MINYAK SAWIT INDONESIA BERKELANJUTAN (INDONESIA SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) PERSYARATAN UNTUK KEBUN PLASMA/MITRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MINYAK SAWIT INDONESIA BERKELANJUTAN (INDONESIA SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) PERSYARATAN UNTUK KEBUN PLASMA/MITRA"

Transkripsi

1 Draft MINYAK SAWIT INDONESIA BERKELANJUTAN (INDONESIA SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) PERSYARATAN UNTUK KEBUN PLASMA/MITRA TIM ISPO 1

2 KEMENTERIAN PERTANIAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT (PLASMA) INDONESIA BERKELANJUTAN PERSYARATAN No Prinsip/Kriteria Indikator Panduan 1. SISTEM PERIZINAN DAN MANAJEMEN PERKEBUNAN 1.1. Legalitas lahan dan pengelolaan kebun sawit sebagai petani mitra yang tergabung dalam kelompok tani. 1. Sertifikat tanah/bukti Kepemilikan Tanah; 2. Tersedia dokumen Izin Lingkungan. 3. Dokumen penetapan petani plasma; 4. Dokumen pembentukan kelompok tani; 5. Dokumen konversi dari Perusahaan ke Petani; 6. Dokumen kesepakatan kerjasama antara perusahaan dengan petani/kelompok tani. Dokumen disediakan oleh manajer plasma dan/atau kelompok tani yaitu: a. Sertifikat tanah/ Bukti kepemilikan tanah harus dimiliki. Sertifikat tanah adalah sertifikat tanah kebun kelapa sawit milik petani berasal dari tanah negara, tanah Adat/Ulayat, atau milik petani sendiri. b. Dokumen penetapan petani plasma oleh Bupati/walikota setempat disediakan oleh manajer plasma; c. Dokumen pembentukan dan kegiatan kelompok tani ini disediakan oleh kelompok tani, selain berisi penetapan berdirinya kelompok tani juga memberikan informasi mengenai lingkup kerjasama dari budidaya sampai dengan pemasaran hasil; d. Dokumen Konversi dokumen yang berisi 2

3 1.2. Lokasi Perkebunan akad kredit dari perusahaan kepada petani. e. Dokumen kesepakatan kerjasama antara kelompok tani yang tergabung dalam koperasi dengan perusahaan (inti) antaara lain berbentuk Smallholder Document Agreemen (SDA), Kontrak Kerjasama Tahunan (KKT) baik dalam pengolahan dan pemasaran hasil pengelolaan kebun petani (kerjasama antara koperasi dan perusahaan). Lokasi kebun plasma dari aspek teknis, tata ruang dan lingkungan sesuai untuk perkebunan kelapa sawit 1. Lokasi kebun plasma sesuai dengan penetapan tata ruang setempat; sesuai dengan peruntukannya. 2. Apabila lahan yang digunakan merupakan tanah adat/ulayat tersedia berita acara proses penyerahan/ pembebasan lahan dari masyarakat adat kepada perusahaan; 3. Keputusan Menteri Kehutanan bagi lahan yang memerlukan Pelepasan Kawasan Hutan. 4. Akses dan lokasi kebun plasma memenuhi persyaratan untuk mendukung transportasi sarana produksi maupun hasil TBS. 5. Tersedia peta lokasi (koordinat) dan a. Lokasi kebun plasma yang berasal dari tanah negara merupakan satu paket dengan kebun inti umumnya telah sesuai dengan tata ruang setempat karena dalam penetapan hak atas tanah melalui rapat/pertemuan dengan instansi daerah yang terkait, sedang plasma yang berasal dari lahan petani / masyarakat adat/ ulayat perlu diteliti kesesuaian dengan tata ruang; b. Kesepakatan bersama antara masyarakat adat/ulayat menyangkut kesepakatan waktu penggunaan, kompensasi, kewajiban dan hak masing masing pihak dan lain sebagainya; c. Bagi lahan yang berasal dari Kawasan 3

4 1.3. Sengketa Lahan dan Kompensasi Manajer plasma harus memastikan bahwa lahan perkebunan plasma bebas dari status sengketa dengan masyarakat/petani disekitarnya. Apabila terdapat sengketa maka harus diselesaikan secara musyawarah untuk mendapatkan kesepakatan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku namun bila tidak terjadi peta tanah serta kelas kesesuaian lahan, peta topografi tersedia manajer plasma Bila telah terjadi sengketa lahan 1. Tersedia catatan penyelesaian sengketa lahan pada kebun plasma di kantor Manajer Plasma dan tersedia peta lokasi lahan yang disengketakan. 2. Tersedianya salinan perjanjian yang telah disepakati. 3. Rekaman progres musyawarah untuk penyelesaian sengketa disimpan manajer plasma dan ketua kelompo Hutan yaitu Hutan Produksi Konversi (HPK) diperlukan persetujuan pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan, ditangani oleh perusahaan inti. d. Peta lokasi diperlukan untuk mengetahui titik ordinat dari lokasi kebun, sedang peta topografi diperlukan untuk melihat areal yang dapat ditanami dan areal areal yang tidak boleh ditanami (lereng dengan kemiringan < > 40%, sepadan sungai, kawasan yang dilindungi dan lain sebagainya. e. Peta tanah diperlukan untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan serta penyebaran lahan gambut.. a. Dokumen penyelesaian dan perkembangan penyelesaian masalah tersedia di kantor Manajer Plasma; b. Sengketa lahan dengan masyarakat diselesaikan secara musyawarah penyelesaian sengketa dengan masyarakat di sekitar kebun tersedia di kantor Manajer Plasma; c. Penetapan besarnya kompensasi dan lamanya penggunaan lahan masyarakat untuk usaha perkebunan dilakukan secara 4

5 kesepakatan maka penyelesaian sengketa lahan harus menempuh jalur hukum Organisasi Kelembagaan Petani / Kelompok tani Petani Perkebunan Kelapa Sawit tergabung dalam organisasi kelompok yang beranggotakan antara petani. 1.5 Tumpang tindih dengan Usaha Pertambangan Kelompok tani harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Memiliki dokumen pembentukan dan susunan pengurus kelompok tani; 2. Memiliki Rencana Kegiatan operasional kelompok tani. 3. Laporan kegiatan kelompok tani yang terdokumentasi. musyawarah. d. Apabila penyelesaian sengketa lahan melalui musyawarah tidak menemui kesepakatan, maka lahan yang disengketakan harus diselesaikan melalui jalur hukum/pengadilan negeri.. a. Kelembagaan petani / kelompok tani dibentuk untuk membantu petani dalam melaksanakan pengelolaan usaha taninya; b. Untuk melaksakan kegiatan tersebut dibentuk susunan pengurus kelompoktani yang dilengkapi uraian tugas untuk setiap pengurus untuk mendukung kelancaran kegiatan; c. Rencana kegiatan operasional mencakup kebutuhan sarana produksi, perkiraan produksi, kegiatan pemeliharaan tanaman, pengendalian OPT, panen, Pengangkutan TBS ke PKS, pemeliharaan terasering, drainase, jalan produksi dan lain sebagainya serta rencana peremajaan bila sudah diperlukan. 5

6 Manajer Plasma harus dapat menyelesaikan permasalahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku apabila pada lahan plasma juga merupakan lahan pertambangan yang telah memiliki izin 1.6. Pemberian informasi kepada instansi terkait sesuai ketentuan yang berlaku dan pemangku kepentingan lainnya terkecuali menyangkut hal yang patut dirahasiakan Tersedia kesepakatan bersama antara pemegang hak atas tanah (Ketua Kelompok tani/pengurus Koperasi/Manajer Plasma) dengan pengusaha pertambangan yang tersimpan di kelompok tani/koperasi/manajer plasma. 1. Daftar jenis informasi/data yang dapat diperoleh oleh pemangku kepentingan lainnya di kantor Manajer Plasma; 2. Rekaman permintaan informasi oleh pemangku kepentingan lainnya; 3. Rekaman tanggapan / pemberian informasi kepada instansi terkait; Pengusaha Pertambangan mineral dan / atau batu bara yang mendapat Izin Lokasi Pertambangan pada areal Izin Lokasi Usaha Perkebunan harus melakukan perundingan untuk mendapatkan kesepakatan dengan pemegang atau pengelola plasma. Jenis informasi yang bersifat rahasia antara lain seperti keuangan atau informasi yang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan dan sosial; 2. PENERAPAN PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA DAN PENGANGKUTAN KELAPA SAWIT. 2.1 Pembukaan lahan Pembukaan lahan memenuhi kaidah kaidah konservasi tanah dan air. 1. Tersedia SOP / Instruksi kerja cara pembukaan lahan untuk kebun plasma di kantor manajer plasma ; 2. Rekaman pembukaan lahan oleh perusahaan terdokumentasi di kantor Manajer Plasma a. SOP/Petunjuk Teknis mengacu pada Pedoman Teknis Pembangunan Kebun Kelapa Sawit, Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun b. Dokumentasi kegiatan pembukaan lahan tanpa membakar, sesuai ketentuan sejak 6

7 2.2 Perlindungan Terhadap Sumber Air tahun 2004, tidak diperkenankan. Tersimpan di kantor Manager Plasma; c. Pembukaan lahan dilakukan berdasarkan kajian lingkungan. d. Pada lahan dengan kemiringan di atas 40% tidak dilakukan pembukaan lahan. Menurut PPKS Medan kemiringan 40% adalah tan α = 0,4 α = sekitar 22,8. e. Pembuatan sistem drainase, terasering, penanaman tanaman penutup tanah (cover crops) untuk meminimalisir erosi dan kerusakan/ degradasi tanah. Petani/Kelompok Tani wajib memelihara sumber / mata air apabila di lokasi kebun terdapat sumber / mata air termasuk sempadan sungai. 2.3 Perbenihan 1. SOP/Instruksi Kerja perlindungan sumber air 2. Tidak menanam di sekitar sumber air atau pinggiran sungai sesuai ketentuan yang berlaku terkecuali dengan jarak yang telah ditetapkan dalam peraturan. 3. Rekaman jarak tanam dan perlindungan dan pemeliharaan sumber/mata air terdokumentasi. 1. Tidak membuka lahan di sekitar mata air sesuai ketentuan yang berlaku dan melakukan pelestarian lingkungan; 2. Setelah pengalihan pengelolaan, petani / kelompok tani tetap memelihara sumber air dan kelestarian lingkungan sumber mata air. 3. Petani / kelompok tani harus menghindari terjadinya erosi pada sempadan sungai. Untuk mendukung produktivitas 1. Rekaman asal benih yang digunakan Prosedur atau instruksi kerja/sop 7

