Balai Benih Utama (BBU) Sukabumi. D i antara peubah hasil

Transkripsi

1 R A N G K U M A N Penelitian lapangan di daerah transmigrasi bertujuan untuk mengungkapkan pengelolaan sapi oleh petani atau peternak di daerah tersebut. Hasil penelitian lapangan digunakan sebagai dasar untuk penelitian eksperimental di Balai Benih Utama (BBU) Sukabumi. D i antara peubah hasil penelitian lapangan yang dipergunakan dalam penelitian eksperimental adalah jumlah gaya yang ditarik oleh sapi Peranakan Dngole waktu meluku di sawah dan lahan kering. Rataan gaya yang ditarik oleh seekor sapi pada meluku pertama dan kedua di daerah pertanian lahan kering serta sawah ialah kg. Gaya ini dibulatkan menjadi 45 kg dan digunakan sebagai gaya yang ditarik seekor sapi pada penelitian eksperimental. Lama bekerja sapi pada penelitian eksperimental 4 jam yaitu dari pukul dengan istirahat selama 30 menit. Angka ini diambil dari kebiasaan petani atau peternak apabila mengerjakan sapi di daerah pertan ian sawah atau lahan kering di daerah transmigrasi. Mengenai frekuesi bekerja yang terus menerus setiap kan kepada kelaziman transmigran di lahan hari, didasar- kering yang se- tiap hari membawa sapi ke kebun. Dari rumah ternak sapi menarik gerobak yang bermuatan keperluan petani di kebun dan pada saat pulang gerobak tersebut diisi oleh rumput dan berbagai hasil panen dari lahan usaha tani.

2 Sapi pada penelitian eksperimental berasal dari daerah penelitian lapangan yaitu Kecamatan Terbanggibesar. Kabupaten Lampung Tengah. Pemilihan sapi tersebut sengaja dilakukan agar penelitian eksperimental betul-betul mencerminkan kebiasaan sapi di daerah transmigrasi. Tentu saja, penelitian eksperimental akan lebih baik dilakukan di tempat penelitian lapangan tetapi karena berbagai keterbatasan ha1 itu tidak bisa dilaksanakan. Hasil penelitian di daerah transmigrasi tidak selalu sejalan dengan hasil penelitian eksperimental. Suatu contoh yang sangat menarik adalah mengenai daya yang diproduksikan pada saat bekerja. D i daerah pertanian lahan kering daya sapi yang diproduksikan pada saat meluku pertama 0.48 TK dan meluku kedua 0.46 TK. D i daerah pertanian sawah 0.39 TK pada meluku pertama dan 0.32 TK pada meluku kedua. Hasil penelitian tenaga di daerah transmigrasi lebih besar dari penelitian eksperimental (0.19 TK). Rataan kecepatan berjalan sapi pada meluku pertama 0.69 m/detik dan meluku kedua 0.78 m/detik di lahan pertanian kering sementara di lahan pertanian sawah 0.61 m/detik pada saat meluku pertama dan 0.72 m/detik pada meluku kedua. Rataan kecepatan berjalan sapi pada penelitian eksperimental 1.12 km/jam atau 0.31 m/detik. Perbedaan rata-rata kecepatan berjalan pada sapi yang bekerja di daerah transmigrasi dengan yang diteliti di

3 Sukabumi mungkin disebabkan oleh faktor bobot badan dan operator. Bobot badan sapi yang bekerja di daerah transmigrasi lebih berat dari sapi yang bekerja di Sukabumi. Operator di daerah transmigrasi terdiri atas orang dewasa yang mempunyai motivasi untuk segera menyelesaikan pekerjaan sementara operator pada penelitian eksperimental terdiri atas anak-anak tahun yan% tidak memiliki motivasi untuk segera menyelesaikan pe- kerjaan. Akibat dari kecepatan berjal~n dan operator yang berbeda antara daerah transmigrasi dan penelitian eksperimental maka daya yang diproduksikan tiap ekor sapi yang bekerja di daerah transmigrasi dan di Sukabumi tidak sama. Petani atau peternak sapi di daerah transmigrasi lahan kering tidak mengerjakan sapi pada kebuntingan 7.80 bulan dan transmigrasi sauah 6.88 bulan. Pada penelitian eksperimental sapi bunting terus menerus dikerjakan sampai melahirkan. Tampaknya mengist irahatkan sap i pada kebuntingan di atas 6 bulan kurang beralasan karena hasil penelitian eksperimental menunjukkan bahwa semua sapi penelitian bunting tidak ada yang mengalami keguguran pada waktu bunting tua. Pada penelitian eksperimental terungkap kecenderungan keguguran kebuntingan muda pada sapi yang dipekerjakan sangat intensif. Satu ekor pada perlakuan yang setiap hari bekerja menunjukkan kebuntingan sampai palpasi rektal (2 bulan setelah di IB) tetapi

4 kebuntingan tidak berjalan mulus sanpai kelahiran. Sapi yang lain pada perlakunn tersebut tidak menunjukkan gejala h~lnt-inn. (;nnhnrnn 1r1 i menu jukkan buhwa kemungkinan t.crj +3d i I i n padm kebur~ t ingun uuda puda sap i YnnCJ dikerjakan sctiap hari lebih banyak dari sapi lain frekuensj bekerjanya kur~ng intensif. Sehubungan dengan i t. ~ taopaknyn kebiasaan petani atau peternak di daerah transmigrasi yang umumnya rnengistirahatkan sapi bunting t.ua dan mcr~gerjakan snpi bebernpa saslt setelah di In perlu diperbaiki. Sesuai dengan kecenderungan hasil penelitian ini, perlu d ihindarkan menpekerjakan sapi secara intensif setelah di ID atau dipacak secara al-i sampai umur kebuntjngan 2 bulan. Selang kelahiran sapi di duerah tronsmigrasi lahan kering lebih rendah ( hari) dari pada di daerah pertun ~nri sauutt <8%1-00 hurj ). Padahal frekuer~si bekerja snpi di daerah pertanian lahan kering lebih intensif dari pada di daerah pertanian sauah. Seandainya frekuensi bekerja herpangaruh terhadap selang kelahiran, maka selang kelahiran sapi di dasrah pertanian sawah harus lebih pendek d iband ingkan dengan d i daerah pertanian lahan kering karena frekuensi bekerja sap2 di daerah lahan sawah 25.60/musim lebih sinskat dari pada frekuensi bekerja sapi di daerah pertanian lahan kering hari/musim. M a 1 ini tidak dapat dikaji oleh penelitian eksperimental.

5 Lamanya selang kelahiran di daerah pertanian sawah kenungkinan ada hubungannya dengan masalah pakan yang diberikan dan cars pemeliharaan. Umumnya ketersediaan pakan untuk sapi di daerah pertanian lahan kering lebih beragam dan bernilai gizi dari pada di daerah pertanian sawah. D i daerah pertanian lahan kering tersedia juga limbah pertanian seperti daun jagung, daun ubi jalar, daun ubi rambat dan daun kacang-kacangan. Sementara di daerah pertanian sawah limbah pertanian yang paling dominan hanya jerami padi yang nilai gizinya rendah. Selain itu sapi di daerah sawah lebih bayak dikandangkan dari pada digembalakan sementara di daerah lahan kering lebih banyak digenbalakan. Oleh karena dalam peng- gembalaan itu sapi betina dan jantan bercampur maka kemungkinan untuk kawin akan lebih besar sehingga kebuntingan lebih bisa diandalkan, yang pada gilirannya akan mempercepat selang kelahiran. D i antara peubah reproduksi yang secara biologis nendekati kesamaan antara hasil penelitian lapangan dan eksperimental adalah lama berahi dan siklus berahi. Rataan lama berahi sapi Peranakan Ongole hasil penelitian eksperimental jam sementara hasil penelitian lapangan jam di daerah transmigrasi pertanian lahan kering dan jam di daerah pertanian sawah. Rataan siklus berahi hasil penelitian eksperimental hari,

6 di daerah pertanian lahan kering hari dan di daerah pertanian sawah hari. Dari penelitian eksperimental terungkap bahwa frekuensi bekerja berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap konsumsi pakan dan biaya pakan/ekor/hari. Kelebihan konsumsi pakan pada perlakuan yang f rekuensi bekerjanya lebih intensif tampaknye tidak dipergunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tetapi didistribusikan sebagai sumber tenaga yang dipergunakan untuk menarik beban. H a l ini didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa frekuensi bekerja tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan/hari. Peningkatan biaya pakan/ekor/har i pada perlakuan yang lebih intensif frekuensi bekerjanya, nerupakan akibat langsung dari perbedaan konsumsi pakan. Hakin banyak jumlah pakan yang dikonsumsi naka biaya pakan/ekor/hari akan lebih meningkat karena biaya pakan diperhitungkan berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi. Produksi tinja/defekasi dan produksi tin~a/ekor/hari dipengaruhi sangat nyata (P<O. Dl) oleh f rekuensi beksrja. Perlakuan yang mengkonsunsi pakan lebih banyak mengakibatkan produksi tinja/defekasi dan produksi t inja/ekor/hari makin meningkat. Keadaan ini menunjukkan bahwa produksi tinja/defekasi dan produksi tin~a/ekor/hari selain dipengaruhi oleh frekuensi bekerja, berkaitan erat dengan jumlah konsumsi pakan.

7 Frekuensi bekerja mempengaruhi konsumsi air minum dan air total sangat nyata (P<O.Ol). Perbedaan ini seirama dengan perbedaan konsumsi pakan dan frekuensi bekerja. Perlakuan yang bekerja lebih intensif akan mengkonsumsi pakan dan menggunakan air lebih banyak sehingga kebutuhan air akan bertambah. Dengan demikian konsunsi air pada perlakuan yang nendapat pekerjaan intensif lebih banyak. Dar i hasil penelitian eksper imen tal tampak kecenderungan, apabila jumlah air minum meningkat maka jumlah urinasi siang hari lebih banyak. Nanun sekalipun demikian untuk menyimpulkan bahwa peningkatan jumlah air minum diikuti oleh jumlah urinasi dan air kencing yang diproduksikan belun cukup hanya dikaitkan dengan jumlah urinasi siang hari saja. Untuk keperluan ini perlu koleksi air seni dan jumlah urinasi selama 24 jam.