Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan"

Transkripsi

1 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Republik Indonesia Final Document (Terharmonisasi dengan 4th Draft Generic Guidance on Smallholders) November 2007 Mei 2009

2 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Introduction Pointers isi dari bagian Introduction INA-SWG Proses harmonisasi dengan 4th draft generic guidance Definisi scheme smallholder atau petani kemitraan beserta contohnya Definisi scheme manager atau Pengelola Kemitraan beserta cakupannya Standar untuk petani swadaya akan disusun kemudian. Dokumen dibawah ini hanya mengatur petani kemitraan Public consultation 30 hari setelah public consultation 30 hari, final text akan dikirimkan kepada RSPO EB, untuk dikaji-ulang pada waktu generic guidance sudah final dan di-endorsed pada tahun 2010 Usul, contact untuk public consultation adalah Pak Asril, Norman Jiwan dan Desi (sekretariat RSPO) Halaman 2 dari 52

3 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Prinsip 1 : Komitmen terhadap transparansi Nasional 1.1.Pihak perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit memberikan informasi yang memadai kepada stakeholder lainnya mengenai isu lingkungan, sosial dan hukum yang relevan dengan kriteria RSPO dalam bahasa dan bentuk yang sesuai, untuk memungkinkan adanya partisipasi efektif dalam pengambilan keputusan. Untuk seluruh petani : 1. Permintaan informasi dan pemberian tanggapan kepada stakeholder tercatat dan disimpan dengan masa simpan sesuai peraturan yang berlaku dan kepentingannya. Pengelola kemitraan menyediakan salinan informasi berikut, yang tersimpan di kelembagaan petani: Kontrak antara pengelola kemitraan dan petani (kriteria 1.2) Surat tanah/sertifikat hak milik (2.2) Materi/bahan pelatihan mengenai PHT dan penggunaan bahan kimia pertanian yang aman (4.6) Rencana kesehatan dan keselamatan (4.7). Perencanaan dan penilaian dampak berkaitan dengan dampak-dampak sosial dan lingkungan (5.1, 6.1, 7.1, 7.3). Rencana pencegahan pencemaran (5.6). Uraian lengkap pengaduan dan keberatan (6.3). Prosedur/tata-cara perundingan (6.4). Tata-cara untuk penghitungan harga, dan untuk menetapkan kualitas Halaman 3 dari 52

4 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Nasional TBS (6.10) Rekaman terkini hutang dan pembayaran, potongan dan biaya (6.10) Rencana perbaikan terusmenerus (8.1). Petani memberikan respon secara konstruktif terhadap permintaan informasi dari pemangku kepentingan lainnya. Lihat kriteria 1.2 terkait dengan dokumen yang perlu tersedia untuk publik. Lihat juga kriteria 6.2 terkait dengan konsultasi Kelembagaan petani menyediakan formulir standar untuk kegiatan pencatatan dan atau pelaporan dari para anggotanya. 1.2 Dokumen perusahaan tersedia secara umum, kecuali jika dokumen tersebut dilindungi oleh kerahasiaan komersial atau bilamana pengungkapan informasi tersebut akan berdampak negatif terhadap Jenis informasi dan tanggapan yang diberikan mencakup dokumen sesuai peraturan nasional yang berlaku yaitu: 1. Untuk petani kemitraan: Legal: Surat keterangan kepemilikan tanah berupa sertifikat 1. Untuk petani swadaya: Lingkungan : Kelembagaan petani memiliki rekaman identifikasi dampak dan rencana upaya pengelolaan lingkungan (Pokja STF Indonesia menyediakan template / Informasi yang diberikan termasuk, namun tidak terbatas pada: keterangan identitas, domisili pemilik, luas areal, jenis tanaman, asal benih, produktivitas, lokasi kebun serta informasi yang berkaitan dengan Halaman 4 dari 52

5 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Nasional lingkungan atau sosial. Lingkungan: Dokumen UKL / UPL / AMDAL, Laporan Pemantauan RKL-RPL dan tersedia di kelembagaan petani Usul (RILO) : berhubung dokumen ini memang dapat/boleh tersedia untuk umum/publik, bagaimana jika dipertahankan saja? Namun kalimatnya diubah menjadi: Lingkungan: Dokumen AMDAL yang tersedia di kelembagaan petani Sosial: kelembagaan petani memiliki dokumen aktivitas organisasi dan sosial 2. Untuk petani swadaya: Legal: Surat keterangan kepemilikan tanah berupa surat keterangan tanah lainnya yang disyahkan oleh instansi berwenang dan sepanjang tidak ada sengketa Sosial: kelembagaan petani memiliki dokumen aktivitas organisasi dan sosial checklist yang diperlukan untuk melakukan identifikasi dampak secara sederhana, lihat Appendix 1) isu legal, lingkungan dan sosial Untuk petani kemitraan: Dokumen mengenai legal, lingkungan dan sosial sudah terdapat dalam dokumen AMDAL perusahaan mitra (tergantung luasan total perkebunan plasma yang wajib AMDAL) yang dilakukan oleh perusahaan mitra dan dokumen tersebut disimpan di kelembagaan petani. Untuk petani swadaya: Petani swadaya yang mempunyai luas < 25 ha harus mempunyai Surat Tanda Daftar Usaha Budidaya Perkebunan. Petani swadaya didorong untuk memiliki surat keterangan kepemilikan tanah berupa sertifikat (upaya ke arah sertifikasi kepemilikan tanah) atau surat keterangan kepemilikan tanah adat / tradisional sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila petani swadaya tidak memiliki sertifikat, maka surat keterangan tanah lainnya yang disyahkan oleh instansi Halaman 5 dari 52

6 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Nasional berwenang dapat digunakan sepanjang tidak ada keberatan yang didukung hukum dari pihak lain, dan tidak tumpang tindih dengan kawasan lindung dan kawasan hutan. Pihak yang dapat menyatakan suatu kepemilikan tanah tidak ada sengketa adalah pemerintah dengan melibatkan tokoh adat setempat. Prinsip 2 : Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku Nasional 2.1. Adanya kepatuhan terhadap semua hukum dan peraturan yang berlaku baik lokal, nasional maupun internasional yang telah diratifikasi. 1. Bukti kepatuhan terhadap peraturan-peraturan penting yang relevan dan terkait dengan perkebunan kelapa sawit. 2. Bukti adanya usaha untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan peraturan Petani mengetahui dan mematuhi hukum penting yang relevan dan terkait dengan kegiatan perkebunan kelapa sawit Untuk petani kemitraan: Petani kemitraan dilibatkan dan atau mengetahui: Aturan skema kerjasama (isi perjanjian kemitraan atau isi perjan jian kredit) Peraturan yang menyangkut pola Halaman 6 dari 52

7 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Nasional kemitraan. diantaranya: Pola KKPA tercantum dalam Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil no.: NO.: 73/Kpts/ OT.210/2/98 tentang Pembinaan dan Pengembangan Koperasi Unit Desa di Bidang Perkebunan dengan Pola kemitraan melalui Pemanfaatan Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya. Pola PIR tercantum dalam KepMenTan NO. : 60/Kpts/KB.510/2/98 tentang Pembinaan dan Pengendalian Pengembangan Perkebunan Inti Rakyat, dll Hak untuk menguasai dan menggunakan tanah dapat dibuktikan dan tidak dituntut secara sah oleh komunitas lokal dengan hak-hak yang dapat dibuktikan. 1. Petani dapat menunjukan: surat keterangan kepemilikan tanah atau hak penggunaan lahan 1. Rekaman upaya penyelesaian keberatan dengan pihak lain, jika ada Informasi mengenai status tanah yang disampaikan adalah status tanah saat ini atau yang sedang dalam tahap pengurusan. Surat keterangan kepemilikan tanah tidak tumpang tindih dengan kawasan lindung (kawasan konservasi dan hutan lindung) dan status kawasan hutan dalam perencanaan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten, serta tidak tumpang tindih dengan hak orang lain. Pemerintah (dalam hal ini BPN atau Badan Planologi Kehutanan) harus menfasilitasi mekanisme pendataan dan Halaman 7 dari 52

8 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Nasional pemetaan tanah kepemilikan /hak masyarakat adat sesuai dengan daerah masing-masing dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk petani kemitraan: Surat kepemilikan tanah berupa sertifikat (lihat juga kriteria 1.2) Untuk petani swadaya: Jika petani swadaya tidak memiliki sertifikat,maka surat keterangan tanah lainnya dari instansi yang berwenang atau keterangan asal usul lahan yang didukung oleh bukti otentik adalah memadai sepanjang tidak ada sengketa. Kelembagaan petani membantu anggotanya dalam hal administrasi surat menyurat terkait pengurusan legalitas kepemilikan lahan Penggunaan lahan untuk kelapa sawit tidak mengurangi hak berdasarkan hukum dan hak tradisional pengguna lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari mereka. 1. Jika lahan berdasarkan hak legal dan hak tradisional telah diambil alih, tersedia catatan proses dan atau kesepakatan negosiasi antara pemilik hak tradisional dan petani yang dilengkapi peta denah lokasi dalam skala yang sesuai, sekurang-kurangnya denah lokasi Jika dalam lahan terdapat suatu hak legal atau hak tradisional maka pihak petani harus dapat memperlihatkan bahwa hak-hak ini dipahami, dan tidak terancam atau dikurangi. ini harus dilihat bersama kriteria 6.4, 7.5 dan 7.6. Jika daerah hak tradisional ini tidak jelas, maka penentuannya paling baik dilakukan melalui kegiatan pemetaan bersama yang melibatkan masyarakat Halaman 8 dari 52

9 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Nasional yang terkena dampak maupun masyarakat sekitar. ini memungkinkan adanya penjualan dan penjanjian imbalan berdasarkan negosiasi untuk memberikan kompensasi terhadap kehilangan keuntungan dan atau hak yang dilepaskan. Perjanjian yang dinegosiasikan harus dilakukan tanpa paksaan dan dibuat sebelum investasi baru atau operasi dilakukan dan didasarkan atas kesepakatan yang terbuka atas semua informasi terkait dalam bentuk dan bahasa yang sesuai. Waktu yang memadai harus diberikan bagi pengambilan keputusan secara adat dan dapat dilakukan negosiasi berulang-ulang, jika diminta. Perjanjian yang telah dinegosiasi harus dapat mengikat semua pihak terkait, dan dapat dijadikan alat bukti dalam proses pengadilan. Menetapkan kepastian dalam negosiasi lahan merupakan suatu keuntungan jangka panjang bagi seluruh pihak terkait. Halaman 9 dari 52

10 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Prinsip 3 : Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang 3.1. Terdapat rencana manajemen yang diimplementasikan yang ditujukan untuk mencapai keamanan ekonomi dan keuangan dalam jangka panjang. 1. Tersedia dokumen rencana kerja operasional penting, minimal 1 3 tahun 1. Tersedia rencana persiapan menghadapi peremajaan tanaman Rencana kerja operasional selama 3 tahun, minimal meliputi prediksi produksi kebun Petani harus mengetahui atau mendapatkan informasi tentang: prediksi produksi kebun akses kepada informasi teknologi baru dan informasi pasar/harga faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi Untuk petani kemitraan: Kelembagaan petani harus terlibat dalam perhitungan kredit, perjanjian kerjasama dengan bank, mekanisme agunan, dll). Petani memperoleh pembinaan dari perusahaan mitra pengelola kemitraan dalam hal pengelolaan kebun untuk mengoptimalkan produktivitas berkelanjutan. Untuk petani swadaya: Petani mendapat pembinaan dari instansi pemerintah terkait, Halaman 10 dari 52

11 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 petugas penyuluh lapangan, kelembagaan petani, pabrik yang membeli TBS mereka, supplier atau organisasi lain seperti LSM Petani difasilitasi oleh pemerintah untuk keberlanjutan usahanya Kelembagaan petani dan petugas penyuluh lapangan harus membantu penyebaran informasi dan teknologi baru dalam mendukung peningkatan produktivitas Petani swadaya dapat menggunakan Buku Pedoman Teknis Budidaya Kelapa Sawit yang diterbitkan oleh Departemen Pertanian sebagai dokumen rencana kerja operasional. Rencana persiapan menghadapi, peremajaaan tanaman dapat mencakup dana peremajaan dan atau rencana teknis Instansi terkait adalah dinas yang membidangi perkebunan baik di tingkat provinsi atau kabupaten/kota dan disesuaikan dengan objek urusan. Halaman 11 dari 52

12 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Prinsip 4 : Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik 4.1. Prosedur operasi didokumentasikan secara tepat dan diimplementasikan dan dipantau secara konsisten. 1. Tersedia manual GAP kegiatan penting (penggunaan bibit unggul, Pengelolaan Hama Terpadu (PHT), pemupukan, sistem panen) 1. Tersedia bukti hasil kegiatan penting tersebut Untuk petani kemitraan: Petani kemitraan melaksanakan GAP sesuai dengan SOP perusahaan mitra atau. Untuk petani swadaya: Petani swadaya melaksanakan GAP sesuai dengan Pedoman Teknis Budidaya Kelapa Sawit yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Perkebunan Departemen Pertanian Republik Indonesia yang mencakup namun tidak terbatas pada: kesuburan tanah, teknik mempertahankan kesuburan tanah, faktor-faktor yang mempengaruhi erosi dan degradasi tanah (rorak, terassering, tapak kuda), faktor yang dapat mempengaruhi kualitas air (penanaman dipinggir sungai dan lereng, pemupukan, aplikasi pestisida), Upaya menghindari pencemaran air oleh pestisida dan pupuk, konsep dan Pengelolaan Hama Terpadu (penggunaan musuh alami), pestisida yang boleh digunakan menurut peraturan yang berlaku, cara aplikasi pestisida yang aman, cara menyimpan pestisida dan membuang sisa dan wadahnya secara aman. Halaman 12 dari 52

13 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei Praktek-praktek mempertahankan kesuburan tanah, atau bilamana mungkin meningkatkan kesuburan tanah, sampai pada tingkat yang memberikan hasil yang optimal dan berkelanjutan 1. Rekaman aplikasi pemupukan 2. Rekaman produktivitas 3 tahun terakhir Untuk petani kemitraan: 1. Rekaman aplikasi land application dan janjang kosong untuk petani kemitraan yang melaksanakannya Petani diharapkan mempunyai dan melaksanakan manual GAP (lihat juga kriteria 4.1). Penggunaan pupuk organik, jika diperlukan, dapat digunakan untuk mempertahankan kesuburan tanah. Kelembagaan petani dianjurkan untuk menguji kualitas saprodi yang mereka terima sebelum disalurkan kepada petani anggotanya. Dalam hal ini, kelembagaan petani berkonsultasi dengan perusahaan mitra atau pabrik yang membeli TBS mereka mengenai kualitas saprodi. Perusahaan mitra atau pabrik yang membeli TBS petani sebaiknya membantu memfasilitasi petani mitranya untuk mendapatkan saprodi yang berkualitas. Kelembagaan petani dan perusahaan mitra membina anggotanya agar dapat melakukan pencatatan sederhana mengenai kegiatan perkebunannya. Untuk petani kemitraan: Pemanfaatan janjang kosong untuk petani kemitraan sepanjang tersedia di perusahaan mitra. Halaman 13 dari 52

14 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei Praktek-praktek meminimalisasi dan mengendalikan erosi dan degradasi tanah 1. Bukti pembuatan terassiring dan upaya konservasi lainnya pada daerah curam sebelum atau pada saat replanting 1. Bukti penggunaan tanaman Penutup tanah untuk TBM 2. Bukti pembuatan drainase di daerah gambut dan areal rendahan Petani diharapkan mempunyai dan melaksanakan manual sederhana GAP budidaya perkebunan kelapa sawit (lihat juga kriteria 4.1). Petani melakukan upaya untuk mencegah erosi di pingiran sungai di daerah perkebunan mereka (misal membuat benteng). Penanaman di lahan gambut sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku 4.4 Praktek-praktek mempertahankan kualitas dan ketersediaan air permukaan dan air tanah. 1. Rekaman penggunaan pestisida dan pemupukan 1. Bukti pelatihan mengenai konservasi tanah dan air 1. Bukti upaya pencegahan erosi dan menjaga sumber air alamiah 2. Rekaman penggunaan pestisida dan pemupukan Petani diharapkan mempunyai dan melaksanakan manual sederhana GAP budidaya perkebunan kelapa sawit (lihat juga kriteria 4.1) Hama, penyakit, gulma dan spesies introduksi yang berkembang cepat (invasif) dikendalikan secara efektif dengan menerapkan teknik Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang memadai. Untuk petani kemitraan: 1. Laporan hasil pengamatan dan pengendalian hama dan penyakit Untuk petani kemitraan: 1. Petani kemitraan dapat menunjukkan bahwa mereka memiliki pengetahuan yang cukup mengenai PHT dan mampu melaksanakannya. Untuk petani kemitraan: Petani melaksanakan GAP sesuai dengan SOP perusahaan mitra Agrokimia digunakan dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan dan lingkungan. Tidak ada penggunaan 1. Bukti penggunaan agrokimia yang terdaftar dan diijinkan oleh Menteri Pertanian dan tidak 1. Rekaman pengobatan bagi aplikator pestisida, jika terjadi kasus keracunan Petani diharapkan mempunyai dan melaksanakan manual sederhana GAP budidaya perkebunan kelapa Halaman 14 dari 52

15 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 propilaktik (pencegahan) dari pada pestisida, kecuali dalam kondisi khusus sebagaimana dimuat dalam panduan praktk terbaik Apabila agrokimia yang digunakan tergolong sebagai Tipe 1A atau 1B WHO atau bahan-bahan yang termasuk dalam daftar Konvensi Stockholm atau Konvensi Rotterdam, maka perkebunan secara aktif mencari alternatif dan proses ini dokumentasikan. menggunakan agrokimia yang tergolong sebagai WHO Type 1A atau 1B atau bahan-bahan yang termasuk daftar konvensi Rotterdam dan Stockholm 2. Bukti penggunaan agrokimia pestisida sesuai dengan target spesies, dosis, cara dan waktu penggunaannya 3. Bukti pelaksanaan Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam aplikasi agrokimia 4. Tersedia alat keselamatan kerja yang memadai 2. Bukti pelatihan penggunaan pestisida terbatas 3. Daftar jenis dan volume pestisida yang disalurkan kepada petani sawit (lihat juga kriteria 4.1). Pestisida terbatas meliputi pestisida yang dikategorikan sebagai Type 2 oleh WHO, konvensi Rotterdam dan konvensi Stockholm Daftar agrokimia yang terdaftar dan diijinkan oleh Menteri Pertanian telah mempertimbangkan larangan menggunakan agrokimia yang tergolong sebagai Type 1A atau 1B WHO atau bahan-bahan yang termasuk dalam daftar konvensi Rotterdam atau Stockholm 4. Bukti penyimpanan pestisida dan pemusnahan bekas wadah pestisida sesuai dengan peraturan yang berlaku 4.7. Rencana kesehatan dan keselamatan kerja didokumentasikan, disebarluaskan dan diimplementasikan secara efektif. Untuk petani kemitraan: 1. Tersedia pedoman penanganan kesehatan dan keselamatan kerja petani yang dapat disusun oleh perusahaan mitra, kelembagaan petani atau instansi terkait Untuk petani kemitraan: 1. Bukti memahami dan/atau telah melaksanakan tindakantindakan darurat, prosedur dan penanganan bila terjadi kecelakaan 2. Rekaman kejadian kecelakaan, jika ada Petani di dalam kriteria ini mencakup anggota keluarganya yang bekerja pada perkebunan kelapa sawit mereka. Untuk petani kemitraan: Petani kemitraan seharusnya: Mengetahui praktek pada perkebunan yang mempunyai Halaman 15 dari 52

16 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei Bukti telah mendapat pelatihan mengenai praktek kerja yang aman 3. Rekaman pertemuan membahas K3 resiko tinggi dan menyusun cara kerja yang aman Membuat catatan penggunaan pestisida (merek, dosis, cara aplikasi). Melaksanakan aplikasi dengan cara-cara yang aman terhadap kesehatan pekerja dan lingkungan Perusahaan mitra, koperasi, kelembagaan petani dan petani memantau pelaksanaannya. 4.8 Seluruh staf, karyawan, petani dan kontraktor harus terlatih secara memadai. 1. Program dan realisasi pelatihan bagi setiap kelembagaan petani, yang disesuaikan dengan kebutuhan petani Untuk petani swadaya: Petani swadaya dianjurkan melaksanakan seperti indikator dan panduan pada petani kemitraan. 1. Rekaman pelaksanaan pelatihan Petani dapat menunjukan bahwa mereka telah mengikuti pelatihan mengenai pekerjaan yang dilakukan Pekerja pada perkebunan kecil (perkebunan rakyat) memerlukan pelatihan dan peningkatan keahlian yang cukup yang dapat diperoleh melalui kegiatan penyuluhan dari: pekebun atau pengolah yang membeli TBS mereka, organisasi petani atau melalui kerja sama dengan lembaga dan organisasi lain. Pencatatan dan dokumentasi Halaman 16 dari 52

17 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 pelatihan bagi petani tidak diharuskan, tetapi setiap pekerja di perkebunan harus mendapatkan pelatihan yang cukup untuk operasional kerja yang dilakukan Untuk Petani Kemitraan : Petani kemitraan seharusnya difasilitasi oleh perusahaan mitra dan /atau koperasi anggota kelembagaan petani. Untuk Petani Swadaya : Petani swadaya difasilitasi oleh instansi pemerintah yang terkait dan organisasi petani. Halaman 17 dari 52

18 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Prinsip 5 : Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati 5.1 Aspek manajemen perkebunan dan pabrik, termasuk replanting yang menimbulkan dampak lingkungan diidentifkasi, dan rencana-rencana untuk mengurangi/ mencegah dampak negatif dan mendorong dampak positif dibuat, diimplementasikan dan dimonitor untuk memperlihatkan kemajuan yang kontinu. Untuk petani kemitraan:.1 Tersedia dokumen AMDAL atau UKL dan UPL di kelembagaan petani dan disosialisasikan kepada anggota 2. Penyusunan AMDAL melibatkan partisipasi petani Untuk petani kemitraan: 1. Tersedia rekaman pelaksanaan dan pelaporan RKL/UKL dan RPL/UPL di kelembagaan petani Untuk petani swadaya: 1. Kelembagaan petani memiliki rekaman identifikasi dampak dan rencana upaya pengelolaan lingkungan (Pokja STF Indonesia menyediakan template / checklist yang diperlukan untuk melakukan identifikasi dampak secara sederhana, lihat Appendix 1) Petani diharapkan: mengetahui dampak negatif dari kegiatan mereka dan mengetahui cara meminimalkannya dan melaksanakannya (terutama: pembersihan lahan, pemupukan, aplikasi pestisida, erosi pinggiran sungai) Mempunyai AMDAL atau UPL, UKL dan RPL, RKL atau identifikasi dampak sesuai dengan peraturan yang berlaku berdasarkan luasan area perkebunan. Untuk petani kemitraan: AMDAL atau UPL, UKL dan RPL, RKL dilakukan oleh perusahaan mitra. Untuk petani swadaya: Petani swadaya diharapkan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dampak lingkungan melalui penyuluhan dari instansi pemerintah yang berwenang yang dilakukan secara periodik. Halaman 18 dari 52

19 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei Status spesies-spesies langka, terancam, atau hampir punah dan habitat dengan nilai konservasi tinggi, jika ada di dalam perkebunan atau yang dapat terpengaruh oleh manajemen kebun dan pabrik harus diidentifikasi dan konservasinya diperhatikan dalam rencana dan operasi manajamen dan atau kelembagaan petani. 1. Petani mampu menyebutkan nama spesies yang dilindungi daerah setempat. 2. Petani dapat menjelaskan prosedur mengatasi konflik dengan spesies yang dilindungi. 1. Jika terdapat species yang dilindungi dalam perkebunan, maka perlu ada petugas dalam kelembagaan petani untuk membina anggotanya dalam mengelola species yang dilindungi tersebut, termasuk mitigasi konfliknya Untuk petani kemitraan: 1. Terdapat bukti hasil identifikasi habitat nilai konservasi tinggi spesies yang dilindungi.yang disimpan di kelembagaan petani (lihat juga kriteria 5.1) Informasi tentang spesies yang dilindungi dan habitat berkonservasi tinggi dapat diperoleh dari organisasi petani dan instansi pemerintah terkait seperti Dinas Perkebunan/Penyuluh, BKSDA, Informasi tentang spesies yang dilindungi dan cara mengatasi konflik dapat diperoleh dari instansi pemerintah terkait seperti Dinas Perkebunan / Penyuluh, BKSDA dan LSM yang berkompeten Untuk petani kemitraan: Penyusunan informasi tentang identifikasi spesies yang dilindungi dan habitat nilai konservasi tinggi telah dilaksanakan oleh perusahaan mitra sesuai dengan dokumen AMDAL Limbah dikurangi, didaur ulang, dipakai kembali, dan dibuang dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara lingkungan dan sosial 1. Tersedia rencana pengelolaan limbah agrokimia Petani dapat menerangkan cara pembuangan limbah agrokimia dan wadahnya sesuai dengan acuan yang ada dikemasan. 1. Rekaman pengaduan masyarakat berkenaan dengan pembuangan limbah dan cara penyelesaiannya (jika ada). Pengelolaan limbah dan rencana pembuangan limbah agrokimia harus meliputi langkah-langkah untuk: Mengidentifikasi dan memantau sumber limbah dan polusi. Halaman 19 dari 52

20 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei Petani dapat menerangkan dan menunjukkan bukti bahwa point 1 2 telah dilaksanakan Memanfaatkan limbah, mendaur ulang limbah sebagai nutrisi atau mengubahnya menjadi produk dengan nilai tambah (misalnya lewat program pembuatan pakan ternak). Pembuangan limbah agrokimia berbahaya dan wadahnya yang tepat. Kelebihan wadah agrokimia harus dibuang atau dibersihkan dengan cara yang bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial (misalnya mengembalikan ke penjual atau melakukan pencucian tiga tahap), sehingga tidak timbul resiko kontaminasi terhadap sumber air atau kesehatan manusia. Petunjuk pembuangan sebagaimana tertera pada label wadah harus dijadikan acuan 5.4. Efisiensi penggunaan energi dan penggunaan energi terbarukan dimaksimalkan. 1. Pengelola kemitraan membuat pedoman untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi di perkebunan petani mereka ini tidak berlaku untuk petani Efisiensi penggunaan energi di perkebunan petani meliputi misalnya penggunaan ternak dalam pengangkutan TBS dan penggunaan kotoran ternak untuk pupuk dan/atau biogas (apabila memungkinkan) Halaman 20 dari 52

21 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei Penggunaan api untuk pemusnahan limbah dan untuk penyiapan lahan, guna penanaman kembali dihindari kecuali dalam kondisi spesifik, sebagaimana tercantum dalam kebijakan tanpabakar ASEAN atau panduan lokal serupa. 1. Pada saat replanting, petani dapat membuktikan tidak menggunakan api dalam penyiapan lahannya dan pemusnahan limbah, kecuali untuk membasmi hama penyakit dan harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari dinas teknis terkait 2. Petani mengetahui prosedur Tanggap Darurat untuk kebakaran lahan 1. Kelembagaan petani memiliki sarana dan prasarana sederhana penanggulangan kebakaran lahan. 2. Petani mendapatkan penyuluhan tentang penyiapan lahan tanpa bakar Penggunaan api hanya dibolehkan jika penilaian menunjukkan bahwa metode itulah yang paling efektif dan merupakan pilihan yang paling sedikit menimbulkan resiko terjadinya kerusakan lingkungan, dan untuk meminimalkan eksplosi hama dan penyakit, dengan disertai bukti-bukti adanya pengontrolan yang cermat terhadap pembakaran. Pembakaran di lahan gambut harus dihindari 5.6. Rencana-rencana untuk mengurangi pencemaran dan emisi, termasuk gas rumah kaca, disusun, diimplementasikan dan dimonitor. 1. Tersedia hasil identifikasi sumber polusi di perkebunan petani 2. Tersedia rencana pengurangan polusi ini tidak berlaku untuk petani. Pengelola kemitraan seharusnya melakukan penilaian atas semua kegiatan kelompok petani yang berpolusi dan mengembangkan rencana untuk mengurangi polusi dan emisi yang dihasilkan oleh budidaya kelapa sawit. Halaman 21 dari 52

22 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Prinsip 6 : Tanggung Jawab kepada pekerja, individu-individu dan komunitas dari kebun dan pabrik 6.1 Aspek manajemen perkebunan dan pabrik termasuk replanting yang mempunyai dampak sosial diidentifikasi dengan cara partisipatif dan rencana penanganan dampak negatif dan pengembangan dampak positif disusun, dilaksanakan dan dimonitor untuk menunjukkan perbaikan yang berkelanjutan. 1. Petani dapat menerangkan dampak sosial kegiatan perkebunan mereka dan memberikan bukti respon konstruktif terhadap keluhan, jika ada Untuk petani kemitraan: Tersedia Ddokumen AMDAL yang tersedia di kelembagaan petani dan disosialisasikan kepada anggota Khusus untuk petani kemitraan: 1. Petani kemitraan memiliki rekaman pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan dampak sosial yang tersedia di kelembagaan petani 2. Tersedia jadwal implementasi pengelolaan dampak sesuai dengan dokumen AMDAL Identifikasi dampak sosial dapat dilakukan oleh pihak perkebunan bersama-sama dengan pihak yang terkena dampak sesuai tuntutan situasi. Pelibatan ahli independen dapat dilakukan jika dipandang perlu untuk memastikan bahwa seluruh dampak (baik positif maupun negatif) telah diidentifikasi. Dampak sosial dapat ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan seperti: pembangunan jalan, pabrik atau infrastruktur baru; penanaman tanaman lain atau perluasan daerah penanaman; pembuangan limbah pabrik; pembersihan vegetasi alam yang tersisa; perubahan jumlah karyawan atau persyaratan kerja. Pengelolaan perkebunan kelapa sawit dapat menimbulkan dampak sosial (positif atau negatif) terhadap faktor-faktor berikut: - Hak atas akses dan hak guna. - Mata pencaharian (misalnya kerja harian) dan kondisi kerja. - Kegiatan-kegiatan mata pencaharian. - Nilai-nilai budaya dan religius. Halaman 22 dari 52

23 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Untuk petani kemitraan: Analisis dampak sosial dan pengelolaan dampak yang terdokumentasi berupa dokumen AMDAL telah disusun oleh perusahaan mitra Untuk petani swadaya: Petani swadaya, melalui kelembagaan petani, melakukan identifikasi dampak dan rencana pengelolaan lingkungan 6.2. Terdapat metode terbuka dan transparan untuk komunikasi dan konsultasi antara pihak perkebunan dan/atau pabrik, masyarakat lokal, dan kelompok lain yang terkena dampak atau berkepentingan. 1. Kelembagaan petani mempunyai rekaman komunikasi dan konsultasi dengan masyarakat 2. Tersedia rekaman pertemuan berkala antara kelembagaan petani dengan anggotanya 1. Kelembagaan petani memiliki rekaman aspirasi masyarakat dan tanggapan/tindaklanjutnya 2. Kelembagaan petani memiliki petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan konsultasi dan komunikasi dengan stakeholder. Mekanisme komunikasi dan konsultasi dirancang oleh kelembagaan petani bersama masyarakat lokal dan pihak yang terkena dampak atau pihak berkepentingan lainnya. Mekanisme ini perlu mempertimbangkan penggunaan mekanisme dan bahasa setempat. Pertimbangan perlu diberikan kepada keberadaan forum multi pihak. Komunikasi perlu mempertimbangkan kesenjangan akses terhadap informasi bagi kaum wanita dan pria, pemimpin desa dan buruh harian, kelompok masyarakat lama Halaman 23 dari 52

24 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 dan baru, dan berbagai kelompok etnis. Pertimbangan perlu diberikan untuk pelibatan pihak ketiga, seperti kelompok masyarakat, LSM atau pemerintah (atau kombinasi dari ketiga kelompok ini) yang tidak memiliki kepentingan secara langsung, untuk memfasilitasi skema petani dan masyarakat, dan pihak lainnya jika dibutuhkan, dalam komunikasi ini Terdapat sistem yang disepakati dan didokumentasikan bersama untuk mengurus keluhan dan ketidakpuasan yang diimplementasikan dan diterima oleh semua pihak. 1. Kelembagaan petani menyediakan sistem untuk menerima keluhan 1. Kelembagaan petani mempunyai rekaman keluhan/keberatan, penanganan keluhan / keberatan, dan pelaporan 2. Dokumentasi proses dan hasil penyelesaian perselisihan, jika ada Mekanisme penyelesaian perselisihan harus dibuat lewat kesepakatan terbuka dengan pihak yang terkena dampak. Untuk petani swadaya: Untuk petani swadaya, instansi pemerintah terkait dan kelembagaan petani dapat membantu memfasiltasi penanganan keluhan dan perselisihan Setiap perundingan menyangkut kompensasi atas kehilangan hak legal atau hak tradisional dilakukan melalui 1. Petani memiliki dokumen identifikasi, kalkulasi dan pembayaran kompensasi atas 1. Rekaman proses negosiasi dan/atau hasil kesepakatan kompensasi tersedia Prosedur pembayaran kompensasi perlu mempertimbangkan gender, penduduk asli dan pendatang. Halaman 24 dari 52

25 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 sistem terdokumentasi yang memungkinkan komunitas adat dan stakeholder lain memberikan pandangan pandangannya melalui institusi perwakilan mereka sendiri. kehilangan hak legal dan hak tradisional dengan melibatkan wakil masyarakat dan instansi terkait. Petani harus mengikuti prosedur yang berlaku dalam mengidentifikasi hak-hak legal dan tradisional masyarakat yang berhak menerima kompensasi. Prosedur untuk menghitung dan membagikan kompensasi yang memadai (dalam wujud uang atau bentuk lainnya) dibuat dan diimplementasikan. Setiap pembayaran kompensasi atas pemindahan hak dari pihak lain harus dilakukan secara transparan, wajar dan tanpa tekanan sehingga tidak merugikan penduduk atau masyarakat yang memiliki hak atas lahan. Petani harus menunjukkan surat keterangan atas hak milik atau tradisional. Proses dan hasil dari setiap perjanjian yang disepakati didokumentasikan dan dilaksanakan secara terbuka 6.5 Upah dan persyaratanpersyaratan kerja bagi karyawan dan karyawan dari kontraktor harus selalu memenuhi paling 1. Bukti pembayaran upah pekerja 1. Terdapat perjanjian kerja untuk pekerja tetap, jika terdapat tenaga kerja tetap ada Kelembagaan petani harus memberikan informasi besarnya UMR pada daerah kebun tersebut Halaman 25 dari 52

26 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 tidak standar minimum industri atau hukum, dan sesuai untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak. 2. Tersedia peralatan keselamatan kerja berada secara periodik Dalam hal tenaga kerja lepas, kondisi kerja dan upah sesuai perjanjian yang ditetapkan secara transparan dan tanpa paksa. INA-SWG berpandangan bahwa menyamakan kondisi dan perlindungan seperti yang diterima oleh karyawan inti dan pabrik tidak mungkin dilakukan oleh petani kepada pekerjanya. Yang dapat dilakukan adalah memberikan hak gaji yang minimal sama dengan UMR, keselamatan kerja dan jam kerja yang wajar. 6.6 Perusahaan menghormati hak seluruh karyawan untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja sesuai dengan pilihan mereka dan untuk tawar menawar secara kolektif. Ketika hak kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat secara kolektif dibatasi oleh hukum, maka perusahaan memfasilitasi pendamping yang tidak berpihak, gratis dan melakukan tawar menawar bagi seluruh karyawan. 1. Pekerja dan kontraktor diperbolehkan untuk berserikat ini tidak berlaku untuk petani. Hak pekerja dan kontraktor untuk berserikat dan melakukan negosiasi secara kolektif dengan pemberi kerja harus dihormati. Halaman 26 dari 52

27 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei Anak-anak tidak dipekerjakan dan dieksploitasi. Pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak hanya diperbolehkan pada perkebunan keluarga, di bawah pengawasan orang dewasa dan tidak mengganggu program pendidikan mereka. Anak-anak tidak boleh terpapar oleh kondisi kerja membahayakan Segala bentuk diskriminasi berdasarkan ras, kasta, kebangsaan, agama, cacat, jender, orientasi seksual, keanggotaan serikat, afiliasi politik atau umur dilarang 1. Petani dapat membuktikan penggunaan tenaga kerja anakanak sesuai peraturan yang berlaku tidak mempekerjakan anakanak dibawah usia kerja dan pada usia sekolah 1. Bukti bahwa para pekerja dan kelompok pekerja, termasuk tenaga kerja pendatang, diperlakukan sama Petani harus mempekerjakan pekerja mengacu pada usia kerja minimum dan anak-anak usia sekolah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Petani atau perkebunan keluarga boleh mempekerjakan anak-anak di bawah pengawasan orang dewasa dan tidak mengganggu pendidikan mereka, sesuai peraturan yang berlaku sesuai dengan peraturan yang berlaku. Proses negosiasi juga harus melibatkan perempuan, penduduk asli dan suku minoritas Kelembagaan petani memilki prosedur penyampaian keluhan yang dapat dilaksanakan sesuai kriteria 6.3. Diskriminasi yang positif dalam penyediaan karyawan dan keuntungan untuk komunitas khusus, dapat diterima sebagai bagian dari perjanjian yang telah dinegosiasikan Kebijakan untuk mencegah pelecehan seksual dan berbagai bentuk kekerasan 1.Memiliki Tersedia dokumen atau aturan Petani menghormati hak reproduksi tenaga kerjanya. Halaman 27 dari 52

28 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 terhadap perempuan dan untuk melindungi hak reproduksinya, disusun dan diaplikasikan Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit berurusan secara adil dan transparan dengan petani dan bisnis lokal lainnya. yang menghimbau kepada para anggotanya untuk tidak melakukan pelecehan seksual dan berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan dan menghargai hak-hak reproduksi perempuan dan diimplementasikan 1. Rekaman perulangan keluhan yang sama dari perusahaan mitra dan atau mitra bisnis lokal lainnya 2. Rekaman mekanisme penentuan harga dari Tim Penetapan Harga kepada kelembagaan petani dan bukti pembayaran TBS 1. Rekaman bukti kontrak kerjasama dengan mitra bisnis, jika ada. 2. Bukti pembayaran kontrak tepat waktu 3. Bukti pembayaran angsuran kredit, jika ada 4. Bukti pemeliharaan jalan dan transportasi, apabila petani membayar iuran terkait 5. Rencana peremajaan tanaman dilakukan dengan jeda waktu yang cukup Kontrak yang dibuat dipahami oleh semua pihak yang terlibat, harus bersifat adil, sah dan transparan. Semua biaya, komisi dan pungutan dijelaskan dan disetujui sebelumnya. Kelembagaan petani sebaiknya terlibat dalam penentuan harga TBS 6.11 Perkebunan dan pabrik berkontribusi terhadap pembangunan lokal yang 1. Rekaman kontribusi kelembagaan petani dan / atau Petani swadaya dan petani kemitraan pasca konversi Halaman 28 dari 52

29 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 berkelanjutan bilamana dianggap memadai. petani terhadap pembangunan lokal berkontribusi terhadap pembangunan lokal melalui kelembagaan petani Kelembagaan petani secara aktif melakukan perundingan dengan perusahaan mitra dalam hal penentuan pemotongan hasil penjualan TBS petani untuk kontribusi pembangunan lokal dan pengelolaannya Kelembagaan petani turut menentukan arah pemanfaatan dan pengelolaan dana kontribusi Halaman 29 dari 52

30 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Prinsip 7 : Pengembangan perkebunan baru secara bertanggung Jawab 7.1 Dilakukan analisis dampak sosial dan lingkungan hidup secara komprehensif dan partisipasif sebelum membangun kebun atau operasi baru memperluas perkebunan yang sudah ada dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan, pengelolaan dan operasi. Untuk petani kemitraan 1. Tersedia dokumen analisis dampak sosial dan lingkungan sebelum pembangunan perkebunan dilaksanakan. Untuk petani kemitraan, analisis dampak sosial dan lingkungan dilakukan oleh perusahaan mitra. 2. Bukti analisis dampak dilakukan bersama masyarakat lokal Untuk petani kemitraan: 1. Bukti hasil analisis dampak digunakan dalam penyusunan rencana pembangunan perkebunan Untuk petani kemitraan: Petani kemitraan mengetahui dampak sosial dan lingkungan perkebunan mereka yang merupakan bagian dari AMDAL perusahaan mitra, dan petani aktif melaksanakan RKL/UPL. Dokumen AMDAL disimpan di kelembagaan petani Petani kemitraan berkonsultasi kepada perusahaan mitra dalam pengelolaan dampak perkebunan Sebagaimana diminta dalam prinsip dan kriteria serta pedoman RSPO, bahwa penilaian dampak sosial dan lingkungan memasukan pertimbangan secara partisipatif berikut ini: Rencana pemanfaatan lahan dan alokasi lahan bagi petanipetani kemitraan dan kesepakatan mengenai pembebasan lahan. Identifikasi dan pengurangan dampak lingkungan Rencana pembangunan dan Halaman 30 dari 52

31 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 pemeliharaan jalan. Ketentuan hutang dan pembayaran, prosedur penetapan harga TBS, prosedur transportasi dan grading. Nilai konservasi tinggi (lihat kriteria 7.3) yang mungkin terkena dampak negatif. Penilaian potensi dampak pada ekosistem alami dekat dari lahan yang akan dibangun kebun kemitraan, mencakup apakah pembangunan atau perluasan akan meningkatkan tekanan pada eksosistem alami terdekat. Identifikasi jalur-badan air dan penilaian potensi dampak pada tata-air (hidrologi) oleh pembangunan kebun petani mitra yang diusulkan. Upaya penanganan harus direncanakan dan dijalankan untuk memelihara kuantitas dan kualitas sumber air. Halaman 31 dari 52

32 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Survei tanah dan informasi topograpi, mencakup identifikasi tanah marjinal dan rapuh, kawasan yang rentan erosi dan curam yang tidak sesuai untuk penanaman. Analisa terhadap jenis tanah yang digunakan (hutan, hutan terdegradasi, lahan terbuka). Analisa atas kepemilikan dan hak penggunaan lahan. Analisa pola penggunaan lahan yang ada. Penilaian potensi dampak sosial terhadap masyarakat sekitar perkebunan dan kebun petani mitra terkait, termasuk analisa perbedaan dampak terhadap perempuan dan laki-laki, suku etnis, pendatang (migran) dan penduduk yang telah tinggal lama. Untuk petani swadaya: Apabila kebun petani swadaya Halaman 32 dari 52

33 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 meliputi area yang cukup luas dan dengan demikian mungkin memiliki dampak sosial dan lingkungan yang penting, maka perlu melakukan analisis dampak sosial dan lingkungan. Petani swadaya berkonsultasi pada instansi terkait atau petugas penyuluh lapangan dalam analisis dampak Petani yang mempunyai luas < 25 ha melaksanakan analisis dampak perkebunan sesuai peraturan yang berlaku 7.2 Menggunakan survai tanah dan informasi topografi untuk merencanakan lokasi pengembangan perkebunan baru dan hasilnya digabungkan ke dalam perencanaan dan operasi 1. Bukti terdapat rekomendasi pembangunan perkebunan di lahan petani dari instansi berwenang, dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan. 1. Tersedia hasil survey topografi dan kesesuaian lahan yang dilakukan oleh perusahaan mitra 2. Pembangunan perkebunan di lahan gambut sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku 1. Petani dapat menerangkan rencana kerja pembangunan perkebunan yang telah mendapat rekomendasi tersebut Untuk petani kemitraan: Untuk petani kemitraan pembangunan perkebunan disesuaikan dengan program kemitraan inti dan plasma Untuk petani swadaya: Untuk petani swadaya informasi mengenai topografi, jenis tanah dan kesesuaiannya untuk kelapa sawit dari lahan yang akan digunakan untuk perkebunan diperoleh dari Dinas yang membidangi Perkebunan atau petugas penyuluh lapangan. Rencana pembangunan perkebunan dibuat bersama dengan tenaga penyuluh lapangan. Halaman 33 dari 52

34 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei Penanaman baru sejak November 2005 tidak dilakukan di hutan primer atau setiap areal yang dipersyaratkan untuk memelihara atau meningkatkan satu atau lebih Nilai Konservasi Tinggi (High Conservation value) 1. Petani dapat membuktikan bahwa lahan perkebunan mereka bukan berasal dari konversi hutan primer atau areal bernilai konservasi tinggi Untuk petani kemitraan: Untuk petani kemitraan, perusahaan mitra akan melakukan identifikasi HCV di lahan petani peserta. Untuk petani swadaya: Petani swadaya, melalui kelembagaan petani, berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk mendapatkan informasi mengenai HCV yang ada di atau di sekitar lahan mereka 7.4 Dihindari memperluas perkebunan di atas lahan yang curam, dan atau di tanah marjinal serta rapuh. Untuk petani kemitraan : 1. Peta realisasi pembukaan lahan Rekaman tidak adanya penanaman berlebihan pada lahan yang curam dan/atau tanah marjinal yang rapuh sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Jika penanaman terbatas pada lahan curam dan/atau marginal tidak dapat dihindarkan, perusahaan mitra memberikan bimbingan teknis Untuk petani kemitraan: Untuk petani kemitraan perusahaan mitra bersama dengan petani yang akan menyusun program penanaman baru Untuk petani swadaya Lihat kriteria Tidak ada penanaman baru dilakukan di tanah masyarakat lokal tanpa persetujuan terlebih dahulu dari mereka, yang dilakukan melalui suatu sistem yang terdokumentasi sehingga 1. Petani dapat membuktikan bahwa tidak terdapat penolakan dari masyarakat adat dan lokal terhadap pembangunan perkebunan tersebut (Bukti dapat Pengelola kemitraan sebaiknya mengidentifikasi cakupan lahan hak ulayat/adat yang diakui dan memetakannya. Halaman 34 dari 52

35 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 memungkinkan masyarakat adat dan masyarakat lokal serta para pihak lainnya bisa mengeluarkan pandangan mereka melalui institusi perwakilan mereka sendiri. berupa surat persetujuan dari masyarakat adat atau masyarakat lokal yang diketahui atau disetujui oleh Ketua Adat/Kepala Desa atau sesuai dengan ketentuan di daerah setempat) Petani Pengelola kemitraan melakukan pendekatan dengan masyarakat adat dan lokal dalam hal pembangunan perkebunan kelapa sawit, dan bila lahan tersebut milik dari masyarakat adat atau lokal harus dinegosiasikan untuk mendapatkan kesepakatan yang disetujui oleh kedua belah pihak. Semua kesepakatan dituangkan dalam dokumen sebagai bukti di kemudian hari. 7.6 Masyarakat setempat diberikan kompensasi atas setiap pengambilalihan lahan dan pelepasan hak yang disepakati dengan persetujuan sukarela yang diberitahukan sebelumnya dan kesepakatan yang telah dirundingkan 1. Bukti kesepakatan yang telah diambil sebelum pembangunan perkebunan dilaksanakan (surat dokumentasi mengenai kesepakatan) 2. Bukti pelaksanaan kesepakatan sesuai perjanjian pada point 1. Pengelola kemitraan sebaiknya mengidentifikasi cakupan lahan hak ulayat/adat yang diakui dan memetakannya. Didahului proses pada kriteria 7.5, maka kompensasi dan pemenuhan kesepakatan lain dilaksanakan sebelum pembangunan perkebunan kelapa sawit dilaksanakan 7.7 Dilarang membuka perkebunan baru dengan membakar, kecuali dalam keadaan khusus sebagaimana dalam ASEAN Guidelines atau regional Best Practices lainnya 1. Petani dapat membuktikan bahwa mereka mengetahui dan mampu melaksanakan teknik penyiapan lahan tanpa bakar Untuk petani kemitraan: 1. Petani dapat membuktikan pernah mengikuti pelatihan/kursus penyiapan lahan tanpa bakar. Petani mengetahui dan mematuhi undang-undang/peraturan yang melarang penggunaan api untuk penyiapan lahan. (misalnya petani mempunyai brosur / Halaman 35 dari 52

36 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 mengikuti pelatihan petunjuk teknik penyiapan lahan tanpa bakar yang dikeluarkan oleh instansi berwenang Instansi terkait atau petugas penyuluh lapangan memberikan pelatihan kepada petani mengenai teknik penyiapan lahan tanpa bakar. Untuk petani kemitraan: Penyiapan lahan petani kemitraan mengikuti teknik tanpa bakar yang dilaksanakan perusahaan mitra. Halaman 36 dari 52

37 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Prinsip 8 : Komitmen terhadap perbaikan terus-menerus pada wilayah-wilayah utama aktifitas 8.1 Perkebunan dan pabrik kelapa sawit secara teratur memonitor dan mengkaji ulang aktifitas mereka dan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi yang memungkinkan adanya perbaikan nyata yang kontinu pada operasi-operasi utama. 1. Pengelola kemitraan bersama petani membuat rencana tindakan untuk perbaikan terus menerus, berdasarkan pertimbangan dampak utama sosial dan lingkungan serta peluang untuk perbaikan. 1. Petani dapat menunjukan bahwa mereka secara teratur mendapatkan pelatihan dari perusahaan mitra, petugas penyuluh lapangan dan/atau kelembagaan petani (bukti keikut sertaan pelatihan / pertemuan atau materi pelatihan atau sertifikat) mengenai antara lain: 1. Perawatan dan panen kelapa sawit 2. Pengelolaan Hama Terpadu 3. Mempertahankan tingkat kesuburan tanah 4. Teknik-teknik peremajaan tanaman (antara lain teknik penyiapan lahan tanpa bakar) 5. Pembinaan manajemen dan pengawasan perkebunan kelapa sawit petani 1. Petani dapat menunjukan bahwa kebun yang diusahakannya sudah mendapat pengawasan dari perusahaan mitra, petugas penyuluh lapangan dan/atau kelembagaan petani Petani secara teratur mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh perusahaan mitra, petugas penyuluh lapangan dan/atau kelembagaan petani untuk mendapatkan teknik/informasi terbaru mengenai pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Halaman 37 dari 52

38 Dokumen Final(harmonisasi) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk PetaniKemitraan Kelapa Sawit Indonesia. Nov 2007Mei 2009 Halaman 38 dari 52

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia.

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia. Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia Draft 3 Oktober 2007 Prinsip 1 : Komitmen terhadap transparansi Nasional 1.1.Pihak

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesian Smallholder Working Group (INA-SWG) Dok: 01/INA-SWG/2009 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Petani Kemitraan Republik Indonesia Dokumen akhir Interpretasi

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesian Smallholder Working Group (INA-SWG) Dok. 02/INA-SWG/2010 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Untuk Petani Kelapa Sawit Swadaya Republik Indonesia Dokumen

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO Hal. 1 NO. PRINSIP DAN KRITERIA INDIKATOR 1. SISTEM PERIZINAN DAN MANAJEMEN PERKEBUNAN 1.1 Perizinan dan sertifikat. 1. Telah memiliki izin lokasi dari pejabat yang Pengelola perkebunan harus memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. RSPO merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. RSPO merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi RSPO RSPO merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang kebun sawit yang berkelanjutan. Diinisiasi oleh WWF, Aarhus, Golden Hope, MPOA, Migros,

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesian Smallholder Working Group (INA-SWG) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Untuk Petani Kelapa Sawit Swadaya Republik Indonesia Mei 2010 (Draft untuk

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik

Lampiran 1. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik Lampiran 1. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik Indikator Pasal Biaya (Rp) Dolok Ilir Pabatu Pulu Raja SOP Kebun mulai dari LC (Land Clearing) sampai dengan panen tersedia 4.1

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO

Lampiran 1. Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO Lampiran 1 Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO PRINSIP 1 LEGALITAS USAHA PERKEBUNAN Kriteria 1.1 Izin Lokasi Perusahaan Perkebunan harus memperoleh Izin Lokasi

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia

Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia Indonesian National Interpretation Working Group (INA-NIWG) Interpretasi Nasional Prinsip dan Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia Dokumen Final Roundtable on Sustainable Palm Oil

Lebih terperinci

Pedoman untuk Petani Independen yang berada di bawah naungan Sertifikasi Grup

Pedoman untuk Petani Independen yang berada di bawah naungan Sertifikasi Grup Pedoman untuk Petani Independen yang berada di bawah naungan Sertifikasi Grup Dipersiapkan oleh Taskforce untuk Petani Tanggal: 19 Juni 2010 Pendahuluan: Dokumen ini menetapkan Pedoman Umum RSPO untuk

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia

Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia Indonesian National Interpretation Working Group (INA-NIWG) Interpretasi Nasional Prinsip dan Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia Dokumen Draft Final Sinkronisasi RSPO P&C Oktober

Lebih terperinci

Lampiran 2 Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator RSPO terhadap ISPO

Lampiran 2 Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator RSPO terhadap ISPO Lampiran 2 Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator RSPO terhadap ISPO PRINSIP 1 KOMITMEN TERHADAP TRANSPARASI Kriteria I Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit menyediakan informasi yang

Lebih terperinci

Document finalpedoman Petani Plasma: Dipersiapkan oleh Gugus Kerja Petani. Tanggal: 2 Juli 2009

Document finalpedoman Petani Plasma: Dipersiapkan oleh Gugus Kerja Petani. Tanggal: 2 Juli 2009 Document final Plasma: Dipersiapkan oleh Gugus Kerja Petani Tanggal: 2 Juli 2009 Page 1 1/11/2012 Pendahuluan: Dokumen ini menampilkan versi akhir pedoman Generik RSPO untuk Petani Plasma. Dokumen ini

Lebih terperinci

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI OLEH DIREKTUR TANAMAN TAHUNAN HOTEL SANTIKA, JAKARTA 29 JULI 2011 1 KRONOLOGIS FAKTA HISTORIS Sejak 1960-an dikalangan masyarakat internasional mulai berkembang

Lebih terperinci

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan Perhatian: ini adalah terjemahan dari teks bahasa Inggris. Versi asli bahasa Inggrislah yang dianggap sebagai dokumen yang mengikat secara hukum. - April 2015

Lebih terperinci

Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO

Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO 14 th Sept 2015 Sari Pan Pacific Hotel, Jakarta PREPARED BY: kompensasi Task Force Prosedur Remediasi and Kompensasi RSPO terkait Pembukaan Lahan

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April Pedoman Pemasok Olam Dokumen terakhir diperbarui April 2018 Pedoman Pemasok Olam April 2018 1 Daftar Isi Pendahuluan 3 Prinsip Pedoman Pemasok 4 Pernyataan Pemasok 6 Lampiran 1 7 Pendahuluan Olam berusaha

Lebih terperinci

Termasuk Indikator dan Panduan. Oktober RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm

Termasuk Indikator dan Panduan. Oktober RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm Termasuk Indikator dan Panduan Oktober 2007 RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm Principle & Criteria untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Pembukaan Produksi minyak sawit

Lebih terperinci

Prinsip dan Kriteria RSPO Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Dokumen Panduan

Prinsip dan Kriteria RSPO Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Dokumen Panduan Prinsip dan RSPO Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Dokumen Panduan Naskah final untuk Kelompok Kerja RSPO Maret 2006 Panduan untuk memenuhi Prinsip dan RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan

Lebih terperinci

dengan pilihan mereka sendiri dan hak perundingan bersama. 2.2 Pihak perusahaan menerapkan sikap terbuka terhadap aktivitas-aktivitas serikat

dengan pilihan mereka sendiri dan hak perundingan bersama. 2.2 Pihak perusahaan menerapkan sikap terbuka terhadap aktivitas-aktivitas serikat Kode Etik Pemasok Kode Etik Pemasok 1. KEBEBASAN MEMILIH PEKERJAAN 1.1 Tidak ada tenaga kerja paksa atau wajib dalam bentuk apa pun, termasuk pekerjaan terikat, perdagangan manusia, atau tahanan dari penjara.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF Halaman: 1 dari 7 MAPPING (PM) ATAU Dibuat Oleh Direview Oleh Disahkan Oleh 1 Halaman: 2 dari 7 Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh 2 Halaman: 3 dari 7 Daftar Isi 1. Tujuan... 4

Lebih terperinci

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional 1 2 5 6 Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional mengikuti peraturan pemerintah dan konvensi/persetujuan internasional yang diratifikasi secara nasional mengikuti, dan

Lebih terperinci

Stop Eksploitasi pada Pekerja kelapa sawit. Panduan untuk kebun

Stop Eksploitasi pada Pekerja kelapa sawit. Panduan untuk kebun Stop Eksploitasi pada Pekerja kelapa sawit Panduan untuk kebun Januari 2016 Panduan kerja untuk perkebunan, pabrik pengolahan, kebun, dan ladang Pendahuluan Panduan ini disusun dari Prinsip Tanpa Eksploitasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN

LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN No Aspek Indikator Indikator Ekonomi 1 Kinerja Ekonomi Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung, meliputi pendapatan,

Lebih terperinci

V. Roundtable Of Sustainable Palm Oil (RSPO)

V. Roundtable Of Sustainable Palm Oil (RSPO) V. Roundtable Of Sustainable Palm Oil (RSPO) 1. Latar Belakang Dan Sejarah Pendirian RSPO Hal yang melatarbelakangi adanya RSPO adalah: Perkembangan pembangunan kelapa sawit yang begitu pesat dan diperkirakan/dikhawatirkan

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja

Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja Kriteria, Indikator dan KPI Karet Alam Berkesinambungan 1. Referensi Kriteria, Indikator dan KPI SNR mengikuti sejumlah

Lebih terperinci

Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline. Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan)

Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline. Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan) Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan) 13 Agustus 2015 Pengantar Bumitama Agri Ltd. adalah kelompok perusahaan perkebunan kelapa sawit Indonesia

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik Kurikulum xxxxxxxxxx2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Kode Etik Pemasok. Pendahuluan

Kode Etik Pemasok. Pendahuluan KODE ETIK PEMASOK Kode Etik Pemasok Pendahuluan Sebagai peritel busana internasional yang terkemuka dan berkembang, Primark berkomitmen untuk membeli produk berkualitas tinggi dari berbagai negara dengan

Lebih terperinci

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN VIII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan

Lebih terperinci

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK PERUSAHAAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN PLASMA

PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN PLASMA LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN PLASMA No

Lebih terperinci

LAMPIRAN I Cara. Indikator. Kualitas (esensi) Ada/Tidak

LAMPIRAN I Cara. Indikator. Kualitas (esensi) Ada/Tidak LAMPIRAN I Indikator INDIKATOR KINERJA EKONOMI Kinerja Ekonomi Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung yang meliputi pendapatan, biaya operasional, imbal jasa EC1 (kompensasi) karyawan, donasi,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

KUALA LUMPUR KEPONG BERHAD. PELATIHAN MENGENAI KEBIJAKAN KEBERLANJUTAN KLK (KLK Sustainability Policy)

KUALA LUMPUR KEPONG BERHAD. PELATIHAN MENGENAI KEBIJAKAN KEBERLANJUTAN KLK (KLK Sustainability Policy) KUALA LUMPUR KEPONG BERHAD PELATIHAN MENGENAI KEBIJAKAN KEBERLANJUTAN KLK (KLK Sustainability Policy) 1 1.Kebijakan Lingkungan 1.1 Dilarang Deforestasi Tidak akan ada pengembangan baru di kawasan stok

Lebih terperinci

Lingkup hunbungan kemitraan meliputi :

Lingkup hunbungan kemitraan meliputi : Lingkup hunbungan kemitraan meliputi : 1. Penyediaan Lahan Lahan yang dimaksud harus memenuhi kriteria KESESUAIAN LAHAN ( Suitable) dari aspek teknis, TERJAMIN dari aspek Legal dan KONDUSIF secara Sosial.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KONGRES INTERNASIONAL KE-6 ISPAH (KONGRES KESEHATAN MASYARAKAT DAN AKTIVITAS FISIK Bangkok, Thailand 16-19

Lebih terperinci

Konsep Kriteria RSPO Minyak Sawit Lestari. Konsep konsultasi publik versi 2

Konsep Kriteria RSPO Minyak Sawit Lestari. Konsep konsultasi publik versi 2 Konsep Kriteria RSPO Minyak Sawit Lestari Konsep konsultasi publik versi 2 25 Mei 2005 Laporan ini disusun oleh ProForest atas nama Kelompok Kerja Kriteria Konferensi Minyak Sawit Lestari (RSPO) Penghargaan:

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 188.44 / 62 / 2012 TENTANG KELAYAKAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. SUMUR PANDANWANGI LUAS AREAL

Lebih terperinci

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan. 1. Tersedia izin lokasi dari pejabat berwenang sesuai peraturan perundangundangan.

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan. 1. Tersedia izin lokasi dari pejabat berwenang sesuai peraturan perundangundangan. LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK PERUSAHAAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas

Lebih terperinci

Presentasi Lalan Kajian Terkini Petani Kelapa Sawit Swadaya di Kec Llan, MUBA BY SPKS

Presentasi Lalan Kajian Terkini Petani Kelapa Sawit Swadaya di Kec Llan, MUBA BY SPKS Presentasi Lalan Kajian Terkini Petani Kelapa Sawit Swadaya di Kec Llan, MUBA BY SPKS Pendahuluan Latar Belakang Pengelolaan perkebunan berkelanjutan Harapan Meningkatkan kapasitaspetani kecil dan mendorong

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi Para Pihak pada Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

2. Rencana pengembangan Insan IMC selalu didasari atas bakat dan kinerja.

2. Rencana pengembangan Insan IMC selalu didasari atas bakat dan kinerja. KODE ETIK PT INTERMEDIA CAPITAL TBK ( Perusahaan ) I. PENDAHULUAN A. Maksud dan Tujuan Kode Etik ini disusun dalam rangka meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PRAKTEK BUDIDAYA PERTANIAN YANG BAIK (Good Agricultural Practices) PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PRAKTEK BUDIDAYA PERTANIAN YANG BAIK (Good Agricultural Practices) PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PRAKTEK BUDIDAYA PERTANIAN YANG BAIK (Good Agricultural Practices) PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Good Agricultural Practices (GAP) GAP menjamin keamanan dan kualitas pangan viabilitas

Lebih terperinci

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan 1/5 Keberlanjutan merupakan inti dari strategi dan kegiatan operasional usaha Valmet. Valmet mendorong pelaksanaan pembangunan yang dan berupaya menangani masalah keberlanjutan di seluruh rantai nilainya

Lebih terperinci

Prinsip Kriteria Indikator APPS (Dokumen/ Bukti Pelaksanaan) ya/ tidak 1) Jika tidak/belum, apa alasannya 3) Keterangan 2)

Prinsip Kriteria Indikator APPS (Dokumen/ Bukti Pelaksanaan) ya/ tidak 1) Jika tidak/belum, apa alasannya 3) Keterangan 2) PTabel Cara Penilaian Pelaksanaan Safeguards dengan menggunakan Alat Penilai Pelaksanaan Safeguards (APPS) berdasar Keputusan COP-16 dalam Sistem Informasi Safeguards (SIS) REDD+ di Indonesia Prinsip Kriteria

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

Pertanyaan Umum (FAQ):

Pertanyaan Umum (FAQ): Pertanyaan Umum (FAQ): Persyaratan dan Panduan Sistem Manajemen RSPO untuk Kelompok Produksi TBS (Versi AKHIR, Maret 2016) Untuk diperhatikan: dokumen FAQ ini akan diperbaharui secara berkala setelah menerima

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN PENGANTAR AptarGroup mengembangkan solusi sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan usaha yang wajar dan hukum ketenagakerjaan, dengan menghargai lingkungan dan sumber daya alamnya.

Lebih terperinci

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan. 1. Tersedia izin lokasi dari pejabat berwenang sesuai peraturan perundangundangan.

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan. 1. Tersedia izin lokasi dari pejabat berwenang sesuai peraturan perundangundangan. LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK PERUSAHAAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 28 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 54 TAHUN 2008 WALIKOTA BOGOR,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 28 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 54 TAHUN 2008 WALIKOTA BOGOR, BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 28 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS DAN TATA KERJA STAF AHLI WALIKOTA WALIKOTA BOGOR, Menimbang :

Lebih terperinci

Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi

Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi ID Dokumen BAHASA INDONESIA Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi Kelompok Pakar Sejawat, Skema Lisensi Penilai (ALS) HCV Resource Network (HCVRN) Prosedur

Lebih terperinci

LAMPIRAN 6. PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas)

LAMPIRAN 6. PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas) LAMPIRAN 6 PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas) Pihak Pertama Nama: Perwakilan yang Berwenang: Rincian Kontak: Pihak Kedua Nama:

Lebih terperinci

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 2 R-201: Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PERAN MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BESAR, Menimbang : Mengingat: a. bahwa keanekaragaman

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15B Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15B/ 1 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam mencapai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

Catatan Pertemuan Periode I (16-18 Oktober 2013) INDONESIAN NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE (INA-NITF)

Catatan Pertemuan Periode I (16-18 Oktober 2013) INDONESIAN NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE (INA-NITF) Hari/Tanggal : Jumat, 18 Oktober 2013 Peserta : 23 Tempat : Kantor First Resources, Jakarta Jam Pembahasan Oleh 08.53 Pembukaan Rapat Prinsip 4 Prinsip 4 tidak mengalami perubahan, tetap digunakan kalimat

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN LINGKUNGAN HIDUP Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 103 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEBERSIHAN KOTA

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Re

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Re BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKAA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 63TAHUN 2008 TENTANG FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

MINYAK SAWIT INDONESIA BERKELANJUTAN (INDONESIA SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) PERSYARATAN UNTUK KEBUN PLASMA/MITRA

MINYAK SAWIT INDONESIA BERKELANJUTAN (INDONESIA SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) PERSYARATAN UNTUK KEBUN PLASMA/MITRA Draft MINYAK SAWIT INDONESIA BERKELANJUTAN (INDONESIA SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) PERSYARATAN UNTUK KEBUN PLASMA/MITRA TIM ISPO 1 KEMENTERIAN PERTANIAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT (PLASMA) INDONESIA

Lebih terperinci

Draft IV Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO Hasil Pertemuan IV INA-NITF (8-9 Januari 2014)

Draft IV Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO Hasil Pertemuan IV INA-NITF (8-9 Januari 2014) Draft IV Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO Hasil Pertemuan IV INA-NITF (8-9 Januari 2014) NO Major Minor Prinsip 1: Komitmen terhadap transparansi 1.1 Pihak perkebunan dan pabrik kelapa

Lebih terperinci

Good Agricultural Practices

Good Agricultural Practices Good Agricultural Practices 1. Pengertian Good Agriculture Practice Standar pekerjaan dalam setiap usaha pertanian agar produksi yang dihaslikan memenuhi standar internasional. Standar ini harus dibuat

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Apa itu PERTANIAN ORGANIK?

Apa itu PERTANIAN ORGANIK? Apa itu PERTANIAN ORGANIK? Menurut sistem standarisasi Indonesia, SNI 01 6792 2002, definisi dari pertanian organik adalah suatu sistem manajemen produksi yang holistik yang meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA MADIUN

URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA MADIUN No. URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA MADIUN 1 Kepala Dinas 2 Sekretaris Mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengevaluasi penyelenggaraan program/kegiatan di bidang sesuai dengan ketentuan

Lebih terperinci

Pedoman Perilaku BSCI 1

Pedoman Perilaku BSCI 1 Pedoman Perilaku BSCI 1 Kehadiran Pedoman Perilaku BSCI versi 1/2014 bertujuan mendirikan nilai-nilai dan prinsipprinsip bahwa para Peserta BSCI berusaha untuk menerapkan dalam rantai pasokan mereka. Pedoman

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Kode Perilaku 4C. 4CDoc_001a_Code of Conduct_v1.3_id

Kode Perilaku 4C. 4CDoc_001a_Code of Conduct_v1.3_id Kode Perilaku 4C 4CDoc_001a_Code of Conduct_v1.3_id versi disetujui pada bulan Mei 2009 Meliputi - Umum yang Disetujui pada Bulan Februari 2010 Versi berlaku dari Juli 2010 seterusnya Harap kirim pertanyaan

Lebih terperinci