8 tanaman dari kebun plasma benih yang digunakan harus berasal dari sumber benih yang telah mendapat rekomendasi dari pemerintah. 2.4 Penanaman pada tanah mineral Perusahaan mitra dalam melakukan penanaman harus sesuai baku teknis dalam mendukung produktivitas tanaman 2.5 Penanaman pada lahan gambut Penanaman kelapa sawit pada kebun plasma di lahan gambut dapat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik lahan gambut sehingga tidak menimbulkan kerusakan fungsi lingkungan tersimpan di kantor Manajer plasma 2. Rekaman pelaksanaan perbenihan dan pembibitan kelapa sawit sesuai dengan SOP disimpan di kantor Manajer Plasma. 1. Tersedia SOP atau instruksi kerja untuk penanaman yang terdokumentasi dan mengacu kepada Pedoman Teknis Pembangunan Kebun Kelapa Sawit yang berlaku; 2. Rekaman pelaksanaan penanaman kelapa sawqit disimpan disimpan di kantor Manajer Plasma. 1. Tersedia SOP /instruksi kerja untuk penanaman pada lahan gambut di kantor Manajer Plasma dan mengacu kepada ketentuan yang berlaku. 2. Rekaman pelaksanaan penanaman tanaman terdokumentasi di kantor Manajer Plasma; pelaksanaan proses perbenihan harus dapat menjamin : a. Benih/bahan tanam yang digunakan merupakan benih bina yang berasal dari sumber benih yang telah mendapat pengakuan dari pemerintah dan bersertifikat dari instansi yang berwenang. b. Umur dan kualitas benih yang disalurkan sesuai ketentuan tekni SOP atau instruksi kerja penanaman harus mencakup : a. Rencana dan realisasi penanaman. b. Pengaturan jumlah tanaman dan jarak tanam sesuai dengan kondisi lapangan dan praktek budidaya perkebunan yang baik c. Adanya tanaman penutup tanah. d. Pembuatan terasering untuk lahan miring. SOP atau instruksi kerja penanaman pada lahan gambut sesuai dengan Permentan No 14/2009 mencakup : a. Penanaman dilakukan pada lahan gambut berbentuk hamparan dengan kedalaman < 3 m dan proporsi mencakup 70% dari total areal; Lapisan tanah mineral dibawah 8

9 gambut bukan pasir kuarsa atau tanah sulfat masam dan pada lahan gambut dengan tingkat kematangan matang (saprik). b. Pengaturan jumlah tanaman dan jarak tanam sesuai dengan kondisi lapangan dan praktek budidaya perkebunan terbaik. c. Adanya tanaman penutup tanah. d. Pengaturan tinggi air tanah antara cm dengan pembuatan tata air kebun (saluran cacing) untuk menghambat emisi karbon dari lahan gambut. 2.6 Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan tanaman dalam mendukung produktivitas tanaman 1. Tersedia SOP mengenai pemupukan dan instruksi kerja pemeliharaan tanaman di kantor manajer plasma / kelompok tani. 2. Rekaman pelaksanaan pemeliharaan tanaman disimpan. Pemeliharaan tanaman mencakup kegiatan: a. Mempertahankan jumlah tanaman sesuai standar yang ditetapkan dengan melakukan sisipan; b. Pemeliharaan terasering dan tinggi muka air (drainase); c. Pemeliharaan piringan; d. Pemeliharaan tanaman penutup tanah (cover crop) pada TBM. e. Sanitasi kebun dan penyiangan gulma; f. Rekomendasi dan realisasi pemupukan; g. Laporan kegiatan pemeliharaan tanaman. 9

10 2.7 Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Manajer plasma/kelompok tani harus melakukan pengamatan pengendalian OPT (hama, penyakit tanaman dan gulma) dengan menerapkan Pengendalian Hama Terpadu / Integrated Pest Management (PHT/IPM) sesuai dengan ketentuan teknis dengan memperhatikan aspek lingkungan. 1. Tersedia instruksi kerja atau SOP untuk Pengamatan dan Pengendalian Hama Terpadu / Integrated Pest Management (PHT/IPM) di kelompok tani/manajer plasma 2. Tersedia instruksi kerja atau SOP penggunaan pestisida. 3. Rekaman pelaksanaan pengamatan dan pengendalian OPT terdokumentasi; 4. Rekaman jenis dan penggunaan pestisida serta agens pengendali OPT lainnya (parasitoid, predator, agens hayat, feromon, dll.) terdokumentasi. SOP / instruksi kerja untuk pengendalian OPT harus dapat menjamin bahwa : a. Pengendalian OPT dilakukan secara terpadu (pengendalian hama terpadu/pht), yaitu melalui teknik budidaya, kebersihan kebun, penggunaan musuh alami (parasitoid, predator dan agens hayati), secara mekanis dan penggunaan pestisida secara terbatas dan bijaksana. b. Dilakukan pengamatan dengan sistem peringatan dini (Early Warning Sistem / EWS) terhadap serangan OPT antara lain dengan melakukan sensus/perhitungan populasi hama., oleh manajer plasma c. Pestisida yang digunakan telah terdaftar di Komisi Pestisida Kementerian Pertanian d. Penanganan limbah pestisida dilakukan sesuai petunjuk teknis untuk meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan; e. Tersedia sarana pengendalian sesuai SOP atau instruksi kerja. f. Tersedia tenaga (regu) pengendali yang sudah terlatih, pada kebun plasma. g. Tersedia gudang penyimpanan alat dan bahan pengendalian OPT ; 10

11 2.8 Pemanenan Kelompok tani dan manajer plasma memastikan bahwa panen dilakukan tepat waktu dan dengan cara yang benar. 1. Tersedia SOP atau instruksi kerja terdokumentasi untuk pelaksanaan pemanenan.di kelompok tani; 2. Rekaman pelaksanaan pemanenan disimpan. SOP dan instruksi kerja pelaksanaan pemanenan harus mencakup : a. Penyiapan tenaga kerja, peralatan dan sarana penunjangnya. b. Penetapan kriteria matang panen dan putaran panen sesuai panduan Pengangkutan Buah. Kelompok tani memastikan bahwa TBS yang dipanen harus segera diangkut ke tempat pengolahan untuk menghindari kerusakan Penyerahan dan Penetapan Harga TBS Sesuai dengan kerjasama antara Perusahaan Perkebunan dan Petani Plasma, maka seluruh produksi TBS Petani Plasma dijual ke perusahaan dengan. 1. Tersedia instruksi kerja/ SOP yang terdokumentasi untuk pengangkutan TBS di kelompok tani 2. Rekaman pengangkutan TBS disimpan 1. Kelompok tani menjual TBS ke perusahaan inti. 2. Rekaman harga yang ditetapkan oleh Tim Penetapan Harga TBS dan harga pembelian TBS kelompok tani oleh perusahaan. Instruksi kerja / SOP pengangkutan buah berisikan ketentuan sbb: a. Ketersediaan alat transportasi serta sarana pendukungnya. b. Buah harus terjaga dari kerusakan, kontaminasi, kehilangan dan ketepatan waktu sampai di tempat pengolahan. a. Sesuai dengan kerjasama antara Petani plasma dan Perusahaan Inti, maka seluruh produksi TBS Kebun Plasma harus dijual kepada perusahaan inti. b. Penjualan seluruh TBS kepada perusahaan inti dalam menjamin pelaksanaan 11

12 Note : Dengan berpedoman kepada harga yang ditetapkan oleh tim penetapan harga TBS pengembalian hutang petani. c. Penetapan harga pembelian TBS dilakukan minimal setiap bulan sekali dengan berpedoman kepada harga yang ditetapkan oleh tim penetapan harga TBS. 3. PENUNDAAN IZIN LOKASI DAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK USAHA PERKEBUNAN SESUAI INPRES NO 10 TAHUN 2011 (Penjelasan oleh Manajer Plasma) PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN. Kewajiban Izin lingkungan Sebelum membangun kebun plasma perusahaan harus melaksanakan kewajibannya untuk memperoleh izin lingkungan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.termasuk kebun plasma Pencegahan dan penanggulangan kebakaran. 1. Tersedia dokumen izin lingkungan sesuai ketentuan yang berlaku. 2. Rekaman pelaaksanaan pengelolaan lingkungan. Dokumen dapat berupa AMDAL atau UKL/UPL dalam satu dokumen atau masing masing dokumen tersendiri apabila lokasi antara kebun inti dan kebun plasma tidak berada dalam satu lokasi (terpisah) tersedia di kantor manajer plasma. 12

13 Kelompok tani kelapa sawit harus melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran di kebun dan sekitarnya. 4.3 Pelestarian Biodiversity / keanekaragaman hayati dan kawasan lindung Kelompok tani harus menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati termasuk spesies langka atau hampir punah dan kawasan lindung yang ada di perkebunan atau yang dapat dipengaruhi dengan keberadaan perkebunan kelapa sawit rakyat tersebut 5. TANGGUNG JAWAB 1. Tersedia Petunjuk Teknis pencegahan dan penanggulangan kebakaran di kantor manajer plasma / kelompok tani; 2. Tersedianya SDM yang mampu mencegah dan menangani kebakaran. 3. Tersedianya sarana dan prasarana pengendalian/penanggulangan kebakaran di kantor manajer plasma 4. Tersedianya organisasi dan sistem tanggap darurat; 5. Rekaman pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, pemantauan kebakaran dan pelaporannya harus disimpan. 1. Petani / kelompok tani mengetahui spesies yang dilindungi di daerah tersebut. dan keberadaan kawasan lindung yang tidak boleh dibuka untuk perkebunan kelapa sawit. a. Melakukan pelatihan penanggulangan kebakaran secara periodik oleh inti b. Melakukan penanggulangan bila terjadi kebakaran bersama-sama dengan inti a. Informasi spesies langka yang dilindungi dan kawasan lindung dapat diperoleh dari manajer plasma dan BKSDA. b. Apabila ditemui hewan langka di lahan petani, maka petani harus melaporkan kepada manager plasma dan atau ke BKSDA terdekat; 13

14 TERHADAP KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) PETANI 5.1. Penerapan keselamatan dan kesehatan petani Kelompok tani dalam melakukan pengelolaan usaha perkebunan harus menerapkan aspek kesehatan dan keselamatan kerja dengan bimbingan Manajer Plasma Pembentukan koperasi Kelompok tani bersama sama dengan kelompok tani lainnya membentuk koperasi / koperasi unit desa (KUD) sebagai wadah pemberdayaan ekonomi untuk mendukung kegiatan usahatani.; 6 TANGGUNG JAWAB SOSIAL 1. Tersedia SOP/instruksi kerja kesehatan dan keselamatan kerja yang disepakati bersama 2. Tersedianya pelatihan oleh perusahaan tentang kesehatan dan keselamatan kerja 3. Rekaman penerapan keselamatan dan kesehatan kerja. Tersedia bukti bahwa kelompok `tani yang bersangkutan menjadi anggota koperasi unit desa (KUD); a. Manajer Plasma menyelenggarakan pelatihan dan kampanye mengenai keselamatan dan kesehatan petani. b. Dilakukan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko kecelakaan. c. Dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi petani dengan resiko kecelakaan kerja tinggi. d. Penyediaan sarana keselamatan bekerja seperti helm, masker, sepatu dan lain-lain; e. Rekaman terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan kerja. Koperasi / Koperasi Unit Desa (KUD) yang beranggotakan kelompok tani merupakan media kerjasama antara kelompok tani dengan perusahaan antara lain dalam pembagian SHU, pengadaan sarana produksi, rapat-rapat antara perusahaan dengan kelompok tani dan lain sebagainya. 14

15 DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (akan dilakukan kaji ulang di beberapa Proyek PIR) 7. PENINGKATAN USAHA SECARA BERKELANJUTAN Kelompok tani dengan bimbingan manajer plasma terus menerus meningkatkan kinerja (sosial, ekonomi dan lingkungan) dengan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi yang mendukung peningkatan produksi minyak sawit berkelanjutan. Tersedia rekaman hasil penerapan perbaikan/peningkatan yang dilakukan. Kelompok tani dapat melakukan perbaikan / peningkatan secara berkelanjutan melalui : a. Perbaikan sebagai tindak lanjut dari hasil evaluasi internal dan / atau saran saran dari Manajer Plasma dan / atau berbagai instansi yang terkait lainnya b. Perbaikan / peningkatan sebagai tindak lanjut keputusan-keputusan dari tinjauan manajemen. c. Penerapan teknologi baru hasil penelitian baik internal maupun dari luar. d. Perbaikan sebagai konsekuensi dari peningkatan sasaran / target yang ditetapkan; e. Pelaksanaan tindakan korektif maupun preventif sebagai tindak lanjut terhadap adanya ketidak sesuaian, ketidak sesuaian potencial, keluhan pelanggan, trend / kecenderungan proses, análisis data, saran masukan baik dari internal maupun dari luar termasuk dari pemerintah dll. 15

16 Note : Point a, b, c, d dan e dibantu oleh/dengan melibatkan perusahaan inti Komisi ISPO Januari

17 PENJELASAN 1. Perkembangan Pola PIR Pelaksanaan pembangunan perkebunan dengan pola PIR dimulai sejak tahun 1977/1978 berdasarkan Keputusan Presiden RI No 11 Tahun 1974 tentang Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA II) dengan dimulainya pembangunan perkebunan rakyat dengan pola Nucleus Estate and Smallholder (NES / PIRBUN). Sebagai inti dalam pola NES ini adalah Perkebunan Besar Negara. Dalam perkembangan kemudian pemerintah memfasilitasi adanya proyek perkebunan pola PIR yang didanai dengan dana perbankan nasional (PIR Swadana). Melihat dampak positip dari pembangunan perkebunan dengan pola PIR tersebut, sesuai dengan Keppres No 1 Tahun 1996, dilaksanakan pengembangan PIR pola PIR-TRANS Selanjutnya kerjasama antara perbangkan dan pemerintah daerah dalam mengembangakan pola PIR dengan pendanaan dari fasilitas kredit KKPA. (PIR-KKPA). Namun karenapengembangannya oleh pemerintah daerah banyak yang tidak dilaporkan ke pusat. Komoditi yang dikembangkan pada awalnya terutama adalah karet dan kelapa sawit, namun selanjutnya lebih banyak tanaman kelapa sawit yang dikembangkan Pada saat ini berdasarkan data di Direktorat Jenderal Perkebunan luas areal seluruh PIR untuk perkebunan kelapa sawit mencapai sekitar ha terdiri dari Pola NES/PIR-BUN seluas ha, PIR-TRANS adalah ha dan PIR- KKPA tercatat ha..karena PIR KKPA ini difasilitasi oleh pemerintah daerah belum seluruh areal yang terealisasi pembangunannya dilaporkan ke pusat. Petani Plasma / Kemitraan adalah petani yang terikat kerjasama dengan perusahaan inti pada berbagai bidang baik di bidang budidaya, pengolahan dan pemasaran hasil serta pengembalian kredit petani. Petani kemitraan dalam hal pengelolaan kebun dibedakan 2 (dua) jenis yaitu petani kemitraan satu atap yaitu petani kemitraan setelah konversi (penyerahan kebun dan hutang petani dari perusahaan inti kepada petani) seluruh pengelolaan kebun dilakukan oleh kebun inti dan petani kemitraan lainnya adalah petani plasma setelah konversi pemeliharaan kebun dilakukan sendiri oleh petani/kelompok tani dengan bimbingan dari manajer plasma, sedangkan pengolahan dan pemasaran hasil tetap dilakukan oleh inti. 17

18 2. Penjelasan Singkatan Didalam Prinsip dan Kriteria ISPO untuk petani kemitraan dijumpai singkatan pengertian dan singkatan yang perlu penjelasan yaitu a. Petani Plasma adalah petani yang melakukan kerjasama dengan perusahaan perkebunan yang difasilitasi oleh pemerintah dalam melakukan pembangunan kebun, pengolahan dan pemasaran hasil. b. Berdasarkan pengololaannya terdapat 2 (dua) jenis kebun plasma yaitu kebun plasma setelah konversi dikelola sendiri oleh petani/kelompok tan dan kebun plasma setelah konversi tetap dikelola oleh kebun inti (satu atap). c. Pada saat ini ada 3 (tiga) kebun plasma yaitu kebun plasma yang berasal dari Proyek PIR/NES (PIRBUN), proyek PIR TRANS dan Proyek PIR KKPA. d. KKPA : Kredit Koperasi Primer untuk Anggota yaitu kredit yang diberikan oleh perbankan kepada koperasi primer. e. Kerjasama antara petani den perusahaan dilakukan pada tingkat Koperasi Unit Desa (KUD) yang merupakan gabungan dari beberapa kelompok tani. f. RUTWP/RUTWK Rencana Umum Tataruang Wilayah Propinsi/Kabupaten yaitu rencana umum penggunaan lahan untuk berbagai bidang antara lain untuk budidaya, industri, pemukiman dan lain sebagainya baik di tingkat g. HPK Hutan Produksi Konversi adalah kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi/dilepas untuk penggunaan diluar kehutanan antara lain untuk usaha perkebunan setelah mendapat persetujuan pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. h. SOP Standart Operational and Procedure adalah merupakan langkah langkah yang diperlukan untuk suatu kegiatan i. TBM : Tanaman Belum Menghasilkan. j. TM : Tanaman Menghasilkan k. TT/TR :Tanaman Tua/Tanaman Rusak l. PKS Pabrik Kelapa Sawit adalah unit pengolahan TBS menjadi minyak sawit (CPO) m. AMDAL Analisa Mengenai Dampak Lingkungan n. UKL/UPL Usaha Kelola Lingkungan / Upaya Pemantauan Lingkungan o. OPT Organisme Pengganggu Tumbuhan adalah p. PHT/IPM Pengendalian Hama Terpadu / Integrated Pest Management adalah adalah cara pengendalian hama, penyakit dan gulma dengan memadukan berbagai cara yaitu secara budidaya, mekanis, biologis dan kimia (penggunaan pestisida). q. SMK3 Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah 18

19 19

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN PLASMA

PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN PLASMA LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN PLASMA No

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO Hal. 1 NO. PRINSIP DAN KRITERIA INDIKATOR 1. SISTEM PERIZINAN DAN MANAJEMEN PERKEBUNAN 1.1 Perizinan dan sertifikat. 1. Telah memiliki izin lokasi dari pejabat yang Pengelola perkebunan harus memperoleh

Lebih terperinci

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan. 1. Tersedia izin lokasi dari pejabat berwenang sesuai peraturan perundangundangan.

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan. 1. Tersedia izin lokasi dari pejabat berwenang sesuai peraturan perundangundangan. LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK PERUSAHAAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan. 1. Tersedia izin lokasi dari pejabat berwenang sesuai peraturan perundangundangan.

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan. 1. Tersedia izin lokasi dari pejabat berwenang sesuai peraturan perundangundangan. LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK PERUSAHAAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO

Lampiran 1. Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO Lampiran 1 Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO PRINSIP 1 LEGALITAS USAHA PERKEBUNAN Kriteria 1.1 Izin Lokasi Perusahaan Perkebunan harus memperoleh Izin Lokasi

Lebih terperinci

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI OLEH DIREKTUR TANAMAN TAHUNAN HOTEL SANTIKA, JAKARTA 29 JULI 2011 1 KRONOLOGIS FAKTA HISTORIS Sejak 1960-an dikalangan masyarakat internasional mulai berkembang

Lebih terperinci

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK PERUSAHAAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia.

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia. Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia Draft 3 Oktober 2007 Prinsip 1 : Komitmen terhadap transparansi Nasional 1.1.Pihak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

Lampiran 2 Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator RSPO terhadap ISPO

Lampiran 2 Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator RSPO terhadap ISPO Lampiran 2 Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator RSPO terhadap ISPO PRINSIP 1 KOMITMEN TERHADAP TRANSPARASI Kriteria I Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit menyediakan informasi yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/Permentan/OT.140/3/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/Permentan/OT.140/3/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/Permentan/OT.140/3/2015 TENTANG SISTEM SERTIFIKASI KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL CERTIFICATION SYSTEM /ISPO)

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKELAPASAWITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKELAPASAWITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKELAPASAWITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BESAR, Menimbang : Mengingat: a. bahwa keanekaragaman

Lebih terperinci

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang : a. bahwa tanah yang difungsikan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a. bahwa keanekaragaman

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

Lingkup hunbungan kemitraan meliputi :

Lingkup hunbungan kemitraan meliputi : Lingkup hunbungan kemitraan meliputi : 1. Penyediaan Lahan Lahan yang dimaksud harus memenuhi kriteria KESESUAIAN LAHAN ( Suitable) dari aspek teknis, TERJAMIN dari aspek Legal dan KONDUSIF secara Sosial.

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN PETANI PLASMA KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN DENGAN POLA PERUSAHAAN INTI RAKYAT YANG DIKAITKAN DENGAN PROGRAM TRANSMIGRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SURAT TANDA DAFTAR USAHA BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN (STD-B) Kabupaten/Kota... Kecamatan...

SURAT TANDA DAFTAR USAHA BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN (STD-B) Kabupaten/Kota... Kecamatan... 31 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN SURAT TANDA DAFTAR USAHA BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN (STD-B) Kabupaten/Kota...

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PETANIAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

DAFTAR ISIAN KEGIATAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN DAN JASAD PENGGANGGU TANAMAN TAHUN 2009

DAFTAR ISIAN KEGIATAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN DAN JASAD PENGGANGGU TANAMAN TAHUN 2009 DAFTAR ISIAN KEGIATAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN DAN JASAD PENGGANGGU TANAMAN TAHUN 2009 I. IDENTITAS PERUSAHAAN/KEBUN 1. a. Nama Perusahaan : b. Nama Grup : 2. Status Perusahaan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG [ SALINAN BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK PERUSAHAAN PERKEBUNAN

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK PERUSAHAAN PERKEBUNAN LAMPIRAN 1 : PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK PERUSAHAAN PERKEBUNAN No. 1.

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN DENGAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN DENGAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN DENGAN POLA PERUSAHAAN INTI RAKYAT YANG DIKAITKAN DENGAN PROGRAM TRANSMIGRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 166 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KABUPATEN BARITO KUALA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KABUPATEN BARITO KUALA, BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN BATOLA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Disampaikan dalam Semiloka Refeleksi setahun nota kesepakatan bersama (NKB) Selasa, 11 November 2014 Hotel Mercure Ancol, Ancol Jakarta Baycity

Disampaikan dalam Semiloka Refeleksi setahun nota kesepakatan bersama (NKB) Selasa, 11 November 2014 Hotel Mercure Ancol, Ancol Jakarta Baycity Disampaikan dalam Semiloka Refeleksi setahun nota kesepakatan bersama (NKB) Selasa, 11 November 2014 Hotel Mercure Ancol, Ancol Jakarta Baycity KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Peraturan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam mencapai

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI LAHAN GAMBUT

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI LAHAN GAMBUT STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI LAHAN GAMBUT Oleh : Direktorat Jenderal Perkebunan *) Kementerian Pertanian ---------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.217, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Penetapan Harga. Pembelian. Kelapa Sawit. Perkebunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/Permentan/OT.140/2/2013

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Adapun lingkup hunbungan kemitraan meliputi :

Adapun lingkup hunbungan kemitraan meliputi : Adapun lingkup hunbungan kemitraan meliputi : 1. Penyediaan Lahan Lahan yang dimaksud harus memenuhi kriteria KESESUAIAN LAHAN ( Suitable) dari aspek teknis, TERJAMIN dari aspek Legal dan KONDUSIF secara

Lebih terperinci

Pelayanan Jasa&Pelatihan

Pelayanan Jasa&Pelatihan Pelayanan Jasa&Pelatihan Survei Lahan dan Studi Kelayakan Rekomendasi Pemupukan Bantuan Teknis Aplikasi Drone Untuk Kebun Kelapa Sawit Proyeksi Produktivitas Kelapa Sawit Pelatihan Uji Efikasi Pupuk &

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

1.000 ha Kelapa Sawit. Karet. tahun

1.000 ha Kelapa Sawit. Karet. tahun 1.500 1.200 900 600 300 1.000 ha Karet Kelapa Sawit 0 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 tahun Kebun Masyarakat* TBS PKS Keterangan Inti TBS * Perkebunan Rakyat Pengangkutan TBS (yang diprogramkan) Pengangkutan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 013 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 013 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 013 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGATURAN PENGGUNAAN JALAN UMUM UNTUK ANGKUTAN HASIL TAMBANG DAN HASIL PERUSAHAAN PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik

6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.900, 2017 KEMEN-LHK. Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Fasilitasi Pemerintah. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN VIII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan

Lebih terperinci

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA NAMA DOKUMEN PT. ASIATIC PERSADA Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahannya NO. PERSETUJUAN & TANGGAL Komisi Penilai AMDAL Propinsi Jambi Nomor:274/2003,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji

Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji Tabel 13 Perbandingan Karakteristik Kebun Kelapa Sawit Inti dan Plasma Contoh di Sumatera Selatan Tahun 2002 No Karakteristik Betung Barat 1 Nama lain IV Betung Talang Sawit Sungai Lengi II B Sule PT Aek

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN Disampaikan pada Acara Monev Gerakan Nasioanal Penyelamatan SDA sektor Kehutanan dan Perkebunan Tanggal 10 Juni 2015 di Gorontalo DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN JENIS

Lebih terperinci

BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN

BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN Bisnis utama PT Paya Pinang saat ini adalah industri agribisnis dengan menitikberatkan pada industri kelapa sawit diikuti dengan karet. Proses bisnis baik tanaman karet

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA KEMENTERIAN AGARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL DIT. PENGATURAN DAN PENETAPAN HAK TANAH DAN RUANG

TATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA KEMENTERIAN AGARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL DIT. PENGATURAN DAN PENETAPAN HAK TANAH DAN RUANG TATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA KEMENTERIAN AGARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL DIT. PENGATURAN DAN PENETAPAN HAK TANAH DAN RUANG 1 RUANG LINGKUP HGU SUBYEK HGU JANGKA WAKTU HGU PENGGUNAAN

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN DENGAN POLA PERUSAHAAN INTI RAKYAT YANG DIKAITKAN DENGAN PROGRAM TRANSMIGRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari. pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi nyata.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari. pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi nyata. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari pembangunan ekonomi nasional pada hakekatnya merupakan suatu pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 395/Kpts/OT.140/11/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 395/Kpts/OT.140/11/2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 395/Kpts/OT.140/11/2005 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN HARGA PEMBELIAN TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT PRODUKSI PEKEBUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT NOMOR: 18 TAHUN 2002 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT PERKEBUNAN

PERATURAN DAERAH DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT NOMOR: 18 TAHUN 2002 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT PERKEBUNAN PERATURAN DAERAH DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT NOMOR: 18 TAHUN 2002 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKEBUNAN NOMOR: 29/KPTS/KB.120/3/2017 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKEBUNAN NOMOR: 29/KPTS/KB.120/3/2017 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKEBUNAN NOMOR: 29/KPTS/KB.120/3/2017 TENTANG PEDOMAN PEREMAJAAN TANAMAN KELAPA SAWIT PEKEBUN, PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN BANTUAN SARANA DAN PRASARANA DALAM KERANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 OUTLINE I. PENDAHULUAN II. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN: anggaran atau

Lebih terperinci

BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN

BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN Baik dalam lembaga pembebasan tanah maupun pengadaan tanah, tanah yang dibutuhkan pihak pemerintah untuk kepentingan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN DENGAN POLA PERUSAHAAN INTI RAKYAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 6 TAHUN 1995 (6/1995) Tanggal : 28 PEBRUARI 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/12; TLN NO. 3586

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK) MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN KELAPA SAWIT TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1127, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Reklamasi Hutan. Areal Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LINTAS KABUPATEN/KOTA UNTUK USAHA PERKEBUNAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LINTAS KABUPATEN/KOTA UNTUK USAHA PERKEBUNAN GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LINTAS KABUPATEN/KOTA UNTUK USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

2 3. Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor

2 3. Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, Menimbang: a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan BAB VII PENUTUP Perkembangan industri kelapa sawit yang cepat ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : (i) secara agroekologis kelapa sawit sangat cocok dikembangkan di Indonesia ; (ii) secara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3586 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12) UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Evaluasi Pembangunan Perkebunan 2016 dan Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Perkebunan 2017

Evaluasi Pembangunan Perkebunan 2016 dan Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Perkebunan 2017 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Evaluasi Pembangunan Perkebunan 2016 dan Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Perkebunan 2017 Oleh : Ujang Rachmad Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

PEMBELIAN TBS (TANDAN BUAH SEGAR)/PENERIMAAN SUPPLIER BARU

PEMBELIAN TBS (TANDAN BUAH SEGAR)/PENERIMAAN SUPPLIER BARU PENERIMAAN SUPPLIER BARU Dibuat Oleh, Direview oleh, Disahkan oleh Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh Daftar Isi 1. Tujuan...4 2. Ruang Lingkup...4 3. Referensi...4 4. Definisi...4

Lebih terperinci

2 bidang pertanian secara transparan, terukur, perlu menetapkan syarat, tata cara, dan standar operasional prosedur dalam pemberian rekomendasi teknis

2 bidang pertanian secara transparan, terukur, perlu menetapkan syarat, tata cara, dan standar operasional prosedur dalam pemberian rekomendasi teknis BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.680, 2015 KEMENTAN. Izin Usaha. Pertanian. Penanaman Modal. Rekomendasi Teknis. SOP. Tata Cara. Syarat. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/HK.140/4/2015

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci