama untuk menutup anggaran defisit berimbang dan mengurangi hutang luar negeri. Melihat pentingnya obligasi pemerintah sebagai alternatif pembiayaan pembangunan, maka harus memperhatikan variabel-variabel ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhannya. Selain itu, perlu diperhatikan juga adanya infrastruktur hukum yang memadai dan telah dikeluarkannya UU No. 24 Tahun 2004 yang memberikan kepastian hukum kepada para investor. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis, yaitu Ir. RM. Ichwal Subagjo, S.H, M.Si, dan Endyk Setyaningsih, serta saudara penulis yaitu Meryta Nurlia Sasanti atas doa, inspirasi, dan dorongan materi serta moral yang sangat besar artinya bagi perjalanan hidup penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Bunasor Sanim, M.Sc, selaku dosen pembimbing skripsi, Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec, selaku dosen penguji utama sidang, dan Bapak Jaenal Effendi, MA, selaku dosen penguji komdik, yang telah membantu memberikan saran dan kritik dalam penyelesaian skripsi ini, serta seluruh staf Departemen Ilmu Ekonomi yang banyak membantu penulis dalam proses perkuliahan. Penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada sahabat-sahabat tercinta IE 41 yang tidak bisa disebut namanya satu-persatu, khususnya Imeh, Puspa,

9 Meda, Prima, Novi, Icha, Duvi, Putroz, Iyo, dan teman-teman kosan perwira 48 Risa, Mika, Ngkong, Umi, penghuni rumah warna Sabri atas segala doa, motivasi, cinta, kasih sayang, kekesalan dan semangat dalam hidup yang membuat hidup penulis penuh warna. Terimakasih juga kepada manusia pintar Yuliana, Yogi, Luki atas doa, dan ajaran-ajaran berharga dalam belajar, serta teman-teman satu bimbingan skripsi Dwi, Septy, Fabya, terimakasih atas doa dan kerjasamanya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Bogor, Agustus 2008 Novie Illya Sasanti H

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Obligasi Definisi Obligasi Pemerintah Jenis-jenis Obligasi Pemerintah Teori Portofolio Teori Portofolio dari Permintaan Uang Teori Portofolio Markowitz Teori Mekanisme Transmisi (Transmission Mechanism Theory) Pendapatan Nasional Monetary Theory of Exchange Rate Nilai Tukar Teori Paritas Suku Bunga Jumlah Uang Beredar dan Inflasi Posisi dan Arti IS-LM dalam Penentuan Kebijakan Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran III. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data... 30

11 Vector Auto Regression (VAR) Model Umum Vector AutoRegression (VAR) Uji Stasioneritas Penetapan Lag Optimal Uji Kointegrasi Model Umum Vector Error Correction Model (VECM) Impulse Responses Function (IRF) Variance Decomposition IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Unit Root Test (Pengujian Akar-Akar Unit) Penetapan Lag Optimal Uji Kointegrasi Pengaruh Variabel-Variabel Ekonomi terhadap Obligasi Pemerintah Pengaruh Variabel-Variabel Ekonomi terhadap Obligasi Pemerintah pada jangka pendek Pengaruh Variabel-Variabel Ekonomi terhadap Obligasi Pemerintah pada jangka panjang Impulse Responses Function (IRF) Respon Obligasi Pemerintah Riil terhadap Guncangan Variabel Nilai Tukar Riil dan Variabel Laju Inflasi Respon Obligasi Pemerintah Riil terhadap Guncangan Variabel Jumlah Uang Beredar dan Suku Bunga Deposito Respon Obligasi Pemerintah Riil terhadap Guncangan Variabel Suku Bunga SBI dan Pendapatan Nasional Pengaruh Variabel-Variabel Ekonomi terhadap Obligasi Pemerintah (Analisis Variance Decomposition) V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran... 58

12 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 61

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 2.1. Penelitian Terdahulu Data, Simbol, dan Sumber Data Hasil Pengujian Non-Stasioneritas pada Tingkat Level Hasil Pengujian Non-Stasioneritas pada Tingkat First Difference Hasil Penetapan Lag Optimal Hasil Uji Kointegrasi Hasil Estimasi VECM Persamaan Obligasi Pemerintah Hasil Variance Decomposition (%) Persamaan Obligasi Pemerintah... 56

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1.1. Rata-rata Perdagangan Obligasi Pemerintah di Pasar Sekunder Kurva LM Vertikal Kurva LM Horisontal Kurva IS Horisontal Kurva IS Vertikal Kerangka Pemikiran Respon Obligasi Pemerintah Riil terhadap Guncangan Variabel Nilai Tukar Riil dan Variabel Laju Inflasi Respon Obligasi Pemerintah Riil terhadap Guncangan Variabel Jumlah Uang Beredar dan Suku Bunga Deposito Respon Obligasi Pemerintah Riil terhadap Guncangan Variabel Suku Bunga SBI dan Pendapatan Nasional... 53

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Uji Stasioneritas pada Tingkat Level Uji Stasioneritas pada Tingkat First Difference Correlation Matrix Uji kestabilan VAR Uji Lag Optimum Uji Kointegrasi Johansen Uji Kointegrasi Estimasi VECM Grafik Impulse Response Function (IRF) Tabel IRF Variance Decomposition Grafik Data Jumlah Uang Beredar Grafik Data Obligasi Pemerintah Riil Grafik Data Nilai Tukar Riil Grafik Data Suku Bunga SBI Grafik Data Suku Bunga Deposito Grafik Data Laju Inflasi Grafik Data Pendapatan Nasional... 82

16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan perubahan paradigma dalam sistem kebijakan moneter dan sistem perbankan di Indonesia. Pertumbuhan perekonomian yang negatif ditunjukkan oleh Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan dari 4.70 persen menjadi persen, laju inflasi meningkat sangat tinggi dari persen menjadi persen, suku bunga SBI meningkat tajam sebesar persen, serta nilai tukar rupiah mencapai Rp per dollar AS (Bank Indonesia, 2000). Neraca bank perlu adanya restrukturisasi dan rekapitalisasi setelah krisis, karena modal bank terkikis oleh kredit bermasalah (NPL) dan melemahnya nilai tukar rupiah, sehingga komposisi utama penggunaan dana bank berpindah dari kredit ke obligasi pemerintah. Dengan risiko kredit yang masih tinggi, ditambah sektor usaha masih dalam proses restrukturisasi, penanaman modal pada surat berharga atau obligasi pemerintah merupakan pilihan menarik dalam portofolio aset perbankan. Obligasi Pemerintah yang telah diterbitkan bertujuan untuk merekapitalisasi beberapa bank sebagai bagian dari program restrukturisasi dan rekapitalisasi sektor perbankan akibat krisis ekonomi (Bank Indonesia, 2001). Kredibilitas pemerintah merupakan unsur yang sangat penting untuk menjadikan obligasi pemerintah sebagai benchmark bagi kegiatan investasi jangka panjang di Indonesia. Meningkatkan permintaan obligasi pemerintah, akan menciptakan kedalaman pasar (market deepness) yang merupakan salah satu pilar

17 2 kekuatan sistem keuangan suatu negara, sehingga instrumen ini bisa menjadi salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional yang dapat diandalkan. Obligasi pemerintah merupakan salah satu alternatif pembiayaan negara. Penerbitan obligasi ditujukan untuk menutup pendanaan yang tidak dapat dipenuhi oleh penerimaan dari pajak. Dalam menerbitkan obligasi, pemerintah dihadapkan pada persoalan pembentukan pasar obligasi yang likuid, efisien dan sustainable. Ada beberapa tujuan dibentuknya pasar obligasi pemerintah. Pertama, sebagai sumber pembiayaan defisit negara. Kedua, menciptakan stabilisasi neraca pembayaran melalui adanya capital inflow. Ketiga, memindahkan risiko anggaran negara ke arah maturitas yang lebih panjang. Keempat, meminimalkan risiko pembiayaan negara melalui distribusi obligasi pemerintah ke beberapa pemegang (Bank Indonesia, 2007). Meningkatnya perdagangan obligasi pemerintah di pasar sekunder saat ini disebabkan beberapa faktor antara lain: Pertama, penurunan suku bunga deposito sejalan dengan penurunan suku bunga SBI, menyebabkan investasi di pasar uang dan deposito perbankan menjadi tidak menarik. Kedua, meningkatnya peran industri reksadana yang menawarkan pendapatan tetap berbasis obligasi pemerintah. Ketiga, kepercayaan pasar terhadap pemerintah makin menguat. Berikut adalah gambar 1.1. diagram posisi outstanding obligasi pemerintah tahun yang menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Namun sejak tahun 2002 komposisi aktiva produktif perbankan mulai mengalami pergeseran. Bila pada tahun-tahun sebelumnya aktiva produktif didominasi oleh obligasi pemerintah, maka sejak tahun 2002 mulai beralih ke kredit. Hingga tahun 2005 porsi kredit terus meningkat sementara porsi SBI dan

18 3 obligasi pemerintah terus menurun seiring dengan semakin membaiknya fungsi intermediasi perbankan. (Laporan Tahunan Bank Indonesia, ). Sumber: Bapepam, Gambar 1.1 Rata-rata Perdagangan Obligasi Pemerintah Kondisi fundamental ekonomi Indonesia tahun 2007 yang mendukung ditunjukkan variabel-variabel makro positif yaitu pertumbuhan ekonomi pada kuartal I, pendapatan nasional sebesar 9,2 Miliar Rupiah meningkat sampai kuartal III sebesar 10,2 Miliar Rupiah, stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga, dengan kecenderungan apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar, laju inflasi mengalami penurunan dari 2007 kuartal II sebasar 7% menjadi 6,6% pada kuartal III, tingkat suku bunga SBI yang relatif stabil sepanjang tahun 2007 rata-rata sebesar 8,5% (Bank Indonesia, 2007). Dilihat dari variabel- variabel ekonomi di atas yang menunjukkan peningkatan signifikan, prospek ekonomi semakin menjanjikan diperkuat dengan kemampuan Bank Indonesia menjalankan kebijakan moneter yang mampu memainkan peranan sebagai penggerak roda perekonomian. Indikator- indikator makro yang positif tersebut didukung pula oleh perkembangan positif pasar modal dan posisi outstanding obligasi pemerintah.

19 4 Selain itu, sejak tahun 2001 pemerintah Indonesia melalui kementriannya telah melakukan beberapa penelitian dan studi banding di beberapa Negara Maju dan Negara Berkembang lainnya, di antaranya adalah Negara Jepang, Hongkong, Filipina dan Negara-negara lainnya yang dianggap telah berhasil menjual Obligasi Ritel Pemerintah (Retail Government Bond), sebagai acuan Pemerintah dalam menjual Obligasi Negara Retail di Indonesia. Pemerintah menyadari bahwa keberadaan Retail Government Bond (RGB) di Indonesia sudah sangat mendesak, hal ini dapat dilihat dari; (i) peran Surat Utang Negara (SUN) sebagai instrumen pembiayaan dalam kebijakan keuangan negara yang semakin meningkat, (ii) kebutuhan untuk meningkatkan kredibilitas SUN sebagai benchmark investasi di Indonesia melalui perluasan kepemilikan SUN di kalangan penduduk. Kredibilitas pemerintah merupakan unsur yang sangat penting untuk menjadikan Obligasi Pemerintah sebagai benchmark bagi kegiatan investasi jangka panjang di Indonesia. Untuk mewujudkan benchmarking sebagaimana dimaksud tersebut antara lain diperlukan manajemen portofolio utang yang tepat, sehingga risk-free value yang melekat pada Obligasi Pemerintah dapat diakui sepenuhnya oleh para investor. Selain itu juga pemerintah harus memperhatikan variabel-variabel ekonomi apa saja yang mempengaruhi perkembangan obligasi pemerintah agar obligasi pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian Indonesia secara nyata Perumusan Masalah Krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah memberikan dampak negatif terhadap pasar modal. Berbagai perkembangan yang kurang menguntungkan telah

20 5 menghalangi perkembangan bursa saham pascakrisis. Masalah stabilitas politik, masalah ketidakpastian hukum, masalah otonomi daerah, masalah belum tuntasnya restrukturisasi utang perusahaan-perusahaan di Indonesia, dan masalah dunia perbankan telah memperburuk iklim investasi di Indonesia. Kenaikan harga minyak dunia, yang menyebabkan kenaikan harga minyak dalam negeri juga meningkat menyebabkan semakin tingginya laju inflasi juga turut mengurangi daya tarik berinvestasi di pasar obligasi pemerintah. Namun pascakrisis memberikan perkembangan yang cukup positif, di mana kapitalisasi pasar mengalami kenaikan yang konsisten. Kesalahan kebijakan moneter pascakrisis adalah kurang efektifnya kebijakan moneter dalam mempengaruhi aktivitas perekonomian. Permasalahan ini terutama berakar dari kondisi neraca perbankan yang masih belum sepenuhnya normal dan belum pulihnya intermediasi perbankan. Hal ini menimbulkan permasalahan dalam sistem moneter yaitu perbankan tergantung pada sumber pendapatan dari surat-surat berharga seperti SBI dan obligasi pemerintah. Dalam kondisi demikian, kenaikan suku bunga kebijakan moneter untuk mengurangi tekanan inflasi dan nilai tukar seringkali tidak direspon oleh kenaikan suku bunga deposito perbankan dengan seimbang karena perbankan cenderung memanfaatkan momentum kenaikan suku bunga SBI tersebut untuk mendapatkan margin keuntungan dari selisih antara suku bunga SBI. Keadaan makroekonomi yang stabil memperlihatkan laju inflasi yang lebih terkendali, nilai rupiah yang relatif stabil, dan suku bunga yang relatif rendah telah menimbulkan harapan membaiknya pasar obligasi untuk mengurangi defisit APBN.

21 6 Pasar obligasi juga memperlihatkan perkembangan yang positif. Obligasi yang didominasi oleh obligasi pemerintah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam mendukung terciptanya pemulihan ekonomi. Sehubungan dengan defisit anggarannya dari tahun ke tahun, Pemerintah Indonesia telah beberapa kali menerbitkan Obligasi Pemerintah yang sampai saat ini masih mendapatkan perhatian yang cukup besar dari para investor. Hal ini terbukti dengan selalu terjadinya over-subscribe pada saat obligasi pemerintah dijual dipasar perdana. Respon yang cukup baik dari para investor ini merupakan perwujudan dari kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam membayar dan melunasi kewajiban-kewajibannya, namun demikian daya serap obligasi pemerintah yang tinggi tersebut tidak diikuti dengan penyebarannya yang merata. Dilihat dari sisi kepemilikannya, sebagian obligasi pemerintah pada saat ini ternyata lebih banyak dimiliki oleh lembaga-lembaga finansial dan hanya sedikit saja yang dimiliki oleh investor-investor individual. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permasalahan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana pengaruh variabel-variabel makroekonomi yaitu jumlah uang beredar, laju inflasi, pendapatan nasional, tingkat suku bunga SBI, nilai tukar riil, dan suku bunga deposito terhadap obligasi pemerintah di Indonesia dan bagaimanakah respon dari obligasi pemerintah terhadap guncangan variabelvariabel ekonomi tersebut? 2. Dari variabel-variabel makroekonomi di atas, variabel manakah yang paling dominan mempengaruhi pertumbuhan obligasi pemerintah?

22 Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini, adalah: 1. Menganalisis pengaruh variabel-variabel makroekonomi yaitu jumlah uang beredar, laju inflasi, pendapatan nasional, tingkat suku bunga SBI, nilai tukar riil, dan suku bunga deposito terhadap obligasi pemerintah di Indonesia dan melihat respon dari obligasi pemerintah terhadap guncangan variabel-variabel ekonomi tersebut. 2. Menganalis variabel ekonomi manakah yang paling dominan mempengaruhi pertumbuhan obligasi pemerintah. Hasil dari penelitian ini tidak hanya dipergunakan untuk peneliti, tetapi juga dapat dipergunakan oleh pihak lain yang terkait, seperti bagi pemerintah Indonesia. Bagi pemerintah Indonesia, penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dalam penyusunan rencana pengeluaran pembangunan serta dalam penetapan target pertumbuhan ekonomi Manfaat Penelitian Penelitian mengenai analisis pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap pertumbuhan obligasi pemerintah, berguna untuk mengetahui perkembangan obligasi pemerintah di era globalisasi investasi pasar modal yang semakin pesat pertumbuhannya. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran guna memberikan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Bagi pihak lain yang berkepentingan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan untuk penelitian sejenis.

23 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Obligasi Obligasi (surat berharga) adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Ketentuan lain dapat juga dicantumkan dalam obligasi tersebut seperti misalnya identitas pemegang obligasi, pembatasan-pembatasan atas tindakan hukum yang dilakukan oleh penerbit. Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun disebut Surat Utang dan utang dibawah 1 tahun disebut Surat Perbendaharaan. Di Indonesia, Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun yang diterbitkan oleh pemerintah disebut Surat Utang Negara (SUN) dan utang dibawah 1 tahun yang diterbitkan pemerintah disebut Surat Perbendaharan Negara (SPN) (Bank Indonesia, 2007). Obligasi secara ringkasnya merupakan utang tetapi dalam bentuk sekuriti. Penerbit obligasi adalah merupakan pihak peminjam atau debitur, sedangkan pemegang obligasi adalah merupakan pemberi pinjaman atau kreditur dan kupon obligasi adalah bunga pinjaman yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditur. Dengan penerbitan obligasi ini maka dimungkinkan bagi penerbit obligasi guna memperoleh pembiayaan investasi jangka panjangnya dengan sumber dana dari luar perusahaan. Pada beberapa negara, istilah obligasi dan surat utang dipergunakan tergantung pada jangka waktu jatuh temponya. Pelaku pasar biasanya menggunakan

24 9 istilah obligasi untuk penerbitan surat utang dalam jumlah besar yang ditawarkan secara luas kepada publik dan istilah surat utang digunakan bagi penerbitan surat utang dalam skala kecil yang biasanya ditawarkan kepada sejumlah kecil investor. Tidak ada pembatasan yang jelas atas penggunaan istilah ini. Ada juga dikenal istilah surat perbendaharaan yang digunakan bagi sekuriti berpenghasilan tetap dengan masa jatuh tempo 3 tahun atau kurang. Obligasi memiliki risiko yang tertinggi dibandingkan dengan surat utang yang memiliki risiko menengah dan surat perbendaharaan yang memiliki risiko terendah dimana dilihat dari sisi durasi surat utang, makin pendek durasinya memiliki risiko makin rendah. Obligasi dan saham keduanya adalah merupakan instrumen keuangan yang disebut sekuriti namun bedanya adalah bahwa pemilik saham merupakan bagian dari pemilik perusahan penerbit saham, sedangkan pemegang obligasi adalah semata merupakan pemberi pinjaman atau kreditur kepada penerbit obligasi. Obligasi juga biasanya memiliki suatu jangka waktu yang ditetapkan dimana setelah jangka waktu tersebut tiba maka obligasi dapat diuangkan sedangkan saham dapat dimiliki selamanya terkecuali pada obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Inggris yang disebut gilts yang tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo Definisi Obligasi Pemerintah Obligasi pemerintah atau biasa juga disebut government bond adalah suatu obligasi yang diterbitkan oleh pemerintahan suatu negara dalam denominasi mata uang negara tersebut. Obligasi pemerintah dalam denominasi valuta asing biasa

25 10 disebut dengan obligasi internasional (sovereign bond), (Laporan Tahunan Bank Indonesia, 2006). Obligasi pemerintah biasa disebut juga dengan "obligasi bebas risiko" karena pemerintahan suatu negara dapat menaikkan pajak ataupun mencetak uang guna melunasi pembayaran obligasinya pada saat jatuh tempo. Memang terdapat catatan dimana obligasi pemerintah ini mengalami gagal bayar seperti yang terjadi pada pemerintah Rusia di tahun 1998 yang disebut krisis keuangan Rusia, walaupun ini sangat langka terjadi. Obligasi Pemerintah yang telah diterbitkan bertujuan untuk merekapitalisasi beberapa bank sebagai bagian dari program restrukturisasi dan rekapitalisasi sektor perbankan akibat krisis ekonomi sejak tahun Pemerintah pada dasarnya menempatkan penyertaan modal dalam bentuk saham pada bank tersebut dengan menggunakan pembayaran Obligasi Pemerintah, sehingga neraca bank-bank tersebut menjadi lebih baik dari sebelumnya karena peningkatan dari sisi aset dalam bentuk obligasi Jenis-jenis Obligasi Pemerintah Obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah ada yang berupa Surat Utang Negara (SUN) dalam rangka program penjaminan dan pembiayaan kredit program, juga dalam bentuk obligasi negara dalam rangka rekapitalisasi perbankan. Surat utang untuk program penjaminan dan kredit program bersifat tidak dapat diperdagangkan (non-tradeable) sedangkan obligasi dalam rangka rekapitalisasi perbankan (obligasi rekap) umumnya dapat diperdagangkan (tradeable) kecuali hedge bonds. Dengan

26 11 demikian obligasi rekap yang diperdagangkan terbatas hanya pada jenis fixed rate bonds yang berseri FR dan jenis variable rate bonds berseri VR. Berikut ini adalah jenis-jenis obligasi pemerintah di Indonesia: 1. Obligasi seri FR (Fixed Rate) adalah obligasi yang memiliki kupon dengan besaran tingkat bunga tetap, memiliki jangka waktu 3 sampai 10 tahun, yang dibayarkan setiap 6 bulan, obligasi FR ini bertujuan untuk merekapitalisasi bank- bank dan meningkatkan CAR menjadi 4 %. 2. Obligasi seri VR (Variabel Rate) adalah obligasi yang besaran tingkat bunga kuponnya sama dengan tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), memiliki jangka waktu 3 sampai 10 tahun, yang dibayarkan setiap tiga bulan sekali, yang bertujuan merekapitalisasi bank dan mengembalikan CAR bank yang negatif menjadi 0%. 3. Obligasi pemerintah yang disebut HB (Hedge Bonds), yaitu obligasi yang dikaitkan dengan nilai USD, yang bertujuan untuk menutup risiko kewajiban bank dalam valuta asing. Setiap triwulan dan pada saat jatuh tempo pembayaran bunga, dilakukan indeksasi terhadap nilai nominal HB atas dasar perkembangan rupiah. Jenis HB ini tidak dapat diperdagangkan. 4. ORI (Obligasi Ritel Indonesia) adalah obligasi negara yang dijual kepada individu atau orang perseorangan warga negara Indonesia melalui agen penjual. Adapun agen penjual yang dimaksud di sini adalah bank dan atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan ORI. Ketentuan mengenai penjualan ORI ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.06/2006 tentang Penjualan

27 12 Obligasi Negara Ritel di Pasar Perdana. Penerbitan ORI ini tidak terlepas dari upaya Pemerintah untuk mengembangkan pasar surat utang domestik, dan untuk mengurangi defisit APBN (Bank Indonesia, 2007). Menurut portofolio obligasi dibedakan menjadi portofolio investasi dan portofolio perdagangan. Portofolio investasi adalah portofolio obligasi yang dicatat dalam pembukuan bank yang tidak dapat diperdagangkan, sedangkan portofolio perdagangan adalah portofolio obligasi yang dicatat dalam pembukuan bank yang dapat diperdagangkan. Secara keseluruhan volume perdagangan obligasi pemerintah mengalami peningkatan. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh menurunnya tingkat suku bunga. Suku Bunga Indonesia (SBI) selalu berlawanan dengan suku bunga obligasi. Selain itu, obligasi pemerintah dianggap sebagai obligasi yang mempunyai resiko kecil. Resiko yang tidak mungkin terjadi pada obligasi pemerintah adalah risiko tidak terbayarnya obligasi tersebut ketika jatuh tempo yang dikenal dengan default risk. Tidak adanya risiko ini dikarenakan sebelum jatuh tempo pemerintah dapat melakukan profiling dan menukarkan dengan obligasi yang baru. Obligasi negara masih tetap menjadi pilihan investor dalam berinvestasi. Alokasi investasi dalam obligasi negara lebih besar karena secara risiko dan keuntungan jauh lebih menarik dibandingan obligasi korporasi (Bank Indonesia, 2007).

28 Teori Portofolio Teori Portofolio dari Permintaan Uang Mankiw (2003), menjelaskan bahwa teori permintaan uang yang menekankan peran uang sebagai penyimpan nilai disebut teori portofolio (portofolio theoris). Menurut teori ini, masyarakat memegang uang sebagai portofolio aset mereka. Uang memberikan kombinasi risiko dan hasil yang berbeda dibanding aset lain, uang juga memberikan hasil (nominal) yang aman sedangkan harga saham dan obligasi bisa naik atau turun. Beberapa ekonom menyarankan rumah tangga untuk memegang uang sebagai bagian dari portofolio optimal mereka. Teori portofolio memprediksi bahwa permintaan uang seharusnya bergantung pada risiko dan hasil yang diberikan oleh uang berbagai aset selain uang. Selain itu, permintaan uang seharusnya bergantung pada kekayaan total, karena kekayaan mengukur besarnya portofolio yang dialokasikan diantara uang dan aset alternatif. Sebagai contoh, fungsi permintaan uang dapat ditulis sebagai berikut: (M/P) = L (r s, r b, π e, W) (1) dimana r s adalah pengembalian saham riil, r b adalah pengembalian obligasi riil yang diharapkan, π e adalah tingkat inflasi yang diharapkan, dan W adalah kekayaan riil. Kenaikan dalam r s dan r b menurunkan permintaan uang, karena aset akan menjadi lebih menarik. Kenaikan dalam π e juga menurunkan permintaan uang, karena uang menjadi kurang menarik. Kenaikan dalam W meningkatkan permintaan uang, karena kekayaan yang lebih tinggi berarti portofolio yang lebih besar (Tandelin, 2001). Teori portofolio merupakan teori permintaan uang yang lebih masuk akal jika mengadopsi ukuran uang yang lebih luas. Ukuran uang yang lebih luas mencakup

29 14 banyak asset yang mendominasi mata uang dan rekening cek. M2, misalnya meliputi rekening tabungan dan reksadana pasar uang. Ketika mengkaji mengapa orang memegang aset dalam bentuk M2, bukan obligasi atau saham, pertimbangan risiko dan hasil portofolio mungkin berada di puncak. Maka meskipun mungkin tidak masuk akal ketika diterapkan pada M1, pendekatan portofolio terhadap permintaan uang merupakan teori yang baik untuk menjelaskan permintaan terhadap M2 atau M3 (Mankiw, 2003). Negara-negara maju yang pasar obligasinya relatif likuid dan sekitar sepertiga penduduknya berinvestasi di pasar modal serta sebagian besar masyarakatnya sudah memiliki proteksi untuk kerugian besar dan kesehatan. Kondisi ini sangat kontras dengan Indonesia yang investor pasar modalnya hanya sekitar 0,15 % dari jumlah penduduk dan asuransi yang belum begitu membudidaya. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menyimpan uang lebihnya dalam deposito (deposito-minded) Teori Portofolio Markowitz Teori portofolio Markowitz diperkenalkan oleh Harry Markowitz dalam kajiannya yang berjudul portofolio selection (1952). Teori portofolio mengemukakan bagaimana risiko mempengaruhi portofolio untuk mengoptimalisasi pengembalian yang diharapkan. Teori ini menjelaskan tentang keuntungan dari diversifikasi. Diversifikasi portofolio membuat risiko dapat tersebar dalam masing- masing portofolio sehingga risiko dapat dikurangi dan dapat diperoleh tingkat keuntungan yang lebih tinggi. Investor harus memegang satu portofolio yang optimal untuk menanggulangi risiko yang muncul dari portofolio yang lainnya.

30 15 Teori portofolio Markowitz dalam Sembel 2002, menjelaskan bahwa dalam pengelolaan aset sebaiknya dana diinvestasikan pada berbagai instrumen investasi. Teori portofolio menganjurkan alokasi pada aset bebas risiko dan portofolio aset beresiko optimal yang memberikan return tertinggi untuk risiko yang ditanggung dalam konteks investasi finansial. Setiap instrumen investasi sebaiknya tidak memiliki pergerakan searah, begitu aturan dari portofolio Markowitz. Artinya, bila memiliki instrumen investasi yang mengalami kenaikan pada suatu waktu dan peristiwa maka di pihak lain harus ada instrumen investasi yang mengalami penurunan harga (Sembel, 2002) Teori Mekanisme Transmisi (Transmission Mechanism Theory) Mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir. Menurut Taylor (1995), menyatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah the process through which monetary policy decisions are transmitted into changes in real GDP and inflation. Mekanisme transmisi moneter dimulai dari tindakan bank sentral dengan menggunakan instrumen moneter melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) dalam melaksanakan kebijakan moneternya. Tindakan itu kemudian berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan keuangan melalui berbagai saluran transmisi kebijakan moneter, yaitu saluran uang, kredit, suku bunga, nilai tukar, harga aset dan ekspektasi. Di bidang keuangan kebijakan moneter berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga, nilai tukar, dan harga saham disamping volume dana

31 16 masyarakat yang disimpan di bank, kredit yang disalurkan bank kepada dunia usaha, penanaman dana pada obligasi saham maupun sekuritas lainnya. Sementara itu, di sektor ekonomi riil kebijakan moneter selanjutnya mempengaruhi perkembangan konsumsi, investasi, ekspor, dan impor, hingga pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang merupakan sasaran akhir kebijakan moneter. Meurut Blinder (1998), menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi yang relatif sulit diprediksi sangat mempengaruhi mekanisme transmisi kebijakan moneter. Setiap perubahan kebijakan bank sentral akan diikuti atau telah diantisipasi dengan perubahan perilaku perbankan, sektor keuangan dan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya. Mekanisme transmisi moneter mekanisme bagaimana uang mempengaruhi output. Jika jumlah uang beredar meningkat menyebabkan suku bunga menurun, menyebabkan suku bunga obligasi juga menurun, investasi meningkat dan output meningkat. Secara empiris pengaruh suku bunga terhadap investment tidak terlalu signifikan dan respon investasi termasuk obligasi terhadap perubahan interest rate sangat lamban, sehingga secara empirik hubungan antara interst rete dengan investasi tidak nyata Pendapatan Nasional Variabel makroekonomi yang paling penting adalah produk domestik bruto (GDP). GDP mengukur output barang dan jasa total suatu negara dan pendapatan totalnya. Berikut adalah komponen GDP, yaitu GDP = C + I + G + (X M) (2)

32 17 dimana, C = Konsumsi I = Investasi G = Pembelian pemerintah (X M) = Ekspor neto Komponen GDP yang meliputi konsumsi, investasi, pemebelian pemerintah dan ekspor neto. Fungsi konsumsi merupakan dari pendapatan dikurangi pajak (Y T), atau disebut dengan pendapatan yang dibelanjakan (disposable income). Sedangkan fungsi investasi mengaitkan jumlah investasi atau pada tingkat bunga riil I (r), investasi tergantung pada tingkat bunga riil karena tingkat bunga merupakan biaya pinjaman, jika semakin tinggi tingkat bunga riil maka investasi semakin menurun. Komponen yang ketiga adalah pembelian pemerintah atau belanja pemerintah, dalam perekonomian suatu negara diharapkan ada dalam situasi anggaran berimbang dimana belanja pemerintah sama dengan penerimaan pajak (G = T), namun kenyataannya suatu negara seringkali mengalami defisit anggaran dimana belanja pemerintah lebih besar dari penerimaan pajak (G > T), dan surplus anggaran dimana belanja pemerintah kurang dari penerimaan pajak (G < T). Komponen yang terakhir adalah ekspor neto yang menunjukkan pengeluaran neto dari luar negeri atas barang dan jasa dalam negeri, yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik (Mankiw, 2003) Monetary Theory Of Exchange Rate Manurut Salvatore (1997), pendekatan moneter dimulai dengan dalil permintaan uang berhubungan positif terhadap tingkat pendapatan nasional nominal

33 18 dan stabil dalam jangka panjang. Berdasarkan pendekatan moneter, penentuan nilai tukar antara rupiah dan dollar dimulai dengan fungsi permintaan uang nominal dari Indonesia (Md INA ) dan Amerika Serikat (Md USA). (Md INA ) = kp INA Y dan Md USA = kp USA Y (3) dimana: P INA = tingkat harga di Indonesia P USA = tingkat harga di Amerika Serikat Dalam keseimbangan, jumlah uang yang diminta sama dengan jumlah uang yang ditawarkan. Jadi Md INA = Md USA dan Md USA = Md INA. Kemudian mendistribusikan Ms INA untuk Ms INA dan Ms USA untuk Ms USA, maka didapatkan fungsi sebagai berikut: Ms USA /Ms INA = k USA P USA Y USA / k INA P INA Y INA (4) Dengan membagi kedua sisi dengan P USA / P INA dan Ms USA / Ms INA kita dapatkan: P INA / P USA = Ms INA k USA Y USA / Ms USA k INA Y INA (5) Dengan E Rp/$ = ex (P USA / P INA ) pada teori PPP, maka diperoleh E Rp/$ = Ms INA k USA Y USA /Ms USA k INA Y INA (6) E Rp/$ diartikan sebagai nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Dalam pengertian lain, E Rp/$ adalah banyaknya jumlah rupiah yang harus dikorbankan untuk membeli dollar Amerika Serikat. Persamaan ini mengasumsikan k USA dan Y USA di Amerika Serikat dan k INA dan Y INA di Indonesia diasumsikan tetap (konstan), maka E Rp/$ adalah tetap selama Ms INA dan Ms USA tidak berubah. Jadi E Rp/$ berubah secara proporsional terhadap perubahan dan kebalikan proporsional Ms USA

34 Nilai Tukar Definisi nilai tukar secara umum dibedakan menjadi dua jenis, yakni nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Berikut pengertian masing-masing menurut beberapa literatur: a. Nilai Tukar Nominal Nilai suatu mata uang dibandingkan dengan mata uang lainnya (Rivera Batiz dalam Imam Sugema, 1994) Harga relatif dari mata uang dua negara (Mankiw, 2003). Ketika orang mengacu pada kurs diantara kedua negara, maka biasanya mengartikan kurs nominal. Harga mata uang asing terhadap mata uang domestik (Edward Elgar dalam Rina Oktaviani, 2001). Harga suatu mata uang dalam satuan mata uang asing (Lipsey, 1995). Satuan mata uang asing baik yang berbentuk hard cash maupun dalam bentuk surat berharga (Mishkin, 2001). b. Nilai Tukar Riil Kurs nominal dikalikan dengan harga barang domestik dibagi harga barang luar negeri (Mankiw, 2003). Rasio harga domestik dengan harga internasional (Mishkin, 2001) Nilai tukar memegang peranan penting dalam menentukan aktivitas perekonomian dan kestabilan moneter. Kebijakan moneter dalam ekonomi terbuka

35 20 ditransmisikan malalui nilai tukar. Ekonomi domestik dengan ekonomi dunia dihubungkan oleh nilai tukar melalui pasar barang dan pasar asset. Nilai tukar merupakan salah satu variabel yang penting dalam suatu perekonomian terbuka, karena variabel ini berpengaruh pada variabel-variabel lain, seperti harga, tingkat bunga, neraca pembayaran, dan transaksi berjalan (Batiz, 1994). Nilai tukar suatu negara tersebut terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar suatu negara mengalami apresiasi ketika nilai mata uangnya meningkat relatif terhadap nilai mata uang negara lain 2.7. Teori Paritas Suku Bunga Teori paritas suku bunga juga menjelaskan bahwa bila perbadaan suku bunga tabungan domestik dan suku bunga luar negeri sama dengan tingkat swap, yaitu perbedaan antara kurs di masa mendatang (forward exchange rate) dan nilai tukar spot, maka kondisi demikian menunjukkan dimana masyarakat tidak akan memperoleh keuntungan apapun bila menginvestasikan dananya di luar negeri. Secara sistematis teori tersebut adalah: i-i* = (f-e) / e (7) dimana: i = suku bunga tabungan (dalam mata uang domestik) i* = suku bunga tabungan luar negeri (dalam mata uang asing) f = nilai tukar di masa mendatang e = nilai tukar spot

36 21 Persamaan tersebut menunjukkan pada bagian kiri merupakan keuntungan atau kerugian yang diperoleh bila menyimpan aset dalam mata uang domestik. Jika i>i*, berarti ada keuntungan yang akan diperoleh bila menyimpan aset domestik, demikian pula sebaliknya. Bagian kanan menunjukkan adanya risiko yang akan ditanggung ataupun keuntungan yang akan diperoleh bila terjadi perubahan nilai tukar. Jika (i>i*)>(f>e), maka akan lebih menguntungkan bila menyimpan aset domestik, demikian pula sebaliknya. Berdasarkan persamaan di atas maka rate of return rupiah atas simpanan dollar kurang lebih sama dengan suku bunga dollar Amerika Serikat. Jika tingkat bunga domestik di atas tingkat bunga luar negeri, maka terdapat positive appreciation dalam mata uang luar negeri, yang harus diimbangi dengan penurunan tingkat bunga luar negeri Jumlah Uang Beredar dan Inflasi. Jumlah uang yang tersedia disebut jumlah uang beredar (money supply). Kontrol atas jumlah uang beredar disebut kebijakan moneter. Kebijakan moneter dibuat oleh Bank Indonesia sebagai Bank sentral, cara utama Bank sentral mengendalikan jumlah uang beredar adalah melalui oprasi pasar terbuka (open market operation) dengan pembelian dan penjualan obligasi pemerintah. Ketika ingin meningkatkan jumlah uang beredar, Bank sentral menggunakan rupiahnya untuk membeli obligasi pemerintah dari masyarakat, sedangkan jika ingin menurunkan jumlah uang beredar, maka Bank sentral menjual obligasi pemerintah ke masyarakat dengan tujuan menarik rupiah dalam bentuk obligasi pemerintah tersebut.

37 22 Teori kuantitas uang menyatakan bahwa Bank sentral yang mengawasi jumlah uang beredar, memiliki kendali tertinggi atas tingkat inflasi. Jika bank sentral mempertahankan jumlah uang beredar tetap stabil, tingkat harga akan stabil. Jika bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar dengan cepat, tingkat harga akan meningkat dengan cepat (Mankiw 2003) Posisi dan Arti Kurva IS-LM dalam Penentuan Kebijakan Pada posisi normal, kurva LM mempunyai slope positif dan kurva IS berslope negatif. Dalam kasus-kasus ekstrim akan dijumpai dimana kurva LM dan IS salah satu atau kedua-duanya dapat vertikal dan horisontal. Uraian berikut memperlihatkan empat keadaan, dimana kurva LM horisontal, LM vertikal, IS horisontal dan IS vertikal, serta implikasi kebijakan yang harus diambil. Gambar 2.1 Kurva LM vertikal, kasus ini mendekati teori klasik, sehingga sering disebut kasus klasik. Keadaan ini terjadi jika tidak ada permintaan uang untuk spekulasi, sehingga total permintaan untuk uang menjadi inelastis sempurna dalam kaitannya dengan tingkat bunga, artinya permintaan uang sepenuhnya ditentukan oleh tingkat pendapatan. Pada kasus ini kebijakan fiskal tidak efektif. Pergeseran kurva IS akan meningkatkan atau menurunkan tingkat bunga dan tidak merubah income sehingga jika kebijakan fiskal dilakukan maka mengakibatkan complete crowding out. Oleh karenanya kebijakan yang efektif adalah kebijakan moneter yang menghasilkan peningkatan income, karena investasi meningkat sebagai akibat dari menurunnya tingkat bunga, seperti yang ditunjukkan pada:

38 23 r IS LM LM r* r y* y y Sumber: Mankiw, Gambar 2.1. Kurva LM Vertikal (Complete Crowding Out) Gambar 2.2. kurva LM horisontal. dikarenakan permintaan uang yang bersifat elastis sempurna terhadap tingkat bunga. Pada kasus seperti kebijakan moneter tidak efektif, sebaliknya kebijakan fiskal akan sangat efektif, karena pergeseran ke kanan atas kurva IS sepanjang kurva LM yang horisontal akan meningkatkan income atau output tanpa mempengaruhi tingkat suku bunga. Kasus seperti ini sering disebut liquidity trap atau kasus Keynesian. Gambar 2.3. kurva IS horisontal. Kurva IS yang horisontal ini terjadi jika investasi bersifat elastis sempurna terhadap tingkat bunga. Pada kasus ini suatu peningkatan dalam pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap income, karena kenaikan yang kecil terhadap tingkat bunga itu akan menyebabkan investasi swasta menurun dengan jumlah yang sama (crowding out). Oleh karenanya kebijakan yang efektif adalah kebijakan moneter yang dapat meningkatkan income pada full employment tanpa mempengaruhi tingkat suku bunga. Hal itu diperlihatkan pada:

39 24 r r* IS IS y* y y Sumber: Mankiw, Gambar 2.2. Kurva LM Horisontal (Liquidity Trap) r IS LM Sumber: Mankiw, y* y y Gambar 2.3. Kurva IS Horisontal Gambar 2.4. kurva IS vertikal. Kasus ini terjadi jika konsumsi dan investasi sama sekali tidak respon terhadap tingkat suku bunga. Kebijakan yang efektif adalah kebijakan fiskal dan tidak akan terjadi crowding out. Peningkatan pengeluaran pemerintah dapat dengan cepat menghasilkan keadaan full

40 25 employment seperti yang ditunjukkan pada dibawah. Sebaliknya kebijakan moneter tidak akan efektif pada kasus seperti ini. r IS LM r* y* y Sumber: Mankiw, Gambar 2.4. Kurva IS Vertikal Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap obligasi pemerintah, pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Secara umum akan dijelaskan beserta metode penelitian yang digunakannya pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No Nama pengarang dan Judul Penelitian 1 Ria Fahriani (2005), Analisis Pengaruh Reksa Dana Terhadap Investasi di Tujuan Penelitian Untuk menganalisis perkembangan reksa dana di Indonesia, menganalisis pengaruh Metode Penelitian Metode regresi linier berganda dengan kurun waktu Kesimpulan Perkembangan reksa dana yang pesat didorong oleh penurunan tingkat suku bunga, peningkatan pasar obligasi dan peran perbankan sebagai agen

41 26 Indonesia 2 Setyawan (1993), Perkembangan Investasi di Indonesia reksadana terhadap investasi di Indonesia. Menganalisis pengaruh investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia Ordinary Least Square (OLS) of sales reksa dana. Tingkat investasi pemerintah terbukti memberikan pengaruh positif bagi tingkat investasi swasta. Hal ini mencerminkan crowding-in effect dari tingkat investasi pemerintah di Indonesia. Peningkatan dalam investasi pemerintah akan membawa pengaruh positif selama berbentuk investasi infrastrukrur dan tidak menimbulkan dampak inflasi. 3 Sugiarto (2003), Pertumbuhan Reksa Dana berbasis Obligasi Rekap Menganalisis Perkembangan Reksadana Ordinary Least Square (OLS) Perkembangan Reksa dan berbasis obligasi rekap disebabkan oleh penurunan suku bunga SBI, adanya pemebebasa pajak dan keterlibatan perbankan sebagai agent of sales. Semakin banyaknya peranan perbankan dalam reksadana membuat obligasi-obligasi rekap yang dimiliki perbankan dijual kepada reksadana. Hal ini akan meningkatkan likuiditas obligasi di pasar sekunder. Komposisi reksadana yang berbasis obligasi rekap begitu besar dapat menyebabkan multiplier

42 27 effects dari obligasi pemerintah untuk menggerakkan sektor riil tidak dapat terjadi. Oleh karena itu, diperlukan diversivikasi dalam portofolio reksadana yaitu saham dan obligasi perusahaan. Maraknya industri reksa dana ini dikhawatirkan dapat berdampak negatif terhadap perekonomian. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap industri reksadana. 4 Hadi (2003), Peranan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Menganalisis pengaruh Investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Vector Autoregression (VAR) Investasi pemerintah di sektor fiskal, khususnya pengeluaran pembangunan rupiah ternyata tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan taraf 1 persen. 5 Hernatasa (2004), Peranan Investasi Terhadap Utang Luar Negeri Menganalisis pengaruh Investasi terhadap hutang luar negeri. Ordinary Least Square (OLS) Investasi dan keterbukaan ekonomi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, untuk hutang luar negeri berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan kajian terhadap penelitian terdahulu, maka dapat diketahui perbedaan penelitian yang akan dilakukan penulis dengan beberapa penelitian sebelumnya, yaitu dalam penelitian ini semua variabel yang digunakan berdasarkan

ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H

ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H14104095 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H14104090 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI 0810512077 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS Mahasiswa Strata 1 Jurusan Ilmu Ekonomi Diajukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H

EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H14103055 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YOGI. Evaluasi Penerapan Inflation

Lebih terperinci

STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H

STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H14103001 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 STABILITAS MONETER PADA SISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset yang dimilikinya. Investor dapat melakukan investasi pada beragam aset finansial, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi,

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, salah satunya adalah dengan melakukan investasi di Pasar Modal. Dalam hal ini Pasar

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) DAN KINERJA BANK TERHADAP LABA PERBANKAN OLEH LIA AMALIA H

ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) DAN KINERJA BANK TERHADAP LABA PERBANKAN OLEH LIA AMALIA H ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) DAN KINERJA BANK TERHADAP LABA PERBANKAN OLEH LIA AMALIA H14102098 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transmisi kebijakan moneter merupakan proses, dimana suatu keputusan moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. Perencanaan dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun, khususnya pembangunan dalam bidang ekonomi. Untuk mencapai perekonomian yang stabil, maka diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute Kinerja dunia perbankan dalam menyalurkan dana ke masyarakat dirasakan masih kurang optimal.

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. moneter melalui jalur harga aset finansial di Indonesia periode 2005: :12.

BAB 5 PENUTUP. moneter melalui jalur harga aset finansial di Indonesia periode 2005: :12. BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan menganalisis mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur harga aset finansial di Indonesia periode 2005:07 2014:12. Empat sistem persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkan arus perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011).

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa Orde Baru, pemerintah menerapkan kebijakan Anggaran Berimbang dalam penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas merupakan suatu kegiatan jual beli produk antar negara tanpa adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian. Penelitian penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah pengaruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian. Penelitian penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah pengaruh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian. Penelitian penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah pengaruh inflasi, suku

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai tukar atau kurs merupakan indikator ekonomi yang sangat penting karena pergerakan nilai tukar berpengaruh luas terhadap aspek perekonomian suatu negara. Saat

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA

ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA OLEH Zainul Abidin H14103065 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN Salah satu upaya untuk mengatasi kemandegan perekonomian saat ini adalah stimulus fiskal yang dapat dilakukan diantaranya melalui defisit anggaran. SUN sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kinerja ekonomi tercermin dalam kinerja perusahaanperusahaan. Bursa Efek Indonesia merupakan pasar modal yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kinerja ekonomi tercermin dalam kinerja perusahaanperusahaan. Bursa Efek Indonesia merupakan pasar modal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu Negara di lihat dari perkembangan pasar keuangannya, termasuk pasar uang, pasar saham, dan pasar komoditi. Demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1990Q1 1991Q1 1992Q1 1993Q1 1994Q1 1995Q1 1996Q1 1997Q1 1998Q1 1999Q1 2000Q1 2001Q1 2002Q1 2003Q1 2004Q1 2005Q1 2006Q1 2007Q1 2008Q1 2009Q1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima

BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan dunia investasi semakin marak. Banyaknya masyarakat yang tertarik dan masuk ke bursa untuk melakukan investasi menambah semakin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 12,94% meskipun relatif tertinggal bila dibandingkan dengan kinerja bursa

BAB I PENDAHULUAN. 12,94% meskipun relatif tertinggal bila dibandingkan dengan kinerja bursa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beragam isu membayangi, indeks Pasar Modal Indonesia sukses melewati semua ujian. Sepanjang 2012, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencerminkan kondisi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH FEBRI DWIASTUTI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH FEBRI DWIASTUTI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH FEBRI DWIASTUTI H14102081 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya,

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal memiliki peran utama dalam mempertahankan stabilitas makroekonomi di negara berkembang. Namun, dua kebijakan tersebut menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi dunia kini menjadi salah satu isu utama dalam perkembangan dunia memasuki abad ke-21. Krisis ekonomi yang kembali melanda negara-negara di dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode analisis yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM).

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Pengaruh Tingkat Suku Bunga Deposito, Gross Domestic Product (GDP), Nilai Kurs, Tingkat Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah liberalisasi sektor keuangan di Indonesia bisa dilacak ke belakang,

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah liberalisasi sektor keuangan di Indonesia bisa dilacak ke belakang, BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Sejarah liberalisasi sektor keuangan di Indonesia bisa dilacak ke belakang, setidaknya sejak tahun 1983 saat pemerintah mengeluarkan deregulasi perbankan (Pakjun 1983).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak perekonomian yang mempengaruhi seluruh aspek masyarakat. Salah

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran pemerintah dalam mencapai kesejahteraan masyarakat yang digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah melalui Bank Sentral. Bank Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang. dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang. dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran aktif lembaga pasar modal merupakan sarana untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi secara optimal dengan mempertemukan kepentingan investor selaku pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu negara. Nilai tukar mata uang memegang peranan penting dalam perdagangan antar negara, dimana

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Saham Syariah

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Saham Syariah BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia Nilai tukar rupiah adalah perbandingan nilai mata uang rupiah dengan negara lain. Nilai tukar mencerminkan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kurs (Nilai Tukar) a. Pengertian Kurs Beberapa pengertian kurs di kemukakan beberapa tokoh antara lain, menurut Krugman (1999) kurs atau exchange rate adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini membahas mengenai studi empiris dari penelitian sebelumnya dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel dalam kebijakan moneter dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi dalam suatu negara tidak terlepas dengan peran perbankan yang mempengaruhi perekonomian negara. Segala aktivitas perbankan yang ada di suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif melaksanakan pembangunan. Dalam melaksanakan pembangunan sudah tentu membutuhkan dana yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang berkembang akhir-akhir ini.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI OLEH RATNA VIDYANI H14102077 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

Bab 10 Pasar Keuangan

Bab 10 Pasar Keuangan D a s a r M a n a j e m e n K e u a n g a n 133 Bab 10 Pasar Keuangan Mahasiswa diharapkan dapat memahami mengenai pasar keuangan, tujuan pasar keuangan, lembaga keuangan. D alam dunia bisnis terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim yaitu sebesar 85 persen dari penduduk Indonesia, merupakan pasar yang sangat besar untuk pengembangan industri

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan estimasi yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil uji Impulse Response Function menunjukkan variabel nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kunci penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat adalah sinergi antara sektor moneter, fiskal dan riil. Bila ketiganya dapat disinergikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Dalam kehidupannya, manusia memerlukan uang untuk melakukan kegiatan ekonomi, karena uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Sebuah negara yang memiliki keuangan yang kuat dan modern, berarti telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini menjadi sangat di

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA

Lebih terperinci

DAN JANGKA PENDEK H DEPARTEMEN MEN. Oleh :

DAN JANGKA PENDEK H DEPARTEMEN MEN. Oleh : ANALISIS KAUSALIT TAS ANTARA INVESTASI PORTOFOLIO DAN PERKEMBANGAN INDEKS HARGAA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DALAM JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG DI INDONESIA Oleh : MOCHAMMAD AKBAR H14104054 DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah perkembangan perekonomian Indonesia pada dasarnya di mulai seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian Indonesia secara dinamis

Lebih terperinci

OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH H

OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH H ANALISIS EFEKTIVITAS PENETAPAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) TERHADAP PENYALURAN KREDIT SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PETUMBUHAN EKONOMI NASIONAL OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH H14102125 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7

I. PENDAHULUAN. rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2009 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat penting, sehingga dampak jumlah uang beredar dapat mempengaruhi perekonomian. Peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki era globalisasi, perekonomian dunia memberikan peluang yang besar bagi berbagai negara untuk saling melakukan hubunga antarnegara, salah satunya dibidang ekomomi.

Lebih terperinci

BAB I. Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang-

BAB I. Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 2004 2009, pembiayaan defisit APBN melalui utang menunjukkan adanya pergeseran dominasi dari pinjaman luar negeri menjadi Surat Utang Negara (SUN) atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan secara signifikan yang ditandai oleh meningkatnya

I. PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan secara signifikan yang ditandai oleh meningkatnya I. PENDAHULUAN I.1 latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2005 hingga 2007 mengalami pertumbuhan secara signifikan yang ditandai oleh meningkatnya surplus neraca pembayaran serta membaiknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. Manusia melakukan kegiatan konsumsi berarti mereka juga melakukan pengeluaran. Pengeluaran untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghimpun dana dari pihak yang berkelebihan dana dan menyalurkannya

I. PENDAHULUAN. menghimpun dana dari pihak yang berkelebihan dana dan menyalurkannya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga yang vital dalam mempengaruhi perkembangan perekonomian suatu negara. Melalui fungsi intermediasinya, perbankan mampu menghimpun dana dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral dari suatu Negara. Pada dasarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan perekonomian

Lebih terperinci

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia Andri Helmi M, SE., MM Sistem Ekonomi Indonesia Pemerintah bertugas menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial budaya kesejahteraan seluruh masyarakat. Siapa itu pemerintah? Bagaimana stabilitas di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perbankan. Dimana sektor perbankan menjadi pondasi pembangunan nasional

I. PENDAHULUAN. perbankan. Dimana sektor perbankan menjadi pondasi pembangunan nasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan sektor perbankan. Dimana sektor perbankan menjadi pondasi pembangunan nasional dalam mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang. dana, dan memang erat hubungannya dengan investasi, tentunya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang. dana, dan memang erat hubungannya dengan investasi, tentunya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang dana, dan memang erat hubungannya dengan investasi, tentunya dengan investasi para pemegang dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang berintegrasi dengan banyak negara lain baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Dimana uji tersebut menggunakan uji-t yang dilakukan untuk membuktikan

BAB V PEMBAHASAN. Dimana uji tersebut menggunakan uji-t yang dilakukan untuk membuktikan BAB V PEMBAHASAN Pengujian penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda. Dimana uji tersebut menggunakan uji-t yang dilakukan untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia)

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia) 1. SBI 3 bulan PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia) SBI 3 bulan digunakan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen untuk melakukan operasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Umum Suku Bunga Keynes berpendapat bahwa suku bunga itu adalah semata-mata gejala moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena tingkat bunga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, arah dan besarnya pergerakan pasar modal menjadi topik yang

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, arah dan besarnya pergerakan pasar modal menjadi topik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar Modal merupakan salah satu tempat (media) yang memberikan kesempatan berinvestasi bagi investor perorangan maupun institusional. Oleh karena itu, arah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan perekonomian dunia pada era sekarang ini semakin bebas dan terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal menjadi semakin mudah menembus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor jasa keuangan pada umumnya dan pada perbankan khususnya. Pertumbuhan ekonomi dapat terwujud melalui dana perbankan atau potensi

I. PENDAHULUAN. sektor jasa keuangan pada umumnya dan pada perbankan khususnya. Pertumbuhan ekonomi dapat terwujud melalui dana perbankan atau potensi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kehidupan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari keberadaan serta peran penting sektor jasa keuangan pada umumnya dan pada perbankan khususnya. Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu kondisi utama bagi kelangsungan ekonomi di Indonesia atau suatu negara, sehingga pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F 0102058 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1)

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi internasional semakin pesat sehingga hubungan ekonomi antar negara menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci