Panduan Perencanaan Pemantauan Persidangan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
|
|
- Bambang Sugiarto Sudirman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Panduan Perencanaan Pemantauan Persidangan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) I. Pengantar Pemantauan persidangan (trial monitoring) adalah salah satu bagian penting dalam advokasi Hak Asasi Manusia (HAM), yang dilakukan dengan cara memantau, mengamati dan mencatat proses persidangan, melakukan wawancara dan mendapatkan dokumen-dokumen persidangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menilai tentang bagaimana pengadilan mengikuti standar-standar peradilan yang adil dan tidak memihak (fair trial), dan memberikan suatu analisa tentang proses pengadilan yang sesuai dengan standar HAM. Secara khusus, pemantauan pengadilan akan membantu proses peradilan, khususnya dalam pencapaian keadilan para korban, dan menyediakan laporan dan rekomendasi yang komprehensif bagi para penegak hukum dan sebagai landasan untuk mendorong reformasi sistem peradilan. Pemantauan persidangan, dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip fair trial, sangat penting untuk melindungi HAM pihak-pihak yang dituduh melakukan kejahatan dan memastikan adanya keadilan kepada para korban. Dalam jangka panjang, pemantauan pengadilan akan memberikan sumbangan pada penerapan administrasi peradilan yang sesuai dengan prinsip-prinsip HAM, serta mendorong tegaknya negara hukum dan rule of law. Dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut dibutuhkan suatu proses pemantauan persidangan yang terencana dengan baik, tersistematisasi dan terukur. Hal ini untuk memastikan bahwa laporan pemantauan disusun dengan mendasarkan pada fakta-fakta yang benar, komprehensif dan kredibel. Dalam perencanaan pemantauan yang demikian, memerlukan suatu panduan perencanaan pemantauan persidangan yang sesuai dengan kebutuhan dan berlandaskan pada norma dan pinsip-prinsip HAM. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) telah lama melakukan pemantauan persidangan, khususnya kasuskasus yang berdampak luas pada perlindungan HAM. Pengalamanan tersebut mengharuskan ELSAM untuk terus mengupayakan adanya standar pemantauan persidangan yang lebih baik. Berbagai lembaga internasional maupun nasional juga telah menyusun pendoman dan prinsip-prinsip pemantauan persidangan yang disusun berdasarkan norma-norma dan instrumen HAM. Berbagai pedoman tersebut memperkaya proses pemantauan persidangan yang telah dilakukan oleh ELSAM dan akan terus menjadi rujukan untuk melakukan proses pemantauan persidangan di waktu yang akan datang. Berdasarkan pada pengalaman pemantauan, perkembangan instrumen-instrumen HAM baik internasional dan nasional, dan referensi berbagai panduan pemantauan persidangan, ELSAM merasa perlu untuk menyusun standar tentang panduan perencanan pemantauan persidangan. Panduan perencanaan yang disusun secara singkat ini menjadi panduan dalam setiap perencanaan pemantauan persidangan yang akan dilakukan oleh ELSAM. 1
2 II. Tujuan Pemantauan Persidangan Tujuan dari pemantauan persidangan ini adalah : 1. Memperoleh data secara menyeluruh mengenai proses persidangan di Pengadilan. 2. Membuat laporan dan analisa proses persidangan secara berkala dan laporan akhir proses peradilan dalam kasus tertentu. 3. Membantu perbaikan mekanisme Pengadilan sebagai salah satu lembaga yang berwenang dalam pembentukan dan penegakan hukum di Indonesia. 4. Membantu perjuangan para korban dalam memperoleh keadilan yang akan dilaksanakan dan ditegakkan oleh Pengadilan. 5. Mengetahui pelaksanaan dan penerapan regulasi yang relevan dan merekomendasikan perbaikannya baik dari sisi perubahan dan perbaikan regulasi, pelaksanaan regulasi, dan perbaikan institusi-insitusi penegak hukum. III. Acuan Pemantauan persidangan dilakukan dengan mengacu pada; 1. Prinsip-prinsip Peradilan yang Adil dan Tidak Memihak/Fair Trial 2. Prinsip-prinsip Perlindungan Saksi dan korban. 3. Prinsip-prinsip Hak atas Pemulihan/Remedies bagi korban. Acuan prinsip-prinsip tersebut menggunakan rumusan/pedoman yang berdasarkan norma-norma HAM internasional, yang disusun oleh PBB dan instrumen HAM regional, dan berbagai panduan dari lembaga internasional diantaranya Amnesty Internasional, Lawyer Committee, sejumlah lainnya. Rumusan prinsip-prinsip HAM yang tertuang dalam hukum nasional juga akan menjadi referensi sepanjang sesuai dengan standar dan norma-norma HAM dan dan konsep fair trial dalam instrumen HAM internasional. Instrumen HAM/Hukum internasional : 1. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia; 2. Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (KIHSP)/International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), termasuk Komentar Umum Komite HAM; 3. Berbagai Konvensi yang relevan (misalnya Konvensi Penghapusan Penyiksaan, Perlakukan dan Penghukuman yang Kejam dan Tidak Manusiawi); 4. The Code of Conduct for Law Enforcement Officials, 1979; 5. The Body of Principles for the Protection of All Persons under Any Form of Detention or Imprisonment, 1988; 6. The Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners, 1955; 7. The Guidelines on the Role of Prosecutors, 1990; 8. The Basic Principles on the Role of Lawyers, 1990; 9. Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power Adopted by General Assembly resolution 40/34 of 29 November 1985; 10. Basic Principles and Guidelines on the Right to a Remedy and Reparation for Victims of Gross Violations of International Human Rights Law and Serious Violations of International Humanitarian Law, diadopsi Mejelis Umum PBB melalui Resolusi 60/147 tanggal 16 December 2005; 11. Sejumlah instrumen hukum internasional yang mengatur secara khusus untuk peradilan tertentu misalnya Rome Statute 1998, The Rules of Procedure of the International Criminal Tribunals for the former Yugoslavia and Rwanda (ICTY dan ICTR), dll. 12. Sejumlah instrumen HAM regional, misalnya; The African Charter on Human and Peoples Rights/ Piagam Afrika Tentang Hak-Hak Manusia dan Orang-Orang tahun 1981, The American Convention on Human Rights/ Konvensi Hak Asai Manusia Amerika Tahun 1969, The European Convention on Human Rights, 1950, dll. 2
3 Peraturan hukum nasional : 1. Undang-Undang Dasar 1945; 2. UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, termasuk PP No. 27 tahun 1993 tentang Pelaksanaan KUHAP; 3. UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia; 4. UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dan aturan pelaksanaannya (PP No. 2 dan 3 Tahun 2002); 5. UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dan aturan pelaksanaanya (PP No. 44 Tahun 2008; 6. UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; 7. Berbagai instrumen HAM yang telah diratifikasi oleh Indonesia; 8. Berbagai peraturan teknis lainnya yang relevan, baik berupa petunjuk teknis maupun petunjuk pelaksaan UU, dan regulasi yang bersifat internal (misalnya Peraturan Kapolri tentang Implementasi dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia) Acuan tentang standar fair trial yang diterapkan dalam proses peradilan: 1. Hak atas peradilan yang adil; 2. Hak atas persidangan yang terbuka (public hearing); 3. Praduga tak bersalah ( presumption of Innocence); 4. Hak untuk diberitahukan dakwaan dengan tepat dan segera (right to be informed promptly of the charge); 5. Hak untuk membela diri (right to defence); 6. Hak untuk didampingi penasehat hukum; 7. Hak untuk didampingi penerjemah (the right to Be assisted by an interpreter); 8. Hak untuk hadir dipersidangan (Rrght to be present at trial); 9. Hak untuk persamaan kekuatan (termasuk akses) dalam persidangan (right to equality of arms/principle of equality of arms); 10. Hak untuk memanggil dan menguji para saksi (right to call and examine witnesses); 11. Hak untuk tidak dipaksa mengaku bersalah atau bersaksi terhadap dirinya sendiri (right not to be compelled to confess guilt or to testify against oneself); 12. Pengeluaran bukti-bukti yang diperoleh dari tindakan yang tidak sah, termasuk adanya penyiksaan dan perlakukan yang merendahkan martabat (exclusion of evidence elicited by illegal means, including torture or ill-treatment); 13. Hak untuk dipersiksa tanpa penundaan yang tidak beralasan (right to be tried without undue delay); 14. Prinsp legalitas dalam kasus pidana (nullum crimen sine lege); 15. Larangan untuk penerapan asas retroaktif (prohibition on the retroactive application of criminal law/principle of nonretroactivity of criminal law); 16. Larangan penghukuman ganda (double jeopardy/ne bis in idem) 17. Hak atas putusan pengadilan yang beralasasin dan terbuka (right to a public and reasoned judgment); 18. Hak untuk banding/kasasi atau melakukan tindakan hukum dalam tingkat yang lebih tinggi (right to appeal); 19. Sejumlah hal lainnya yang relevan, khususnya jika menyangkut peradilan dalam situasi khusus atau pengadilan khusus (misalnya pengadilan untuk anak-anak, kasus-kasus kekerasan seksual, pengadilan HAM, peradilan militer, dll). Acuan tentang hak-hak korban dalam proses peradilan: 1. Prinsip prinsip umum tentang hak-hak korban a. Prinsip Tanggung Jawab Negara; b. Prinsip Pemulihan dalam Keadaan Semula (restutio in integrum); c. Prinsip Non Diskriminasi; d. Prinsip Penghormatan Harkat dan Martabat Korban; e. Prinsip Tepat layak, Guna, dan Adil; f. Prinsip Kebutuhan Korban dan Kemudahan g. Ganti Kerugian yang Lengkap dan Komprehensif h. Perhatian kepada Korban dan Kebutuhan Khusus. 3
4 2. Standar Umum perlakuan terhadap korban oleh penegak hukum 3. Hak untuk dilindungi dari tindakan yang merendahkan martabat, intimidasi dan penyiksaan 4. Hak untuk mendapatkan dukungan dan pendampingan 5. Hak untuk mengemukakan pendapat di pengadilan 6. Hak untuk melaporkan kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh penegak hukum. 7. Hak-hak lainnya yang relevan. (Indikator tentang standar-standar tersebut diatas disusun dalam dokumen yang terpisah) IV. Gambaran Kerja 1. Persiapan sebelum pemantauan a. Mengidentifikasi dan menentukan tujuan pemantauan; b. Memilih kasus yang akan dipantau; c. Memilih pemantau (observer); jika perlu membentuk Tim khusus pemantauan yang terdiri dari pemantauan lapangan, tim analisa dan tim pendukung (administrasi, perekam, penyusun dokumen, dll) d. Memberikan mandat dan penjelasan (briefing) ke pemantau; e. Riset pendahuluam oleh pemantau; f. Menginformasikan kepada pihak yang berwenang (pengadilan/hakim, dan jaksa penuntut umum) tentang akan adanya pemantauan; g. Menyiapkan kebutuhan selama pemantauan (alat-alat pemantauan/perekam audio maupun visual, kebutuhan penerjemah jika diperlukan, biaya perjalanan dan akomodasi); h. Penilaian tentang resiko keamanan (security risk assessment); i. Pernyataan ke publik tentang adanya pemantauan; j. Persiapan lain yang dibutuhkan. 2. Melaksanakan pemantauan a. Akses ke gedung dan ruangan pengadilan; b. Akses ke dokumen pengadilan/berkas perkara dan dokumen lain yang relevan; c. Mengenalkan diri pada pengadilan, termasuk jika ada penerjemah juga diperkenalkan; d. Pengamatan langsung dan melakukan pencatatan selama proses persidangan; e. Tidak melakukan intervensi dalam proses persidangan; f. Memfokuskan pada aspek-aspek pemantauan yang telah ditetapkan (proses persidangan/prosedur, dan/atau substansi perkara); g. Melakukan wawancara dan pertemuan dengan pihak yang relevan selama pemantauan; h. Standar dalam membuat pernyataan publik selama proses pemantauan; i. Membuat laporan pemantauan. 3. Laporan pemantauan a. Disusun berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan; b. Laporan disusun secara berkala, yang ditentukan berdasarkan kebutuhan; 1) setiap selesai pemantauan persidangan, 2) periode waktu tertentu (bulanan, 2 bulanan, dll), 3) tematik (laporan dengan topik-topik tertentu), dan 4) laporan akhir; c. Standar laporan yang ditetapkan, sesuai dengan jenis laporan; d. Dapat dibentuk Tim analisa laporan dalam penyusunan laporan akhir; e. Pengumuman atau diseminasi laporan ke publik dan pihak-pihak yang berkepentingan (pengadilan, jaksa, advokat, korban, dll). 4
5 Penjelasan : 1. Pemantauan Langsung a. Pemantauan Langsung Pemantauan langsung adalah kegiatan untuk mengumpulkan bahan yang dilakukan dengan cara melihat dan mengamati proses persidangan di Pengadilan. Hasil dari pemantauan langsung ini adalah catatan, rekaman dan laporan jalannya persidangan. b. Pengelolaan bahan Kegiatan ini adalah penyusunan bahan-bahan berdasarkan hasil dari pengamatan langsung yang berdasarkan target yang sudah ditentukan. c. Teknis pelaksanaan Untuk melakukan pemantauan langsung jalannya persidangan, maka dibutuhkan Tim Pemantau beberapa orang pengamat (observer) berdasarkan banyaknya berkas perkara yang diperiksa di Pengadilan. d. Waktu Pemantauan ini mulai dilaksanakan dari mulai dilaksanakannya persidangan sampai dengan berakhirnya persidangan. e. Sumber Daya Tim Pemantau dapat terdiri dari tim pemantau di persidangan, penyusun dokumen, tenaga administratif, dibawah 1 orang koordinator. 2. Analisis dan penilaian terhadap jalannya proses persidangan a. Analisis persidangan Kegiatan ini dilakukan setelah dikumpulkannya data dan bahan-bahan yang dianggap cukup untuk melakukan analisis dan penilaian terhadap jalannya proses persidangan, yaitu dimulai dengan surat dakwaan, pembuktian, tuntutan dan putusan hakim. b. Tujuan : Adanya Laporan Pemantauan dan sosialisasi ke publik mengenai jalannya proses persidangan berdasarkan target yang sudah ditentukan. c. Teknis Pelaksanaan Analisis dan penilaian terhadap jalannya proses persidangan dilakukan sesuai dengan perencanaan, namun sedikitnya empat kali, yaitu dalam tahap : dakwaan, pembuktian, tuntutan dan putusan hakim. Selain empat tahap ini, analisis dan penilaian juga dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat khusus dan insidentil, atau berdasakan tema-tema tertentu. d. Sumber Daya Tim analisa, jumlahnya ditentukan berdasarkan kebutuhan dan keahlian tertentu, dan termasuk anggota tim analisa adalah koordinator pemantauan. 3. Pembuatan Laporan Akhir Laporan hasil pengamatan dan pengumpulan bahan akan dianalisis oleh Tim analis, dan dalam penyusunan laporan dapat dilakukan dengan mengadakan diskusi terbatas. Diskusi terbatas ini akan mengundang beberapa orang yang kompeten untuk memberikan pandangan dan masukan. Hasil dari pertemuan itu akan dijadikan pedoman dalam penyusunan laporan akhir. Tujuan diskusi terbatas untuk; 1) mendapatkan masukan atas hasil-hasil pengamatan yang sudah ada, dan 2) mendapatkan rumusan yang baik terhadap hasil pengamatan. 5
ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM
ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh
Lebih terperinciMASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.
MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang
Lebih terperinciBAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku
55 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Peradilan internasional baru akan digunakan jika penyelesaian melalui peradilan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Human
BAB I PENDAHULUAN Alasan Pemilihan Judul Hak-hak individu lebih sering dilekatkan dengan kata Hak Asasi Manusia, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Human Rights. Pada saat ini hak-hak asasi
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK SERTA PENERAPANNYA
PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK SERTA PENERAPANNYA Penulis: Dr. Nandang Sambas, S. H., M.H. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis,
Lebih terperinciBahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA
Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (JUVENILE JUSTICE SYSTEM)
Lebih terperinciHARMONISASI PENGATURAN PENAHANAN DALAM KUHAP DENGAN PRINSIP-PRINSIP HAM DALAM ADMINISTRASI PERADILAN SKRIPSI
HARMONISASI PENGATURAN PENAHANAN DALAM KUHAP DENGAN PRINSIP-PRINSIP HAM DALAM ADMINISTRASI PERADILAN SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciHarkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN
Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM Mengapa Instrumen Internasional? Anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus; Keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah
Lebih terperincic. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27
RINGKASAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 006/PUU- IV/2006 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI TANGGAL 7 DESEMBER 2006 1. Materi muatan ayat, Pasal dan/atau
Lebih terperinciJAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta
JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP Oleh : LBH Jakarta 1. PENGANTAR Selama lebih dari tigapuluh tahun, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP diundangkan
Lebih terperinciINSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA
INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 24, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan
Lebih terperinciPrinsip Dasar Peran Pengacara
Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7
Lebih terperinciPEMETAAN LEGISLASI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Supriyadi Widodo Eddyono
PEMETAAN LEGISLASI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Jakarta 2005 I. Latar Belakang Masalah perlindungan Korban dan Saksi di dalam proses peradilan pidana merupakan salah satu permasalahan
Lebih terperinciINSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM
INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-6 INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI HAM Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Universal Declaration of Human Rights, 1948; Convention on
Lebih terperinciSTANDAR INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA. Oleh : Supriyanta. Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta
STANDAR INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh : Supriyanta Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta superprian@gmail.com ABSTRAK Secara internasional perlindungan
Lebih terperinci1. PENGANTAR STANDAR HUKUM INTERNASIONAL KONSERN UTAMA AMNESTY INTERNATIONAL TENTANG PENGADILAN YANG ADIL:...3
TABLE OF CONTENTS 1. PENGANTAR...1 2. STANDAR HUKUM INTERNASIONAL...2 3. KONSERN UTAMA AMNESTY INTERNATIONAL TENTANG PENGADILAN YANG ADIL:...3 3.1 HAK UNTUK SEGERA DIBERITAHU TENTANG ALASAN PENANGKAPAN
Lebih terperinciINTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL NUREMBERG
PENGADILAN HAM A. INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL (IMT) NUREMBERG B. INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL FOR THE FAR EAST (IMTFE TOKYO C. INTERNATIONAL TRIBUNAL FOR THE PROSECUTION OF PERSONS RESPONSIBLE FOR
Lebih terperinciMAKALAH. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia
PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Singgasana Hotel Surabaya, 10 13 Oktober 2011 MAKALAH Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,
Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN
Lebih terperinci2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan
No.1084, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Mengadili Perkara Perempuan. Pedoman. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN MENGADILI PERKARA PEREMPUAN BERHADAPAN
Lebih terperinciMemutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin
Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2011-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciMenyeimbangkan Kembali Keadilan (Rebalancing Justice) Catatan Atas Konsep Perlindungan Korban Kejahatan dalam RUU KUHAP. Oleh: Zainal Abidin 1
Menyeimbangkan Kembali Keadilan (Rebalancing Justice) Catatan Atas Konsep Perlindungan Korban Kejahatan dalam RUU KUHAP Oleh: Zainal Abidin 1 1. Pengantar Perlindungan terhadap korban kejahatan di Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),
Lebih terperinciMAKALAH. Mengenal Konvensi-konvensi. Oleh: M. Syafi ie, S.H., M.H.
Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH Mengenal Konvensi-konvensi Oleh: M. Syafi ie, S.H., M.H. TRAINING
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM I. UMUM Hak atas Bantuan Hukum telah diterima secara universal yang dijamin dalam Kovenan Internasional tentang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPRINSIP-PRINSIP UNIVERSAL HAK ATAS PERADILAN YANG ADIL DAN TIDAK MEMIHAK (FAIR TRIAL) Siti Aminah (sitiaminah_tardi@yahoo.co.id)
PRINSIP-PRINSIP UNIVERSAL HAK ATAS PERADILAN YANG ADIL DAN TIDAK MEMIHAK (FAIR TRIAL) Siti Aminah (sitiaminah_tardi@yahoo.co.id) The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) A. PENDAHULUAN Di antara asas-asas
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IMPLEMENTASI PRINSIP DAN STANDAR HAK ASASI MANUSIA DALAM PENYELENGGARAAN TUGAS KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human Rights pada tahun 1948 telah terjadi perubahan arus global di dunia internasional
Lebih terperinciKebebasan Beragama dan Berkeyakinan
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara
Lebih terperinciHUKUMAN MATI dari SISI HAK ASASI MANUSIA. Roichatul Aswidah, Jakarta, 18 Agustus 2016
HUKUMAN MATI dari SISI HAK ASASI MANUSIA Roichatul Aswidah, Jakarta, 18 Agustus 2016 Keterangan tertulis Komnas HAM di hadapan MK, 2 Mei 2007 Kesimpulan: Konstitusi Indonesia atau UUD 1945, secara tegas
Lebih terperinciPENERAPAN PRINSIP MIRANDA RULE SEBAGAI PENJAMIN HAK TERSANGKA DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA DI INDONESIA
PENERAPAN PRINSIP MIRANDA RULE SEBAGAI PENJAMIN HAK TERSANGKA DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Oleh : I Dewa Bagus Dhanan Aiswarya Putu Gede Arya Sumerthayasa Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum
Lebih terperinciRechtsVinding Online Perlindungan Hak Asasi Manusia Narapidana Wanita Dalam Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional
Perlindungan Hak Asasi Manusia Narapidana Wanita Dalam Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 04 Mei 2015; disetujui: 10 Mei 2015 HAM merupakan suatu istilah
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang
Lebih terperinciKepengacaraan Untuk Kepentingan Publik dan Pemajuan dan Perlindungan HAM
Kepengacaraan Untuk Kepentingan Publik dan Pemajuan dan Perlindungan HAM Disampaikan oleh : A.H. Semendawai, SH, LLM Disampaikan dalam acara Konferensi Public Interest Lawyer Network (PILNET) Jakarta,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN
Lebih terperinci"Itu Kejahatan": Perampasan kemerdekaan secara tidak sah
Siapapun dia, termasuk Hakim, Jaksa dan Polisi, tak sah merampas kemerdekaan tanpa dasar yang sah. Perampasan kemerdekaan, apakah itu penangkapan, penahanan, atau pemenjaraan wajib dengan perintah yang
Lebih terperinciBAB 4 PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN UPAYA PAKSA MENURUT KONSEP PRAPERADILAN DI DALAM KUHAP DAN KONSEP HAKIM KOMISARIS MENURUT RUU KUHAP
BAB 4 PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN UPAYA PAKSA MENURUT KONSEP PRAPERADILAN DI DALAM KUHAP DAN KONSEP HAKIM KOMISARIS MENURUT RUU KUHAP 1. Pengawasan Terhadap Upaya Paksa Melalui Konsep Praperadilan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang
Lebih terperinciUNOFFICIAL TRANSLATION
UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /
Lebih terperinciPEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap
PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September
Lebih terperinciBAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN
BAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN A Pemeriksaan Tersangka di tingkat Kepolisian Berdasarkan KUHAP, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan Kode Etik
Lebih terperinciPemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah perbuatan melawan hukum. secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan
BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK-HAK TERDAKWA DALAM PERADILAN IN ABSENTIA TINDAK PIDANA TERORISME DITINJAU DARI FIQH AL-MURA>FA A>T DAN UNDANG-UNDANG NO. 15 TAHUN 2003 A. Analisis Perlindungan Hak-Hak
Lebih terperinciPERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN
Lebih terperinciPokok-Pokok Pikiran. tentang RUU KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA DALAM PERSPEKTIF HAM
Pokok-Pokok Pikiran tentang RUU KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA DALAM PERSPEKTIF HAM KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (KOMNAS HAM) Jakarta, Juni 2013 BAB I PENDAHULUAN Pengantar 1. Komnas HAM adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sama oleh hakim tersebut (audi et alterampartem). Persamaan dihadapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945). Terdapat tiga prinsip dasar negara hukum yaitu: supremasi hukum, persamaan dihadapan
Lebih terperinciHak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015
Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang
Lebih terperinciPENGADILAN PIDANA INTERNASIONAL
PENGADILAN PIDANA INTERNASIONAL PENGADILAN PIDANA INTERNASIONAL AD HOC IMT NUREMBERG IMT TOKYO ICTY ICTR SIERRA LEONE CAMBODIA TIMOR TIMUR / INDONESIA IMT - NUREMBERG NOVEMBER 1945 SEPTEMBER 1946 22 TERDAKWA
Lebih terperinciMAKALAH AKSES KE KEADILAN: MENDISKUSIKAN PERAN KOMISI YUDISAL. Oleh: Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si
INTERMEDIATE HUMAN RIGHTS TRAINING BAGI DOSEN HUKUM DAN HAM Hotel Novotel Balikpapan, 6-8 November 2012 MAKALAH AKSES KE KEADILAN: MENDISKUSIKAN PERAN KOMISI YUDISAL Oleh: Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. UMUM
LAMPIRAN 1 PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERMOHONAN DAN PELAKSANAAN RESTITUSI NOMOR : 1 TAHUN 2010 TANGGAL : 13 JANUARI 2010 BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti
Lebih terperinciTujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:
Jakarta 14 Mei 2013 Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: a. Pertama, dimensi internal dimana Negara Indonesia didirikan dengan tujuan untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia
Lebih terperinciA. Instrumen Perlindungan Hukum PLRT
A. Instrumen Perlindungan Hukum PLRT Perlindungan hukum merupakan perlindungan yang diberikan oleh negara terhadap warga negaranya dengan menggunakan sarana hukum atau berlandaskan pada hukum dan aturan
Lebih terperinciDIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :
PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM DI BAPAS KELAS I SEMARANG Lisda Dina Uli P*, Nur Rochaeti, Endah Sri. Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Lebih terperinciMenyongsong Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban dalam Revisi Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Seminar Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban dalam Revisi Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) JAKARTA, 10 April 2013 1 Daftar Isi
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...
Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB
Lebih terperinciPENGANTAR KONVENSI HAK ANAK
Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciPokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan
1 Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan I.PENDAHULUAN Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) 1. Konsekuensi dalam suatu
Lebih terperinciPASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003
PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003 Pasal 1 (8) Pasal Potensi Pelanggaran HAM Kerangka hukum yang bertabrakan Tidak ada Indikator jelas mengenai keras
Lebih terperinciJURNAL SKRIPSI PERANAN DAN FUNGSI PRAPERADILAN DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
JURNAL SKRIPSI PERANAN DAN FUNGSI PRAPERADILAN DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA Disusun oleh: ABI HIKMORO NPM : 09 05 10212 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Peradilan dan Penyelesaian
Lebih terperinciKELOMPOK KERJA UNTUK PENAHANAN SEWENANG-WENANG. Lembar Fakta No. 26. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia
KELOMPOK KERJA UNTUK PENAHANAN SEWENANG-WENANG Lembar Fakta No. 26 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia Tak seorang pun bisa ditangkap, ditahan, dan diasingkan secara sewenang-wenang. Deklarasi Universal
Lebih terperinciSURAT TERBUKA UNTUK KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP PROPOSAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA ANTITERORISME
AI Index: ASA 21/ 8472/2018 Yth. Muhammad Syafii Ketua Panitia Khusus Revisi Undang Undang Anti-Terorisme dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Kompleks Gedung Dewan Perwakilan Rakyat
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Restitusi. Permohonan. Pelaksanaan.
No.13, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Restitusi. Permohonan. Pelaksanaan. PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR
Lebih terperinciHal-Hal Penting Terkait Penangkapan Yang Harus Diatur RKUHAP
Hal-Hal Penting Terkait Penangkapan Yang Harus Diatur RKUHAP Oleh : Supriyadi W. Eddyono ICJR Pada prinsipnya, segala bentuk tindakan atau upaya paksa yang mencabut atau membatasi kebebasan merupakan tindakan
Lebih terperinciBahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional
Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Oleh Agung Putri Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Implementasi
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 1. PERLINDUNGAN NORMATIF HAK TERSANGKA / TERDAKWA MENURUT HUKUM NASIONAL
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. PERLINDUNGAN NORMATIF HAK TERSANGKA / TERDAKWA MENURUT HUKUM NASIONAL Jaminan dan perlindungan terhadap HAM dalam peraturan hukum acara dalam
Lebih terperinciDiadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH
Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis
Lebih terperinciSejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI
Seri Advokasi kebijakan # Perlindungan Saksi RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jalan siaga II No 31 Pejaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek penyelenggaran negara dewasa ini berkembang ke arah demokrasi dan perlidungan Hak Asasi Manusaia (HAM). Masalah HAM mengemuka pada setiap kehidupan penyelenggaraan
Lebih terperinciMEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HAK TERSANGKA TERHADAP PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus Di Polresta Palu)
PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA TERHADAP PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus Di Polresta Palu) PRASETYO DARMANSYAH PUTRA DJAMAN / D 101 10 310 ABSTRAK Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
Lebih terperinciUU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan
UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan Ifdhal Kasim Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) A. Pengantar 1. Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc untuk Timor Timur tingkat pertama telah berakhir.
Lebih terperinciREKOMENDASI DAN USULAN PUSAT BANTUAN HUKUM PERADI TERHADAP NASKAH AKADEMIK DAN RUU SISTEM PEMASYARAKATAN BAGIAN ANAK
Puri Imperium Office Plaza UG 21 Jl. Kuningan Madya Kav 5 6 Jakarta Selatan 12980 Phone/Fax (62-21) 83703156-57 REKOMENDASI DAN USULAN PUSAT BANTUAN HUKUM PERADI TERHADAP NASKAH AKADEMIK DAN RUU SISTEM
Lebih terperinciSUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD BAB III HAK ASASI MANUSIA DAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA Dra.Hj.Rosdiah Salam, M.Pd. Dra. Nurfaizah, M.Hum. Drs. Latri S,
Lebih terperinciMemastikan Pemenuhan Hak atas Reparasi Korban Pelanggaran HAM Yang Berat
Memastikan Pemenuhan Hak atas Reparasi Korban Pelanggaran HAM Yang Berat Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Koalisi Perlindungan Saksi dan Korban Penyusun Supriyadi Widodo Eddyono Zainal Abidin
Lebih terperinciRUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG
!"#$%&'#'(&)*!"# $%&#'''(&)((* RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sistem
Lebih terperinciEKSISTENSI SAKSI MAHKOTA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PIDANA
EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PIDANA Oleh: SETIYONO Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta Ketua Divisi Non-Litigasi LKBH FH USAKTI Jl. Kiai Tapa Grogol, Jakarta Barat
Lebih terperinciEKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA
EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA oleh Sang Ayu Ditapraja Adipatni I Wayan Sutarajaya I Wayan Bela Siki Layang Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN
Lebih terperinciHukum Acara Pidana. Pertemuan XXVIII & XXIX Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1
Hukum Acara Pidana Pertemuan XXVIII & XXIX Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1 Topik Landasan Hukum Asas Hukum Acara Peradilan Pidana Kewenangan Pengadilan Pemeriksaan Pembuktian Putusan Pengadilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KEJAHATAN KEMANUSIAAN SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAM BERAT MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KEJAHATAN KEMANUSIAAN SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAM BERAT MENURUT HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Kejahatan Kemanusiaan Kejahatan terhadap kemanusiaan pertama kali muncul
Lebih terperinci